AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... ·...

76
AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh ENDANG RUSDIANA NIM: 1112033100057 JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Transcript of AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... ·...

Page 1: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

AKAL MENURUT IBN THUFAYL

SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh

ENDANG RUSDIANANIM: 1112033100057

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu
Page 3: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu
Page 4: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu
Page 5: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

iii

ABSTRAK

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan Allahmempunyai banyak kelebihan jika dibandingkan dengan mahkluk lain. Satu halyang membuat manusia lebih baik dari mahkluk yang lain yaitu, manusia mampuberpikir dengan akalnya, karena manusia dianugerahi oleh Allah dengan akalsehingga dengannya manusia mampu memilih, mempertimbangkan, menentukandan mempertanggungjawabkan jalan pikirannya sendiri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan akal manusiadalam memperoleh pengetahuan dan kebenaran yang terdapat dalam karyaseorang tokoh. Penelitian dalam skripsi ini dapat digolongkan dalam “penelitiankepustakaan”, mengenai teks naskah atau buku. Pendekatan penelitian skripsi inimenggunakan pendekatan kualitatif yang bersumber dari data-data primer dandata-data sekunder.

Sekilas, kisah Ḥayy bin Yaqzhān karya Ibn Thufayl seperti kisah dongengatau hayalan, tetapi jika kalimat “Ḥayy bin Yaqzhān” diganti dengan “akal” danjika pulau yang jauh itu dianggap bumi yang kita diami ini, tentulah kisah itumenjadi sejarah yang benar, tidak ada tanda-tanda hayalan sama sekali didalamnya. Pikiran-pikiran tentang ma’rifah, wujud, iman kepada Tuhan dankeutamaannya, nampak jelas di celah-celah kisahnya, bagaimana akal berangsur-angsur mencapai pengetahuan (ma’rifah), sehingga ia mengetahui Tuhan,kebenaran, kebaikan dan keindahan.

Inti pemikiran Ibn Thufayl dalam kisah ini adalah tidak adanyapertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama- sama berakhir padasatu tujuan yaitu ma’rifah terhadap Tuhan.

Page 6: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan yang maha pengasih dan maha

penyayang. Engkau yang selalu memberikan karunia dan nikmat kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam

semoga selalu tercurah limpahkan kepada Rasulullah Saw, kepada keluarganya,

sahabat-sahabatnya, dan kita sebagai umatnya yang menanti pertolongannya di

akhirat nanti. Aamiin.

Penulis ucapkan syukur kepada Allah Swt. atas selesainya penulisan dan

penyusunan skripsi yang berjudul “AKAL MENURUT IBN THUFAYL”

sebagai tugas akhir akademis pada Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam di Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Berkat

bantuan, bimbingan, dan dukungan berbagai pihak yang senantiasa selalu

membantu agar penulisan ini dapat terselesaikan. Karena itu perkenankanlah

penulis untuk menyampaikan ucapan banyak terima kasih terkhusus kepada:

1. Drs. Nanang Tahqiq, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi

yang selalu meluangkan waktunya di tengah kesibukan dan

aktifitas padatnya untuk membimbing dan mengarahkan penulis

demi perbaikan dan hasil skripsi yang mendekati sempurna.

2. Dra. Tien Rohmatin, MA selaku ketua Prodi Aqidah dan Filsafat

Islam dan Dr. Abdul Hakim Wahid, MA selaku Prodi Jurusan

Aqidah dan Filsafat Islam.

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan yang maha pengasih dan maha

penyayang. Engkau yang selalu memberikan karunia dan nikmat kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam

semoga selalu tercurah limpahkan kepada Rasulullah Saw, kepada keluarganya,

sahabat-sahabatnya, dan kita sebagai umatnya yang menanti pertolongannya di

akhirat nanti. Aamiin.

Penulis ucapkan syukur kepada Allah Swt. atas selesainya penulisan dan

penyusunan skripsi yang berjudul “AKAL MENURUT IBN THUFAYL”

sebagai tugas akhir akademis pada Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam di Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Berkat

bantuan, bimbingan, dan dukungan berbagai pihak yang senantiasa selalu

membantu agar penulisan ini dapat terselesaikan. Karena itu perkenankanlah

penulis untuk menyampaikan ucapan banyak terima kasih terkhusus kepada:

1. Drs. Nanang Tahqiq, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi

yang selalu meluangkan waktunya di tengah kesibukan dan

aktifitas padatnya untuk membimbing dan mengarahkan penulis

demi perbaikan dan hasil skripsi yang mendekati sempurna.

2. Dra. Tien Rohmatin, MA selaku ketua Prodi Aqidah dan Filsafat

Islam dan Dr. Abdul Hakim Wahid, MA selaku Prodi Jurusan

Aqidah dan Filsafat Islam.

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan yang maha pengasih dan maha

penyayang. Engkau yang selalu memberikan karunia dan nikmat kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam

semoga selalu tercurah limpahkan kepada Rasulullah Saw, kepada keluarganya,

sahabat-sahabatnya, dan kita sebagai umatnya yang menanti pertolongannya di

akhirat nanti. Aamiin.

