Alga bioindikator
-
Upload
laily-mastika -
Category
Education
-
view
570 -
download
10
Transcript of Alga bioindikator
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sungai sebagai salah satu ekosistem terbuka sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah sekitar serta sangat rentan terhadap pencemaran. Sungai sebagai suatu ekosistem perairan memiliki berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lainnya. Air merupakan komponen penting yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti digunakan untuk minum, mandi, mencuci dan sebagainya. Kegunaan air yang terbilang vital tersebut maka sangat penting untuk menjaga kebersihan air dari berbagai pencemaran. Pencemaran air dapat diditeksi dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan melihat keberadaan Alga yang berpotensi sebagai bioindikator pencemaran air.
Keberadaan Alga di Indonesia sangat melimpah. Alga di Indonesia memiliki banyak sekali manfaat. Salah satunya adalah pemanfaatan alga di Indonesia yang masih belum optimal, hanya terbatas sebagai pakan zooplankton dan ikan, sumber makanan dan sayuran, dan sumber bahan mentah industri terutama untuk agar-agar, karagenan, dan alginat. Padahal dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa alga mempunyai keunggulan sebagai bioindikator dan biosorben logam berat. Pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben dalam dasawarsa ini sangat diperlukan, seiring dengan berkembangnya berbagai bidang industri yang menimbulkan efek samping seperti pembuangan logam berat sebagai sisa proses kimia dari industri ke lingkungan (Buhani, 2007).
Indikator biologis dapat ditentukan dari hewan / tanaman yang terletak pada daur pencemaran lingkungan sebelum sampai kepada manusia. Bioindikator adalah organisme atau respons biologis yang menunjukan masuknya zat tertentu dalam lingkungan. Dalam makalah ini akan dibahas tentang peranan Alga sebagai bioindikator pencemaran air, sehingga dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengetahui pencerahan air dengan melihat keberadaan Alga yang ada dalam perairan tersebut. Serta diketahui bahwa Alga juga bersifat spesifik terhadap bahan pencemar yang ada di dalam air tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:1. Bagaimanakah kategori air yang tercemar?
2. Bagaimanakah peran Alga sebagai bioindikator pencemaran air?
3. Apa sajakah macam Alga yang berpotensi sebagai bioindikator
pencemaran air?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuannya adalah sebagai berikut:1. Untuk mengetahui kategori air yang tercemar.
2. Untuk mengetahui peran Alga sebagai bioindikator pencemaran air.
3. Untuk mengetahui macam Alga uang berpotensi sebagai bioindikator
pencemaran air
BAB II
ISI
A. TINGKAT PENCEMARAN AIR
Air adalah kebutuhan utama makhluk hidup. Air digunakan dalam
berbagai aspek kehidupan manusia terutama sebagai kebutuhan rumah tangga. Air
yang digunakan manusia berasal dari mata air di pengunungan, sumur, air hujan,
sungai dan danau yang nantinya diolah oleh pemerintah menjadi air yang layak
digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagian besar air yang diolah
pemerintah untuk konsumsi air minum berasal dari sungai. Sungai merupakan
perairan terbuka yang mengalir (lotik) yang mendapat masukan dari semua
buangan berbagai kegiatan manusia di daerah pemukiman, pertanian, dan industri
dari daerah sekitarnya. Masukan buangan ke dalam sungai dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di dalam perairan.
Perubahan ini dapat menghasilkan bahan-bahan yang esensial dalam perairan
sehingga menggangu lingkungan perairan ( Nontji 1986 dalam Utomo, 2013).
