AKt Pajak
-
Upload
dian-septiana-chandra-dewi -
Category
Documents
-
view
123 -
download
0
Transcript of AKt Pajak
BAB I
KONSEP DASAR, KETERBATASAN AKUNTANSI PERPAJAKAN
DAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL
A. PENGERTIAN AKUNTANSI PAJAK
Pengertian Akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan
penyajian dengan cara tertentu, transaksi keuangan yang terjadi dalam perusahaan atau
organisasi lain serta penafsiran terhadap hasilnya.
Akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan atau organisasi pada umumnya
menggunakan Prinsip Akuntansi atau Standar Akuntansi Keuangan (SAK), disebut
Akuntansi Komersial. Sedangkan akuntansi yang dalam penerapannya menggunakan
perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undang perpajakan
beserta pelaksanaanya disamping Prinsip dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
disebut Akuntansi Pajak.
B. TEORI AKUNTANSI DAN PENGERTIAN AKUNTANSI
Teori akuntansi suatu penalaran logis dalam bentuk seperangkat azas atau prinsip,
yang merupakan :
a. Kerangka acuan umum untuk menilai praktek-praktek akuntansi
b. Pedoman bagi pengembangan praktek-praktek dan prosedur baru
c. Dapat dipergunakan untuk menjelaskan praktek-praktek yang sekarang
sedang berjalan, akan tetapi tujuan yang terutama adalah mengadakan
suatu kerangka acuan untuk menilai dan mengembangkan praktek-praktek
akuntansi yang sehat
Akuntansi yang dilaksanakan Oleh perusahaan atau organisasi pada umumnya
mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
merupakan prinsip, prosedur, metode dan teknik akuntansi yang mengatur penyusunan
laporan keuangan, khususnya yang ditujukan pihak luar, misalnya pemegang saham
(investor), kreditor, fiskus, dan sebagainya. SAK dibatasi pada hal-hal yang
berhubungan dengan akuntansi keuangan dan diungkapkan secara garis besar.
1
C. PRINSIP AKUNTANSI PAJAK
Prinsip Akuntansi yang diakui dalam akuntansi pajak adalah:
1. Kesatuan Usaha
a. Perusahaan dianggap sebagai kesatuan ekonomi yang terpisah dengan
pihak-pihak yang berkepentingan dengan sumber-sumber perusahaan
b. Ada pemisahan yang jelas antara perusahaan dengan pemilik, persero atau
pemegag saham, mengenai kekayaan, hutang-piutang, penerimaan dan
pengeluaran uang, antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan
pribadi pemilik/pemegang sahamtidak boleh bercampur
c. Pasal 28 ayat 7 UU KUP, pada dasarnya pembukuan harus memisahkan
harta dari Wajib Pajak
2. Kesinambungan
a. Suatu entitas ekonomi diasumsikan akan terus menerus melanjutkan
usahanya dan tidak akan dibubarkan
b. Pasal 28 ayat 11 UU KUP, data-data yang berkaitan dengan pembukuan
Wjib Pajak harus disimpan di Indonesia paling tidak dalam jangka waktu
10 Tahun
3. Harga Pertukaran yang Obyektif
a. Transaksi keuangan harus dinyatakan dengan nilai uang. Transaksi antara
penjual dan pembeli akan menghasilkan harga pertukaran, yang oleh
penjual disebut harga jual dan oleh pembeli disebut harga perolehan
(Cost)
b. Harga Pertukaran yang obyektif/wajar:
1. Tidak dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa
2. Dapat diuji oleh pihak-pihak yang independen
3. Tidak terdapat transfer pricing
4. Tidak ada mark-up. Tidak ada KKN, dan sebagainya
c. Berdasar Pasal 18 ayat 3 UU PPh ditentukan bahwa Direktorat Jenderal
Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan serta menentukan hutang sebagai kodal untuk menghitung
2
besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi WP yang mempunyai hubungan
istimewa dengan WP lainnya sesuai kewajaran dan kelajiman
4. Konsisten
a. Penggunaan metode dalam pembukuan tidak boleh berubah-ubah
b. Berdasarkan Pasal 28 ayat 5 UU KUP, pembukuan diselenggarakan
dengan prinsip atau asas konsisten, artinya apabila WP telah memilih
salah satu metode pembukuan maupun dalam perhitungannya, metode
tersebut harus diikuti setiap tahunnya secara konsisten, misalnya
penentuan tahun buku, metode penyusutan, metode penilaian persediaan
dan pengakuan nilai kurs valuta asing menggunakan kurs tetap atau kurs
tengah Bank Indonesia.
c. Berdasarkan pasal 28 ayat 8 UU KUP, ditetapkan setiap adanya perubahan
dalam prinsip maupun metode penghitungan dalam pembukuan harus
mendapat persetujuan Direktur Jendral Pajak, untuk dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu tentang ada tidaknya obyek pajak yang
timbul akibat adanya perubahan tersebut.
5. Konservatif
a. Kemungkinan rugi (belum direalisasi, masih merupakan tafsiran) sudah
diakui sebagai kerugian, dengan cara membentuk penyisihan atau
cadanga. Sementara itu, kemungkinan laba yang tibul tidak diakui.
b. Pasal 9 ayat 1 © UU PPh, diamna WP tidak diperbolehkan membentuk
dana cadangan (penyisihan), kecuali untuk:
D. FUNGSI AKUNTANSI PAJAK
Fungsi akuntansi adalah menyajikan data kuantitatif yang akan digunakan untuk
pengambilan keputusan, oleh karena itu akuntansi harus dapat memenuhi tujuan
kualitatif. Sedangkan fungsi akuntansi pajak adalah mengolah data kuantitatif yang akan
digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan.
3
Agar dapat menyajikan data kuantitatif yang aakan digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan berkaitan dengan perpajakan maka Akuntansi pajak harus
memenuhi tujuan kualitatif.
Tujuan Kualitatif Akuntansi pajak antara lain sebagai berikut:
1. Relevan
Laporan Keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus relevan
antara data yang dimiliki WP dengan adanya kewajiban ataupun yang
timbul dalam kaitannya dengan perpajakan
Berdasarkan pasal 28 ayat 9, catatan termasuk laporan keuangan yang
dihasilkan dapat dipergunakan untuk menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak dan besarnya pajak yang terhutang
2. Dapat Dimengerti
Laporan Keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus dapat
dimengerti, baik oleh WP maupun pihak lain termasuk oleh fiscus
Berdasrkan pasal 28 ayat 4, pembukuan diselenggarakan dengan
menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uang rupiah,
dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan,
mengandung arti agar laporan keuangan yang dihasilkan dapat dimengerti
3. Daya Uji
Laporan keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus
mempunyai daya uji, perhitungan yang dilakukan oleh WP akan
menghasilkan angka yang sama apabila dilakukan oleh pihak lain
termasuk oleh fiscus
Pasal 28 ayat 9 UU KUP bahwa catatan yang dipergunakan untuk
menghitung penghasilan kena pajak, yang dilakukan oleh WP akan
menghasilkan angka yang sama apabila dihitung oleh pihak lain, termasuk
oleh fiscus
4. Netral
Laporan keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus netral,
tidak memihak kepada WP dan juga tidak memihak kepada pihak lain
4
termasuk pihak negara (pihak yang sangat berkaitan dengan penerimaan
perpajakan)
Pasal 28 ayat 3 UU KUP, pembukuan yang dilakukan oleh WP harus
berdasarkan itikad baik dan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya
5. Tepat Waktu
Laporan keuangan yang disajikan dalam akuntansi pajak harus tepat
waktu, sesuai dengan tahun takwim atau tahun buku yang dipergunakan
oleh WP
Pasal 1 ayat 7 UU PPh, Laporan keuangan WP dibuat berdasarkan tahun
takwim atau tahun buku
6. Daya Banding
Laporan keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus memiliki
daya banding, terutama dengan peraturan perpajakan
Penjelasan pasal 28 ayat 7 UU KUP, pembukuan harus diselenggarakan
dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, seperti Standar
Akuntansi keuangan (SAK), atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundangan
7. Lengkap
Laporan keuangan yang disajikan dalam akuntansi pajak harus lengkap,
tidak terdapat data yang tidak terakumulasi dalam laporan keuangan
Pasal 28 ayat 7 UU KUP, pembukuan sekurang-kurangnya memuat
catatan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta pembelian
dan penjualan
E. HUBUNGAN AKUNTANSI PAJAK DENGAN AKUNTANSI KOMERSIAL
Dari akuntansi komersial, seseorang dapat memperoleh suatu konsepsi bahwa tiap
organisasi (satuan usaha atau aktivitas) memerlukan informasi tentang keadaan yang
sudah terjadi selama suatu periode tertentu. Informasi itu disajikan oleh akuntansi kepada
manajemen atau pihak lain sehingga dapat diambil suatu penilaian dan kesimpulan yang
terjadi serta keputusan yang dilakukan selanjutnya. Bagaimana informasi itu diramu,
5
dikemas dan disajikan sangat ditentukan oleh praktek dan kelaziman yang berlaku dalam
profesi akuntansi serta diselaraskan dengan pembaca dan tujuan pembuatan laporan.
