AKt Pajak

75
BAB I KONSEP DASAR, KETERBATASAN AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL A. PENGERTIAN AKUNTANSI PAJAK Pengertian Akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian dengan cara tertentu, transaksi keuangan yang terjadi dalam perusahaan atau organisasi lain serta penafsiran terhadap hasilnya. Akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan atau organisasi pada umumnya menggunakan Prinsip Akuntansi atau Standar Akuntansi Keuangan (SAK), disebut Akuntansi Komersial. Sedangkan akuntansi yang dalam penerapannya menggunakan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undang perpajakan beserta pelaksanaanya disamping Prinsip dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) disebut Akuntansi Pajak. B. TEORI AKUNTANSI DAN PENGERTIAN AKUNTANSI Teori akuntansi suatu penalaran logis dalam bentuk seperangkat azas atau prinsip, yang merupakan : a. Kerangka acuan umum untuk menilai praktek-praktek akuntansi b. Pedoman bagi pengembangan praktek-praktek dan prosedur baru 1

Transcript of AKt Pajak

Page 1: AKt Pajak

BAB I

KONSEP DASAR, KETERBATASAN AKUNTANSI PERPAJAKAN

DAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL

A. PENGERTIAN AKUNTANSI PAJAK

Pengertian Akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan

penyajian dengan cara tertentu, transaksi keuangan yang terjadi dalam perusahaan atau

organisasi lain serta penafsiran terhadap hasilnya.

Akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan atau organisasi pada umumnya

menggunakan Prinsip Akuntansi atau Standar Akuntansi Keuangan (SAK), disebut

Akuntansi Komersial. Sedangkan akuntansi yang dalam penerapannya menggunakan

perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undang perpajakan

beserta pelaksanaanya disamping Prinsip dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

disebut Akuntansi Pajak.

B. TEORI AKUNTANSI DAN PENGERTIAN AKUNTANSI

Teori akuntansi suatu penalaran logis dalam bentuk seperangkat azas atau prinsip,

yang merupakan :

a. Kerangka acuan umum untuk menilai praktek-praktek akuntansi

b. Pedoman bagi pengembangan praktek-praktek dan prosedur baru

c. Dapat dipergunakan untuk menjelaskan praktek-praktek yang sekarang

sedang berjalan, akan tetapi tujuan yang terutama adalah mengadakan

suatu kerangka acuan untuk menilai dan mengembangkan praktek-praktek

akuntansi yang sehat

Akuntansi yang dilaksanakan Oleh perusahaan atau organisasi pada umumnya

mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

merupakan prinsip, prosedur, metode dan teknik akuntansi yang mengatur penyusunan

laporan keuangan, khususnya yang ditujukan pihak luar, misalnya pemegang saham

(investor), kreditor, fiskus, dan sebagainya. SAK dibatasi pada hal-hal yang

berhubungan dengan akuntansi keuangan dan diungkapkan secara garis besar.

1

Page 2: AKt Pajak

C. PRINSIP AKUNTANSI PAJAK

Prinsip Akuntansi yang diakui dalam akuntansi pajak adalah:

1. Kesatuan Usaha

a. Perusahaan dianggap sebagai kesatuan ekonomi yang terpisah dengan

pihak-pihak yang berkepentingan dengan sumber-sumber perusahaan

b. Ada pemisahan yang jelas antara perusahaan dengan pemilik, persero atau

pemegag saham, mengenai kekayaan, hutang-piutang, penerimaan dan

pengeluaran uang, antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan

pribadi pemilik/pemegang sahamtidak boleh bercampur

c. Pasal 28 ayat 7 UU KUP, pada dasarnya pembukuan harus memisahkan

harta dari Wajib Pajak

2. Kesinambungan

a. Suatu entitas ekonomi diasumsikan akan terus menerus melanjutkan

usahanya dan tidak akan dibubarkan

b. Pasal 28 ayat 11 UU KUP, data-data yang berkaitan dengan pembukuan

Wjib Pajak harus disimpan di Indonesia paling tidak dalam jangka waktu

10 Tahun

3. Harga Pertukaran yang Obyektif

a. Transaksi keuangan harus dinyatakan dengan nilai uang. Transaksi antara

penjual dan pembeli akan menghasilkan harga pertukaran, yang oleh

penjual disebut harga jual dan oleh pembeli disebut harga perolehan

(Cost)

b. Harga Pertukaran yang obyektif/wajar:

1. Tidak dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa

2. Dapat diuji oleh pihak-pihak yang independen

3. Tidak terdapat transfer pricing

4. Tidak ada mark-up. Tidak ada KKN, dan sebagainya

c. Berdasar Pasal 18 ayat 3 UU PPh ditentukan bahwa Direktorat Jenderal

Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan

pengurangan serta menentukan hutang sebagai kodal untuk menghitung

2

Page 3: AKt Pajak

besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi WP yang mempunyai hubungan

istimewa dengan WP lainnya sesuai kewajaran dan kelajiman

4. Konsisten

a. Penggunaan metode dalam pembukuan tidak boleh berubah-ubah

b. Berdasarkan Pasal 28 ayat 5 UU KUP, pembukuan diselenggarakan

dengan prinsip atau asas konsisten, artinya apabila WP telah memilih

salah satu metode pembukuan maupun dalam perhitungannya, metode

tersebut harus diikuti setiap tahunnya secara konsisten, misalnya

penentuan tahun buku, metode penyusutan, metode penilaian persediaan

dan pengakuan nilai kurs valuta asing menggunakan kurs tetap atau kurs

tengah Bank Indonesia.

c. Berdasarkan pasal 28 ayat 8 UU KUP, ditetapkan setiap adanya perubahan

dalam prinsip maupun metode penghitungan dalam pembukuan harus

mendapat persetujuan Direktur Jendral Pajak, untuk dilakukan

pemeriksaan terlebih dahulu tentang ada tidaknya obyek pajak yang

timbul akibat adanya perubahan tersebut.

5. Konservatif

a. Kemungkinan rugi (belum direalisasi, masih merupakan tafsiran) sudah

diakui sebagai kerugian, dengan cara membentuk penyisihan atau

cadanga. Sementara itu, kemungkinan laba yang tibul tidak diakui.

b. Pasal 9 ayat 1 © UU PPh, diamna WP tidak diperbolehkan membentuk

dana cadangan (penyisihan), kecuali untuk:

D. FUNGSI AKUNTANSI PAJAK

Fungsi akuntansi adalah menyajikan data kuantitatif yang akan digunakan untuk

pengambilan keputusan, oleh karena itu akuntansi harus dapat memenuhi tujuan

kualitatif. Sedangkan fungsi akuntansi pajak adalah mengolah data kuantitatif yang akan

digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan.

3

Page 4: AKt Pajak

Agar dapat menyajikan data kuantitatif yang aakan digunakan sebagai dasar

pengambilan keputusan berkaitan dengan perpajakan maka Akuntansi pajak harus

memenuhi tujuan kualitatif.

Tujuan Kualitatif Akuntansi pajak antara lain sebagai berikut:

1. Relevan

Laporan Keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus relevan

antara data yang dimiliki WP dengan adanya kewajiban ataupun yang

timbul dalam kaitannya dengan perpajakan

Berdasarkan pasal 28 ayat 9, catatan termasuk laporan keuangan yang

dihasilkan dapat dipergunakan untuk menghitung besarnya Penghasilan

Kena Pajak dan besarnya pajak yang terhutang

2. Dapat Dimengerti

Laporan Keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus dapat

dimengerti, baik oleh WP maupun pihak lain termasuk oleh fiscus

Berdasrkan pasal 28 ayat 4, pembukuan diselenggarakan dengan

menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uang rupiah,

dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan,

mengandung arti agar laporan keuangan yang dihasilkan dapat dimengerti

3. Daya Uji

Laporan keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus

mempunyai daya uji, perhitungan yang dilakukan oleh WP akan

menghasilkan angka yang sama apabila dilakukan oleh pihak lain

termasuk oleh fiscus

Pasal 28 ayat 9 UU KUP bahwa catatan yang dipergunakan untuk

menghitung penghasilan kena pajak, yang dilakukan oleh WP akan

menghasilkan angka yang sama apabila dihitung oleh pihak lain, termasuk

oleh fiscus

4. Netral

Laporan keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus netral,

tidak memihak kepada WP dan juga tidak memihak kepada pihak lain

4

Page 5: AKt Pajak

termasuk pihak negara (pihak yang sangat berkaitan dengan penerimaan

perpajakan)

Pasal 28 ayat 3 UU KUP, pembukuan yang dilakukan oleh WP harus

berdasarkan itikad baik dan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya

5. Tepat Waktu

Laporan keuangan yang disajikan dalam akuntansi pajak harus tepat

waktu, sesuai dengan tahun takwim atau tahun buku yang dipergunakan

oleh WP

Pasal 1 ayat 7 UU PPh, Laporan keuangan WP dibuat berdasarkan tahun

takwim atau tahun buku

6. Daya Banding

Laporan keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus memiliki

daya banding, terutama dengan peraturan perpajakan

Penjelasan pasal 28 ayat 7 UU KUP, pembukuan harus diselenggarakan

dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, seperti Standar

Akuntansi keuangan (SAK), atau berdasarkan ketentuan peraturan

perundangan

7. Lengkap

Laporan keuangan yang disajikan dalam akuntansi pajak harus lengkap,

tidak terdapat data yang tidak terakumulasi dalam laporan keuangan

Pasal 28 ayat 7 UU KUP, pembukuan sekurang-kurangnya memuat

catatan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta pembelian

dan penjualan

E. HUBUNGAN AKUNTANSI PAJAK DENGAN AKUNTANSI KOMERSIAL

Dari akuntansi komersial, seseorang dapat memperoleh suatu konsepsi bahwa tiap

organisasi (satuan usaha atau aktivitas) memerlukan informasi tentang keadaan yang

sudah terjadi selama suatu periode tertentu. Informasi itu disajikan oleh akuntansi kepada

manajemen atau pihak lain sehingga dapat diambil suatu penilaian dan kesimpulan yang

terjadi serta keputusan yang dilakukan selanjutnya. Bagaimana informasi itu diramu,

5

Page 6: AKt Pajak

dikemas dan disajikan sangat ditentukan oleh praktek dan kelaziman yang berlaku dalam

profesi akuntansi serta diselaraskan dengan pembaca dan tujuan pembuatan laporan.

Tujuan akuntansi komersial antara lain untuk menyediakan laporan dan informasi

keuangan serta informasi yang lain kepada, misalnya pimpinan perusahaan. Akuntansi

perpajakan dapat dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan kepada

penyusunan surat pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi

perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan. Akuntansi perpajakan secara

khusus menyajikan laporan keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak.

Penyajian itu sebagai pemenuhan kewajiban perpajakan (tax compliance). Walaupun

secara teknis proses penyajian laporan tidak diatur secara rinci dalam ketentuan

perpajakan, pengukuran dan penilaian atas suatu fakta sangat dipengaruhi oleh ketentuan

perpajakan. Ketentuan perpajakan merupakan produk lembaga legislatif yang mengikat

semua anggota masyarakat (termasuk profesi akuntan). Dengan demikian, apabila terjadi

kekurangsesuaian antara ketentuan perpajakan dan praktek atau standar akuntasi yang

berlaku umum, Undang-undang Perpajakan mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas

praktek dan kelaziman akuntansi. Keengganan mematuhi ketentuan itu dapat membawa

kerugian material bagi perusahaan.

Akuntansi mengasumsikan bahwa praktek-praktek akuntasi dilakukan dengan

sehat (sound-accounting practice) yaitu sesuai dengan SAK. Jika terjadi praktek-praktek

akuntansi yang tidak sehat atau menyimpang dari SAK, dibedakan antara :

a. Tidak material, tidak mempengaruhi opini akuntan publik

b. Material, akan mempengaruhi opini akuntan publik

Undang-undang perpajakan menghendaki praktek-praktek akuntansi

yang sehat, jika terjadi penyimpangan akan dilakukan koreksi fiskal walaupun

tidak material.

6

Page 7: AKt Pajak

AKUNTANSI

S.A.K

MELANGGAR

TIDAK ADA SANKSI

MEMPENGARUHI OPINI AKUNTAN PUBLIK

- Unqualified Opinion- Qualified Opinion- No Opinion- Disclaimer

PPh

UU PPh & KUP

MELANGGAR

PEMERIKSAAN PAJAK DIKENAKAN SANKSI

STP/SKP

SANKSI ADMINISTRASI - Denda- Bunga- Kenaikan

Ada bukti permulaan tindak pidana perpajakan (TPP)

PENYIDIKAN

PENGADILAN

Terbukti ada TPP

SANKSI PIDANA

F. LAPORAN KEUANGAN FISKAL

Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentu tentang pengukuran dan

pengakuan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam laporan keuangan. Ukuran tersebut

seringkali tidak sejalan dengan prinsip yang digunakan dalam akuntansi umumnya.

Argumentasi yang yang membuat perbedaan itu adalah laporan keuangan perpajakan

mempunyai motivasi untuk memperkecil usaha penghindaran pajak dan pemberian

dorongan investasi.

Dengan penyusunan laporan keuangan fiskal, kelompok kerja standar akuntansi

dari Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Negara Maju (Organization for

7

Page 8: AKt Pajak

Ekonomic Cooperation and Development), dalam laporan seri harmonisasi standar

akuntansi, membagi praktek pendekatan peyusunan laporan keuangan fiskal sebagai

solusi antara Standar Akuntansi keuangan dan ketentuan perpajakan dengan 3

pendekatan:

1. Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktek akuntansi.

Menurut pendekatan ini pengusaha harus menyelenggarakan pembukuan sesuai

dengan ketentuan perpajakan dengan tanpa kelonggaran terhadap ketidaksamaan

prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan. Pendekatan ini menghendaki laporan

keuangan fiskal murni disusun berdasarkan ketentuan perpajakan.

2. Ketentuan Pajak, untuk tujuan penyusunan laporan keuangan merupakan standar

independen terpisah dari prinsip akuntansi.

Menurut pendekatan ini para pengusaha bebas menyelenggarakan pembukuan

berdasarkan prinsip dan metode akuntansi dan laporan keuangan fiskal disusun

terpisah diluar jaringan proses pembukuan (Laporan Keuangan merupakan

produk tambahan)

3. Ketentuan Pajak merupakan sisipan terhadap standar akuntansi

Menurut pendekatan ini Laporan keuangan disusun terutama mengikuti standar

akuntansi , namun preferensi diberikan kepada ketentuan pajak kalau terdapat

pengaturan yang tidak sejalan dengan standar akuntansi.

G. PERBEDAAN ORIENTASI PELAPORAN ANTARA LAPORAN KEUANGAN

KOMERSIAL DAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL

Dalam sistem perpajakan, negara mempunyai instrumen untuk mencapai dua

tujuan utama yaitu menutup kebutuhan finansial sesuai dengan fungsi budgetair pajak

yaitu pajak merupakan alat untuk mentransfer sumber daya dari sektr privat (masyarakat)

kepada sektor publik dan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi nasional.

Apabila kita lihat dari pemakai laporan keuangan fiskal, yaitu pihak negara

(administrasi pajak) lebih berkepentingan terhadap beberapa unsur yang terdapat laporan

keuangan fiskal antara lain Laba tahun berjalan untuk mengitung pajak penghasilan,

Distribusi laba untuk menghitung pajak atas pembayaran dividen, Peredaran usaha untuk

menghitung Pajak pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak penjualan atas Barang Mewah

8

Page 9: AKt Pajak

(PPnBM), pengeluaran untuk karyawan dan pembelian jasa lain untuk menghitung

pemotongan pajak penghasilan.

Berbeda dengan Laporan keuangan fiskal, pemakai laporan keuangan komersial

adalah berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda sehingga

informasi yang diperlukan adalah berkaitan dengan kinerja ekonomi dan keadaan

finansial perusahaan.

Pelaporan akuntansi komersial dan akuntansi pajak memerlukan penilaian atas

setiap fakta untuk menentukan posisi finansial (harta,utang dan modal) dan hasil operasi

(pendapatan dan biaya). Walaupun berbeda antara kedua laporan keuangan tersebut tetapi

mempunyai keterkaitan satu sama lain. Dalam penyusunan laporan keuangan komersial

dan pajak terdapat perbedaan orientasi dan sifat pelaporan terutama menyangkut tingkat

toleransi fleksibilitas pemilihan standar. Pelaporan keuangan komersial disusun

berdasarkan konsep “Kewajaran penyajian” dengan implikasi manajemen dapat

mengambil suatu pertimbangan sepanjang batasan toleransi prinsip/standar akuntansi.

Apabila terdapat keraguan pengukuran atas suatu transaksi (yang belum merupakan

fakta), prinsip konservatisme dalam akuntansi komersial untuk mengambil solusi yang

akan menghasilkan under stated agar laporan tampak low profile. Laporan keuangan

fiskal umumnya kurang memberikan toleransi atau fleksibilitas pemilihan standar.

Ekualisasi (persamaan) perlakuan kepada semua Wajib Pajak menghendaki adanya

keseragaman penyelenggaraan dan pengaturan untuk keperluan penentuan laba yang

digunakan sebagai dasar penentuan besarnya pajak. Walaupun mengikuti prinsip

akuntansi, assesment pajak bergantung pada kebijakan dan putusan otoritas pajak yang

dapat mengesampingkan praktek dan pemikiran profesi dan ketentuan pajak yang

terutama didesain untuk kebijakan ekonomi dapat mengakibatkan pelaporan yang

dihasilkan menyimpang dari konsep “Kewajaran penyajian” yang digunakan dalam

akuntansi komersial.

