Akustika Gereja

10

description

Gereja Yogyajarta

Transcript of Akustika Gereja

Page 1: Akustika Gereja
Page 2: Akustika Gereja

HALAMANJUDUL

DAFTAR ISI

-LATAR BELAKANG

1

2

2

2

2

2

2

2

3

3

I. DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

-RUMUSAN MASALAH

-TUJUAN KAJIAN

-SASARAN KAJIAN

-MANFAAT KAJIAN

-LINGKUP KAJIAN

-METODE KAJIAN

-DATA FISIK PROYEK

-DATA MATERIAL EKSISTING

-TOPOGRAFI DAN IKLIM

-DATA LITERATUR

4

4

5

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN

-STRATEGI MENCAPAI PERFORMA

-STANDARD WAKTU DENGUNG

6

6

Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman 1

DAFTAR

ISI

Page 3: Akustika Gereja

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengembangan arsitektur masa kini berfungsi lebih dari sekedar menyediakan ruang yang memerlukan aspek keindahan, fungsional teknik, maupun ekonomi tetapi juga memperhatikan aspek-aspek f isika bangunan sebagai penunjang kenyamanan bangunan. Salah satu ikon penting dalam aspek fisika bangunan tersebut adalah kualitas akustika dalam bangunan. Dalam perambatannya, gelombang bunyi mengalami berbagai proses untuk sampai hingga ke penerima. Proses tersebut bisa berupa pantulan-pantulan yang dialami oleh bunyi selama perambatannya atau bisa juga berupa serapan dan penembusan sebagian energinya oleh permukaan bangunan seperti dinding. Pengolahan proses perambatan bunyi itulah yang harus diolah sehingga kualitas dan karakteristik dari bunyi yang diterima dapat sesuai dengan yang diinginkan. Pengolahan bagaimana bunyi merambat hingga ke penerima dapat dilakukan dengan perlakuan terhadap ruangan atau bangunan agar kualitas dan kuantitas bunyi saat diterima tidak berkurang. Oleh sebab itu, maka ilmu penataan bunyi atau akustika sangatlah diperlukan dalam mendesain suatu ruangan. Oleh karena itu, gereja menjadi salah satu bangunan penting yang sangat memperhatikan kualitas akustika didalamnya untuk mengurangi kebisingan dalam ruangan dalam kaitan fungsinya sebagai tempat ibadah. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk meneliti dan menguji kualitas akustika di dalam sebuah gereja. Gereja yang menjadi tujuan penulis sebagai objek penelitian adalah Gereja Katolik St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman yang beralamat di Jl. Magelang km 7,8 Mlati, Sleman, DI Yogyakarta.

B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana kondisi performa akustika dalam gereja

St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman ? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penurunan

kualitas performa akustika gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman ?

Rekomendasi apa yang harus ditambah atau diubah untuk memperbaiki kualitas performa akustika gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman ?

C. TUJUAN KAJIAN

Mendeskripsikan kondisi performa akustika dalam gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman.

Mendeskripsikan faktor- faktor apa yang mempengaruhi penurunan kualitas performa akustika gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman.

Mendeskripsikan Rekomendasi apa yang harus ditambah atau diubah untuk memperbaiki kualitas performa akustika gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman.

D. SASARAN KAJIAN

Seluruh jemaat gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati Sleman.

Anggota koor gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati Sleman.

Romo, pastur, suster, dan seluruh pelayan gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati Sleman.

Para akademisi fisika bangunan yang tertarik untuk menganalisis lebih lanjut gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati Sleman.

E. MANFAAT KAJIAN

Pengguna gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati Sleman dapat menikmati kualitas performa akustika yang baik.

Memberi rekomendasi sebagai alternatif untuk meningkatkan kualitas performa akustika dalam gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati Sleman.

Kualitas performa akustika gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati Sleman dapat menjadi inspirasi bagi kelanjutan studi para akademisi fisika bangunan.

F. LINGKUP KAJIAN

1.Lingkup Spasial: Kajian ini akan menganalisa ruang ibadah gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman.

2.Lingkup Temporal: Lingkup pembahasan ini menyangkut perbandingan performa bangunan setelah mengalami rekomendasi.

3.Lingkup Substantial: Kajian ini menyelidiki pada kegunaan ruang sebagai ruang untuk beribadah. Kajian ini melingkupi data-data hasil analisis menggunakan program Ecotect.

Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman 2

Page 4: Akustika Gereja

BAB I

PENDAHULUAN

Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman 3

MULAI

PERSIAPAN

ALATPENGUKURAN

LAPANGAN

PENGUKURAN

VSSIMULASI

SIMULASI

CATTPERSIAPAN

CATT

ANALISA

ECOTECTREKOMENDASI

PERBAIKAN

ANALISA SIMULASI

RT, STI, SPL, D50, C80, LF

RANCANGAN

KONSTRUKSITERPILIH

MEMBUAT

RABKESIMPULAN

&

SARAN

STA

RT

PE

RS

IAP

AN

AN

ALI

SIS

LAN

JUTA

NK

ES

IMP

ULA

N

F. METODE KAJIAN

Pada tahap ini, telah didapatkan rancangan konstruksi terpilih seperti material, dll. Setelah itu dilakukan pembuatan RAB dan dilanjutkan dengan kesimpulan dan saran.

Pada tahap ini, dilakukan analisa lanjutan untuk mendapatkan data-data akustika yaitu: RT, STI, SPL, D50, C80, dan LF.

Pada tahap ini, dilakukan rekomendasi untuk memperbaiki masalah performa akustika.

Pada tahap ini, dilakukan persiapan alat kemudian dilanjutkan pengukuran lapangan.

Pada tahap ini, dilakukan permodelan simulasi proyek menggunakan program Ecotect sebelum dianalisis lebih lanjut.

Pada tahap ini, jika analisa belum optimal, dapat dilakukan analisa ulang menggunakan program Ecotect.

G. DATA FISIK PROYEK

Kegiatan analisa performa akustik sesuai lingkup yang telah ditetapkan secara prinsip akan dilakukan dengan metode simulasi komputer. Software yang digunakan adalah Ecotect.

3

12

4 5

1. Rg duduk umat2. Altar3. Pasturan

KETERANGAN

4. Rg koor5. Parkir motor6. Jl Magelang

DENAH

TAMPAK

Nama proyek :Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman, DIY Alamat :Jalan. Magelang km 7,8 Mlati, Sleman, DI Yogyakarta Tipologi :Public building Fungsi :Sebagai tempat beribadah umat beragama Katolik Luas bangunan :761 m2 Kapasitas :350 orang Kondisi Eksisting :Terletak di pinggir jalan raya Magelang yang ramai dan sangat bising oleh kendaraan

dan aktifitas lalu lintas

PETA KUNCI

POTONGAN

6

POTONGAN A-A

POTONGAN B-B

Page 5: Akustika Gereja

BAB I

PENDAHULUAN

Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman 4

H. DATA MATERIAL EKSISTING

DINDING LANTAI PLAFOND

PINTU KOLOM JENDELA

Dinding gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman menggunakan material Brick Plaster dengan ketebalan 20cm.

Lantai gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman menggunakan material Concrete Floor Tiles dengan dimensi keramik 40cm x 40cm.

Plafond gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman menggunakan material Plaster Insulation Suspended dengan dimensi plafond 122cm x 122cm.

Pintu-pintu gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman menggunakan material Solid Core Pine Timber dengan ketebalan 6cm.

Kolom gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman menggunakan material Framed Plywood Partition dengan ketebalan 40cm x 35 cm pada bagian depan dan 40cm x 25cm pada bagian belakang.

Kaca-kaca jendela pada gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman menggunakan material Singleglazed Tiberframe.

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah daratan dengan topografi berbukit dan bergunung, yang berada pada ketinggian antara 0 - 2.910 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini memiliki perairan umum yang berupa sungai dan telaga. Iklim Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk tropis basah dengan curah hujan yang cukup tinggi setiap tahunnya antara 1.660 - 2.500 milimeter. Suhu udara beragam antara 26,5° Celsius - 28,8° Celsius. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai beberapa kawasan yang rawan terhadap bencana, seperti gempa bumi, letusan gunung api, erosi tanah, banjir, dan kekeringan. Lahan di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan permukiman. Selain itu, wilayah ini memiliki sumber daya pertambangan/penggalian yang potensial untuk dikembangkan, yang dewasa ini belum di-manfaatkan secara optimal.

