ALERGI

23
ALERGI “Etiologi Penyakit Alergi berdasar Klasifikasinya, Patogenesa Penyakit Alergi, Gambaran Klinis Penyakit Alergi, Penatalaksanaan Penyakit Alergi, Kaitan Alergi Dengan Gizi, Interaksi Obat pada Penyakit Alergi Dengan Zat Gizi” (Makalah diselesaikan untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Patologi Manusia Lanjut, Semester III ) Oleh: KELOMPOK IV 1. Ida Ayu Widiastuti (P07131013008) 2. Komang Dwi Pradnyani Laksmi (P07131013018) 3. Ni Kadek Jumita Rianti (P07131013028) 4. A.A. Titian Megasari (P07131013038) 5. Ni Wayan Ratih Puspa Dewi (P07131013048) KEMENTERIAN KESEHATAN RI

description

ALERGI

Transcript of ALERGI

Page 1: ALERGI

ALERGI“Etiologi Penyakit Alergi berdasar Klasifikasinya, Patogenesa Penyakit Alergi,

Gambaran Klinis Penyakit Alergi, Penatalaksanaan Penyakit Alergi, Kaitan Alergi Dengan Gizi, Interaksi Obat pada Penyakit Alergi Dengan Zat Gizi”

(Makalah diselesaikan untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Patologi Manusia Lanjut, Semester III )

Oleh:

KELOMPOK IV

1. Ida Ayu Widiastuti (P07131013008)

2. Komang Dwi Pradnyani Laksmi (P07131013018)

3. Ni Kadek Jumita Rianti (P07131013028)

4. A.A. Titian Megasari (P07131013038)

5. Ni Wayan Ratih Puspa Dewi (P07131013048)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN GIZI

DENPASAR

2014

Page 2: ALERGI

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alergi merupakan salah satu jenis penyakit yang banyak dijumpai di

masyarakat. Umumnya masyarakat menganggap bahwa penyakit alergi hanya

terbatas pada gatal-gatal di kulit. Alergi sebenarnya dapat terjadi pada semua

bagian tubuh, tergantung pada tempat terjadinya reaksi alergi tersebut. Alergi

merupakan manifestasi hiperresponsif dari organ yang terkena seperti kulit,

hidung, telinga, paru, atau saluran pencernaan. Pada hidung gejala alergi yang

timbul berupa pilek; pada paru-paru berupa asma; pada kulit berupa

urtikaria/biduran, eksema, serta dermatitis atopik; sedangkan pada mata berupa

konjungtivitis. Gejala hiperresponsif ini dapat terjadi karena timbulnya respon

imun dengan atau tanpa diperantarai oleh IgE (Mahdi, 2003). Pada studi populasi,

penyakit alergi dapat timbul pada usia yang berbeda-beda, seperti alergi makanan

dan eksim terutama pada anak-anak, asma didapatkan pada anak dan dewasa, dan

rinitis alergika didapatkan pada dekade kedua dan ketiga (Mahdi, 2003). Di

Indonesia, prevalensi alergi pada anak-anak dan dewasa cukup tinggi. Penyakit

alergi akan timbul pada individu yang mempunyai kecenderungan yang didasari

faktor genetik, yang biasanya diwariskan dari kedua orangtua. Bila kedua

orangtua menderita alergi kemungkinan anak menunjukkan gejala alergi sekitar

50%, namun bila hanya salah satu yang menderita alergi kemungkinannya hanya

25% (Hidayati, 2002). Alergi merupakan kepekaan tubuh terhadap benda asing

(alergen) di dalam tubuh. Reaksi setiap individu terhadap alergen berbeda-beda,

sehingga individu yang satu bisa lebih peka daripada individu yang lain. Untuk

mencegah reaksi alergi, selain menghindari kontak dengan alergen, masyarakat

banyak menggunakan obat kimiawi karena menganggap obat kimiawi cepat

menyembuhkan serta mudah diperoleh. Seiring dengan timbulnya kesadaran akan

dampak buruk produk-produk kimiawi, timbul pula kesadaran akan pentingnya

kembali ke alam (back to nature). Masyarakat mulai beralih pada pengobatan 2

alami dengan menggunakan berbagai tanaman obat dalam mengobati penyakit

alergi. Salah satu tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit

alergi adalah pegagan (Centella asiatica).