Tujuan akuntansi komersial antara lain untuk menyediakan laporan dan informasi
keuangan serta informasi yang lain kepada, misalnya pimpinan perusahaan. Akuntansi
perpajakan dapat dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan kepada
penyusunan surat pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi
perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan. Akuntansi perpajakan secara
khusus menyajikan laporan keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak.
Penyajian itu sebagai pemenuhan kewajiban perpajakan (tax compliance). Walaupun
secara teknis proses penyajian laporan tidak diatur secara rinci dalam ketentuan
perpajakan, pengukuran dan penilaian atas suatu fakta sangat dipengaruhi oleh ketentuan
perpajakan. Ketentuan perpajakan merupakan produk lembaga legislatif yang mengikat
semua anggota masyarakat (termasuk profesi akuntan). Dengan demikian, apabila terjadi
kekurangsesuaian antara ketentuan perpajakan dan praktek atau standar akuntasi yang
berlaku umum, Undang-undang Perpajakan mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas
praktek dan kelaziman akuntansi. Keengganan mematuhi ketentuan itu dapat membawa
kerugian material bagi perusahaan.
Akuntansi mengasumsikan bahwa praktek-praktek akuntasi dilakukan dengan
sehat (sound-accounting practice) yaitu sesuai dengan SAK. Jika terjadi praktek-praktek
akuntansi yang tidak sehat atau menyimpang dari SAK, dibedakan antara :
a. Tidak material, tidak mempengaruhi opini akuntan publik
b. Material, akan mempengaruhi opini akuntan publik
Undang-undang perpajakan menghendaki praktek-praktek akuntansi
yang sehat, jika terjadi penyimpangan akan dilakukan koreksi fiskal walaupun
tidak material.
6
AKUNTANSI
S.A.K
MELANGGAR
TIDAK ADA SANKSI
MEMPENGARUHI OPINI AKUNTAN PUBLIK
- Unqualified Opinion- Qualified Opinion- No Opinion- Disclaimer
PPh
UU PPh & KUP
MELANGGAR
PEMERIKSAAN PAJAK DIKENAKAN SANKSI
STP/SKP
SANKSI ADMINISTRASI - Denda- Bunga- Kenaikan
Ada bukti permulaan tindak pidana perpajakan (TPP)
PENYIDIKAN
PENGADILAN
Terbukti ada TPP
SANKSI PIDANA
F. LAPORAN KEUANGAN FISKAL
Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentu tentang pengukuran dan
pengakuan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam laporan keuangan. Ukuran tersebut
seringkali tidak sejalan dengan prinsip yang digunakan dalam akuntansi umumnya.
Argumentasi yang yang membuat perbedaan itu adalah laporan keuangan perpajakan
mempunyai motivasi untuk memperkecil usaha penghindaran pajak dan pemberian
dorongan investasi.
Dengan penyusunan laporan keuangan fiskal, kelompok kerja standar akuntansi
dari Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Negara Maju (Organization for
7
Ekonomic Cooperation and Development), dalam laporan seri harmonisasi standar
akuntansi, membagi praktek pendekatan peyusunan laporan keuangan fiskal sebagai
solusi antara Standar Akuntansi keuangan dan ketentuan perpajakan dengan 3
pendekatan:
1. Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktek akuntansi.
Menurut pendekatan ini pengusaha harus menyelenggarakan pembukuan sesuai
dengan ketentuan perpajakan dengan tanpa kelonggaran terhadap ketidaksamaan
prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan. Pendekatan ini menghendaki laporan
keuangan fiskal murni disusun berdasarkan ketentuan perpajakan.
2. Ketentuan Pajak, untuk tujuan penyusunan laporan keuangan merupakan standar
independen terpisah dari prinsip akuntansi.
Menurut pendekatan ini para pengusaha bebas menyelenggarakan pembukuan
berdasarkan prinsip dan metode akuntansi dan laporan keuangan fiskal disusun
terpisah diluar jaringan proses pembukuan (Laporan Keuangan merupakan
produk tambahan)
3. Ketentuan Pajak merupakan sisipan terhadap standar akuntansi
Menurut pendekatan ini Laporan keuangan disusun terutama mengikuti standar
akuntansi , namun preferensi diberikan kepada ketentuan pajak kalau terdapat
pengaturan yang tidak sejalan dengan standar akuntansi.
G. PERBEDAAN ORIENTASI PELAPORAN ANTARA LAPORAN KEUANGAN
KOMERSIAL DAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL
Dalam sistem perpajakan, negara mempunyai instrumen untuk mencapai dua
tujuan utama yaitu menutup kebutuhan finansial sesuai dengan fungsi budgetair pajak
yaitu pajak merupakan alat untuk mentransfer sumber daya dari sektr privat (masyarakat)
kepada sektor publik dan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi nasional.
Apabila kita lihat dari pemakai laporan keuangan fiskal, yaitu pihak negara
(administrasi pajak) lebih berkepentingan terhadap beberapa unsur yang terdapat laporan
keuangan fiskal antara lain Laba tahun berjalan untuk mengitung pajak penghasilan,
Distribusi laba untuk menghitung pajak atas pembayaran dividen, Peredaran usaha untuk
menghitung Pajak pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak penjualan atas Barang Mewah
8
(PPnBM), pengeluaran untuk karyawan dan pembelian jasa lain untuk menghitung
pemotongan pajak penghasilan.
Berbeda dengan Laporan keuangan fiskal, pemakai laporan keuangan komersial
adalah berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda sehingga
informasi yang diperlukan adalah berkaitan dengan kinerja ekonomi dan keadaan
finansial perusahaan.
Pelaporan akuntansi komersial dan akuntansi pajak memerlukan penilaian atas
setiap fakta untuk menentukan posisi finansial (harta,utang dan modal) dan hasil operasi
(pendapatan dan biaya). Walaupun berbeda antara kedua laporan keuangan tersebut tetapi
mempunyai keterkaitan satu sama lain. Dalam penyusunan laporan keuangan komersial
dan pajak terdapat perbedaan orientasi dan sifat pelaporan terutama menyangkut tingkat
toleransi fleksibilitas pemilihan standar. Pelaporan keuangan komersial disusun
berdasarkan konsep “Kewajaran penyajian” dengan implikasi manajemen dapat
mengambil suatu pertimbangan sepanjang batasan toleransi prinsip/standar akuntansi.
Apabila terdapat keraguan pengukuran atas suatu transaksi (yang belum merupakan
fakta), prinsip konservatisme dalam akuntansi komersial untuk mengambil solusi yang
akan menghasilkan under stated agar laporan tampak low profile. Laporan keuangan
fiskal umumnya kurang memberikan toleransi atau fleksibilitas pemilihan standar.
Ekualisasi (persamaan) perlakuan kepada semua Wajib Pajak menghendaki adanya
keseragaman penyelenggaraan dan pengaturan untuk keperluan penentuan laba yang
digunakan sebagai dasar penentuan besarnya pajak. Walaupun mengikuti prinsip
akuntansi, assesment pajak bergantung pada kebijakan dan putusan otoritas pajak yang
dapat mengesampingkan praktek dan pemikiran profesi dan ketentuan pajak yang
terutama didesain untuk kebijakan ekonomi dapat mengakibatkan pelaporan yang
dihasilkan menyimpang dari konsep “Kewajaran penyajian” yang digunakan dalam
akuntansi komersial.
