AKTIVITAS FISIK BERLEBIH HATI MENCIT (Musmusculus) … · Ekstrak floret pisang mengandung senyawa...
-
Upload
truongkhanh -
Category
Documents
-
view
244 -
download
0
Transcript of AKTIVITAS FISIK BERLEBIH HATI MENCIT (Musmusculus) … · Ekstrak floret pisang mengandung senyawa...
TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK FLORET PISANG RAJA (Musa x Paradisiaca) DAPAT MENCEGAH PENURUNAN
KADAR SUPER OKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA HATI MENCIT (Musmusculus) BALB C DENGAN
AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
OKKY IRTANTO
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2017
i
TESIS
PEMBERIAN EKSTRAKFLORETPISANG RAJA (Musa xParadisiaca) DAPAT MENCEGAH PENURUNAN
KADAR SUPER OKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA HATI MENCIT(Musmusculus)BALB C DENGAN
AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
OKKY IRTANTONIM. 1590761008
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMUBIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2017
ii
PEMBERIAN EKSTRAK FLORET PISANG RAJA (Musa x Paradisiaca) DAPAT MENCEGAH PENURUNAN
KADAR SUPER OKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA HATI MENCIT (Musmusculus) BALB C DENGAN
AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
OKKY IRTANTONIM. 1590761008
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMUBIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2017
iii
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUIPADA TANGGAL…………………….
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And Prof. dr. I. G. M. Aman. Sp.FK NIP. 194402011964091001 NIP. 194606191976021001
MengetahuiKetua Program Studi Ilmu Biomedik
Fakultas KedokteranUniversitas Udayana
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GKNIP. 195805211985031002
iv
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai
Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 12 April 2017
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No. : /UN14.2.2/PD/2017
Tanggal April 2017
Panitia Penguji Tesis adalah:
Ketua : Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And
Anggota :
1. Prof. dr. I. G. M. Aman. Sp.FK
2. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS
3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK
4. Dr. rer. nat. dr. Ni Nyoman Ayu Dewi, M.Si.
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : dr. Okky Irtanto
NIM : 1590761008
Program Studi : S2 Ilmu Biomedik – Anti Aging Medicine
Judul Tesis : Pemberian Ekstrak Floret Pisang Raja (Musa x Paradisiaca)
Dapat Mencegah Penurunan Kadar Super Oksida Dismutase (SOD) Pada Hati
Mencit (Mus musculus) Balb C Dengan Aktivitas Fisik Berlebih
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukit terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur yang sedalam-dalamnya
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Tulisan ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang telah
dijalankan oleh penulis untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu
Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,
Sp.PD. KEMD. dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof. Dr. dr.
Putu Astawa, Sp.OT (K), MKess. atas kesempatan yang telah diberikan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di
Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.dr.
Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK sebagai ketua Program Studi Biomedik
Kekhususan Anti-Aging Medicine Universitas Udayana atas ijin yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister.
Terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof.Dr.dr J Alex Pangkahila, M.Sc.,
SpAnd selaku pembimbing utama dan Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK selaku pembimbing
II yang sudah memberikan isnpirasi serta meluangkan waktu dan dengan sabar serta
teliti memberikan arahan, masukan, pengetahuan serta bimbingan yang bermanfaat
dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis
sampaikan kepada para penguji tesis ini, yaitu Prof.Dr.dr. Wimpie I.
Pangkahila,Sp.And., SpAnd, Dr. dr. Gde. N. Indraguna P, M.Sc, Sp. GK dan Dr. rer.
nat. dr. Ni Nyoman Ayu Dewi, M.Si. yang telah dengan sabar memberikan masukan,
saran, bimbingan dan koreksi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
vii
Terima kasih sebesar besarnya untuk seluruh keluarga. Ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada Jessica Evelina telah memberikan inspirasi dan dukungan
untuk mengikuti dan selama menempuh program studi Anti-Aging Medicine
Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh
dosen Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Universitas
Udayana yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa pendidikan yang
sangat bermanfaat untuk masa depan penulis. Ucapan terima kasih juga penulis
tujukan kepada seluruh staf biomedik bapak Eddy Suantara, Geg Wahyu , Mbok
Ami, Geg Enni dan Mba Yetty, serta kepada semua teman-teman seperjuangan,
terutama dr. Zenitalia, dr. Ely, dr. Nuriyah, dr. Oktavian, dr. Yogie, S, dr. Trisna, dr.
Qorry, dr. Claudia, dr. Roslina Horo, dr. Ika, dr. Wulan, dr. Yulyani, dr. Joni dan
seluruh rekan di angkatan 11 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memberikan semangat serta perhatian kepada penulis sepanjang menempuh
pendidikan dan menyelesaikan penulisan tesis. Dan penulis memohon maaf kepada
semua pihak yang mungkin lupa disebutkan namanya namun turut serta membantu
dan berjasa dalam pelaksanaan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih perlu disempurnakan, untuk itu
segenap kritik, saran dan masukan sangat diharapkan. Semoga apa yang tertulis
dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, senantiasa melimpahkan berkat
dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan
penyelesaian tesis ini.
Penulis
Denpasar, 12 April 2017
viii
ABSTRAK
PEMBERIAN EKSTRAK FLORET PISANG RAJA (Musa x Paradisiaca) DAPAT MENCEGAH PENURUNAN KADAR SUPER OKSIDA DISMUTASE (SOD) PADA HATI MENCIT (Mus musculus) BALB C DENGAN AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
Aktivitas fisik berlebih merupakan salah satu penyebab proses penuaan karena pada aktivitas
fisik berlebih terjadi produksi radikal bebas yang dapat menyebabkan stress oksidatif yang
berujung pada penyakit degeneratif. Ekstrak floret pisang mengandung senyawa bioaktif
dengan kapasitas antioksidan yang dapat meningkatkan pertahanan tubuh dalam menghadapi
stress oksidatif melalui mencegah penurunan kadar superoksida dismutase (SOD). Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian ekstrak floret pisang raja
(Musa x paradisiaca) dapat mencegah penurunan kadar super oksida dismutase (SOD) pada
hati mencit (Mus musculus) Balb c dengan aktivitas fisik berlebih.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan menggunakan post test only
control group design. Subjek penelitian adalah 36 ekor mencit (Mus Musculus) Balb C,
jantan, berumur 12 minggu, dengan berat badan 20-22 gram yang terbagi menjadi 2 (dua)
kelompok masing-masing berjumlah 18 ekor mencit, satu kelompok sebagai kelompok
kontrol (P0) yaitu kelompok yang diberikan plasebo (berupa aquades sebanyak 1 ml) dengan
aktivitas fisik berlebih selama 14 hari, dan kelompok perlakuan (P1) yaitu kelompok yang
diberikan ekstrak floret pisang raja (Musa x paradisiaca) dosis 400 mg/kgBB mencit per hari
dicampur aquadest hingga 1 ml dengan aktivitas fisik berlebih selama 14 hari. Kemudian
dilakukan pengukuran SOD hati dengan menggunakan metode kolorimetri.
Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar SOD jaringan hati pada kelompok kontrol (P0)
sesudah perlakuan (post-test) adalah 568,82 ± 9,558 U/mg protein, sedangkan pada kelompok
perlakuan (P1) adalah 588,37 ± 10,629 U/mg protein. Analisis kemaknaan dengan T-
Independent menunjukkan bahwa nilai t= -5,804 dan nilai p= 0,000. Hal ini menunjukkan
bahwa sesudah perlakuan (post-test), kadar SOD jaringan hati pada kedua kelompok adalah
berbeda sangat bermakna (p<0,01).
Dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak floret pisang raja (Musa x paradisiaca) dapat
mencegah penurunan kadar super oksida dismutase (SOD pada hati mencit (Mus musculus)
Balb c dengan aktivitas fisik berlebih.
Kata kunci : floret pisang raja, SOD, hati, mencit, aktivitas fisik berlebih
ix
ABSTRACT
BANANA (Musa x paradisiaca) FLORET EXTRACT PREVENTED OF THE
DECREASE SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) LEVELS IN
OVERTRAINING-INDUCED MICE (Mus musculus) BALB C LIVER
Overtraining is one of the causes of the aging process due to the excessive production of free
radicals that can cause oxidative stress which leads to degenerative diseases. Banana floret
extracts contain bioactive compounds with antioxidant capacity, can increase the body's
defenses to deal with oxidative stress by increasing the levels of superoxide dismutase
(SOD). The purpose of this study was to prove that the banana (Musa x paradisiaca) floret
extract prevent decreasing superoxide dismutase (SOD) levels in overtraining-induced mice
(Mus musculus) balb-c liver
This study was a true experimental research by using post-test only controll group design.
The subjects were 36 male mice (Mus musculus), Balb C strain, 12 weeks old, weighing 20-
22 grams, which were divided into two groups with 18 mice each, one group as the control
group (P0) treated with placebo of 1 ml aquadest and overtraing for 14 days; and the
treatment group (P1) was a group of male Balb C mice treated with banana (Musa x
paradisiaca) floret extract of 400 mg/kg mice per day and overtrained for 14 days. Then
measure the liver SOD by colorimetric method
The results showed that the average SOD levels in the liver tissue of control group (P0) after
treatment for 14 days was 568.82 ± 9.558 U / mg protein, whereas the treatment group (P1)
was 588.37 ± 10.629 U / mg protein. Analysis of significance using the independent sample
t-test indicated that the value of t was -5.804 and p was 0.000. It showed that after
treatment, the level of SOD in liver tissue of both groups were significantly different (p
<0.01).
It can be concluded that the banana (Musa x paradisiaca) floret extract prevented the
decrease of superoxide dismutase (SOD) levels in overtraining-induced mice (Mus musculus)
balb c liver.
Keywords: banana floret, SOD, liver, mice, overtraining
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM ......................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ....................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Ilmiah ............................................................................................ 5
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Proses Penuaan ..................................................................................... 6
2.1.1 Gejala Klinis Penuaan ........................................................................ 9
2.2 Aktivitas Fisik ................................................................................................ 11
2.3 Stres Oksidatif ................................................................................................ 15
xi
2.3.1 Reactive Oxygen Species (ROS) ....................................................... 16
2.3.2 Antioksidan ........................................................................................ 20
2.5 Floret Pisang raja (Musa x Paradisiaca) ....................................................... 23
2.5.1 Aktivitas antioksidan floret pisang raja ........................................... 24
2.6 Mekanisme aksi gen penyandi antioksidan .................................................... 24
2.7 Hewan Coba : Mencit (Mus musculus) .......................................................... 26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir ......................................................................................... 29
3.2 Kerangka Konsep .......................................................................................... 31
3.2 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 31
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................................... 32
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 33
4.2.1 Tempat Penelitian ......................................................................................... 33
4.2.2 Waktu Penelitian ................................................................................. 33
4.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 33
4.3.1 Populasi .............................................................................................. 33
4.3.2 Kriteria Sampel .................................................................................. 33
4.3.2.1 Kriteria Inklusi ................................................................................ 33
4.3.2.2 Kriteria Drop Out ............................................................................ 33
4.4 Besar Sampel .................................................................................................. 33
4.5 Variabel Penelitian ......................................................................................... 34
4.5.1 Klasifikasi Variabel ........................................................................... 34
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ............................................................ 34
4.5.3 Hubungan Antar variabel ................................................................... 36
4.6 Alat, Bahan dan Hewan Percobaan ................................................................ 36
4.6.1 Alat Penelitian .................................................................................... 36
4.6.2 Bahan Penelitian ................................................................................ 36
xii
4.7 Prosedur Penelitian ........................................................................................ 37
4.7.1 Prosedur Pemeriksaan SOD ............................................................... 38
4.7.2 Alur Penelitian ................................................................................... 40
4.8 Analisis Data .................................................................................................. 41
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Deskriptif........................................................................................... 42
5.2 Uji Normalitas Data......................................................................................... 43
5.3 Uji Homogenitas Data ..................................................................................... 43
5.4 Uji Komparabilitas .......................................................................................... 44
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 46
6.1 Subyek Penelitian ............................................................................................ 46
6.2 Distribusi dan homogenitas Data Hasil Penelitian .......................................... 46
6.3 Pengaruh PemberianEkstrak Floret Pisang Raja (Musa x
paradisiaca) Terhadap Kadar SOD...................................................................... 47
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 51
7.1 Simpulan.......................................................................................................... 51
7.2 Saran ................................................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 52LAMPIRAN ........................................................................................................ 58
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi dan efek utama radikal bebas ............................................. 17
Tabel 2.2 Lokasi dan aksi enzim antioksidan ...................................................... 22
Tabel 2.4 Data biologis mencit ............................................................................. 27
Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Kadar SOD .................................................. 42
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok ........................................ 43
Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok ..................................... 43
Tabel 5.4 Perbandingan Kadar SOD antar Kelompok ......................................... 44
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Perbedaan respon seluler terhadap stress oksidatif ........................... 14
Gambar 2.2 Keap1 sebagai faktor koordinasi antara aktivasi Nrf2 dan
penghambatan NFkB........................................................................ 15
Gambar 2.3 Lokasi pembentukan ROS di dalam rantai transport electron
mitokondria ....................................................................................... 18
Gambar 2.4 Jantung Pisang (Musa x Paradisiaca) .............................................. 23
Gambar 2.5 Jaras fitokimia - Nrf-2 – ARE – enzim antioksidan ......................... 25
Gambar 2.6 Mencit (Mus musculus) .................................................................... 26
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian .............................................................. 31
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 32
Gambar 4.2 Hubungan antar variable ................................................................... 36
Gambar 4.3 Alur Penelitian .................................................................................. 40
Gambar 5.1 Perbandingan kadar SOD ................................................................. 45
xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ROS : Reactive oxygen spesies
O2•- : Ion superoksida
O3 : Ozone1O2 : Oksigen singlet
OH•- : Radikal hidroksil
H2O2 : Hydrogen peroksida
HOCL : Asam hipoclorus
RO• : Radikal alloxil
ROO• : Radikal peroksil
ROOH• : Radikal hidroperoxil
RNS : Reaktive nitrogen species
NO• : Nitrit oksida
NO2• : Nitrit dioksida
ONOO•- : Peroxi nitrit
RSS : Reaktif Sulfur Spesies
RS• : Radikal thyil
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Ethical Clearance .............................................................................. 59
Lampiran 2 Hasil analisis fitokimia floret pisang (Musa x Paradisiaca) ............ 60
Lampiran 3 Hasil analisis fitokimia mineral floret pisang (Musa x Paradisiaca) 61
Lampiran 3 Hasil Penelitian ................................................................................. 62
Lampiran 4 Analisis SPSS .................................................................................... 63
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian .................................................................... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan merupakan proses yang pasti dialami oleh setiap mahluk hidup, yang dapat
mengurangi kualitas hidup seseorang. Seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan tentang anti aging medicine, berbagai upaya dapat dilakukan manusia
untuk dapat menghambat proses penuaan tersebut. Dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran terkini proses penuaan dapat dihambat. Sehingga diharapkan
usia harapan hidup manusia dapat diperpanjang dengan kualitas kesehatan yang baik.
