Aktivitas Agresi Militer Belanda

2
Strategi Belanda dalam Agresi Militer I: Melakukan operasi yang diberi label “aksi polisional”. Dalam serangan Belanda yang pertama itu mereka bermaksud hendak menduduki Yogyakarta yang telah menjadi ibu kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki daerah-daerah yang penting bagi perekonomian Belanda, yaitu daerah-daerah perkebunan, ladang minyak dan batu baik di Sumatera maupun di Jawa. Usaha ini untuk sebagian berhasil; mereka berhasil menduduki daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dari hasil penjualan produksi perkebunan-perkebunan yang masih terkumpul, mereka mengharapkan mendapatkan uang sejumlah US$ 300 juta, sedangkan biaya agresi militer diperhitungkan akan memakan US$ 200 juta, jadi masih ada ”untung” US$ 100 juta. Pasukan-pasukan Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menguasai Jawa Barat dan dari Surabaya untuk menguasai Madura dan wilayah Jawa Timur serta satu pasukan lagi untuk menduduki Semarang. Strategi Belanda dalam Agresi Militer Belanda II: Situasi dalam negeri Indonesa yang sedang menghadapi PKI dimanfaatkan oleh Belanda. Belanda hendak mempergunakan pemberontakan PKI itu sebagai alasan yang sangat baik untuk menyerang Republik dengan dalih membantu Republik melawan komunisme. Dengan memanfaatkan situasi yang ada Dr. Beel memberitahukan kepada delegasi RI dan Komisi Tiga Negara (KTN) bahwa Belanda tidak lagi terikat dan tidak mengakui Persetujuan Renville. Keesokan harinya, Belanda melancarkan agresi milter yang kedua kalinya. Sasaran Belanda langsung ditujukan untuk menguasai ibu kota RI di Yogyakarta. Belanda dengan menggunakan perang taktik perang kilat, Belanda juga menyerang wilayah RI lainnya. Serangan diawali dengan penerjunan pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo (Adisucipto) dan pengeboman beberapa tempat di Yogyakarta. Belanda juga menawan pimpinan tertinggi negara dan beberapa pejabat tinggi, seperti presiden, wakil presiden, kepala staf angkatan udara, dan beberapa pejabat tinggi lainnya ditawan oleh Belanda. Ciri khas agresi militer Belanda I adalah dinamakan operasi produk, dan agresi militer Belanda II dikenal dengan operasi gagak. Pada agresi militer Belanda I, Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati. Dan mengirim ultimatum kepada Indonesia untuk dijawab oleh pemerintah Indonesia. Saat penyerangan berlangsung dan penguasaan wilayah pasukan TNI mengambil taktik bumi hangus dan taktik gerilya. Dan menerapkan sistem wehrkreise. Dan ciri khas agresi militer Belanda II yaitu Belanda memanfaatkan

Transcript of Aktivitas Agresi Militer Belanda

Page 1: Aktivitas Agresi Militer Belanda

Strategi Belanda dalam Agresi Militer I:Melakukan operasi yang diberi label “aksi polisional”. Dalam serangan Belanda yang pertama itu mereka bermaksud hendak menduduki Yogyakarta yang telah menjadi ibu kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki daerah-daerah yang penting bagi perekonomian Belanda, yaitu daerah-daerah perkebunan, ladang minyak dan batu baik di Sumatera maupun di Jawa. Usaha ini untuk sebagian berhasil; mereka berhasil menduduki daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dari hasil penjualan produksi perkebunan-perkebunan yang masih terkumpul, mereka mengharapkan mendapatkan uang sejumlah US$ 300 juta, sedangkan biaya agresi militer diperhitungkan akan memakan US$ 200 juta, jadi masih ada ”untung” US$ 100 juta. Pasukan-pasukan Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menguasai Jawa Barat dan dari Surabaya untuk menguasai Madura dan wilayah Jawa Timur serta satu pasukan lagi untuk menduduki Semarang.

