Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

12
Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama Oleh: Agus Saputera Keanekaragaman agama dan budaya di Indonesia adalah dintara modal dasar dalam mendukung pembangunan, namun sekaligus dapat menjadi penghambat. Apabila perbedaan tersebut dikelola dengan baik, maka terciptalah kerukunan hidup dalam masyarakat yang akan mendukung pembangunan nasional. Namun sebaliknya, apabila salah mengelolanya justru akan menghambat kelancaran pembangunan nasional. Kerukunan umat beragama adalah merupakan bagian dari kerukunan nasional. Ia menjadi inti dari kedamaian, ketentraman, dan keharmonisan dalam masyarakat. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kerukunan atau keharmonisan hidup beragama tersebut adalah proses dan suasana kehidupan beragama dari umat dan pemeluk agama yang plural secara serasi dalam kehidupan bangsa, dimana agama- agama yang berbeda dapat dapat diamalkan oleh pemeluknya tanpa berbenturan satu dengan lain. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah merupakan upaya bersama antara umat beragama dan pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama. Untuk itu ada tiga pilar utama yang harus menjadi perhatian agar kerukunan tersebut dapat terwujud dalam masyarakat yang multikultural dan plural seperti Indonesia. Pertama, adanya para pengambil kebijakan publik yang adil dan mampu mengantisipasi dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh kebijakan publik tersebut terhadap kerukunan 1 beragama. Kedua, adanya para pemimpin agama yang berwawasan kebangsaan yang luas dan lebih mengedepankan agama sebagai nilai daripada agama institusional. Ketiga, adanya masyarakat yang

Transcript of Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

Page 1: Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

Oleh: Agus Saputera

Keanekaragaman agama dan budaya di Indonesia adalah dintara modal dasar dalam mendukung pembangunan, namun sekaligus dapat menjadi penghambat. Apabila perbedaan tersebut dikelola dengan baik, maka terciptalah kerukunan hidup dalam masyarakat yang akan mendukung pembangunan nasional. Namun sebaliknya, apabila salah mengelolanya justru akan menghambat kelancaran pembangunan nasional. Kerukunan umat beragama adalah merupakan bagian dari kerukunan nasional. Ia menjadi inti dari kedamaian, ketentraman, dan keharmonisan dalam masyarakat. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kerukunan atau keharmonisan hidup beragama tersebut adalah proses dan suasana kehidupan beragama dari umat dan pemeluk agama yang plural secara serasi dalam kehidupan bangsa, dimana agama-agama yang berbeda dapat dapat diamalkan oleh pemeluknya tanpa berbenturan satu dengan lain. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah merupakan upaya bersama antara umat beragama dan pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama. Untuk itu ada tiga pilar utama yang harus menjadi perhatian agar kerukunan tersebut dapat terwujud dalam masyarakat yang multikultural dan plural seperti Indonesia. Pertama, adanya para pengambil kebijakan publik yang adil dan mampu mengantisipasi dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh kebijakan publik tersebut terhadap kerukunan1

beragama. Kedua, adanya para pemimpin agama yang berwawasan kebangsaan yang luas dan lebih mengedepankan agama sebagai nilai daripada agama institusional. Ketiga, adanya masyarakat yang berpendidikan dan bersikap rasional dalam menyikapi keragaman keagamaan dan perubahan sosial Karena itu untuk mewujudkan kerukunan tersebut negara membuat undang-undang dan peraturan tentang pemeliharaan kerukunan umat beragama. Salah satunya yang sangat signifikan adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama (FKUB), dan pendirian rumah ibadat. Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 29 dinyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agama dan menjalankan ibadat sesuai dengan kepercayaannya. Jadi penduduk Indonesia adalah masyarakat religius yang pasti menganut salah satu diantara agama-agama resmi yang ada di Indonesia (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan yang terbaru Konghucu) atau beberapa aliran kepercayaan yang diakui keberadaannya di negara kita. Sedangkan asas kemerdekaan beragama mengandung makna bahwa kemerdekaan memeluk agama dan beribadah menurut agamanya harus dikembangkan atas kesadaran adanya perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga dapat menerima kenyataan berbeda dengan sikap syukur sebagai realitas obyektif, bukan hanya memahami dan