Bersamaan dengan adanya perkembangan jaman dan bertambahnya ilmu
pengetahuan telah dicetuskan suatu konsep baru pada tahun 1993 yaitu konsep Anti-
Aging Medicine yang mengharapkan manusia tetap dapat hidup dengan kualitas yang
prima walaupun usia merambah naik. Bahkan, proses penuaan dapat diperlambat,
ditunda, atau dihambat, dan usia harapan hidup menjadi lebih panjang dengan
kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).
Penuaan merupakan kerusakan dengan multiple causes terhadap struktur dan
fungsi molekul, sel, organ suatu organisme (Liochev, 2015). Saat ini, salah satu
penjelasan untuk dasar mekanistik penuaan adalah "teori radikal bebas dari penuaan."
Teori ini mendalilkan bahwa penuaan dan penyakit terkait adalah konsekuensi dari
kerusakan akibat induksi radikal bebas makromolekul seluler dan ketidakmampuan
untuk mengimbangi perubahan ini oleh pertahanan anti-oksidan endogen. Pada tahun
2
1969 ditemukan suatu enzim dismutase (SOD). Adanya enzim intraseluler yang satu-
satunya berfungsi untuk menghilangkan anion superoksida (O2 •) telah memberikan
bukti biologis yang kuat bahwa radikal bebas yang terlibat dalam proses penuaan
(Riddle, 2007).
Reaksi degenerasi redox dari sistem biologi pasti menghasilkan reactive
oxygen species (ROS) dan derivatnya. Stress oksidatif adalah hasil
ketidakseimbangan dalam homeostasis pro-oksidan/antioksidan membawa toksik
reactive oxygen species (ROS), seperti hydrogen peroksida, organic hydro peroksida,
nitrik oksida, superoksida dan radikal hidroksil. Informasasi ini merupakan akumulasi
stabil, dukungan penting terhadap kerusakan oksidatif pada komponen sel dan
jaringan sebagai faktor penyebab primer atau sekunder pada berbagai penyakit dan
proses penuaan (Rahman, 2012).
Radikal bebas dapat diproduksi selama metabolism aerobik selular dan
memiliki kunci utama sebagai mediator regulasi proses signaling. Stress oksidatif
gambaran ketidakseimbangan antara produksi reactive oxygen species dan pertahanan
adekuat antioksidan. Kondisi yang merugikan ini membawa kerusakan komponen sel
dan jaringan meliputi perbedaan fisiopatologis meliputi penuaan, inflamasi, penyakit
neurodegenerative dan kardiovaskuler dan kanker.
Khususnya, hubungan antara aktivitas fisik dan stress oksidatif sangat
komplek, tergantung pada mode, intensitas dan durasi olah raga. Latihan regular
3
moderat menunjukkan manfaat untuk kesehatan. Sebaliknya, latihan fisik berlebih
menyebabkan peningkatan stress oksidatif, meskipun stimulus yang sama ini
diperlakukan untuk memungkinkan meningkatkan regulasi dipertahanan anti oksidan
endogen. (Pingitore et al., 2015) Sistem antioksidan ini termasuk, enzim antioksidan
(SOD, GPx dan CAT), golongan nutrisi antioksidan (misalnya, asam askorbat,
tokoferol dan tocotrienol, karotenoid, glutathione dan asam lipoat), protein pengikat
logam (misalnya, feritin, laktoferin, albumin, seruloplasmin) dan banyak antioksidan
fitonutrien ada dalam berbagai macam makanan nabati (Missiry, 2012).
Dukungan pertahanan endogen dengan penambahan suplementasi oral
antioksidan dapat menggambarkan cara yang cocok untuk mencegah atau mengurangi
stres oksidatif selama aktivitas fisik berlebih (Pingitore et al., 2015). Sebuah faktor
transkripsi sensitif redok, nuclear factor-erythroid related factor-2 (Nrf2), adalah
regulator utama dari aktivasi transkripsi gen yang mengkode protein cytoprotective.
Banyak fitokimia chemopreventive diketahui mengaktifkan Nrf2 baik oleh oxidatif
maupun modifikasi covalent dari cytosolic reseptor Kelch-like ECH-associated
protein (Keap1) atau melalui phosphorylation dari Nrf2. Setelah aktivasi, Nfr2
translokasi ke nucleus dan mengikat antioxidant response element yang berlokasi di
daerah promotor gen yang mengkode protein cytoprotective (Chun et al., 2014).
Pisang merupakan tanaman asli Asia Tenggara termasuk Indonesia yang
mudah dibudidayakan. Jenis pisang yang banyak ditanam di Indonesia antara lain
4
pisang susu, pisang raja, pisang ambon, pisang kepok, pisang mas, dan lain - lain.
Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang dominan dalam konsumsi buah-
buahan di Indonesia, karena sekitar 45 % dari total konsumsi buah-buahan adalah
pisang (Wijayanto, 2006).
Analisis fitokimia telah dilakukan terhadap beberapa bagian dari pohon
pisang, namun floret (bagian bunga betina dari jantung pisang) pisang memiliki kadar
fenolik yang lebih tinggi dibandingkan, batang, daun dan bract (bagian bunga jantan
jantung pisang) (Mahmood et al, 2011). Dari uji yang dilakukan di unit laboratorium
Fakultas Pertanian Universitas Udayana, analisis fitokimia bunga (floret) pisang
raja, diperoleh kadar flavonoid 499,37 mg/100g quercetin equivalent, kadar total
fenol 658,40 mg/100g gallic acid equivalent, tannin 476,09 mg/100g tannic acid
equivalent, saponin 132,98 mg/100g quarcetin equivalent, kapasitas antioksidan
815,99 mg/L gallic acid equivalent antioxidant capacity.
Ekstrak floret pisang merupakan sumber antioksidan alami dengan kandungan
flavonoid yang cukup tinggi dan mudah ditemukan di Indonesia. Meskipun penelitian
sebelumnya melaporkan bahwa floret pisang merupakan salah satu sumber
antioksidan yang baik, namun belum ada penelitian yang melaporkan ekstrak floret
pisang dapat menghambat penurunan kadar antioksidan endogen seperti super oksida
dismutase pada mencit yang mengalami stres oksidatif dengan aktivitas fisik berlebih.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah pemberian
ekstrak floret pisang (Musa x paradisiaca) dapat menghambat penurunan kadar
enzim Super oksida dismutase (SOD) hati pada mencit (Mus musculus) Balb C
dengan aktivitas fisik berlebih ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian
ekstrak floret pisang raja (Musa x paradisiaca) dapat mencegah penurunan kadar
enzim Super oksida dismutase (SOD) hati pada mencit (Mus musculus) Balb C
dengan aktivitas fisik berlebih.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan teoritik bahwa
ekstrak floret pisang raja (Musa x paradisiaca) dapat mencegah terjadinya stress
oksidatif yang diinduksi oleh aktivitas fisik berlebih melalui pencegahan penurunan
kadar super oksida dismutase (SOD) yang merupakan salah satu antioksidan
enzimatik yang memainkan peranan penting dalam perlindungan terhadap kerusakan
oksidatif sehingga dapat mencegah penuaan.
6
1.4.2 Manfaat praktis
Diharapkan jika terbukti secara uji klinis dapat bermanfaat dan digunakan
masyarakat dalam konsumsi floret pisang (Musa x paradisiaca) sebagai salah satu
sumber antioksidan potensial.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Proses Penuaan
Proses penuaan merupakan proses alami yang akan terjadi pada semua
orang. Pada umumnya, orang tidak pernah mempertanyakan mengapa kita
menjadi tua, sakit dan akhirnya meninggal. Namun perkembangan Ilmu
Kedokteran saat ini, telah membawa konsep baru tentang penuaan, dimana
penuaan diperlakukan sebagai suatu penyakit yang dapat diobati bahkan dapat
dicegah, sehingga usia harapan hidup menjadi lebih panjang dengan kualitas
hidup yang lebih baik. Ilmu ini dikenal dengan Anti Aging Medicine (AAM)
(Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2011). Usia manusia dibedakan menjadi
usia kronologis, sesuai dengan tahun kelahiran dan usia biologis, yang sesuai
dengan fungsi organ tubuh. Mencegah proses penuaan dapat membuat usia
biologis lebih muda daripada usia kronologis sehingga dapat terlihat usia dan
kualitas hidup seseorang tampak lebih muda daripada usia sebenarnya
(Pangkahila, 2011).
Penuaan merupakan suatu proses penurunan fungsi biologis yang tidak
dapat dihindari, dimana cepat lambatnya penurunan tergantung dari beberapa
faktor, ada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat
mempercepat penuaan adalah radikal bebas, penurunan hormon, proses
glikosilasi, proses metilasi, apoptosis, penurunan sistem imunitas, dan faktor
genetik. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya hidup yang tidak sehat, diet yang
8
tidak sehat, kebiasaan yang kurang baik, polusi lingkungan, stress, dan
kemiskinan (Pangkahila, 2011).
Banyak teori tentang proses penuaan, tetapi dari semua teori tersebut, pada
dasarnya dikelompokan dalam teori “pakai dan rusak” (wear and tear theory) dan
teori program. Teori “pakai dan rusak” meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan
radikal bebas. Teori program meliputi teori replikasi sel, proses imun, dan teori
hormon (Pangkahila, 2011; Goldman dan Klatz, 2007).
1. Teori pakai dan rusak (wear and tear theory)
Teori ini diperkenalkan oleh Dr.August Weismann (1882), seorang ahli
biologi yang berasal dari Jerman. Menurut teori ini bahwa tubuh dan sel menjadi
cepat rusak karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ-organ
tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan organ lain dapat menurun fungsinya
karena adanya toksin dalam makanan dan lingkungan yang ada di sekitar kita,
konsumsi lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin yang berlebihan, dapat pula
disebabkan oleh sinar ultraviolet, stress fisik, dan emosional. Kerusakan yang
dapat ditimbulkan, bukan saja pada organ tapi juga pada tingkat sel (Pangkahila,
2011).
Kendati seseorang tidak pernah minum alkohol maupun merokok, hanya
mengkonsumsi makanan alami dan menggunakan organ tubuh secara biasa, pada
akhirnya tetap akan terjadi kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh dapat
mempercepat kerusakan organ, sehingga dapat mempercepat penuaan atau dapat
membuat fungsi organ menurun, serta membuat seseorang menderita sakit
(Pangkahila, 2011).
9
Pada usia muda, sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu
melakukan kompensasi terhadap pemakaian dan kerusakan organ normal serta
berlebihan. Pada usia tua, tubuh kehilangan kemampuan untuk memperbaiki
kerusakan karena penyebab apapun. Oleh karena itu, banyak orang tua yang sakit
bahkan meninggal karena penyakit tertentu, yang pada masa mudanya dapat
ditolak. Teori ini, meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan
pengobatan yang tepat waktu dapat mencegah dan membantu mengembalikan
proses penuaan. Cara kerjanya dengan merangsang tubuh untuk melakukan
perbaikan dan mempertahankan fungsi organ dan sel tubuh (Pangkahila, 2011).
2. Teori Neuroendokrin
Teori ini dikembangkan oleh Vladimir Wilman, PhD, yang
mengembangkan teori wear and tear yang mengutamakan peranan hormon bagi
fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan
oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk
suatu poros dengan hipofisis dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan
hormonnya (Pangkahila, 2011).
Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik dalam
mengendalikan fungsi organ tubuh. Oleh karena itu, pada usia muda fungsi
berbagai organ tubuh sangat optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas
dan dingin, kemampuan motorik, fungsi seksual, dan fungsi memori. Makin
bertambah usia, jumlah hormon makin berkurang sehingga fungsi organ juga akan
menurun dan menimbulkan banyak keluhan seperti menjadi tidak tahan terhadap
suhu dingin, gerakan menjadi lambat, masa otot berkurang, lemak tubuh
10
meningkat, daya ingat menurun, fungsi seksual menurun. Kerja hormon saling
berkaitan satu sama lain, oleh karena itu, berkurangnya produksi hormon tertentu
dapat mempengaruhi produksi hormon yang lain (Pangkahila, 2011).
