Akhr Bntg Alam
-
Upload
tamzyaguante -
Category
Documents
-
view
220 -
download
2
description
Transcript of Akhr Bntg Alam
BAB I
BENTANG ALAM
1.1 Latar Belakang
Geomorfologi adalah sebuah studi ilmiah terhadap permukaan Bumi dan
poses yang terjadi terhadapnya. Secara luas, berhubungan dengan landform
(bentuk lahan) tererosi dari batuan yang keras, namun bentuk konstruksinya
dibentuk oleh runtuhan batuan, dan terkadang oleh perolaku organisme di
tempat mereka hidup. “Surface” (permukaan) jangan diartikan secara sempit;
harus termasuk juga bagian kulit bumi yang paling jauh. Kenampakan subsurface
terutama di daerah batugamping sangat penting dimana sistem gua terbentuk
dan merupakan bagian yang integral dari geomorfologi.
Pengaruh dari erosi oleh: air, angin, dan es, berkolaborasi dengan
latitude, ketinggian dan posisi relatif terhadap air laiut. Dapat dikatakan bahwa
tiap daerah dengan iklim tertentu juga memiliki karakteristik pemandangan
sendiri sebagai hasil dari erosi yang bekerja yang berbeda terhadap struktur
geologi yang ada.
1.2 Maksud dan Tujuan Pratikum
1.1.1 Maksud Paraktikum
Sebagai suatu persyaratan dan bentuk pertanggung jawaban setelah
mengikuti mata kuliah praktikum geologi fisik
1.1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum mengenai analisis bentang alam ini diadakan mempunyai
tujuan yaitu:
1. menerti tentang keadaan-keadaan geologi, keadaan topografi serta
hidrografi
2. praktikan diharapkan mampu membuat peta persen lereng dari peta
topografi dengan menggunakan grid-grid.
3. paham dan mampu menghitung beberapa kerapatan sungai
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Morfologo/Detail Lereng
2.1.1 Sudut lereng
Sudut lereng disajikan dalam bentuk “Peta Pudut Lereng “ yang
dinyatakan dalam persen lereng. Persen lereng didefenisikan sebagai
nisbah dari beda tinggi dua jarak mendatar antara kedua titik
tersebut.
2.1.2 Lereng Bukit (Hill Slope)
Merupakan suatu bentang alam yang terletak antara puncak dengan
dasar. Suatu lereng mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Sangat tergantung pada batuan yang sangat menyusun lereng
tersebut
b. Proses terjadi tergantung kepada iklim.
2.2Keadaan Hidrografi
Keadaan hidrografi menggambarkan keadaan pola aliran sungai yang
terdapat pada permukaan bumi.
2.2.1 Pola Aliran Sungai
Dapunbeberapa pola aliran sungai adalah sebagai :
a. Denditik : mepunyai pola seperti ranting pohon dimana anak
sungai menyatu dengan sungai utama dengan sudut yang tajam,
menunjukan batuan yang homogenterdiri dari batuan sediment
yang lunak atau batuan vulkanik.
b. Rectangular : merupakan anak sungai dan hubungan dengan
sungai utama dikontrol oleh kekar dan bidang foliasi umumnya
terdapat pada batuan metamorf.
c. Trellis : mempunyai anak sungai yang pendek-pendek dan sejajar.
Pola ini lebih menunjukan dari pada jenis batuannya.
3
d. Parallel : merupakan sudut anak sungai utama umunya hampir
sama, sungai utama umumnya dikontol adanya sesar atau
rekahan-rekahan dan terbentuk pada permukaan yang
mempunyai seragam.
e. Radial : merupakan aliran sungai-sungai yang menyebar darui
bagian puncak yang lebih tinggi. Umumnya berasosisai dengan
gunung atau bukit.
f. Angulate : mempunyai anak sungai yang pendek-pendek, sejajar
anak sungai dikontrol oleh sifat seperti batu pasir yang
mempunyai kekar pararel.
2.2.2 Kerapatan sungai
Kerapatan jaringan sungai sangat bervariasi dari suatu cekungan
pengairan dari lain cekungan. Ini disebabkan perbedaan geologi,
hidrologi dan topografi.
Dari pengertian di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut
KS=L / A
Daerah aliran sungai (watershed) adalah darah yang mensuplai air
dan sedimen. Batas antara daerah aliran sungai dengan dengan
daerah aliran sungai lainnya yang disebut garis Pemisah Air (Water
Devide).