Page 2: Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

mengerti tetapi juga sebagai potensi dinamik yang memberikan berbagai kemungkinan dan harapan akan masa depan yang lebih baik dan bermakna. Prinsip pengamalan agama seperti yang terdapat dalam pasal 29 UUD 1945 tersebut harus benar-benar dipahami oleh seluruh pemeluk agama di Indonesia. Apabila kurang2

dipahami dan dihayati oleh masing-masing umat beragama dalam beribadah dan menjalankan agama mereka, maka pada saat itulah akan terjadi pergeseran, perselisihan, dan konflik baik intern maupun antar umat beragama. Di sinilah peran para tokoh-tokoh agama, alim-ulama, pendakwah dan penyiar agama untuk memberikan pemahaman kepada umatnya masingmasing dalam membina dan melestariakan kerukunan umat beragama. Penghambat kerukunan Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu konflik atau menghambat kerukunan umat beragama antara lain: (1). Pendirian rumah ibadah. Yaitu apabila dalam mendirikannya tidak memperhatikan situasi dan kondisi umat beragama baik secara sosial maupun budaya masyarakat setempat. (2). Penyiaran agama. Apabila dalam penyiarannya bersifat agitasi dan memaksakan kehendak bahwa agamanya sendirilah yang paling benar dan tidak mau memahami kebenaran agama lain. Apalagi kalau penyiaran agama itu ditujukan kepada orang yang sudah beragama. (3). Bantuan luar negeri. Walaupun kelihatannya tidak langsung mempengaruhi, namun bantuan tersebut dapat juga memicu konflik baik intern maupun antar agama, karena pemberi bantuan biasanya menitipkan misi tertentu yang harus dilaksanakan. (4). Perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama akan mengakibatkan hubungan yang tidak harmonis, apalagi jika menyangkut hukum perkawinan, warisan, harta benda, dan akidah. (5). Perayaan hari besar keagamaan. Apabila perayaan tersebut dilaksanakan tanpa mempertimbangkan situasi, kondisi, dan lokasi masyarakat sekitar, ia juga bisa mamancing ketegangan dengan penganut agama lain. (6). Penodaan agama. Yaitu suatu perbuatan bersifat melecehkan atau menodai doktrin suatu agama tertentu. Tindakan ini sangat sering terjadi baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok tanpa disadari apalagi dengan sengaja. (7). Kegiatan aliran sempalan. Adalah suatu kegiatan yang menyimpang dari doktrin

agama yang sudah diyakini kebenarannya ataupun kegiatan tersebut merupakan suatu aliran baru. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab konflik, maka masing-masing penganut agama akan berupaya sekuat tenaga menghindarinya sehingga mencegah sedini mungkin terjadinya konflik tersebut. Tindakan ini disebut dengan pencegahan konflik. Namun apabila terlanjur terjadi konflik, harus diakhiri perilaku kekerasan dan anarkis di dalamnya melalui persetujuan perdamain. Ini disebut penyelesaian konflik. Ada juga yang dinamakan dengan pengelolaan konflik, yaitu membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perilaku perubahan yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat. Kemudian ada lagi resolusi konflik, yaitu menangani sebab-sebab konflik diantara kelompok-kelompok yang bertikai dan berusaha membangun hubungan baru dan bertahan lama. Lalu yang terakhir adalah transformasi konflik, yaitu mengatasi sumber-sumber konflik yang lebih luas dan berusaha merubahnya ke arah positif. Demikian juga dengan mengetahui akar konflik kita tidak mudah terjebak pada rumusan bahwa pertikaian yang terjadi saat ini dikatakan sebagai konflik agama semata-mata. Tanpa mengurangi objektivitas bahwa agama memang mudah dijadikan sumber konflik, karena ikatan emosional yang menyangkut identitas keagamaannya tersebut sesungguhnya yang terjadi di Indonesia tidaklah murni konflik agama, tetapi konflik laten, yakni manifestasi dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintaham masa lalu yang menindas masyarakat dalam bidang politik, ekonomi

