ALIRAN_KONSTRUKTIVISME

23
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT ILMU : FILSAFAT KONSTRUKTIVISME Oleh : Markus Basuki Program Pascasarjana UMM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Filsafat konstruktivisme dapat digolongkan dalam filsafat pengetahuan, bagian dari filsafat yang mempertanyakan masalah pengetahuan dan bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu. Dewasa ini filsafat konstruktivisme banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan, terutama dalam proses pembelajaran. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan sejak tahun 2006/2007 sebenarnya memiliki akar pada konsep filsafat ini. Dalam konsep filsafat konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja oleh seorang guru kepada murid. Pengetahuan yang didapat murid bukanlah suatu perumusan yang diciptakan oleh orang lain melainkan dibangun (konstruksi) oleh murid itu sendiri. Inilah pergeseran nyata yang sesungguhnya sudah dirintis ketika dunia pendidikan kita dikenalkan dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Dalam praktek pengajaran, penyelesaian materi dan hasil bukanlah merupakan hal terpenting. Yang lebih penting adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan partisipasi murid. Belajar adalah kegiatan murid untuk membentuk pengetahuan. Inilah knstruktivisme. 1.2 Tujuan Pembahasan Pembahasan topik ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang benar mengenai filsafat konstruktivisme. Dengan memahami akar dari suatu permasalahan, yakni dengan berfilsafat, diharapkan terjadi suatu kesadaran baru dan dengan demikian seseorang dapat mengerti dan menjalani sesuatu dengan konsep yang jelas dan benar. Melalui pembahasan ini khususnya dalam dunia pendidikan diharapkan muncul suatu keberanian merancang suatu model-model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik (murid) berkembang secara optimal dan mampu menemukan konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupannya. 1.3 Rumusan Masalah Secara garis besar masalah-masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini antara lain :

description

kontruksivis

Transcript of ALIRAN_KONSTRUKTIVISME

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT ILMU :FILSAFAT KONSTRUKTIVISME

Oleh : Markus BasukiProgram Pascasarjana UMM

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang MasalahFilsafat konstruktivisme dapat digolongkan dalam filsafat pengetahuan, bagian dari filsafat yang mempertanyakan masalah pengetahuan dan bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu. Dewasa ini filsafat konstruktivisme banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan, terutama dalam proses pembelajaran. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan sejak tahun 2006/2007 sebenarnya memiliki akar pada konsep filsafat ini.Dalam konsep filsafat konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja oleh seorang guru kepada murid. Pengetahuan yang didapat murid bukanlah suatu perumusan yang diciptakan oleh orang lain melainkan dibangun (konstruksi) oleh murid itu sendiri. Inilah pergeseran nyata yang sesungguhnya sudah dirintis ketika dunia pendidikan kita dikenalkan dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).Dalam praktek pengajaran, penyelesaian materi dan hasil bukanlah merupakan hal terpenting. Yang lebih penting adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan partisipasi murid. Belajar adalah kegiatan murid untuk membentuk pengetahuan. Inilah knstruktivisme.

1.2 Tujuan PembahasanPembahasan topik ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang benar mengenai filsafat konstruktivisme. Dengan memahami akar dari suatu permasalahan, yakni dengan berfilsafat, diharapkan terjadi suatu kesadaran baru dan dengan demikian seseorang dapat mengerti dan menjalani sesuatu dengan konsep yang jelas dan benar. Melalui pembahasan ini khususnya dalam dunia pendidikan diharapkan muncul suatu keberanian merancang suatu model-model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik (murid) berkembang secara optimal dan mampu menemukan konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupannya.

1.3 Rumusan MasalahSecara garis besar masalah-masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini antara lain :a. Apakah filsafat konstruktivisme itu?b. Mengapa kita perlu memahami filsafat konstruktivisme?c. Apakah peran filsafat konstruktivisme dalam dunia pendidikan dan pengajaran?

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat KonstruktivismeKonstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai (Suparno, 2008:28). Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh tiap-tiap orang. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi tetapi merupkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dan dalam proses itulah keaktivan dan kesungguhan seseorang dalam mengejar ilmu akan sangat berperan.Berbicara tentang konstruktivisme tidak dapat lepas dari peran Piaget. J. Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Menurut Wadsworth (1989) dalam Suparno (2008), teori perkembangan intelektual Piaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang biologi. Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan dan memperkembangkan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan pengalaman, tantangan, gejala dan skema pengetahuan yang telah dipunyai seseorang ditantang untuk menanggapinya. Dan dalam menanggapi pengalaman-pengalaman baru itu skema pengalaman seseorang dapat terbentuk lebih rinci, dapat pula berubah total. Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis maupun pengalaman mental.Berkenaan dengan asal-usul konstruktivisme, menurut Von Glasersfeld (1988) dalam Paul Suparno (2008), pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun sebenarnya gagasan pokok konstruktivisme sudah dimulai oleh Gimbatissta Vico, epistemology dari Italia. Dialah cikal bakal konstruktivisme. Pada tahun 1970, Vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Dia menjelaskan bahwa mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Bagi Vico pengetahuan lebih menekankan pada struktur konsep yang dibentuk. Lain halnya dengan para empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyataan luar. Namun menurut banyak pengamat, Vico tidak membuktikan teorinya (Suparno: 2008). Sekian lama gagasannya tidak dikenal orang dan seakan hilang. Kemudian Jean Piagetlah yang mencoba meneruskan estafet gagasan konstruktivisme, terutama dalam proses belajar. Gagasan Piaget ini lebih cepat tersebar dan berkembang melebihi gagasan Vico.2.2 Pengaruh Filsafat Konstruktivisme dalam PendidikanSebenarnya prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika. Secara umum prinsip-prinsip itu berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktek, pembaruan dan perencanaan pendidikan sains dan matematika. Prinsip-prinsip yang diambil dari konstruktivisme adalah :a. Pengetahuan dibangun oleh peserta didik secara aktif.b. Tekanan dalam proses belajar terletak pada peserta didik.c. Mengajar adalah membantu peserta didik belajar.d. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses, bukan hasil.e. Kurikulum menekankan partisipasi peserta didik.f. Guru adalah fasilitator.

Berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Indonesia yang memberikan kewenangan kepada sekolah dan para guru untuk menyusun sendiri kurikulum pembelajaran yang akan dijalankan, prinsip-prinsip konstruktivisme tentu dapat menjadi roh dari setiap silabus yang disusunnya. Hal yang tetap harus diperhatikan adalah kesiapan lingkungan belajar, baik pendidik, lingkungan, sarana prasarana dan pendukung lainnya. Jika hal-hal tersebut tidak dipersiapkan dengan baik, bisa jadi terjadi hal-hal yang melenceng dari harapan. Karena peserta didik mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksinya tidak sesuai dengan hasil konstruksi para ilmuwan, maka muncullah salah pengertian atau konsep alternative. Dalam hal seperti ini diperlukan penelusuran dan penelitian untuk menemukan permasalahan dan mengatasinya.

2.3 Implementasi Filsafat Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Filsafat konstruktivisme memberikan landasan bagi lahirnya teori belajar konstruktivistik. Untuk memahami teori belajar ini ada baiknya dibuat pembandingan dengan teori belajar yang lain, yang memang sangat bertolak belakang. Teori belajar pembandingnya adalah teori behavioristik. Teori ini dipilih karena akan memperjelas konsep konstruktivistik yang dipaparkan di sini.Belajar, menurut Thorndike, seorang penganut paham behavioristik, merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-sosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Jadi terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon (Gasong, http://www.images.dani7bd.multiply.com). Kaum behavioristik meyakini bahw aperilaku merupakan kumpulan reflek yang diakibatkan proses conditioning. Reflek berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Dan perilaku akibat pembiasaan ini disebut belajar. Proses belajar bagi kaum behavioristik berlangsung tanpa mempertimbangkan potensi dan kemauan serta kesadaran peserta didik. Maka model pembelajaran bersifat teacher centered. Tujuan pembelajaran ditentukan oleh institusi dan peserta didik tinggal mengikutinya. Implikasinya: materi pelajaran ditentukan pengajar, pengajar aktif menerangkan dan peserta didik hanya pasif menerima hingga saatnya evaluasi. Bisa dikatakan pengajar menjadi satu-satunya sumber belajar. Motivasi belajar hanya dirangsang dengan nilai. Akibatnya tujuan belajar berbelok hanya sekedar sederetan angka. Tak jarang peserta didik dijadikan kebanggaan institusi dengan angka-angka yang tinggi, baik lewat ujian nasional maupun lomba-lomba. Akibatnya segala potensi, kemauan dan waktu peserta didik terserap hanya demi nilai (Wicaksono, http://www.rohadieducation.wordpress.com).Model pembelajaran Konstruktivistik adalah alternatif yang mampu menjawabi kekurangan paham behavioristik. Secara sederhana, konstruktivisme, yang dipelopori oleh J. Piaget, beranggapan bahwa pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari kita yang menganal sesuatu. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian/pengetahuan secara aktif (tidak hanya menerima dari guru!) dan terus-menerus. Metode trial and error, dialog dan partisipasi peserta didik sangat berarti sebagai suatu proses pembentukan pengetahuan dalam pendidikan (Suparno: 2008). Menurut teori belajar konstruktivisme pengetahuan tidak bias dipindahkan begitu saja dari guru kepada murid. Artinya, peserta didik harus aktif secara mental membangun struktur pengetahannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya (Hamzah, http://akhmadsudrajat.wordpress.com). Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, speserta didik lah yang harus mendapatkan penekanan. Mereka harus aktif mengembangkan pengetahuannya, mereka pula yang harus bertanggungjawab atas hasilnya. Belajar diarahkan pada experimental learning, yaitu adaptasi kemanusiaan berdasar pengalaman konkret di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, dan kemudian dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Beberapa hal perlu mendapat perhatian: mengutamakan pembelajaran yang nyata dan relevan, mengutamakan proses, menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social dan dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id).paham konstruktivistik. Dengan melihat perbedaan keduanya, konsep pembelajaran konstruktivistik akan lebih jelas.

Menurut pandangan konstruktivistik belajar dan pembelajaran memiliki ciri : 1) Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar. 2) Pengetahuan adalah non-objective, selalu berubah. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivita skolaborative, refleksi serta interpretasi. Si belajar memiliki pemahaman tergantung pengalaman dan perspektif interpretasinya sehingga hasilnya individualistic. 3) Penataan lingkungan belajar: tidak teratur, semrawut, si belajar bebas, kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan dan control belajar dipegang si belajar. 4) Dalam strategi pembelajaran, lebih diarahkan untuk meladeni pandangan pebelajar. Aktivitas belajar lebih didasarkan pada data primer. Pembelajaran menekankan proses. 5) Evaluasi menekankan pada penyusunan makna, menggali munculnya berpikir dengan pemecahan ganda. Dan evaluasi merupakan bagian utuh dari pembelajaran, dan menekankan pada ketrampilan proses (Gasong, http://www.images.dani7bd.multiply.com).Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada keberhasilan peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Pembelajar (guru) menjadi fasilitator yang membantu peserta didik mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. Namun tetap harus diperhatikan bahwa model pembelajaran ini harus didukung oleh lingkungan yang tepat. Tujuan model belajar ini adalam menciptakan insane-insan pebelajar yang selalu terdorong mengembangkan diri melalui belajar. Untuk mendorong munculnya mentalitas demikian, institusi pendidikan harus ikut menciptakan situasi masyarakat pebelajar. Semua elemen didorong menjadi manusia pebelajar. Model konstruktivistik akan mencapai hasil optimal jika diterapkan dalam lingkungan manusia pebelajar.

