Akhlak Tasawuf - Pengertian Dan Sejarah Tasawuf
-
Upload
wulanangelvalistaii -
Category
Documents
-
view
54 -
download
1
description
Transcript of Akhlak Tasawuf - Pengertian Dan Sejarah Tasawuf
PENGERTIAN dan SEJARAH MUNCULNYA TASAWUF
A. Pendahuluan
Tasawuf sebagai salah satu bentuk usaha dan metode pendekatan
diri manusia kepada Allah SWT.yang dalam bahasa inggris juga disebut
sufisme. Tasawuf juga berarti suci, bersih dan murni. Tasawuf juga
merupakan upaya melatih jiwa dengan berbagai cara sehingga tercermin
akhlak yang mulia dan berada sedekat mungkin dengan Allah SWT.
Para ahli dalam bidang tasawuf hampir sepakat mengatakan bahwa
sulit untuk merumuskan pengertian tasawuf. Di antara sebab utama
terjadinya hal itu karena tasawuf merupakan refleksi diri dan pengalaman
pribadi seseorang, di samping masih banyaknya tokoh yang meragukan
validitas sumber tasawuf itu sendiri.
B. Pengertian Tasawuf
Para ahli dalam bidang tasawuf hampir sepakat mengatakan bahwa
sulit untuk merumuskan pengertian tasawuf. Di antara sebab utama
terjadinya hal itu karena tasawuf merupakan refleksi diri dan pengalaman
pribadi seseorang, di samping masih banyaknya tokoh yang meragukan
validitas sumber tasawuf itu sendiri.1 Ada beberapa pengertian tentang
tasawuf, yakni:
1. Secara Etimologi
Ada beberapa pendapat tentang asal-usul kata tasawuf,
diantaranya yaitu:
a. Ada yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shafa’ ,
artinya suci, bersih atau murni. Memang jika dilihat dari segi niat
maupun tujuan dari setiap tindakan dan ibadah kaum sufi, maka
jelas bahwa semua itu dilakukan dengan niat suci untuk
membersihkan jiwa dalam mengabdi kepada Allah SWT. Menurut
beberapa orang:
1 Kasmuri Selamat dan Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia,2012), hal.79
1
1) al-Kalazabi, mengatakan: “Para sufi dinamakan demikian
karena kemurnian hati dan kebersihan tindakan mereka.”
2) Bisyr ibn al-Haris mengatakan: “ Sufi adalah orang yang
hatinya tulus terhadap Allah.”
3) Yang lain mengatakan :” Sufi adalah orang tulus terhadap
Allah dan mendapat rahmat tulus pula daripada-Nya.”
b. Ada lagi yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shaff,
artinya saf atau barisan. Mereka dinamakan sebagai para sufi,
menurut pendapat ini karena mereka berada pada baris (shaff)
pertama di depan Allah, karena besarnya mereka keinginan
mereka akan Dia. Kecendrungan hati mereka terhadap-Nya. Akan
tetapi bila istilah sufi mengacu kepada kata shaff, maka bentuk
seharusnya menjadi saffi, bukan sufi.
c. Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata suffah
atau suffah al-masjid, artinya serambi mesjid. Istilah ini
dihubungkan dengan suatu tempat di Mesjid Nabawi yang didiami
oleh sekelompok para sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak
mempunyai tempat tinggal. Mereka dikenal sebagai ahli suffah.
Mereka adalah orang yang menyediakan waktunya untuk berjihad
dan berdakwah serta meninggalkan usaha-usaha yang bersifat
duniawi. Jelasnya mereka dinamakan sufi karena sifat-sifat mereka
menyamai sifat-sifat orang yang tinggal di serambi mesjid (suffah)
yang hidup pada masa Nabi SAW. Tetapi, kalau istilah sufi berasal
dari kata suffah, maka bentuk yang benar menjadi suffi, bukan sufi.