3. Teori Kontrol Genetik
Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat jam
biologik. Peristiwa ini dimulai dari proses konsepsi sampai kematian dalam suatu
model yang terprogram. Walaupun manusia memiliki sistem jam biologik
(biological clock), variasi antar manusia sangatlah besar, dipengaruhi oleh
bagaimana cara manusia tumbuh dan hidup (nature versus nuture). Peristiwa ini
terprogram mulai dari sel embrio, janin, masa bayi, dan anak-anak, remaja,
dewasa, menjadi tua, dan akhirnya meninggal (Ishikawa, 2000).
Pada ujung kromosom terdapat struktur khusus yang disebut telomere.
Secara biokimia, telomere terdiri dari hexanucleotide. Pada setiap pembelahan
sel, telomere akan memendek. Pada saat pembelahan sel berlangsung dan
telomere telah terpakai semua, maka pembelahan sel akan berhenti dan peristiwa
inilah yang disebut dengan kematian. Oleh karena itu, telomere sering dikenal
sebagai jam biologik (biologic clock) (Ishikawa, 2000).
Menurut Hayflick (1998) dalam Pangkahila (2011) menyatakan bahwa
mekanisme pemendekan telomere tersebut yang menentukan rentang usia
organisme sendiri. Pada penelitian diketahui bahwa setiap sel mempunyai
kapasitas yang terbatas untuk melakukan pembelahan sel. Contohnya: pada sel
dewasa membelah lebih sedikit dibandingkan dengan sel janin. Perkecualian pada
sel ganas, terjadi pembelahan sel yang tidak terbatas .
11
4. Teori Radikal Bebas
Teori ini mulai menjadi perhatian, sejak antioksidan diyakini dapat
menghambat kerusakan sel akibat radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu
molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas
dihasilkan selama terjadi metabolisme seluler normal, seperti radikal superoksida,
radikal hidroksil, purin, dan pirimidin (Goldmann dan Klatz, 2007).
Radikal bebas mempunyai sifat reaktivitas tinggi, karena memiliki
kecenderungan menarik elektron lain dan dapat mengubah suatu molekul menjadi
suatu radikal bebas oleh karena hilang atau bertambahnya satu elektron pada
molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik
sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel dan akhirnya
kematian sel. Molekul utama dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah
DNA, sehingga terjadi mutasi DNA, cleavage of DNA, dan agregasi biomolekul
melalui cross-linking reaction (Goldmann dan Klatz, 2007).
Makin bertambahnya usia akan terjadi akumulasi kerusakan sel akibat
radikal bebas memegang peranan penting, sehingga mengganggu metabolisme sel,
merangsang mutasi sel, dan akhirnya mengakibatkan terjadinya kanker, serta
membawa kematian. Selain itu, radikal bebas juga mengakibatkan kerusakan
kolagen dan elastin yang merupakan suatu protein untuk melindungi kulit agar
tetap lembab, elastis, dan halus. Wajah adalah bagian yang paling mudah dilihat,
dimana akibat radikal bebas akan timbul kerutan pada wajah (Goldmann dan
Klatz, 2007).
12
2.1.2 Gejala Klinis Penuaan
Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi
berbagai organ tubuh. Akibat menurunnya fungsi tersebut, maka muncul berbagai
tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dalam dua bagian
yaitu (Pangkahila, 2011):
1. Tanda fisik, seperti masa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya
ingat berkurang, fungsi seksual, dan reproduksi terganggu, kemampuan kerja
menurun, sakit tulang.
2. Tanda psikis, seperti gairah hidup menurun, sulit tidur, mudah cemas, mudah
tersinggung, merasa tidak berarti lagi.
Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan
perubahan fisik dan psikis, antara lain seperti di atas. Proses penuaan berlangsung
dalam 3 tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2011):
1. Tahap subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun,
yaitu hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan
radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh.
Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, sehingga pada tahap ini orang
merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada
rentang usia ini dianggap usia muda dan normal, padahal sebenarnya sudah mulai
terjadi proses penuaan (Pangkahila, 2011).
13
2. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Selama tahap ini level hormon menurun hingga 25 persen. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun, akibatnya kekuatan dan
tenaga terasa hilang, sedangkan komposisi lemak terus bertambah. Keadaan ini
sering menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya resiko jantung, dan
pembuluh darah, serta obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu
penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas
dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual menurun. Pada tahap ini orang
merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan akibat radikal bebas
mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat menghasilkan penyakit, seperti
kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit jantung koroner,
dan diabetes (Pangkahila, 2011).
3. Tahap klinik (usia lebih dari 45 tahun)
Pada tahap ini, penurunan kadar hormon terus menurun yang meliputi
DHEA, melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid.
Penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin,
dan mineral juga terjadi. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar
satu kilogram setiap tiga tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar
kalori, meningkatnya lemak tubuh, dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih
nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi
faktor utama sehingga mengganggu keharmonisan banyak pasangan (Pangkahila,
2011).
14
Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu
harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang
tidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses
penuaan. Lebih jauh, hal ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi
proses penuaan jangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata
(Pangkahila, 2011).
2.2 Aktivitas Fisik
Efektivitas Aktivitas fisik untuk mencapai hasil maksimum sesuai sasaran
yang ditetapkan serta tidak menimbulkan dampak negatif perlu dilakukan secara
terencana dan dengan menerapkan tipe dan takaran yang tepat, sebab sesuai
konsep hormesis bahwa dosis rendah mempunyai efek merangsang sementara
dosis tinggi bersifat toksik (Son et al., 2008).
Prinsip aktivitas fisik yang seimbang adalah aktivitas fisik berdasarkan
kaidah fisiologi olahraga meliputi persiapan/pemanasan, latihan inti, dan
pendinginan. Persiapan atau pemanasan dilakukan setiap kali sebelum melakukan
aktivitas fisik sampai denyut jantung meningkat sekitar 30x/menit sesudah itu
baru boleh melakukan aktivitas inti dan setelah melakukan latihan inti perlu
dilakukan pendinginan dengan berjalan sampai denyut jantung mendekati normal.
Aktivitas inti harus berpedoman pada Frequency, Intensity, Time and Type (FITT)
(Pangkahila dan Siswanto, 2015).
15
1. Frekuensi
Frekuensi adalah banyaknya aktivitas fisik atau olahraga perminggu,
minimal 3 - 4 kali perminggu dengan waktu istirahat tidak lebih dari 2
hari.
2. Intensitas
Artinya berat ringannya melakukan aktivitas fisik yang diukur dengan
kemampuan tubuh (kapasitas fisik), harus cukup tinggi sehingga
menaikkan denyut jantung sekitar 72%-87% dari denyut nadi
maksimal dan tidak boleh melebihi denyut nadi maksimal (220-umur).
3. Time (waktu)
Artinya lamanya melakukan aktivitas fisik atau olahraga, minimal
sekitar 30 menit sampai 60 menit dan setiap latihan terdiri dari tiga
fase, yaitu fase pemanasan dan peregangan, fase latihan dan fase
pendinginan. Lamanya latihan : 1) Fase peregangan dan pemanasan 15
menit ; 2) Fase Latihan 35 menit; 3) Fase pendinginan 10 menit.
4. Tipe
Artinya tipe aktivitas fisik atau macam olahraga yang dilakukan
selama melakukan aktivitas, Tipe latihan sesuai dengan kondisi tubuh
masing masing individu.
Hasil latihan berlebih dalam peningkatan produksi ROS dan RNS yang
dapat menyebabkan oksidasi lipid, DNA, dan protein dalam darah dan sel lainnya.
Peningkatan produksi ROS dan RNS oleh otot rangka selama latihan, beberapa
studi telah meneliti jaringan dominan bertanggung jawab untuk produksi oksidan
16
yang diinduksi oleh latihan fisik. Namun, itu layak bahwa jaringan lain seperti
jantung, paru-paru atau sel darah putih dapat berkontribusi secara signifikan
terhadap total produksi ROS dan RNS selama latihan. Mitokondria telah dianggap
sebagai sumber utama intraseluler ROS di serat otot dan bahwa 2-5% dari total
oksigen yang dikonsumsi oleh mitokondria dapat mengalami reduksi satu elektron
untuk menghasilkan superoksida. tetapi, bukti terbaru menunjukkan bahwa hanya
sekitar 0,15% dari oksigen mitokondria dimanfaatkan diubah menjadi
superoksida. Selanjutnya, mitokondria menghasilkan lebih banyak ROS di saat
respirasi basal dibandingkan dengan keadaan aktif respirasi. Oleh karena itu,
tampak bahwa mitokondria tidak satu satunya sebagai sumber produksi radikal
bebas dalam kontrak otot rangka. Selain produksi mitokondria dari ROS, sel-sel
otot mengandung banyak tempat yang mampu menghasilkan ROS. Misalnya,
NAD (P) enzim H oxidase terkait dengan retikulum sarkoplasma yang juga
melepaskan superoksida ke ruang intraseluler. Selain NAD (P) oksidase H, ada
plasma lainnya sistem redoks membran yang mampu mentransfer elektron dari
intraseluler reduktan ke akseptor elektron ekstraseluler. Misalnya, NADH
eksternal protein oksidase dapat mengurangi tiol protein dan oksigen in vivo
(Kavazis dan Scott, 2013).
Fosfolipase A 2 adalah enzim lain yang menghasilkan ROS. Secara
khusus, fosfolipase Sebuah fosfolipid 2 memotong membran untuk melepaskan
asam arakidonat yang merupakan substrat untuk sistem enzim ROS-pembangkit
seperti lipoxygenases . Juga, aktivasi fosfolipase A 2 dapat menstimulasi NAD (P)
17
H oksidase dan peningkatan fosfolipase A 2 aktivitas telah dilaporkan untuk
merangsang pembentukan ROS di mitokondria dan sitosol otot (Gong et al., 2006
Selanjutnya, banyak studi menunjukkan xantin oksidase juga dapat
memicu produksi superoksida di otot rangka. Meskipun otot rangka tikus
mengandung kadar yang signifikan dari xantin oksidase, sel otot rangka manusia
memiliki jumlah rendah xanthine dehidrogenase atau oksidase. Jelas, penelitian
tambahan diperlukan untuk menentukan peran yang xantin oksidase bermain di
produksi ROS latihan-induced pada manusia (Kavazis & Scott, 2013).
Oksidan utama yang berada di bawah kategori RNS adalah oksida nitrat
dihasilkan oleh NOS. otot rangka biasanya mengungkapkan neuronal NOS dan
endotel NOS. Neuron NOS sangat dinyatakan dalam cepat-kedutan serat otot.
Sebaliknya, endotel NOS terlokalisasi mitokondria otot. Inducible NOS juga
dinyatakan dalam otot rangka pada beberapa kondisi peradangan, tetapi tidak
bermain peran yang signifikan dalam otot yang normal. Dalam hal ini, nitrat
oksida yang dihasilkan terus-menerus oleh otot rangka dan produksi ini meningkat
saat kontraksi. Yang penting, data menunjukkan bahwa neuron NOS adalah
sumber utama dari oksida nitrat dilepaskan dari otot rangka selama kontraksi otot
(Kavazis dan Scott, 2013).
NFκB (nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells)
merupakan kunci factor transkripsi yang mengatur respon imun seluler untuk
infeksi dan stres oksidatif yang lebih tinggi melalui koordinasi respon pro
inflamasi. Menyerupai Nrf2, NFkB diasingkan didalam sitosol melalui inhibitor
protein IkBα (NFkB inhibitor-alpha). Pelepasan NFkB membutuhkan fosforilisasi
18
IkB melalui cytosolic protein IKK (IkB kinase); IKKβ dikode oleh IKBKB.
Target modifikasi IkBα ini untuk degradasi proteasomal demikian pelepasan
NFkB untuk translokasi nuclear. Jika upaya mediasi NFkB untuk mengembalikan
homeostasis gagal dan stress oksidatif meningkat pada level ekstrim, apoptosis
dimediasi AP-1 terpicu.
Gambar 2.1 Perbedaan respon seluler terhadap stress oksidatif (Stefanson dan Bakovic, 2014)
Menariknya, IKKβ mengandung motif ETGE, oleh karena itu dapat
mengikat Keap1 dan ditargetkan untuk ubiquitination. Mengurangi kolam IKKβ
melalui ikatan Keap1 mengurangi degradasi IκBα dan mungkin mekanisme yang
sulit dipahami aktivasi Nrf2 diketahui menghambat aktivasi NFkB (Stefanson dan
Bakovic, 2014).
Ketika Nrf2 dilepaskan oleh pemicu oksidatif, ada peningkatan di kolam
intraselular terikat Keap1 tersedia untuk menangkap lebih intraseluler IKKβ,
sehingga menghambat ekspresi target gen NFkB. Alkilasi dari Keap1 oleh
phytochemical elektrofilik adalah reversibel; elektrofil dilepaskan ketika
lingkungan oksidatif kembali ke homeostasis dan konformasi ikatan Nrf2 dari
Keap1 dipulihkan. Melampaui batas tertentu dalam status oksidasi intraseluler,
19
Nrf2 dapat memicu produksi ROS. sebenarnya stres oksidatif yang diinduksi
ROS, oksidasi tiol (Cys-SH, 2-) menjadi asam sulfenic (Cys-SOH, 0) adalah
mudah reversibel, namun jika asam sulfenic selanjutnya teroksidasi menjadi
sulfinat (Cys-SO2H, 2+) atau sulfonat (Cys-SO3H, 4 +) asam, reaksi yang tidak
reversibel, berpotensi meninggalkan Keap1 dapat kembali ke konformasi protein-
binding. Ini akan diharapkan untuk membatalkan penghambatan Keap1 dari IKKβ
memungkinkan untuk peningkatan aktivasi NFkB. NFkB telah diketahui
menghambat Nrf2, dan jadi ini mungkin menjadi titik transisi di mana stres
oksidatif menjadi inflamasi (Stefanson dan Bakovic, 2014).