Page 3: Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

dan budaya yang dijadikan alat pemicu, rekayasa politik dalam level lokal maupun nasional. (Susetyo, 2005). Agenda membina kerukunan Patut disadari bahwa kondisi masyarakat yang majemuk kapan saja dapat memicu terjadinya konflik. Untuk itu perlu senantiasa membangun, mempertahankan, memperkuat4

dan melestariakan kerukunan umat beragama dengan berupaya melakukan beberapa program atau agenda penting. Diantaranya adalah rekonsialisasi (ishlah) nasional dan pemberdayaan forum kerukunan umat beragama. Seperti diketahui bahwa kerapnya terjadi konflik yang bernuansa SARA di beberapa wilayah Indonesia beberapa tahun lalu sedikit banyak telah mempengaruhi situasi psikologis dan sosiologis keagamaan masyarakat, sehingga dikhawatirkan antara kelompok agama akan diliputi perasaan tidak aman dan tidak nyaman. Dengan demikian makin jelas dan mendesak, pentingnya untuk merajut kembali persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah basyariyyah) dan persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathoniyyah) guna merekatkan kembali persatuan dan kesatuan bangsa. Gagasan untuk melakukan rekonsiliasi, rujuk, atau ishlah nasional adalah suatu tindakan tepat dan bijaksana yang sangat diharapkan oleh masyarakat. Yang juga tak kalah pentingnya adalah terwujudnya suatu forum kerukunan umat beragama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Forum tersebut atau yang lebih dikenal dengan nama FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) dibentuk oleh unsur-unsur pemuka agama dan tokoh masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Tugasnya adalah melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota, mensosialisasikan peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat, dan memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat. Sedemikian penting dan strategisnya peran FKUB tersebut dalam membantu menciptakan kerukunan umat beragama di Indonesia, namun ironisnya selama ini masyarakat kurang menyadari kehadirannya. Bahkan ada diantara kepala daerah/wakil kepala daerah di5

kabupaten/kota yang tidak mengetahui bahwa dirinya adalah salah satu unsur yang duduk sebagai dewan penasihat FKUB. Sebuah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sesegera mungkin oleh FKUB kabupaten/kota untuk mensosialisasikan keberadaannya agar kerukunan umat beragama senantiasa langgeng di bumi Indonesia. Apabila masyarakat rukun dan

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA BERDAMPAK LUAS KEPADA KETAHANAN NASIONAL 

Kerukunan hidup beragama adalah keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan dan kehidupan bermasyarakat yang saling menguatkan dan diikat oleh sikap pengendali diri dalam wujud: 1) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya; 2) Saling hormat menghormati dan bekerja sama intem pemeluk agama, antara berbagai golongan agama dan antara umatumat beragama dengan pemerintah yang sama-sama beitanggung jawab membangun bangsa dan negara; 3) Saling tenggang rasa dengan tidak memaksakan agama kepada orang lain.

Dalam rangka inilah Pemerintah melalui Departeman agama bertugas membina, membimbing rakyat untuk beragama guna menjalankan agamanya, sesuai dengan salah satu tugas pokok Dapertemen Agama, yaitu memelihara dan melaksanakan falsafah negara pancasila dengan jalan membina, memelihara dan melayani rakyat agar menjadi bangsa Indonesia yang beragama.

 

Page 4: Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

Peranan agama secara pribadi adalah penting, yaitu keyakinan dan ketentuan beragama tiap-tiap individu untuk tidak menjalankan hal-hal yang terlarang oleh agama. Karenanya sasaran penataan agama-agama dengan sendirinya tidak lain ditujukan kepada pemeluk agamanya masing-masing, supaya lebih mendalami penghayatan dan pengamalan ajaran-ajaran agamanya.     Dengan demikian kerukunan akan mudah terbina jika setiap umat beragama taat ajaran agamanya masing-masing. Setiap agama mengajarkan kerukunan dan kebaikan, maka kalau orang sungguh-sungguh mentaati ajaran agama diharapkan kerukunan akan terbina.