H. PRINSIP AKUNTANSI SEBAGAI SUBYEK PERBEDAAN ORIENTASI

Prinsip akuntansi yang menjadi fokus perbedaan orientasi antara pelaporan

keuangan fiskal dan pelaporan keuangan komersial adalah:

1. Penetapan Beban dan Pendekatan

9

Page 10: AKt Pajak

Akuntansi komersial menghendaki pengakuan penghasilan pada saat

realisasi transaksi pertukaran dan pembebanan beban atau biaya dalam

masa yang sama dengan pengakuan penghasilan

Akuntansi Pajak mendasarkan kebijakan pemajakan yang menyimpang

dari prinsip itu, misalnya:

• Perlakuan pembayaran kenikmatan karyawan atau natura bukan

sebagai pengurang penghasilan

• Penyusutan asset mulai pada tahun pengeluaran

• Imputasi penghasilan pada BUT atas dasar Force of attraction :

penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan

barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang

dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di

Indonesia

2. Konsistensi

Akuntansi komersial menekankan penerapan suatu metode akuntansi

secara taat asa, kecuali terdapat alasan dan bukti yang cukup kuat untuk

melakukan penggantian metode

Akuntansi pajakdalam konteks konsepsional menetukan lain, misalnya

pengakuan hasil operasi mancanegara (dengan penolakan terhadap

konsolidasi kerugian berdasarkan penjelasan Pasal 4 UU PPh)

3. Konservatisme

Akuntansi komersial bersifat konservatif terhadap sesuatu transaksi yang

belum menjadi suatu fakta, dengan cara membentuk penyisihan atas resiko

kerugian yang mungkin diderita (Penghapusan piutang dan cadangan

kerugian)

Akuntansi Pajak kurang tertarik kepada estimasi dan perhitungan angka

yang belum terjadi secara nyata dan menganut realitas, kecuali untuk

jenis perusahaan bank dan Asuransi

4. Substansi mengesampingkan Bentuk Formal

Akuntansi komersial menitikberatkan kepada substansi ekonomi daripada

bentuk formal tiap transaksi atau fakta bisnis

10

Page 11: AKt Pajak

Akuntansi Formal dalam kasus tertentu mengutamakan bentuk formal

misalnya leasing

I. SIFAT DAN KETERBATASAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL

Beberapa sifat dan keterbatasab laporan keuangan komersial yang relevan

terhadap laporan keuangan fiskal antara lain:

1. Laporan keuangan bersifat historis

2. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan estimasi dan

berbagai pertimbangan

3. Lebih mengutamakan hal yang material (tanpa mengurangi kelengkapan materi)

4. Laporan keuangan terutama menekankan makna ekonomis (substansi) setiap

transaksi/peristiwa (tanpa, dalam kondisi tertentu, memperhatikan yuridis

formalnya)

5. Terdapat alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan mengakibatkan

variasi dalam pengukuran sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar WP

6. Informasi kualitatif, sedangkan fakta (yang tidak mendasar) yang tidak dapat

dikuantifikasikan umumnya dikesampingkan.

J. PROSES PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL

Dengan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan yang mengatur tentang

pengukuran dan pengakuan maka timbul bagaimanakah Wajib Pajak melakukan

pembukuan agar terpenuhi kebutuhan untuk keperluan pelaporan komersial dan pajak.

Agar semua kebutuhan dapat terpenuhi pembukuan dapat diselenggarakan berdasarkan

standar akuntansi dan laporan keuangan fiskal yang disusun berdasarkan standar

akuntansi sedangkan untuk kepentingan perpajakan maka laporan keuangan fiskal dapat

dihasilkan melalui suatu rekonsiliasi antara standar akuntansi dan ketentuan perpajakan.

Laporan keuangan fiskal disusun setelah laporan keuangan komersial selesai. Jadi bisa

dikatakan bahwa laporan keuangan fiskal merupakan produk sampingan dari laporan

keuangan komersial.

Penyusunan laporan keuangan fiskal dengan pendekatan rekonsiliasi prosesnya

sama dengan penyusunan laporan keuangan komersial yaitu dimulai dengan proses input

11

Page 12: AKt Pajak

transaksi berdasarkan dokumen dasar atau bukti transaksi ke dalam buku harian atau

Jurnal, pengklasifikasian transaksi ke dalam buklu besar melalui proses posting, untuk

keperluan pengawasan dicocokkan dengan buku tambahan dan pada akhir tahun disusun

neraca percobaan dengan penyesuaian terhadap fakta yang terdapat pada akhir periode

dan jurnal penutup akan dihasilkan laporan keuangan komersial. Selanjutnya untuk

menghasilkan laporan keuangan fiakal perlu dilakukan rekonsiliasi terhadap perturan

perpajakan. Proses penyusunan laporan keuangan fiskal tampak pada gambar berikut ini:

Proses Penyusunan Laporan Keuangan Fiskal

K. HUBUNGAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL DENGAN LAPORAN

KEUANGAN KOMERSIAL

12

Dokumen dasar

JurnalBuku Besar

Neraca Percobaan

Laporan Keuangan Komersial

Dicocokkan

Buku Tambahan

nnn

Rekonsiliasi

Laporan Keuangan

Fiskal

Page 13: AKt Pajak

Laporan keuangan fiskal (yang dilampirkan pada SPT) dapat disusun dengan

proses penyesuaian atau rekonsiliasi ketentuan perpajakan terhadap laporan keuangan

komersial. Untuk mengamankan data historis, atas penyesuaian itu perlu diadakan

pencatatan terhadap pos-pos yang menyebabkan perbedaan sementara (timing difference)

antara ketentuan pajak dan standar akuntansi keuangan (misalnya penyusutan). Implikasi

dari aktivitas itu menunjukkan adanya perangkat “pembukuan ganda” terhadap pos-pos

tertentu yang memungkinkan adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan

standar akuntansi komersial untuk mengamankan kontinuitas rekonsiliasi. Namun, karena

pembukuan itu dapat direkonsiliasikan, secara yuridis fiskal “pembukuan ganda” itu

dapat dipertimbangkan.

Dalam praktek, pajak penghasilan dapat dihitung (untuk keperluan penghitungan

laba komersial) berdasarkan laba akuntansi (pajak teoritis) atau laba kena pajak (pajak

riil). Selisih antara keduanya dicatat sebagai pos aktiva lain-lain di neraca yang secara

teoritis dapat dialokasikan dari waktu ke waktu. Dari praktek itu tampak SAK

memberikan kelonggaran kepada pengusaha untuk memilih metode akuntansi pajak

penghasilan.

13

Page 14: AKt Pajak

BAB II

PEMBUKUAN

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk

mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,

penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,

yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi

untuk periode tahun pajak tersebut.(Pasal 1 angka 29 UU No. 28 Tahun 2007)

A. TUJUAN PEMBUKUAN

Tujuan pembukuan sesuai dengan pasal 14 UU PPh adalah mendapatkan

informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak untuk dapat

mengenakan pajak secara adil, benar dan wajar sesuai kemampuan ekonomis wajip pajak.

B. KEWAJIBAN PEMBUKUAN

Kewajiban pembukuan kepada setiap orang yang menjalankan perusahaan

ditegaskan dalam Pasal 28 ayat 1 Undang – Undang Ketentuan Umum dan tata cara

Perpajakan:

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.

C. DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PEMBUKUAN

Berdasarkan Pasal 28 UU No.28 Tahun 2007 :

Ayat (2): Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan

tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan

Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak

melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Penghitungan penghasilan neto dengan menggunakan norma diperbolehkan bagi

Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang

14

Page 15: AKt Pajak

dari Rp 600.000.000,00, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur

Jenderal Pajak paling lama 3 bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan

(KEP-536/PJ/2000).

D. PERSYARATAN PELAKSANAAN PEMBUKUAN

Pelaksanaan pembukuan dalam akuntansi pajak berdasarkan pasal 28 UU KUP

harus mengikuti persyaratan sebagai berikut:

• Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan

memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang

sebenarnya

• Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan

menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam

bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

• Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual

atau stelsel kas.

• Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban,

modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat

dihitung besarnya pajak yang terutang

Selain dapat dihitung besarnya PPh, pajak-pajak lainnya juga harus dihitung

dari pembukuan tersebut

Agar PPN dan PPnBM dapat dihitung dengan benar maka pembukuan harus

mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual

atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan PPnBM,

jumlah pembayaran atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah

pabean di dalam daerah pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar daerah

pabean di dalam daerah pabean, jumlah pajak masukan yang dapat

dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan

Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem

yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi

Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan

lain.

15

Page 16: AKt Pajak

Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah

dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri

Keuangan

Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus

mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak

Untuk keperluan perubahan metode pembukuan Wajib Pajak harus

mengajukannya sebelum dimulai tahun buku yang bersangkutan dengan

menyebutkan alasan-alasan dilakukan perubahan dan akibat dari perubahan

tersebut..

Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun

takwim, penyebutan tahun pajak menggunakan tahun yang didalamnya

termasuk 6 bulan pertama atau lebih.