d. Ada yang menisbahkan kata tasawuf dengan kata dari bahasa greek
atau Yunani, yakni “Sofia”. Istilah ini disamakan maknanya
dengan kata “hikmah” yang berarti kebijaksanaan. Orang yang
berpendapat seperti ini adalah Mirkas, kemudian diikuti oleh Jurji
Zaida, dalam kitabnya”Adab Al-Lughah Al-‘Arabiyyah”, seperti
yang dikutip oleh Rosihan Anwar, yang menyebutkan bahwa para
filosof Yunani dahulu telah memasukkan pemikirannya atau kata-
2
katanya yang dituliskan dalam buku-buku filsafat yang
mengandung kebijaksanaan. Ia mendasari pendapatnya dengan
argumentasi bahwa istilah sufi atau tasawuf tidak ditemukan
sebelum ada masa penerjemahan kitab-kitab yang berbahasa
Yunani ke dalam bahasa Arab. Pendapat ini kemudian didukung
juga oleh Nouldik, yang mengatakan bahwa penerjemahan dari
bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab terjadi proses asimilasi.
Misalnya orang Arab mentransliterasikan huruf “sin” menjadi
huruf “shad”, seperti dalam kata tasawuf menjadi tashawuf.
e. Sementara yang lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata
suf, yaitu bulu domba atau wol. Mereka tidak memakai pakaian
yang halus disentuh atau tidak atau indah dipandang, untuk
menyenangkan dan menentramkan jiwa. Mereka memakai pakaian
hanya untuk menutupi ketelanjangan mereka dengan bahan yang
terbuat dari kain kasar, suf (wol kasar). Bila kata sufi merupakan
turunan dari kata suf dapat diterima, maka kata sufi ini tepat dari
sudut pandang etimologi dan tata bahasa. Al-Kalabazi berpendapat
bahwa jika kata sufi berasal dari kata suf ini dapat diterima, maka
ia tepat meurut gramatika bahasa Arab, dan sekaligus memiliki
semua makna yang dibutuhkan, seperti mengelak atau cenderung
menjauhkan diri dari dunia, meninggalkan tempat tinggal yang
sudah mapan, terus-menerus melakukan pengembaraan, menolak
kesenangan jasmani, memurnikan tingkah laku, membersihkan
kesadaran, meluaskan ilmu dan sifat kepemimpinan.2
2. Secara Terminologi
Sedangkan menurut terminologi ada beberapa pendapat ahli yang
mengemukakan pengertian tasawuf ini, diantaranya yaitu
a. Bisyiri bin Haris, mengatakan bahwa sufi adalah orang yang suci
hatinya menghadap Allah SWT.
2 Deswita, Akhlak Tasawuf, (Batusangkar: Batusangkar Press, 2010) hal. 106-109
3
b. Sahl At Tustari, mengatakan bahwa sufi adalah orang yang bersih
dari kekeruhan , penuh dengan renungan, putus hubungan dengan
manusia dalam menghadap Allah SWT.
c. AL- Junaid Baqdadi, merupakan tokoh sufi modern, beliau
mengemukakan pengertian tasawuf sebagai upaya membersihkan
hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan akhlak
yang fitri, menekan sifat kemanusiaan, menjauhi hawa nafsu,
memberikan tempat bagi kerohanian, berpegang pada kebenaran,
mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas keabadianya, memberi
nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah
SWT, dan mengikuti syariat rasulullah SAW.
d. Abu Qasim Abdul Karim Al Qusyairi, mengemukakan bahwa
tasawuf ialah menjabarkan ajaran-ajaran Al Qur’an dan As Sunnah,
berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah,
mengendalikan syahwat, dan menghindari sikap meringan-
ringankan ibadah.
e. Abu Yazid Al Bustami, yang mengemukakan arti tasawuf secara
lebih luas. Al Bustami menartikan tasawuf mencakup tiga aspek,
yaitu kha yang berarti melepaskan diri dari perangai yang tercela.