Dalam kehidupan manusia yang demikian majemuk peran serta agama sangat berpengaruh untuk memberikan pengertian bagi setiap umat bagaimana hidup bertetangga dengan rukun dan penuh persahabatan dan tidak ada saling mencurigai serta mampu memahami bahwa agama yang dipeluk oleh orang lain juga mengajarkan hidup berdampingan dengan baik bahkan mampu saling menerima, serta mencairkan kehidupan yang bersifat elitisme yang berarti hanya kelompok tertentu yang diakui atau disegani.

Dialog serta diskusi pengembangan wawasan multikultural para pemuka agama pusat dan daerah yang berlangsung selama 2 - 3 tahun ini benar-benar memberikan perubahan bagi para pemuka agama baik di pusat dan di daerah, hanya saja karena komunitas kehadiran yang terbatas kami ragu hal-hal yang dicapai atau didiskusikan dalam kunjungan ini tidak sampai kepada yang paling bawah atau umat binaan.  Pluralitas bangsa Indonesia tercermin dengan berbagai perbedaan, baik vertikal maupun horizontal namun perbedaan itu disatu sisi dapat menjadi penghalang dalam menciptakan integrasi masyarakat, tetapi di sisi lain dapat juga menjadi aset dan kekayaan bangsa yang dapat mempermudah tercapainya kemajuan untuk seluruh warga.  Apakah perbedaan itu menjadi asset atau beban, terletak bagaimana cara kita mengelola perbedaan perbedaan itu.

Kehidupan sosial yang tidak mengelompok dalam suatu komunitas dan adanya interaksi di antara sesama warga komunitas dapat di lihat sebagai potensi untuk terciptanya kerukunan antargolongan masyarakat, termasuk antaragama. Oleh karena itu, perlu diciptakan arena-arena interaksi yang dapat menjebatani perbedaan-perbedaan sosial yang dapat digalang untuk menciptakan solidaritas sosial. Ada sejumlah struktur kegiatan dalam kehidupan sosial yang dapat dijadikan akomodatif dan terbuka bagi semua golongan sehingga dapat ineredam isu dan konflik yang dapat muncul, terutama konflik yang bersifat antaar golongan atau antar kelompok.

Dalam kehidupan ekonomi tidak terlihat adanya identitas agama yang diaktifkan untuk memenangkan persaingan dalam kehidupan ekonomi. Dalam kehiduan ekonomi hubungan-hubungan itu berlangsung atas dasar keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing pihak yang terlibat.

Di bidang politik potensi rukun juga dapat terwujud apabila kebijakan-kebijakan yang diambil tidak didasarkan alas pertimbangan-pertimbangan subjektif karena persamaan agama dan etnik.  Penempatan pejabat dalam pemerintah yang tidak didasarkan alas kesamaan etnik oleh pejabat yang menyangkutnya telah dapat meredam konflik antar golongan etnik. Kegiatan kerja bakti di lingkungan ketetanggaan juga berpotensi menciptakan kerukunan. Kegiatan kerja bakti atau gotong royong dapat dilihat sebagai kegiatan kerjasama sosial kemasyarakatan yang didasarkan kebutuhan bersama yang sama diperlukan oleh kelompok komunitas yang bersangkutan. Kegiatan kerja sama untuk kepentingan bersama ini dapat menjembatani keterpisahan yang disebabkan perbedaaan keyakinan keagamaan yang dianut. Kerja sama dan arena interaksi lainnya dalam komunitas ketetanggaan dalam berbagai kelompok masyarakat dapat dikembangkan untuk menciptakan suasana kerukunan hidup antar umat beragama karena didasarkan atas keterikatan kepada tempat tinggal yang merasa dimiliki bersama.