- Pembukuan 1 Juli 2006 sampai dengan 30 Juni 2007 tahun pajaknya

adalah 2006

- Pembukuan 1 Oktober 2006 sampai dengan 30 September 2007, tahun

pajaknya adalah 2007

- SPT PPN&PPnBM berdasarkan tahun buku atau sama dengan SPT PPh

Badan.

- SPT PPh PS 21/26 tahunan berdasarkan tahun takwin, walaupun tahun

bukunya tidak sama dengan tahun takwin.

- PBB berdasarkan tahun takwin

Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10

(sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal

bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak

badan

Dokumen-dokumen yang dimaksud termasuk hasil pengolahan data elektronik

16

Page 17: AKt Pajak

Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan adalah sesuai dengan

ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak

Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari data yang

dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan

atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang

terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang

dikenakan pajak yang bersifat final.

• Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha

dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penghasilan

lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari

luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan

bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek PPh

Bentuk dan tatacara pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) iatur

dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim

dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan,

kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

E. PRINSIP TAAT ASAS (KONSISTENSI) DAN STETSEL AKRUAL

(ACCRUAL BASIS) ATAU STETSEL KAS (CASH BASIS)

1. Prinsip taat asas

Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan

dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah pergeseran laba atau rugi. Prinsip

taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan :

a. Stetsel pengakuan penghasilan

b. Tahun buku

c. Metode penilaian persediaan

d. Metode penyusutan dan amortisasi

2. Stetsel akrual

Berdasarkan Stelsel akrual maka:

17

Page 18: AKt Pajak

- Penghasilan atau pendapatan diakui kapan (tahun buku) menjadi hak, tidak

tergantung pada penerimaan uang. Walaupun uang belum diterima kalau

sudah menjadi hak (timbul piutang) sudah diakui sebagai penghasilan,

sebaliknya kalau uang sudah diterima tapi belum menjadi hak belum diakui

sebagai penghasilan, misalnya uang muka

- Beban diakui kapan (tahun buku) menjadi beban atau kewajiban, tidak

tergantung pada pengeluaran uang. Walaupun belum ada pengeluaran uang,

kalau sudah menjadi kewajiban untuk membayar, sudah diakui sebagai beban.

Sebaliknya kalau uang yang sudah dikeluarkan tapi belum ada

kewajiban/beban, belum diakui sebagai beban.

- Ada penyusutan dan amortisasi untuk membebankan harga perolehan aktiva

tetap

Termasuk dalam pengertian stetsel akrual adalah pengakuan penghasilan

berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai

di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti

Build Operate and Transfer (Bangun Guna Serah), Real Estat, dan lain-lain.

3. Stetsel Kas

Stetsel Kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas

penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.

- Menurut stetsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-

benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu atau cek dari pihak luar

sudah masuk rekening bank, serta biaya baru dianggap biaya, bila benar-benar

telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu atau cek yang dikeluarkan sudah

diuangkan di bank, termasuk pembelian aktiva tetap.

- Tidak ada penyusutan atau amortisasi, harga perolehan aktiva yang dibeli secara

tunai langsung dibebankan pada tahun terjadinya pembelian.

- Stetsel kas tidak digunakan dalam akuntansi, kecuali hal-hal khusus, misalnya

penerimaan bunga pada debitur macet oleh bank

18

Page 19: AKt Pajak

Oleh karena stetsel ini dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan

terhadap penghasilan, dalam rangka penghitungan PPh harus memperhatikan

hal-hal antara lain :

1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh

penjualan baik yang tunai maupun yang bukan

2. Dalam menghitung HPP harus diperhitungkan seluruh pembelian dan

persediaan

3. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat

diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat

dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi

4. Pemakaian stetsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten)

Dengan demikian penggunaan stetsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga

dinamakan stetsel campuran.

PERBEDAAN PENCATATAN STETSEL KAS DAN AKRUAL

Sdr Ferry Haryadi usaha bengkel, data tahun 2006

No Tahun Buku 2006 Kas (Rp) Akrual (Rp)

1. PENERIMAAN UANG

a. Menerima uang atas jasa operasi yang sudah

selesai (sudah menjadi hak)

b. Jasa reparasi sudah selesai Desember 2006,

sudah dibuat tagihan (sudah menjadi hak)

sebesar Rp 12.000.000,- tapi belum dibayar

oleh langganan

c. Diterima uang mengecat mobil sebesar Rp

450.000,- tapi pekerjaan belum diselesaikan

(belum menjadi hak)

70.000.000

-

450.000

70.000.000

12.000.000

-

19

Page 20: AKt Pajak

Penghasilan 70.450.000 82.000.000

2. PENGELUARAN UANG

a. Sewa tempat selama 3 tahun mulai 1 Januari

2006 sampai dengan 31 Desember 2008,

sebesar Rp 21.000.000,-. Beban 2006 =

Rp 7.000.000

b. Pembelian bahan secara tunai Rp

10.000.000. Persediaan 31-12-2006 Rp

2.000.000. Digunakan 2006 Rp

8.000.000,-

c. Upah yang sudah dibayar 2006 Rp

25.000.000. Upah yang belum dibayar Rp

2.000.000. Beban Upah 2006 Rp

27.000.000

d. Listrik/telepon yang sudah dibayar Rp

2.500.000 bulan Desember. Belum dibayar Rp

250.000. Beban 2006 Rp 2.750.000

e. Beli alat-alat bengkel Rp 6.000.000. Taksiran

umur 4 tahun, tanpa nilai residu. Penyusutan

dengan metode garis lurus. Penyusutan

pertahun Rp 1.500.000

21.000.000

10.000.000

25.000.000

2.500.000

6.000.000

7.000.000

8.000.000

27.000.000

2.750.000

1.500.000

Beban 64.500.000 46.250.000

Surplus/Laba (Rugi/Defisit) 5.950.000 35.750.000

20

Page 21: AKt Pajak

BAB III

PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari

Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF.

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk

dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,

sekutu atau anggota

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih

untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi

dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.

4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan

asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi kecuali jika

dibayarkan oleh pihak pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan

bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali :

A. Sampai dengan tahun pajak 2000

a. Didaerah tertentu (daerah terpencil), atau

b. Merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan atau yang berkenaan

dengan situasi lingkungan kerja

c. Di KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu)

B. Sejak tahun pajak 2001

a. Penyediaan makanan/minuman ditempat keja bagi seluruh pegawai secara

bersama-sama atau

21

Page 22: AKt Pajak

b. Yang meupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana

keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.

Seperti pakaian dan peralatan keselamatan kerja, pakaian seragam satpam, dan

c. Antar jemput karyawan serta

d. Penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya, serta

e. Penggantian atau imbalan bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan

berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu

- Tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya

- Pelayanan kesehatan, pendidikan bagi pegawai dan keluarganya

- Pengangkutan bagi pegawai dan keluarganya

- Olah raga bagi pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, boating dan pacuan

kuda

Sepanjang fasilitas dan sarana yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1

(satu) tahun pembebanannya dilakukan melalui penyusutan.

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau

pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan

pekerjaan yang dilakukan

7. Harta yang dihibahkan, bantuan (kecuali untuk GNOTA) atau sumbangan, dan

warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b kecuali zakat

atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi

pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh

pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang

dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah.

8. Pajak Penghasilan, kecuali PPh Pasal 26 (tidak termasuk dividen) sepanjang PPh

dimaksud ditambahkan sebagai dasar penghitungan untuk pemotongan PPh Pasal 26

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau

orang yang menjadi tanggungannya

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham

22

Page 23: AKt Pajak

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa

denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang

perpajakan

12. Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya, kecuali Wajib Pajak

dapat membuktikan bahwa biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan

benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih,

dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil), dengan melampirkan pada SPT

daftar nominatif yang berisis nama, tempat, atau alamat, jenis dan jumlah

entertainment yang telah diberikan, nama, posisi, nama perusahaan, jenis usaha

relasi yang menerima entertainment

13. Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 8 huruf f dan huruf g UU

PPN sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar

telah dibayar dan PPN Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat

dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh

14. Penghapusan Piutang Tak Tertagih (Piutang Usaha) kecuali Wajib Pajak telah :

a. Membebankan piutang tak tertagih sebagai biaya atau kerugian perusahaan dalam

Laporan Keuangan Komersial

b. Menyerahkan dan mendaftarkan gugatan perdata atas nama debitur serta jumlah

piutang tak tertagih (telah menyerahkan perkara penagihannya) kepada

Pengadilan Negeri atau kepada Badan Urusan Pitang dan Lelang Neraca/BPULN

atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan

hutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan

c. Telah dipublikasikan atau mengumumkan daftar nama debitur yang

penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau BUPLN, dalam

suatu penerbitan umum atau tertentu (khusus) seperti penerbitan intern pada

asosiasi usaha tersebut atau penerbitan lainnya dan

d. Menyerahkan dan melaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak Daftar Piutang

yang tidak dapat ditagih atau yang dihapuskan yang mencantumkan nama,

alamat, NPWP dan jumlahnya

15. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

23

Page 24: AKt Pajak

a. Bukan merupakan Objek Pajak

b. Pengenaan pajaknya bersifat final

c. Dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dan

Norma Penghitungan Khusus

16. Kerugian dari harta atau hutang yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan,

menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

17. Bunga pinajaman (seluruhnya), dalam hal jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya

dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito

berjangka atau tabungan lainnya di dalam negeri, kecuali :

a. Dana pinjaman tersebut disimpan atau ditempatkan dalam bentuk, rekening

giro yang atas jasanya dikenakan PPh final, atau

b. Adanya keharusan bagi wajib pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah

tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku, sepanjang jumlah deposito dan tabungan

tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan tersebut.

c. Dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut dananya

berasal dari tambahan modal dan sisa laba setelah pajak

18. Bunga pinjaman (sebagian) yaitu sejumlah selisih beban bunga sebenarnya dengan

yang diperkenankan dalam hal julah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-

rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.