Ha yaitu menghiasi diri dengan akahlak terpuji, dan jim yang
berarti mendekatkan diri kepada Allah.
f. Harun Nasution mendefenisikan tasawuf sebagai suatu ilmu yang
mempelajari cara dan jalan bagaimana seesorang bisa sedekat
munkin dengan Allah. 3
g. Ath Thusi mengatakan pengertian tasawuf dapat dikaitkan dengan
karakter para sufi, yaitu orang-orang alim yang mengenal Allah dan
hukm-hukum Allah, mengamalkan apa yang diajarkan Allah
kepada mereka, menghayati apa yang diperintahkan Allah,
merasakan apa yang mereka hayati, dan lebur dengan apa yang
3 Bachrun Rif’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010) hal. 30-31.
4
mereka rasakan, sebab masing-masing lebur dengan apa yang ia
rasakan.
h. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa tasawuf adalah menjaga
kebaikan tata krama bersama Allah dalam amal-amal lahiriah dan
batiniah dengan berdiri di garis-garisnya, saambil memberikan
perhatian pada penguncian hati dan mengawasi segala gerak-gerik
hati dan pikirannya demi memperoleh keselamatan. Jadi menurut
Ibnu Khaldun adalah lmu yang memberi perhatian pada usaha
menjaga tata krama bersama Allah secara zhahir dan batin, yakni
dengan tetap menjalankan hukum-hukum syariat secara formal
sambil mensucikan hati secara substansial sehingga fokus hanya
kepada Allah. 4
C. Sejarah Munculnya Ajaran Tasawuf
Tasawuf sebagai aspek esoteris dalam islam, pada intinya adalah
kesadaran adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang
selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat atau (kurb) dengan Tuhan.5
Suatu kenyataan sejarah bahwa kelahiran tasawuf bermula dari
gerakan hidup zuhd. Dengan istilah lain bahwa cikal bakal tasawuf adalah
gerakan hidup zuhd. Jadi sebelum orang sufi telah ada orang zahid yang
secara tekun mengamalkan ajaran-ajaran esoteris islam, yang kemudian
dikenal dengan ajaran tasawuf.
Untuk lebih mengenal tasawuf, berikut ini akan dijelaskan sejarah
perkembangan tasawuf, yang mana perkembangannya dibagi menjadi
beberapa priode, yaitu:
a. Masa pembentukan
Pada masa ini tasawuf telah kelihatan dalam bentuk awalnya,
yaitu sebagai awal perkembangan agama islam. Telah kelihatan
4 Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), hal. 4-55 Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspek, jilid II, (Jakarta: UI-Press, 1986),
hal. 71
5
bahawa para kaum muslim tidak puas dengan ibadah-ibadah atau
pendekatan diri kepada Allah dengan shalat, puasa, zakat, dan haji
saja.
Mereka ingin lebih dekat dengan Allah. Namun penamaan yang
digunakan untuk hal ini pada saat itu bukanlah kata tasawuf melainkan
yaitu zuhd. Gerakan ini muncul pada akhir abad pertama hijriyah dan
permulaan abad ke dua hijriyah.gerakan ini lahir sebagai reaksi
terhadap hidup mewah dari khalifah dan keluarga serta pembesar-
pembesar negara sebagai akibat dari kekayaan yang diperoleh setelah
perluasan wilayah islam ke Syiriya, Mesir, Mesopotamia, dan Persia.
Pada dasarnya ada empat faktor yang menyebakan kelahiran
gerakan hidup zuhud dalam islam, yaitu
1) Ajaran-ajaran islam itu sendiri. Kitab suci Al Quran telah
mendorong kita agar hidup shaleh dan bertaqwa kepada Allah
SWT.
2) Evolusi rohani kaum muslim terhadap terhadap sosial politik yang
berlaku pada masa itu.
3) Dampak aksetisme masehi. Di zaman pra islam bangsa Arab
terkena dampak pendeta masehi. Setelah lahirnya Islam pun
dampaknya tetap berlangsung. Dampak asketisme masehi itu
lebih banyak terhadap terhadap organisosialnya ketimbang
terhadap aspek-aspek prinsip umumnya, sehingga asketisme
dalam islam tetap bercorak islam.