Penulis ucapkan syukur kepada Allah Swt. atas selesainya penulisan dan

penyusunan skripsi yang berjudul “AKAL MENURUT IBN THUFAYL”

sebagai tugas akhir akademis pada Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam di Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Berkat

bantuan, bimbingan, dan dukungan berbagai pihak yang senantiasa selalu

membantu agar penulisan ini dapat terselesaikan. Karena itu perkenankanlah

penulis untuk menyampaikan ucapan banyak terima kasih terkhusus kepada:

1. Drs. Nanang Tahqiq, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi

yang selalu meluangkan waktunya di tengah kesibukan dan

aktifitas padatnya untuk membimbing dan mengarahkan penulis

demi perbaikan dan hasil skripsi yang mendekati sempurna.

2. Dra. Tien Rohmatin, MA selaku ketua Prodi Aqidah dan Filsafat

Islam dan Dr. Abdul Hakim Wahid, MA selaku Prodi Jurusan

Aqidah dan Filsafat Islam.

Page 7: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

vi

3. Dr. Abdul Hakim Wahid, MA selaku dosen penasihat akademik

saya yang selalu berkenan ditemui ketika penulisan menemukan

kesulitan selama perkuliahan dan berkenan membimbing dalam

penulisan proposal skripsi penulis.

4. Jajaran Dekanat Fakultas Ushuluddin dan khusus kepada seluruh

Dosen jurusan Aqidah dan Filsafat Islam yang senantiasa ikhlas

memberikan perkuliahan dan membimbing selama penulis belajar

di Jurusan Aqidah Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kepada yang tercinta Bapak Abdul Rosad, kepada Ibu Engkom

Sri Wahyuni yang cinta dan kasih sayangnya tak pernah padam

dan selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan tugas

akhir. Semoga Allah ridho segala amaliyah bapak dan ibu.

6. Kepada adik saya Pandi Ali Mustofa, Ihsan Pathurohman, dan

Romzul Q, serta, kepada seluruh keluarga besar dari kedua orang

tua, sanak sodara, yang telah memberikan subangsih demi

keberlangsungan penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam

angkatan 2012 yang selalu membuat rindu dengan diskusi-diskusi

selama masa perkuliahan.

8. Kepada Sofa Alawiyah beserta keluarga besar yang senantiasa

menyemangati penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya

(HIMALAYA-JAKARTA) yang senantiasa mendukung dan

menyemangati penulis.

Page 8: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

vii

10. Kepada Irfan Sanusi, Arip Nurahman, Rifqi Taufikul Hafidzh

yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan tugas akhir

dari awal penulisan hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan

masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan. Adapun segala kekurangan dan kesalahan

pada skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis. Harapan penulis, semoga skripsi

ini dapat bermanfaat untuk perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Ciputat, 02 Mei 2019Penulis

Endang Rusdiana

Page 9: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

ا a ط thب b ظ zh

ت t ع ‘

ث ts غ gh

ج J ف f

ح ḥ ق q

خ kh ك k

د d ل l

ذ dz م m

ر r ن n

ز z و w

س s ه h

ش sy ء ʼص sh ي y

ض dh ة h

Page 10: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

x

Vokal Panjang

آ ā

إى ī

أو ū

Page 11: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................i

ABSTRAK........................................................................................... ................ii

KATA PENGANTAR.......................................................................................iii

PEDOMAN TRANSLITERASI.......................................................................iv

DAFTAR ISI...................................................................................... ..................v

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah........................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................4

C. Batasan Masalah....................................................................................5

D. Tujuan Penelitian...................................................................................5

E. Manfaat Penelitian.................................................................................5

F. Tinjauan Pustaka...................................................................................5

G. Metode Penelitian..................................................................................7

BAB II BIOGRAFI IBN THUFAYL.................................................................9

A. Karir.......................................................................................................9

B. Latar Belakang Pemikiran....................................................................15

C. Karya-karya..........................................................................................24

BAB III DEFINISI AKAL................................................................................26

A. Definisi Akal dalam Teologi................................................................26

B. Definisi Akal dalam Falsafat...............................................................38

C. Definisi Akal menurut Ibn Thufayl......................................................41

Page 12: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

ix

BAB IV PERANAN AKAL DALAM MEMEROLEH PENGETAHUAN

MENURUT IBN THUFAYL........................................................................... 44

A. Metode Akal dalam memperoleh Pengetahuan...................................44

B. Hubungan Akal dan Agama.................................................................48

C. Fase-fase Perkembangan Akal.............................................................53

BAB V PENUTUP..............................................................................................60

A. Kesimpulan...........................................................................................60

B. Saran......................................................................................................61

Page 13: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

1

BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Akal adalah satu-satunya kekuatan yang dimiliki oleh manusia, sekaligus

menjadi pembeda antara manusia dari mahluk lain di dunia ini. Akal merupakan

tonggak kehidupan manusia dan dasar pembinaan budi pekerti mulia yang

menjadi dasar sumber kehidupan dan kebahagiaan hidup manusia. Akal

merupakan suatu karunia Tuhan yang luhur yang diberikan kepada manusia.

