alat tangkap di rawa pening.pdf

10
TUGAS DASAR-DASAR PENANGKAPAN IKAN OLEH : THRESIA, ASTERINA, ATHIF JENIS ALAT TANGKAP DI RAWA PENING I PENDAHULUAN A. Latar belakang RawaPening merupakan perairan terbuka yang berpotensi untuk dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan daerah melalui produksi ikan. Dalam rangka dimanfaatkan secara optimal, sangat penting untuk menentukan berbagai spesies ikan yang ada, terutama yang memiliki kepentingan ekonomi, tingkat eksploitasi saat ini, dan capacuty tercatat habitat. Semua informasi ini penting digunakan sebagai dasar untuk merumuskan strategi pengelolaan yang tepat. Dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan (sustainable fisheries cupture) sesuai dengan ketentuan pelaksanaan perikanan yang bertanggung jawab (FAO Code of conduct for Responsible Fisheries/CCRF) maka eksploitasi sumberdaya hayati laut harus dapat dilakukan secara bertanggung jawab (Responsible fisheries). Data dari SOFIA (The State of World Fisheries and Aquaculture) menyatakan bahwa 5 % dari perikanan dunia dalam status deplesi atau penurunan produksi secara terus menerus, 16 % telah dieksploitasi secara berlebihan dan melampaui batas optimim produksi, 52 % telah penuh eksploitasi, 23 % pada tahap moderat yang artinya produksinya masih dapat ditingkatkan meskipun dalam jumlah yang kecil, 3 % sumberdaya ikan masih dibawah tingkat eksploitasi optimumnya dan hanya 1 % yang dalam proses pemulihan melalui program-program konservasi. Berdasarkan pernyataan di atas, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu dikaji penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dari segi pengoperasian alat penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan, tidak berdampak

description

alat tangkap di rawa pening

Transcript of alat tangkap di rawa pening.pdf

Page 1: alat tangkap di rawa pening.pdf

TUGAS DASAR-DASAR PENANGKAPAN IKAN

OLEH : THRESIA, ASTERINA, ATHIF

JENIS ALAT TANGKAP DI RAWA PENING

I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

RawaPening merupakan perairan terbuka yang berpotensi untuk dimanfaatkan

untuk menghasilkan pendapatan daerah melalui produksi ikan. Dalam rangka

dimanfaatkan secara optimal, sangat penting untuk menentukan berbagai spesies ikan

yang ada, terutama yang memiliki kepentingan ekonomi, tingkat eksploitasi saat ini,

dan capacuty tercatat habitat. Semua informasi ini penting digunakan sebagai dasar

untuk merumuskan strategi pengelolaan yang tepat.

Dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan (sustainable

fisheries cupture) sesuai dengan ketentuan pelaksanaan perikanan yang bertanggung

jawab (FAO Code of conduct for Responsible Fisheries/CCRF) maka eksploitasi

sumberdaya hayati laut harus dapat dilakukan secara bertanggung jawab (Responsible

fisheries). Data dari SOFIA (The State of World Fisheries and Aquaculture)

menyatakan bahwa 5 % dari perikanan dunia dalam status deplesi atau penurunan

produksi secara terus menerus, 16 % telah dieksploitasi secara berlebihan dan

melampaui batas optimim produksi, 52 % telah penuh eksploitasi, 23 % pada tahap

moderat yang artinya produksinya masih dapat ditingkatkan meskipun dalam jumlah

yang kecil, 3 % sumberdaya ikan masih dibawah tingkat eksploitasi optimumnya dan

hanya 1 % yang dalam proses pemulihan melalui program-program konservasi.

Berdasarkan pernyataan di atas, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu

dikaji penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dari segi

pengoperasian alat penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai

dengan tata laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for

Responsible Fisheries (CCRF). Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah

suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu

sejauh mana alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan, tidak berdampak

Page 2: alat tangkap di rawa pening.pdf

negatif terhadap biodiversity, target resources dan non target resources. Oleh sebab

itulah dirancanglah bermacam – macam alat tangkap yang ramah lingkungan sehingga

dapat mengurangi kerusakan – kerusakan yang sering terjadi pada saat penangkapan

dan dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan.