4) Penentangan terhadap fiqih dan kalam. faktor ini muncul karena
tuntutan murni Islami, sama halnya dengan faktor-faktor
sebelumnya. Sebagian kaum muslimin yang saleh pada masa itu
merasa bahwa pemahaman para fuqaha dan ahli kalam tentang
islam tidak dapat sepenuhnya memuaskan perasaaan keagamaan
mereka, sehingga mereka memasuki kehiduapan zuhud untuk
memenuhi kehausan perasaan keagamaan mereka.
6
Adapun tokoh-tokoh zahid atau sufi yang terkemuka pada saat itu
diantaranya:
1) Dari kalangan sahabat diantaranya yaitu: Salman Al Farisi,
Abu Dzar Al Ghifari, Ammar BinYasir, Hudzaifah bin Al
Yaman, dan lain-lain.
2) Dari kalangan tabiin diantaranya: Hasan Basri, yaitu seorang
zahid pertama dan termasyhur dalam sejarah tasawuf . Hasan
Basri tampil pertama dengan membawa ajaran khauf dan
raja’, mempertebal takut dan harap kepada Tuhan. Rabi’ah
Al Adawiyah, yaitu seorang sufi perempuan yang terkenal
dengan ajaran cintanya Malik Bin Dinar, Ibrahim Bin
Adham, Abu Hasyim As Sufi, Sufi’an Bin Sa’id As Gauri,
Daud Ath Thai, Syaqiq Al Balkhi, dan masih banyak yang
lainnya.
Adapun beberapa karakter zuhud pada abad awal hijriyah ini
yaitu:
1) Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada
nash agama, yang dilatarbelakangi oleh sosial politik,
coraknya bersifat sederhana, praktis, dan tujuannya untuk
meningkatkan moral.
2) Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh
perhatian untuk menyusun prinsip-prinsip teoritis ats
kezuduannya itu.
3) Motif zuhudnya adalah rasa takut, yaitu rasa takut muncul
dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh.
Sementara pada akhir abad ke dua hijriyah, ditangan Rabi’ah
Al Adawiyah muncul motif rasa cinta yang bebas dari rasa
takut terhadap azab Allah maupun harapan terhadap pahala-
Nya. Hal ini dicerminkan lewat penyucian diri, dan
abstarksi dalam hubungan antara hidup manusia dengan
Tuhan.
7
4) Menjelang akhir abad II H, sebagian zahid khususnya di
khurasan dan Rabi’ah Al-adawiyah, ditandai dikedalaman
membuat analisa, yang bisa dipandang sebagai fase
pendahuluan tasawuf. Mereka lebih tepat dipandang sebagai
cikal bakal para pendiri tasawuf falsafi abad III dan IV H. 6
b. Masa Pengembangan
Periode ini berlangsung sekitar abad tiga dan empat hijriyah.
Pada saat ini tasawuf telah memiliki corak yang jauh berbeda dengan
zahid. Yang pada saat ini tasawuf telah bercorak kefanaan yang
menjurus kepada persatauaan hamba dengan khalik. Perkembangan
tasawuf pada periode ini para sufi telah menaruh perhatian setidaknya
pada tigahal berikut ini:
1) Jiwa yaitu tasawuf yang berisi cara pengobatan jiwa,
pengonsentrasian jiwa manusia kepada Allah sehingga keteganan-
ketegangan kejiwaan dapat terobati.
2) Akhlak yaitu tasawuf yang berisi teori-teori akhlak, tentang cara
berakhlak mulia dan menghindari akhlak yang buruk.
3) Metafisika , yaitu tasawuf yang berisi teori-teori ketunggalan
hakikat ilahi atau kemutlakan Allah. Pada periode ini telah lahir
teori-teori tentang kemungkinan “bersatunya” Tuhan dengan
manusia.7 Bersatunya dengan kecintaan (ittihad al mahbub),
kekal dengan Tuhan, menyaksikan dan bertemu dengan tuhan,
serta menjadi satu dengan- Nya.