BAB IIIKESIMPULAN

3.1 KesimpulanSecara sederhana dapat disimpulkan, filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai.Prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika, namun demikian sekarang prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan ke dalam semua mata pelajaran. Dan berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Indonesia yang memberikan kewenangan kepada sekolah dan para guru untuk menyusun sendiri kurikulum pembelajaran yang akan dijalankan, prinsip-prinsip konstruktivisme tentu dapat menjadi roh dari setiap silabus yang disusunnya serta mewujudnyatakan dalam pembelajaran.Namun tetap harus diperhatikan bahwa model pembelajaran konstruktivistik ini harus didukung oleh lingkungan yang tepat dan didukung oleh institusi pendidikan yang berwawasan luas, Institusi pendidikan harus ikut menciptakan situasi masyarakat pebelajar dengan menyiapkan sarana-prasarana, lingkungan, SDM dan elemen pendukung lainnya. Semua elemen didorong menjadi manusia pebelajar. Model konstruktivistik akan mencapai hasil optimal jika diterapkan dalam lingkungan manusia pebelajar.

3.2 SaranFilsafat konstruktivisme harus dipahami sebagai roh yang menggerakkan subyek-subyek pendidikan sehingga akan lahirlah inovasi-inovasi baru dalam pendidikan dan pengajaran. Untuk mencapai hasil maksimal berupa outcome SDM handal, diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi :a. Guru, sebagai subjek sentral dalam pendidikan harus memiliki wawasan baru dan luas dalam model-model pembelajaran.b. Sekolah dan penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang jelas yang menjangkau masa depan, dan melengkapi dengan sarana prasarana yang memadai.c. Dibutuhkan keberanian dari pelaku-pelaku pendidikan untuk secara kritis menyikapi berbagai perubahan dan membuat terobosan.d. Peserta didik tidka lagi dijadikan asset yang mampu menjual nama baik lembaga, tetapi harus diberi kesempatan berkembang secara optimal dan alamiah.

Daftar RujukanDegeng, I.N.S. 1998. Mencari Paradigma Baru Pemecahan Masalah Belajar. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang. Malang: IKIP Malang.Gasong, Dina. Tanpa tahun. Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternative Mengatasi Masalah Pembelajaran. dari http://www.images.dani7bd.multiply.com.Hamzah, 2008. Teori Belajar Konstruktivisme. Retrieve 20 Agustus 2008. Dari http://akhmadsudrajat.wordpress.comHidayat, Ayatollah. 2009. Kogntif Learning Theory. retrieve 15 Desember 2009 dari http://www.ayatollahhidayat.blogspot.com.June, Lee Xiang. 2009. Konstruktivisme Philosophy. Retrieve 15 Desember 2009 dari http://www.qmt323e.wikispaces.com.Pranata, Y. Mulyadi. Konstruktivistik: Arah Baru Pembelajaran Desain. Dari http://www.puslit.petra.ac.id.Wicaksono, Rohadi. 2007. Mengapa Harus Konstruktivistik. Retirieve 19 Juli 2007. dari http://www.rohadieducation.wordpress.com.Suparno, Paul. 2008. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Aliran Konstruktivisme15 Votes

Tokoh Konstruktivisme:

A. Pendahuluan Banyak anak indonesia banyak yang tidak melanjutkan studinya dan banyak pengangguran setelah lulus sekolah, pernyataan berikut menunjukan betapa masih rendahnya mutu pendidikan di indonesia. Rendahnya mutu pendidikan di indonesia, membawa kita untuk menengok kembali proses pendidikan yang terjadi sebelumnya. Proses pendidikan berpengaruh pada mutu hasil pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan berpengaruh pula pada rendahnya mutu lulusan yang dihasilkan. Salah satu komponen pendidikan yang dapat mempengaruhi tingkat mutu pendidikan yaitu unsur pendidikan (pesrta didik, pendidik, tujuan pendidikan, sarana prasarana pendidikan). Perlu adanya pedoman yang tepat dan jelas yang dapat membawa pendidikan kearah peningkatan mutu yang lebih baik. Filsafat pendidikan merupakan penerapan konsep pemikiran filsafat dapat digunakan sebagai salah satu pedoman.. Aliran filsafat konstruktivisme dalam pendidikan menekankan pada keaktifan siswa untuk mengembangkan pengetahuannya, dan bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Siswa akan lebih aktif dan kreatif sehingga mampu berdiri sendiri dalam kehidupan kognitifnya. Kreativitas siswa akan membantunya menjadi orang yang kritis dalam menganalisis suatu hal sebab mereka selalu berfikir, tak hanya menerima saja.B. Latar Belakang MasalahTantangan utama bangsa indonesia ini dan dimasa depan adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam kaitan ini menarik untuk dikaji bagaimana mutu pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa indonesia menjadi bangsa yang produktif, efesien, dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan gelobal ini. Dengan lahirnya otonomi pendidikan yang memberiakan hak sepenuhnya kepada setiap lembaga pendidikan dan satuan pendidikan mulai dari tingkat paling bawah sampai paling atas untuk mencari dana sendiri. Dalam dunia pendidikan tersebut semakin runyam, bermasalah, dan rumit ketika..memiliki propesionalisme yang tinggi dalam proses penyelesain masalah atau dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut. Ditambah lagi dengan penyelenggaraan ujian nasional (UNAS) yang sampai saat ini tetap menjadi perdebatan panjang para pelaku pendidik (Pemerintah, Guru, Dosen, Peserta didik dan masyarakat) bahkan permasalan ini telah diwa keranah hokum oleh peserta didik dan beberapa pelaku pendidikan dan menjadi persengketaan, ini jelas memberikan dampak yang sangat tidak baik bagi kelangsungan pendidikan di Indonesia dan akhirnya nanti kualitas pendidikan terhadap bangsa itu sendiri baik untuk mencerdaskan setiap anak bangsa guna memajukan bangsa itu sendiri yang tertuang dalam amanat undang-undang bangsa kita akan tidak maksimal dan akan terus menjadi sorotan. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Februari 2004) menempatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia (IPM) berada di urutan 111 dari 177 negara. Laporan ini menunjukkan bahwa hanya 46,8% saja dari anak-anak usia pendidikan dasar yang bisa menyelesaikan sembilan tahun pendidikan dasar. Hanya 68,4% ibu-ibu yang melahirkan dengan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih. Angka kematian ibu sudah mencapai 307 orang setiap 100.000 kelahiran. Setiap 1000 kelahiran 35 bayi harus meninggal. Kemudian 46 dari 1000 balita meninggal karena buruknya pelayanan kesehatan. Jumlah dan proporsi penduduk dibawah garis kemiskinan nasional, sudah berjumlah 38.394.000 orang. Penduduk Indonesia yang memiliki rumah hanya 32,3%. Angka pengangguran juga meningkat dari tahun 1994 berjumlah 3.738.000 orang dan tahun 2003 sudah menjadi 9.531.000 orang. (Asian Development Bank Key Indicators 2004 http://www.adb.org/statistics).C. Identifikasi MasalahDari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dapat di identifikasi masalah sebagai berikut.1. Lahirnya otonomi pendidikan2. Penyelenggaraan ujian nasional (UNAS)3. Angka pengangguran yang semakin meningkatD. Dasar TeoriAda tiga tokoh dalam aliran konstuktivisme1. Konstruktivisme Menurut J. PiagetTeori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa kecakapan kognitif atau intelektual anak dan orang dewasa mengalami kemajuan melalui empat tahap (dalam Hudojo, 2003), yaitu sensori-motor (lahir sampai 2 tahun); pra-operasional (2 sampai 7 tahun): operasi konkret (7 sampai 11 atau 12 tahun), dan operasi formal (lebih dari 11 atau 12 tahun). Dalam pandangan Piaget pengetahuan didapat dari pengalaman, dan perkembangan mental siswa bergantung pada keaktifannya berinteraksi dengan lingkungan (Slavin, 2000).Pada tahap pra-operasional karakteristiknya merupakan gerakan- gerakan sebagai akibat langsung. Pada tahap operasi konkret siswa didalam berpikirnya tidak didasarkan pada keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Pada tahap operasi konkret ditandai dengan siswa mulai berpikir matematis logis berdasar pada manipulasi fisik dari obyek-obyek. Pada tahap operasi formal siswa dapat memberikan alasan-alasan dengan menggunakan simbol-simbol atau ide daripada obyek-obyek yang berkaitan dengan benda-benda di dalam cara berpikirnya. (Hudojo, 2003).Piaget meyakini bahwa kecenderungan siswa berinteraksi dengan lingkungan adalah bawaan sejak lahir. Siswa memproses dan mengatur informasi dalam benaknya dalam bentuk skema (scheme). Hudojo (2003: 59) menyatakan skema adalah pola tingkah laku yang dapat berulang kembali. Slavin (2000: 30) menyatakan siswa mendemonstrasikan pola tingkah laku dan pemikiran yang disebut skema. Jadi mengacu pada kedua pendapat Hudojo dan Slavin, skema adalah pola tingkah laku dan pemikiran yang dapat berulang kembali. Dengan demikian, skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh siswa untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan mengorganisasikannya. Penguasaan terhadap suatu skema baru mengindikasikan adanya perubahan di dalam struktur mental siswa.Adaptasi berkaitan dengan penyesuaian skema yang sudah dimiliki siswa ketika berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Piaget adaptasi adalah suatu proses penyesuaian skema dalam merespon lingkungan melalui asimilasi atau akomodasi. Asimilasi adalah proses menyerap pengalaman baru berdasar pada skema yang sudah dimiliki dan akomodasi adalah proses menyerap pengalaman baru dengan cara memodifikasi skema yang sudah ada atau bahkan membentuk skema yang benar-benar baru (Hudojo, 2003: 60).Perkembangan struktur mental siswa bergantung pada proses asimilasi dan akomodasi. Masuknya skema baru dalam struktur mental siswa terutama tergantung pada proses akomodasi dalam menyerap pengalaman-pengalaman baru dengan cara siswa sendiri. Melalui adaptasi ini siswa memperoleh pengalaman-pengalaman matematika yang baru berdasarkan pengalaman-pengalaman matematika yang telah dimilikinya2. Konstruktivisme Menurut von GlasersfeldBerkaitan dengan pemerolehan pengetahuan pendapat von Glasersfeld berbeda secara radikal dengan konsepsi pemerolehan pengetahuan tradisional terutama dalam kaitan antara pengetahuan dan realitas. von Glasersfeld berpendapat bahwa pengetahuan dan realitas tidak memiliki nilai mutlak, dan pengetahuan diperoleh secara aktif dan dikonstruksi melalui indera atau melalui komunikasi. von Glasersfeld (1984) mengemukakan bahwa konstruktivisme radikal untuk tidak diinterpretasikan sebagai gambaran dari realitas secara mutlak tetapi sebagai model pengetahuan (model of knowing) dan kemungkinan memperoleh pengetahuan dalam kognisi dengan cara mengkonstruksi pengetahuan berdasar pengalaman sendiri. Dalam pembelajaran, konstruktivisme radikal tergolong konstruktivisme individu, sebagaimana konstruktivisme kognitif yang dikemukakan Piaget.Berkaitan dengan pembelajaran, von Glasersfeld (dalam Yackel, Cobb, Wood, dan Merkel; 2002) menyatakan pandangannya sebagai berikut. Jika mempercayai bahwa pengetahuan harus dikonstruksi oleh setiap individu yang belajar, maka pembelajaran menjadi sangat berbeda dengan pembelajaran tradisional yang meyakini pengetahuan ada di kepala guru dan guru harus mencari cara untuk mentransfer pengetahuan tersebut kepada siswa. Pembelajaran menurut konstruktivisme radikal memandang bahwa pengetahuan harus dikonstruksi oleh individu. Jadi berdasar informasi yang masuk ke diri siswa, siswa aktif belajar mengkonstruksi pengetahuan berdasar pengalaman sendiri. Hal ini, pada awal penyerapan pengetahuan, dimungkinkan terjadinya perbedaan konsepsi antar siswa terhadap hasil pengamatan.Apa yang disampaikan guru belum tentu diterima siswa sebagaimana apa yang diharapkan guru. Tugas guru utamanya bukan mentransfer pengetahuan tetapi memfasilitasi kegiatan pembelajaran sehingga siswa memiliki kesempatan aktif belajar dengan cara mengkonstruksi pengetahuan berdasar pengalaman siswa sendiri. Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu mempertimbang adanya perbedaan tingkat konsepsi siswa terhadap apa yang yang diamati. Dalam memahami suatu konsep sering terjadi konflik kognitif disebabkan oleh adanya problematika perbedaan tingkat konsepsi akibat beragamnya pengalaman siswa. Dalam hal seperti ini, guru perlu membuat kesepakatan-kesepakatan konseptual misalnya melalui diskusi kelas.3. Konstruktivisme Menurut VygotskyPsikolog Rusia Lev Semionovich (meninggal tahun 1934), berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa mengemukakan dua ide. Pertama bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer dan Valsiner dalam Slavin, 2000) dan mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem tanda (sign sistem) yang individu berkembang dengannya (Ratner dalam Slavin, 2000: 43). Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya diciptakan untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya bahasa, sistem tulisan dan sistem perhitungan.Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip (Slavin, 2000: 256):a. pembelajaran sosial (social leaning). Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksibersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap.b. ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkanmasalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer).c. masa magang kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebihahli, orang dewasa atau teman yang lebih pandi.d. pembelajaran termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnyadalam memecahkannya.Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan (Taylor, 1993), pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi (Taylor, 1993). Banyak pemerhati pendidikan yang mengembangkan model pembelajaran berdasar teori pembelajaran Vygotsky, misalnya model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model pembelajaran kelompok, dan model pembelajaran problem posing.E. PembahasanJean Piaget psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Menurut Piaget setiap organisme harus dapat beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat bertahan hidup. Analog dengan hal tersebut manusia (siswa) pada kenyataanya berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif. Maka siswa harus mengembangkan skema pemikiran yang lebih umum atau rinci atau perlu perubahan, menjawab, menginterpretasikan pengalaman tersebut. Dengan cara ini pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Konstruktivisme menekankan perkembangan dan konsep dan pengertian yang lebih mandalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Pengetahuan berguna jika pengetahuan tersebut mampu memecahkan persoalan yang ada. Pengetahuan merupakan proses yang terus berkembang. ( Great News: 2008) Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta suatu makna dari apa yang dipelajari ( Wikipedia : 2008). Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. (Whandi:2008).Senada dengan pengertian sebelumnya Callahan juga mengatakan bahwa konstruktivisme menginginkan adanya perbaikan kondisi manusia pada umumya ( Pidarta :2000).Penerapan pendidikan dengan pola konstruktivisme diwujudkan dengan mengajak siswa secara aktif membangun konsep-konsep kognitif. Guru tidak sekedar memberi, namun siswa mencari secara aktif, dan mengembangkannya. Satu contoh misalnya dalam pembelajaran sain. Siswa terlebih dahulu diajak untuk mengamati fenomena-fenomena alam yang ada seperti pelangi, banjir, merebaknya hama tanaman tertentu. Melalui fenomena yang ada, guru mengarahkan siswa untuk mencari penyebabnya. Siswa menemukan sendiri penyebab terjadinya pelangi, banjir ataukah hama. Pengetahuan tidak berhenti sampai di sini, pengetahuan siswa tentang penyebab terjadinya banjir, digunakan siswa untuk mencari solusi pencegahan banjir yang banyak terjadi. Penerapan solusi pencegahan banjir, memerlukan pengetahuan-pengetahuan yang baru, disinilah terlihat dinamikan pengetahuan. Pengetahuan semakin berkembang pada diri siswa, dan dicari sendiri secara aktif oleh siswa. Pengetahuan baru ini juga menciptakan perbaikan, banjir berkurang. Dan pengetahuan baru jelas merupakan tindakan bermakna, sebab memberikan manfaat pada perbaikan lingkungan.cirri-cir konstruktivisme dalam pembelajaran1. Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.2. Siswa membina sendiri pengetahuan3. Proses pembinaan pengetahuan pada siswa melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran yang terdahulu dengan pembelajaran yang terbaru4. Membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang sudah ada5. Ketidak-seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama6. Bahan pengajaran dikaitkan dengan pengalaman siswa untuk menarik minat belajarnyaPembelajaran konstruktivisme sebaiknya melibatkan guru yang konstruktif pula. Guru tidak hanya memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi guru membantu siswa membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Guru memberikan kepada siswa anak tangga untuk membawa siswa kepada pemahaman yang lebih tinggi dan siswa harus memanjat sendiri anak tangga tersebut.Guru yang konstruktivisme memiliki cirri- cirri:1. Mendukung dan menerima inisiatif dan otonomi siswa.2. Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi pengertian mereka akan konsep tersebut.3. Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.4. Memberikan pertanyaan terbuka untuk mendorong siswa bertanya.5. Mencari perluasan dari tanggapan siswa.6. Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin bertentangan dengan hipotesa awal mereka dan kemudian mendorongnya untuk diskusi.7. Memberi waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan dan menciptakan metafora atau perumpamaan.8. Mengembangkan keinginan dari siswa dengan sering menggunakan model lingkaran belajar atau siklus belajar.Pendidikan dengan pola konstruktivisme, akan menciptakan pengalaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong siswa untuk berfikir dan berfikir ulang lalu mendemonstrasikan. Siswa yang kreatif, akan mudah menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Tentunya ini akan berkaitan pula dengan kemampuannya menjawab soal-soal ujian akhirnya. NEM akan meningkat, siswa putus sekolah akan berkurang. Pembelajaran yang berorientasi pada permasalahan yang ada di lingkungan, dan selalu mengikuti perkembangan, akan memperluas pandangan siswa, sehingga pengetahuannya tidak terbatas pada apa yang didapat di kelas. Pengetahuannya berkembang sesuai tuntutan zaman, sehingga pada saatnya nanti harus bekerja, aplikasi ilmunya sesuai dengan apa yang diperlukan saat itu. Lulusan sekolah siap bekerja, pengangguran akan berkurang.F. KesimpulanInti aliran konstruktivisme dalam pendidikan adalah memberikan penekanan pada siswa untuk aktif mengembangkan pengetahannya, siswa harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya, dengan demikian siswa menjadi lebih aktif dan kreatif sehingga mampu berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Siswa yang kreatif akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal sebab mereka selalu berfikir, tak hanya menerima saja

