Aksyar_ca_tinjauan Pustaka 11_muhammad Aliza Shofy

4
Muhammad Aliza Shofy Akuntansi syariah CA / 125020307111043 PEGADAIAN SYARIAH DI INDONESIA Gadai syariah merupakan produk jasa gadai (rahn) yang diklaim dilaksanakan sesuai syariah, sebagai koreksi terhadap gadai konvensional yang haram karena memungut bunga (riba). Gadai syariah berkembang pasca keluarnya Fatwa DSN MUI No 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn, Fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas, dan Fatwa DSN MUI No 68/DSN-MUI/III/2008 tentang rahn tasjily. Sejak itu marak berbagai jasa gadai syariah, baik di Pegadaian Syariah maupun di berbagai bank syariah. Gadai syariah tidak menghapus bunga, melainkan mengganti bunga itu dengan biaya simpan atas dasar akad ijarah (jasa). Jadi dalam gadai syariah ada dua akad : Pertama, akad rahn, yaitu akad utang (qardh) oleh rahin (nasabah) kepada murtahin (bank/pegadaian syariah) dengan menggadaikan suatu harta tertentu sebagai jaminan utang. Kedua, akad ijarah, yaitu akad jasa di mana murtahin menyewakan tempat dan memberikan jasa penyimpanan kepada rahin. Di Pegadaian Syariah, biasanya platfon utang yang diberikan maksimal 90 persen dari nilai taksiran, dengan jangka waktu utang maksimal 4 bulan. Besarnya biaya simpan Rp 90 untuk setiap kelipatan Rp 10.000 dari nilai taksiran per sepuluh hari. Ini sama dengan 0,9 persen per 10 hari = 2,7 persen per 30 hari = 10,8 persen per 120 hari (4 bulan). Misal: Jono menggadaikan laptop kepada Pegadaian Syariah, dengan nilai taksiran Rp 1 juta. Plafon utang maksimal sebesar 90 persen (Rp 900.000). Biaya simpan Rp 90 untuk setiap kelipatan Rp 10.000 dari nilai taksiran per 10 hari, sama dengan 10,8 persen dari nilai taksiran untuk 120 hari. Jika jangka waktu utang 4 bulan (120 hari), maka biaya simpannya sebesar =10,8 persen x Rp 1.000.000 = Rp 108.000. Jadi, pada saat jatuh tempo jumlah uang yang harus dibayar Jono sebesar Rp 900.000 + Rp 108.000 = Rp

description

akuntansi

Transcript of Aksyar_ca_tinjauan Pustaka 11_muhammad Aliza Shofy

Muhammad Aliza ShofyAkuntansi syariah CA / 125020307111043

PEGADAIAN SYARIAH DI INDONESIA

Gadai syariah merupakan produk jasa gadai (rahn) yang diklaim dilaksanakan sesuai syariah, sebagai koreksi terhadap gadai konvensional yang haram karena memungut bunga (riba). Gadai syariah berkembang pasca keluarnya Fatwa DSN MUI No 25/DSN-MUI/III/2002 tentangrahn, Fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas, dan Fatwa DSN MUI No 68/DSN-MUI/III/2008 tentangrahn tasjily. Sejak itu marak berbagai jasa gadai syariah, baik di Pegadaian Syariah maupun di berbagai bank syariah.Gadai syariah tidak menghapus bunga, melainkan mengganti bunga itu dengan biaya simpan atas dasar akad ijarah (jasa). Jadi dalam gadai syariah ada dua akad :Pertama, akadrahn, yaitu akad utang (qardh) oleh rahin (nasabah) kepada murtahin (bank/pegadaian syariah) dengan menggadaikan suatu harta tertentu sebagai jaminan utang.Kedua, akad ijarah, yaitu akad jasa di mana murtahin menyewakan tempat dan memberikan jasa penyimpanan kepada rahin.Di Pegadaian Syariah, biasanya platfon utang yang diberikan maksimal 90 persen dari nilai taksiran, dengan jangka waktu utang maksimal 4 bulan. Besarnya biaya simpan Rp 90 untuk setiap kelipatan Rp 10.000 dari nilai taksiran per sepuluh hari. Ini sama dengan 0,9 persen per 10 hari = 2,7 persen per 30 hari = 10,8 persen per 120 hari (4 bulan).Misal: Jono menggadaikan laptop kepada Pegadaian Syariah, dengan nilai taksiran Rp 1 juta. Plafon utang maksimal sebesar 90 persen (Rp 900.000). Biaya simpan Rp 90 untuk setiap kelipatan Rp 10.000 dari nilai taksiran per 10 hari, sama dengan 10,8 persen dari nilai taksiran untuk 120 hari. Jika jangka waktu utang 4 bulan (120 hari), maka biaya simpannya sebesar =10,8 persen x Rp 1.000.000 = Rp 108.000. Jadi, pada saat jatuh tempo jumlah uang yang harus dibayar Jono sebesar Rp 900.000 + Rp 108.000 = Rp 1.008.000. (Yahya Abdurrahman,Pegadaian Dalam Pandangan Islam, hlm. 130-131).Menurut kami, gadai syariah ini adalah akad yang batil (tidak sah) dan haram hukumnya, dengan tiga alasan sebagai berikut :Pertama, terjadi penggabungan dua akad menjadi satu akad (multi akad) yang dilarang syariah, yaitu akad gadai (atau akadqardh) dan akadijarah(biaya simpan). Diriwayatkan oleh Ibnu Masud RA, bahwasanya Nabi SAW telah melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan. (HR Ahmad, hadis sahih). Menurut Imam Taqiyuddin Nabhani, yang dimaksud dua kesepakatan dalam satu kesepakatan adalah adanya dua akad dalam satu akad, misalnya menggabungkan dua akad jual beli menjadi satu akad, atau menggabungkan akad jual-beli dengan akad ijarah. (Al Syakhshiyah Al Islamiyah, 2/308).Kedua,terjadi riba walaupun disebut dengan istilah biaya simpan atas barang gadai dalam akadqardh(utang) antara Pegadaian Syariah dengan nasabah. Padahalqardhyang menarik manfaat, baik berupa hadiah barang, uang, atau manfaat lainnya, adalah riba yang hukumnya haram. Sabda Rasulullah SAW,Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia mengambil hadiah. (HR Bukhari, dalam kitabnyaAt Tarikh Al Kabir). (Taqiyuddin Nabhani,Al Syakhshiyah Al Islamiyah, 2/341).Ketiga,terjadi kekeliruan pembebanan biaya simpan. Dalam kasus ini, dikarenakan pihak murtahin (pegadaian syariah) yang berkepentingan terhadap barang gadai sebagai jaminan atas utang yang diberikannya, maka seharusnya biaya simpan menjadi kewajiban murtahin, bukan kewajiban rahin (nasabah). (Imam Syaukani,As Sailul Jarar,hlm. 275-276;Wablul Ghamam Ala Syifa` Al Awam, 2/178; Imam Shanani,Subulus Salam, 3/51). Sabda Rasulullah SAW, Jika hewan tunggangan digadaikan, makamurtahinharus menanggung makanannya, dan [jika] susu hewan itu diminum, maka atas yang meminum harus menanggung biayanya. (HR Ahmad,Al Musnad, 2/472). (Imam Syaukani,Nailul Authar, hadis no 2301, hlm. 1090).Berdasarkan tiga alasan di atas, gadai syariah yang ada sekarang baik di Pegadaian Syariah maupun di berbagai bank syariah, menurut kami hukumnya haram dan tidak sah.Wallahu alam.(Ustadz Shiddiq al Jawi)