Dengan akal manusia bisa berpikir tentang dirinya dan juga alam sekitarnya. Akal

pula yang bisa membedakan antara manusia dari mahluk lain. Dengan akalnya

manusia juga bisa membedakan mana hal baik dan mana hal buruk sebagai

tuntunan kehidupan manusia secara personal, dan kommunal. Dengan akalnya

manusia berusaha mengatasi setiap kesulitan-kesulitan yang ditemuinya dalam

kehidupan.

Selain akal, teori pengetahuan mengatakan bahwa suatu pengetahuan

bersumber dari pengalaman yang diterima oleh kesan inderawi. Pernyataan ini

berpendapat bahwa untuk menemukan sebuah pengetahuan, diperlukan adanya

sebuah pengalaman. Dengan demikian, bahwa untuk membuktikan sebuah

kebenaran akan suatu pengetahuan, diperlukan adanya upaya penelitian di

lapangan, observasi.1

Epistemologi2 selalu menjadi bahan menarik untuk dikaji karena di sinilah

dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia

1 Muhammad Alfan, Filsafat Modern, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 171.2 Epistemologi berasal dari bahasa Yunani epistēmē, artinya "pengetahuan", dan logos,

artinya "diskursus" adalah cabang falsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat

Page 14: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

2

sebagai bahan pijakan mereka. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang

berkembang pesat pada saat ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya

dapat ditelusuri akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya. Di

dalam gaya hidup masyarakat sekarang yang serba modern dengan berbagai

kemudahan yang ditawarkan lewat kecanggihan teknologi di masayarakat,

ternyata banyak yang tak hanya menggunakan rujukan epistemologi yang serba

rasional dalam menemukan pengetahuan dan kebenaran mereka. Tetapi ada juga

yang masih mempercayai kekuatan magis sebagai sumber pengetahuan dan

kebenarannya, ada juga yang mengombinasikan antara rasional dengan mistik, di

mana mereka tidak hanya bepikir rasional tetapi juga melakukan praktik atau

amalan-amalan magis untuk pengetahuan baru mereka. Di beberapa kasus banyak

terjadi seorang akademisi di samping bergelut dengan dunia pengetahuan yang

rasional, di sisi lain dia juga percaya pengetahuan yang diraih melalui keajaiban-

keajaiban.3

Dalam sejarah perkembangan Islam, ilmu pengetahuan berkembang sangat

pesat dengan banyaknya tokoh-tokoh besar dalam berbagai cabang ilmu

pengetahuan. Para sarjana muslim menitik beratkan pengetahuan pada sumber

pengetahuan yang rasional sebagai solusi atau penjabaran atas kerumitan dalil-

dalil dan dogma-dogma agama sehingga kerumitan dalam agama bisa dipahami

lebih rasional.

pengetahuan, pengandaian-pengandaian, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenaipengetahuan yang dimiliki. Lihat Kenneth T. Gallagher, The Philosophy of Knowledge, terj P.Hardono Hadi (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 5.

3 Murtadha Muthahhari, Man and Universe, terj Ilyas Hasan (Jakarta: Lentera Basritama,2002), h. 183.

Page 15: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

3

Ibn Thufayl adalah seorang tokoh falsafat Islam yang sangat berpengaruh,

failasuf dari kawasan Islam Barat yang hidup pada masa pemerintahan Daulah

Muwaḥḥidūn di Andalusia4 Spanyol. Nama lengkapnya adalah Abū Bakr

Muḥammad İbn Abd al-Mālik İbn Thufayl. Ia lahir di Wadi Asy (Guardix)

berdekatan dengan Granada sekitar tahun 500 H/1106 M. Ia menguasai berbagai

macam ilmu pengetahuan di antaranya ilmu kedokteran, astronomi, dan falsafat.

Salah satu pemikiran Ibn Thufayl sangat menarik untuk diteliti adalah pendapat

tentang keagungan akal manusia. Menurut Ibn Thufayl, akal manusia memiliki

potensi yang amat besar untuk tumbuh dengan kualitas akal yang ia miliki. Andai

potensi akal itu diasah secara tajam akan mengantarkan sesorang menjadi failasuf

atau sufi. Akal yang dimilikinya tidak saja mampu menguak alam empiris,

melainkan juga mampu memahami alam metafisik, bahkan hatinya juga dapat

dikembangkan sedemikian rupa hingga dapat mengalami musyāhadah

(persaksian) keindahan cahaya Ilahi dan alam metafisik lainnya.5

Dalam kisah Ḥayy bin Yaqzhān Ibnu Thufayl dengan rinci menjelaskan

bagaimana akal manusia yang tanpa bimbingan wahyu mampu mencapai

kebenaran tentang Tuhan, dunia dan juga alam ruhaniah yang tidak kontradiktif

dengan kebenaran wahyu.