Dalam rangka Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, baik perikanan skala kecil maupun

perikanan skala menengah dan skala besar (industri) pihak pemerintah selalu berupaya

melakukan pembaharuan atau modifikasi alat tangkap dan penerapan regulasi

perikanan yang sesuai dengan perkemabangan ilmu pengetahuan dan teknologi

penangkapan,

Sedangkan pihak masyarakat dan perusahaan perikanan diharapkan dapat

memenuhi dan mentaati atau mematuhi regulasi perikanan, sehingga diharapkan

terciptanya pengelolaan sumberhayati perikanan yang berkelanjutan, bertanggung

jawab dan ramah lingkungan. Sehingga dari penjelasan diatas maka perlu untuk

memahami dan mengetahui penggunaan alat tangkap sehingga tidak merusak biota,

habitat, dan sumberdaya yang lainnya.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui sejarah alat tangkap di Rawapening dan permasalahannya

2. Dapat mengetahui alat tangkap yang digunakan di Rawapening

II LANDASAN TEORI

A. Study Area

Rawa Pening ("pening" berasal dari "bening") adalah danau sekaligus

tempat wisata air di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dengan luas 2.670 hektare

ia menempati wilayah Kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru.

Rawa Pening terletak di cekungan terendah lereng Gunung Merbabu, Gunung

Telomoyo, dan Gunung Ungaran.

Danau ini mengalami pendangkalan yang pesat. Pernah menjadi tempat

mencari ikan, kini hampir seluruh permukaan rawa ini tertutup eceng gondok.

Gulma ini juga sudah menutupi Sungai Tuntang, terutama di bagian hulu. Usaha

Page 3: alat tangkap di rawa pening.pdf

mengatasi spesies invasif ini dilakukan dengan melakukan pembersihan serta

pelatihan pemanfaatan eceng gondok dalam kerajinan, namun tekanan populasi

tumbuhan ini sangat tinggi.

Menurut legenda, Rawa Pening terbentuk dari muntahan air yang mengalir dari

bekas cabutan lidi yang dilakukan oleh Baru Klinthing. Cerita Baru Klinthing yang

berubah menjadi anak kecil yang penuh luka dan berbau amis sehingga tidak

diterima masyarakat dan akhirnya ditolong janda tua ini sudah berlalu.

Rawa ini digemari sebagai obyek wisata pemancingan dan sarana olahraga

air. Namun akhir-akhir ini, perahu nelayan bergerak pun sulit

(http://id.wikipedia.org/wiki/Rawa_Pening).

III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Sejarah alat tangkap yang digunakan di Rawa Pening pertama kali adalah

pancing, dimana perairan masih jernih dan banyak ikan di dalamnya. Seiiring

berjalannya waktu, Rawa Pening mulai dipenuhi dengan enceng gondok, dan

sampai sekarang belum bisa teratasi. Retnaningsih, peneliti dari Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro Semarang, dalam rapat revitalisasi

Rawa Pening yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup, menyebutkan,

endapan di danau itu mencapai 270-880 kilogram per hari. Ia juga menyebutkan, 70

persen dari danau seluas 2.500 hektar itu kini ditutupi tumbuhan air eceng dan

volume air juga sudah berkurang hingga 30 persen. Dengan kondisi demikian, pada

tahun 2021, atau 8 tahun lagi, Rawa Pening diprediksi menjadi daratan(Tim

penyusun.2004)

Dulu mencari ikan di danau sangat mudah. Kini, nelayan harus bekerja keras

menyingkap eceng gondok untuk menuju tengah danau. Belum lagi ketika

menjaring ikan, jaring tersangkut eceng gondok. Akibatnya nelayan justru merugi.