Adapun tokoh-tokoh tasawuf pada periode ini yaitu: Ma’ruf Al
Karhi, Surri As Saqti, Abu Sulaiman Ad Darani, Haris Al Muhasibi,
Abu Faidh Dzun Nun bi Ibrahim Al Mishri, Ahmad Bin Al-Hawari
Ad Damsyiqi, Abu Yazid Al Bustami, Junaid Al Baghdadi, Al Hallaj,
6 Deswita, Akhlak Tasawuf, (Batusangkar, Batusangkar Press: 2010), hal. 126-127. 7 Bachrun Rif’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf,(Bandung, CV Pustaka Setia: 2010 )
hal. 77.
8
Abu Bakr Asy Syibli, Abu Thalib Al Makki, dan masih banyak lagi
yang lain.
Pada periode ini sebagian tokoh tasawuf seperti Junaid dan
Surri As Saqti telah memberi pengajaran kepada murid-murid dalam
bentuk sebuah jamaah. Selain itu, tasawuf dibagi kepada dua, yaitu:
1) Tasawuf Sunni
Tasawuf Sunni adalah bentuk tasawuf yang memagari
ajarannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah secara ketat, serta
mengaitkan keadaan atau ahwal dan maqomat (tingkatan rohani)
mereka kepada sumber tersebut.
2) Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah para pengikutnya cenderung pada
ungkapan-ungkapan ganjil atau syathahiyati serta bertolak dari
keadaan fana’ menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan
(ittihad/hulul).
c. Masa Konsolidasi
Pemikiran-pemikiran atau paham-paham unik bahkan ganjil
yang dikemukakan oleh Abu Yazid dan Al Hallaj, tentang kesatuan
kesatuan khalik dengan makhluk , membuat resah para ulama yang
kurang menyukai tsawuf, bahkan dari kalangan tasawuf sunni.
Tasawuf falsafi yang telah bannyak diwarnai oleh pemikiran-
pemikiran filsafat, yakni pemikiran filsafat yunani. Karena
pemikirannya yang radikal, tasawuf falsafi menciptakan pertentangan
dengan antara tasawuf dan fiqh. Bahkan munculnya wali-wali Allah
yang dianggap menempati kedudukan imama yang gaib dalam
pandangan syi’ah, telah menimbulkan perdebatan panjang dan hiruk
pikuk tasawuf, yang mana sebagian teori-teorinya dianggap telah
menyimpang dari ajaran Al Qar’an dan hadist.
Berdasarkan keadaan tersebut, tasawuf pada abad V H
mengadsakan konsolidsasi, pada saat ini terjadi pertarungan antara
9
tasawuf falsafi dengan tasawuf sunni. Tasawuf sunni memenangkan
pertarungan dan berkembang sedemikian rupa, sedangkan tasawuf
falsafi tenggelam dan akan muncul kembali pada adbad VI Hijriyah
dalam bentuknya yang lain. Kemenangan tasawuf sunni dikarenakan
menangnya aliran theology ahl sunnah wa al jamaah yang dipelopori
oleh abu hasan asyary, yang mengadakan kritikan pedas terhadap teori
abu yazib al bustami dan al hallaj, sebagaimana tertuang dalam
syathahiyatnya yang nampak bertentangan dengan kaidah dan aqidah
islam. Oleh karena itu, tasawuf pada periode ini cenderung
mengadakan pembaharuan atau menurut istilah Annemariye
Schimmael merupakan periode konsolidasi, yakni periode yang
ditandai pemantapan dan pengembalian tasawuf ke landasannya yaitu
Al-Qur’an dan Hadist. Tokoh-tokoh tasawuf pada masa ini adalah, Al
Qusayri, Al Harawi, dan Al Ghazali.
d. Masa Falsafi
Memasuki abad VI Hijriyah, tasawuf falsafiyang muncul pada
abad III dan IV Hijriyah, tenggelam pada abad V Hijriyah, muncul
kembali dalam bentuknya yang lebih sempurna. Bila tasawuf sunni
memperoleh bentuk yang final pada pengajaran Al-Ghazali, maka
tasawuf falsafi mencapai puncak kesempurnaannya pada pengajaran
Ibn Arabi, yaitu seorang sufi Andalusia. Dengan pengetahuannya yang
amat kaya, baik dalam lapangan ilmu keislaman maupun dalam
lapangan filsafat, ia berhasil menghasilkan karya yang cukup
banyak(diantaranya Al Futuhat Al Makiyyah dan khusus Al Hikam).