Lingkungan perairan yang terganggu dapat diketahui dengan mengukur
nilai saprobitas air. Saprobitas perairan adalah keadaan kualitas air yang
diakibatkan adanya penambahan bahan organik dalam suatu perairan yang
biasanya indikatornya adalah jumlah dan susunan spesies dari organisme di dalam
perairan tersebut. Menurut Parsoone dan De pauw 1979 dalam Utomo, 2013
mengemukakan bahwa tingkat saprobik akan menunjukkan derajat pencemaran
yang terjadi di dalam perairan dan akan diwujudkan oleh banyaknya jasad renik
indikator pencemaran, serta tingkat saprobitas dapat dijelaskan melalui ciri
struktur komunitas yang terbagi menjadi empat tingkat seperti pada Tabel 1.
NO Tingkat Saprobitas Ciri Struktur Komunitas
1 Polisaprobik Organisme produsen sangat rendah, DO rendah dan BOD
tinggi, organisme kemolitropik dan produsen primer rendah.
2 α-Mesosaprobik Saprobitas perairan yang tingkat pencemarannya sedang sampai
dengan berat Jumlah produsen mulai menurun, DO rendah dan
BOD tinggi, , kandungan DO di dalam perairan meningkat,
tidak ada H2S, dan bakteri cukup tinggi.
3 ß - Mesosaprobik Saprobitas perairan yang tingkat pencemarannya ringan sampai
sedang. Jumlah organisme produsen, konsumen, dan
dekomposer seimbang, struktur komunitas oganisme melimpah
dalam jenis dan jumlah spesies, oksidasi dengan reduksi
imbang. kandungan DO dalam perairan tinggi, bakteri sangat
menurun, menghasilkan produk akhir nitrat.
4 Oligosaprobik Jumlah organisme produsen, konsumen, dan decomposer
seimbang. Struktur komunitas organisme sangat melimpah
dalam jenis dan jumlah spesies, variasi jenis rendah dan
didominasi jenis kecil. Organisme sensitif tipe trophik dan
kemolitrophik (Produsen primer lebih besar dari konsumen dan
decomposer).
Tabel 1. Kondisi Perairan pada Tingkat Saprobitas
Saprobitas dapat diukur dengan menggunakan indikator plankton, karena
setiap jenis plankton merupakan penyusun dari kelompok saprobitas tertentu
yang akan mempengaruhi niai saprobitas tersebut. (Basmi, 2000 dalam Utomo,
2013). Plankton dapat digunakan sebagai indikator saprobitas karena plankton
memegang peran penting dalam mempengaruhi produktifitas primer perairan
sungai (Ardi 2002) menyebutkan bahwa beberapa organisme plankton bersifat
toleran dan mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan kualitas
perairan. Selain itu plankton juga mempunyai sifat yang selalu bergerak dapat
juga dijadikan indikator pencemaran perairan. Plankton akan bergerak mencari
tempat yang sesuai dengan hidupnya apabila terjadi pencemaran yang mengubah
kondisi tempat hidupnya, Jadi dengan demikian terjadi perubahan susunan
komunitas organisme di suatu perairan dan hal ini dapat dijadikan petunjuk
terjadinya pencemaran di perairan. Dalam hal ini terdapat jenis-jenis plankton
yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui hal tersebut sesuai
dengan kondisi biologi perairan tersebut (Mulyanto, 1992 dalam Utomo, 2013).
Sumber : Parsoone dan De pauw 1979 dalam Utomo, 2013.
Keterangan : DO : Dessolve of Oxygen, BOD : Biochemical Oxygen Demand
Nilai koefisien saprobik (DRESSCHER & Van Der MARK dalam Dahuri,
1995 dalam ) dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
C + 3D – B – 3A
X =
A + B + C + D
Keterangan :
X = Koefisien saprobik, berkisar dari –3 (polysaprobik) sampai +3
(Oligosaprobik) A, B, C dan D = Jumlah spesies yang berbeda di dalam
masing-masing kelompok tabel.