I. TOPOGRAFI DAN IKLIM

Page 6: Akustika Gereja

J. DATA LITERATUR

Dalam perambatannya, gelombang bunyi mengalami berbagai proses untuk sampai hingga ke penerima. Proses tersebut bisa berupa pantulan-pantulan yang dialami oleh bunyi selama perambatannya atau bisa juga berupa serapan dan penembusan sebagian energinya oleh permukaan bangunan seperti dinding. Pengolahan proses perambatan bunyi itulah yang harus diolah sehingga kualitas dan karakteristik dari bunyi yang diterima dapat sesuai dengan yang diinginkan. Pengolahan bagaimana bunyi merambat hingga ke penerima dapat dilakukan dengan perlakuan terhadap ruangan atau bangunan agar kualitas dan kuantitas bunyi saat diterima tidak berkurang. Oleh sebab itu, maka ilmu penataan bunyi atau akustika sangatlah diperlukan dalam mendesain suatu bangunan karena bangunan akan menjalankan fungsinya dengan baik apabila dirancang melalui segi akustik di mana proses perambatan bunyi dari sumber hingga ke penerima diatur sedemikian rupa tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas bunyi yang dihasilkan oleh sumber.

A. AKUSTIK RUANG

B. RUMUSAN MASALAH

1. Waktu Dengung Dengung adalah bunyi yang terpantul-pantul secara berlebihan dan berkepanjangan. Waktu dengung atau reverberation time adalah waktu yang diperlukan oleh bunyi untuk meluruh sebanyak 60 dB sejak sumber bunyi dimatikan. 2. Definition Definition juga dijadikan kriteria untuk menentukan tingkat kejelasan percakapan dalam suatu ruangan melalui perbandingan energi yang termanfaatkan dengan energi totalnya. D50 merupakan rasio antara energi yang diterima pada 50 ms pertama dengan total energi yang diterima. 3. TTB (Tingkat Tekanan Bunyi) Desain suatu ruangan ditujukan untuk mendapatkan tingkat kejelasan yang sama dari informasi melalui bunyi yang disampaikan agar pendengar dari berbagai penjuru posisi ruangan manapun mendapatkan tingkat tekanan bunyi yang sama, sehingga informasi yang ditangkap oleh pendengarpun tidak berbeda-beda pemahamannya. Adapun syarat untuk mencapai tingkat tekanan bunyi yang merata yaitu dengan menciptakan selisih sebesar 6 dB terhadap tekanan bunyi terjauh dan tekanan bunyi terdekat. 4. EDT (Early Decay Time) EDT adalah perhitungan waktu dengung (RT) yang didasarkan pada pengaruh bunyi awal yaitu bunyi langsung dan pantulan-pantulan awal bunyi dari sumber. EDT dapat juga didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) untuk meluruh sebesar 10 dB. 5. TS (Center Time) TS merupakan waktu tengah antara suara langsung yang datang dari sumber suara dengan suara pantulan hasil interaksi antara suara langsung dengan permukaan penyusun ruangan. Nilai TS yang tinggi menandakan bahwa kejernihan suara tidak baik dan sebaliknya. 6. Clarity Clarity adalah perbandingan logaritmik energi suara pada awal 50 atau 80 ms terhadap energi suara sesudahnya. Clarity dapat didapatkan dengan membandingkan energi suara yang termanfaatkan, yaitu pada 0,05 hingga 0,08 detik pertama setelah suara langsung dengan suara pantul setelahnya dengan menggunakan asumsi bahwa suara yang datang setelahnya merupakan suara yang merusak

1. Bentuk plafon Bentuk akustik datar dengan teknik geometri akan memberikan suara yang jelas kepada para penonton yang duduk di deret paling belakang tanpa cacat dan perbedaan tempo penerimaan. Bentuk akustik datar sifatnya paling sederhana dan jelas.

2. Permukaan dinding Penyelesaian pada bidang dinding bagian belakang sebaiknya diberi bahan absorben atau bersifat menyebarkan bunyi, karena bunyi yang sampai ke permukaannya sudah menempuh jarak yang panjang , hal ini bisa menimbulkan echo

3. Dimensi Ruang Ruang dalam bervolume besar, akustika cenderung lebih tidak sempurna bila dibandingkan dengan yang bervolume kecil, utamanya untuk ruang yang sangat lebar, karena dapat menimbulkan problema akustik yaitu echo pada daerah tempat duduk utama

D. PENGONDISIAN AKUSTIK RUANG

E. PENGERTIAN KEBISINGAN

Menurut McGraw-Hill Dictionary of Scientific and Technical Terms , noise adalah sound which is unwanted (bunyi yang tidak dikehendaki). Kata ini disepadankan dengan kata Indonesia kebisingan atau derau. Sebenarnya ini tidak sepenuhnya tepat karena kedua kata tersebut menjelaskan keadaan bunyi yang keras atau gemuruh. Sesungguhnya, gangguan yang ditimbulkan nois tidak harus berupa bunyi yang keras. Bagi mereka yang sedang sakit gigi dan sangat membutuhkan istirahat, bahkan bunyi tetesan air pun dapat menjadi gangguan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian nois/kebisingan bersifat subjektif, sehingga batasan nois/kebisingan bagi orang yang satu bisa saja berbeda dengan batasan nois/kebisingan bagi orang yang lain.