Eceng gondok meluas dan banyaknya nelayan yang mencari penghidupan,

membuat beberapa nelayan menangkap dengan racun dan alat setrum ikan.

Meskipun masih ada nelayan yang menggunakan alat tangkap dengan alat yang

tidak merusak lingkungan, tetap saja beberapa nelayan yang memakain racun dan

Page 4: alat tangkap di rawa pening.pdf

alat setrum merugikan nelayan yang lainnya. Ini terjadi karena sempitnya lahan

mencari ikan karena tertutup eceng gondok.

Menurut seorang nelayang di Rawa Pening, “Dulu pernah disemprot dan berhasil,

danau menjadi bersih. Bahkan sempat jadi tempat lomba dayung. Tapi itu dulu

sekali. Terakhir, eceng gondok diangkat, lalu dijadikan humus untuk sawah, tetapi

tidak semua, sehingga eceng gondok kembali berkembang pesat”.

1. Bubu

Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang

berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “

dan penghadang “ guiding barriers “.

Bubu merupakan alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan.

Variasi bentuk bubu banyak sekali hampir setiap daerah perikanan mempunyai

model bentuk sendiri seperti bentuk sangkar, silinder, gendang, segi tiga

memanjang (kubus), dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu, secara

garis besar bubu terdiri dari bagian-bagian badan, mulut dan pintu. Bubu

termasuk alat perangkap (traps) artinya alat tangkap ini berupa jebakan dan alat

tangkap ini sifatnya pasif. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan

terkurung, mulut bubu berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan

dapat pengambilan hasil tangkapan.

Dilihat dari cara operasional penangkapannya bubu dapat dibedakan

menjadi 3 golongan :

- Bubu dasar (ground fishpot)

- Bubu apung (floating fishpot)

- Bubu hanyut (drifting fishpot)

Alat bantu penangkapan bubu antara lain : umpan, perahu, katrol, perahu,

umpan, dan rumpon

2. Pancing

Pancing adalahsalahsatualatpenangkap yang terdiri dari dua komponen

utama,yaitu : tali (line) dan mata pancing (hook). Jumlah mata pancing

berbeda-beda, yaitu mata pancing tunggal, ganda, bahkan sampai ribuan.

Page 5: alat tangkap di rawa pening.pdf

Prinsip alat tangkap ini merangsang ikan dengan umpan alam atau buatan yang

dikaitkan pada mata pancingnya. Alat ini pada dasarnya terdiri dari dua

komponen utama yaitu tali dan mata pancing. Namun, sesuai dengan jenisnya

dapat dilengkapi pula komponen lain seperti :tangkai (pole), pemberat(sinker),

pelampung (float), dankili-kili (swivel)

Cara pengoperasiannya bisa di pasang menetap pada suatu perairan, ditarik

dari belakang perahu/kapal yang sedang dalam keadaan berjalan, dihanyutkan,

maupun langsung diulur dengan tangan. Alat ini cenderung tidak destruktif dan

sangat selektif.

3. Jaring Bandrong

Jaring bandrong adalah jaring angkat yang berbentuk empat persegi panjang

atau bentuk bujur sangkar, dibuat dari waring (bandong rebon) atau waring

karuna, dari benang katun (banrong). Jaring banrong dikelompokkan ke dalam

alat tangkap jaring angkat (lift nets). Menurut ukurannya, banrong dapat dibagi

menjadi dua yaitu : bandrong besar dan bandrong kecil

Bandrong terdiri dari beberapa bagian yaitu tiang penyanggah yang biasa

terbuat dari bambu atau kayu yang berfungsi sebagai panahan agar banrong

dapat berdiri biasanya terdiri dari 6 buah tiang, jala-jala terdapat pada banrong

besar yang berfungsi sebagai pintu penutup sebelum bibir jaring utama

terangkat ke permukaan air tali pengangkut yang berfungsi untuk mengangkat

jaring saat ikan telah terkumpul pada banrong, tali pembentang yang berfungsi

sebagai tempat terkaitnya sisi jaring, pemberat yang terbuat dari timah atau batu

kali dan yang terakhir jaring terbuat dari bahan katun yang merupakan tempat

ikan terkumpul. Parameter utama dari banrong ini adalah besar atau kecil jaring

yang digunakan dan lama waktu perendaman jaring bandrong (Mulyono,1986).