Gambar 2.2Keap1 sebagai faktor koordinasi antara aktivasi Nrf2 dan penghambatan NFkB
(Stefanson dan Bakovic, 2014)
2.3 Stres Oksidatif
Stress oksidatif terjadi ketika produksi radikal bebas melebihi kemampuan
sistem untuk meneetralisir dan menghilangkan mereka (Rahman et al, 2012).
Radikal bebas berperan penting didalam kehidupan sel dan kematian. Ini
20
merupakan electron yang tidak stabil/ berpasangan di orbit terluar dan dapat
menjadi sangat reaktif. Reactive oxygen spesies (ROS) yang dihasilkan dari
molekul oksigen/ nitrogen melalui electron transport chainI (ETC), cytochrome
P450, dan fungsi selular dan subselular lain. Mereka mempengaruhi proses
metabolism dan selular yang menguntungkan dan juga sebagai peran kunci dalam
kondisi patologis dari tubuh. Secara normal terjadi keseimbangan melalui sistem
antioksidan endogen. Ketidakseimbangan dalam status redox dapat berkembang
menjadi oksidatif stress selular. Jika antioksidan endogen gagal mengatasi
produksi metabolic reaktif, maka antioksidan eksogen dapat diperlukan untuk
menyeimbangkan status redox (Noori, 2012).
2.3.1 Reactive Oxygen Species (ROS)
Radikal bebas adalah molekul atau fragmen molekul dengan satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan pada kulit valensi. Radikal bebas sangat
tidak stabil dan sangat reaktif karena mereka cenderung untuk menangkap
elektron Inmolecules lainnya (Oksidasi). umur hidup mereka sangat pendek (dari
milidetik untuk nanodetik. Radikal bebas diproduksi oleh transfer elektron yang
membutuhkan masukan energi tinggi. Ketika bereaksi dengan radikal atau
molekul lain, radikal bebas bisa membentuk radikal baru. Di antara radikal bebas,
spesies oksigen reaktif (ROS) yang berasal dari oksigen. ROS berisi radikal bebas
dan bentuk reaktif oksigen. ROS terlibat dalam fenomena fisiologis penting
seperti imunitas atau stres oksidatif kelompok radikal bebas lain ada, seperti
spesies reaktif nitrogen (RNS) dan spesies belerang reaktif (RSS). Spesies ini
21
dapat dibentuk oleh reaksi dengan ROS atau dapat meningkatkan produksi ROS
(Finaud et al., 2006).
2.3.2 Pembentukan ROS
a. Pembentukan ROS Terprogram
aktivasi polymorphonuclear neutrofil (PMN) penting untuk imunitas. Oksidative
brust, migrasi sel, dan degranulasi adalah beberapa respon fungsional utama yang
memungkinkan PMN untuk fungsi imunitas. Ini respon fungsional dapat dipicu
oleh reseptor yang mengenali peptida bakteri, mediator inflamasi. Menanggapi
rangsangan, komponen ini cepat berkumpul di membran sel dan enzim menjadi
aktif, yang memungkinkan untuk mengkatalisasi reduksi NADPH-dependent dari
O2 untuk membentuk anion superoksida (O2.) Dan spesies oksigen reaktif (ROS)
yang berasal dari ini radikal, termasuk hidrogen peroksida (H2O2), radikal
hidroksil (OH.), dan asam hipoklorit (HClO). Proses ini disebut oksidative brust.
(Chen dan junger, 2012) klasifikasi dan efek utama radikal bebas dapat dilihat di
table 2.
22
Tabel 2.1
Klasifikasi dan efek utama radikal bebas (Finaud et al., 2006)
b. Pembentukan ROS Tidak Terprogram
1. Pembentukan ROS Selama Metabolism Oksigen
secara umum melalui metabolism oksigen yang terjadi di dalam
mitokondria, dihubungkan dengan produksi ROS. Fosforillisasi oksidatif
menghasilkan pembentukan adenosis triphosphate (ATP). Substrat oksidasi terjadi
pada siklus kreb dan rantai transport electron dengan oksigen sebagai penerima
Radikal bebas kontraksi Waktu paruh
Efek utama
Reactive oxygen spesiesIon superoksida
OzoneOksigen singletRadikal hidroksilHydrogen peroksidaAsam hipoclorusRadikal alloxilRadikal peroksilRadikal hidroperoxilReaktive nitrogen speciesNitrit oksida
Nitrit dioksidaPeroxi nitritReaktif Sulfur SpesiesRadikal thyil
ROSO2•-
O3
1O2OH•-
H2O2HOCLRO•ROO•ROOH•
RNS
NO•
NO2•ONOO•-RSSRS•
10-5 detik
Stabil1 µ detik10-6 detikStabilStabil10-6 detik7 detik
1-10 detik
0,06-1 detik
Oksidasi dan peroksidasi lipid, protein oksidasi, kerusakan DNA
peroksidasi lipid, protein oksidasi, kerusakan DNA
peroksidasi lipid, protein oksidasi, kerusakan DNA
23
CoQ
electron. Didalam rantai respirasi 95-99% konsumsi oksigen di reduksi ke dalam
air (H2O) melalui reduksi tetravalent dikatalis oleh coenzim Q (CoQ).
O2 + 4e- + 4H+ 2H2O
Namun, 1-5% dari O2 akan menjadi O2•-. Pembentukan ROS adalah proposional
untuk aktivitas rantai respirasi, namun kemudian tidak selalu proposional terhadap
VO2. Tempat masuk utama ROS telah terlokalisir di rantai respirasi komplek I dan
complex III (Finaud et al., 2006).
Gambar 2.3Lokasi pembentukan ROS di dalam rantai transport electron mitokondria(Finaud
et al., 2006)
Distribusi dan kuantitas produksi ROS didalam komplek berubah
ubah sesuai kebutuhan ATP, VO2, temperature pusat danparameter lain yang
bervariasi dengan latihan fisik. Di dalam komplek I dan III, direduksi
coenzyme Q10 (CoQH2) berkontribusi untuk pembentukan ROS. CoQ dapat
24
bertransformasi kedalam generator superoxide ketika ubismiquinone anion,
timbul dari satu oksidasi electron ubiquinol, menjadi dapat menerima proton.
CoQH2 + O2 CoQH• + O2•-
CoQH• + O2 CoQ + H+ + O2•-
Ada aksi sinergis dari CoQH2 dan citokrom b566 dalam komplek III. Namun
hipotesis ini masih kontroversial karena CoQ, dalam bentuk pengurangan
yang dapat bertindak sebagai antioksidant. Baru – baru ini ditampilkan bahwa
ROS tidak secara spontan dikeluarkan dari mitokondria, namun tampak ketika
membrane potensial mitokondria mencapai maksimum (State IV). Fakta ini
dikonfirmasi oleh penelitian lain. Situs deviasi single electron untuk dioxigen
terlihat menjadi ubiquinol berinteraksi dengan rieske iron sulphur protein dn
low potensial cytochrome b dari komplek III. Penelitian lain menghubungkan
bahwa sekitar 50% dari peningkatan produksi O2•- dari reduksi nicotinamide-
adenin dinucleotide (NADH)-dehydrogenase di dalam komplek I, Antara
komponen mercurial-sensitive dan retonone-sensitive, terbanyak seperti fungsi
nonhaeme iron-sulphur. Hipotesis ini masih kontroversial. Lokasi yang
memungkinkan dari pembentukan ROS di dalam rantai respirasi mitokondria
(Finaud et al., 2006).
Asumsi bahwa mitokondria adalah sumber intraseluler utama dari
ROS secara esensial berdasarkan pada percobaan in vitro dengan isolasi
mitokondria. Artefak karena persiapan prosedur atau pengukuran inadekuat
dari ROS dapat menyebabkan kesalahan metodologi. Uji in vivo memberikan
bukti langsung bahwa mitokondria (di otot jantung) memproduksi ROS
25
selama latihan. Jadi keduanya uji in vitro dan in vivo cenderung menegaskan
bahwa rantai respirasi mitokondrial tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya
sumber utama ROS saat istirahat dan selama latihan di saat otot bekerja,
namun juga di jaringan seperti hati, ginjal dan non-working muscles yang
mengalami iskemia selama latihan fisik. Diwaktu yang sama, mitokondria
sangat rentan terhadap ROS-induced oxidative damage pada lipid, protein dan
DNA hingga DNA mitokondria menginduksi perubahan polypeptide di dalam
komplek respirasi, dengan konsekuensi penurunan transfer electron, membawa
produksi lebih lanjut dari ROS. Dengan demikian sirkulus viciosus dari stress
oksidatif dan penurunan energy didirikan. Namun latihan tidak taampak untuk
modifikasi pengeluaran ROS dari mitokondria meskipun demikian , ada
kurangnya pengetahuan tentang mekanisme yang tepat tentang mekanisme
produksi ROS di dalam mitokondria (Finaud et al., 2006).
2. Pembentukan ROS Selama Reperfusi Iskemia
Sumber utama kedua ROS adalah fenomena reperfusi iskemia, yang
terjadi setelah intervensi pembedahan, setelah syok atau selama latihan fisik.
Selama latihan anareobik atau lengkap, aliran darah membawa area aktif seperti
otot skelet ketika jaringan lain berada dalam situasi hipoksia. Setelah latihan,
jaringan menerima jumlah besar oksigen. Fenomena ini didiskribsikan sebagai
reperfusi iskemia. Xanthine dehydrogenase (XDH) merupakan peran penting
dalam pembentukan asam urat dari degradasi purin (ATP, adenosine diphospgate,
dan adenosine monophosphate). Didalam jaringan hipoksia, XDH dapat dirubah
didalam xanthine oxidase (XO). Selama reperfusi, O2•- dapat dibentuk melalui
26
reaksi katalisasi oleh XO Antara oksigen, hypoxanthine dan xanthine. Meskipun
demikian , peran XO di otot didiskusikan karena ada sedikit jumlah XO di
dalamnya. Alternative lain penjelasan tampak mungkin untuk menjelaskan
peningkatan produksi dari radikal bebas selama reperfusi iskemia. Beberapa studi
menunjukkan bahwa resperfusi iskemia meningkatkan produksi radikal bebas
mitokondria. Studi lain menunjukkan bahwa infiltrasi fagosit, katekolamin,
myoglobin danmethmyoglobin auto-oxidation mengambil bagian dari produksi
radikal bebas selama reperfusi iskemia (Finaud et al., 2006).
3. Pembentukan ROS selama oksidasi hemoglobin dan myoglobin
oksidasi hemoglobin dapat menyebabkan pembentukan ROS. Di dalam
tubuh manusia, 3% dari total hemoglobin di transformasi melalui auto oksidasi.
Reaksi ini, yang meningkat selama latihan, memproduksi methaemoglobin dan
O2•-. Myoglobin dapat juga di oksidasi melalui auto-oksidasi atau radikal bebas
selama reperfusi iskemia dengan produksi H2O2. Myoglobin dapat kemudian
berinteraksi dengan H2O2 dan produksi radikal lain seperti ferryl radikal atau
radikal peroxyl (Finaud et al., 2006).
2.4 Antioksidan
Di alam terdapat berbagai antioksidan yang berbeda dalam komposisi, sifat fisik
dan kimia, mekanisme dan target lokasi. Beberapa kategori utama dapat
digambarkan sebagai berikut: Antioksidan enzimatik meliputi Superoksida
dismutase (SOD), Katalase (CAT), glutathione peroxidase (GPx) adalah enzim
27
SOD
yang hadir bertindak sebagai antioksidan dengan mengubah reaktif spesies
oksigen dan nitrogen reaktif spesies ke dalam senyawa stabil. senyawa dengan
berat molekul tinggi Ini termasuk protein seperti albumin, transferin, seruplasmin.
Mereka membatasi produksi logam katalis radikal bebas. senyawa dengan berat
molekul rendah Ini dapat dibagi lagi menjadi dua kategori yaitu antioksidan larut
lipid dan antioksidan larut air. Tokoferol, quinines, bilirubin dan beberapa
polifenol merupakan antioksidan larut lemak. asam askorbat, asam urat
dan beberapa polifenol merupakan antioksidan larut air. Mineral seperti selenium,
tembaga, mangan, seng. Vitamin, Vitamin A, C dan E adalah antioksidan populer,
yang memainkan penting berperan dalam mencegah kerusakan peroksidasi dalam
sistem biologi (Gupta dan Sharma, 2006).
2.4.1 Antioksidant Enzimatik
1. Superoksida Dismutase
SOD adalah pertahanan utama atas radikal superoksida dan pertahanan
pertama melawan stress oksidatif. SOD menggambarkan kelompok enzim yang
mengkatalis dismutase O2•- dan formasi H2O2.
2O2•- + 2 H+ H2O2 + O2
Di dalam semua sel, saat istirahat, bagian utama mitokondria memproduksi O2•-
yang direduksi oleh SOD mitokondria dan bagian lain yang membaur ke dalam
sitosol. Di dalam sel otot, 65-85% aktifitas SOD dilakukan di sitosol. Berbagai
bentuk SOD berada di tubuh
28
CAT
Tabel 2.2
Lokasi dan aksi enzim (Finaud et al., 2006)
Antioksidan Cofactor Lokasi seluler Target
Mn-SOD
Cu-Zn-SOD
CAT
GPX
Mangan
Tembaga
Zinc
Besi
Selenium
Mitokondria
Sitosol – mitokondria
Peroksisom, sitosol
mitokondria
Sitosol dan mitokondria
Anion superoksida
Peroksinitrit
Anion superoksida
Peroksinitrit
Hidrogen peroksida
Hidrogen peroksida
Peroksinitrit
Magnesium adalah cofactor dari bentuk Mn-SOD, yang berada di
mitokondria sebaik tembaga dan zinc, yang merupakan cofactor dari Cu-Zn-SOD,
yang ada di sitosol (Finaud et al., 2006).