H. PRINSIP AKUNTANSI SEBAGAI SUBYEK PERBEDAAN ORIENTASI
Prinsip akuntansi yang menjadi fokus perbedaan orientasi antara pelaporan
keuangan fiskal dan pelaporan keuangan komersial adalah:
1. Penetapan Beban dan Pendekatan
9
Akuntansi komersial menghendaki pengakuan penghasilan pada saat
realisasi transaksi pertukaran dan pembebanan beban atau biaya dalam
masa yang sama dengan pengakuan penghasilan
Akuntansi Pajak mendasarkan kebijakan pemajakan yang menyimpang
dari prinsip itu, misalnya:
• Perlakuan pembayaran kenikmatan karyawan atau natura bukan
sebagai pengurang penghasilan
• Penyusutan asset mulai pada tahun pengeluaran
• Imputasi penghasilan pada BUT atas dasar Force of attraction :
penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan
barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di
Indonesia
2. Konsistensi
Akuntansi komersial menekankan penerapan suatu metode akuntansi
secara taat asa, kecuali terdapat alasan dan bukti yang cukup kuat untuk
melakukan penggantian metode
Akuntansi pajakdalam konteks konsepsional menetukan lain, misalnya
pengakuan hasil operasi mancanegara (dengan penolakan terhadap
konsolidasi kerugian berdasarkan penjelasan Pasal 4 UU PPh)
3. Konservatisme
Akuntansi komersial bersifat konservatif terhadap sesuatu transaksi yang
belum menjadi suatu fakta, dengan cara membentuk penyisihan atas resiko
kerugian yang mungkin diderita (Penghapusan piutang dan cadangan
kerugian)
Akuntansi Pajak kurang tertarik kepada estimasi dan perhitungan angka
yang belum terjadi secara nyata dan menganut realitas, kecuali untuk
jenis perusahaan bank dan Asuransi
4. Substansi mengesampingkan Bentuk Formal
Akuntansi komersial menitikberatkan kepada substansi ekonomi daripada
bentuk formal tiap transaksi atau fakta bisnis
10
Akuntansi Formal dalam kasus tertentu mengutamakan bentuk formal
misalnya leasing
I. SIFAT DAN KETERBATASAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL
Beberapa sifat dan keterbatasab laporan keuangan komersial yang relevan
terhadap laporan keuangan fiskal antara lain:
1. Laporan keuangan bersifat historis
2. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan estimasi dan
berbagai pertimbangan
3. Lebih mengutamakan hal yang material (tanpa mengurangi kelengkapan materi)
4. Laporan keuangan terutama menekankan makna ekonomis (substansi) setiap
transaksi/peristiwa (tanpa, dalam kondisi tertentu, memperhatikan yuridis
formalnya)
5. Terdapat alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan mengakibatkan
variasi dalam pengukuran sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar WP
6. Informasi kualitatif, sedangkan fakta (yang tidak mendasar) yang tidak dapat
dikuantifikasikan umumnya dikesampingkan.
J. PROSES PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL
Dengan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan yang mengatur tentang
pengukuran dan pengakuan maka timbul bagaimanakah Wajib Pajak melakukan
pembukuan agar terpenuhi kebutuhan untuk keperluan pelaporan komersial dan pajak.
Agar semua kebutuhan dapat terpenuhi pembukuan dapat diselenggarakan berdasarkan
standar akuntansi dan laporan keuangan fiskal yang disusun berdasarkan standar
akuntansi sedangkan untuk kepentingan perpajakan maka laporan keuangan fiskal dapat
dihasilkan melalui suatu rekonsiliasi antara standar akuntansi dan ketentuan perpajakan.
Laporan keuangan fiskal disusun setelah laporan keuangan komersial selesai. Jadi bisa
dikatakan bahwa laporan keuangan fiskal merupakan produk sampingan dari laporan
keuangan komersial.
Penyusunan laporan keuangan fiskal dengan pendekatan rekonsiliasi prosesnya
sama dengan penyusunan laporan keuangan komersial yaitu dimulai dengan proses input
11
transaksi berdasarkan dokumen dasar atau bukti transaksi ke dalam buku harian atau
Jurnal, pengklasifikasian transaksi ke dalam buklu besar melalui proses posting, untuk
keperluan pengawasan dicocokkan dengan buku tambahan dan pada akhir tahun disusun
neraca percobaan dengan penyesuaian terhadap fakta yang terdapat pada akhir periode
dan jurnal penutup akan dihasilkan laporan keuangan komersial. Selanjutnya untuk
menghasilkan laporan keuangan fiakal perlu dilakukan rekonsiliasi terhadap perturan
perpajakan. Proses penyusunan laporan keuangan fiskal tampak pada gambar berikut ini:
Proses Penyusunan Laporan Keuangan Fiskal
K. HUBUNGAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL DENGAN LAPORAN
KEUANGAN KOMERSIAL
12
Dokumen dasar
JurnalBuku Besar
Neraca Percobaan
Laporan Keuangan Komersial
Dicocokkan
Buku Tambahan
nnn
Rekonsiliasi
Laporan Keuangan
Fiskal
Laporan keuangan fiskal (yang dilampirkan pada SPT) dapat disusun dengan
proses penyesuaian atau rekonsiliasi ketentuan perpajakan terhadap laporan keuangan
komersial. Untuk mengamankan data historis, atas penyesuaian itu perlu diadakan
pencatatan terhadap pos-pos yang menyebabkan perbedaan sementara (timing difference)
antara ketentuan pajak dan standar akuntansi keuangan (misalnya penyusutan). Implikasi
dari aktivitas itu menunjukkan adanya perangkat “pembukuan ganda” terhadap pos-pos
tertentu yang memungkinkan adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan
standar akuntansi komersial untuk mengamankan kontinuitas rekonsiliasi. Namun, karena
pembukuan itu dapat direkonsiliasikan, secara yuridis fiskal “pembukuan ganda” itu
dapat dipertimbangkan.
Dalam praktek, pajak penghasilan dapat dihitung (untuk keperluan penghitungan
laba komersial) berdasarkan laba akuntansi (pajak teoritis) atau laba kena pajak (pajak
riil). Selisih antara keduanya dicatat sebagai pos aktiva lain-lain di neraca yang secara
teoritis dapat dialokasikan dari waktu ke waktu. Dari praktek itu tampak SAK
memberikan kelonggaran kepada pengusaha untuk memilih metode akuntansi pajak
penghasilan.
13
BAB II
PEMBUKUAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
untuk periode tahun pajak tersebut.(Pasal 1 angka 29 UU No. 28 Tahun 2007)
A. TUJUAN PEMBUKUAN
Tujuan pembukuan sesuai dengan pasal 14 UU PPh adalah mendapatkan
informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak untuk dapat
mengenakan pajak secara adil, benar dan wajar sesuai kemampuan ekonomis wajip pajak.
B. KEWAJIBAN PEMBUKUAN
Kewajiban pembukuan kepada setiap orang yang menjalankan perusahaan
ditegaskan dalam Pasal 28 ayat 1 Undang – Undang Ketentuan Umum dan tata cara
Perpajakan:
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
C. DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PEMBUKUAN
Berdasarkan Pasal 28 UU No.28 Tahun 2007 :
Ayat (2): Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan
tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Penghitungan penghasilan neto dengan menggunakan norma diperbolehkan bagi
Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang
14
dari Rp 600.000.000,00, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak paling lama 3 bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan
(KEP-536/PJ/2000).
D. PERSYARATAN PELAKSANAAN PEMBUKUAN
Pelaksanaan pembukuan dalam akuntansi pajak berdasarkan pasal 28 UU KUP
harus mengikuti persyaratan sebagai berikut:
• Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya
• Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam
bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
• Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual
atau stelsel kas.
• Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yang terutang
Selain dapat dihitung besarnya PPh, pajak-pajak lainnya juga harus dihitung
dari pembukuan tersebut
Agar PPN dan PPnBM dapat dihitung dengan benar maka pembukuan harus
mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual
atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan PPnBM,
jumlah pembayaran atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean, jumlah pajak masukan yang dapat
dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan
Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem
yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan
lain.
15
Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah
dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri
Keuangan
Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak
Untuk keperluan perubahan metode pembukuan Wajib Pajak harus
mengajukannya sebelum dimulai tahun buku yang bersangkutan dengan
menyebutkan alasan-alasan dilakukan perubahan dan akibat dari perubahan
tersebut..
Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
takwim, penyebutan tahun pajak menggunakan tahun yang didalamnya
termasuk 6 bulan pertama atau lebih.
- Pembukuan 1 Juli 2006 sampai dengan 30 Juni 2007 tahun pajaknya
adalah 2006
- Pembukuan 1 Oktober 2006 sampai dengan 30 September 2007, tahun
pajaknya adalah 2007
- SPT PPN&PPnBM berdasarkan tahun buku atau sama dengan SPT PPh
Badan.