Page 3: ALERGI

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Etiologi Alergi

1. Pengertian Alergi

Alergi adalah reaksi hipersensitivitas akibat masuknya antigen dalam tubuh.

Masuknya antigen dapat melalui jalan apa saja, jalan napas/hirupan, paparan kulit,

termasuk makanan yang masuk saluran pencernaan. Masuknya antigen kedalam

tubuh dikenali oleh limfosit dan antibodi dalam tubuh sebagai benda asing yang

harus dilawan. Terjadilah reaksi alergi yakni antigen-antibodi. Aktifitas limfosit

akan menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan peningkatan kadar antibodi

dalam tubuh. Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di

mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi

terhadap bahan-bahan yang umumnya non imunogenik. Dengan kata lain, tubuh

manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh

tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan

hipersensitivitas tersebut disebut allergen. Bersama dengan sel fagosit , sistem

Page 4: ALERGI

komplemen, limfosit dan antibodi berupaya mengeliminasi antigen. Pada individu

normal (tanpa bakat alergi), reaksi tersebut berlangsung normal tanpa

menimbulkan gejala abnormal seperti gatal-gatal, kemerahan di kulit, hingga

sesak napas. Namun, pada individu dengan bakat alergi, reaksi antigen-antibodi

akan menyebabkan dilepaskannya senyawa-senyawa bioaktif (histamine,

prostaglandin, tromboksan,dll) oleh sel mast.

2. Faktor

Faktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :

1. Faktor Internal

a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam

lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis

(misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas

juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.

b.  Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin

sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma

kehidupan setempat.

c.  Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan

alergen bertambah.

2. Fakor Eksternal

a.       Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih,

stress) atau beban latihan (lari, olah raga).

b.      Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut

prevalensinya: ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.

c.       Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat

menimbulkan reaksi alergi.

3. Klasifikasi Alergi

1. Hipersensitifitas tipe I

Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau

anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan

Page 5: ALERGI

bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan

gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu

reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga

dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I

diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini

adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping

darah, neutrofil, dan eosinofil.

Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I

adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total

dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab

alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda

terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung

oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit

non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh

untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk

memblokir reseptor histamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG),

hyposensitization (imunoterapi atau desensitization) untuk beberapa alergi

tertentu.

2. Hipersensitifitas tipe II

Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G

(IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan

matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan

yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi

yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik

dan menimbulkan kerusakan pada target sel.

Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang)

yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan

jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:

a.       Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal),

b.      Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat

menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk

Page 6: ALERGI

produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan

menyebabkan lisis sel darah merah), dan

c.       Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus

sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).

3. Hipersensitifitas tipe III

Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini

disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan

terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau

peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi

dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit.

Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora

fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara

otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi

pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi

pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi

tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil

sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru,

sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.

Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun

karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi.

Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang

dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun karena

kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan

antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi

timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang

diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus

yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora

Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju.

4. Hipersensitifitas tipe IV

Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai

sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan

Page 7: ALERGI

jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini

untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi

makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh

umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis,

hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe

lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).

B. Patogenesa

Alergi terjadi jika sistem kekebalan tubuh salah mengidentifikasi benda

asing sehingga benda asing itu dianggap sebagai ancaman. Karena di anggap

ancaman maka sistem kekebalan tubuh akan mengeluarkan berbagai macam zat

dan antibody untuk melawan benda asing tersebut. Zat dan senyawa yang

dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan benda asing yang masuk

ke dalam tubuh menimbulkan gejala – gejala alergi bagi tubuh penderita. Benda

asing yang menyebabkan alergi disebut sebagai alergen. Sistem kekebalan tubuh

yang berperan dalam proses terjadinya alergi adalah IgE (immunoglobulin E).

Seseorang akan mudah menderita alergi jika orang tersebut ada riwayat keturunan

alergi.

C. Gambaran Klinis

Gambaran Klinik Alergi:

1. Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal.

Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara sistemik

(parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah

pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik

merah dan bengkak), dan eritems kulit, diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang

disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus.

Edema laring dapat memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi

saluran pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat

terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi

segera,dapat terjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ), dan penderita dapat

mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit. Reaksi lokal

Page 8: ALERGI

biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai jalur

pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus

gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan

bronkokonstriksi).

2. Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik,

trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.