Akal manusia dapat menemukan kebenaran tanpa bantuan dari agama,

yaitu pengetahuan yang ia dapatkan melalui panca indera dan percobaan,

4 Andalusia merupakan pintu gerbang masuknya Islam ke benua Eropa. Kota Andalusiaterletak di barat daya benua Eropa, yakni di semenanjung Iberia. Kini, semenanjung lberiaterpecah menjadi dua negara, yakni Spanyol dan Portugal. Bangsa Arab menyebutnya dengan al-Andalus yang diambil dari kata Vandalusia, Vandalusia sendiri berasal dari kata Vandal. Iamerupakan sebuah suku di Eropa yang datang menyerbu semenanjung lberia sebelum dikuasaioleh bangsa Arab. Lihat W. Montgomery Watt, A History of Islamic Spain, (Edinburgh: TheUniversity Press, 1967), h. 17.

5 Amroeni Drajat, Filsafat Islam, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 67.

Page 16: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

4

pengetahuan yang merupakan hasil atau penarikan kesimpulan atas percobaan

yang ia lakukan, atau pengetahuan yang diberikan alam penciptaan dan perusakan

(alam semesta) hingga sampai ke kebenaran tertinggi. Pengetahuan ini

ditanamkan Tuhan ke dalam diri manusia sehingga dapat menerima gagasan-

gagasan dan kecenderungan aktif untuk menyelidiki, sebab “semua orang menurut

fitrahnya memiliki hasrat untuk mengetahui”6

Dalam kisah Ḥayy bin Yaqzhān İbn Thufayl menggambarkan tokoh utama

dalam cerita sebagai lambang perjalanan akal manusia. Ḥayy merupakan seorang

anak manusia yang hidup terasing dari manusia yang lain. Di dalam hutan ia

dibesarkan dalam asuhan rusa sampai ia tumbuh menjadi manusia dewasa.

Dengan akal dan kesucian jiwanya Ḥayy menjadi seorang anak manusia dewasa

yang sempurna. Dia mempunyai pengetahuan seperti manusia biasa, dan bisa

membedakan mana baik dan mana yang buruk, dan mampu menyelesaikan

masalah-masalah seputar kehidupannya. Dia mampu memahami fenomena-

fenomena yang terjadi di alam, bahkan memahami bukan hanya sebagai gejala

alam biasa, namun untuk sesuatu pengetahuan yang luhur tentang eksistensi

Tuhan yang telah menciptakan seluruh alam semesta ini.

Dalam kisah di atas, Ibn Thufayl ingin menyampaikan pesan kepada kita

bahwa akal yang dimilki manusia bisa sampai kepada pengetahuan tertinggi

dengan usaha dan perenungan mendalam atas sebuah fenomena yang terjadi di

alam semesta ini.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

6 Lenn E. Goodman, Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam terj Tim Mizan (Bandung :Mizan Media Utama, 2003) , h. 390.

Page 17: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

5

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis ingin menarik pertanyaan-

pertanyaan dasar seputar keterkaitan antara pengetahuan manusia yang berasal

dari akal manusia tanpa bantuan dari agama, melainkan melalui panca indera dan

percobaan, dan perenungan. Dimanakah titik temu antara kebenaran yang

dilakukan oleh akal (falsafat) dengan kebenaran yang diperoleh melalui wahyu

(agama). Agar mendapatkan hasil yang sistematis serta tidak melebar

pembahasannya, dan tentunya menjadikan sebuah temuan baru dalam menambah

wawasan tentang pemikiran Ibn Thufayl, penulis merumuskan poin utama dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan akal dalam memperoleh pengetahuan menurut Ibn

Thufayl?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis memilki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep akal menurut Ibn Thufayl sebagai salah satu

jalan untuk memperoleh kebenaran.

2. Untuk mendapat gelar Strata 1 (Sarjana Agama / S. Ag) di jurusan Aqidah

dan Falsafat Islam di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumbangan pemikiran di bidang Falsafat Islam dalam

menjelaskan salah satu konsep kebenaran.

2. Senantiasa merefleksi diri atau mengaktualisasikan konsep kebenaran ke

ranah aksi, demi tercapainya kematangan berpikir kita.

Page 18: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

6

E. Tinjauan Pustaka

Pemikiran filosofis Ibn Thufayl sangat menarik untuk dikaji, sebagai salah

satu tokoh falsafat Islam yang terkenal dari Granada, Spanyol. Tokoh yang sangat

berpengaruh di dunia Islam dan memberikan sumbangsih yang banyak dalam ilmu

pengetahuan dan kedokteran. Pembahasan yang secara eksplisit menulis dalam

bahasa Indonesia tentang salah satu karya monumental dari tokoh İbn Thufayl

adalah Nurhidayah dengan Judul yang sama “Ḥayy Bin Yaqzhān/Manusia dalam

Asuhan Rusa”. Sebuah kisah yang menggambarkan perjalanan pengetahuan

seorang anak manusia yang hidup sebatang kara bernama Ḥayy bin Yaqzhān.