Rerata kadar SOD pada jaringan tikus terbanyak berada di hati dengan
kadar 1700 ± 100 U/g, kemudian pada kelenjar adrenal 804 ± 90 U/g, ginjal 750 ±
80 U/g, jantung 372 ± 30 U/g, paru – paru 267 ± 40 U/g, otak 145 ± 20 U/g,
pancreas 140 ± 20 U/g. (Nandi and Chatterjee, 1988)
2. Catalase
CAT berada didalam setiap sel khususnya di dalam peroxysomes, struktur
sel yang menggunakan oksigen untuk detokfikasi subtansi racun dan
memproduksi H2O2. Catalase mengubah H2O2 kedalam air dan oksigen
2 H2O 2 H2O + O2
29
CAT
GPX
Catalase dapat juga menggunakan H2O2 untuk detokfikasi beberapa subtansi racun
melaluoi reaksi peroksidasi. Reaksi ini membutuhkan substrat seperti phenol,
alcohol (ethanol; A) atau asam formic.
H2O2 + H2A (substrat) 2 H2O + A
(Finaud et al., 2006)
3. Glutation Peroksida
Keberadaan GPX di dalam sitosol sel dan mitokondria memiliki
kemampuan untuk mengubah H2O2 menjadi air. Reaksi ini menggunakan GSH
dan dirubah menjadi glutathione teroksidasi (GSSG).
H2O2 + 2 GSH GSSG + 2 H2O
GPX dan CAT memiliki aksi sama pada H2O2, namun GPX lebih efisien dengan
konsentrasi ROS tinggi dan CAT memiliki aksi penting dengan konsentrasi H2O2
lebih rendah (Finaud et al., 2006).
2.5 Floret Pisang Raja (Musa x Paradisiaca)
Pisang adalah buah tropis yang familiar yang berasal dari barat daya
pasifik, tanaman pisang tersebar ke india sekitar 600 SM dan kemudian tersebar
keseluruh daerah tropis. Pisang mungkin merupakan tanaman budidaya tertua.
Tersebar merata di kepulauan pasifik dan pantai barat pasifik setidaknya 200 –
300 SM.
Klasifikasi taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
kelas : Liliopsida
30
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa x paradisiaca
(Valmayor et al., 2000)
Gambar 2.4
Floret pisang (Musa x Paradisiaca) (NTBG, 2016)
2.5.1 Aktivitas antioksidan floret pisang raja
Analisis fitokimia telah dilakukan terhadap beberapa bagian dari pohon
pisang, namun bunga pisang (floret) memiliki kadar phenolic yang lebih tinggi
dibandingkan, batang, daun dan kelopak jantung pisang (bract). (Mahmood et al.,
2011) Dari uji yang dilakukan di unit laboratorium Fakultas Pertanian Universitas
floret
31
Udayana, skrining fitokimia bunga (floret) pisang raja, flavonoid 499,37
mg/100g quercetin equivalent, kadar total fenol 658,40 mg/100g gallic acid
equivalent, tannin 476,09 mg/100g tannic acid equivalent, saponin 132,98
mg/100g quarcetin equivalent, kapasitas antioksidan 815,99 mg/L gallic acid
equivalent antioxidant capacity. (Lampiran 2, halaman 59)
2.6 Mekanisme aksi gen penyandi antioksidan
Berbagai macam senyawa kimia baik alami maupun sintetis dapat
bertindak sebagai inducer terhadap ekspresi gen penyandi antioksidan (Tkachev et
al., 2011). Salah satu inducer tersebut adalah golongan fenol. Senyawa fenol
merupakan kelompok zat kimia yang ditemukan sangat luas pada tanaman.
Senyawa ini telah dieksploitasi secara intensif karena berbagai fungsi biologis
seperti antimutagenik, antikarsinogenik, antipenuaan, dan juga antioksidan
(Kosem et al., 2007). Inducer lainya adalah ROS seperti H2O2. Dalam kondisi
normal, ROS dihasilkan sebagai produk samping dari metabolisme aerobik untuk
membentuk ATP dalam mitokondria. Dalam reaksi tersebut dibutuhkan oksigen di
mana oksigen akan bereaksi dengan hidrogen untuk membentuk air, tetapi
sejumlah kecil oksigen dapat berubah menjadi radikal bebas.(Tkachev et al.,
2011).
Dalam kondisi normal, Nrf2 terikat pada Keap1 dan terdapat dalam
sitoplasma bersama protein aktin sitoskeleton (Mann et al., 2007). Sebaliknya,
dalam kondisi terpapar oleh senyawa yang bertindak sebagai inducer, maka
inducer bereaksi dengan sistein pada Keap1 mengakibatkan pelepasan Nrf2 dari
Keap1. Nrf2 kemudian mengalami translokasi menuju nukleus dan berikatan
32
dengan ARE (antioxidant respon element) (Son et al., 2008). Antioxidant Respone
Element menengahi aktivasi transkripsi gen-gen seperti HO-1, glutamylcysteine
synthethase, Trx-1, GST dan NQO-1, juga enzim antioksidan seperti SOD dan
catalase yang terlibat dalam meredam ROS. Dalam kondisi basal Nrf2 terikat pada
Keap1 dan terdapat dalam sitoplasma bersama protein aktin sitoskeleton (Mann et
al., 2007). Sebaliknya, dalam kondisi terpapar oleh senyawa yang bertindak
sebagai inducer, maka inducer bereaksi dengan sistein pada Keap1
mengakibatkan pelepasan Nrf2 dari Keap1. Nrf2 kemudian mengalami translokasi
menuju nukleus dan berikatan dengan ARE bersama protein sMaf untuk
mengaktivasi ekspresi gen-gen sitoprotektif. Mekanisme ini didukung fakta bahwa
inducer sulforaphane dan bis(2-hydroxybenzylidene) acetone dengan konsentrasi
tertentu dapat menyebabkan terjadinya disosiasi Keap1–Neh2 complex (Baird et
al., 2011).
Gambar 2.5.
Jaras fitokimia - Nrf-2 – ARE – enzim antioksidan (Saw et al., 2011)
33
Pada manusia, Nrf2 merupakan suatu protein yang terdiri atas 605 asam
amino dengan berat molekul 67,8 kDa, sedangkan pada tikus terdiri atas 597 asam
amino dengan berat molekul 66,9 kDa (Tkachev et al., 2011). Protein Nrf2 terdiri
atas enam domain fungsional yaitu; Nrf2-epichlorohydrin (ECH) homology (Neh;
Neh1,Neh2, Neh3, Neh4, Neh5, dan Neh6). Domain Neh1 berisi bZIP DNA
binding yang akan berlekatan dengan ARE untuk membentuk sebuah heterodimer
bersama protein lain seperti Maf dan Jun protein. Domain Neh2 menjadi bagian
yang akan berlekatan dengan inhibitornya yang ada di sitoplasma yaitu Keap1.
Domain Neh3 terikat pada chromo-ATPase/helicase DNA binding protein yang
berfungsi sebagai co-activator transkripsional untuk meningkatkan transkripsi
gen-gen yang tergantung pada ARE. Domain Neh4 dan Neh5 bertindak secara
sinergi untuk mengikat co-activator transkripsi yang lain. Umpan balik negatif
Nrf2 dilakukan oleh Neh6 (Baird et al., 2011; Tkachev et al., 2011).
2.7. Hewan Coba : Mencit (Mus musculus)
Hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) yang
dipelihara. Mencit merupakan hewan laboraorium yang sering digunakan
dalam berbagai macam penelitian karena telah diketahui sifat-sifatnya,
mudah dipelihara, cepat berkembang biak, mudah ditangani, memiliki gen
homolog dengan manusia, karakter anatomi dan fisiologi telah diketahui
secara baik (Hubrecht and Kirkwood, 2010).
34
Taksonomi Mencit adalah sebagai berikut (Schwiebert, 2007) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Gambar 2.6
Mencit (Mus musculus) (Schwiebert, 2007)
Mencit merupakan salah satu hewan laboratorium yang paling digemari
oleh peneliti. Dengan keunggulan-keunggulan diatas, mencit tergolong
hewan untuk pengujian bioassay. Pengujian dibidang farmakologi terutama
untuk uji toksisitas obat umumnya menggunakan hewan coba mencit atau
tikus putih (Schwiebert, 2007).
35
Tabel 2.3
Data Biologis Mencit
Jenis Data Nilai
Panjang tubuh lahir
Berat badan lahir
Berat badan dewasa : Jantan
Betina
Jumlah anak
Masa kebuntingan
Masas hidup
Suhu tubuh
Denyut Nadi
Frekuensi nafas
Volume darah
Metabolic rate
Basal metabolic rate
2,2 cm
1-2 g
20-30 g
18-35 g
7
20 hari
1-3 tahun
36,5 – 38 ° C
310-840 kali/menit
80-230 kali/menit
1,5 – 2,5 ml
56,76 mL/hrO2
0,27 Watts
( Hubrecht dan Kirkwood, 2010; AnAge, 2014)
Untuk mencit yang dipelihara di laboratorium, makanan dan minuman
diberikan secara ad libitum, dan pencahayaan ruangan diatur sehingga 12
jam terang dan 12 jam gelap. Mencit umumnya sensitif terhadap cahaya,
maka intensitas cahaya laboratorium sebaiknya tidak melebihi 50 lux
(Hubrecht and Kirkwood, 2010). Kondisi optimal mencit di laboratorium
36
antara lain sebagai berikut (Krinke, 2000; Ngatidjan, 2006; Hubrecht and
Kirkwood, 2010) :
a. Kandang mencit harus cukup kuat, tidak mudah rusak, mudah
dibersihkan, mudah di bongkar pasang, hewan tidak mudah lepas, harus
tahan gigitan dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur harus
mudah menyerap air pada umumnya dipakai sekam padi atau serbuk
gergaji.
b. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan
fisiologis tikus (suhu sekitar 20-22oC).
c. Transportasi jarak jauh sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan
stres pada tikus.
37
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Stress oksidatif mempengaruhi fisiologis tubuh yang dapat berperan dalam
mempercepat proses penuaan dan berbagai penyakit degenerative. Stress oksidatif
dapat terjadi pada kondisi ketika adanya ketidakseimbangan antara jumlah radikal
bebas dan antioksidan, dimana kadar radikal bebas lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar antioksidan.
Secara alami tubuh telah memiliki sistem pertahanan untuk menetralisir
radikal bebas karena tubuh memiliki antioksidan endogen seperti SOD dan GPx.
Antioksidan endogen tersebut dapat diaktifkan oleh adanya radikal bebas dengan
cara aktivasi Nrf2 yang terikat pada Keap1 di dalam sitoplasma kemudian
mengalami disosiasi dan translokasi menuju nukleus. Di dalam nucleus Nrf2 akan
berikatan dengan ARE (antioxidant respon element) suatu faktor transkripsi gen
yang bertugas mengaktivasi gen – gen penyandi antioksidan agar berekpresi.
Antioksidan hasil dari ekpresi gen tersebut kemudian dapat menghambat dampak
buruk radikal bebas dengan menjadi scavenger elektron radikal bebas. Selama
melakukan aktivitas fisik, didalam mitokondria akan terbentuk ATP sebagai
sumber energi dengan reaksi fosforilasi oksidatif. Dalam reaksi tersebut
diperlukan oksigen yang sebagian dapat berubah menjadi radikal bebas.dengan
demikian semakin berat aktivitas fisik maka radikal bebas yang terbentuk semakin
38
banyak. Pada aktivitas fisik berlebih terjadi peningkatan jumlah radikal bebas
yang melampaui kemampuan antioksidan endogen untuk menetralisir sehingga
dapat menyebabkan stress oksidatif.
Untuk mencegah penurunan kadar SOD maka dapat menambahkan
antioksidan eksogen ke dalam tubuh . salah satu sumber antioksidan alami adalah
floret pisang. Floret pisang memiliki kandungan fitokimia flavonoid. Dimana
flavonoid dapat meningkatkan jumlah antioksidan endogen dengan cara
mengaktivasi Nrf2.
Pemberian ekstrak floret pisang diduga dapat meningkatkan pertahanan
tubuh dalam menghadapi peningkatan radikal bebas ketika tubuh menjalani
aktivitas fisik berlebih dengan cara meningkatkan jumlah antioksidan endogen
salah satunya adalah SOD. Dengan dasar pemikiran demikian maka pemberian
ekstrak floret pisang secara bersama – sama dengan latihan fisik berlebih perlu
diteliti lebih lanjut.
39
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka
konsep sebagai berikut
Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir penelitian, dapat
diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : Pemberian ekstrak floret pisang raja
(musa x paradisiaca) dapat mencegah penurunan kadar super oksida dismutase
pada hati mencit (Mus musculus) balb c dengan aktivitas fisik berlebih.