B. PARAMETER AKUSTIK RUANG

F. KARAKTERISTIK KEBISINGAN

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, tiap individu memiliki subjektifitas terhadap kebisingan. Toleransi manusia terhadap kebisingan tergantung pada faktor akustikal dan non-akustikal (Sanders dan McCornick dalam Christina, 2005). Faktor akustikal meliputi: tingkat kekerasan bunyi, frekuensi bunyi, durasi munculnya bunyi, fluktuasi kekerasan bunyi, fliktuasi frekuensi bunyi, dan waktu munculnya bunyi. Sedangkan faktor non-akustikal meliputi: pengalaman terhadap kebisingan, kegiatan, perkiraan terhadap kemungkinan munculnya kebisingan, manfaat objek yang menghasilkan kebisingan, kepribadian, lingkungan dan keadaan. Semua faktor tersebut harus diperhitungkan setiap kali mengukur tingkat kebisingan pada suatu tempat, sehingga data yang dihasilkan menjadi sahih dan solusi yang diterapkan lebih tepat. Kebisingan dapat dikategorikan menjadi dua,yaitu: kebisingan tunggal dan kebisingan majemuk. Kebisingan tunggal dihasilkan oleh sumber bunyi berbentuk titik dan kebisingan majemuk dihasilkan oleh sumber berbentuk garis. Tingkat gangguan kebisingan dapat diukur menggunakan skala berdasarkan apa yang dirasakan manusia.

Kapel Duwet dan Pendirian Gereja Mlati Pada masa itu di kota Yogyakarta baru ada 2 gereja yakni gereja St. Antonius Kotabaru dan St. Fransiskus Xaverius Kidul Loji. Karena ada perkembangan umat, Romo Strater SJ mendirikan tempat ibadah di Duwet yang dapat menampung umat dari Duwet, Kebonagung, Jaten, Beran, Ngepos, dan Denggung. Pada tanggal 8 Desember 1931 pada Pesta Bunda Maria Tak Bernoda kapel diberkati dalam sebuah ekaristi, penerima komuni sejumlah 116 orang dari 362 yang hadir. Karena jumlah umat terus berkembang, dan Duwet letaknya terpencil maka Romo Strater SJ, mendirikan gereja di Mlati. Mlati dipandang lebih strategis, disamping karena terletak di pinggir jalan besar dan jalan kereta api jurusan Yogyakarta – Magelang, juga dekat dengan tempat pemerintahan seorang Asisten Wedono.

Pertumbuhan umat Paroki Mlati Sebelum berdiri Gereja Mlati, sudah ada orang katolik sebanyak 40,3 % dari 1.443 babtisan di Paroki Medar. Pada awalnya stasi Mlati berada dalam penggembalaan pastor paroki Kotabaru. Perayaan Ekaristi diadakan 2 kali sebulan yakni pada hari minggu kedua dan keempat. Sedangkan Perayaan Ekaristi pada minggu pertama dan ketiga diadakan di gereja Medari. Tahun 1938 didirikan perkumpulan “Katholika Wandawa” yang mengurus kebutuhan gereja. Tahun ini juga Perayaan Ekaristi di gereja Mlati tidak hanya diadakan pada hari minggu kedua dan keempat tetapi juga diadakan pada hari Jumat Pertama setiap bulannya.

Masa Penjajahan Jepang Romo Strater SJ giat menyemangati umat siang malam di daerah Medari, Kalasan, Mlati, Kokap, Bantul dan Wates. Karena itulah beliau ditangkap oleh tentara Jepang di Gedung Broederan Kidul Loji dan ditahan di Ngupasan tanggal 14 Agustus 1942. Sejak Romo Strater ditangkap maka penggembalaan umat di Mlati dilakukan oleh beberapa romo silih berganti. Mulai Agustus 1942 pelayanan umat oleh Romo G. Vriens SJ, diganti Romo E. Koersen dan akhirnya Romo Bastianse. Ketiganya akhirnya ditahan di Kotabaru dalam bulan September 1943.