Tingkat saprobitas perairan ditentukan berdasarkan nilai Saprobik Indeks
(SI), Tropik Saprobik Indeks (TSI) menurut Lee et al (1987) dan Knobs (1978)
dalam Utomo (2013), dalam Kriteria selengkapnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2. Tingkat Saprobitas Perairan
Antara bahan pencemar dengan koefisien saprobitas dapat dihubungkan pada
tingkat pencemaran perairan (Suwondo et al, 2004 dalam ). Interpretasi koefisien
saprobitas terhadap masing-masing tingkat pencemaran tersebut dapat dijelaskan
melalui tabel dibawah ini.
Tabel 3. Macam Bahan Pencemar berdasarkan Nilai Koefisien Saprobik
:
B. POTENSI ALGA SEBAGAI BIOINDIKATOR
Bioindikator adalah organisme atau respons biologis yang menunjukan
masuknya zat tertentu dalam lingkungan. Bioindikator memiliki respons spesifik
yang mampu memprediksi bagaimana kondisi spesies atau ekosistem akan
merespons terhadap tekanan, serta mampu mengukur respons dengan akurasi dan
presisi yang dapat diterima yang didasarkan pada pengetahuan tentang zat
pencemar dan karakteristik (Mulgrew et al 2006 dalam Utomo 2013).
Alga dalam komunitas perairan disebut dengan fitoplankton. Alga yang
disebut dengan fitoplankton adalah golongan alga yang bersifat mikroskopis yang
hidup soliter maupun berkoloni serta melayang di permukaan air (Yatim, 2003).
Fitoplankton sebagai organisme autotrof menghasilkan oksigen yang akan
dimanfaatkan oleh organisme lain, sehingga fitoplankton mempunyai peranan
penting dalam menunjang produktifitas perairan. Keberadaan fitoplankton dapat
dilihat berdasarkan kelimpahannya di perairan, yang dipengaruhi oleh parameter
lingkungan (Lukman dkk, 2006). Selain sebagai produsen primer, fitoplankton
juga sebagai penghasil oksigen terlarut di perairan bagi organisme lain (Kamali,
2004). Bahan organik dan oksigen yang dihasilkan oleh fitoplankton dalam air
berperan sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di perairan seperti yang
dikemukakan oleh Dawes, (1981) bahwa fitoplankton merupakan dasar produsen
primer mata rantai makanan di perairan namun ada juga fitoplankton jenis tertentu
mempunyai peran menurunkan kualitas perairan apabila jumlahnya berlebih
(blooming).
Pencemaran air merupakan perusakan kualitas air akibat akumulasi
buangan yang dilakukan oleh manusia, baik buangan yang berguna maupun
buangan yang tak berguna (Fachrul, 2005). Jenis-jenis organisme saprobitas yang
berada pada lingkungan tercemar akan berbeda satu dengan yang lainnya.
Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di perairan tersebut (Basmi
2000). Fitoplankton berpotensi menjadi indikator terbaik dalam pencemaran
organik. Fitoplankton mempunyai banyak kelebihan sebagai tolak ukur biologis
yaitu mampu menunjukkan tingkat ketidakstabilan ekologi dan mengevaluasi
berbagai bentuk pencemaran. Setiap jenis fitoplankton memiliki perbedaan dalam
reaksi fisiologis dan tingkah laku terhadap perubahan kualitas lingkungan (Astirin
dkk, 2002). Alga (fitoplankton), yang memiliki sifat yang khas sehingga
memungkinkan hidup pada lingkungan tertentu.
Secara umum, keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben
adalah:
1. alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam
berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan
pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus
karboksil, hidroksil, amina, sulfudril, imadazol, sulfat, dan sulfonat yang
terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma;
2. bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak;
3. biaya operasional yang rendah;
4. tidak perlu nutrisi tambahan.