Kegiatan sosial yang dilandasi oleh semangat kemanusiaan merupakan potensi untuk tercipta kerukunan. Bantuan yang diberikan atas dasar kemanusiaan, tanpa menonjolkan kelompok keagamaaan yang mendukungnya, dapat menghilangkan prasangka dan stereotip terhadap kelompok keagamaan yang bersangkutan.  Hal ini disebabkan adanya kerja sama dengan pemerintah setempat dalam mendistribusikan bantuan itu sehingga terasa lebih netral dan tidak ada maksud terselubung di balik pemberian bantuan itu.

Adanya masalah yang dirasakan sebagai masalah bersama yang harus diatasi telah mendorong pula munculnya forum antar golongan yang bisa menjebatani perbedaan dan membatasi hubungan di antara mereka yang dapat menghambat interaksi dan kerja sama.

Potensi Kerukunan Hidup Umat Beragama. [2]   Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya dan agama dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat menjunjung tinggi demokrasi. Salah satu wujud dari terselenggaranya demokrasi itu di antaranya memberikan kebebasan kepada warga negara untuk memilih/memeluk agama yang menjadi keyakinan setiap warga negara dan

Page 5: Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

senantiasa dalam koridor saling menghormati satu dengan lainnya. Dalam kurun waktu dua tahun belakangan ini, Indonesia tengah di koyak oleh kondisi politik yang tentunya berdampak pada ekonomi kerakyatan dan segala uborampenya ikut-ikutan porak-poranda.

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi, meliputi : kesenjangan ekonomi antar umat beragama dan perlakuan yang berbeda terhadap tenaga kerja yang beragama lain, adanya pengakomodiran agama sebagai alat untuk mempertahankan suatu kekuasaan (agama dipolitisasikan), merebaknya budaya yang bertentangan dengan nilal-nilai moral, adanya ketidaksamaan terhadap aset-aset yang dimiliki oleh tempat-tempat beribadah.

Mengenai situasi dan kondisi kehidupan umat beragama yang diharapkan, yaitu adanya kesamaan berusaha/berkarir di sektor ekonomi, mengadakan peningkatan kegiatan bersama untuk kepentingan kebaikan bersama, menciptakan/menjadikan agama sebagai suatu yang netral dan bukan merupakan salah satu alat untuk mensukseskan sebuah politik, terciptanya budaya yang didasari dengan kemuliaan ajaran-ajaran agama, menciptakan sistem keamanan yang baik dalam rangka menghindarkan penjarahan terhadap aset-aset yang dimiliki oleh tempat-tempat ibadah.

Sedangkan usaha-usaha yang ditempuh untuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama meliputi peningkatan sumber berdaya umat beragama lewat pendidikan dan pelatihan di bidang ekonomi, mengadakan peningkatan silaturahmi dengan mengedepankan keluhuran dan kebersamaan antar agama, menciptakan stabilitas politik yang dinamis serta mensosialisasikan pengetahuan tentang politik kepada masyarakat luas, mengadakan peningkatan pengajaran tentang nilai-nilai agama untuk menanggulangi budaya yang merusak moral umat beragama, mengadakan konsolidasi dengan pemuka-pemuka agama di suatu wilayah untuk menata/mengatur strategi pengamanan tempat-tempat ibadah, mengadakan peningkatan kewaspadaan, terpadu antara pemuka-pemuka agama demi terciptanya keamanan bersama sehingga terciptanya tujuan pembangunan nasional yang diharapkan dengan demikian Ketahanan Nasional (Tannas) yang kokoh akan terwujud dengan sendirinya.

Ketahanan Nasional (Tannas) adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi berisi keuletan dan ketangguhanyang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional .dalam menghadapi dan mengatasi segala Tantangan, Ancaman, Hambatan, dan Gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun yang tidak langsung untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungn hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mencapai Tujuan Nasional. Hakikat Ketahanan Nasional adalah kemampuan dan kekuatan bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasional.