Aliran Konstruktivisma

A.Pendahuluan Banyak anak indonesia banyak yang tidak melanjutkan studinya dan banyak pengangguran setelah lulus sekolah, pernyataan berikut menunjukan betapa masih rendahnya mutu pendidikan di indonesia. Rendahnya mutu pendidikan di indonesia, membawa kita untuk menengok kembali proses pendidikan yang terjadi sebelumnya. Proses pendidikan berpengaruh pada mutu hasil pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan berpengaruh pula pada rendahnya mutu lulusan yang dihasilkan Salah satu komponen pendidikan yang dapat mempengaruhi tingkat mutu pendidikan yaitu unsur pendidikan (pesrta didik, pendidik, tujuan pendidikan, sarana prasarana pendidikan). Perlu adanya pedoman yang tepat dan jelas yang dapat membawa pendidikan kearah peningkatan mutu yang lebih baik. Filsafat pendidikan merupakan penerapan konsep pemikiran filsafat dapat digunakan sebagai salah satu pedoman. Aliran filsafat konstruktivisme dalam pendidikan menekankan pada keaktifan siswa untuk mengembangkan pengetahuannya, dan bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Siswa akan lebih aktif dan kreatif sehingga mampu berdiri sendiri dalam kehidupan kognitifnya. Kreativitas siswa akan membantunya menjadi orang yang kritis dalam menganalisis suatu hal sebab mereka selalu berfikir, tak hanya menerima saja.B.Latar Belakang Masalah Tantangan utama bangsa indonesia ini dan dimasa depan adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam kaitan ini menarik untuk dikaji bagaimana mutu pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa indonesia menjadi bangsa yang produktif, efesien, dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan gelobal ini. Dengan lahirnya otonomi pendidikan yang memberiakan hak sepenuhnya kepada setiap lembaga pendidikan dan satuan pendidikan mulai dari tingkat paling bawah sampai paling atas untuk mencari dana sendiri. Dalam dunia pendidikan tersebut semakin runyam, bermasalah, dan rumit ketika..memiliki propesionalisme yang tinggi dalam proses penyelesain masalah atau dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut. Ditambah lagi dengan penyelenggaraan ujian nasional (UNAS) yang sampai saat ini tetap menjadi perdebatan panjang para pelaku pendidik (Pemerintah, Guru, Dosen, Peserta didik dan masyarakat) bahkan permasalan ini telah diwa keranah hokum oleh peserta didik dan beberapa pelaku pendidikan dan menjadi persengketaan, ini jelas memberikan dampak yang sangat tidak baik bagi kelangsungan pendidikan di Indonesia dan akhirnya nanti kualitas pendidikan terhadap bangsa itu sendiri baik untuk mencerdaskan setiap anak bangsa guna memajukan bangsa itu sendiri yang tertuang dalam amanat undang-undang bangsa kita akan tidak maksimal dan akan terus menjadi sorotan.Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Februari 2004) menempatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia (IPM) berada di urutan 111 dari 177 negara. Laporan ini menunjukkan bahwa hanya 46,8% saja dari anak-anak usia pendidikan dasar yang bisa menyelesaikan sembilan tahun pendidikan dasar. Hanya 68,4% ibu-ibu yang melahirkan dengan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih. Angka kematian ibu sudah mencapai 307 orang setiap 100.000 kelahiran. Setiap 1000 kelahiran 35 bayi harus meninggal. Kemudian 46 dari 1000 balita meninggal karena buruknya pelayanan kesehatan. Jumlah dan proporsi penduduk dibawah garis kemiskinan nasional, sudah berjumlah 38.394.000 orang. Penduduk Indonesia yang memiliki rumah hanya 32,3%. Angka pengangguran juga meningkat dari tahun 1994 berjumlah 3.738.000 orang dan tahun 2003 sudah menjadi 9.531.000 orang.(Asian Development Bank - Key Indicators 2004 - www.adb.org/statistics).C.Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dapat di identifikasi masalah sebagai berikut.1.Lahirnya otonomi pendidikan2.Penyelenggaraan ujian nasional (UNAS)3.Angka pengangguran yang semakin meningkatD.Dasar TeoriAda tiga tokoh dalam aliran konstuktivisme 1. Konstruktivisme Menurut J. PiagetTeori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa kecakapankognitif atau intelektual anak dan orang dewasa mengalami kemajuanmelalui empat tahap (dalam Hudojo, 2003), yaitu sensori-motor (lahirsampai 2 tahun); pra-operasional (2 sampai 7 tahun): operasi konkret (7sampai 11 atau 12 tahun), dan operasi formal (lebih dari 11 atau 12 tahun).Dalam pandangan Piaget pengetahuan didapat dari pengalaman, danperkembangan mental siswa bergantung pada keaktifannya berinteraksidengan lingkungan (Slavin, 2000).Pada tahap pra-operasional karakteristiknya merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat langsung. Pada tahap operasi konkret siswadidalam berpikirnya tidak didasarkan pada keputusan yang logismelainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Padatahap operasi konkret ditandai dengan siswa mulai berpikir matematislogis berdasar pada manipulasi fisik dari obyek-obyek. Pada tahap operasiformal siswa dapat memberikan alasan-alasan dengan menggunakansimbol-simbol atau ide daripada obyek-obyek yang berkaitan denganbenda-benda di dalam cara berpikirnya. (Hudojo, 2003).Piaget meyakini bahwa kecenderungan siswa berinteraksi denganlingkungan adalah bawaan sejak lahir. Siswa memproses dan mengaturinformasi dalam benaknya dalam bentuk skema (scheme). Hudojo (2003:59) menyatakan skema adalah pola tingkah laku yang dapat berulangkembali. Slavin (2000: 30) menyatakan siswa mendemonstrasikan