Alga memiliki dua karakteristik yang penting, yaitu secara struktural, alga
memiliki sejumlah situs aktif pada dinding selnya (polisakarida dan protein,
beberapa diantaranya mengandung gugus karboksil, sulfat, amino) yang dapat
menjadi binding sites ion-ion logam. Selain itu, pada permukaan alga terdapat
pori-pori yang memberikan peluang untuk terjadinya proses adsorpsi secara fisik
(Susilawati, 2009 dalam ). Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan
logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan
pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam
lingkungan adalah polutan bagi alga. Adapun syarat utama suatu alga sebagai
bioindikator adalah harus memiliki daya tahan tinggi terhadap toksisitas akut
maupun toksisitas kronis (Harris and Ramelow, 1990 dalam DIGILIBUIN).
Keberadaannya di perairan dapat mengambarkan status suatu perairan,
apakah dalam keadaan tercemar atau tidak (Lukman dkk, 2006). Ada genera
fitoplankton yang dikenal melimpah subur dalam daerah tercemar tinggi dan
hampir secara keseluruhan tercemar. Fitoplankton mudah untuk dicuplik dan
diidentifikasi yang membuat mereka di suatu perairan menjadi indikator
pencemaran yang baik (Sukandar, 1993). Fitoplankton dapat berperan sebagai
salah satu dari parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi kualitas
perairan. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan juga dipengaruhi oleh faktor
fisika, kimia dan biologi perairan di daerah tersebut (Odum, 1993). Perkembangan
fitoplankton sangat ditentukan oleh intensitas sinar matahari, temperatur dan
unsur hara. Struktur komunitas fitoplankton adalah suatu kumpulan populasi yang
hidup pada suatu daerah atau habitat tertentu yang saling berhubungan dan
berinteraksi atau mempunyai hubungan timbal balik dari zona tertentu (Odum,
1993), meliputi indeks keanekaragaman, indeks dominasi, indeks keseragaman
dan indeks kekayaan spesies (Kamali, 2004). Indeks keanekaragaman (diversitas
index) spesies Shannon-Wiener yaitu suatu perhitungan secara matematik yang
menggambarkan analisis informasi mengenai jumlah individu dalam setiap
spesies, sejumlah spesies dan total individu dalam suatu komunitas (Masson,
1981). Indeks keseragaman (Ekuitabilitas) merupakan gambaran keseragaman
sebaran individu dari jenis fitoplankton dalam suatu komunitas (Odum, 1993).
Indeks dominasi Simpson menggambarkan ada tidaknya suatu spesies yang
mendominasi pada suatu komunitas. Hilangnya spesies dominan menimbulkan
perubahan pada komunitas biotik dan lingkungan fisiknya (Odum, 1993). Indeks
kekayaan (richness index) digunakan untuk mengetahui banyak sedikitnya taksa
serta konsentrasi biota dalam suatu komunitas (Margalef, 1951dalam
Romimohtarto, 2001).
C. MACAM ALGA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN
Dalam suatu daftar ekstensif yang berisi 240 genera dan 725 spesies
fitoplankton yang dilaporkan toleran terhadap pencemaran, dari daftar ini
menghasilkan suatu indeks pencemaran fitoplankton yang dapat digunakan untuk
menghitung cuplikan air untuk pencemaran organik tinggi atau rendah, 20 genus
fitoplankton paling sering dilaporkan dalam jumlah besar ialah dalam daerah
tercemar tinggi disusun dan ditunjuk sebagai suatu jumlah indeks pencemaran
(Sukandar, 1993). Fitoplankton yang menjadi indikator pencemaran dalam
perairan dapat dilihat pada gambar berikut (Fukuyo, 2000 dalam Salam, 2010 )
Gambar 1. Jenis-jenis fitoplankton sebagai biondikator
Jenis fitoplankton sebagai bioindikator berdasarkan nilai koefisien saprobik adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Macam Alga berdasarkan Nilai Koefisien Saprobik
Jenis-jenis organisme saprobitas yang berada pada lingkungan
tercemarkan berbeda satu dengan yang lainnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan di perairan tersebut (Basmi 2000). Menurut Liebmann (1962)
dalam Basmi (2000) bahwa berdasarkan organisme penyusunnya, maka tingkat
saprobitas dapat dibagi menjadi empat kelompok seperti dalam Tabel 4.