Hampir semua praktek, pengajaran dan ide yang berkembang di
kalangan kaum sufi diliputnya dengan penjelasan-penjelasan yang
memadai. Di ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang kesatuan wujud
(Wahda Al Wujud).
Tasawuf falsafi, karena telah dilengkapi oleh Ibn Arabi dengan
paham wahda al wujud, lazim juga disebut dengan tasawuf wahda al
wujud atau tasawuf wujudiyah. Melalui banyak sufi besar yang
10
menjadi murid atau pengikutnya, tasawuf ini memperoleh tanah yang
subur, terutama di Persia. Umumnya kalangan Syi’ah Isma’illiyah
Syi’ah12 dapat membenarkan paham ini dan berbagai paham falsafi
lainnya. Karena itu juga, tasawuf falsafi bisa juga disebut sebagai
tasawuf Syi’yi, dengan pengertian tasawuf yang diterima oleh
umumnya atau kebanyakan kaum Syi’ah. Adapun tokoh-tokoh yang
berperan dalam tasawu pada masa ini yaitu, As Suhrawardi,
Muhyoddin ibn Arabi, ‘Umar ibn Al Faridh, Ibn Sab’in, dan masih
ada lagi tasawuf lainnya.
e. Masa Pemurnian
Pada masa ini terlihat tanda-tanda keruntuhan tasawuf,
penyelewengan dan skandal mengancam reputasi baik tasawuf. Tak
terelakan lagi, legenda-legenda tentang keajaiban dikaitkan dengan
tokoh-tokoh sufi dan dikembangkan, dan masyarakat awam langsung
segera menyambut tipu muslihat itu, dan bahkan terjadi pengkultusan
terhadap wali-wali. Khurufat dan takhayul, klenik dan hidupo
memalukan, bicara tak karuan merupakan jalan menuju ketenaran,
kekayaan dan kekuasaan.
Kemudian tasawuf pada saat itu ditandai bid’ah khufarat,
mengabaikan ayariat dan hukum-hukum moral dan penghinaan ilmu
pengetahuan, berbentangkan diri dari dukungan awam untuk
menghindarkan diri dari rasionalitas, dengan menampilkan amalan
yang orrasional. Azimat dan ramalan serta kekuatan ghaib ditonjolkan.
Bersamaan dengan itu, muncullah Ibn Taimiyah yang dengan
lantang menyerang penyelewengan para sufi tersebut. Dia terkenal
kritis, peka terhadap lingkungan sosialnya, polemis dan giat berusaha
meluruskan ajran agama islam yang telah diselwwengkan oleh para
sufi tersebut, untuk kembali kepada sumber ajaran Islam, Al Qur’an
dan Al Sunnah. Kepercayaan yang menyimpang diluruskan, seperti
kepercayaan kepada wali, khurafat, dan bentuk’-bentuk bid’ah pada
umumnya. Menurut Ibn Tiamiyah yang disebut wali (kekasi Allah)
11
ialah orang berprilaku baik, konsisten dengan syari’ah islamiyah.
Sebutan yang tepat bagi mereka adalah muttaqin.
Ibn Taimiyah lebih cenderung bertasawuf sebagaimana yang
pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW, yakni menghayati tentang
ajaran islam, tanpa mengikuti aliran Thariqah tertentu, dan tetap
melibatkan diri dalam kegiatan sosial, sebagaimana manusia pada
umumnya. Tasawuf seperti ini yang cocok untuk dikembangkan di
masa modern seperti sekarang.8
8 Deswita, Akhlak Tasawuf, (Batusangkar, Batusangkar Press: 2010), hal. 132-141
12