Nelayan yang dibutuhkan pada penoperasian pada jaring banrong besar

sebanyak 4-5 orang, sedangkan banrong kecil hanya 1-2 orang. Mereka

bertugas mengawasi ikan yang sudah terkumpul dan mengangkatnya. Alat

bantu yang digunakan dalam pengoperasian jaring banrong adalah serok yang

berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan yang telah terkumpul dalam jaring.

Daerah pengoperasian adalah perairan pantai, disepanjang pantai yang

terlindung dari gelombang besar dan di perairan terumbu karang, serta di

muara-muara sungai sepanjang aliran sungai. Hasil tangkapan banrong pada

Page 6: alat tangkap di rawa pening.pdf

umumnya adalah ikan pelagis. Hasil tangkapan utama adalah tembang

(Sardinella fimbriata), teri (Stolephorus sp), Belanak (Beolopthalmus bodarti ).

Hasil tangkapan sampingan adalah tongkol (Auxis sp)

4. Anco

Jaring angkat anco (portable lift nets) adalah jaring angkat yang dipasang

menetap di perairan, berbentuk empat persegi panjang, terdiri dari jaring yang

keempat ujungnya diikat pada dua bambu yang di belah dan kedua ujungnya

dihaluskan (diruncingkan) kemudian dipasang bersilangan satu sama lain

dengan sudut 90 derajat. Berdasarkan cara pengoperasiannya, anco tetap

diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets). Anco atau portable

lift nets termasuk lat tangkap yang sangat sederhana, terbuat dari bambu

sebagai alat untuk menaik dan menurunkan jarin, mata jaring anco relatif lebih

kecil kecil karena penangkapan tujuan penangkapan ikan adalah ikan-ikan kecil

seperti ikan petek, lebar jaring anco sangat bervariasi dari 1m dan ada pula yang

sampai 5m. Alat ini bila dioperasikan harus dengan bantuan lampu atau umpan

untuk menarik ikan

Ala t i ni bi la di oprasikan harus dengan bantuan lampu atau umpan untuk

menarik ikan. Anco tetap dioperasikan dengan cara jarring diturunkan kea rah

dasar perairan pantai, muara sungai dan teluk-teluk yang relative dangkal

dengan muka jaring menghadap ke dalam perairan. Setelah ikan terkumpul, lalu

secara perlahan jaring diputar atau dibalik dan diangkat kea rah permukaan

hingga kumpulan ikan berada di dalam jarring. Kemudian hasil tangkapan

diangkat dari jaring.

B. Pembahasan

Sejak dulu hingga sekarang perkembangan eceng gondok

(Eichorniacrassipes) di

Rawapening Kabupaten Semarang takpernahbisadiatasi. Akibatnya perkembang

biakannya yang makin meluas mengganggu aktivitas nelayan di wilayah

KecamatanTuntang, Bawen, Ambarawa, dan Banyubiru Kabupaten Semarang.

Jika dilihat sekilas keberadaan Rawapening ini wajar-wajar saja, namun jika kita

terjun kedalamnya,danau tersebut tampaknya sedang ''sakit''. Akibatnya, warga

yang menggantungkan hidupnya dari Rawapening termasuk ribuan petani dan

Page 7: alat tangkap di rawa pening.pdf

nelayan dari empat kecamatan di wilayahKabupaten Semarang pun menangis

bertahun-tahun untuk memperoleh ikan sekilo per hari sangat sulit

Hal itu disebabkan mulai sesaknya lahanu ntuk mencari ikan. Kesesakan ini

terjadi akibat makin banyaknya jumlah nelayan di sekitar Rawapening yang

mencari ikan atau mendirikan keramba-keramba ikan. Mereka yang mencari ikan di

danau tersebut, memang tak hanya nelayan di sekitarRawapening, akan tetapi juga

nelayan liar. Mereka sama-sama menggantungkan hidupnya pada Rawapening.

