ALBINO.docx

14
ALBINISME M. Ramadhandie Odiesta Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2015 PENDAHULUAN Albinisme merupakan suatu penyakit keturunan yang jarang ditemukan dimana tubuh tidak dapat membentuk melanin. Penderita albinisme disebut albino. 1 Albinisme merupakan kelainan genetik berupa gangguan sintesis melanin yang terjadi pada berbagai ras manusia dan merupakan kelainan autosomal resesif. 1 Berdasarkan ciri fenotip, albinisme dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Ocular Albinism (OA) dan Oculocutaneous Albinism (OCA). Ocular Albinism dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu Ocular Albinism 1 (OA1), Ocular Albinism 2 (OA2), dan Ocular Albinism 3 (OA3). 1,2 Penderita OA memiliki gejala kekurangan pigmen hanya pada mata, sedangkan pigmen pada rambut dan kulit normal. Oculocutaneous Albinism (OCA) dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu Oculocutaneous Albinism I A (OCAIA), Oculocutaneous Albinism I B (OCAIB), Oculocutaneous Albinism 2 (OCA2), Oculocutaneous Albinism 3 (OCA3), dan Oculocutaneous Albinism 4 (OCA4). 1-2 Newton dan kawan- kawan pada tahun 2001 melaporkan bahwa perbandingan penyandang OCA 1/20.000 orang diseluruh dunia. 1 Penderita Albinisme juga dijumpai dibeberapa daerah di Indonesia, antara lain di Muncak Kabau, Sumatra Selatan, Wonosobo, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berdasar analisis fenotip digolongkan sebagai OCA2 atau OCA4. 1-3 1

Transcript of ALBINO.docx

ALBINISMEM. Ramadhandie OdiestaBagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas SriwijayaRSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang2015

PENDAHULUANAlbinisme merupakan suatu penyakit keturunan yang jarang ditemukan dimana tubuh tidak dapat membentuk melanin. Penderita albinisme disebut albino.1 Albinisme merupakan kelainan genetik berupa gangguan sintesis melanin yang terjadi pada berbagai ras manusia dan merupakan kelainan autosomal resesif.1 Berdasarkan ciri fenotip, albinisme dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Ocular Albinism (OA) dan Oculocutaneous Albinism (OCA). Ocular Albinism dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu Ocular Albinism 1 (OA1), Ocular Albinism 2 (OA2), dan Ocular Albinism 3 (OA3).1,2 Penderita OA memiliki gejala kekurangan pigmen hanya pada mata, sedangkan pigmen pada rambut dan kulit normal. Oculocutaneous Albinism (OCA) dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu Oculocutaneous Albinism I A (OCAIA), Oculocutaneous Albinism I B (OCAIB), Oculocutaneous Albinism 2 (OCA2), Oculocutaneous Albinism 3 (OCA3), dan Oculocutaneous Albinism 4 (OCA4).1-2 Newton dan kawan-kawan pada tahun 2001 melaporkan bahwa perbandingan penyandang OCA 1/20.000 orang diseluruh dunia.1 Penderita Albinisme juga dijumpai dibeberapa daerah di Indonesia, antara lain di Muncak Kabau, Sumatra Selatan, Wonosobo, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berdasar analisis fenotip digolongkan sebagai OCA2 atau OCA4.1-3 Semua kejadian albinisme merupakan suatu manifestasi gangguan diferensiasi dari melanosit, sangat penting bagi seorang dokter untuk sepenuhnya memahami manifestasi klinis berupa kekurangan melanin yang diderita oleh penderita albino.2Referat ini akan membahas tentang definisi, patofisiologi, etiologi, klasifikasi, diagnosis, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan albinisme, diharapkan dokter umum mampu mendiagnosis dan merujuk.

DEFINISIAlbinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, kelainan ini disebabkan karena kekurangan atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Kata Albino berasal dari bahasa Latin albus yang berarti putih, disebut juga hipomelanisme atau hipomelanosis. Ciri seorang penderita albino adalah mempunyai kulit dan rambut secara abnormal putih susu atau putih pucat dan memiliki iris merah muda atau biru dengan pupil merah.

PATOFISIOLOGIAlbinisme merupakan suatu manifestasi dari disfungsi normal sel pigmentasi mengakibatkan hilangnya sebagian atau keseluruhan pigmentasi kulit. Beberapa bentuk albinisme, diantaranya OCA serta beberapa sindrom terkait albinisme dengan manifestasi klinik berupa gangguan sistemik, merupakan hasil dari suatu kegagalan enzimatik dalam biosintesis melanin.2 Albinisme disebabkan oleh defisiensi enzim tyrosinase, diturunkan secara genetik dan dapat juga disebabkan oleh perkawinan silang antara mahkluk hidup yang menghasilkan gen homozigot resesif. Defisiensi enzim tyrosinase dapat menyebabkan tidak terbentuknya pigmen pada mahkluk hidup.2Kelainan bawaan dari pigmentasi biasanya dihasilkan dari mutasi gen penting untuk pengembangan melanosit selama embriogenesis. Gangguan ini dapat terkait masalah sistemik karena kebutuhan gen tersebut dalam pengembangan jenis sel selain melanosit. Penjelasan yang lebih akurat dalam gangguan ini berasal dari gangguan genetik yaitu gangguan diferensiasi melanosit dan bawaan atau gangguan perkembangan melanosit. Hal ini menunjukkan suatu fakta bahwa antara albinisme dan sindrom pigmentasi perkembangan, umumnya bersifat diwarisi tetapi dengan mekanisme terjadi yang berbeda.2 Meskipun kelainan pigmen terkait dengan jenis albinisme, semua jenis albinisme memiliki gejala kekurangan dari ketajaman visual dan nistagmus mata, akibat kesalahan dari optik saraf pada kiasma optik dan hipoplasia foveal.2Melanin adalah sebuah pigmentasi bersifat photoprotective pada kulit yang menyerap sinar UV dari matahari, bertugas mencegah kerusakan kulit. Dengan paparan sinar matahari, kulit menghitam akibat meningkatnya pigmen melanin di kulit.4 Penderita albino sensitif terhadap sinar matahari karena kurangnya melanin. Selain kulit, peran melanin penting dalam tubuh seperti pada mata dan otak, meskipun peran melanin di daerah tersebut saat ini tidak diketahui.4

KLASIFIKASIScott M Steidl dalam buku yang berjudul Clinical Pathways In Vitreoretinal Disease menjabarkan klasifikasi albinisme dalam 2 tipe, yaitu: Oculocutaneous albinism(OCA)Albino jenis ini memiliki angka kejadian terbanyak dibanding jenis lainya. Yaitu dengan gejala utama kehilangan pigmen pada mata, kulit, dan rambut.a) Oculocutaneous albinism 1Oculocutaneous albinism1 adalah gangguan hasil dari mutasi pada gen tirosinase ditemukan pada kromosom 11. Beberapa jenis mutasi pada gen tirosinase bertanggung jawab untuk memproduksi 2 jenis OCA 1 (OCA 1A dan OCA 1B). Mutasi dapat mengakibatkan tidak aktif/tidak tirosin atau dalam produksi enzim tirosin yang kurang dari normal kegagalan mutasi menghasilkan OCA 1A, sementara hasil mutasi bocor di OCA 1B. Karakteristik yang membedakan penting dari OCA 1 adalah adanya hipopigmentasi ditandai pada saat lahir. Kebanyakan individu dengan OCA 1 memiliki rambut putih, kulit putih susu, dan iris biru saat lahir. Pada iris mata bisa sangat ringan biru dan tembus, sehingga seluruh iris muncul merah muda atau merah dalam cahaya ambient atau terang. Namun, dengan usia, iris biasanya menjadi biru gelap dan mungkin tetap bening atau berpigmen ringan, dengan tembus berkurang.2-7