Menjadi Paroki Baru Mlati menjadi stasi mandiri pada tahun 1955. Pada tahun 1960 Mlati menjadi paroki dan memiliki pastor paroki sendiri pertama kali pada tahun 1960 yakni sejak Romo A. Wignyamartaya, Pr ditetapkan sebagai Pastor Kepala Paroki dan baru menetap di Pastoran Mlati tahun 1961.

C. SEJARAH GEREJA MELATI

BAB I

PENDAHULUAN

Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman 5

Page 7: Akustika Gereja

BAB I

PENDAHULUAN

Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman 6

G. TEKNIK PENGENDALIAN KEBISINGAN

Pengendalian suatu kebisingan merupakan tindakan penurunan/pengurangan kebisingan di sumber-sumber kebisingan, mengontrol jalannya kebisingan dan perlindungan terhadap pendengar, jika tingkat kebisingan sudah melewati batas yang diizinkan. Penurunan kebisingan dengan metoda aplikasi akustik pada permesinan sejak tahap desain merupakan hal yang paling efektif mengingat besarnya biaya yang harus dikeluarkan dan persoalan pengendalian kebisingan bersifat multi dimensi atau lintas ilmu. Untuk mendapatkan suatu rancangan material akustik, komponen mesin maupun ruangan yang bersifat low noise design, ada hal-hal tertentu yang harus dilakukan, salah satunya adalah identifikasi. Source atau Noise Generation Mechanism (NGM) harus diketahui, bersifat apakah NGM-nya, apakah air borne, solid borne, ataupun fluid borne. Identifikasi ini mencakup sumber, propagasi dan radiasi dan berdasarkan data-data kualitatif, eksperimen dan pengalaman.Dalam mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan suatu sistem haruslah diketahui komponen-komponen mana saja yang bersifat aktif maupun pasif. Dalam arti mana saja yang memiliki NGM dan yang tidak memiliki NGM. Indentifikasi propagasi atau jalannya rambatan bunyi mencakup komponen mana saja yang berpotensial meneruskan dan yang merefleksikan kembali dalam satu material. Dengan demikian, dapat diketahui karakteristik atau perilaku rambatan. Identifikasi radiasi sangat tergantung dari bentuk geometri dari stuktur mesin atau komponen. Bagian/area mana saja yang berpotensial dan bersfat dominan. Radiasi juga dipengaruhi oleh situasi sekitar objek yang menjadi permasalahan, seperti tipe medan bunyi, ruang terbuka atau tertutup dan emisi dari mesin-mesin yang berdekatan.

H. MATERIAL AKUSTIK

Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah untuk menyerap suara/bising. Tiap-tiap material akustik memiliki nilai kemampuan penyerapan bunyi yang berbeda-beda .

I. PENYERAPAN DAN PEMANTULAN AKUSTIK

Misalkan dua media akustik dengan sifat impedansi ρ1c1 dan ρ2c2, dimana datang gelombang dari arah kiri merambat tegak terhadap antar muka. Jika ρ1c1 lebih kecil dari ρ2c2, kemudian energi dari gelombang datang tak dapat ditransmisikan melewati dataran antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang pantul. Pemantulan bunyi adalah fenomena dimana gelombang bunyi dibalikkan dari suatu permukaan yang memisahkan dua media. Pemantulan bunyi ini juga mengikuti kaidah pemantulan, dimana sudut datangnya bunyi selalu sama dengan sudut pantulan bunyi Penyerapan gelombang bunyi sangat bervariasi dari setiap material, kemampuan serap material sangat tergantung pada struktur dan massa jenis material tersebut.

Salah satu parameter yang dipertimbangkan didalam menganali performa akustik ruang adalah waktu dengung 60 db (RT60). Berdasar hasil simulasi dengan program Ecotect nilai optimum nilai RT60 adalah berpidato butuh 1.03 detik dan bermain musik 1.71 detik dan diharapkan untuk memenuhi keduanya ditentukan berkisar 1.37 detik.