Akibatnya, terjadilah persaingan dalam mencari ikan, sehingga rawan konflik pula.

Meski pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang telah menerbitkan aturan

tentang pembagian zona penangkapan ikan melalui Perda Nomor 25 Tahun 2001

tentang Pengelolaan Budi Daya Ikan di Rawapening (sebagai

perbaruanPerdaNomor 16 Tahun 1999), fakta di lapangan ternyata masih

menunjukkan banyaknya nelayan yang melanggar batas zona yang ditentukan. Itu

semua karena desakan kebutuhan untuk mendapatkan ikan, sehingga perda-perda

yang ada hanya menjadi cetak biru saja.

Permasalahan social ekonomi yang muncul di seputar Rawapening terjadi ketika

daya dukung tidak mampu lagi menjadi penyangga tuntutan penduduk, pengusaha,

dan tuntutan pembangunan yang terus meningkat.

Dari catatan Paguyuban Tani Nelayan Sedyo Rukun pada 1999, ada 1.503

tani nelayan yang mencari dan membudidayakan ikan di danau tersebut. Namun

disebutkan pada catatan lain, bahwa pada 2002, perkembagan nelayan dan pekerja

lain melonjak dua kali lipatnya atau menjadi sekitar 3.000 orang. Apabila tiap

anggota keluarga nelayan dan pekerja lain ada tiga orang, maka paling tidak

terdapat 9.000 orang yang menggantungkan hidupnya pada Rawapening.

Mereka berasal dari sepuluh desa, yakni DesaAsinan, Bejalen, Banyubiru,

Kebondowo, Rowoboni, Rowosari, Sraten, Kesongo, Lopait, dan DesaTuntang.

Kesepuluh desaitu tersebar di empat kecamatan yakni Kecamatan Banyubiru,

Bawen, Ambarawa, dan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

Ketua Forum Rembuk Rawapening Wibowo mengatakan, masalah

penangkapan ikan oleh nelayan memang terjadi sejak lama. Sebelum tahun 1991,

sebenarnya masyarakat sekitar Rawapening memiliki rasa kepemilikan yang besar

terhadap Rawapening. Namun, setelah diterbitkan Perda Nomor 16 Tahun 1991

tentang Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Rawapening, ternyatahampir 70 %

Page 8: alat tangkap di rawa pening.pdf

pengguna alat tangkap ikan tidak diperbolehkan (dilarang). Mereka yang tadinya

dilarang, merasa bersalah mengambil sikap mendiamkan saudara-saudaranya yang

mengambil ikan dengan alat tangkap racun dan setrum. Pemakaian alat yang

merusak lingkungan ini terjadi hingga tahun 1999. Akibatnya, penyalahgunaan

kedua alat tangkap itu sempat merajarela beberapa saat

Akibat masyarakat tidak memperdulikan penyalahgunaan alattangkap

setrum danr acun itu, pendapatan ekonomi masyarakat turun drastis. Bila biasanya

pendapatan nelayan dalam mencari ikan rata-rata mencapaiRp 15 ribu/hari, dengan

merajalelanya penggunaan racun dan setrum, turun menjadi Rp 5 ribu/hari. Di lain

pihak, penghasilan mereka dulu yang memakai alat tangkap racun dansetrum

mencapai Rp 50 ribu/hari.

