Akal dan Wahyu dalam Islam.docx

8
Akal dan Wahyu dalam Islam A. Wahyu a. Pengertian Wahyu Kata wahyu berasal dari kata arab ي ح و لا, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada Nabi-NabiNYA ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi. Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya. b. Fungsi wahyu Wahyu bagi kaum Mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia diakhirat. Sebagaimana kata ‘Abd. Jabbar, akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik yang lain. Demikian pula akal tidak dapat mengetahui bahwa hukuman untuk suatu perbuatan buruk lebih

Transcript of Akal dan Wahyu dalam Islam.docx

Page 1: Akal dan Wahyu dalam Islam.docx

Akal dan Wahyu dalam Islam

A. Wahyu

a. Pengertian Wahyu

Kata wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan

pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu

berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering

disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa

seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada

Nabi-NabiNYA ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.

Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah

pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa

semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik

menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.

b. Fungsi wahyu

Wahyu bagi kaum Mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang perincian

hukuman dan upah yang akan diterima manusia diakhirat. Sebagaimana kata ‘Abd. Jabbar,

akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari upah yang

ditentukan untuk suatu perbuatan baik yang lain. Demikian pula akal tidak dapat mengetahui

bahwa hukuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu

perbuatan buruk yang lain. Semua ini hanya dapat diketahui hanya dengan perantaraan

wahyu. Demikian pula pendapat Al Jubba’i, wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman

dan upah yang akan diperoleh oleh manusia diakhirat kelak.

Wahyu bagi kaum Mu’tazilah juga mempunyai fungsi informasi dan konfirmasi,

memperkuat apa-apa yang telah diketahui oleh akal dan menerangkan apa-apa yang belum

diketahui oleh akal, dan dengan demikian menyempurnakan pengetahuan yang telah

diperoleh oleh akal

c. Kekuatan wahyu

Page 2: Akal dan Wahyu dalam Islam.docx

Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak

mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan

karena beberapa faktor antara lain:

1)      Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.

2)      Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.

3)      Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.

4)      Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.

5)      Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.

B. Akal

a. Pengertian Akal

Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل), yang

dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (

(يعـقـلها) ayat, ya’qiluha 1 (نعـقـل) ayat, na’qil 24 (تعـقـلون) dalam 1 ayat, ta’qiluun (عـقـلوه

1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti.

Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk

membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya

sangat luas.

Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti

kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut

kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut

pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah.

Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkan

Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah: sutu daya yang hanya dimiliki manusia

dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.

b. Fungsi Akal

Akal banyak memiliki fungsi dalam kehidupan, antara lain:

Page 3: Akal dan Wahyu dalam Islam.docx

1.      Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.

2.      Sebagai alat untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.

3.      Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.

Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin

penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap

manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan

tersebut. Dan  Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna

kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan

akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.

c. Kekuatan Akal

Tak seperti wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti, seperti

contoh:

1) Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.

2) Mengetahui adanya hidup akhirat.

3) Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan

dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan

pada perbuatan jahat.

4) Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.

5) Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan

jahat untuk kebahagiannya di akhirat.

6) Membuat hukum-hukum mengnai kwajiban-kwajiban itu.

C. Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam

Kedudukan antara wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tak akan terlihat

sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam

segala hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan akal ibarat

penyeimbang. Andai ketika hukum islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal

akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu

tindakan yang terkena hukum tersebut.karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki

kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang

Page 4: Akal dan Wahyu dalam Islam.docx

mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi

setiap manusia yang diberikan Allah.

Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berartiakal

diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan

untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat

akan selalucocok dengan syariat islam dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu ba ik

be rupa A l -qu r ’ an dan Had i t s be r sumbe r da r i A l l ah SWT. P r ibad i Nab i

Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang

sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu merupakan perintah yang berlaku

umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah

itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus.Apa yang d ibawa o l eh wahyu

t i dak ada yang be r t en t angan dengan aka l , bahkan i a   sejalan dengan prinsip -

prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah -

pisah. Wahyu i t u menegakkan hukum menuru t ka t ego r i pe rbua t an

manus i a . Ba ik pe r i n t ah maupun larangan. Se sungguhnya wahyu yang be rupa

a l -qu r ’ an dan a s - sunnah t u run s eca ra be r angsu r - angsur dalam rentang waktu

yang cukup panjang.

Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring perkembangan

zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah terhadap

orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut. Apakah wahyu itu

benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang yang beranggapan smua itu wahyu.

Seperti pendapat Abu Jabbar bahwa akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu

perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain,

demikian pula akal tak mengetahui bahwa hkuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar

dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui

dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian

hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhira

 Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam

konteks, yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumbr pengetahuan

manusia tentang tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada tuhan, tentang apa

yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari

yang buruk. Maka para aliran islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antra lain:

I. Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat

bahwa akal mmpunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut.

Page 5: Akal dan Wahyu dalam Islam.docx

II.  Sementara itu aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran

kalam tradisional, mengatakan juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik

dan yang buruk akan mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.

III. Sebaliknya aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga

berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal

lainnya, yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta

kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketahui

manusia berdasarkan wahyu.

IV. Sementara itu aliran maturidiah Bukhara yang juga digolongkan kedalam

pemikiran kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut

yakni mengetahui tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui

dngan akal, sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiaban berterima kasih kepada

tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk

hanya dapat diketahui dengan wahyu.

Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan

mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat as-sajdah, surat

al-ghosiyah ayat 17 dan surat al-a’rof ayat 185. Di samping itu, buku ushul fiqih berbicara

tentang siapa yang menjadi hakim atau pembuat hukum sebelum bi’sah atau nabi diutus,

menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat pembuat hukum adalah akal manusia sendiri.

dan untuk memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil al-Qur’an surat Hud ayat

24.Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil beberapa ayat Al-qur’an sebagai dalil

dalam rangka memperkuat pendapat yang mereka bawa . ayat-ayat tersebut adalah ayat 15

surat al-isro, ayat 134 surat Taha, ayat 164 surat An-Nisa dan ayat 18 surat Al-Mulk.

Dalam menangani hal tersebut banyak beberapa tokoh dengan pendapatnya

memaparkan hal-hal yang berhubungan antara wahyu dan akal. Seperti  Harun Nasution

menggugat masalah dalam berfikir yang dinilainya sebagai kemunduran umat islam dalam

sejarah. Menurut beliau yang diperlukan adalah suatu upaya untuk merasionalisasi

pemahaman umat islam yang dinilai dogmatis tersebut, yang menyebabkan kemunduran umat

islam karena kurang mengoptimalkan  potensi akal yang dimiliki. bagi Harun Nasution

agama dan wahyu pada hakikatnya hanya dasar saja dan tugas akal yang akan menjelaskan

dan memahami agama tersebut.