Dengan anugerah kekuatan jiwanya, ia memperoleh pengetahuan. Dari

pengetahuan yang ia dapatkan melalui panca indra dan percobaan, pengetahuan

yang merupakan hasil atau penarikan kesimpulan atas percobaan yang ia lakukan

atau pengetahuan yang diberikan alam penciptaan dan perusakan alam semesta

sehingga sampai ke titik pengetahuan tertinggi tentang teosofi ilahiyat7

Pembahasan lain yang pernah menyinggung pemikiran İbn Thufayl adalah

penelitan yang dilakukan oleh Ramlan Adi Kusumo dengan judul “Titik Temu

antara Falsafat dan Agama Menurut İbn Thufail”. Penelitian ini hanya

mendeskripsikan tentang pemikiran İbn Thufayl dalam menjelaskan sinkretisme

antara filsafat dan agama, bahwa filsafat dan agama mempunyai tujuan yang sama

yakni mencari kebenaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa apa yang diperintahkan

syari’at Islam dan yang diketahui akal yang sehat adalah berupa kebenaran,

7 Ibn Tufail, Hayy ibn Yaqdzon/Manusia dalam Asuhan Rusa, terj Nurhidayah(Yogyakarta : Navila 2010).

Page 19: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

7

kebaikan dan keindahan. Keduanya dapat bertemu dalam suatu titik yang tidak

diperselisihkan lagi.8

Lalu dalam pembahasan lain yang juga membahas tentang pemikiran Ibn

Thufayl adalah penelitian yang dilakukan oleh Achmad Sapei yang berjudul

“Akal dan Wahyu dalam Pandangan İbn Thufayl” peneletian ini menjelaskan

bahwa adanya harmonisasi antara kebenaran yang didapat dengan akal dengan

kebenaran dengan kebenaran wahyu dalam mencapai pengetahuan tentang Tuhan9

Sementara dalam buku Syekh Nadim al-Jisr dengan judul “Kisah mencari

Tuhan” menjelaskan beberapa pemikiran filosof muslim di antaranya adalah Ibn

Tufayl tentang kisah Ḥayy bin Yaqzhān, dalam bukunya diterangkan bahwa

pikiran-pikiran tentang ma’rifah, wujud, iman kepada Tuhan dan keutamaan,

nampak jelas dalam kisah Ḥayy bin Yaqzhān, bagaimana akal secara berangsur

menelaah tentang suatu fenomena yang kemudian menghasilkan kesimpulan

sampai kepada pengetahuan yang tertinggi yaitu tentang Tuhan.10

F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan metode

penenilitian kepustakaan (library research methods). Dalam hal ini bahan-bahan

pustaka diperlukan sebagai sumber ide untuk menggali (ekplorasi) pemikiran atau

gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan penarikan kesimpulan dari

pernyataan yang umum ke pernyataan yang khusus (deduksi) dari pengetahuan

8 Ramlan Adi Kusumo, “Titik Temu antara Filsafat dan Agama Menurut Ibnu Thufail”,diseminarkan pada tanggal 14 Juni 2000 untuk meraih gelar S1, di Fakultas Ushuluddin, UINSUSKA Riau, Pekanbaru.

9 Achmad Sapei, “Akal dan Wahyu dalam Pandangan Ibn Thufayl” Skripsi jurusanAqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. tahun 2010.

10 Syekh Nadim al-Jisr, Kisah Mencari Tuhan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 79.

Page 20: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

8

yang sudah ada, sehingga kerangka teori baru dapat dikembangkan, atau sebagai

dasar untuk pemecahan masalah (problem solving).

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sumber premier dari

karya Abū Bakr Muḥammad İbn Abd al-Mālik İbn Thufayl yang berjudul “Ḥayy

bin Yaqzhān” yang diterjemahkan pada tahun 2010 oleh Nurhidayah. Serta

tulisan karya Lenn E. Goodman dalam buku “Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam”

bagian III (para filosof islam di wilayah barat islam), serta buku buku sekunder

lainnya.

Di samping itu, penulis juga menggunakan pendekatan deskriptif analisis.

Dalam buku Suharismi Arikunto dalam buku “Memahami Metode-metode

Penelitian” bahwa penelitian deskriptif ini dilakukan untuk tujuan

mendeskripsikan adanya suatu variable, gejala atau keadaan, bukan untuk menguji

hipotesis.11 Dalam hal ini penulis mencari berbagai literatur kemudian

menganalisanya.