K. STRATEGI MENCAPAI PERFORMA

Untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam membangun ruang akustik yang baik untuk berpidato, beberapa strategi pencapaian yang akan dilakukan meliputi: Ruang harus terlindungi dari kebocoran suara luar Pemilihan material pelingkup yang sesuai Penempatan bidang bidang pantul serta serap pada pelingkup

bangunan

L. STANDARD WAKTU DENGUNG

M. ANALISA MATEMATIS WAKTU DENGUNG

J. DIFUSI BUNYI

Bunyi dapat menyebar menyebar ke atas, ke bawah maupun ke sekeliling ruangan. Suara juga dapat berjalan menembus saluran, pipa atau koridor.ke semua arah di dalam ruang tertutup. Seperti yang tersebut dalam Acoustic.com: Sound can flank over, under, or around a wall. Sound can also travel through common ductwork, plumbing or corridors. Suara difusi juga merupakan fungsi geometri ruang. Ruang berbentuk kotak dengan dinding rata berparallel sangat sukar untuk menciptakan suara difusi. Mengatur kemiringan sisi dinding dapat meningkatkan perataan penyebaran suara. Bidang melengkung dapat menyebabkan efek pemusatan dan penyebaran.

N. PERBAIKAN SUARA BUATAN

Microfon

Speaker

Page 8: Akustika Gereja

BAB I

PENDAHULUAN

Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman 6

STATISTICAL REVERBERTATION TIME EXISTING SOUND RAYS

STATISTICAL ACOUSTICS - ruang akustikModel: D:\JON\KULIAH\akustika\akus UAS\akustika final\rekomendasi.eco

Volume: 5557.300 m3Surface Area: 7338.295 m2Occupancy: 280 (350 x 80%)Optimum RT (500Hz - Speech): 1.03 sOptimum RT (500Hz - Music): 1.71 s

Volume per Seat: 15.878 m3Minimum (Speech): 4.943 m3Minimum (Music): 8.869 m3

Most Suitable: Millington-Sette (Widely varying)Selected: Sabine (Uniformly distributed)

TOTAL SABINE NOR-ER MIL-SE FREQ. ABSPT. RT(60) RT(60) RT(60) ------- --------- ------- ------- ------- 63Hz: 5190.239 0.17 0.71 1.82 125Hz: 5125.773 0.17 0.84 2.20 250Hz: 4980.238 0.18 1.04 3.16 500Hz: 5019.180 0.17 0.99 2.25 1kHz: 5097.531 0.17 0.78 1.02 2kHz: 5162.441 0.17 0.69 4.24 4kHz: 5201.636 0.17 0.66 3.69 8kHz: 5203.176 0.17 0.66 3.70 16kHz: 5256.556 0.17 0.62 2.95

ESTIMATED DECAY

ESTIMATED REVERBERATIONModel: D:\JON\KULIAH\akustika\akus UAS\akustika final\rekomendasi.ecoNumber of Points: 119982 (78 Reflections)

Mean Free Path Length: 8.453 mEffective Surface Area: 2928.426 m2Effective Volume: 6188.835 m3

Most Suitable: Norris-Eyring (Highly absorbant)

TOTAL SABINE NOR-ER MIL-SE FREQ. ABSPT. RT(60) RT(60) RT(60) ------- -------- ------- ------- ------- 63Hz: 498.779 2.00 1.82 1.72 125Hz: 394.269 2.53 2.35 2.22 250Hz: 230.271 4.33 4.15 4.03 500Hz: 283.666 3.51 3.34 2.51 1kHz: 380.126 2.62 2.45 0.97 2kHz: 429.722 2.32 2.14 7.72 4kHz: 457.924 2.18 2.00 5.92 8kHz: 460.582 2.16 1.99 5.71 16kHz: 508.592 1.96 1.78 4.27

ESTIMATED REVERBERATIONModel: D:\JON\KULIAH\akustika\akus UAS\akustika final\rekomendasi.ecoNumber of Points: 119982 (78 Reflections)

Mean Free Path Length: 8.453 mEffective Surface Area: 2928.426 m2Effective Volume: 6188.835 m3

Most Suitable: Norris-Eyring (Highly absorbant)

TOTAL SABINE NOR-ER MIL-SE FREQ. ABSPT. RT(60) RT(60) RT(60) ------- -------- ------- ------- ------- 63Hz: 498.779 2.00 1.82 1.72 125Hz: 394.269 2.53 2.35 2.22 250Hz: 230.271 4.33 4.15 4.03 500Hz: 283.666 3.51 3.34 2.51 1kHz: 380.126 2.62 2.45 0.97 2kHz: 429.722 2.32 2.14 7.72 4kHz: 457.924 2.18 2.00 5.92 8kHz: 460.582 2.16 1.99 5.71 16kHz: 508.592 1.96 1.78 4.27