- SPT PPh PS 21/26 tahunan berdasarkan tahun takwin, walaupun tahun
bukunya tidak sama dengan tahun takwin.
- PBB berdasarkan tahun takwin
Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10
(sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal
bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak
badan
Dokumen-dokumen yang dimaksud termasuk hasil pengolahan data elektronik
16
Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan adalah sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak
Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari data yang
dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan
atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang
dikenakan pajak yang bersifat final.
• Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penghasilan
lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari
luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan
bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek PPh
Bentuk dan tatacara pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) iatur
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim
dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan,
kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
E. PRINSIP TAAT ASAS (KONSISTENSI) DAN STETSEL AKRUAL
(ACCRUAL BASIS) ATAU STETSEL KAS (CASH BASIS)
1. Prinsip taat asas
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan
dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah pergeseran laba atau rugi. Prinsip
taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan :
a. Stetsel pengakuan penghasilan
b. Tahun buku
c. Metode penilaian persediaan
d. Metode penyusutan dan amortisasi
2. Stetsel akrual
Berdasarkan Stelsel akrual maka:
17
- Penghasilan atau pendapatan diakui kapan (tahun buku) menjadi hak, tidak
tergantung pada penerimaan uang. Walaupun uang belum diterima kalau
sudah menjadi hak (timbul piutang) sudah diakui sebagai penghasilan,
sebaliknya kalau uang sudah diterima tapi belum menjadi hak belum diakui
sebagai penghasilan, misalnya uang muka
- Beban diakui kapan (tahun buku) menjadi beban atau kewajiban, tidak
tergantung pada pengeluaran uang. Walaupun belum ada pengeluaran uang,
kalau sudah menjadi kewajiban untuk membayar, sudah diakui sebagai beban.
Sebaliknya kalau uang yang sudah dikeluarkan tapi belum ada
kewajiban/beban, belum diakui sebagai beban.
- Ada penyusutan dan amortisasi untuk membebankan harga perolehan aktiva
tetap
Termasuk dalam pengertian stetsel akrual adalah pengakuan penghasilan
berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai
di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti
Build Operate and Transfer (Bangun Guna Serah), Real Estat, dan lain-lain.
3. Stetsel Kas
Stetsel Kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas
penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
- Menurut stetsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-
benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu atau cek dari pihak luar
sudah masuk rekening bank, serta biaya baru dianggap biaya, bila benar-benar
telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu atau cek yang dikeluarkan sudah
diuangkan di bank, termasuk pembelian aktiva tetap.
- Tidak ada penyusutan atau amortisasi, harga perolehan aktiva yang dibeli secara
tunai langsung dibebankan pada tahun terjadinya pembelian.
- Stetsel kas tidak digunakan dalam akuntansi, kecuali hal-hal khusus, misalnya
penerimaan bunga pada debitur macet oleh bank
18
Oleh karena stetsel ini dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan
terhadap penghasilan, dalam rangka penghitungan PPh harus memperhatikan
hal-hal antara lain :
1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh
penjualan baik yang tunai maupun yang bukan
2. Dalam menghitung HPP harus diperhitungkan seluruh pembelian dan
persediaan
3. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi
4. Pemakaian stetsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten)
Dengan demikian penggunaan stetsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga
dinamakan stetsel campuran.
PERBEDAAN PENCATATAN STETSEL KAS DAN AKRUAL
Sdr Ferry Haryadi usaha bengkel, data tahun 2006
No Tahun Buku 2006 Kas (Rp) Akrual (Rp)
1. PENERIMAAN UANG
a. Menerima uang atas jasa operasi yang sudah
selesai (sudah menjadi hak)
b. Jasa reparasi sudah selesai Desember 2006,
sudah dibuat tagihan (sudah menjadi hak)
sebesar Rp 12.000.000,- tapi belum dibayar
oleh langganan
c. Diterima uang mengecat mobil sebesar Rp
450.000,- tapi pekerjaan belum diselesaikan
(belum menjadi hak)
70.000.000
-
450.000
70.000.000
12.000.000
-
19
Penghasilan 70.450.000 82.000.000
2. PENGELUARAN UANG
a. Sewa tempat selama 3 tahun mulai 1 Januari
2006 sampai dengan 31 Desember 2008,
sebesar Rp 21.000.000,-. Beban 2006 =
Rp 7.000.000
b. Pembelian bahan secara tunai Rp
10.000.000. Persediaan 31-12-2006 Rp
2.000.000. Digunakan 2006 Rp
8.000.000,-
c. Upah yang sudah dibayar 2006 Rp
25.000.000. Upah yang belum dibayar Rp
2.000.000. Beban Upah 2006 Rp
27.000.000
d. Listrik/telepon yang sudah dibayar Rp
2.500.000 bulan Desember. Belum dibayar Rp
250.000. Beban 2006 Rp 2.750.000
e. Beli alat-alat bengkel Rp 6.000.000. Taksiran
umur 4 tahun, tanpa nilai residu. Penyusutan
dengan metode garis lurus. Penyusutan
pertahun Rp 1.500.000
21.000.000
10.000.000
25.000.000
2.500.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
27.000.000
2.750.000
1.500.000
Beban 64.500.000 46.250.000
Surplus/Laba (Rugi/Defisit) 5.950.000 35.750.000
20
BAB III
PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL
A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF.
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu atau anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi
dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi kecuali jika
dibayarkan oleh pihak pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan
bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali :
A. Sampai dengan tahun pajak 2000
a. Didaerah tertentu (daerah terpencil), atau
b. Merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan atau yang berkenaan
dengan situasi lingkungan kerja
c. Di KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu)
B. Sejak tahun pajak 2001
a. Penyediaan makanan/minuman ditempat keja bagi seluruh pegawai secara
bersama-sama atau
21
b. Yang meupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana
keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
Seperti pakaian dan peralatan keselamatan kerja, pakaian seragam satpam, dan
c. Antar jemput karyawan serta
d. Penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya, serta
e. Penggantian atau imbalan bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu
- Tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya
- Pelayanan kesehatan, pendidikan bagi pegawai dan keluarganya
- Pengangkutan bagi pegawai dan keluarganya
- Olah raga bagi pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, boating dan pacuan
kuda
Sepanjang fasilitas dan sarana yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun pembebanannya dilakukan melalui penyusutan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan
7. Harta yang dihibahkan, bantuan (kecuali untuk GNOTA) atau sumbangan, dan
warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b kecuali zakat
atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang
dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah.
8. Pajak Penghasilan, kecuali PPh Pasal 26 (tidak termasuk dividen) sepanjang PPh
dimaksud ditambahkan sebagai dasar penghitungan untuk pemotongan PPh Pasal 26
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham
22
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan
12. Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya, kecuali Wajib Pajak
dapat membuktikan bahwa biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan
benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil), dengan melampirkan pada SPT
daftar nominatif yang berisis nama, tempat, atau alamat, jenis dan jumlah
entertainment yang telah diberikan, nama, posisi, nama perusahaan, jenis usaha
relasi yang menerima entertainment
13. Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 8 huruf f dan huruf g UU
PPN sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar
telah dibayar dan PPN Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat
dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh
14. Penghapusan Piutang Tak Tertagih (Piutang Usaha) kecuali Wajib Pajak telah :
a. Membebankan piutang tak tertagih sebagai biaya atau kerugian perusahaan dalam
Laporan Keuangan Komersial
b. Menyerahkan dan mendaftarkan gugatan perdata atas nama debitur serta jumlah
piutang tak tertagih (telah menyerahkan perkara penagihannya) kepada
Pengadilan Negeri atau kepada Badan Urusan Pitang dan Lelang Neraca/BPULN
atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan
hutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan
c. Telah dipublikasikan atau mengumumkan daftar nama debitur yang
penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau BUPLN, dalam
suatu penerbitan umum atau tertentu (khusus) seperti penerbitan intern pada
asosiasi usaha tersebut atau penerbitan lainnya dan
d. Menyerahkan dan melaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak Daftar Piutang
yang tidak dapat ditagih atau yang dihapuskan yang mencantumkan nama,
alamat, NPWP dan jumlahnya
15. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
23
a. Bukan merupakan Objek Pajak
b. Pengenaan pajaknya bersifat final
c. Dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dan
Norma Penghitungan Khusus
16. Kerugian dari harta atau hutang yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
17. Bunga pinajaman (seluruhnya), dalam hal jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya
dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito
berjangka atau tabungan lainnya di dalam negeri, kecuali :
a. Dana pinjaman tersebut disimpan atau ditempatkan dalam bentuk, rekening
giro yang atas jasanya dikenakan PPh final, atau
b. Adanya keharusan bagi wajib pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah
tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, sepanjang jumlah deposito dan tabungan
tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan tersebut.
c. Dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut dananya
berasal dari tambahan modal dan sisa laba setelah pajak
18. Bunga pinjaman (sebagian) yaitu sejumlah selisih beban bunga sebenarnya dengan
yang diperkenankan dalam hal julah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-
rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.