APA BEDA SUKUK DENGAN OBLIGASI KONVENSIONAL?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita jelaskan terlebih dahulu arti dari Sukuk. Istilah sukuk itu berasal dari bentuk jamak bahasa Arab,Sakatau sertifikat. Selanjutnya ada beberapa definisi dari beberapa lembaga, namun pada intinya sama. Secara singkatThe Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions(AAOIFI) mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.Menurut DSN-MUI, sukuk atau Surat Berharga Syariah adalah surat berharga jangka panjang ber -dasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi ketika jatuh tempo.Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya aqad atau penjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus di struktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.Jadi meski terlihat mirip, tapi secara prinsip sukuk sangatlah berbeda dengan obligasi konvensional. Obligasi konvensional merupakan bukti kepemilikan surat utang yang mana pemiliknya berhak menerima pembayaran bunga/kupon tiap periode. Namun sukuk merupakan bukti kepemilikan atas suatu aset yang mana pemiliknya berhak menerima bagi hasil atas manfaat aset yang diberikan kepada penerbit sukuk. Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah enam karakteristik sukuk yang membedakan dengan obligasi konvensional:1. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat(beneficial title);2. Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis aqad yang digunakan;3. Terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir;4. Penerbitannya melaluiSpecial Purpose Vehicle;5. Memerlukanunderlying asset;6. Penggunaanproceedsharus sesuai prinsip syariah.Mekanisme sukuk dibagi menjadi beberapa jenis sesuai akad yang disepakati di awal. Berdasarkan peraturan nomor IX.A.14, akad-akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk adalah sebagai berikut:1.Ijarah :Perjanjian (akad) dimana pihak yang memiliki barang atau jasa (pemberi sewa atau pemberi jasa) berjanji kepada penyewa atau pengguna jasa untuk menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa atau pemberi jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa dan atau upah (ujrah), tanpa diikuti dengan beralihnya hak atas pemilikan barang yang menjadi obyek Ijarah.2.Kafalah:Perjanjian (akad) dimana pihak penjamin (kafiil/guarantor) berjanji memberikan jaminan kepada pihak yang dijamin (makfuul anhu/ashil/debitur) untuk me-menuhi kewajiban Pihak yang dijamin kepada Pihak lain (makfuul lahu/kreditur).3.Mudharabah:Perjanjian (akad) dimana pihak yang menye-diakan dana (Shahib al-mal) berjanji kepada pengelola usaha (mudharib) untuk menyerahkan modal dan pengelola berjanji untuk mengelola modal tersebut.4.Wakalah:Perjanjian (akad) dimana pihak yang memberi kuasa (muwakkil) memberikan kuasa kepada pihak yang menerima kuasa (wakil) untuk melakukan tinda -kan atau perbuatan tertentu.sumber : Buletin Salam Fossei edisi November 2011