Alat ukur 4

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika adala ilmu pengetahuan eksperimental. Dalam melakukan eksperimen kita memerlukan pengukuran- pengukuran. Biasanya untuk menggambarkan hasil pengukuran digunakan angka-angka. Setiap angka yang digunakan untuk menggambarkan Fisika secara kuantitatif disebut besaran. Untuk mengukur kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum dapat digunakan dengan pengoperasian vektor yang akan dibahas pada makalah ini. Lalu dapat juga menggunakan gaya dan massa untuk menganalisis prinsip-prinsip dinamika, yaitu prinsip- prinsip yang mengaitkan antara gerak dan gaya yang menyebabkannya. Prinsip-prinsip ini dibungkus dalam suatu paket yang rapi yang terdiri dari tiga pernyataan yang disebut dengan hukum Newton. Lalu dapat pula menggunakan konsep gerak harmonik untuk mencari persamaan yang dipengaruhi oleh gaya yang arahnya selalu menuju titik seimbang dan besarnya sebanding dengan simpangannya. 1

Transcript of Alat ukur 4

Page 1: Alat ukur 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika adala ilmu pengetahuan eksperimental. Dalam melakukan eksperimen

kita memerlukan pengukuran-pengukuran. Biasanya untuk menggambarkan hasil

pengukuran digunakan angka-angka. Setiap angka yang digunakan untuk

menggambarkan Fisika secara kuantitatif disebut besaran. Untuk mengukur

kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum dapat digunakan dengan

pengoperasian vektor yang akan dibahas pada makalah ini.

Lalu dapat juga menggunakan gaya dan massa untuk menganalisis prinsip-

prinsip dinamika, yaitu prinsip-prinsip yang mengaitkan antara gerak dan gaya yang

menyebabkannya. Prinsip-prinsip ini dibungkus dalam suatu paket yang rapi yang

terdiri dari tiga pernyataan yang disebut dengan hukum Newton.

Lalu dapat pula menggunakan konsep gerak harmonik untuk mencari persamaan

yang dipengaruhi oleh gaya yang arahnya selalu menuju titik seimbang dan besarnya

sebanding dengan simpangannya.

B. Rumusan Masalah

Sering terjadinya kesalahan dalam pegukuran.

Ketidaktepatan dalam pengaplikasian vektor.

Pemahaman tersendiri mengenai hukum II Newton.

Pemahaman terhadap besaran yang berkaitan dengan gerak harmonik

sederhana.

1

Page 2: Alat ukur 4

C. Tujuan Pembahasan

Dapat menentukan ketidakpastian dalam pengukuran.

Dapat menentukan besar dan arah resultan dari vektor.

Dapat menyelesaikan sol-soal yang berkaitan dengan hukum Newton.

Dapat mendeskripsikan karakter gerak pada benda pegas.

2

Page 3: Alat ukur 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengukuran Dasar

1. Pengukuran

Fisika maupun disiplin ilmu lain pengukuran kuantitas merupakan dasar

utama. Dalam pengukuran ini akan dicari korelasi atau interprestasi dan sering pula

diadakan perbandingan prediksi teoritis. Hal-hal yang meliputi pengukuran kuantitas

ini adalah sistem satuan Internasional atau disingkat dengan sitem SI ( System

International Unit ) atau satuan metric.

Dalam melakukan pengukuran selalu dimungkinkan terjadi kesalahan. Oleh

karena itu, kita harus menyertakan angka-angka kesalahan agar kita dapat memberi

penilaian wajar dari hasil pengukuran. Jelas hasil pengukuran yang kita lakukan tidak

dapat diharapkan tepat sama dengan hasil teori, namun ada pada suatu jangkauan

nilai:

X – Δx < x < x + Δx

dengan x merupakan nilai terbaik sebagai nilai yang benar, Δx merupakan

kesalahan hasil pengukuran, yang disebabkan keterbatasan alat, ketidakcermatan,

perbedaan waktu pengukuran, dan lain sebagainya. Dengan menyertakan kesalahan

atau batas toleransi terhadap suatu nilai yang kita anggap benar, kita dapat

mempertanggungjawabkan hasil pengukuran.

3

Page 4: Alat ukur 4

2. Kesalahan pengukuran

Besaran fisika tidak dapat diukur secara pasti dengan setiap alat ukur. Hasil

pengukuran selalu mempunyai derajat ketidakpastian. Kesalahan pengukuran dapat

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kesalahan sitematis dan kesalahan acak.