Dalam uraian tersebut diatas, Ketahanan Nasional adalah kondisi kehidupan nasional yang diinginkan. Proses untuk mewujudkan kondisi tersebut memerlukan konsepsi yang dinamakan konsepsi Ketahanan Nasional (Konsepsi Tannas).[3]

Konsepsi Tannas adalah konsepsi pengembangan kemampuan dan kekuatan nasional melalui pengeturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh, menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan Wasantara. Konsepsi Tannas merupakan sarana untuk mewujudkan kemampuan dan kekuatan nasional.

Hakekat konsepsi Tannas adalah pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi dan selaras dalam kehidupan nasional. Ketahanan  Nasional  mengandung  prinsip  dasar pengejawantahan Pancasila, UUD 1945 dan berpedoman kepada wasantara dalam segenap aspek kehidupan nasional secara terpadu, utuh, menyeluruh.

Peranan Ketahanan Nasional dan konsepsi Ketahanan Nasional dalam kehidupan Nasional dan pembangunan nasional adalah :

-  Tannas merupakan tolok ukur kondisi keberhasilan penyelenggaraan kehidupan nasional dan pembangunan nasional.- Tannas yang tangguh akan lebih mendorong laju pembangunan nasional dan keberhasilan pembangunan nasional akan lebih meningkatkan ketangguhan Tannas.-  Konsepsi Tannas merupakan metode dan pendekatan komprehensif integral dalam penyelenggaraan kehidupan nasional dan pembangunan nasional.-  Konsepsi Tannas sebagai pola dasar pembangunan nasional yang dilakukan melalui RPJMN. Proses pelaksanaan pembangunan harus terus berlangsung dan mencakup seluruh aspek

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga diperlukan suatu Ketahanan Nasional

Page 6: Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

yang kokoh, yang mampu mengantisipasi berbagai kecenderungan ancaman yang dapat terjadi ditengah-tengah masyarakat, dan perlu mendapat perhatian bahwa dalam mewujudkan ketahanan yang kokoh perlu didukung oleh seluruh umat beragama di Indonesia yang memiliki pemahaman yang utuh atas nilai nasional dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.  PENUTUP a.         Kesimpulan. 

Bangsa Indonesia ditakdirkan sebagai sebuah bangsa dengan corak masyarakat yang plural (pluralistic society).  Pluralitas masyarakat Indonesia ditandai dengan ciri yang bersifat horizontal dan vertikal. Ciri horizontal terlihat pacta kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial yang berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, adat sella kedaerahan. Kemajemukan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keadaan geografis, bisa merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya kepada terciptanya pluralistik suku bangsa Indonesia.

Dalam upaya membangun kerukunan hidup antar umat beragama, serta mengurangi konflik sosial dan tindak kekerasan yang terjadi pada masyarakat, maka seluruh komponen bangsa harus menyamakan langkah dan meningkatkkan persaudaraan yang kemudian diujudkan dalam agenda-agenda yang kongkrit. Pesan elit politik dan pemuka agama haruslah menjadi garda depan dalam me-laksanakan langkah-langkah menuju pada perbaikan dalam sistem bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  

Saat ini kemajemukan berkembang cepat akibat pembangunan di berbagai daerah. Daerah yang tadinya homogen, tiba-tiba berkembang menjadi heterogen. Hal ini kurang atau tidak diimbangi dengan kelancaran komunikasi antara sesama kelompok masyarakat bahkan sebagian kelompok masyarakat menjadi asing bagi masyarakat lainnya, meskipun tinggal di wilayah yang sama. akibatnya muncul dan berkembang rasa saling curiga.   Maraknya dialog antar umat beragama yang terjadi saat ini ternyata belum sanggup untuk seratus persen menghentikan adanya konflik di masyarakat, baik yang dipicu oleh kesenjangan sosial ataupun yang juga diduga disebabkan oleh permasalahan agama.