Beban bunga yang diperkenankan dihitung dari :

“ Tingkat bunga pinjaman ( Rata-rata pinjaman dikurangi Rata-rata deposito atau

tabungan )”

B. Adanya Pendapatan yang Tidak Digunggungkan dengan Penghasilan Lainnya Namun

Tetap Dilaporkan akan Dilakukan KOREKSI FISKAL NEGATIF

1a. Bantuan, sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak

24

Page 25: AKt Pajak

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu

derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau

pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan

Sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau

penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan

2. Warisan

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham atau

sebagai pengganti penyertaan modal

4. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP

dalam negeri, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, BUMN, atau BUMD,

dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia (s.d tahun pajak 2000)

Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP

dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha

yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

Dividen berasal cadangan laba ditahan, dan

Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan

saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal

yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut

5. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan

Menkeu, baik yang dibayar oleh pemberi kerja, maupun pegawai, dan penghasilan

dana pensiun tersebut dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu yaitu

deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia, Sertifikat BI, obligasi

yang diperdagangkan di pasar modal di Indonesia, saham pada PT yang tercatat di

bursa efek Indonesia.

Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, fima dan kongsi

25

Page 26: AKt Pajak

6. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun

pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha

7. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan Modal Ventura berupa bagian

laba dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di

Indonesia dan keuntungan dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :

a. Merupakan perusahaan kecil, menengah yaitu yang penjualan bersihnya setahun

tidak melebihi Rp 5 milyar, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor usaha

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan

b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia

8. Bunga yang berasal dari deposito atau tabungan baik yang ditempatkan di dalam

negeri maupun di luar negeri melaui bank yang didirikan di Indonesia atau cabang

bank luar negeri di Indonesia, termasuk jasa giro serta Diskonto Sertifikat Bank

Indonesia

9. Penghasilan yang berasal dari penjualan saham pendiri dan bukan pendiri di bursa

efek

10. Penjualan saham milik Perusahaan Modal Ventura

11. Penghasilan yang diterima sehubungan dengan usaha sebagai Penyalu/Dealer/Agen

produk Pertamina dan premix berupa premium, solar, pelumas, gas LPG, minyak

tanah dan premix yang telah dibayar atau dipungut PPh bersifat final

12. Penghasilan yang diterima sehubungan dengan usaha sebagai Penyalur/Grosir tepung

terigu dan gula pasir dari Bulog

13. Penghasilan yang diterima sehubungan dengan usaha sebagai

Penyalur/Distributor rokok dari pabrikan rokok

14. Penghasilan yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

sepanjang yang melakukan pengalihan orang pribadi

15. Penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan

16. Selisih penilaian kembali aktiva

17. Bunga atau diskonto obligasi yang dijual di bursa efek

18. Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui cara undian

26

Page 27: AKt Pajak

19. Penghasilan WP yang bergerak di bidang usaha pelayaran dalam negeri dari

pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan

lain di Indonesia dan atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan

atau sebaliknya

20. Penghasilan WP yang bergerak di bidang usaha pelayaran atau

penerbangan LN

21. Penghasilan WP Luar Negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di

Indonesia

22. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang mempunyai nilai pengadaan sampai

dengan Rp 1.000.000.000

23. Penerimaan bangunan yang dibangun di atas tanah yang dimiliki WP sehubungan

dengan berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah atau Built Operate and

Transfer

C. Adanya Beban yang Dapat Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF ATAU

NEGATIF

Beda cara penghitungan antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Ketentuan Undang-

undang Perpajakan, yang antara lain ;

1. Beban Penyusutan aktiva tetap

2. Beban Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan

pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun

3. Penghitungan harga pokok penjualan

4. Penghasilan dilaporkan terlalu kecil dan beban/pengurang penghasilan dilaporkan

terlalu besar

5. Penghasilan dilaporkan terlalu besar dan beban/pengurang penghasilan dilaporkan

terlalu kecil

27

Page 28: AKt Pajak

BAB IV

KETENTUAN LAINNYA

PENYUSUTAN

1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan,

atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna

bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat

lebih dari 1 tahun disusutkan mulai pada tahun (sejak tahun 2001 dimulai pada

bulan) dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses

pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun selesainya pengerjaan harta tersebut.

2. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan

dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara

menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat

nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

3. Dengan persetujuan Dirjen Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan

mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai

menghasilkan

4. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 UU PPh, maka dasar penyusutan atas harta

adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut

5. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat

(1) huruf d (karena penjualan) atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka

jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga

jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai

penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut

6. Dalam hal hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru diketahui

dengan pasti dimasa kemudian, maka dengan persetujuan Dirjen Pajak jumlah

kerugian dapat dibukukan sebagai beban masa kemudian

28

Page 29: AKt Pajak

7. Jika terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3)

huruf a dan b, (disumbangkan, dihibahkan, diwariskan) maka jumlah nilai sisa buku

harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan

8. Apabila terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan

berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan

penghasilan bagi perusahaan

Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat

Tarif Penyusutan

Garis Lurus

( Harga Perolehan )

Saldo Menurun

(Nilai Residu)

I. Bukan Bangunan

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

II. Bangunan

Permanen

Tidak Permanen

4 tahun

8 tahun

16 tahun

20 tahun

20 tahun

10 tahun

25%

12.5%

6.25%

5%

5%

10%

50%

25%

12.5%

10%

-

-

PENYUSUTAN HARTA EKS GOLONGAN 1,2 DAN 3

Harta Semula Maksimum Masa

Manfaat

Sisa Masa Manfaat Kelompok

Eks Gol 1

Eks Gol 2

Eks Gol 3

4 Tahun

8 Tahun

16 Tahun

2 s/d 5 tahun

7 s/d 11 tahun

13 tahun atau lebih

1

2

3

Cara Penghitungan Beban Penyusutan atas Harta yang Berasal dari Perolehan Tahun 1994 dan Sebelumnya tetapi Masih Dimiliki & Digunakan pada Awal Tahun Pajak 1995 Seterusnya

29

Page 30: AKt Pajak

1. Hitung nilai buku masing-masing harta pada awal tahun 1995 berdasarkan metode

saldo menurun dengan menggunakan tarif 50% untuk golongan 1, dan 25% untuk

golongan 2, serta 10% untuk golongan 3

2. Kelompokkan masing-masing harta (tanpa memperhatikan jenisnya) berdasarkan

“Sisa Masa Manfaat Pada Awal Tahun Pajak 1995” yang dihitung dengan cara

mengurangkan jumlah masa manfaat maksimum dengan lamanya pemakaian harta

bersangkutan, yang dihitung sejak tahun perolehan sampai dengan tahun pajak 1994

3. Dalam hal sisa masa manfaat harta tidak termasuk dalam masa manfaat yang

ditentukan dalam Pasal 11 ayat (6) maka harta yang bersangkutan dimasukkan dalam

kelompok harta yang masa manfaatnya terdekat dengan sisa masa manfaat, atau boleh

memilih untuk menentukan kelompok harta tersebut jika sisa manfaat berada di

tengah-tengah antara kelompok harta yang satu dengan yang lain (6 dan 12 tahun)

4. Apabila sisa manfaat harta berakhir dalam tahun pajak 1995 atau telah habis masa

manfaatnya secara fiskal maka nilai sisa buku yang masih ada harta tersebut

dibebankan seluruhnya sebagai biaya penyusutan dalam tahun pajak 1995

5. Tentukan metode penyusutan yang akan digunakan selanjutnya apakah garis lurus

atau saldo menurun dengan syarat untuk harta bukan bangunan tidak diperbolehkan

menggunakan dua macam metode

AMORTISASI

Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat

Tarif Amortisasi

Garis Lurus

( Harga Perolehan )

Saldo Menurun

(Nilai Residu)