Gambar 1. Gambaran klinis penderita oculocutaneous albinism 1A dan 1B

b) Oculocutaneous albinism 2Oculocutaneous albinism2 adalah jenis paling umum dari albinisme di semua ras. Gangguan ini bersifat resesif autosomal, dikodekan pada kromosom yang berbeda dari OCA 1 (pita 15q11-13). Dalam OCA 1, mutasi genetik mempengaruhi gen coding untuk tirosinase, tetapi mutasi genetik pada OCA 2 mempengaruhi gen coding untuk protein . Hal ini menyatakan bahwa gen ini menstimulasi protein dalam tubuh manusia untuk melibatkan protein membran melanosomal dalam transportasi. Spektrum fenotipik OCA 2 bervariasi, mulai dari kehilangan pigmentasi total hingga kehilangan pigmentasi yang hampir seperti orang normal. Meskipun gen tirosinase normal, kebanyakan orang albino tipe 2 tidak memiliki pigmen hitam (eumelanin) di kulit, rambut, atau mata saat lahir. Akibatnya, pigmen hampir tidak ada pada saat lahir, sehingga kadang-kadang susah dibedakan dari OCA 1 namun, pigmentasi cenderung berkembang dengan usia. Mekanisme yang tepat dari keterlambatan dalam albinisme tidak diketahui. Intensitas akumulasi pigmen tergantung pada latar belakang ras pasien.2-7

Gambar 2. Gambaran klinis penderita oculocutaneous albinism 2

c) Oculocutaneous albinism 3Oculocutaneous albinism3 disebabkan oleh mutasi pada gen manusia dalam sistem pengkodean Tyrosinase-related protein 1 (TRP-1) yang berperan dalam sintesis melanin. Mutasi pada TRP-1 menyebabkan bulu menjadi coklat daripada hitam. Pembentukan TRP-1 tidak sepenuhnya dipahami. TRP-1 bertindak sebagai protein regulator dalam produksi melanin hitam (eumelanin).2-7

Gambar 3. Gambaran klinis penderita Oculocutaneous albinism 3

Ocular Albinism (OA)Ocular albinism memberikan gejala klinis kekurangan pigmentasi hanya pada mata. Pasien dengan OA memiliki kulit normal, Namun sedikit lebih pucat dari orang normal. Gejala klinis mata pada penderita OA mirip dengan OCA, dengan penurunan ketajaman visual, kesalahan bias, hipopigmentasi fundus, tidak ada foveal refleks, strabismus, iris tembus, dan terkadang disertakan nystagmus.4

Gambar 4. Gambaran klinis penderita ocular albinism.Karena penyakit ini merupakan X-linked resesif, gejala hanya terjadi pada seorang penderita laki-laki sedangkan perempuan berperan sebagai pembawa. Oleh karena itu, fenotipe yang lengkap dapat terlihat pada seorang laki-laki, sementara perempuan hanya dapat menunjukkan gejala klinis berupa gambaran mud-splattered fundus dengan garis hipopigmentasi pada pinggiran iris yang terlihat transparan.4 karakteristik perbedaan OA dan OCA dapat dilihat di tabel 1.Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis masing-masing tipe albinisme secara umum.Karakteristik Perbedaan OA dan OCA

TipeGambaran Klinis

Ocular AlbinismKekurangan pigmen hanya pada mata, sedangkan rambut dan kulit memiliki pigmen normal.

Oculocutaneous Albinism tipe 1Tipe 1A tidak memiliki pigmen sama sekali.Tipe 1B memiliki pigmen sedikit.

Oculocutaneous Albinism tipe 2Terlihat beberapa pigmen. Sering memiliki gejala bintik hitam pada wajah.