Beban bunga yang diperkenankan dihitung dari :
“ Tingkat bunga pinjaman ( Rata-rata pinjaman dikurangi Rata-rata deposito atau
tabungan )”
B. Adanya Pendapatan yang Tidak Digunggungkan dengan Penghasilan Lainnya Namun
Tetap Dilaporkan akan Dilakukan KOREKSI FISKAL NEGATIF
1a. Bantuan, sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak
24
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan
Sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal
4. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, BUMN, atau BUMD,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia (s.d tahun pajak 2000)
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
Dividen berasal cadangan laba ditahan, dan
Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal
yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut
5. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menkeu, baik yang dibayar oleh pemberi kerja, maupun pegawai, dan penghasilan
dana pensiun tersebut dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu yaitu
deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia, Sertifikat BI, obligasi
yang diperdagangkan di pasar modal di Indonesia, saham pada PT yang tercatat di
bursa efek Indonesia.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, fima dan kongsi
25
6. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun
pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha
7. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan Modal Ventura berupa bagian
laba dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia dan keuntungan dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah yaitu yang penjualan bersihnya setahun
tidak melebihi Rp 5 milyar, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor usaha
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
8. Bunga yang berasal dari deposito atau tabungan baik yang ditempatkan di dalam
negeri maupun di luar negeri melaui bank yang didirikan di Indonesia atau cabang
bank luar negeri di Indonesia, termasuk jasa giro serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia
9. Penghasilan yang berasal dari penjualan saham pendiri dan bukan pendiri di bursa
efek
10. Penjualan saham milik Perusahaan Modal Ventura
11. Penghasilan yang diterima sehubungan dengan usaha sebagai Penyalu/Dealer/Agen
produk Pertamina dan premix berupa premium, solar, pelumas, gas LPG, minyak
tanah dan premix yang telah dibayar atau dipungut PPh bersifat final
12. Penghasilan yang diterima sehubungan dengan usaha sebagai Penyalur/Grosir tepung
terigu dan gula pasir dari Bulog
13. Penghasilan yang diterima sehubungan dengan usaha sebagai
Penyalur/Distributor rokok dari pabrikan rokok
14. Penghasilan yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sepanjang yang melakukan pengalihan orang pribadi
15. Penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan
16. Selisih penilaian kembali aktiva
17. Bunga atau diskonto obligasi yang dijual di bursa efek
18. Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui cara undian
26
19. Penghasilan WP yang bergerak di bidang usaha pelayaran dalam negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan
lain di Indonesia dan atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan
atau sebaliknya
20. Penghasilan WP yang bergerak di bidang usaha pelayaran atau
penerbangan LN
21. Penghasilan WP Luar Negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di
Indonesia
22. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang mempunyai nilai pengadaan sampai
dengan Rp 1.000.000.000
23. Penerimaan bangunan yang dibangun di atas tanah yang dimiliki WP sehubungan
dengan berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah atau Built Operate and
Transfer
C. Adanya Beban yang Dapat Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF ATAU
NEGATIF
Beda cara penghitungan antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Ketentuan Undang-
undang Perpajakan, yang antara lain ;
1. Beban Penyusutan aktiva tetap
2. Beban Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
3. Penghitungan harga pokok penjualan
4. Penghasilan dilaporkan terlalu kecil dan beban/pengurang penghasilan dilaporkan
terlalu besar
5. Penghasilan dilaporkan terlalu besar dan beban/pengurang penghasilan dilaporkan
terlalu kecil
27
BAB IV
KETENTUAN LAINNYA
PENYUSUTAN
1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan,
atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 tahun disusutkan mulai pada tahun (sejak tahun 2001 dimulai pada
bulan) dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun selesainya pengerjaan harta tersebut.
2. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan
dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara
menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat
nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
3. Dengan persetujuan Dirjen Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan
mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai
menghasilkan
4. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 UU PPh, maka dasar penyusutan atas harta
adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut
5. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat
(1) huruf d (karena penjualan) atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka
jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga
jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai
penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut
6. Dalam hal hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru diketahui
dengan pasti dimasa kemudian, maka dengan persetujuan Dirjen Pajak jumlah
kerugian dapat dibukukan sebagai beban masa kemudian
28
7. Jika terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan b, (disumbangkan, dihibahkan, diwariskan) maka jumlah nilai sisa buku
harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan
8. Apabila terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan
berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan
penghasilan bagi perusahaan
Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
( Harga Perolehan )
Saldo Menurun
(Nilai Residu)
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
20 tahun
10 tahun
25%
12.5%
6.25%
5%
5%
10%
50%
25%
12.5%
10%
-
-
PENYUSUTAN HARTA EKS GOLONGAN 1,2 DAN 3
Harta Semula Maksimum Masa
Manfaat
Sisa Masa Manfaat Kelompok
Eks Gol 1
Eks Gol 2
Eks Gol 3
4 Tahun
8 Tahun
16 Tahun
2 s/d 5 tahun
7 s/d 11 tahun
13 tahun atau lebih
1
2
3
Cara Penghitungan Beban Penyusutan atas Harta yang Berasal dari Perolehan Tahun 1994 dan Sebelumnya tetapi Masih Dimiliki & Digunakan pada Awal Tahun Pajak 1995 Seterusnya
29
1. Hitung nilai buku masing-masing harta pada awal tahun 1995 berdasarkan metode
saldo menurun dengan menggunakan tarif 50% untuk golongan 1, dan 25% untuk
golongan 2, serta 10% untuk golongan 3
2. Kelompokkan masing-masing harta (tanpa memperhatikan jenisnya) berdasarkan
“Sisa Masa Manfaat Pada Awal Tahun Pajak 1995” yang dihitung dengan cara
mengurangkan jumlah masa manfaat maksimum dengan lamanya pemakaian harta
bersangkutan, yang dihitung sejak tahun perolehan sampai dengan tahun pajak 1994
3. Dalam hal sisa masa manfaat harta tidak termasuk dalam masa manfaat yang
ditentukan dalam Pasal 11 ayat (6) maka harta yang bersangkutan dimasukkan dalam
kelompok harta yang masa manfaatnya terdekat dengan sisa masa manfaat, atau boleh
memilih untuk menentukan kelompok harta tersebut jika sisa manfaat berada di
tengah-tengah antara kelompok harta yang satu dengan yang lain (6 dan 12 tahun)
4. Apabila sisa manfaat harta berakhir dalam tahun pajak 1995 atau telah habis masa
manfaatnya secara fiskal maka nilai sisa buku yang masih ada harta tersebut
dibebankan seluruhnya sebagai biaya penyusutan dalam tahun pajak 1995