Keadaan seperti ini akan semakin sulit jika jembatan komunikasi di antara pemuka agama dan tokoh masyarakat kurang atau tidak tersedia. Kegagalan berkomunikasi dan ketidakmampuan mengelola perbedaan dengan baik, dapat mengakibatkan krisis yang semestinya dapat diredam, justru berkembang menjadi lebih besar dan sulit untuk ditanggulangi.

Kerukunan hidup beragama adalah keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan dan kehidupan bermasyarakat yang saling menguatkan dan diikat oleh sikap pengendali diri dalam wujud: 1) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya; 2) Saling hormat menghormati dan bekerja sama intem pemeluk agama, antara berbagai golongan agama dan antara umatumat beragama dengan pemerintah yang sama-sama beitanggung jawab membangun bangsa dan negara; 3) Saling tenggang rasa dengan tidak memaksakan agama kepada orang lain. b.                 Saran. 

Sebelum aturan itu dibuat atau diundangkan pemerintah harus melihat apakah masyarakat kita bisa menerima kehadiran aturan itu apa tidak. Membangun keutuhan serta kebersamaan yang diharapkan bangsa sehingga aturan yang dibuat tidak menimbulkan gejolak atau kecurigaan sesama umat atau memang perlu terlebih dahulu dilakukan penyuluhan ataupun pendidikan untuk mendalami materi-materi yang dituangkan dalam aturan atau undang-undang yang diberlakukan.

Konflik adalah kodrati manusia yang hidup dan berkembang.    Konflik dapat dijadikan sebagai sebuah bentuk pendekatan untuk memberikan rangsangan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Semangat penyiaran agama dikalangan penganutnya perlu dibina dan dikembangkan dalam bingkai kerukunan dan perdamaian. Aktivitas penyiaran agama harus mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan dan harus menjunjung tinggi etika yang berhubungan dengan hal tersebut.

Peran pemerintah sangat diperlukan dalam rangka pencerdasan umat beragama. Peran itu dapat diwujudkan antara lain dengan menyalurkan tenaga penyuluh agama yang cerdas dan bertanggung jawab. Peran yang sama diharapkan tumbuh dikalangan organisasi social keagamaan.

Page 7: Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

Umat beragama yang lebih cerdas tidak mudah terkena provokasi dan ajakan yang menyesatkan dan merugikan warga masyarakat.

POLITIK KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Friday, 14 August 2009 10:02 Oleh: Ahmad Fuad Fanani

Meski bukan tema baru dan sudah sering dibahas pada diskusi, seminar, konferensi, maupun di artikel atau buku, tetapi persoalan kerukunan umat beragama senantiasa perlu kembali disegarkan dan terus-menerus disosialisasikan. Penyegaran dan sosialisasi itu disebabkan konflik antarumat beragama dan intern umat beragama di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, masih terus berlangsung hingga hari ini.

Oleh karena itu, kerukunan umat beragama sangat kita perlukan, agar kita semua bisa menjalani kehidupan beragama dan bermasyarakat di bumi Indonesia ini dengan damai, sejahtera, dan jauh dari kecurigaan kepada kelompok-kelompok lain. Dengan begitu, agenda-agenda kemanusiaan yang seharusnya dilakukan dengan kerja sama antaragama, seperti memberantas kemiskinan, memerangi kebodohan, mencegah korupsi, membentuk pemerintahan yang bersih, serta memajukan bangsa, dapat segera dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Secara historis, politis, dan sosiologis, Indonesia punya modal sangat kuat dalam membina, menyuburkan, dan menanamkan ajaran kerukunan umat beragama. Kita bisa menengok kembali sejarah pembentukan dan perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Bangsa Indonesia yang beratus-ratus tahun dijajah Portugis, Belanda, serta Jepang, berhasil merdeka berkat kerja sama erat dan saling bahu-membahu para pendiri bangsa yang berbeda agama. Penghapusan Piagam Jakarta dan kata-kata "kewajiban menerapkan syariat Islam bagi para pemeluknya", merupakan bentuk kompromi politik dari Bapak Bangsa untuk menjamin agar tidak ada superioritas antarsatu agama di atas agama lain dan demi terjaganya kerukunan umat beragama di Indonesia. Bahkan, Pancasila dan slogan "Bhinneka Tunggal Ika" juga menjadi visi, misi, dan panduan yang memberikan pedoman tentang pentingnya kerukunan umat beragama untuk bangsa ini pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.Peran Depag