Kesalahan sistematis akan menghasilkan setiap bacaan yang diambil menjadi salah

dalam satu arah. Kesalahan sitematik adalah kesalahan yang sebab-sebabnya dapat

diidentifikasi dan secara prisip dapat dieliminasi. Nilai yang terukur secara konsisten

terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Sumber kesalahan sistematis antara lain:

a. Kesalahan alat: akibat kalibrasi yang kurang baik.

b. Kesalahan pengamatan: akibat kesalahan paralaks ( kesalahan sudut

pandang terhadap suatu titik ukur ).

c. Kesalahan lingkungan.

d. Keasalahan teoritis: akibat penyederhanaan sistem model atau

aproksimasi dalam persamaan yang menggambarknnya.

Kesalahan acak menghasilkan hamburan data di sekitar nilai rata-rata. Data

mempunyai kesempatan yang sama menjadi positif atau negatif. Sumber kesalahan

acak sering dapat dikuantisasi melalui analisis statistik, sehingga efek kesalahan acak

terhadap besaran atau hukum fisika dapat ditentukan. Kesalahan acak dihasilkan dari

ketidakmampuan pengamat untuk mengulangi pengukuran secara presisi. Ada

metode statistik baku yang digunakan untuk mengatasi kesalahan acak. Hal ini dapat

memberikan simpangan baku untuk serangkaaian bacaan, tetapi ketika jumlah

bacaan tidak terlalu besar adalah bermanfaat untuk mempunyai metode untuk

4

Page 5: Alat ukur 4

mendapatkan nilai pendekatan dari kesalahan tanpa melakukan analisis statistik

formal, yaitu perbedaan mutlak antara nilai individual dan nilai rata-rata.

3. Akurasi, Presisi, dan Sensitivitas

Kata akurasi (ketepatan) dan presisi (ketelitian) sering dugunakan untuk

maksud yang sama. Bagaimanapun, memungkinkan untuk mempunyai hasil

pengukuran dengan presisi tinggi yang tidak akurat. Hal ini akan terjadi jika ada

kesalahan sistematik. Demikian juga, memungkinkan untuk mempunyai hasil

pengukuran yang akurat, tetapi tidak presisi. Hal ini akan terjadi jika ada kesalahan

acak. Sensitivitas (kepekaan) adalah kemampuan memberikan tanggapan terhadap

perubahan nilai pengukuran yang terjadi. Untuk menjamin sensitivitas alat ukur kita

harus selalu menggunakannya sesuai dengan ordenya.

4. Pengukuran Panjang

Pengukuran besaran panjang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai

alat ukur, misalnya mistar ukur, jangka sorong, dan mikrometer sekrup.

Mistar Ukur

Untuk mengukur panjang suatu benda biasanya kita menggunakan mistar

atau alat sejenis. Pada umumnya mistar pengukur panjang adalah berskala

sentimeter dan milimeter. Skala terkecil dari mistar adalah 1 mm, yang menyatakan

tingkat ketelitian alat. Pada saat melakukan pengukuran dengan menggunakan

mistar, arah pandangan hendaknya tepat pada tempat yang diukur. Artinya, arah

pandangan harus tegak lurus dengan skala pada mistar dan benda yang diukur. Jika

pandangan mata tertuju pada arah yang kurang tepat, maka akan menyebabkan nilai

5

Page 6: Alat ukur 4

hasil pengukuran menjadi lebih besar atau lebih kecil. Kesalahan pengukuran

semacam ini di sebut kesalahan paralaks.

Contoh pembacaan skala pada mistar:

6 cm + 2mm = 6,2 cm

= 62 mm

Jangka Sorong

Jangka sorong merupakan alat pengukur panjang suatu benda yang

ukurannya cukup kecil, dan jari-jari dalam dan luar, serta kedalaman suatu tabung.

Jangka sorong terdiri dari dua pasang rahang, sepasang untuk pengukur luar dan

sepasang untuk pengukur dalam. Dari pasangan itu ada rahang yang tetap ada dan

ada rahang yang di geser-geser. Pada rahang tetap terdapat batang skala yang diberi

skala dalam cm dan mm sebagai skala utama. Pada rahang geser terdapat 10 skala

yang panjangnya 9 mm sebagai skala nonius. Oleh Karena itu, 1 skala nonius sama

dengan 0,9 mm. jadi, skala nonius berselisih 0,1 mm dengan skala mm pada skala

utama. Angka 0,1 mm menyatakan ketelitian jangka sorong.