Tabel 5. Macam Organisme Penyusun Kelompok Perairan Saprobitas
1. Perairan Oligosaprobik
Chlorophyceae adalah alga yang digunakan sebagai indikator pencemaran
perairan Oligosaprobik yakni perairan yang belum tercemar sampai tercemar
ringan. Whitton (1975) dalam Semiden (2013) menyatakan bahwa alga hijau
(Chlorophyceae) merupakan rheofitoplankton yang biasa digunakan untuk
indikator perairan tercemar ringan karena kelas Chlorophyceae umumnya dapat
berkembang biak dengan baik pada air dengan kondisi antara tidak tercemar
sampai sangat tercemar.
Tingginya kelimpahan kelas Chlorophyceae dipengaruhi oleh intensitas
cahaya dan kecepatan arus perairan. Chlorophyceae merupakan fitoplankton yang
memiliki kandungan pigmen klorofil a dan b. Kandungan klorofil tersebut
menyebabkan kelas Chlorophyceae lebih membutuhkan cahaya untuk proses
fotosintesis dibandingkan kelas lainnya. Kecepatan arus juga berpengaruh
terhadap keberadaan kelas Chlorophyceae, karena pada umumnya Chlorophyceae
memiliki flagella. Arus sangat berperan dalam proses migrasi alga secara
horizontal.
Genera dari kelas Chlorophyceae yang umum digunakan sebagai
bioindikator kualitas perairan adalah genera Spirogyra dan Desmidium.
Levasseur dan Legendre (1984) dalam Semiden (2013) mengemukakan bahwa
Spirogyra merupakan genera dari kelas Chlorophyceae berbentuk filamen atau
benang yang banyak ditemukan pada perairan yang relative tenang dan Kenthum
(1969) dalam Nemerow (1991) dalam Semiden (2013) menyatakan bahwa
Desmidium merupakan salah satu genus dari kelas Chlorophyceae yang hidup
pada perairan bersih.
a.
b.
Gambar 3 (b)
Divisi: Clorophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Zygenematales
Famili: Zygnemataceae
Genus: Spirogyra
Species : Spirogyra sp.
Gambar 2 (a)
Divisi: Clorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Zygenematales
Famili: Desmidiaceae
Genus: Desmidium
Species : Desmidium
2. Perairan ß - Mesosaprobik
Perairan ß - Mesosaprobik merupakan perairan yang tingkat
pencemarannya ringan sampai sedang. Bahan pencemar pada perairan ini adalah
bahan organik maupun bahan anorganik. Bahan organik bisa berasal dari
pemupukan yang dilakukan di persawahan sisa limbah tanaman maupun hewan
mati yang dibuang ke sungai, sedangkan bahan anorganik berasal dari limbah
pabrik yang tidak diolah dengan baik dan dibuang ke sungai. Kandungan bahan
organik yang tinggi dapat menurunkan kualitas air sehingga hanya
rheofitoplankton yang bersifat toleran saja yang dapat hidup (Fachrul, 2005 dalam
Semiden, 2013). Bahan organik dan anorganik yang terakumulasi pada perairan
menghalangi sinar matahari untuk menembus ke dalam perairan secara sempurna
sehingga menghambat proses fotosintesis alga. Alga yang hidup dalam perairan
ini divisi Chrysophyta diantaranya Melosira sp., dan Spyrogira sp .
Gambar 4. Melosira ambigua Gambar 5. Spyrogira sp.
Sumber Gambar 4 : Musthafa (2013)
Divisi : Chrysophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Famili: Melosiraceae
Genus: Melosira
Species : Melosira ambigua
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Zygnematales
Famili: Zygnemataceae
Genus: Spyrogira
Species : Spyrogira sp.