Garis pemisah air umumnya menghubungkan titik-titik tertinggi dari
puncak atau punggungan yang memisahkan dae4rah aliran satu
dengan lainnya.
2.3 Proses-Proses Geomorfilogi
2.3.1 Erosi
Erosi adalah sutau proses hilangnnya permukaan tanah yang disebabkan
oleh air maupun angina. Pada prinsipnya gaya pengikis “erosi” cenderung
untuk meratakan muka bumi sampai batas dasar erosi yang berupa laut,
danau atau sungai saja
Berdasarkan tingkat erosinya suatu wilayah
Tertentu dikenal jenjeng (stadium) erosi yaitu :
4
a. Muda (youth) dicirikan oleh bentuk benda curam, berbentuk , lurus
erosi vertical.
b. Dewasa (mature), erosi lateral mulai berperan, dinding lembah mulai
landai dan mulai ada pengendapan di tepi sungai.
c. Lanjut (old), bentuk lembah sudah sangat landai, terdapat dataran
lipasan banjir, banyak meander yang sudah terputus membentuk
“Oxbow Lake”
2.3.2 Sedimentasi
Dalam sejarah perjalanan aliran sungai dari hulu di pegunungan
sampai muara dilaut banyak menghasilkan cirri endapan/sedimentasi
sungai yaitu :
a. Akumulasi mineral kasar dapat terjadi di kaki pegunungan dan di
tepi alur
b. Akumulasi mineral krikil-krikil dapat terjadi di mulut ngarai kaki
pegunungan.
c. Akumulasi pasir-krikil terdapat pada pulau-pulau di beberapa alur
sungai.
d. Akumulasi pasir, lanau, lempung dapat terjadi pada dataran
banjir .
2.3.3 Dataran Banjir
dataran banjir (flood plain) adalah dataran luapan banjir sungai akibat
hujan atau lelehan salju. Pada tepi sungai sering di jumpai tanggul
alam (nature leave).
Daerah dataran banjir mempunai sifat-sifat yaitu :
Ketinggian tanah/dataran hampir sama dengan muka sungai?
interval kontor jarang
Tanah lunak dan air tanah dangkal
2.3.4 Pelapukan
Pelapukan adalah proses pegrusakan atau penghancuran kulit bumi oleh tenaga
eksogen. Pelapukan di setiap daerah berbeda beda tergantung unsur unsur dari
5
daerah tersebut. Misalnya di daerah tropis yang pengaruh suhu dan air sangat
dominan, tebal pelapukan dapat mencapai seratus meter, sedangkan daerah sub
tropis pelapukannya hanya beberapa meter saja. Menurut proses terjadinya
pelapukan dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu:
- pelapukan fisik atau mekanik
- pelapukan organis
- pelapukan kimiawi
Penjelasan ketiga jenis tersebut adalah:
a. Pelapukan fisik dan mekanik.
Pada proses ini batuan akan mengalami perubahan fisik baik bentuk
maupun ukuranya.
Batuan yang besar menjadi kecil dan yang kecil menjadi halus. Pelapukan
ini di sebut juga pelapukan mekanik sebab prosesnya berlangsung secara
mekanik.
Penyebab terjadinya pelapukan mekanik yaitu:
1. Adanya perbedaan temperatur yang tinggi. Peristiwa ini terutama terjadi
di daerah yang beriklim kontinental atau beriklim Gurun di daerah gurun
temperatur pada siang hari dapat mencapai 50 Celcius. Pada siang hari
bersuhu tinggi atau panas. Batuan menjadi mengembang, pada malam
hari saat udara menjadi dingin, batuan mengerut. Apabila hal itu terjadi
secara terus menerus dapat mengakibatkan batuan pecah atau retak-
retak.
2. Adapun pembekuan air di dalam batuan. Jika air membeku maka
volumenya akan mengembang. Pengembangan ini menimbulkan
tekanan, karena tekanan ini batu- batuan menjadi rusak atau pecah
pecah. Pelapukan ini terjadi di daerah yang beriklim sedang dengan
pembekuan hebat.
3. Berubahnya air garam menjadi kristal. Jika air tanah mengandung
garam, maka pada siang hari airnya menguapdan garam akan
6
mengkristal. Kristal garam ini tajam sekali dan dapat merusak batuan
pegunungan di sekitarnya, terutama batuan karang di daerah pantai.
b. Pelapukan organic
Penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang tumbuhan dan
manusia, binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain cacing tanah,
serangga.