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

4 tahun

8 tahun

16 tahun

20 tahun

25%

12.5%

6.25%

5%

50%

25%

12.5%

10%

PPh Pasal 22

No Transaksi / Objek Besarnya Pungutan Pemungut / Penyetor Sifat

30

Page 31: AKt Pajak

Pungutan

1. Penjualan barang kepada pemerintah yang dibayar dengan APBN / APBD

1.5% x H. Jual Bendaharawan Pem, Ditjen Anggaran, BUMN,BUMD, kecuali Badan NO 12

Tidak Final

2. Impor dengan API/ Non API 2.5% / 7.5% x Nilai Impor

Bank Devisa / DJ.BC Tidak Final

3. Penjualan kertas di Dalam Negri oleh Industri Kertas

0.10% x DPP PPN Industri Kertas Tidak Final

4. Penjualan semen di Dalam Negeri oleh Industri Semen

0.25% x DPP PPN Industri Semen/ Distributor

Tidak Final

5. Penjualan baja oleh Industri baja di Dalam Negeri

0.30% x DPP PPN Industri Baja Tidak Final

6. Penjualan Otomotif oleh Industri otomotif termasuk ATPM, APM Importir kendaraan umum di DN

0.45% x DPP PPN Industri Otomotif, termasuk ATPM, APM dan Importir kendaraan umum

Tidak Final

7. Penjualan Rokok oleh Industri rokok di DN

0.15% x Harga Bandrol

Industri Rokok Final

8. Penjualan Premium, Solar, Premix, Super TT oleh Pertamina kepada SPBU Swasta/Pertamina

0.30%/0.25% x Penjualan

Pertamina Final

9. Penjualan Minyak Tanah/ Gas LPG, Pelumas

0.30% x Penjualan Pertamina Final

10. Penjualan Gula Pasir kepada :

- Penyalur

- Grosir

- Lainnya

Rp 380 / kwintal

Rp 270 / kwintal

Rp 650 / kwintal

BULOG

BULOG

BULOG

Final

Final

Final

11. Penjualan tepung terigu kepada :

- Penyalur

- Grosir

- Lainnya

Rp 53 / kwintal

Rp 38 / kwintal

Rp 91 / kwintal

BULOG

BULOG

BULOG

Final

Final

Final

12. Penjualan barang kepada Bank Indonesia, BPPN,

1.5% x Harga Jual Bank Indonesia, BPPN, BULOG, PT Telkom,

Tidak Final

31

Page 32: AKt Pajak

BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT INDOSAT, PT Krakatau Steel, Pertamina & Bank BUMN, yang dibayar dengan APBN maupun Non APBN

PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT INDOSAT, PT Krakatau Steel, Pertamina dan Bank BUMN

13. Pembelian bahan-bahan untuk kebutuhan industri / ekspor dari pedagang pengumpul oleh Industri & Exportir yang bergerak dalam sektor Perhutanan Perkebunan, Pertanian dan Perikanan

1.5% x Harga Beli Industri dan Eksportir yang bergerak dalam sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian dan Perikanan yang ditunjuk KPP

Tidak Final

D..PPh Pasal 23

No Objek Besarnya Potongan Sifat

Potongan

1. Dividen 15% Tidak Final

2. Bunga Tabungan / Deposito / Diskonto SBI

20% Final Ps 4 (2)

3. Bunga Lainnya 15% Tidak Final

4. Bunga Simpanan Koperasi 15% Final Ps 4 (2)

5. Royalti 15% Tidak Final

6. Hadiah & Penghargaan

Hadiah Undian

15%

25%

Tidak Final

Final Ps 4 (2)

7. Sewa Tanah / Bangunan (WP Badan)

10% Final Ps 4 (2)

8. Sewa Tanah / Bangunan (WP Orang Pribadi)

10% Final Ps 4 (2)

9. Sewa Angkutan Darat 15% x 20% Tidak Final

10. Sewa Harta Lainnya 15% x 40% Tidak Final

11. Jasa :

1. Profesi, konsultan kecuali konsultan konstruksi, akuntansi & pembukuan, penilai, aktuaris

2. Teknik dan Manajemen

3. Perancang / Desain

4. Instalasi / Pemasangan

15% x 50%

15% x 40%

15% x 40%

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

32

Page 33: AKt Pajak

5. Perawatan / Pemeliharaan/ Perbaikan

6. Kustodian / Penyimpanan / Penitipan

7. Bidang Perdagangan Surat-Surat Berharga

8. Pemanfaatan Informasi Bidang Teknologi / Internet

9. Jasa Catering

10. Telekomunikasi bukan untuk umum

11. Pengolahan / Pembuangan Limbah

12. Penebangan Hutan & Land Clearing

13. Pengeboran & Penunjang Penambangan Migas, Penambangan & Penunjang Penambangang Non Migas

14. Perantara

15. Pengisian Suli Suara / Dubbing / Mixing Film

16. Maklon

17. Rekruitmen / Penyediaan Tenaga Kerja

18. Sehubungan dengan Software Komputer termasuk Perawatan / Pemeliharaan dan Perbaikan

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 10%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

15% x 40%

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

Tidak Final

12. Jasa Konstruksi :

Perencanaan / Pengawasan

Pelaksanaan Konstruksi

Perencanaan / Pengawasan

Pelaksanaan Konstruksi

15% x 26.67%

15% x 13.33%

4% (s.d Rp 1 jt)

2% (s.d Rp 1 jt)

Tidak Final

Tidak Final

Final Ps 4 (2)

Final Ps 4 (2)

33

Page 34: AKt Pajak

13. Pembasmian Hama 15% x 10% Tidak Final

14. Penunjang Dibidang Penerbangan dan Bandar Udara 15% x 40% Tidak Final

15. Jasa lain yang dibayar dengan APBN / APBD

15% x 10% Tidak Final

34

Page 35: AKt Pajak

BAB V

PENGARUH KETENTUAN PPh TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN

PERUSAHAAN

Tidak sepenuhnya ketentuan Standar Akuntansi Keuangan dijadikan

acuan dalam penghitungan penghasilan kena pajak, tetapi tidak berarti Wajib

Pajak harus melakukan pembukuan dan menyusun Laporan Keuangan Ganda.

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dapat dilakukan dengan cara

pendekatan koreksi fiskal / rekonsiliasi terhadap Laporan Keuangan Komersial

sebagai berikut :

35

Page 36: AKt Pajak

Laba menurut Laporan Keuangan Komersial

Dikurangi :

1. Pendapatan yang bukan objek pajak

2. Pendapatan yang telah dikenakan pajak bersifat

final

Ditambah :

1. Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan

2. Pengeluaran berkaitan pendapatan yang bukan

objek pajak

3. Pengeluaran berkaitan pendapatan yang telah

dikenakan pajak bersifat final

Ditambah / dikurangi beda penghitungan antara PSAK

dan PPh

Penghasilan Netto

Konpensasi kerugian

Penghasilan Kena Pajak

Rp ……….

Rp ……….

Rp ……….

Rp ……….

Rp ……….

Rp ……….

Rp ……….

Rp ……….

Rp ……….

Rp ……….

BAB VI

Perkiraan dan penjurnalan

Perkiraaan Khusus Akuntansi Pajak

Diluar perkiraaan yang kita kenal dalam siklus akuntansi keuangan (PABU). Ada

perkiraan-perkiraan khusus yang dipakai untuk mencatat transaksi yang mengandung

unsur-unsur objek pajak sebagai berikut :

36

Page 37: AKt Pajak

Perkiraan PPN Masukan

Yaitu perkiraan yang digunakan untuk mencatat PPN yang dipungut waktu membeli/Import Barang Kena Pajak (BKP) baik barang dagang maupun barang Modal yang dapat dikreditkan dan membeli/Import Jasa Kena Pajak (JKP) yang ada kaitan usaha.Perkiraan ini didebit waktu membeli dan dikredit waktu diperhitungkan denganPajak Keluaran.

Perkiraan Piutang PPNYaitu perkiraan yang difungsikan untuk mencatat selisih lebih antara PPNMasukan dengan PPN Keluaran (PPN LB) setiap akhir bulan.Perkiraan ini didebit waktu terjadi PPN LB dan dikredit pada waktu kompensasidengan PPN KB bulan berikutnya atau diterima pembayaran Restitusi dari KPKN.

Perkiraan PPN Keluaran

Yaitu perkiraan untuk mencatat PPN yang dipungut pada waktu menyerahkan barang

kena pajak (BKP) maupun jasa kena pajak (JKP).

Perkiraan ini dikredit waktu terjadi penyerahan, dan didebit setiap melakukan

perhitungan dengan pajak masukan yang dapdat dikreditkan pada akhir bulan.

Perkiraan Utang PPN & PPn-BM.Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat selisih lebih (kurang bayar)antara PPN Keluaran dengan PPN Masukan yang dapat dikreditkan (PPN KB) danPPn-BM yang dipungut pada waktu menyerahkan Barang Mewah.Perkiraan ini didebit pada waktu dibayar dan dikredit pada waktu terjadi PPN KBserta terjadi penyerahan barang mewah.