5. Tentukan metode penyusutan yang akan digunakan selanjutnya apakah garis lurus
atau saldo menurun dengan syarat untuk harta bukan bangunan tidak diperbolehkan
menggunakan dua macam metode
AMORTISASI
Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat
Tarif Amortisasi
Garis Lurus
( Harga Perolehan )
Saldo Menurun
(Nilai Residu)
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
25%
12.5%
6.25%
5%
50%
25%
12.5%
10%
PPh Pasal 22
No Transaksi / Objek Besarnya Pungutan Pemungut / Penyetor Sifat
30
Pungutan
1. Penjualan barang kepada pemerintah yang dibayar dengan APBN / APBD
1.5% x H. Jual Bendaharawan Pem, Ditjen Anggaran, BUMN,BUMD, kecuali Badan NO 12
Tidak Final
2. Impor dengan API/ Non API 2.5% / 7.5% x Nilai Impor
Bank Devisa / DJ.BC Tidak Final
3. Penjualan kertas di Dalam Negri oleh Industri Kertas
0.10% x DPP PPN Industri Kertas Tidak Final
4. Penjualan semen di Dalam Negeri oleh Industri Semen
0.25% x DPP PPN Industri Semen/ Distributor
Tidak Final
5. Penjualan baja oleh Industri baja di Dalam Negeri
0.30% x DPP PPN Industri Baja Tidak Final
6. Penjualan Otomotif oleh Industri otomotif termasuk ATPM, APM Importir kendaraan umum di DN
0.45% x DPP PPN Industri Otomotif, termasuk ATPM, APM dan Importir kendaraan umum
Tidak Final
7. Penjualan Rokok oleh Industri rokok di DN
0.15% x Harga Bandrol
Industri Rokok Final
8. Penjualan Premium, Solar, Premix, Super TT oleh Pertamina kepada SPBU Swasta/Pertamina
0.30%/0.25% x Penjualan
Pertamina Final
9. Penjualan Minyak Tanah/ Gas LPG, Pelumas
0.30% x Penjualan Pertamina Final
10. Penjualan Gula Pasir kepada :
- Penyalur
- Grosir
- Lainnya
Rp 380 / kwintal
Rp 270 / kwintal
Rp 650 / kwintal
BULOG
BULOG
BULOG
Final
Final
Final
11. Penjualan tepung terigu kepada :
- Penyalur
- Grosir
- Lainnya
Rp 53 / kwintal
Rp 38 / kwintal
Rp 91 / kwintal
BULOG
BULOG
BULOG
Final
Final
Final
12. Penjualan barang kepada Bank Indonesia, BPPN,
1.5% x Harga Jual Bank Indonesia, BPPN, BULOG, PT Telkom,
Tidak Final
31
BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT INDOSAT, PT Krakatau Steel, Pertamina & Bank BUMN, yang dibayar dengan APBN maupun Non APBN
PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT INDOSAT, PT Krakatau Steel, Pertamina dan Bank BUMN
13. Pembelian bahan-bahan untuk kebutuhan industri / ekspor dari pedagang pengumpul oleh Industri & Exportir yang bergerak dalam sektor Perhutanan Perkebunan, Pertanian dan Perikanan
1.5% x Harga Beli Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian dan Perikanan yang ditunjuk KPP
Tidak Final
D..PPh Pasal 23
No Objek Besarnya Potongan Sifat
Potongan
1. Dividen 15% Tidak Final
2. Bunga Tabungan / Deposito / Diskonto SBI
20% Final Ps 4 (2)
3. Bunga Lainnya 15% Tidak Final
4. Bunga Simpanan Koperasi 15% Final Ps 4 (2)
5. Royalti 15% Tidak Final
6. Hadiah & Penghargaan
Hadiah Undian
15%
25%
Tidak Final
Final Ps 4 (2)
7. Sewa Tanah / Bangunan (WP Badan)
10% Final Ps 4 (2)
8. Sewa Tanah / Bangunan (WP Orang Pribadi)
10% Final Ps 4 (2)
9. Sewa Angkutan Darat 15% x 20% Tidak Final
10. Sewa Harta Lainnya 15% x 40% Tidak Final
11. Jasa :
1. Profesi, konsultan kecuali konsultan konstruksi, akuntansi & pembukuan, penilai, aktuaris
2. Teknik dan Manajemen
3. Perancang / Desain
4. Instalasi / Pemasangan
15% x 50%
15% x 40%
15% x 40%
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
32
5. Perawatan / Pemeliharaan/ Perbaikan
6. Kustodian / Penyimpanan / Penitipan
7. Bidang Perdagangan Surat-Surat Berharga
8. Pemanfaatan Informasi Bidang Teknologi / Internet
9. Jasa Catering
10. Telekomunikasi bukan untuk umum
11. Pengolahan / Pembuangan Limbah
12. Penebangan Hutan & Land Clearing
13. Pengeboran & Penunjang Penambangan Migas, Penambangan & Penunjang Penambangang Non Migas
14. Perantara
15. Pengisian Suli Suara / Dubbing / Mixing Film
16. Maklon
17. Rekruitmen / Penyediaan Tenaga Kerja
18. Sehubungan dengan Software Komputer termasuk Perawatan / Pemeliharaan dan Perbaikan
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 10%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
15% x 40%
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
Tidak Final
12. Jasa Konstruksi :
Perencanaan / Pengawasan
Pelaksanaan Konstruksi
Perencanaan / Pengawasan
Pelaksanaan Konstruksi
15% x 26.67%
15% x 13.33%
4% (s.d Rp 1 jt)
2% (s.d Rp 1 jt)
Tidak Final
Tidak Final
Final Ps 4 (2)
Final Ps 4 (2)
33
13. Pembasmian Hama 15% x 10% Tidak Final
14. Penunjang Dibidang Penerbangan dan Bandar Udara 15% x 40% Tidak Final
15. Jasa lain yang dibayar dengan APBN / APBD
15% x 10% Tidak Final
34
BAB V
PENGARUH KETENTUAN PPh TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN
PERUSAHAAN
Tidak sepenuhnya ketentuan Standar Akuntansi Keuangan dijadikan
acuan dalam penghitungan penghasilan kena pajak, tetapi tidak berarti Wajib
Pajak harus melakukan pembukuan dan menyusun Laporan Keuangan Ganda.
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dapat dilakukan dengan cara
pendekatan koreksi fiskal / rekonsiliasi terhadap Laporan Keuangan Komersial
sebagai berikut :
35
Laba menurut Laporan Keuangan Komersial
Dikurangi :
1. Pendapatan yang bukan objek pajak
2. Pendapatan yang telah dikenakan pajak bersifat
final
Ditambah :
1. Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan
2. Pengeluaran berkaitan pendapatan yang bukan
objek pajak
3. Pengeluaran berkaitan pendapatan yang telah
dikenakan pajak bersifat final
Ditambah / dikurangi beda penghitungan antara PSAK
dan PPh
Penghasilan Netto
Konpensasi kerugian
Penghasilan Kena Pajak
Rp ……….
Rp ……….
Rp ……….
Rp ……….
Rp ……….
Rp ……….
Rp ……….
Rp ……….
Rp ……….
Rp ……….
BAB VI
Perkiraan dan penjurnalan
Perkiraaan Khusus Akuntansi Pajak
Diluar perkiraaan yang kita kenal dalam siklus akuntansi keuangan (PABU). Ada
perkiraan-perkiraan khusus yang dipakai untuk mencatat transaksi yang mengandung
unsur-unsur objek pajak sebagai berikut :
36
Perkiraan PPN Masukan
Yaitu perkiraan yang digunakan untuk mencatat PPN yang dipungut waktu membeli/Import Barang Kena Pajak (BKP) baik barang dagang maupun barang Modal yang dapat dikreditkan dan membeli/Import Jasa Kena Pajak (JKP) yang ada kaitan usaha.Perkiraan ini didebit waktu membeli dan dikredit waktu diperhitungkan denganPajak Keluaran.
Perkiraan Piutang PPNYaitu perkiraan yang difungsikan untuk mencatat selisih lebih antara PPNMasukan dengan PPN Keluaran (PPN LB) setiap akhir bulan.Perkiraan ini didebit waktu terjadi PPN LB dan dikredit pada waktu kompensasidengan PPN KB bulan berikutnya atau diterima pembayaran Restitusi dari KPKN.
Perkiraan PPN Keluaran
Yaitu perkiraan untuk mencatat PPN yang dipungut pada waktu menyerahkan barang
kena pajak (BKP) maupun jasa kena pajak (JKP).
Perkiraan ini dikredit waktu terjadi penyerahan, dan didebit setiap melakukan
perhitungan dengan pajak masukan yang dapdat dikreditkan pada akhir bulan.
Perkiraan Utang PPN & PPn-BM.Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat selisih lebih (kurang bayar)antara PPN Keluaran dengan PPN Masukan yang dapat dikreditkan (PPN KB) danPPn-BM yang dipungut pada waktu menyerahkan Barang Mewah.Perkiraan ini didebit pada waktu dibayar dan dikredit pada waktu terjadi PPN KBserta terjadi penyerahan barang mewah.
Perkiraan Utang PPh pasal 25
Perkiraan Uang Muka PPh Pasal 23 Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat potongan PPh pasal 23 yangdipungut oleh pemberi hasil atas penyerahan Jasa Kena Pajak, penerimaan JasaModal, Penerima Royalty, Penerima Deviden, Penerimaan sewa dari harta selaintanah dan bangunan.Perkiraan didebit waktu terjadi pemotongan dan dikredit waktu diperhitungkandengan PPh pasal 25/29 akhir tahun.
Perkiraan Angsuran PPh Pasal 25Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat angsuran bulanan PPh Pasal 25, Fiskal Luar Negri dan Pokok STP PPh pasal 25.