Strategi Belanda dalam Agresi Militer Belanda II:Situasi dalam negeri Indonesa yang sedang menghadapi PKI dimanfaatkan oleh Belanda. Belanda hendak mempergunakan pemberontakan PKI itu sebagai alasan yang sangat baik untuk menyerang Republik dengan dalih membantu Republik melawan komunisme. Dengan memanfaatkan situasi yang ada Dr. Beel memberitahukan kepada delegasi RI dan Komisi Tiga Negara (KTN) bahwa Belanda tidak lagi terikat dan tidak mengakui Persetujuan Renville. Keesokan harinya, Belanda melancarkan agresi milter yang kedua kalinya. Sasaran Belanda langsung ditujukan untuk menguasai ibu kota RI di Yogyakarta. Belanda dengan menggunakan perang taktik perang kilat, Belanda juga menyerang wilayah RI lainnya. Serangan diawali dengan penerjunan pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo (Adisucipto) dan pengeboman beberapa tempat di Yogyakarta. Belanda juga menawan pimpinan tertinggi negara dan beberapa pejabat tinggi, seperti presiden, wakil presiden, kepala staf angkatan udara, dan beberapa pejabat tinggi lainnya ditawan oleh Belanda.

Ciri khas agresi militer Belanda I adalah dinamakan operasi produk, dan agresi militer Belanda II dikenal dengan operasi gagak. Pada agresi militer Belanda I, Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati. Dan mengirim ultimatum kepada Indonesia untuk dijawab oleh pemerintah Indonesia. Saat penyerangan berlangsung dan penguasaan wilayah pasukan TNI mengambil taktik bumi hangus dan taktik gerilya. Dan menerapkan sistem wehrkreise. Dan ciri khas agresi militer Belanda II yaitu Belanda memanfaatkan keadaan Indonesia yang sibuk menghadapi PKI, dan Belanda mengaku tidak terikat lagi dan menolak perjanjian Renville. Dan dengan menggunakan taktik kilat Belanda menyerang Indonesia dan menawan para petinggi Indonesia. Dan dengan sigap Indonesia melakukan rapat kabinet di istana presiden yang intinya untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI).

Strategi Indonesia dalam menghadapi Agresi Militer Belanda I:Saat pasukan Belanda memporak-porandakan Indonesia dan TNI melawan. Namun karena kekuatan militer Belanda lebih kuat dari pasukan TNI dan wilayah semakin luas dikuasai oleh Belanda, memutuskan mundur ke pedalaman sambil menjalankan taktik bumi hangus dan taktik gerilya. Dan sistem wehrkreise diterapkan untuk menggantikan sistem pertahanan linier. Dengan taktik itu, Belanda hanya mampu bergerak di kota-kota dan di jalan raya. Sementara itu, wilayah lainnya dikuasai sepenuhnya oleh TNI. Dan TNI Angkatan Udara mulai berperan aktif dalam perang melawan Belanda. Dengan bermodalkan pesawat tua peninggalan Jepang, yang terdiri dari sebuah pesawat pengebom Guntai dan dua buah pesawat pemburu cureng, penerbang AURI terlibat dalam beberapa serangan udara terhadapt Belanda.

Page 2: Aktivitas Agresi Militer Belanda

Startegi Indonesia dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II:Indonesia mengadakan strategi diplomasi. Sebelum pasukan Belanda menyerang kota Yogyakarta, kabinet sempat bersidang dan memutuskan bahwa bila terjadi sesuatu pada pimpinan nasional, pemerintah akan memberikan mandat kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Rakyat yang sedang berada di Bukittinggi unuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI). Selama agresi militer II, Belanda terus menerus memprogandakan bahwa pemerintahan di Indonesia sudah tidak ada lagi. Propaganda dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI berhasil menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan dalam tubuh RI masih berlangsung. Selagi para pimpinan tinggi negara dan rakyat mengungsi keluar kota bersama-sama, presiden dan wakil presiden memutuskan akan tetap tinggal di kota dengan kemungkinan ditawan. Hal ini dilakukan agar bisa dekat dengan KTN sehingga mudah mengadakan perundingan. Sementara itu, seluruh kekuatan TNI akan ke luar kota dan melakukan perlawanan dengan cara bergerilya. Dan membagi wilayah pertahan RI menjadi dua Komando Jawa dan Komando Sumatra berdasarkan sistem wehrkreise. Dan pasukan TNI melakukan wingate yaitu melakukan penyusupan kembali ke daerah yang telah diduduki musuh dan melakukan gerilya.