Dibatu-batu karang daerah pantai sering terdapat lubang-lubang yang dibuat
oleh binatang. Pengaruh yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan ini dapat
bersifat mekanik atau kimiawi. Pengaruh sifat mekanik yaitu berkembangnya
akar tumbuh-tumbuhan di dalam tanah yang dapat merusak tanah disekitarnya.
Pengaruh zat kimiawi yaitu berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar- akar
serat makanan menghisap garam makanan. Zat asam ini merusak batuan
sehingga garam-garaman mudah diserap oleh akar. Manusia juga berperan
dalam pelapukan melalui aktifitas penebangan pohon, pembangunan maupun
penambangan.
c. Pelapukan kimiawi
Pada pelapukan ini batu batuan mengalami perubahan kimiawi yang
umumnya berupa pelarutan. Pelapukan kimiawi tampak jelas terjadi pada
pegunungan kapur (Karst). Pelapukan ini berlangsung dengan batuan air
dan suhu yang tinggi. Air yang banyak mengandung CO2 (Zat asam arang)
dapat dengan mudah melarutkan batu kapur (CACO2). Peristiwa ini
merupakan pelarutan dan dapat menimbulkan gejala karst. Di Indonesia
pelapukan yang banyak terjadi adalah pelapukan kimiawi. Hal ini karena di
Indonesia banyak turun hujan. Air hujan inilah yang memudahkan terjadinya
pelapukan kimiawi.
Gejala atau bentuk - bentuk alam yang terjadi di daerah karst diantaranya:
a. Dolina
Dolina adalah lubang lubang yang berbanuk corong. Dolina dapat terjadi
karena erosi (pelarutan) atau karena runtuhan. Dolina terdapat hampir di
semua bagian pegunungan kapur di Jawa bagian selatan, yaitu di
pegunungan seribu.
b. Gua dan sungai di dalam Tanah
7
Di dalam tanah kapur mula-mula terdapat celah atau retakan. Retakan akan
semakin besar dan membentuk gua-gua atau lubang-lubang, karena
pengaruh larutan.Jika lubang-lubang itu berhubungan, akan terbentuklah
sungai-sungai di dalam tanah.
c. Stalaktit adalah kerucut kerucut kapur yang bergantungan pada atap gua.
Terbentuk tetesan air kapur dari atas gua. Stalakmit adalah kerucut-kerucut
kapur yang berdiri pada dasar gua. Contohnnya stalaktit dan stalakmit di
Gua tabuhan dan gua Gong di Pacitan, jawa Timur serta Gua jatijajar di
Kebumen, Jawa Tengah.
2.3.4 pengikisan.
Air yang mengalir menimbulkan gesekan terhadap tanah dan batuan yang di
laluinya. Gesekan akan semakin besar jika kecepatan dan jumlah air semakin
besar. Kecepatan air juga akan semakin besar jika gradien (kemiringan) Lahan
juga besar. Gesekan antara air dengan tanah atau batuan di dasar sungai dan
gesekan antara benda benda padat yang terangkat air oleh tanah atau batuan di
bawahnya dapat menyebabkan terjadinya pengikisan. Pengikisan oleh air sungai
yang terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan terbentuk v, jurang atau
ngarai, aliran deras dan air terjun.
a. Lembah
Apabila kecepatan aliran air di dasar sungai cepat maka akan terjadi
pengikisan di dasar sungai capat maka akan terjadi pengikisan di dasar
sungai atau sering di sebut erosi vertical. Apabila aliran aliran air yang cepat
terjadi di tepi sungai maka akan manyebabkan terjadinya pengikisan ke
arah samping atau erosi ke samping. Hasil erosi vertical, sungai semakin
lama semakin dalam, sedang erosi ke samping menyebabkan sungai
samakin lebar. Erosi vertical membentuk huruf v. Contoh lembah aria,
Ngarai sihanok serta Grand Canyon di Amerika Serikat.
b. Jurang
Perhatikan anda melihat adanya sungai yang sangat dalam dan sempit.