polatingkah laku dan pemikiran yang disebut skema. Jadi mengacu pada keduapendapat Hudojo dan Slavin, skema adalah pola tingkah laku danpemikiran yang dapat berulang kembali. Dengan demikian, skema adalahstruktur kognitif yang digunakan oleh siswa untuk menyesuaikan denganlingkungan dan mengorganisasikannya. Penguasaan terhadap suatu skemabaru mengindikasikan adanya perubahan di dalam struktur mental siswa.Adaptasi berkaitan dengan penyesuaian skema yang sudah dimilikisiswa ketika berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Piaget adaptasiadalah suatu proses penyesuaian skema dalam merespon lingkunganmelalui asimilasi atau akomodasi. Asimilasi adalah proses menyerappengalaman baru berdasar pada skema yang sudah dimiliki dan akomodasiadalah proses menyerap pengalaman baru dengan cara memodifikasiskema yang sudah ada atau bahkan membentuk skema yang benar-benarbaru (Hudojo, 2003: 60).Perkembangan struktur mental siswa bergantung pada proses asimilasidan akomodasi. Masuknya skema baru dalam struktur mental siswaterutama tergantung pada proses akomodasi dalam menyerap pengalaman-pengalaman baru dengan cara siswa sendiri. Melalui adaptasi ini siswamemperoleh pengalaman-pengalaman matematika yang baru berdasarkanpengalaman-pengalaman matematika yang telah dimilikinya 2.Konstruktivisme Menurut von GlasersfeldBerkaitan dengan pemerolehanpengetahuan pendapat von Glasersfeldberbeda secara radikal dengan konsepsi pemerolehan pengetahuantradisional terutama dalam kaitan antara pengetahuan dan realitas. vonGlasersfeld berpendapat bahwa pengetahuan dan realitas tidak memilikinilai mutlak, dan pengetahuan diperoleh secara aktif dan dikonstruksimelalui indera atau melalui komunikasi.von Glasersfeld (1984)mengemukakan bahwa konstruktivisme radikal untuk tidakdiinterpretasikan sebagai gambaran dari realitas secara mutlak tetapisebagai model pengetahuan (model of knowing) dan kemungkinanmemperoleh pengetahuan dalam kognisi dengan cara mengkonstruksipengetahuan berdasar pengalaman sendiri. Dalam pembelajaran,konstruktivisme radikal tergolong konstruktivisme individu, sebagaimanakonstruktivisme kognitif yang dikemukakan Piaget.Berkaitan dengan pembelajaran, von Glasersfeld (dalam Yackel, Cobb,Wood, dan Merkel; 2002) menyatakan pandangannya sebagai berikut. Jikamempercayai bahwa pengetahuan harus dikonstruksi oleh setiap individuyang belajar, maka pembelajaran menjadi sangat berbeda denganpembelajaran tradisional yang meyakini pengetahuan ada di kepala gurudan guru harus mencari cara untuk mentransfer pengetahuan tersebutkepada siswa. Pembelajaran menurut konstruktivisme radikal memandangbahwa pengetahuan harus dikonstruksi oleh individu. Jadi berdasarinformasi yang masuk ke diri siswa, siswa aktif belajar mengkonstruksipengetahuan berdasar pengalaman sendiri. Hal ini, pada awal penyerapanpengetahuan, dimungkinkan terjadinya perbedaan konsepsi antar siswaterhadap hasil pengamatan.Apa yang disampaikan guru belum tentu diterima siswa sebagaimanaapa yang diharapkan guru. Tugas guru utamanya bukan mentransferpengetahuan tetapi memfasilitasi kegiatan pembelajaran sehingga siswamemiliki kesempatan aktif belajar dengan cara mengkonstruksipengetahuan berdasar pengalaman siswa sendiri. Dalam kegiatanpembelajaran guru perlu mempertimbang adanya perbedaan tingkatkonsepsi siswa terhadap apa yang yang diamati. Dalam memahami suatukonsep sering terjadi konflik kognitif disebabkan oleh adanyaproblematika perbedaan tingkat konsepsi akibat beragamnya pengalamansiswa. hal seperti ini, guru perlu membuat kesepakatan-kesepakatankonseptual misalnya melalui diskusi kelas. 3.Konstruktivisme Menurut VygotskyPsikolog Rusia Lev Semionovich(meninggal tahun 1934), berkaitandengan perkembangan intelektual siswa mengemukakan dua ide. Pertamabahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalamkonteks budaya dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer dan Valsinerdalam Slavin, 2000) dan mempercayai bahwa perkembangan intelektualbergantung pada sistem tanda (sign sistem) yang individu berkembangdengannya (Ratner dalam Slavin, 2000: 43). Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya diciptakan untuk membantu orang berpikir,berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya bahasa,sistemtulisan dan sistem perhitungan.Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip(Slavin, 2000:256):a.pembelajaran sosial (social leaning). Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap.b. ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer).c. masa magang kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksidengan orang yang lebih ahli, orang dewasa atau teman yang lebih pandi.d.pembelajaran termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dankemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkannya.Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalampembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang,kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lainmerupakan bagian dari lingkungan (Taylor, 1993), pemerolehanpengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudianpada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi (Taylor, 1993).Banyak pemerhati pendidikan yang mengembangkan model pembelajaranberdasar teori pembelajaran Vygotsky, misalnya model pembelajarankooperatif, model pembelajaran peer interaction, model pembelajarankelompok, dan model pembelajaran problem posing.E.Pembahasan Jean Piaget psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Menurut Piaget setiap organisme harus dapat beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat bertahan hidup. Analog dengan hal tersebut manusia (siswa) pada kenyataanya berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secarakognitif. Maka siswa harus mengembangkan skema pemikiran yang lebih umum atau rinci atau perlu perubahan, menjawab, menginterpretasikan pengalaman tersebut. Dengan cara ini pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang.Konstruktivisme menekankan perkembangan dan konsep dan pengertian yang lebih mandalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya.Pengetahuan berguna jika pengetahuan tersebut mampu memecahkan persoalan yang ada. Pengetahuan merupakan proses yang terus berkembang. ( Great News: 2008)Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta suatu makna dari apa yang dipelajari ( Wikipedia : 2008).Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. (Whandi:2008).Senada dengan pengertian sebelumnya Callahan juga mengatakan bahwa konstruktivisme menginginkan adanya perbaikan kondisi manusia pada umumya ( Pidarta :2000).Penerapan pendidikan dengan pola konstruktivisme diwujudkan dengan mengajak siswa secara aktif membangun konsep-konsep kognitif. Guru tidak sekedar memberi, namun siswa mencari secara aktif, dan mengembangkannya. Satu contoh misalnya dalam pembelajaran sain. Siswa terlebih dahulu diajak untuk mengamati fenomena-fenomena alam yang ada seperti pelangi, banjir, merebaknya hama tanaman tertentu. Melalui fenomena yang ada, guru mengarahkan siswa untuk mencari penyebabnya. Siswa menemukan sendiri penyebab terjadinya pelangi, banjir ataukah hama.Pengetahuan tidak berhenti sampai di sini, pengetahuan siswa tentang penyebab terjadinya banjir, digunakan siswa untuk mencari solusi pencegahan banjir yang banyak terjadi. Penerapan solusi pencegahan banjir, memerlukan pengetahuan-pengetahuan yang baru, disinilah terlihat dinamikan pengetahuan. Pengetahuan semakin berkembang pada diri siswa, dan dicari sendiri secara aktif oleh siswa. Pengetahuan baru ini juga menciptakan perbaikan, banjir berkurang. Dan pengetahuan baru jelas merupakan tindakan bermakna, sebab memberikan manfaat pada perbaikan lingkungan.cirri-cir konstruktivisme dalam pembelajaran 1.Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. 2.Siswa membina sendiri pengetahuan 3. Proses pembinaan pengetahuan pada siswa melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran yang terdahulu dengan pembelajaran yang terbaru 4.Membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang sudah ada 5.Ketidak-seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama 6.Bahan pengajaran dikaitkan dengan pengalaman siswa untuk menarik minat belajarnyaPembelajaran konstruktivisme sebaiknya melibatkan guru yang konstruktif pula. Guru tidak hanya memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi guru membantu siswa membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri.Guru memberikan kepada siswa anak tangga untuk membawasiswa kepada pemahaman yang lebih tinggi dan siswa harus memanjat sendirianak tangga tersebut.Guru yangkonstruktivismememiliki cirri- cirri:1.Mendukung dan menerima inisiatif dan otonomi siswa.2.Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi pengertian mereka akan konsep tersebut.3.Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.4.Memberikan pertanyaan terbuka untuk mendorong siswa bertanya.5.Mencari perluasan dari tanggapan siswa.6.Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin bertentangan dengan hipotesa awal mereka dan kemudian mendorongnya untuk diskusi.7.Memberi waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan dan menciptakan metafora atau perumpamaan.8.Mengembangkan keinginan dari siswa dengan sering menggunakan model lingkaran belajar atau siklus belajar.Pendidikan dengan pola konstruktivisme, akan menciptakan pengalaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong siswa untuk berfikir dan berfikir ulang lalu mendemonstrasikan. Siswa yang kreatif, akan mudah menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Tentunya ini akan berkaitan pula dengan kemampuannya menjawab soal-soal ujian akhirnya. NEM akan meningkat, siswa putus sekolah akan berkurang. Pembelajaran yang berorientasi pada permasalahan yang ada di lingkungan, dan selalu mengikuti perkembangan, akan memperluas pandangan siswa, sehingga pengetahuannya tidak terbatas pada apa yang didapat di kelas. Pengetahuannya berkembang sesuai tuntutan zaman, sehingga pada saatnya nanti harus bekerja, aplikasi ilmunya sesuai dengan apa yang diperlukan saat itu. Lulusan sekolah siap bekerja, pengangguranakan berkurang

F.KesimpulanInti aliran konstruktivisme dalam pendidikan adalah memberikan penekanan pada siswa untuk aktif mengembangkan pengetahannya, siswa harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya, dengan demikian siswa menjadi lebih aktif dan kreatif sehingga mampu berdiri sendiri dalam kehidupan kognitifmereka.Siswa yang kreatif akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal sebab mereka selalu berfikir, tak hanya menerima saja

Daftar PustakaAsian Development Bank - Key Indicators 2004 - www.adb.org/statisticshttps://tugino230171.wordpress.com/2010/12/06/konstruktivisme-menurut-piaget/#more-585 http://zafani-edu.blogspot.com/2010/08/pandangan-teori-tokoh-pelopor.html