38
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni, dengan
menggunakan post test only control group design (Federer, 2008). Untuk lebih
jelasnya dapat digambarkan dengan skema berikut:
Gambar 4.1
Rancangan Penelitian
Keterangan:
P = Populasi
S = Sampel
R = Randomisasi
Ra = Random Alokasi
O1 = Kadar superoxide dismutase (SOD) kelompok kontrol (P0)
O2 = Kadar superoxide dismutase (SOD) kelompok perlakuan (P1)
P0 = Perlakuan kelompok kontrol (aktivitas fisik berlebih + aquabides)
P1 = Perlakuan kelompok perlakuan (aktivitas fisik berlebih + ekstrak
floret pisang)
39
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Pengawasan, pemeliharaan tikus, dan pengambilan sampel dilakukan di
Laboratorium Biomedik Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Pemeriksaan kadar SOD dilakukan di Laboratorium Analitik, Universitas
Udayana.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai Desember 2016 sampai dengan
Februari 2017.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
1. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh mencit (Mus Musculus)
Balb C jantan umur 12 minggu, berat badan 20-22 gram.
2. Populasi terjangkau adalah seluruh mencit (Mus Musculus) Balb C jantan
umur 12 minggu, berat badan 20-22 gram yang berada di lokasi penelitian
dan memenuhi kriteria inklusi.
4.3.2 Kriteria sampel
4.3.2.1 Kriteria inklusi sampel meliputi :
1. mencit (Mus Musculus) Balb C jantan umur 12 minggu.
2. Berat badan berkisar antara 20-22 gram.
4.3.2.2 Kriteria drop out sampel meliputi :
1. Mencit mati selama penelitian
40
4.4 Besar Sampel
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada rumus
Federer (Federer, 2008) sebagai berikut:
Dalam perhitungan rumus diatas diketahui banyak perlakuan adalah 2 kelompok,
sehingga t = 2, maka didapatkan jumlah sampel (n) minimum yang digunakan
adalah 16. Untuk mengantisipasi terjadinya drop out pada sampel, maka dalam
penelitian jumlah sampel ditambah 10%. Dengan demikian jumlah sampel
masing-masing kelompok adalah 18 ekor mencit. Sehingga total mencit yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah 36 ekor.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Klasifikasi Variabel
Variabel bebas
Ekstrak floret pisang raja (musa x paradisiaca)
Variabel tergantung
Variabel tergantung yang diukur dalam penelitian ini adalah Kadar SOD hati
Variabel kendali
Variabel kendali dalam penelitian ini berupa:
Jenis mencit yang digunakan, umur mencit, berat badan mencit, jenis kelamin
mencit, nutrisi, kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, cahaya), kesehatan
mencit, makanan dan minuman, aktivitas fisik berlebih.
(t-1) (n-1) ≥ 15, dimana t = banyaknya perlakuan,
n = banyaknya ulangan
41
4.5.2 Definisi operasional variabel
1. Ekstrak floret pisang adalah ekstrak dari seluruh bagian bunga betina jantung
pisang raja (mussa x paradisiaca) yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan
pelarut ethanol 96%. Ekstrak floret diberikan sebanyak 400mg/kgbb dengan
cara disonde.
2. Aktivitas fisik berlebih adalah kemampuan melakukan renang bebas sekuat
kuatnya sampai tenggelam yakni kepalanya tetap berada di bawah permukaan
air selama lima detik.
3. Superoxide dismutase adalah suatu enzim yang berfungsi sebagai antioksidan
endogen yang diukur dengan metode ELISA dari sampel hati mencit setelah
perlakuan berakhir.
4. Jenis kelamin adalah mencit dengan jenis kelamin jantan yang terpilih sebagai
sampel penelitian.
5. Umur sampel adalah mencit umur 12 minggu yang dipergunakan sebagai
sampel penelitian yang ditentukan berdasarkan catatan kelahiran dari tempat
pemeliharaan hewan percobaan dan dinyatakan dalam minggu.
6. Berat sampel adalah mencit dengan berat badan 20g sampai dengan 22g yang
dipergunakan sebagai sampel penelitian yang ditentukan dengan cara
melakukan penimbangan dengan menggunakan timbangan elektrik dan
dinyatakan dalam gram.
42
4.5.3 Hubungan antar variabel
Hubungan antar variabel digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.2.
Hubungan Antar Variabel
Gambar 4.2Hubungan antar variable
4.6 Alat dan bahan penelitian
4.6.1Alat Penelitian
1. Kandang pemeliharaan hewan percobaan yang berukuran 45 x 35 x 20 cm
2. Perangkat untuk aktivitas renang mencit yang berukuran 70 x 60 x 60 cm
dengan ketinggian air 55 cm, dan suhu air 33oC.
3. Instrumen pemeriksaan kadar SOD.
VARIABEL KENDALI
Jenis/strain mencit
Jenis kelamin, umur, berat badan
Suhu, kelembaban, nutrisi, kandang,
aktivitas fisik berlebih (overtraining)
Makanan, minuman
Mencit (Mus Musculus)
VARIABEL BEBAS
Ekstrak floret pisang
VARIABEL TERGANTUNG
Kadar Superoxide Dismutase (SOD)
43
4.6.2 Bahan Penelitian
1. Mencit (Mus musculus) strain balb-c jantan umur 12 minggu, berat badan 20g
sampai dengan 22g.
2. Jantung pisang yang diperoleh dari petani yang ada di Rembang, Jawa tengah
3. Reagen Pemeriksaan, SOD, ethanol 96%.
4. Makanan mencit produksi PT Japfa comfeed Indonesia, dengan komposisi
protein 66%, lemak 7 %, serat kasar 6 %, Abu, 7 %, kalsium 1,1 %, phosphor
0,9%, dan air 12%.
4.7 Prosedur Penelitian
1. Mencit diaklimatisasi selama satu minggu untuk menyesuaikan dengan
temperatur dan kelembaban ruangan penelitian.
3. Mencit dipelihara dalam kandang masing-masing empat ekor mencit, diberi
makan dan minum ad libitum.
4. Ekstrak floret pisang raja diperoleh dengan cara ekstraksi dengan ethanol 96%.
Jantung pisang dicuci bersih kemudian dipisahkan antara kulit pelepah (bract)
dan bunga (floret). Floret dikeringanginkan selama 7 hari kemudian diblender
untuk mendapatkan bahan dalam bentuk bubuk. Bubuk tersebut kemudian
dimacerasi dengan ethanol 96% selama 48 jam. Ekstrak kemudian disaring
dengan kertas Whatman No 40. Filtrat kemudian dipekatkan dalam rotary
evapotarator pada temperatur 45oC untuk mendapatkan ekstrak kental.
5. Mencit kelompok (P1) diberi perlakuan dengan ekstrak floret pisang raja
400mg/kgBB dan dengan aktivitas fisik diberikan ekstrak floret pisang serta
44
direnangkan dalam ember yang telah berisi air dengan aktivitas fisik berlebih,
setiap hari, selama 14 hari.
6. Mencit perlakuan dengan aktivitas fisik (P0) diberikan aquades sebanyak 2 ml.
7. Dua puluh empat jam setelah perlakuan berakhir, keseluruhan kelompok mencit
dieuthanasi dengan cara dislokasi tulang leher untuk diambil organ hatinya.
Organ hati kemudian diambil dan dicuci dengan Posphat Buffer Saline (PBS),
ditiriskan dan ditimbang beratnya, kemudian dikemas dengan alufo dan
disimpan di dalam freezer (-20°C). Spesimen kemudian dikirim ke
Laboratorium Analitik Fakultas Kedokteran UNUD untuk dianalisis kadar
SOD nya.
4.7.1 Prosedur Pemeriksaan SOD.
Superoksida dismutase adalah salah satu jenis antioksidan yang
dihasilkan oleh tubuh. Aktivitas SOD merupakan salah satu acuan pengukuran
tingkat stres oksidatif. SOD bekerja dengan cara menetralisir radikal
superoksida yang banyak dihasilkan pada aktivitas fisik berlebih. Aktivitas
SOD diukur dengan menggunakan SOD Assay Kit. SOD Assay Kit yang
digunakan pada penelitian ini berasal dari perusahaan Biovision dengan merk
Biovision.
a. Sebanyak 1 gram organ hati di cuci dengan menggunakan PBS untuk
mengilangkan seluruh sel darah merah. Jaringan hati kemudian
dihancurkan secara mekanik menggunakan mortar dan di homogenasi
menggunakan homogenizer dengan larutan 0.1M Tris/HCl, pH 7.4 yang
mengandung 0.5 % Triton X-100, 5mM β-ME, 0.1mg/ml PMSF pada ice
45
box. Cairan jaringan ini kemudian di sentrifugasi pada suhu 4°C,
kecepatan 14000 g selama 5 menit.
b. Supernatan mengandung SOD yang berasal dari mitokondria dan
sitoplasma, kemudian digunakan untuk analisis lebih lanjut.
c. Sebanyak 20 μL sample solution ditambahkan untuk tiap sampel dan blank
2, dan tambahkan 200 μL H2O untuk masing – masing blank 1 dan 3.
d. Sebanyak 200 μL WST Working Solution ditambahkan untuk masing –
masing blank.
e. Kemudian, sebanyak 20 μL Dilution Buffer ditambahkan untuk blank 2
dan blank 3.
f. Sebanyak 20 μL Enzyme Working Solution ditambahkan untuk setiap
sampel dan blank 1 dengan mempergunakan Multiple Channel pipette.
Kemudian dicampur dengan cara menggoyang perlahan microplate.
g. Setelah itu, sampel diinkubasi pada suhu 37 C selama 20 menit.
h. Lalu, letakkan microplate ke dalam spektrofotometer. Pada layar monitor
akan muncul angka sebagai hasil pembacaan. Pembacaan oleh alat ini pada
prinsipnya berdasarkan dari tingkat perubahan warna. Tingkat perbedaan
warna ini menentukan seberapa banyak cahaya yang diserap, kemudian
dipresentasikan dalam bentuk angka oleh alat spektrofotometer. Hasil yang
didapatkan dari pembacaan spektrofotometer untuk masing – masing
sampel dengan bantuan rumus SOD Assay Kit, didapatkan persentase SOD
aktif.
46
i. Rumus aktivitas SOD (Tingkat Inhibisi) =
(Ablank1 – Ablank3) – (Asample – Ablank2) x 100
(Ablank1 – Ablank3)
4.7.2 Alur Penelitian
Gambar 4.3.
Alur Penelitian
Pada hari ke delapan dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan
Perlakuan selama 14 hari
nekropsi mencit
36 ekor mencit jantan sehat diadaptasi selama tujuh hari
P0 (overtraining + aquabides)
P1 (overtraining + ekstrak floret pisang raja)
Pemeriksaan Kadar SOD Hati
47
4.8 Analisis Data
1. Analisis Deskriptif untuk mengetahui karakteristik data yang meliputi
rerata, simpangan baku, median, nilai maksimum dan nilai minimum
data.
2. Uji normalitas data dengan Shapiro Wilk test karena jumlah sampel n <
30. Data hasil penelitian ini berdistribusi normal (P≥0,05).
3. Uji homogenitas data dengan Levene Test, Data hasil penelitian ini
varian data homogen (P≥0,05).
4. Uji analisis Komparasi karena sebaran data normal, maka analisis
komparasi yang digunakan adalah Independent Sample T test.
5. Analisis statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS
48
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan menggunakan
post test only control group design. Subjek penelitian adalah 36 ekor mencit (Mus
Musculus) Balb C, jantan, berumur 12 minggu, dengan berat badan 20-22 gram
yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 18 ekor mencit,
satu kelompok sebagai kelompok kontrol (P0) yaitu kelompok mencit Balb C
jantan yang diberikan plasebo berupa aquadest sebanyak 1 ml dengan aktivitas
fisik berlebih selama 14 hari, dan kelompok perlakuan (P1) yaitu kelompok
mencit Balb C jantan yang diberikan ekstrak floret pisang raja (Musa x
paradisiaca) dosis 400 mg/kgBB mencit per hari dicampur aquadest hingga 1 ml
dengan aktivitas fisik berlebih selama 14 hari. Hasil penelitian ini kemudian
dianalisis dan disajikan menggunakan analisis deskriptif, normalitas data,
homogenitas data, uji komparabilitas dan analisis efek perlakuan.
5.1. Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif terhadap variabel kadar SOD meliputi rerata,
simpangan baku (SB), median, nilai minimum dan nilai maksimum data sesudah
perlakuan selama 14 hari (post-test) pada masing-masing kelompok disajikan pada
Tabel 5.1.
49
Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Kadar SOD
KelompokRerata
(U/mg protein)SB Median Minimum Maksimum
Kontrol (P0) 568,82 9,558 571,48 548,72 580,08
Perlakuan (P1) 588,37 10,629 589,26 567,09 610,04
5.2 Uji Normalitas Data
Kadar SOD jaringan hati sesudah perlakuan selama 14 hari (post-test)
pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk karena jumlah sampel masing-masing kelompok kurang dari 30
(n<30). Hasilnya menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05) yang
disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok
Kelompok Subyek n p Keterangan
Kelompok Kontrol (P0) 18 0,068 Normal
Kelompok Perlakuan (P1) 18 0,404 Normal
n = jumlah sampel
5.3 Uji Homogenitas Data
Kadar SOD jaringan hati sesudah perlakuan selama 14 hari (post-test)
pada masing-masing kelompok diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji
50
Lavene’s statistic. Hasilnya menunjukkan bahwa varian data homogen (p>0,05)
yang disaajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3Hasil Uji Homogenitas Data
Variabel n p Keterangan
Kadar SOD 36 0,978 Homogen
n = jumlah sampel
5.4 Uji Komparabilitas
Analisis komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar
SOD jaringan hati antar kelompok kontrol (P0) yang diberikan plasebo berupa
aquadest sebanyak 1 ml dengan aktivitas fisik berlebih selama 14 hari, dan
kelompok perlakuan (P1) yang diberikan ekstrak floret pisang raja (Musa x
paradisiaca) dosis 400 mg/kgBB mencit per hari dicampur aquadest hingga 1 ml
dengan aktivitas fisik berlebih selama 14 hari. Analisis kemaknaan diuji dengan
T-independent karena sebaran data normal dan varian data homogen. Hasil
analisis komparasi kemudian disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4Perbandingan Kadar SOD antar Kelompok
Kelompok NRerata
(U/mg protein)SB t p
Kontrol (P0) 18 568,82 9,558
Perlakuan (P1) 18 588,37 10,629-5,804 0,00
51
Tabel 5.4 menunjukkan rerata kadar SOD jaringan hati pada kelompok
kontrol (P0) sesudah perlakuan (post-test) adalah 568,82 ± 9,558 U/mg protein,
sedangkan pada kelompok perlakuan (P1) adalah 588,37 ± 10,629 U/mg protein.