Perkiraan Utang PPh pasal 25

Perkiraan Uang Muka PPh Pasal 23 Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat potongan PPh pasal 23 yangdipungut oleh pemberi hasil atas penyerahan Jasa Kena Pajak, penerimaan JasaModal, Penerima Royalty, Penerima Deviden, Penerimaan sewa dari harta selaintanah dan bangunan.Perkiraan didebit waktu terjadi pemotongan dan dikredit waktu diperhitungkandengan PPh pasal 25/29 akhir tahun.

Perkiraan Angsuran PPh Pasal 25Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat angsuran bulanan PPh Pasal 25, Fiskal Luar Negri dan Pokok STP PPh pasal 25.

37

Page 38: AKt Pajak

Perkiraan ini didebit waktu terjadi Pembayaran dan dikredit waktu diperhitungkandengan Utang PPh Pasal 25/29 akhir tahun.

Perkiraan Utang PPh Pasal 21/26Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat pemungutan PPh pasal 21/26 atas pembayaran imbalan jasa yang merupakan obyek PPh pasal 21 dan 26.Perkiraan ini dikredit waktu terjadi pemungutan dan didebit waktu Penyetoran keKas Negara/ Bank Persepsi.

Perkiraan Utang PPh Pasal 22Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat pungutan PPh pasal 22 atas pembayaran barang kena pajak dari APBN/APBD dan atas import BKP. Perkiraan ini dikredit pada waktu terjadi pemungutan dan didebit waktu Penyetoran ke Kas Negara/Bank Persepsi.

Perkiraan Utang PPh Pasal 23/26 Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat pemungutan PPh pasal 23atas pembayaran jasa kepada wajib pajak Badan dalam Negri dan Wajib Pajak Badan Luar Negri. Perkiraan ini dikredit waktu terjadi pemungutan dan didebit waktu Penyetoran ke Kas Negara/Bank Persepsi.

Perkiraan Utang PPh Pasal 25/29Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat PPh Kurang Bayar pada akhirTahun Pajak. Perkiraan ini dikredit pada waktu terjadi PPh kurang bayar dan didebit pada waktu terjadi penyetoran ke kas Negara/Bank Persepsi.

Taksiran PPh Badan/Beban PPh Pasal 25.Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat Beban PPh Badan selamasatu tahun pajak Perkiraan ini didebit pada waktu Penyesuaian dan dikredit pada waktu Penutup.

Perkiraan Beban PajakYaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat pajak masukan yang tidakdapat dikreditkan. Sanksi & Denda Pajak, PBB, BPHTB, Bea Materai danbeban pajak lain – lain selain pajak penghasilan.Perkiraan ini didebit waktu dibayar dan dikredit waktu penutup.

Perkiraan Potongan PPh FinalYaitu perkiraan yang digunakan untuk mencatat potongan Pajak Penghasilan yang tidak perlu dikreditkan pada akhir tahun pajak karena dari sisi penghasilan juga tidak perlu diperhitungkan sebagai dasar beban pajak akhir tahun, seperti pajak atas bunga simpanan di bank, hasil sewa tanah dan bangunan, hasil mengalihkan tanah dan bangunan oleh orang pribadi dll. Perkiraan ini didebit waktu dipotong dan dikredit waktu Penutup.

38

Page 39: AKt Pajak

Perkiraan Aktiva Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak TangguhanYaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat aktiva dan Pendapatan yangditimbulkan oleh adanya beda waktu yang disebabkan perbedaan metode yangdigunakan antara akuntansi keuangan denga UU atau peraturan pajak sehinggamengurangi beban pajak Kini (Taksiran PPh).

Contoh :Didalam beban gaji dan upah sebesar RO 100.000.000,- terdapat cadanganPHK karyawan sebesar Rp 15.000.000,-Jika diketahui Laba sebelum pajak menurut Akuntansi sebesar Rp 250.000.000,- maka besarnya laba kena pajak adalah :

- Laba Akuntansi Rp 250.000.000,- (A)- Koreksi Biaya ditangguhkan Rp 15.000.000,-- Laba Kena Pajak Rp 265.000.000,-

- Pajak Kini : 5 % x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-

15% x Rp215.000.000,- = Rp 32.250.000,-

Jumlah Rp 34. 750.000,-

Aktiva / Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan :

30% x Rp 15.000.000,- Rp 4.500.000,-Taksiran Pajak Penghasilan Badan Rp 30.250.000 (B)LABA (RUGI) BERSIH

39

Page 40: AKt Pajak

Rp 234.750.000,- (A- B)

Perkiraan Utang (Beban) Pajak Tangguhan Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat aktiva dan Pendapatan yangditimbulkan oleh adanya beda waktu yang disebabkan perbedaan metode yangdigunakan antara akuntansi keuangan dengan UU atau peraturan pajak sehinggamenambah beban pajak Kini (Taksiran PPh).Contoh :Diketahui beban penyusutan Aktiva Tetap menurut Akuntansi Rp 20.000.000,- Beban penyusutan Aktiva tetap menurut fiscal RP 25.000.000,- maka selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiscal RP 5.000.000,-

Jika laba sebelum pajak menurut akuntansi sebesar Rp. 125.000.000,- (D)

Koreksi fiskal positif (Beda Waktu) Rp 5.000.000,-

Laba Kena Pajak Rp 120.000.000,-Pajak Kini= Rp 5.000.000,-= Rp 7.500.000,-= Rp 6.000.000,--------------------- (+)Rp 18.500.000,-

Kewajiban/ Pendapatan (Beban) Pajak Tangguhan :- 30% x Rp 5.000.000,-

Taksiran PPh Badan RP 1.500.000,---------------------- (+)Rp 20.000.000,- (E)LABA (RUGI) BERSIH

Rp 105.000.000,-(D–E)

Perkiraan Tunjangan PPh Pasal 21 Yaitu perkiraan yang fungsinya untuk mencatat PPh pasal 21 atas GajiKaryawan Tetap yang ditanggung oleh pemberi kerja.Perkiraan ini didebit pada waktu pengakuan Beban atau pembayaran ke kas Negaradan dikredit pada waktu penutup.

40

Page 41: AKt Pajak

Klasifikasi Perkiraan Khusus Akuntansi Pajak

Perkiraan Riil / Neraca

1.1. Aktiva Lancar

1.1.1. PPN Masukan

1.1.2. Piutang PPN

1.1.3. Uang Muka PPH 21/22/23

1.1.4. Angsuran PPH pasal 25

1.2. Aktiva Lain-lain

1.2.1. Aktiva Pajak Tangguhan

2.1. Utang Lancar

2.1.1. PPN Keluaran

2.1.2. Utang PPN

2.1.3. Utang PPH Pasal 21/22/23

2.1.4. Utang PPH Pasal 25/29

2.2. Utang Jangka Panjang

2.2.1. Utang Pajak Tangguhan

3.1. Pendapatan

3.1.1. Pendapatan Pajak Tangguhan

3.2. Beban

3.2.1. Taksiran PPH Badan

3.2.2. Beban Pajak Tangguhan

3.2.3. Beban Pajak

3.2.4. Potongan PPH Final

3.2.5. Tunjangan PPH Pasal 21

41

Page 42: AKt Pajak

TABEL SALDO NORMAL DAN

KETENTUAN DEBIT KREDIT PERKIRAAN

No.

Nama Perkiraan Debit Kredit Saldo Debit Saldo Kredit

1 PPN Masukan + - D2 Piutang PPN + - D3 Uang Muka PPH 21 + - D4 Uang Muka PPH 22 + - D5 Uang Muka PPH 23 + - D6 Angsuran PPH 25 + - D7 PPH Keluaran - + K8 Utang PPN & PPnBM - + K9 Utang PPH Pasal

21/26- + K

10 Utang PPH Pasal 22 - + K11 Utang PPH Pasal

23/26- + K

12 Utang PPH Pasal 25/29

- + K

13 Utang Pajak Tangguhan

- + K

14 Tasiran PPH Badan + - D15 Beban Pajak

Tangguhan+ - D (+)

16 Aktiva Pajak Tangguhan

+ - D (+)

PENCATATAN TRANSAKSI REGULERDALAM AKUNTANSI PERPAJAKAN

1. TRANSAKSI PENYERAHAN JASA KENA PAJAK1.1. OLEH PKP KEPADA PKP LAIN1.2. OLEH PKP KEPADA WAPU1.3. OLEH PKP KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (WP OP)

2. TRANSAKSI PEMBELIAN JASA KENA PAJAK2.1. OLEH PKP DARI PKP LAIN YANG ADA KAITAN USAHA2.2. OLEH PKP DARI PKP LAIN YG TIDAK ADA KAITAN USAHA2.3. OLEH PKP DARI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI

42

Page 43: AKt Pajak

2.4. OLEH PKP DARI NON PKP / WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

3. TRANSAKSI PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK3.1. OLEH PKP KEPADA PKP LAIN3.2. OLEH PKP KEPADA WAPU3.3. OLEH PKP KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (WP OP)3.4. PPN KELUARAN DAN UTANG PPn BM3.5. NOTA RETUR3.6. PEMAKAIAN SENDIRI ATAU PEMBERIAN CUMA-CUMA

4. TRANSAKSI PEMBELIAN BARANG KENA PAJAK4.1. OLEH PKP DARI PKP LAIN4.2. OLEH PKP DARI NON PKP / WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI4.3. PPN MASUKAN DAN PPn BM4.4. NOTA RETUR

5. PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN

Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Menurut UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Semua jasa termasuk Jasa Kena Pajak(JKP) kecuali Jasa dibidang Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Umum.Demikian juga dalam UU Pajak Penghasilan (PPh), semua jasa yang diserahkanoleh Wajib Pajak termasuk Obyek Pajak Penghasilan.Berkenaan dengan kedua UU tersebut maka

Setiap Penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus dipungut PPN, dan selanjutnya Setiap penyerahan atau penerimaan pembayaran Jasa Kena Pajak juga harus dipotong PPh Pasal 23 untuk WP Badan DN dan PPh Pasal 21 bagi WP Orang Pribadi DN serta PPh pasal 26 untuk WP.LN.Apabila yang menyerahkan Jasa tersebut adalah WP.OP (bukan PKP) dilarang memungut PPN, dan sebaliknya jika penerima JKP adalah WP.OP (bukan PKP)maka tidak dipotong PPh.