Page 9: Akustika Gereja

Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman 4

ANALISIS RT, ESTIMATED RT DAN RAY & PARTICLE

GRAFIK ANALISIS REVERBERATION TIME TABEL ESTIMATED REVERBERATION

SETTING ANALISA RT

3

STATISTICAL ACOUSTICS - ruang akustikModel: D:\JON\KULIAH\akustika\akus UAS\akustika final\rekomendasi.eco

Volume: 5557.300 m3Surface Area: 7338.295 m2Occupancy: 280 (350 x 80%)Optimum RT (500Hz - Speech): 1.03 sOptimum RT (500Hz - Music): 1.71 s

Volume per Seat: 15.878 m3Minimum (Speech): 4.943 m3Minimum (Music): 8.869 m3

Most Suitable: Millington-Sette (Widely varying)Selected: Sabine (Uniformly distributed)

TOTAL SABIN NOR-ER MIL-SE FREQ. ABSPT. RT(60) RT(60) RT(60) ------- --------- ------- ------- ------- 63Hz: 5190.239 0.17 0.71 1.82 125Hz: 5125.773 0.17 0.84 2.20 250Hz: 4980.238 0.18 1.04 3.16 500Hz: 5019.180 0.17 0.99 2.25 1kHz: 5097.531 0.17 0.78 1.02 2kHz: 5162.441 0.17 0.69 4.24 4kHz: 5201.636 0.17 0.66 3.69 8kHz: 5203.176 0.17 0.66 3.70 16kHz: 5256.556 0.17 0.62 2.95

DATA ANALISIS REVERBERATION TIME

STANDART WAKTU DENGUNG DARI DATA

GRAFIK ESTIMATED REVERBERATION

ESTIMATED REVERBERATION

TOTAL SABINENOR-E MIL-SE FREQ. ABSPT. RT(60)RT(60) RT(60) ------- -------- ------- ------- ------- 63Hz: 498.779 2.00 1.82 1.72 125Hz: 394.269 2.53 2.35 2.22 250Hz: 230.271 4.33 4.15 4.03 500Hz: 283.666 3.51 3.34 2.51 1kHz: 380.126 2.62 2.45 0.97 2kHz: 429.722 2.32 2.14 7.72 4kHz: 457.924 2.18 2.00 5.92 8kHz: 460.582 2.16 1.99 5.71 16kHz: 508.592 1.96 1.78 4.27

GRAFIK EXISTING SOUND RAYS

GRAFIK ESTIMATED REVERBERATION

ESTIMATED REVERBERATIONModel: D:\JON\KULIAH\akustika\akus UAS\akustika final\rekomendasi.ecoNumber of Points: 119982 (78 Reflections)

Mean Free Path Length: 8.453 mEffective Surface Area: 2928.426 m2Effective Volume: 6188.835 m3

Most Suitable: Norris-Eyring (Highly absorbant) TOTAL SABINE NOR-ER MIL-SE FREQ. ABSPT. RT(60)RT(60)RT(60) ------- -------- ------- ------- ------- 63Hz: 498.779 2.00 1.82 1.72 125Hz: 394.269 2.53 2.35 2.22 250Hz: 230.271 4.33 4.15 4.03 500Hz: 283.666 3.51 3.34 2.51 1kHz: 380.126 2.62 2.45 0.97 2kHz: 429.722 2.32 2.14 7.72 4kHz: 457.924 2.18 2.00 5.92 8kHz: 460.582 2.16 1.99 5.71 16kHz: 508.592 1.96 1.78 4.27

ESTIMATED REVERBERATIONModel: D:\JON\KULIAH\akustika\akus UAS\akustika final\rekomendasi.ecoNumber of Points: 119982 (78 Reflections)

Mean Free Path Length: 8.453 mEffective Surface Area: 2928.426 m2Effective Volume: 6188.835 m3Most Suitable: Norris-Eyring (Highly absorbant)

Page 10: Akustika Gereja

Gereja St. Aloysius Gonzaga, Mlati, Sleman 4

H. SIMULASI EKSISTING SPEAKER KOOR

GRAFIK ANALISIS REVERBERATION TIME TABEL ESTIMATED REVERBERATIONTABEL ESTIMATED REVERBERATION