Skala utama menunjukkan angka 6,6 cm dan skala nonius yang berimpit

dengan skala utama adalah 5 skala (0,5 mm = 0,005 cm ). Jadi, hasil pengukuran

panjang = 6,6 cm + 0,05 = 6,65 cm1

Mikrometer Sekrup

Mikrometer sekrup mempunyai bagian-bagian utama, antara lain: poros

tetap, poros geser, skala utama, dan skala nonius yang berupa pemutar. Biasanya alat

ini digunakan untuk mengukur panjang, ketebalan, diameter bola, dan diameter

1 http://nchien.blogspot.com/2011/11/makalah-fisika-dasar-i.html

6

Page 7: Alat ukur 4

kawat ang sangat kecil. Skala utama mempunyai skala mm dan 0,5 mm. Skala nonius

mempunyai 50 skala dengan laju putar 0,5 mm/putaran. Oleh karena itu 1 skala

nonius sama dengan 0,01 mm = 0,001 cm, yang menyatakan tingkat ketelitian

mikrometer sekrup.

Vektor

Dalam fisika dan teknik, acapkali bilangan tunggal dan satuannya tidak

memadai untuk memberikan deskripsi yang lengkap terhadap besaran fisika.

Misalnya, jika Anda berjalan 3 km ke timur, posisi anda jauh berbeda dengan jika

Anda berjalan 3 km ke barat. Perubahan posisi suatu benda disebut perpindahan.

Perpindahan adalah contoh dari besaran vektor, yang secara singkat disebut vektor.

Vektor adalah besaran yang memiliki baik besar maupun arah untuk suatu deskripsi

yang lengkap. Berbagai besaran dalam fisika termasuk kecepatan, perceptan, gaya,

dan momentum adalah vektor.

Pada diagram, setiap vektor dinyatakan dengan tanda panah. Tanda panah

tersebut selalu digambarkan sedemikian rupa sehingga menunjuk ke arah yang

merupakan arah vektor tersebut. Panjang tanda panah digambarkan sebanding

dengan besar vektor.

Sebagai contoh, pada gambar di bawah dilukiskan suatu vektor gaya (F) yang

besarnya 40 N (N = Newton, satuan gaya) dan berarah 30o utara dari timur atau 30o

terhadap sumbu x positif. Besar vektor F = 40 N dilukiskan dengan panjang anak

panah 4 cm. Ini berarti skala yang dipilih adalah 1 cm = 10 N atau 4 cm = 40 N.2

2 http://nchien.blogspot.com/2011/11/makalah-fisika-dasar-i.html

7

Page 8: Alat ukur 4

B. Hukum II Newton

Apa yang terjadi jika gaya total yang bekerja pada benda tidak sama dengan

nol ? Newton mengatakan bahwa jika pada sebuah benda diberikan gaya total atau

dengan kata lain, terdapat gaya total yang bekerja pada sebuah benda, maka benda

yang diam akan bergerak, demikian juga benda yang sedang bergerak bertambah

kelajuannya. Apabila arah gaya total berlawanan dengan arah gerak benda, maka

gaya tersebut akan mengurangi laju gerak benda. Apabila arah gaya total berbeda

dengan arah gerak benda maka arah kecepatan benda tersebut berubah dan

mungkin besarnya juga berubah. Karena perubahan kecepatan merupakan

percepatan maka kita dapat menyimpulkan bahwa gaya total yang bekerja pada

benda menyebabkan benda tersebut mengalami percepatan. Arah percepatan

tersebut sama dengan arah gaya total. Jika besar gaya total tetap atau tidak berubah,

maka besar percepatan yang dialami benda juga tetap alias tidak berubah.

Bayangkanlah Anda mendorong sebuah gerobak sampah yang bau-nya

menyengat. Usahakan sampai gerobak tersebut bergerak. Nah, ketika gerobak

bergerak, kita dapat mengatakan bahwa terdapat gaya total yang bekerja pada

gerobak itu. Silahkan dorong gerobak sampah itu dengan gaya tetap selama 30 detik.

Ketika Anda mendorong gerobak tersebut dengan gaya tetap selama 30 menit,

tampak bahwa gerobak yang tadinya diam, sekarang bergerak dengan laju tertentu,

anggap saja 4 km/jam. Sekarang, doronglah gerobak tersebut dengan gaya dua kali

lebih besar (gerobaknya didiamin dulu). Jika anda mendorong gerobak sampah

dengan gaya dua kali lipat, maka gerobak tersebut bergerak dengan laju 4 km/jam

dua kali lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Percepatan gerak gerobak dua kali

8

Page 9: Alat ukur 4

lebih besar. Apabila Anda mendorong gerobak dengan gaya lima kali lebih besar,

maka percepatan gerobak juga bertambah lima kali lipat. Demikian seterusnya. Kita

bisa menyimpulkan bahwa percepatan berbanding lurus dengan gaya total yang

bekerja pada benda.