Sumber Gamabar 5 : www.google.com
3.Perairan α-Mesosaprobik
Perairan α-Mesosaprobik ini merupakan perairan yang tercemar sedang
sampai berat dimana alga yang berperan sebagai bioindikator disini alga dari kelas
Chlorococcales dan Diatomae seperti Rhizosolonia sp., Nitschia sp., dan
Oscillatoria sp.
Gambar 6. Rhizosolenia delicatula Gambar 7. Nitzschia actinastroides
Sumber Gambar 6 dan 7 : Musthafa (2013)
4.Perairan Polisaprobik
Alga sebagai biindikator pencemaran air dalam perairan ini terdiri dari
kelas Chrysophyceae, sebagai contoh yakni Spirulina sp.
Divisi : Cyanophyta Gambar 8. Spirulina sp.
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscilatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina sp. Sumber gambar www.google.com
Divis : Chrysophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Famili: Rhizosoloniaceae
Genus: Rhizosolenia
Species : Rhizosolenia delicatula
Divis : Chrysophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Pennales
Famili: Nitzschiaceae
Genus: Nitzschia
Species : Nitzschia actinastroides
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tingkat saprobitas air di suatu perairan berbeda-beda yang dipengaruhi
oleh aktivitas manusia dan limbah kegiatan manusia. Tingkat pencemaran
atau saprobitas terbagi menjadi 4 tipe perairan yakni oligosaprobik, β-
mesosaprobik, α-mesosaprobik, dan polysaprobik
2. Alga digunakan sebagai bioindikator karena memiliki kemampuan yang
tinggi dalam beradaptasi pada lingkungan yang tercemar, mudah
didapatkan, biaya operasional rendah dan tidak perlu nutrisi tambahan.
3. Macam alga yang berpotensi sebagai bioindikator disesuaikan dengan
tingkat pencemaran perairan. Perairan oligosaprobik dicirikan dengan alga
dari kelas Chlorophyceae yang beraneka ragam, perairan β –mesosaprobik
dicirikan dengan alga dari kelas Bacilliariophyceae khususnya Melosira sp
dan Chlorophyceae khususnya Spyrogira sp., perairan α-mesosaprobik
dicirikan dengan alga dari kelas Bacillariophyceae khususnya Nitzchia sp.
dan Rhizosolenia sp. dan perairan polysaprobik didominasi oleh keleas
Chrysophyceae khususnya Spirulina sp.
B. SARAN
Makalah selanjutnya tentang alga sebagai bioindikator sebaiknya
memperbanyak jurnal ilmiah yang dipakai supaya lebih valid informasi yang
didapatkan.
DAFTAR RUJUKAN
Buhani. 2007. Alga sebagai Bioindikator dan Biosorben Logam Berat. (Online) :
http://www.chem-is try.org/, Diakses tanggal 14 Oktober 2014.
Musthafa, H. 2013. Kemelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Plankton di Sub
DAS Gajahwong, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Utomo,Y. 2013. Saprobitas Peairan Sungai Juwana Berdasarkan Bioindikator
Plankton. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Salam, A. 2010. Analisis Kualitas Air Situ Bungur Ciputat berdasarkan Indeks
Keanekaragaman Fitoplankton. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Semiden. S. Mukarlina, dan Setyawati, T.R. 2013. Keanekaragaman
Rheofitoplankton Sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Kapuas di
Kabupaten Sanggau. Protobiont 2013 Vol 2 (2): 63 – 69.
ALGA SEBAGAI BIOINDIKATOR
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikologi
yang dibina oleh
Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si dan Murni Saptasari
Disusunoleh: Kelompok 1
off. H/G Botani
1. Ayu Linda Febriani (110342422025)
2. Yuliani (110342406481)
3. LailyM. K. Mastika (110342422027)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMUMATEMATIKA DAN PENGETAHUANALAM
JURUSANBIOLOGI
OKTOBER 2014