37
Perkiraan ini didebit waktu terjadi Pembayaran dan dikredit waktu diperhitungkandengan Utang PPh Pasal 25/29 akhir tahun.
Perkiraan Utang PPh Pasal 21/26Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat pemungutan PPh pasal 21/26 atas pembayaran imbalan jasa yang merupakan obyek PPh pasal 21 dan 26.Perkiraan ini dikredit waktu terjadi pemungutan dan didebit waktu Penyetoran keKas Negara/ Bank Persepsi.
Perkiraan Utang PPh Pasal 22Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat pungutan PPh pasal 22 atas pembayaran barang kena pajak dari APBN/APBD dan atas import BKP. Perkiraan ini dikredit pada waktu terjadi pemungutan dan didebit waktu Penyetoran ke Kas Negara/Bank Persepsi.
Perkiraan Utang PPh Pasal 23/26 Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat pemungutan PPh pasal 23atas pembayaran jasa kepada wajib pajak Badan dalam Negri dan Wajib Pajak Badan Luar Negri. Perkiraan ini dikredit waktu terjadi pemungutan dan didebit waktu Penyetoran ke Kas Negara/Bank Persepsi.
Perkiraan Utang PPh Pasal 25/29Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat PPh Kurang Bayar pada akhirTahun Pajak. Perkiraan ini dikredit pada waktu terjadi PPh kurang bayar dan didebit pada waktu terjadi penyetoran ke kas Negara/Bank Persepsi.
Taksiran PPh Badan/Beban PPh Pasal 25.Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat Beban PPh Badan selamasatu tahun pajak Perkiraan ini didebit pada waktu Penyesuaian dan dikredit pada waktu Penutup.
Perkiraan Beban PajakYaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat pajak masukan yang tidakdapat dikreditkan. Sanksi & Denda Pajak, PBB, BPHTB, Bea Materai danbeban pajak lain – lain selain pajak penghasilan.Perkiraan ini didebit waktu dibayar dan dikredit waktu penutup.
Perkiraan Potongan PPh FinalYaitu perkiraan yang digunakan untuk mencatat potongan Pajak Penghasilan yang tidak perlu dikreditkan pada akhir tahun pajak karena dari sisi penghasilan juga tidak perlu diperhitungkan sebagai dasar beban pajak akhir tahun, seperti pajak atas bunga simpanan di bank, hasil sewa tanah dan bangunan, hasil mengalihkan tanah dan bangunan oleh orang pribadi dll. Perkiraan ini didebit waktu dipotong dan dikredit waktu Penutup.
38
Perkiraan Aktiva Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak TangguhanYaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat aktiva dan Pendapatan yangditimbulkan oleh adanya beda waktu yang disebabkan perbedaan metode yangdigunakan antara akuntansi keuangan denga UU atau peraturan pajak sehinggamengurangi beban pajak Kini (Taksiran PPh).
Contoh :Didalam beban gaji dan upah sebesar RO 100.000.000,- terdapat cadanganPHK karyawan sebesar Rp 15.000.000,-Jika diketahui Laba sebelum pajak menurut Akuntansi sebesar Rp 250.000.000,- maka besarnya laba kena pajak adalah :
- Laba Akuntansi Rp 250.000.000,- (A)- Koreksi Biaya ditangguhkan Rp 15.000.000,-- Laba Kena Pajak Rp 265.000.000,-
- Pajak Kini : 5 % x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
15% x Rp215.000.000,- = Rp 32.250.000,-
Jumlah Rp 34. 750.000,-
Aktiva / Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan :
30% x Rp 15.000.000,- Rp 4.500.000,-Taksiran Pajak Penghasilan Badan Rp 30.250.000 (B)LABA (RUGI) BERSIH
39
Rp 234.750.000,- (A- B)
Perkiraan Utang (Beban) Pajak Tangguhan Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat aktiva dan Pendapatan yangditimbulkan oleh adanya beda waktu yang disebabkan perbedaan metode yangdigunakan antara akuntansi keuangan dengan UU atau peraturan pajak sehinggamenambah beban pajak Kini (Taksiran PPh).Contoh :Diketahui beban penyusutan Aktiva Tetap menurut Akuntansi Rp 20.000.000,- Beban penyusutan Aktiva tetap menurut fiscal RP 25.000.000,- maka selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiscal RP 5.000.000,-
Jika laba sebelum pajak menurut akuntansi sebesar Rp. 125.000.000,- (D)
Koreksi fiskal positif (Beda Waktu) Rp 5.000.000,-
Laba Kena Pajak Rp 120.000.000,-Pajak Kini= Rp 5.000.000,-= Rp 7.500.000,-= Rp 6.000.000,--------------------- (+)Rp 18.500.000,-
Kewajiban/ Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan :- 30% x Rp 5.000.000,-
Taksiran PPh Badan RP 1.500.000,---------------------- (+)Rp 20.000.000,- (E)LABA (RUGI) BERSIH
Rp 105.000.000,-(D–E)
Perkiraan Tunjangan PPh Pasal 21 Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat PPh pasal 21 atas GajiKaryawan Tetap yang ditanggung oleh pemberi kerja.Perkiraan ini didebit pada waktu pengakuan Beban atau pembayaran ke kas Negaradan dikredit pada waktu penutup.
40
Klasifikasi Perkiraan Khusus Akuntansi Pajak
Perkiraan Riil / Neraca
1.1. Aktiva Lancar
1.1.1. PPN Masukan
1.1.2. Piutang PPN
1.1.3. Uang Muka PPH 21/22/23
1.1.4. Angsuran PPH pasal 25
1.2. Aktiva Lain-lain
1.2.1. Aktiva Pajak Tangguhan
2.1. Utang Lancar
2.1.1. PPN Keluaran
2.1.2. Utang PPN
2.1.3. Utang PPH Pasal 21/22/23
2.1.4. Utang PPH Pasal 25/29
2.2. Utang Jangka Panjang
2.2.1. Utang Pajak Tangguhan
3.1. Pendapatan
3.1.1. Pendapatan Pajak Tangguhan
3.2. Beban
3.2.1. Taksiran PPH Badan
3.2.2. Beban Pajak Tangguhan
3.2.3. Beban Pajak
3.2.4. Potongan PPH Final
3.2.5. Tunjangan PPH Pasal 21
41
TABEL SALDO NORMAL DAN
KETENTUAN DEBIT KREDIT PERKIRAAN
No.
Nama Perkiraan Debit Kredit Saldo Debit Saldo Kredit
1 PPN Masukan + - D2 Piutang PPN + - D3 Uang Muka PPH 21 + - D4 Uang Muka PPH 22 + - D5 Uang Muka PPH 23 + - D6 Angsuran PPH 25 + - D7 PPH Keluaran - + K8 Utang PPN & PPnBM - + K9 Utang PPH Pasal
21/26- + K
10 Utang PPH Pasal 22 - + K11 Utang PPH Pasal
23/26- + K
12 Utang PPH Pasal 25/29
- + K
13 Utang Pajak Tangguhan
- + K
14 Tasiran PPH Badan + - D15 Beban Pajak
Tangguhan+ - D (+)
16 Aktiva Pajak Tangguhan
+ - D (+)
PENCATATAN TRANSAKSI REGULERDALAM AKUNTANSI PERPAJAKAN
1. TRANSAKSI PENYERAHAN JASA KENA PAJAK1.1. OLEH PKP KEPADA PKP LAIN1.2. OLEH PKP KEPADA WAPU1.3. OLEH PKP KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (WP OP)
2. TRANSAKSI PEMBELIAN JASA KENA PAJAK2.1. OLEH PKP DARI PKP LAIN YANG ADA KAITAN USAHA2.2. OLEH PKP DARI PKP LAIN YG TIDAK ADA KAITAN USAHA2.3. OLEH PKP DARI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI
42
2.4. OLEH PKP DARI NON PKP / WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
3. TRANSAKSI PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK3.1. OLEH PKP KEPADA PKP LAIN3.2. OLEH PKP KEPADA WAPU3.3. OLEH PKP KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (WP OP)3.4. PPN KELUARAN DAN UTANG PPn BM3.5. NOTA RETUR3.6. PEMAKAIAN SENDIRI ATAU PEMBERIAN CUMA-CUMA
4. TRANSAKSI PEMBELIAN BARANG KENA PAJAK4.1. OLEH PKP DARI PKP LAIN4.2. OLEH PKP DARI NON PKP / WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI4.3. PPN MASUKAN DAN PPn BM4.4. NOTA RETUR
5. PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN
Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Menurut UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Semua jasa termasuk Jasa Kena Pajak(JKP) kecuali Jasa dibidang Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Umum.Demikian juga dalam UU Pajak Penghasilan (PPh), semua jasa yang diserahkanoleh Wajib Pajak termasuk Obyek Pajak Penghasilan.Berkenaan dengan kedua UU tersebut maka
Setiap Penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus dipungut PPN, dan selanjutnya Setiap penyerahan atau penerimaan pembayaran Jasa Kena Pajak juga harus dipotong PPh Pasal 23 untuk WP Badan DN dan PPh Pasal 21 bagi WP Orang Pribadi DN serta PPh pasal 26 untuk WP.LN.Apabila yang menyerahkan Jasa tersebut adalah WP.OP (bukan PKP) dilarang memungut PPN, dan sebaliknya jika penerima JKP adalah WP.OP (bukan PKP)maka tidak dipotong PPh.