Analisis kemaknaan dengan T-Independent menunjukkan bahwa nilai t= -5,804
dan nilai p= 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa sesudah perlakuan (post-test),
kadar SOD jaringan hati pada kedua kelompok adalah berbeda sangat bermakna
(p<0,01).
Gambar 5.1
perbandingan kadar SOD
52
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Subyek Penelitian
Untuk membuktikan bahwa pemberian ekstrak floret pisang raja (Musa x
paradisiaca) dapat meningkatkan kadar enzim Super oksida dismutase (SOD) hati
pada mencit (Mus musculus) Balb C dengan aktivitas fisik berlebih, telah
dilakukan penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan post
test only control group design.
Subjek penelitian adalah 36 ekor mencit (Mus Musculus) Balb C, jantan,
berumur 12 minggu, dengan berat badan 20-22 gram yang terbagi menjadi 2 (dua)
kelompok masing-masing berjumlah 18 ekor mencit, satu kelompok sebagai
kelompok kontrol (P0) yaitu kelompok mencit Balb C jantan yang diberikan
plasebo berupa aquadest sebanyak 1 ml dengan aktivitas fisik berlebih selama 14
hari, dan kelompok perlakuan (P1) yaitu kelompok mencit Balb C jantan yang
diberikan ekstrak floret pisang raja (Musa x paradisiaca) dosis 400 mg/kgBB
mencit per hari dicampur aquadest hingga 1 ml dengan aktivitas fisik berlebih
selama 14 hari.
Penggunaan mencit sebagai subjek disebabkan karena mencit merupakan
hewan yang memiliki banyak persamaan secara biologis terhadap manusia.
Sedangkan penggunaan jenis kelamin jantan dikarenakan mencit jantan tidak
terpengaruh oleh siklus menstruasi seperti pada mencit Wistar betina, karena hasil
penelitian terdahulu membuktikan bahwa estrogen dapat meningkatkan kadar
53
SOD, sehingga penggunaan mencit betina dengan fluktuasi kadar estrogen akibat
siklus menstruasi akan berakibat bias pada data hasil penelitian (Unfer et al.,
2015).
6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian
Data hasil penelitian berupa kadar SOD jaringan hati sebelum dianalisis
lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk uji distribusi
digunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas data dan uji
homogenitas dengan uji Levene test untuk mengetahui varian data.
Hasilnya menunjukkan bahwa data kadar SOD jaringan hati pada semua
kelompok, yaitu kelompok kontrol (P0) yang diberikan plasebo berupa aquadest
sebanyak 1 ml dengan aktivitas fisik berlebih selama 14 hari, dan kelompok
perlakuan (P1) yang diberikan ekstrak floret pisang raja (Musa x paradisiaca)
dosis 400 mg/kgBB mencit per hari dicampur aquadest hingga 1 ml dengan
aktivitas fisik berlebih selama 14 hari, sesudah perlakuan (post-test) memiliki
sebaran data yang normal (p>0,05) dan varian data yang homogen (p>0,05).
6.3 Pengaruh Pemberian Ekstrak Floret Pisang Raja (Musa x paradisiaca)
Terhadap Kadar SOD
Pada penelitian ini, mencit diberikan aktivitas fisik berupa perenangan
hingga menyebabkan kondisi overtraining yang ditandai dengan kondisi kelelahan
berupa mencit hampir tenggelam oleh karena menurunnya kekuatan otot,
menurunnya waktu reaksi serta menurunnya frekuensi gerakan dan menurunnya
54
refleks (Binekada, 2002). Aktivitas fisik berlebih (overtraining) diberikan dalam
jangka waktu 14 hari (Abubakar, 2010; Vitariana, 2011).
Ketika melakukan aktivitas fisik yang cukup berat (misalnya tes treadmil),
terjadilah peristiwa mirip dengan fenomena iskemia-reperfusi itu, dimana
peningkatan penyediaan oksigen (oxygen supply) sering kali tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigen (oxygen demand). Fenomena ini disebut sebagai
fase iskemia. Sementara itu peningkatan penyediaan oksigen yg tinggi justru akan
meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen bahkan bisa mencapai 10x lipat
(fenomena ini disebut fase reperfusi). Beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa aktivitas fisik yg berat dapat menyebabkan stres oksidatif dimana produksi
radikal bebas oksigen meningkat secara bermakna (Baraas, 2006). Penelitian telah
membuktikan bahwa aktivitas fisik yang berat dapat menyebabkan stres oksidatif
(McArdle, 2006).
Jumlah radikal bebas dan mekanisme adaptasi pada mencit meningkat
secara signifikan, berkaitan dengan jumlah konsumsi oksigen. Radikal oksigen
terbentuk oleh adanya reduksi oksigen yang tidak lengkap. Latihan fisik yang
mendadak mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen, akan menyebabkan
peningkatan pembentukan radikal bebas. Peningkatan molekul ini terjadi juga
dalam perpanjangan latihan dan latihan dengan intensitas yang tinggi, namun
aktivitas fisik mampu mengadaptasi mencegah efek berbahaya dari oksigen
radikal bebas (Schneider and Oliveira, 2004). Aktivitas fisik berlebih
meningkatkan ROS dalam jaringan, dan 2-5% oksigen yang dipakai dalam
metabolisme tereduksi menjadi ion superoksid yg bersifat radikal bebas. Kondisi
55
ini akan menyebabkan stres oksidatif (Cooper, 2001). Hasil penelitian
menyebutkan bahwa aktivitas fisik berlebih dapat menginduksi stres oksidatif,
menurunkan aktivitas dan kadar superoksida dismutase (SOD), glutation (GSH),
dan katalase pada eritrosit (Stanojevic et al., 2016).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak floret pisang
raja (Musa x paradisiaca) dapat mencegah penurunan kadar SOD jaringan hati
yang menurun akibat aktivitas fisik berlebih. Hasil menunjukkan rerata kadar
SOD jaringan hati pada kelompok kontrol (P0) sesudah perlakuan (post-test)
adalah 568,82 ± 9,558 U/mg protein, sedangkan pada kelompok perlakuan (P1)
adalah 588,37 ± 10,629 U/mg protein (p<0,01). Hasil penelitian ini didukung
oleh beberapa penelitian terdahulu. Verma et al. (2017) menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak ethanol seluruh bagian tumbuhan pisang raja (Musa x
paradisiaca) dapat mencegah kerusakan oksidatif hati yang diinduksi karbon
tetraklorida (CCl4) dan meningkatkan kadar antioksidan enzimatik SOD, katalase
dan menurunkan peroksidasi lipid; semakin tinggi dosis ekstrak yang diberikan
efektifitas antioksidannya semakin meningkat.
Dengan membandingkan kadar flavonoid ekstrak floret pisang raja dengan
penelitian sebelumnya, ekstrak floret pisang raja memiliki kadar flavonoid cukup
tinggi yaitu 493,37 mg/100g. Kadar flavonoid pada daging buah naga
7,21mg/100g sedangkan pada kulit buah kering 8,33mg/100g (Indriasari, 2012).
ekstrak daun sukun tua mengandung kadar flavonoid yang lebih tinggi (100,68
mg/g) dibanding ekstrak daun sukun muda (87,03 mg/g) dan gugur (42,89 mg/g)
56
(Riliani, 2015). Pada buah mahkota dewa masak didapatkan kandungan flavonoid
2,2334 mg/kg (Sawitri, 2011).
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa ekstrak floret pisang (Musa
sapientum var. paradisiaca) dapat mengurangi stress oksidatif pada lambung yang
terinfeksi H. pylori dan meningkatkan aktivitas antioksidan endogen seperti SOD
dan katalase (Goel et al., 2001). Selain itu, penelitian lain juga mendukung hasil
penelitian ini, bahwa pemberian ekstrak akar pisang (Musa paradisiaca) yang
mengandung flavonoid dan fenol dapat meningkatkan kadar SOD pada jaringan
testis tikus wistar yang diinduksi diabetes (Mallick et al., 2010). Penelitian
menunjukkan bahwa stres oksidatif pada plasma berkurang secara signifikan
setelah memakan buah pisang tunggal pada manusia yang sehat kandungan
antioksidan yang tinggi pada tanaman pisang (Yin et al., 2008). Aktivitas
antioksidan juga dilaporkan pada ekstrak air kulit pisang dengan berbagai metode
pemeriksaan (Imam and Akter, 2011). Penelitian menunjukkan bahwa kandungan
glikosida dan komponen monosakarida adalah komponen utama yang
bertanggung jawab untuk aktivitas antioksidan (Mokbel dan Hashinaga, 2005).
Namun penelitian independen lain melaporkan aktivitas antioksidan yang
diekstrak dari M. paradisiaca pada tikus adalah didominasi kandungan flavonoid
(Vijayakumar et al., 2008).
Penelitian menemukan bahwa flavonoid pada pisang mencegah penurunan
aktivitas superoksida dismutase (SOD) dan katalase yang mungkin bertanggung
jawab atas penurunan tingkat produk peroksidasi lipid seperti malondialdehid,
hidroperoksida dan diena terkonjugasi (Vijayakumar et al., 2008; Imam and
57
Akter, 2011). Kandungan flavonoid dapat meredam efek buruk radikal bebas,
dengan menghambat peroksidasi lipid melalui aktivasi peroksidase terhadap
hemoglobin, yang merupakan antioksidan endogen (enzimatis) seperti SOD dan
katalase (Mot et al., 2009). Peroksidase bermanfaat untuk mencegah penimbunan
H2O2, yang keberadaannya menjadi berbahaya jika bersama-sama O2●-,
dikarenakan dapat membentuk radikal ●OH yang merupakan radikal bebas yang
paling reaktif dan paling berbahaya, yang dapat merusak membran sel dengan
menyebabkan terputusnya asam lemak tidak jenuh (Cadenas and Parker, 2002).
Selain itu kandungan flavonoid diketahui merupakan antioksidan pemutus rantai
(chain breaking antioxidants) yang larut dalam lemak, yang bekerja pada
membran sel, yang dapat memutus rantai peroksidasi lipid (Murray et al, 2000;
Milner, 2002).
Efek flavonoid terhadap ROS terjadi melalui dua mekanisme yaitu dengan
menangkap radikal bebas/menetralisir dan meningkatkan antioksidan endogen
seperti SOD. Peningkatan antioksidan endogen oleh flavonoid telah terbukti
dalam penelitian in vitro melalui peningkatan faktor transkripsi Nrf2 yang
meningkatkan ekspresi protein HO1 (Maher dan Hanneken, 2005). Flavonoid
dapat mengaktifkan ERK, JNK, dan P38 Selanjutnya mengaktifkan Nrf2 sehingga
terjadi peningkatan ekspresi gen antioksidan endogen (Huang et al., 2013).
58
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal
sebagai berikut: Pemberian ekstrak floret pisang raja (Musa x paradisiaca) dapat
mencegah penurunan kadar super oksida dismutase pada hati mencit (Mus
musculus) Balb c dengan aktivitas fisik berlebih.
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah.
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja
molekuler ekstrak floret pisang raja (Musa x paradisiaca) dalam meningkatkan
kadar SOD hati mencit (Mus musculus) Balb c yang di induksi latihan fisik
berlebih, apakah secara langsung atau tidak langsung melalui interaksi dengan
komponen sel lainnya.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan Antara ekstrak
floret pisang raja terhadap Nrf2
3. Perlu dilakukan uji toksisitas ekstrak floret pisang raja (musa x paradisiaca),
untuk mengetahui potensi efek samping jangka panjang jika diberikan pada dosis
tinggi.
4. Perlu dilakukan uji klinik pada manusia untuk mengetahui efek farmakologis
ekstrak floret pisang raja (musa x paradisiaca) pada keadaan fisiologis maupun
patologis.
59
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, O. 2010. Pemberian Ekstrak Kulit Terung Ungu (Solanum melongena L) Menghambat Peningkatan MDA dalam Darah Tikus Wistar yang Dinduksi Aktivitas Fisik Maksimal (tesis). Denpasar. Universitas Udayana.
AnAge. 2014. The Animal Ageing and Longevity Database : AnAge entry for Mus Musculus. Available form : http://genomics.senescence.info. Accessed March 14th, 2014.
Baird, L., Albena, T., and Dinkova-Kostova. 2011. The Cytoprotective Role of the Keap1–Nrf2 Pathway. Arch Toxicol. 85:241–72 avaible form: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21365312 accessed August 2016
Baraas, F. 2006. Kardio molekuler, radikal bebas, disfungsi endotel, aterosklerosis, antioksidan, latihan fisik dan rehabilitasi jantung. Jakarta: Yayasan Kardia Ikratama.hal.266-295.
Binekada, M.C. 2002. Pelatihan Fisik Berlebih Menurunkan Konsentrasi dan Motilitas Spermatozoa Mencit (tesis). Denpasar: Universitas Udayana
Cadenas, E., dan Packer, L. 2002. Vitamin C : From Molecular Action to Optimum Intake. Handbook of Antioxidants. Second Edition. California : Marcel Dekker, Inc. p. 128-134.