11 Andi prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2011), h. 204.

Page 21: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

9

BAB II

BIOGRAFI IBN THUFAYL

A. Karir

Nama lengkapnya adalah Abū Bakr Muḥammad İbn Abd al-Mālik İbn

Thufayl ia memiliki gelar al-Andalusĩ dan al-Qurthubī.1 Lahir di Wadi Asy

(Cadiz), timur laut Granada pada Abad ke-6 H/ke-12 M. Pada masa itu Wadi

Asy merupakan daerah bagian dari Andalusia yang kini disebut Spanyol.2

Tidak banyak tulisan yang mengungkap masa kecil Ibn Thufayl dan

remajanya, termasuk perjalanan intelektualnya. Beberapa sumber menyebutkan

bahwa Ibn Thufayl berguru kepada pendahulunya Ibn Bājjah. Akan tetapi

informasi ini masih perlu diteliti lebih lanjut. Sebab seperti pernyataanya sendiri

di dalam pendahuluan risalahnya, bahwa Ibn Thufayl tidak pernah bertemu

dengan Ibn Bājjah secara langsung, meski ia sangat mengagumi Ibn Bājjah.3

Ibn Thufayl hidup dalam masa pergolakan politik yang luar biasa di antara

dua dinasti besar Islam. Pada tahun 1086 – 1248 M. terdapat dua dinasti besar

Islam yakni dinasti Murabbiṭūn (1086 – 1143 M.) dan dinasti Muwaḥḥidūn (1146

– 1253 M.) Dinasti-dinasti ini berasal dari Afrika Utara dan melakukan ekspansi

kekuasaan ke Andalusia atas undangan raja-raja Islam untuk membantu melawan

serangan Katolik Barat. Usaha tersebut mencapai keberhasilan sehingga dalam

1 Gelar (kunyah) Ibn Thufayl, menurut catatan beberapa buku biografi, bukan hanya al-Andalusī dan al-Qurthubī saja. Akan tetapi Ibn Thufayl juga diberi gelar atau julukan al-Ishabilī(dari Sevilla) dan al-Qaysī. Pemberian gelar al-Qays ini terkait dengan nasb Ibn Thufayl yangberakar kepada kabilah al-Qays, salah satu kabilah Arab yang ternama dan mempunyai kedudukantinggi di Andalusia.

2 M.M. Syarif M.A., Para Filosof Muslim. Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan1998), h. 30.

3 Ibn Thufayl hayy Ibn Yaqdzhan, h. 112.

Page 22: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

10

beberapa dekade terakhir Islam masih bisa bertahan di Spanyol. Namun pada

akhirnya kaum Katolik Barat dengan pasukannya yang besar dan kuat dapat

menghancurkan dinasti tersebut dan memaksanya kembali lagi ke Afrika Utara.4

Di Andalusia sedikit demi sedikit Islam kehilangan daerah kekuasaanya.

Mula-mula daerah Toledo yang direbut oleh Kristen pada tahun 1085 M.

Kemudian menyusul daerah Cordova yang dirampas oleh raja Alfonso VII dari

Castillia, selanjutnya Islam terus kehilangan kekuatan dengan direbutnya kota

Sevilla, Malaga, dan Granada.5

Pada saat itu, umat Islam Spanyol berada pada zaman Islam ortodoks.

Kehidupan sosial politik di Spanyol didasarkan pada keutuhan dogma-dogma

agama yang kaku. Para ulama pada saat itu berpegang kepada para fukaha dan

ahli Ḥadīts serta kriteria anti-falsafat, mereka berupaya menekan semua usaha

inovasi dengan cara intoleransi yang keras. Negara bekerjasama dengan kebijakan

ulama ortodoks ini dalam otoritas moral dan dan tingkat penindasannya. Semau

usaha rasionalisasi terhadap dogma agama bahkan usaha untuk menegaskan

kebenaran di hukum berupa bid’ah. Sikap intoleransi yang diberlakukan

pemerintah pada saat itu pun pada gilirannya mencapai tahap yang ekstrim.

Hukuman penjara dan hukuman mati merupakan hukuman biasa yang diterapkan

kepada para pembid’ah, seseorang bahkan dinyatakan kafir cukup dinilai dari

kata-katanya, sehingga pantas mendapatkan hukuman. Hukum seperti itu tidak

hanya ada di tataran teori, namun juga terdokumentasikan dalam catatan-catatan

4 Moh. Nurhakim, Sejarah dan peradaban Islam. (Malang: Universitas MuhammadiyahMalang, 2003).

5 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik;Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam(Jakarta: Kencana, 2003), h. 223.

Page 23: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

11

legal pemerintahan, sehingga bukti terhadap pelanggaran-pelanggaran terhadap

hukum tersebut pasti dituduh dan ditindak tanpa ampun.6

Rejim intoleransi dan ancaman tuduhan yang diembuskan pemerintah

menghalangi setiap usaha pemikiran bebas, atau di luar agama, sebagai

sumbernya. Setiap orang secara eksklusif dipaksa harus taat pada rumusan fiqh,

syariʻah dan dogma milik ulama resmi pemerintah. Sains matematika dan

astronomi dilemahkan, dihalangi oleh ortodoksi berkedok syariʻah dan ibadah.7

Matematika diterima hanya untuk penghitungan empiris dan kasus-kasus penting

saja, seperti pada aturan pembagian hak waris. Astronomi dibolehkan sejauh

observasi dan syarʻah membutuhkannya untuk menetapkan penghitungan

kalender Muslim, yang pada gilirannya, untuk terus memfasilitasi usaha

memertahankan ibadah-ibadah dan ajaran-ajaran agama.