Seandainya percobaan mendorong gerobak sampah diulangi. Percobaan

pertama, kita menggunakan gerobak yang terbuat dari kayu, sedangkan percobaan

kedua kita menggunakan gerobak yang terbuat dari besi dan lebih berat. Jika Anda

mendorong gerobak besi dengan gaya dua kali lipat, apakah gerobak tersebut

bergerak dengan laju 4 km/jam dua kali lebih cepat dibandingkan gerobak

sebelumnya yang terbuat dari kayu ? Tentu saja tidak karena percepatan juga

bergantung pada massa benda. Anda dapat membuktikannya sendiri dengan

melakukan percobaan di atas. Jika Anda mendorong gerobak sampah yang terbuat

dari sampah dengan gaya yang sama ketika Anda mendorong gerobak yang terbuat

dari kayu, maka akan terlihat bahwa percepatan gerobak besi lebih kecil. Apabila

gaya total yang bekerja pada benda tersebut sama, maka makin besar massa benda,

makin kecil percepatannya, sebaliknya makin kecil massa benda makin besar

percepatannya.

Hubungan ini dikemas oleh eyang Newton dalam Hukum-nya yang laris manis

di sekolah, yakni Hukum II Newton tentang Gerak :

Jika suatu gaya total bekerja pada benda, maka benda akan mengalami

percepatan, di mana arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja

padanya. Vektor gaya total sama dengan massa benda dikalikan dengan percepatan

benda.

9

Page 10: Alat ukur 4

Secara matematis , Hukum II Newton dinyatakan sebagai berikut:

ΣF = ma

a adalah percepatan, m adalah massa, dan ΣF adalah gaya total. Jika

persamaan di atas ditulis dalam bentuk a = F/m, tampak bahwa percepatan sebuah

benda berbanding lurus dengan resultan gaya yang bekerja padanya dan arahnya

sejajar dengan gaya tersebut.

Tampak juga bahwa percepatan berbanding terbalik dengan massa benda.

Hukum II Newton menyatakan hubungan anatara gerak benda dengan

penyebabanya, yaitu gaya. Perhatikan bahawa hukum II Newton mencakupi hukum I

Newton, yaitu apabila ΣF = 0, maka percepatan alias a = 0.

Jadi apabila tidak ada gaya total alias resultan gaya yang bekerja pada benda

maka benda akan diam apabila benda tersebut sedang diam; atau benda tersebut

bergerak dengan kecepatan tetap, jika benda sedang bergerak. Ini merupakan bunyi

Hukum I Newton.

Setiap gaya F merupakan vektor yang memiliki besar dan arah. Persamaan

hukum II Newton di atas dapat ditulis dalam bentuk komponen pada koordinat xyz

alias koordinat tiga dimensi, antara lain :

ΣFx = max, ΣFy = may, ΣFz = maz

Kumpulan persamaan komponen di atas sama dengan hokum II Newton ΣF =

ma. Jika sebuah benda bergerak sepanjang garis lurus alias satu dimensa, maka kita

hanya menuliskannya dengan ΣF = ma. Apabila benda bergerak dalam dua dimensi

(koordinat xy), maka kita dapat menguraikan vector gaya dengan persamaan ΣFx =

max dan ΣFy = may. jumlah komponen kedua gaya tersebut sama dengan ΣF = ma.

10

Page 11: Alat ukur 4

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam pengukuran, hasil yang didapatkan dari pengukuran belum dapat di

katakan tepat karena dalam pengukuran selalu terjadi derajat ketidakpastian.

Vektor merupakan besaran yang memiliki besar dan arah. Penulisan lambang

vektor dapat ditulis dengan F. Dalam pengoperasian vektor dapat dilakukan

dengan penjumlahan dan perkalian vektor.

Hukum II Newton berbunyi “Percepatan suatu benda yang disebabkan oleh

suatu gaya sebanding dan searah dengan gaya itu dan berbading terbalik

dengan massa benda yang di kenai oleh gaya tersebut, yang secara

matematis dapat dirumuskan ΣF = ma”.

Gerak harmonik sederhana adalah gerak periodik yang memiliki persamaan

gerak sebagai fungsi waktu berbentuk sinusoidal. Gerak harmonik sederhana

didefinisikan sebagai gerak harmonik yang dipengaruhi oleh gaya yang

arahnya selalu menuju titik seimbang dan besarnya sebanding dengan

simpangannya, yang secara umum persamaan yang menyatakan bahwa

periode dan frekuensi gerak harmonik sederhana pada sistem pegas yaitu: T

= 2π √m/k dan F = 1/2π√k/m.

11

Page 12: Alat ukur 4

B. Daftar Pustaka

Gabriel, J.F.1988.Fisika Kedokteran.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Supiyanto.2004.Fisika SMA untuk SMA Kelas X.Jakarta:Erlangga.

Supiyanto.2006.Fisika Untuk SMA Kelas XI.Jakarta:PHiβETA.

12