Cooper, K.H. 2001. Sehat Tanpa Obat.Empat Langkah Revolusi Antioksidan yang Mengubah Hidup Anda. Cetakan Pertama. Bandung : Penerbit Kaifa. Hal 73-89
Federer, W. (2008). Statistic and Society : Data Collection and Interpretation second ed. New York: Marcel Dekker
Finaud, J., Lac, G., Filaire, E. (2006). Oxidative Stress Relationship with Exercise. Sport Med: Aubiere
Goel, R.K., Sairam, K., and Rao, C.V. 2001. Role of gastric antioxidant and anti-H. pylori activities in antiulcerogenic activity of plantain banana (Musa sapientum var. paradisiac). Indian Journal of Experimentas Biology. 39: 719-722.
Goldman, R., and Klatz, R.2007. Theories on Aging. In: Hirsch, C., Rosenberg, C., editors. The New Anti-Aging Revolution. Third edition. North Bergen: Basic Health. p 19-32.
60
Gong, M.C., Arbogast, S., Guo, Z., Mathenia, J., Su, W., Reid, M.B. (2006). Calcium-independent phospholipase A2 modulates cytosolic oxidant activity and contractile function in murine skeletal muscle cells. J Appl Physiol 100:399–405 avaible from: http://jap.physiology.org/content/100/2/399 accessed September 2016
Gupta, VK., Sharma, SK.2006.Plants as natural antioxidant.Natural Product Radiance: Haryana. Avaible from: http://nopr.niscair.res.in /bitstream /123 456789/7962/1/NPR%205(4)%20326-334.pdf. accessed November 2016
Huang, C.S., Lii CK, Lin AH, Yeh YW, Yao HT, Li CC, Wang TS, Chen HW. 2013. Protection by chrysin, apigenin, and luteolin against oxidative stress is mediated by the Nrf2-dependent up-regulation of heme oxygenase 1 and glutamate cysteine ligase in rat primary hepatocytes. Arch Toxicol. 87:167–178.
Hubrecht, R., Kirkwood, J.2010. The UFAW Handbook of the Care and Management of Laboratory and Other Research Animals. Edisi ke-8. Universities Federation for Animal Welfare.p.311-324
Imam, M.Z., and Akter, S. 2011. Musa paradisiaca L. and Musa sapientum L.: A phytochemical and pharmacological review. J App Pharm Sci. 1(5): 14-20.
Indriasari, I.2012. ekstrak ethanol buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memperbaiki profil lipid pada tikus wistar jantan (Rattus norvegicus) dyslipidemia (tesis). Denpasar: Universitas Udayana
Ishikawa, F. (2000). Aging clock: the watchmaker’s masterpiece. Cell Mol Life Sci 57:698-704. Availabel from: http:/www.ncbi.nlm.nih.gov /pubmed / 10892336?dopt=Abstract&holding=npg. Accessed September 2016
Kavazis, N., and Scott, K.P.2013. Impact of Exercise, Reactive Oxygen and Reactive Nitrogen Species on Tumor Growth. Springer Science+Business Media: new York
Kosem, N., Han, YH., Moongkarnadi, P.2007. Antioxidant and Cytoprotective Activities of Methanolic Extract from Gracinia Mangostana Hulls.ScienceAsia: Bangkok. Avaible form: http://citeseerx.ist.psu.edu/ viewdoc/download?doi=10.1.1.525.1913&rep=rep1&type=pdf
Krinke, G.J. (2000). The Laboratory Rat. London: Academic Press.
Lestario, Ninan, L., Lukito, Dhanu, Timotius, dan Herawan, K.2009. Kandungan antosianin dan antosianidin dari jantung pisang klutuk (Musa brachycarpa Back ) dan pisang ambon (Musa acuminata Colla).IPB: Bogor avaible from: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/45702 accessed September 2016
61
Liochev, S.I.2015. Which is the most significant cause of aging.antioxidants: durham. Avaible from : https://www.google.com/url?sa=t&rct= j&q= &esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjOyual3djNAhUKKY8KHSc3ChgQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.mdpi.com%2F2076-392 1%2F4%2F4%2F793%2Fpdf&usg =AFQjCNFK OA7 SWWlG_TgHuzKi1_VYYyDntw&bvm=bv.126130881,d.c2I accessed September 2016
Maher P, and Hanneken A. 2005. Flavonoids protect retinal ganglion cells from oxidative stress-induced death. Invest Ophthalmol Vis Sci. 46(12):4796-803
Mahmood, A., Ngah, N., Omar, M.N.2011. Phytochemicals Constituent and Antioxidant Activities in Musa x Paradisiaca Flower. Europan journal of scientific research: Seychells
Mallick, C., Bera, T.K., Ali, K.M., Chatterjee, K., Ghosh, D. 2010. Diabetes-induced testicular disorders Vis-à-vis germn cell apoptosis in albino rat: remedial effect of hexane fraction of root of Musa paradisiaca and leaf of Coccinia indica. Journal of Health Science. 56(6): 641-654
Mann, G.E., Niehueser-Saran, J., Watson, A., Gao, L., Ishii, T., and Winter, P. (2012). Antioxidant Enzym.Intech: Rijeka. Avaible from: http://library.umac.mo/ebooks/b28050174.pdf accessed September 2016
McArdle, W.D. 2006. Essentials of Exercise Physiology. Third Edition. NewYork: Lippincott William Wilkins. p. 642.
Milner, J. A. 2002. Mechanism of Action of Antioxidan: A Substance in food that significantly decrease the adverse effects of reactive species such as reactive oxygen and nitrogen species, on normal physiologycal funtion in human. Dietary Reference Intake, Foods and Nutrition. Natl Acad Press , Available from :http//ods.od.nih.gov/nems/conference/oda2002/milner-pdf . Accessed Dec 23, 2016.
Mokbel M.S., Hashinaga F. 2005. Antibacterial and Antioxidant Activities of Banana (Musa, AAA cv. Cavendish) Fruits Peel. Am. J. Biochem. Biotechnol. 1(3): 125-131.
Mot, A.C., Damian, G., Sarbu, C., Silaghi, D.R. 2009. Redox reactivity in propolis: direct detection of free radicals in basic medium and interaction with hemoglobin.Journal Medicine Food. 14(6):267-74.
Murray, R.K., Granner, D., Mayes, P.A., Rodwell, V.W.2000. Harper’s Biochemistry, 25th p:124, 156-157, 618-620.
62
Nandi, A. and Chatterjee, I, B.1988. Assay of superoxide dismutase activity in animal tissues. Department of Biochemistry, University College of Science: Calcutta
National Tropical Botanical Garden.2016. Mussa x Paradisiaca Taxonomy. Avaible from http://www.ntbg.org/plants/plant_details.php?plantid=7767. Accesed October 2016
Ngatidjan.2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Metode Uji Toksisitas. Hal: 86-135.
Noori, S.2012. An Overview of Oxidative Stress and Antioxidant Defensive System. Muhammad Bin Qasim Medical & Dental College: Karachi. Avaible from: http://www.omicsonline.org/scientific-reports/2167-0390-SR-413.pdf accessed October 2016
Pangkahila, E.A. dan Siswanto, F.M.2015. Pola Hidup Tidak Teratur dan Aktivitas Fisik Berlebih Menurunkan Kemampuan Aktivitas Seksual. Sport and fitnest journal Phytochemicals. Neuromol Med. 10: 236-46
Pangkahila, W.2011. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. 2nd ed. Jakarta: penerbit buku kompas
Rahman, T., Hosen, I., Islam, M.M.T., and Shekhar, H.U. (2012). Oxidative Stress and Human Health. University of Dhaka: Dhaka avaible from: http://file.scirp.org /pdf/ABB20120700031_37648430.pdf accessed October 2016
Riliani, M. 2015.Krim ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) sama efektifnya dengan krim hidrokuinon dalam mencegah peningkatan jumlah melanin kulit marmut (Cavia porcellus) yang dipapar sinar ultraviolet B (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Saw, C.L.L., Cintron, M., Wu, T.Y., Kong, A.T.., Guo ,Y., Huang, Y., and Jeong W.S.2011. Pharmacodynamics of dietary phytochemical indoles I3C and DIM: Induction of Nrf2-mediated phase II drug metabolizing and antioxidant genes and synergism with isothiocyanates. National Institute of health: new Jersey avaible from: https://www.researchgate.net /publication /51204539Pharmacodynamics_of_dietary_phytochemical_indoles_I3C_and_DIM_Induction_of_Nrf2-mediated_phase_II_drug_metabolizing _and _antioxidant _genes_and_synergism_with_isothiocyanates accessed October 2016
Sawitri, I. G. A. D.2011.Pemberian ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) menurunkan kadar malondialdehid darah tikus putih (Ratus norvegicus) yang diinduksi aktivitas fisik berlebih
63
Schneider, C.D., and Oliveira, A.R. 2004. Oxygen free radicals and exercise: mechanisms of syhthesis and adaptation to the physical training. Rev Bras Med Esporte. 10(4): 314-318
Schwiebert, R.2007. The Laboratory Mouse : Rodent Users Wetlab. Singapore: Laboratory Animal Centers, National University of Singapore.
Son, T G., Camandola, S. dan Mattson, M.P.2008. Hormetic Dietary Phytochemical. Neuromolucular Lab: Baltimore. Avaible from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18543123#
Stanojevic D, Jakovljevic V, Barudzic N, Zivkovic V, Srejovic I, Parezanovic Ilic K, Cubrilo D, Ahmetovic Z, Peric D, Rosic M, Radovanovic D, Djordjevic D. 2016. Overtraining does not induce oxidative stress and inflammation in blood and heart of rats. Physiol Res. 65(1):81-90.
Stefanson, A.L., and Bakovic, M. (2014). Dietary Regulation of Keap1/Nrf2/ARE Pathway: Focus on Plant-Derived Compounds and Trace Minerals. University of Guelph: Ontario. Avaible from: http://www.mdpi.com/2072-6643/6/9/3777/htm accessed October 2016
Tkachev, V.O., Menshchikova, E.B., and Zenkov, N.K. 2011. Mechanism of the Nrf2/Keap1/ARE Signaling System. Biochemistry (Moscow). 76 (4): 407-22
Unfer, T.C., Figueiredo, C.G., Zanchi, M.M., Maurer, L.H., Kemerich, D.M., Duarte, M.M., Konopka, C.K., Emanuelli, T. 2015. Estrogen plus progestin increase superoxide dismutase and total antioxidant capacity in postmenopausal women. Climacteric. 18(3):379-88.
Valmayor, R.V., Jamaludin, S.H., Silayoi, B., Danh, L.D., Psacua, O.C., and Espino, R.R.C. (2000). Banana Cultivar Names and Synonyms in Southeast Asia. INIBAP: Jakarta
Verma, P., Paswan, S.K., Verma, S., Singh, S.P., Rao, C.V., Shrivastva, S., Gupta, R.K. 2017. Assessment of hepatoprotective activity of Musa paradisica linn. Whole plant extract against carbon tetrachloride induced hepatotoxicity in wistar rats. IJPSR. 8(1): 126-131.
Vijayakumar S., Presannakumar G., Vijayalakshmi N.R. 2008. Investigations on the Effect of Flavonoids from Banana, Musa paradisiaca L. on Lipid Metabolism in Rats. J. Diet. Suppl. 6(2): 111–123.
Vitariana. 2011. Pemberian Ekstrak Daun Kayu Manis Menurunkan Kadar Isoprostane Dalam Urin Tikus Wistar yang Diberikan Beban Aktivitas Fisik berlebih Maksimal. Tesis. Program Studi Magister Biomedik. Universitas Udayana. Denpasar
64
Wang, K, W., Hang, J., Xiong, W, J., Yuan, Q, Y., Gu, Y, P., Li, J., Zhu, Z., Zhang, H., Wang, C, J.2012. Evaluation of in vivo antioxidant and immunity enhancing activities of sodium aescinate injection liquid. Molecules: switzerland
Yin X., Quan J., Kanazawa T. 2008. Banana Prevents Plasma Oxidative Stress in Healthy Individuals. Plant Foods Hum. Nutr. 63:71–76.
65
LAMPIRAN 1. Ethical Clearance
66
LAMPIRAN 2. Hasil Analisis Fitokimia Floret Pisang
67
LAMPIRAN 3. Hasil Analisis Fitokimia Mineral Floret Pisang
68
LAMPIRAN 4. Hasil Penelitian
69
LAMPIRAN 5. Analisis SPSS
Report
Kadar SOD
Kelompok N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum
Kontrol 18 568.8167 9.55814 571.4800 548.72 580.08
Perlakuan 18 588.3733 10.62914 589.2600 567.09 610.04
Total 36 578.5950 14.05692 578.7300 548.72 610.04
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kontrol .155 18 .200* .904 18 .068Kadar SOD
Perlakuan .163 18 .200* .949 18 .404
Test of Homogeneity of VarianceLevene Statistic df1 df2 Sig.
Based on Mean .001 1 34 .978Based on Median .029 1 34 .866Based on Median and with adjusted df
.029 1 33.708 .866
Kadar SOD
Based on trimmed mean
.006 1 34 .937
Independent Samples Test
t-test for Equality of MeansLevene's Test for Equality of
Variances
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)Mean
DifferenceStd. Error Difference Lower Upper
Equal variances assumed
.001 .978 -5.804 34 .000 -19.55667 3.36928 -26.40386 -12.70947Kadar SOD
Equal variances not assumed
-5.804 33.624 .000 -19.55667 3.36928 -26.40669 -12.70664
LAMPIRAN 6. Dokumentasi penelitian
70
71