Pada saat yang sama, para pemikir independen bermunculan di Cordova

kecintaan tinggi pada metode falsafat, salah satunya adalah Abd al-Aʻlā, ia

menolak kriteria muhaditsūn. Ia adalah orang yang memperthankan free will

(kehendak-bebas, bebas-berkehendak) sebagai lawan dari fatalisme8 milik kaum

ortodoks Spanyol. Selain itu, Faraj Ibn Sālim adalah seorang dokter dari Cordova

yang sempat lari dari Spanyol dan berkelana ke Iraq untuk menimba ilmu

6 Abū Jaʻfar Mughīts al-Toledanī, Kitāb al-Watsāʼiq al-Mustaʻmalah, manuskrip XLIV,koleksi Gayangos, h. 96.

7 Tuduhan untuk para pendosa dan tak beriman dalam agama merupakan ajaran wajibbagi setiap orang. Bahkan orang taat sederhana yang bukan bagian dari otoritas pun wajib dituduh.Oleh karenanya, hukum Islam di Spanyol pada saat itu merupakan institusi mapan yang berfungsisecara konstan, dan berada di bawah pengadilan pemerintah, tetapi independen dalam investigasidan tuduhan. Lihat Miguel Asỉ Palacios, The Mystical Philosophy of Ibn Masarra and HisFollowers, terj Nanang Tahqiq, (Ciputat: Hipius, 2017),h. 25.

8 Fatalisme adalah sebuah pandangan bahwa kehidupan manusia sudah ditentukan olehkehendak Allah. Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996),h. 230.

Page 24: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

12

pengetahuan. Ia bertemu dengan seorang guru bernama al-Jāḥiẓ,9 ia adalah salah

satu murid al-Naẓẓām, salah satu pendiri cabang Muʻtazilisme. Al-Jāḥiẓ adalah

orang yang corak pemikirannya terinspirasi aliran pemikiran rasionalistik yang ia

petik dari para failasuf naturalis Yunani. Tulisan-tulisan al-Jāḥiẓ mencakup

banyak ragam kitab, ditambah gaya tulisannya yang jelas, lugas, dan brilian, serta

tuturnya halus dan lembut dapat dengan mudah menumbuhkan rasa keingintahuan

bagi para pembaca Spanyol saat ia kembali negeri itu. Kendatipun kaum ortodoks

Spanyol tidak terlalu senang pada tawaran pemikiran yang di bawa Faraj Ibn

Sālim dengan gaya Muʻtazilah ini, mereka masih bisa berkompromi, sehingga

ilmu-ilmu rasionalis di Spanyol bisa bertahan sampai generasi selanjutnya, dengan

sembunyi-sembunyi dan masih terjadi kasus-kasus pembungkangan terhadap

karya-karya pemikiran yang mereka anggap membahayakan.10

Ibn Thufayl dididik dalam bidang kedokteran, astronomi, dan filsafat,

namun tidak diketahui dengan pasti kepada siapa dia berguru dalam memperoleh

pengetahuan tersebut. Dalam pembuka kisah Ḥayy İbn Yaqzhān yang ditulisnya

ia mengatakan tidak pernah bertemu dengan Ibn Bājjah.11

Namun, pada beberapa catatan yang penulis telusuri menyebutkan bahwa

Ibn Thufayl adalah penerus dari tokoh Ibn Bājjah (Avempace, lahir abad ke-5 H /

ke-11 M.) berdasarkan tempat ia hidup, yaitu di Andalusia (Spanyol), serta

9 Pentingnya pengaruh dari pemikiran Muʻtazili ini, adalah asal-muasal dari pemikiranindependennya dalam pemikiran Muslim Spanyol, serta menjadikan perlawanan terhadap doktrindogma-dogma agama yang pada saat itu begitu menguasai seluruh tatanan kehidupan sosial-masyarakat.

10 Miguel Asỉ Palacios, The Mystical Philosophy of Ibn Masarra and His Followers, terjNanang Tahqiq, (Ciputat: Hipius, 2017),h. 23.