3. Manifestasi klinik hipersensivitas tipe III dapat berupa:

a) Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan lain-

lain. gejala sering disertai pruritis

b) Demam

c) Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi

d) Limfadenopati

- kejang perut, mual

- neuritis optic

- glomerulonefritis

-  sindrom lupus eritematosus sistemik

- gejala vaskulitis lain

4. Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut

seperti demam, sesak, batuk dan efusi pleura. Obat yang tersering menyebabkan

reaksi ini yaitu nitrofuratonin, nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga

dapat merupakan manifestasi reaksi obat.

Adapun Gejala klinis umumnya :

Pada saluran pernafasan : asma

Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal

Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

Page 9: ALERGI

Laboratorium

Pemeriksaan Fisik:

- Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan  terdapat gejala

adanya urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir

- Palpasi : ada nyeri tekan  pada kemerahan

- Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan

- Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus

(karena pada orang yang menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih

meningkat)

D. Penatalaksanaan :

1. Terapi nonfarmakologi

Satu-satunya terapi tanpa obat untuk alergi adalah menghindari pencetus alergi.

Penderita dan keluarganya diberikan pendidikan untuk mampu mengenali pemicu

alergi karena sifatnya sangat individual dan alergi sangat sulit disembuhkan,

hanya mampu dijaga agar tidak muncul. Pengenalan pemicu ini sangat penting

dalam penanganan reaksi anafilaksis khususnya karena dengan menghindari

pemicu, kematian dapat terhindarkan.

2. Terapi farmakologi

Obat antihistamin dan antiserotonin, serta penghambat sel mast adalah pilihan

untuk terapi alergi. Antihistamin generasi lama selalu menimbulkan efek samping

sedasi/mengantuk, seperti: klorfeniramin maleat (CTM), dimenhidrinat,

triprolidin, dan prometasin. Antihistamin generasi baru sebagian besar tidak

menimbulkan rasa ngantuk, seperti: astemisol, loratadin, terfenadin, dan cetrisin.

Sementara itu, satu-satunya antiserotonin yang dipasarkan adalah siproheptadin.

Obat ini selain menghambat alergi juga dikenal sebagai pemicu nafsu makan.

Penghambat sel mast yang dipasarkan adalah sodium kromoglikat.

Page 10: ALERGI

3. Diet

Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar:

1. Menghindari allergen

2. Terapi farmakologis

a.       Adrenergik

Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin, isoetarin,

isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin, albuterol, metaproterenol,

salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal

salmeterol dapat menimbulkan bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam,

menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan

menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.

b.      Antihistamin

Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada reseptor di

berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis kompetitif

mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja histamine.

c. Kromolin Sodium

Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini

merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot

polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak

efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma

alergika atau ekstrinsik.

d.      Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi.

Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau

intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal

mempunyai pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang, edema,

produksi mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.

Page 11: ALERGI

3. Imunoterapi

Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang

diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat

pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro.

Leukosit individu yang diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen E

yang lebih banyak dalam upaya melepaskan histamin dalam jumlah yang sama

seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa

penderita yang diobati bereaksi seolah-olah mereka telah terdesensitisasisecara

sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan antigen E

ragweed pada kadar berapapun

4. Profilaksis

Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti

traneksamat, sering kali sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.

E. Kaitan Alergi dengan Gizi

Contoh Alergi makanan adalah Karena makanan penyebab alergi pada

umumnya bergizi tinggi, maka sebaiknya harus dicari makanan pengganti yang

relatif aman yang nilai gizinya tidak kalah bagusnya. Misalnya, ayam dan telor

diganti daging sapi, tahu dan tempe atau mentega diganti margarine dan

seterusnya.

Sebagian besar penderita alergi dengan gangguan pencernaan akan mengalami

kesulitan kenaikkan berat badan atau malnutrisi. Perlu dilakukan penanganan

pemberian diet yang teliti dan cermat di bawah pengawasan dokter alergi.

Perencanaan menu makanan untuk harian dan mingguan harus dilakukan dengan

baik.

Terapi diit adalah penatalaksanaan gizi paling penting pada penderita

alergi. Orang tua sering mengalami kebingungan karena merasa menu makan pada

penderita alergi sangat terbatas sehingga sering timbul kebosanan. Bila kita

Page 12: ALERGI

cermat dalam menyusun menu makanan maka masalah pemberian makan pada

anak anak alergi dapat diatasi tanpa harus mengurangi nilai gizi dan rasa masakan.