Oculocutaneous Albinism tipe 3Mirip seperti OCA2, namun terlihat gambaran kemerahan pada kulit. Bulu menjadi kecokelatan

DIAGNOSISPasien dengan manifestasi klinis berat lebih mudah didiagnosis dibandingkan dengan pasien albinisme yang halus atau tipe okular. Sehubungan dengan keluhan mata, pasien biasanya melaporkan penurunan penglihatan sentral dan fotofobia. Gejala kulit termasuk reaksi fotosensitivitas.4Diagnosis didasarkan pada riwayat yang cermat mengenai perkembangan pigmen dan pemeriksaan kulit, rambut dan mata. Satu-satunya jenis albinisme yang memiliki rambut putih saat lahir adalah OCA1.5

DIAGNOSIS BANDINGTabel 2. Perbandingan karakteristik diagnosis banding albinisme.NoDiagnosisGambaran Klinis

1Sindroma Waardenburg Kelainan kantus pada mata, warna pigmen mata berbeda (heterokromia) dan gangguan pendengaran, tetapi pada perkembangan selanjutnya juga terdapat pada rambut dan kulit.2

2Sindroma Hermansky-Pudlak Albinisme menyeluruh disertai kelainan perdarahan.2

3The Chediak-Higashi syndromePigmentasi kulit berkurang secara difus tetapi tidak total2

4VitiligoBintikbintik atau makula putih yang makin lama makin lebar hingga mencapai ukuran lentikular atau plakat dengan batas tegas tanpa perubahan epidermis yang lain.8

PEMERIKSAAN PENUNJANGTes yang dianjurkan dalam menentukan jenis tertentu albinisme adalah tes genetik. Tes ini hanya berguna bagi keluarga yang berisi individu dengan albinisme, dan tidak dapat dilakukan secara praktis sebagai tes skrining untuk masyarakat umum. Tak satu pun dari tes yang tersedia mampu mendeteksi semua mutasi gen yang menyebabkan albinisme dan bertanggung jawab mutasi tidak dapat dideteksi dalam sejumlah kecil individu dan keluarga dengan albinisme.5Menilai aktivitas tirosinase dapat dilakukan dengan memetik sampel berupa akar rambut. Nilai tes ini masih bisa diperdebatkan karena hasil negatif menunjukkan OCA1A tetapi hasil positif masih menyisakan kemungkinan OCA1, OCA2, OCA3, atau OA1.5PENATALAKSANAANAlbino adalah suatu kondisi yang tidak dapat diobati atau disembuhkan, tetapi ada beberapa hal kecil yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup. Yang terpenting adalah memperbaiki daya lihat, melindungi mata dari sinar terang, dan menghindari kerusakan kulit dari cahaya matahari. Kesuksesan dalam terapi tergantung pada tipe albino dan seberapa parahnya gejala. Biasanya, orang dengan ocular albinisme lebih mempunyai pigmen kulit normal, sehingga mereka tidak memerlukan perlakuan khusus pada kulit.Anak dengan albinisme diharapkan tetap aktif dalam lingkungan kelas seperti anak normal lainya. Sekolah harus menyediakan perhatian khusus dalam masalah penglihatan yang dialami penderita albinisme. Evaluasi masa prasekolah memungkinkan orang tua dan guru untuk membentuk rencana pendidikan individual bagi anak penderita albinisme.Penderita albino diharuskan menggunakan tabir surya ketika terkena cahaya matahari untuk melindungi kulit dari nistagmus atau kanker kulit dan baju penahan atau pelindung kulit dari cahaya matahari yang berlebihan.Beberapa penderita albino sangat cocok menggunakan lensa bifokal (lensa yang kuat untuk membaca), sementara yang lain lebih cocok menggunakan kacamata baca. Penderita pun dapat memakai lensa kontak berwarna untuk menghalangi tranmisi cahaya melalui iris. Beberapa menggunakan bioptik, kacamata yang mempunyai teleskop kecil di atas atau belakang lensa biasa, sehingga mereka lebih dapat melihat sekeliling dibandingkan menggunakan lensa biasa atau teleskop.Pembedahan mungkin untuk otot mata untuk menurunkan nystagmus, strabismus, dan kesalahan refraksi seperti astigmatisma. Pembedahan strabismus mungkin mengubah penampilan mata. Pembedahan nystagmus mungkin dapat mengurangi perputaran bola mata yang berlebihan. Efektifitas dari semua prosedur ini bervariasi masing-masing individu. Harus diketahui, pembedahan tidak akan mengembalikan fovea ke kondisi normal dan tidak memperbaiki daya lihat binocular. Dalam kasus esotropia (bentuk crossed eyes dari strabismus), pembedahan mungkin membantu daya lihat dengan memperbesar lapang pandang (area yang tertangkap oleh mata ketika mata melihat hanya pada satu titik).Penting untuk mengenali tanda awal cacat pendengaran sehingga pengelolaan tatalaksana baik, termasuk mengimplementasikan pembangunan sosial dan mental yang tepat dan sekolah. Konseling genetik dapat membantu individu yang terkena menilai peluang mereka menularkan penyakit ke keturunan mereka.2

KESIMPULANAlbinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, dikarenakan kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Keadaan tersebut bersifat genetik atau diwariskan. Diketahui bahwa albinism sangat heterogen baik genetik maupun klinisnya. Oleh karena diagnosis klinik sangat sulit, mengingat variasi fenotip albinisme sangat luas, maka analisis genetik akan sangat membantu untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pengelompokan albinisme. Albinisme tidak dapat diobati, tetapi ada beberapa hal kecil yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup. Tatalaksana terpenting albinisme adalah memperbaiki daya lihat, melindungi mata dari sinar terang,. Penderita albino diharuskan menggunakan tabir surya ketika terkena cahaya matahari untuk melindungi kulit dari kanker kulit dan baju pelindung kulit dari cahaya matahari yang berlebihan.Daftar Pustaka

1. Satuti N, Sukmawati F. 2010. Mutasi Missense (P.374PHE/LEU) pada ekson 5 gen MATP penyebab oculocutaneous albinism tipe 4 (OCA4) diwonosobo Jawa Tengah. Fakultas Biologi. 2010. Universitas Gadjah Mada. Semarang. 2. Thomas J. Hornyak. Albinism and Other Genetic. in: Disorders of Pigmentation. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, ed. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 8th ed. New York: McGrawHill Medicine, 2012: 804-27.3. Handayani NSN., Agustin HE., Ramadhani R., and Pratiwi R. Phenotype Analysis of Oculocutaneus Albinism (OCA) in Indonesian Families. Proceeding of The International Seminar on Biology 2007: Advanced in Biological Science: Contribution Toward a Better Human Prosperity. 2007. The Faculty of Biology, Gadjah Mada University.4. Bashour Mounir. 2014. Albinism, McGill University; http://emedicine.medscape.com/article/1200472-overview#a0101 diakses tanggal 15 April 2015.5. Marcia MD. Ocular albinism. In: Brown-black Lesions Fine Hyperpigmented Spots. Steidl Scott M,Mary Elizabeth Hartnett. Clinical Pathways In Vitreoretinal Disease. New York: Thieme Medical Publisher, 2003: 116-17.6. Draper R, Knott L. 2013. Albinism. Emis. http://www.patient.co.uk/doctor/albinism diakses tanggal 22 April 2015.7. Friedman SJ,et al. Ocultaneous albinism In : disturbance of pigmentation. James DW, Berger TG, Elston DM. Andrewss Diseases of The Skin Clinical Dermatology, 11th ed. United States: ELSEVIER inc, 2011: 859-60.8. Birlea SA, Spritz AR, Norris DA.Vitiligo. in: Disorders of Melanocytes. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, ed. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 8th ed. New York: McGrawHill Medicine, 2012: 792-97

6