Dari alat tangkap yang dipergunakan di Rawapening, contonya bubu

merupakan alat tradisional tangkap ikan yang sangat aman digunakan serta aman

terhadap lingkungan, dan tidak merusak. Kearifan lokal masyarakat dalam

menangkap ikan tersebut merupakan salah satu cara masyarakat setempat menjaga

kelestarian lingkungan dan habitatnya, sebab dengan menggunakan alat ini

keberadaan ikan dan lingkungan tetap terjaga tidak habis diambil. Dalam kaitannya

dengan pemeliharaan lingkungan terutamamen jaga habitat kehidupan laut, maka

alat tradisional bubu ini sangat baik untuk digunakan. Peralatan ini juga sangat

murah tidak memerlukan modal yang banyak untuk membuat alat ini.

Untuk alat tangkap pancing,alat tangkap ini sangat ramah lingkungan, alat

tangkap ini tidak membahayakan nelayan dan tidak membahayakan ikan-ikan yang

di tangkap. Alat tangkap ini juga selektif, sehingga ikan yang tidak ingin di tangkap

tidak dilukai dan tidak diambil oleh nelayan. Hasil tangkapan juga tidak berlebihan,

sehingga dapat mengatur agar tidak over fishing. Dari aspek social sendiri pancing

atau yang disebut juga long line ini sangat di terima oleh masyarakat.

Untuk alat tangkap jarring angkat dan anco ini sangat mirip, karena anco

sering disebut juga masuk dalam jenis alat tangkap jarring angkat. Kedua alat

tangkap ini dinilai ramah lingkungan jika dilihat dari jenis jaring yang di gunakan.

Jika jaringnya digunakan berukuran kecil, itu sangat rawan terhadap ekosistem

perairan karena bisa dimungkinkan ikan-ikan kecil juga ikut terangkat, sehingga

dapat menyebabkan kerusakan ekosisem. Namun untuk pengunaan di Rawapening

sendri kedua alat tangkap ini wajar-wajar saja, hanya saja untuk anco, alat tangkap

Page 9: alat tangkap di rawa pening.pdf

ini di pasang di Rawapening dan banyak yang memasang. Sehingga perbandingan

luas rawa dengan jumlah penguna tidak seimbang hingga memicu overfishing.

Namun, kedua alat ini sangat membantu masyarakat dalam hitungan jumlah

tangkapan karena alat tangkap ini bias menangkap banak dalam sekali angkat. Oleh

masyarakat alat ini dinilai sangat membantu perekonomian dalam bidang

perikanan.

Dalam beberapa hal yang perlu disoroti disini adalah ekosistem yang ada di

Rawapening, dimana ekosistem kurang terjaga dengan baik. Perlu adanya

kerjasama antara pemerintah dengan warga setempat dalam menjaga ekosistem di

Rawapening. Seperti membersihkan enceng gondok yang ada di permukaan

perairan yang sangat sulit untuk dibasmi, dan juga menjaga perairan dari sampah

dan bahan-bahan kimia yang dapat mencemari perairanan.

Kemudian, dalam menangkap ikan di Rawapening diharapkan masyarakat

tetap menggunakan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. Perstiwa yang terjadi

pada tahun pada sebelum 1999 adalah sebagai pembelajaran bahwa alat tangkap

racun dan setrum akan mengakibatkan hal-hal yang buruk bagi para nelayan

setempat. Sehingga tidak ada over fishing di perairan Rawapening dan para nelayan

tetap dapat menangkap ikan meskipun perebutan sumber daya ikan sangat tinggi di

antara nelayan.

IV KESIMPULAN

1. Rawapening merupakan sumber penhidupan bagi masyarakat yang berada di

sekitarnya. Pernah terjadi penyalahgunaan alat tangkap dengan menggunakan

setrum dan racun yang tidak ramah lingkungan sehingga terjadi kerusakan

ekosistem hingga tahun 1999. Permasalahan yang terjadi hingga saat ini adalah

eceng gondok yang menutupi perairan di Rawapening

2. Alat tangkap yang digunakan di Rawapening adalah bubu, pancing, jarring

bandrong, dan anco.

V SARAN

Perlu adanya kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat dalam menjaga

ekosistem di perairan Rawapening

Page 10: alat tangkap di rawa pening.pdf