Syarat – syarat diit alergi pada anak:

1. Energi diberikan sesuai dengan kondisi tubuh anak yang terkena alergi

2. Proporsi hidrat arang terhadap energi tidak banyak berbeda dengan makanan

anak sehat

3. Proporsi protein terhadap energi adalah 15 – 20%

4. Proporsi lemak terhadap energi adalah 20 – 25%

5. Cukup mineral dan vitamin

6. Cukup serat untuk memberikan rasa kenyang.

Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang diberikan

Memberikan motovasi dan penyembuhan kepada anak dan orang tua

Semua bahan makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah ditentukan,

kecuali makanan seperti yang terdapat pada :

1. Susu sapi diganti dengan susu yang dipakai bisa berupa susu soya (kedelai),

susu sapi formula hipo alergi, atau susu sapi formula lainnya.,

2. Ikan laut seperti tongkol, kepiting dan udang sering menyebabkan alergi pada

anak diganti dengan ikan tuna dan salmon.

3. Ikan air tawar seperti gabus harus dihindari oleh anak.

Page 13: ALERGI

BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Alergi merupakan salah satu jenis penyakit yang banyak dijumpai di

masyarakat. Umumnya masyarakat menganggap bahwa penyakit alergi hanya

terbatas pada gatal-gatal di kulit. Alergi sebenarnya dapat terjadi pada semua

bagian tubuh, tergantung pada tempat terjadinya reaksi alergi tersebut. Alergi

adalah reaksi hipersensitivitas akibat masuknya antigen dalam tubuh. Masuknya

antigen dapat melalui jalan apa saja, jalan napas/hirupan, paparan kulit, termasuk

makanan yang masuk saluran pencernaan. Faktor yang berperan dalam alergi

makanan yaitu :

1. Faktor Internal

2. Fakor Eksternal

Klasifikasi Alergi yaitu :

1. Hipersensitifitas tipe I

2. Hipersensitifitas tipe II

3. Hipersensitifitas tipe III

4. Hipersensitifitas tipe IV

Patogenesa Alergi terjadi jika sistem kekebalan tubuh salah

mengidentifikasi benda asing sehingga benda asing itu dianggap sebagai ancaman.

Karena di anggap ancaman maka sistem kekebalan tubuh akan mengeluarkan

berbagai macam zat dan antibody untuk melawan benda asing tersebut. Gambaran

Klinis. Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi

lokal. Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara sistemik

(parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Manifestasi klinis hipersensitivitas

tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi

pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin, nefritis

intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan manifestasi reaksi

obat.

Pemeriksaan Fisik:

- Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan  terdapat gejala

adanya urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir

Page 14: ALERGI

- Palpasi : ada nyeri tekan  pada kemerahan

- Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan

- Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus

(karena pada orang yang menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih

meningkat)

Penatalaksanaanya adalah :

- Terapi nonfarmakologi

- Terapi farmakologi

- Diet

Kaitan Alergi dengan Gizi, Contoh Alergi makanan adalah Karena makanan

penyebab alergi pada umumnya bergizi tinggi, maka sebaiknya harus dicari

makanan pengganti yang relatif aman yang nilai gizinya tidak kalah bagusnya.

Misalnya, ayam dan telor diganti daging sapi, tahu dan tempe atau mentega

diganti margarine dan seterusnya.

Page 15: ALERGI

Daftar Pustaka

Tersedia pada : http://insanimj.blogspot.com/2010/11/makalah-farmakologi-

tentang-alergi.html , tanggal : 13 November 2014

Tersedia pada : file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND.../MAKALAH_POLIx.pdf,

tanggal : 13 November 2014

Tersedia pada : http://sofiatussholeha.blogspot.com/2013/06/makalah-

hipersensitivitas.html, tanggal : 13 November 2014

Tersedia pada : https://artikesehatan.wordpress.com/alergi/, tanggal : 13 November 2014

Tersedia pada : http://poppyherlianty.blogspot.com/2010/12/alergi.html, tanggal : 13 November 2014

Tersedia pada : http://3.bp.blogspot.com/_9SaLM0ANdbw/TCRBtKu8eGI/AAAAAAAAA3Q/VWxj8RGCESw/s1600/alergi.jpg, tanggal : 13 November 2014

Tersedia pada : (www.drlizagizi.blogspot.com) , tanggal : 13 November 2014