Bentang alam seperti itu termasuk jurang. Jurang terbentuk jika pengikisan
terjadi pada batuan yang resisten. Batuan resistenyang ada di kanan kiri
sungai tidak mudah terkikis oleh air, sedangkan erosi veritikal terus
8
berlangsung. Oleh karena itu erosi vertical berlangsung lebih cepat
dibandingkan erosi ke samping. Akibatnya, dinding sungai sangat miring
atau cenderung vertical dan dasar sungai dalam.bahan yang resisten
adalah batuan yang keras dan tidak mudah terkikis air.
c. Aliran deras
Kadang kala kita temui sungai yang pada beberapa bagianya sangat deras,
sedangkan bagian yang lain tidak deras. Aliran air sungai yang deras
terbentuk dari adanya jenis batuan yang selang- seling antara batuan yang
resisten dan batuan yang tidak resisten pada dasar sungai. Saat air
melewati batuan yang resisten, air akan sulit melakukan pengikisan,
akibatnya dasar sungai menjadi tidak rata. Pada saat air melewati batuan
yang tidak resisten, terjadi turbulensi dan terbentuk seperti air terjun pendek
yang aliranya deras. Bentang alam seperti ini disebut rapit atau aliran deras.
d. Air terjun
Air terjun terbentuk pada sungai yang jenis batuan di dasar sungai ada yang
resisten yang tidak resisten.Proses yang terjadi hampir sama dengan aliran
deras. Hanya saja, pengikisan air mengakibatkan perbedaan air yang cukup
besar antara batuan resisten dan batuan tidak resisten. Akibatnya, air jatuh
dari ketinggian membentuk air terjun.
BAB III
PEMBAHASAN
9
3.1 Kerapatan Sungai
Dari peta topografi kabupaten Tasikmalaya, kita dapat menghitung
kerapatan sungai pada daerah tersebut dengan menggunakan rumus
Kerapatan Sungai= LA
dengan menghitung panjang sungai pada grid-grid yang dibuat terlebih
dahulu untuk memudahkan dalam perhitungan. Dan akan mendapatkan hasil
seperti pada lampiran.
3.2 Water Devide
Dari peta topografi Kabupaten Tasikmalaya, kita juga dapat menentukan
water devide, dengan menentukan kemana arah pola aliran arah sungai
terhadap aliran sungai lainya.
3.3 Persen Lereng
Dari peta topografi Kabupaten Tasikmalaya, kita juga dapat menentukan
persen lereng dari beda tinggi antar kontur yang terdapat pada peta. Untuk
mencari persen lereng kita dapat menggunakan rumus sebagai berikut.
Persen Lereng=∆ Hdx100%
Dan akan mendapatkan data seperti pada lampiran.
BAB IV
ANALISA
10
4.1Kerapatan Sungai
Daerah Tasikmalaya mempunyai kerapatan sungai yang sangat beragam
mulai dari 0.2 sampai yang terbesar yaitu 3,58. Oleh sebabitu dapat di katakana
bahwa daerah tasikmalaya mempunyai tingkat kerapatan yang sangat beragam,
dan jumlah sungai yang banyak.
4.2Water Divide
Dari data yang diperoleh setelah mengolah data yang terdapat pada peta
topografi daerah Tasikmalaya, maka dapat disimpulkan bahwa daerah
tasikmalaya mempunyai beragam water divide.
4.3Persen Lereng
Daerah Tasikmalaya mempunyai persen lereng yang beragam karena
daerah tasikmalaya merupakan daerah dataran tinggi jika dilihat dari ketinggian
yang bisa dilihat dari kontur-konturnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
11
5.1 Kesimpulan
Dari data yang telah didapat dari peta topografi daerah Tasikmalaya
dapat disimpulkan bahwa daerah ini mempunyai kerapatan sungai yang beragam
dan perbedaan tinggi yang beragam, ini dapat dilihat dari persentase kemiringan
lereng yang telah diperoleh.
5.2 Saran
Pada perhitungan kerapatan sungai sebaiknya menggunakan grid 4 cm x
4 cm, supaya dalam perhitungan menggunakan rumus menjadi mudah, karena
jika 4 dikalikan dengan kontur(25.000) dan dibagi 100.000 akan mendapatkan
hasil 1 sehingga akan memudahkan dalam perhitungan
DAFTAR PUSTAKA
Modul III Pendahuluan Dan Batuan Staff Asissisten Laboratorium Geologi
Universitas Islam Bandung, 1425 H/2004 M.
12