Dalam penyosialisasian, pendiseminasian, penegakan, dan penyuburan kerukunan umat beragama ini, sebetulnya Departemen Agama menduduki posisi yang penting dan sangat menentukan. Sebagai departemen yang diberi tugas mengatur dan menangani persoalan serta urusan keagamaan bagi seluruh rakyat Indonesia, tentunya Depag harus terus membuka mata dan memperhatikan masalah-masalah kehidupan umat beragama, baik yang berskala kecil maupun besar. Problem itu, tentunya sangat berkaitan dengan relasi umat agama di Indonesia yang terdiri atas multiagama, multiorganisasi, multiperspektif.

Menyadari pentingnya berbagai persoalan itu, Depag sejak 1970-an sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan persoalan kerukunan umat beragama di Indonesia.

Page 8: Aktualisasi Kerukunan Umat Beragama

Menteri Agama Mukti Ali memperkenalkan pentingnya dialog antaragama dan ilmu perbandingan agama yang diajarkan sebagai mata kuliah di berbagai perguruan tinggi. Kedua hal itu penting, sebagai bentuk penyiapan kader-kader dan sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan konflik antara agama dan pemikiran yang terbuka, berwawasan luas, serta mendahulukan solusi kebersamaan demi masa depan Indonesia.

Upaya ini dilanjutkan Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara yang menyosialisasikan pentingnya trilogi kerukunan umat beragama. Pertama, kerukunan antarumat beragama, yaitu kerukunan dan saling menghormati di antara pemeluk berbagai agama. Kedua, kerukunan intern umat beragama, yaitu kerukunan di antara golongan-golongan dalam satu agama tertentu. Ketiga, kerukunan di antara semua kelompok keagamaan dan pemerintah (Azyumardi Azra & Saiful Umam (Editor), Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik, 1998).

Masa depan toleransi

Berbagai upaya, tindakan, serta inisiatif yang dilakukan pemerintah tersebut, tidak lepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan. Pada era reformasi, konflik antarumat beragama banyak terjadi di Indonesia. Konflik di Ambon, Poso, dan Kalimantan Tengah, adalah salah satu bukti agama juga bisa menjadi salah satu faktor yang dijadikan alat untuk menyulut dan memperbesar konflik. Tampak bahwa inisiasi upaya kerukunan umat beragama yang dilakukan pemerintah belumlah cukup dan harus dilakukan terus-menerus. Untuk itu, prinsip, nilai, sikap, dan wawasan tentang perlunya mengembangkan toleransi, kerukunan umat beragama, serta menjaga persatuan di Indonesia harus menjadi pegangan kita semua.

Yang juga penting adalah bagaimana agar kerukunan umat beragama itu tidak terus bersifat top-down, elitis, dan berhenti pada dialog formal dan seremonial saja. Kerukunan umat beragama memang harus didorong dan diberikan motivasi oleh Depag, juga hendaknya diupayakan penyediaan fasilitas untuk mendukung itu. Akan tetapi, para pemuka agama harus juga berinisiatif agar kesadaran ini terus tersebar dalam level grassroots dan menjadi bagian dari pentingnya menjaga keharmonisan dan persatuan bangsa. Departemen Agama perlu juga melakukan pendataan yang serius dan komprehensif tentang peta, analisis, keberhasilan, serta evaluasi kegagalan program kerukunan umat beragama ini. Agar kerukunan umat beragama ini menjadi bagian dari program yang berkelanjutan dan dapat dievaluasi setiap saat, diperlukan juga database yang menyediakan data lengkap tentang perjalanan kerukunan umat beragama di Indonesia. Wallahu a’lam bishshawab.