Penyerahan JKP oleh PKP kepada PKP lain Tgl 5 September 2008. PT. BHAKTI PATRA menyerahkan Invoice kepada PKP PT.DOK.KODJA BAHARI atas pekerjaan Klianing kapal BARUNA 2 dengan perincian sbb:Beban Personil Rp 500.000.000,-
Sewa Alat Kerja Rp 300.000.000,- +
Jumlah Imbalan Jasa Rp 800.000.000,-
43
PPN 10% Rp Rp. 80.000.000,- +
Total Invoice Rp 880.000.000
Jurnal PT. BHAKTI PATRA
Tgl Uraian ref Debet kredit5/9/08 Piutang Usaha 880.000.000
Pendapatan Jasa
800.000.000
PPN Keluaran 80.000.0000
Tgl 15 September 2008. PT. BHAKTI PATRA menerima pembayaran invoicenya dari PT. DOK KODJA BAHARI tertanggal 5 september dengan perincian sbb:Beban Personil Rp 500.000.000,-
Sewa Alat Kerja Rp 300.000.000,- +
Jumlah Imbalan Jasa Rp 800.000.000,-
PPN 10% Rp Rp. 80.000.000,- +
Total Invoice Rp 880.000.000Dipotong PPH Pasal 2315 X Rp. 880.000.000 Rp. 132.000.000 –Diterima Rp. 748.000.000
Tgl Uraian ref Debet kredit15/9/08 Kas 748.000.000
Uang Muka PPH Pasal 23
132.000.000
PPN Keluaran
880.000.0000
Pembelian Jasa Kena Pajak
Pembelian Jasa Kena Pajak Oleh PKP lain yang ada kaitan Usaha Apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) membeli Jasa Kena Pajak dari PKPlainnya terdapat dua kewajiban pajak yaitu, PPN Masukan yang harus dibayarkepada PKP lainnya dan kewajiban memungut PPh pasal 23 atas pembayarankepada PKP WP. Badan DNTetapi jika penjual JKP adalah WP.OP DN maka kewajibannya adalahmemungut PPh Pasal 21, sedangkan jika penjual JKP adalah WP.LN maka
44
kewajiban Pajak yang harus dipenuhi adalah PPh Pasal 26.
Contoh : Untuk melaksanakan Kontrak yang diperoleh dari PT. DOK.KODJA BAHARI, PT.BHAKTI PATRA tanggal 3 September 2008 mensubkan sebagian pekerjaankepada PT. SBN dengan perincian sbb:
Jasa Personil Rp 150.000.000,-Jasa Peralatan Kerja Rp 100.000.000,-
Jumlah Imbalan Jasa Rp 250.000.000,-
PPN 10% Rp 25.000.000,-
Total Invoice Rp 275.000.000,-
Tgl Uraian ref Debet kredit17/9/08 Beban Personil 150.000.000
Beban Sewa Peralatan
100.000.000
PPN Masukan 25.000.000
Utang Usaha 275.000.000
PT. BHAKTI PATRA tanggal 20 September 2008 membayar invoice tersebutkepada PT. SBN dengan perincian sbb:
Jasa Personil Rp 150.000.000,-Jasa Peralatan Kerja Rp 100.000.000,-
Jumlah Imbalan Jasa Rp 250.000.000,-
PPN 10% Rp 25.000.000,-
Total Invoice Rp 275.000.000,-Dipotong PPh 23 :15% x Rp 275.000.000,- Rp. 41.250.000
Jumlah Pembayaran Rp. 233.750.000
45
Tgl Uraian ref Debet kredit17/9/08 Utang Usaha 275.000.000
Kas 260.000.000Utang PPH Pasal 23
41.250.000
46
47
48
PT Padusi yang bergerak dalam bidang manufaktur dengan NPWP 01.345.678.9.025.000 meminta bantuan untuk menyusun Laporan Keuangan Fiskal tahun 2002 berdasarkan data dibawah ini :
Penjualan Rp. 12.345.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp. 10.987.000.000
LABA BRUTO Rp. 1356.000.000
Biaya operasi dan umum :
Gaji, bonus, thr, dan pesangon Rp. 130.000.000
Biaya pph pasal 21 Rp. 11.000.000
Biaya perwatan gudang yang
disewakan
Rp. 5.500.000
Fiskal luar negeri Rp. 6.500.000
Biaya perjalanan dinas Rp. 25.000.000
Biaya pengangkutan Rp. 17.500.000
Biaya pemasaran Rp. 17.500.000
Biaya training karyawan diluar
negeri
Rp. 20.000.000
Sewa gedung kantor Rp. 20.000.000
Biaya reparasi dan pemeliharaan
gedung kantor
Rp. 20.000.000
Rugi selisih kurs Rp. 32.000.000
Penghapusan piutang tak tertagih Rp. 15.000.000
Biaya jamuan jamu Rp. 25.000.000
Biaya listrik, air, gas, telefon, fax Rp. 24.000.000
Biaya litbang di Belanda Rp. 24.000.000
Sumbangan HUT RI Rp. 23.000.000
Biaya alat kantor Rp. 19.000.000
Biaya pakaian seragam satpam &
keselamatan kerja
Rp. 20.000.000
PKB, PBB, Bea Materai Rp. 10.000.000
49
Biaya makan minum karyawan Rp. 45.000.000
Penyusutan aktiva tetap Rp. 90.000.000
Premi Asuransi Kebakaran Rp. 30.000.000
Biaya Jasa teknik Rp. 30.000.000
Bantuan untuk Aceh Rp. 15.000.000
Bantuan untuk gerakan peduli
TKI
Rp. 19.000.000
Biaya rekreasi Rp. 15.000.000
Total Biaya (Rp. 709..000.000)
Laba Usaha Rp. 649.000.000
Pendapatan Lain-lain
Deviden dari PT. Granada
(setelah dipotong PPH) sebesar
20%
Rp. 170.000.000
Diskonto SBI (setelah dipotong
PPH)
Rp. 16.000.000
Sewa gudang dari PT Lolita
(Setelah dipotong PPH)
Rp. 90.000.000
Hibah dari induk perusahaan Rp. 75.000.000
Bunga deposito Rp. 30.000.000
Sewa Mesin Rp. 6.400.000
Jasa giro dari Bank BNI (setelah
dipotomg PPH)
Rp. 800.000
Bunga deposito dai Bank Mandiri
(setelah diptong PPH )
Rp. 4.800.000
TOTAL PENDAPATAN LAIN-
LAIN
Rp. 393.000.000
LABA TAHUN BERJALAN Rp. 1.042.000.000
50
Aktiva tetap per 1-1-2008
Masa Aktiva Tetap Tahun Beli Harga Beli
Kelompok 1 27/10/03 Rp. 50.000.000
Kelompok 1 04/06/08 Rp. 25.000.000
Kelompok 2 24/12/08 Rp. 250.000.000
Kelompok 3 24/07/03 Rp. 300.000.000
Bangunan Permanen 06/06/03 Rp.1.500.000.000
Penyusutan yang dialokasikan terhadap biaya operasi dan umum adalah dengan
menggunakan metode saldo menurun.
PAJAK-PAJAK
PPH Pasal 23 yang telah dipotong pihak lain Rp. 30.000.000
PPH pasal 25 yang telah dibayar Rp. 45.000.000
Pajak yang dibayar di New York Rp. 3.000.000
STP PPh pasal 25 untuk masa oktober sampai Rp. 16.800.000
dengan desember 2008 yang belum dilunasi
(termasuk bunga & denda Rp. 800.000)
.
51
52