Penyerahan JKP oleh PKP kepada PKP lain Tgl 5 September 2008. PT. BHAKTI PATRA menyerahkan Invoice kepada PKP PT.DOK.KODJA BAHARI atas pekerjaan Klianing kapal BARUNA 2 dengan perincian sbb:Beban Personil Rp 500.000.000,-

Sewa Alat Kerja Rp 300.000.000,- +

Jumlah Imbalan Jasa Rp 800.000.000,-

43

Page 44: AKt Pajak

PPN 10% Rp Rp. 80.000.000,- +

Total Invoice Rp 880.000.000

Jurnal PT. BHAKTI PATRA

Tgl Uraian ref Debet kredit5/9/08 Piutang Usaha 880.000.000

Pendapatan Jasa

800.000.000

PPN Keluaran 80.000.0000

Tgl 15 September 2008. PT. BHAKTI PATRA menerima pembayaran invoicenya dari PT. DOK KODJA BAHARI tertanggal 5 september dengan perincian sbb:Beban Personil Rp 500.000.000,-

Sewa Alat Kerja Rp 300.000.000,- +

Jumlah Imbalan Jasa Rp 800.000.000,-

PPN 10% Rp Rp. 80.000.000,- +

Total Invoice Rp 880.000.000Dipotong PPH Pasal 2315 X Rp. 880.000.000 Rp. 132.000.000 –Diterima Rp. 748.000.000

Tgl Uraian ref Debet kredit15/9/08 Kas 748.000.000

Uang Muka PPH Pasal 23

132.000.000

PPN Keluaran

880.000.0000

Pembelian Jasa Kena Pajak

Pembelian Jasa Kena Pajak Oleh PKP lain yang ada kaitan Usaha Apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) membeli Jasa Kena Pajak dari PKPlainnya terdapat dua kewajiban pajak yaitu, PPN Masukan yang harus dibayarkepada PKP lainnya dan kewajiban memungut PPh pasal 23 atas pembayarankepada PKP WP. Badan DNTetapi jika penjual JKP adalah WP.OP DN maka kewajibannya adalahmemungut PPh Pasal 21, sedangkan jika penjual JKP adalah WP.LN maka

44

Page 45: AKt Pajak

kewajiban Pajak yang harus dipenuhi adalah PPh Pasal 26.

Contoh : Untuk melaksanakan Kontrak yang diperoleh dari PT. DOK.KODJA BAHARI, PT.BHAKTI PATRA tanggal 3 September 2008 mensubkan sebagian pekerjaankepada PT. SBN dengan perincian sbb:

Jasa Personil Rp 150.000.000,-Jasa Peralatan Kerja Rp 100.000.000,-

Jumlah Imbalan Jasa Rp 250.000.000,-

PPN 10% Rp 25.000.000,-

Total Invoice Rp 275.000.000,-

Tgl Uraian ref Debet kredit17/9/08 Beban Personil 150.000.000

Beban Sewa Peralatan

100.000.000

PPN Masukan 25.000.000

Utang Usaha 275.000.000

PT. BHAKTI PATRA tanggal 20 September 2008 membayar invoice tersebutkepada PT. SBN dengan perincian sbb:

Jasa Personil Rp 150.000.000,-Jasa Peralatan Kerja Rp 100.000.000,-

Jumlah Imbalan Jasa Rp 250.000.000,-

PPN 10% Rp 25.000.000,-

Total Invoice Rp 275.000.000,-Dipotong PPh 23 :15% x Rp 275.000.000,- Rp. 41.250.000

Jumlah Pembayaran Rp. 233.750.000

45

Page 46: AKt Pajak

Tgl Uraian ref Debet kredit17/9/08 Utang Usaha 275.000.000

Kas 260.000.000Utang PPH Pasal 23

41.250.000

46

Page 47: AKt Pajak

47

Page 48: AKt Pajak

48

Page 49: AKt Pajak

PT Padusi yang bergerak dalam bidang manufaktur dengan NPWP 01.345.678.9.025.000 meminta bantuan untuk menyusun Laporan Keuangan Fiskal tahun 2002 berdasarkan data dibawah ini :

Penjualan Rp. 12.345.000.000

Harga Pokok Penjualan Rp. 10.987.000.000

LABA BRUTO Rp. 1356.000.000

Biaya operasi dan umum :

Gaji, bonus, thr, dan pesangon Rp. 130.000.000

Biaya pph pasal 21 Rp. 11.000.000

Biaya perwatan gudang yang

disewakan

Rp. 5.500.000

Fiskal luar negeri Rp. 6.500.000

Biaya perjalanan dinas Rp. 25.000.000

Biaya pengangkutan Rp. 17.500.000

Biaya pemasaran Rp. 17.500.000

Biaya training karyawan diluar

negeri

Rp. 20.000.000

Sewa gedung kantor Rp. 20.000.000

Biaya reparasi dan pemeliharaan

gedung kantor

Rp. 20.000.000

Rugi selisih kurs Rp. 32.000.000

Penghapusan piutang tak tertagih Rp. 15.000.000

Biaya jamuan jamu Rp. 25.000.000

Biaya listrik, air, gas, telefon, fax Rp. 24.000.000

Biaya litbang di Belanda Rp. 24.000.000

Sumbangan HUT RI Rp. 23.000.000

Biaya alat kantor Rp. 19.000.000

Biaya pakaian seragam satpam &

keselamatan kerja

Rp. 20.000.000

PKB, PBB, Bea Materai Rp. 10.000.000

49

Page 50: AKt Pajak

Biaya makan minum karyawan Rp. 45.000.000

Penyusutan aktiva tetap Rp. 90.000.000

Premi Asuransi Kebakaran Rp. 30.000.000

Biaya Jasa teknik Rp. 30.000.000

Bantuan untuk Aceh Rp. 15.000.000

Bantuan untuk gerakan peduli

TKI

Rp. 19.000.000

Biaya rekreasi Rp. 15.000.000

Total Biaya (Rp. 709..000.000)

Laba Usaha Rp. 649.000.000

Pendapatan Lain-lain

Deviden dari PT. Granada

(setelah dipotong PPH) sebesar

20%

Rp. 170.000.000

Diskonto SBI (setelah dipotong

PPH)

Rp. 16.000.000

Sewa gudang dari PT Lolita

(Setelah dipotong PPH)

Rp. 90.000.000

Hibah dari induk perusahaan Rp. 75.000.000

Bunga deposito Rp. 30.000.000

Sewa Mesin Rp. 6.400.000

Jasa giro dari Bank BNI (setelah

dipotomg PPH)

Rp. 800.000

Bunga deposito dai Bank Mandiri

(setelah diptong PPH )

Rp. 4.800.000

TOTAL PENDAPATAN LAIN-

LAIN

Rp. 393.000.000

LABA TAHUN BERJALAN Rp. 1.042.000.000

50

Page 51: AKt Pajak

Aktiva tetap per 1-1-2008

Masa Aktiva Tetap Tahun Beli Harga Beli

Kelompok 1 27/10/03 Rp. 50.000.000

Kelompok 1 04/06/08 Rp. 25.000.000

Kelompok 2 24/12/08 Rp. 250.000.000

Kelompok 3 24/07/03 Rp. 300.000.000

Bangunan Permanen 06/06/03 Rp.1.500.000.000

Penyusutan yang dialokasikan terhadap biaya operasi dan umum adalah dengan

menggunakan metode saldo menurun.

PAJAK-PAJAK

PPH Pasal 23 yang telah dipotong pihak lain Rp. 30.000.000

PPH pasal 25 yang telah dibayar Rp. 45.000.000

Pajak yang dibayar di New York Rp. 3.000.000

STP PPh pasal 25 untuk masa oktober sampai Rp. 16.800.000

dengan desember 2008 yang belum dilunasi

(termasuk bunga & denda Rp. 800.000)

.

51

Page 52: AKt Pajak

52