11 Amroeni Drajat. Filsafat Islam, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 77.

Page 25: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

13

kekagumann dia terhadap ilmu-ilmu metafisika, matematika, menjadikan Ibn

Thufayl adalah pendukung terbaik Ibn Bājjah.12

Ibn Thufayl tidak banyak meninggalkan karya bukan karena tidak banyak

menulis, tapi banyak dari karya-karyanya yang dibakar karena para ulama pada

waktu itu menganggap falsafat itu sesat. Kisahnya sama seperti muridnya Ibn

Rusyd, di mana karya karya Ibn Rusyd juga dibakar, namun Ibn Rusyd lebih

beruntung, karena banyak dari karya-karyanya yang diselamatkan oleh para

sarjana Yahudi pada masa itu yang kemudian disebut sebagai gerakan

Averroesme Yahudi.13

Adapun karir Ibn Thufayl, sebagai seorang dokter prestasinya

mengesankan sehingga dipercaya oleh banyak kalangan, sampai pada puncaknya

ia dipercaya sebagai dokter istana di Granada. Setelah sukses sebagai dokter

istana Khalifah pada saat itu mempercayakan posisi sekretaris pribadi kepada Ibn

Thufayl (549/1154 M.), kemudian tugasnya dipindahkan ke wilayah Cetua dan

Tangier (Maroko). Gubernur itu adalah putra Abū al-Mu’min seorang pendiri

daulah Muwaḥḥidūn yang berpusat di Marakesy (Maroko) lalu Ibn Thufayl

diangkat sebagai hakim sekaligus dokter pribadi untuk keluarga istana. Kemudian,

Ibn Thufayl mengabdi sebagai dokter istana pada Khalifah Abū Yaʻqūb Yūsuf

(tahun 1163 – 1184 M.). Pada pertemuan ini, Khalifah begitu kagum dengan

kecakapan Ibn Thufayl, khalifah Abū Yaʻqūb Yūsuf adalah orang yang gemar

terhadap ilmu pengetahuan, sehingga bisa sering bersama Ibn Thufayl

12 Ahmad Hanafi, MA, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1991), h. 54.13 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, ( Jakarta : Gaya Media Pratama, 2013), h. 126.

Page 26: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

14

menghabiskan waktu berjam-jam bahkan berhari-hari untuk berbincang ilmu

pengetahuan.14

Pada saat Ibn Thufayl menjabat sebagai menteri kebudayaan di masa

pemerintahan Abū Yaʻqūb Yūsuf, ia diizinkan mengundang banyak sarjana dan

orang terpelajar ke lingkungan istana, termasuk di dalmnya adalah Averroes (Ibn

Rusyd). Pada kesempatan itu, Ibn Thufayl memperkenalkan Ibn Rusyd kepada

yang mulia Abū Yaʻqūb Yūsuf (1169 M.), dari perkenalan itulah Abū Yaʻqūb

Yūsuf menyarankan Ibn Rusyd lewat Ibn Thufayl untuk mengulas karya-karya

Aristoteles.15

Kemudian ketika Ibn Thufayl pensiun dari jabatannya sebagai dokter

istana, posisinya digantikan oleh Ibn Rusyd (578 H / 1182 M.). Tetapi ia tetap

mendapat penghargaan dari Abū Yaʻqūb. Ibn Thufayl meninggal dunia di

Marakesy (Maroko) pada sekitar tahun 580 M/1184 H.16

Dari paparan di atas kita bisa menyaksikan kehidupan Ibn Thufayl dapat

dilihat sebagai sebuah kisah yang sukses. Dia banyak memberikan warna bagi

istana. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, astronomi, dan kedokteran ia

menarik perhatian banyak orang sehingga menjadikan inspirasi penting bagi ilmu

pengetahuan, serta jadi sumbangan berharga bagi dunia.

Sebagai seorang failasuf Muslim yang hidup pada tradisi Barat hidupnya

berada dalam masa penghujatan dari kaum Muslimin Eropa, dan juga perlawanan

14 M. Hadi Masruri, Ibn Thufayl: Jalan Pencerah Mencari Tuhan, (Yogyakarta. Lkis,2005), h. 22.

15 M. Hadi Masruri, Ibn Thufayl: Jalan Pencerah Mencari Tuhan, h. 23.16 Lenn E. Goodman, Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam terj Tim Mizan (Bandung :

Mizan Media Utama, 2003) h. 388.

Page 27: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

15

dari para Yahudi dan Katolik, serta mendapat penentangan dari kaum agamawan

karena falsafatnya dianggap sesat dan membahayakan.

Kondisi tersebut, membuat kalangan ilmuwan Barat semakin jauh dari

agama, menurut mereka agama harus dipisahkan dari kehidupan sosial dan ilmu

pengetahuan, karena agama mereka lihat sebagai penghambat kemajuan,

keimanan kepada Tuhan pun dipandang sebagai hal yang sia-sia, juga terhadap

mitos yang harus diatasi sehingga tidak ada penghambat yang potensial dalam

pengetahuan sains dan terciptanya sebuah peradaban keilmuan yang besar tanpa

adanya iming-iming ataupun rasa takut akan inkuisisi17 dari pihak Gereja18

B. Latar Belakang Pemikiran

Ibn Thufayl adalah seorang failasuf yang menggunakan kisah dan simbol-

simbol sebagai alat untuk menjelaskan buah pikirannya. Di antara karyanya yang

terkenal adalah kisah Ḥayy ibn Yaqzhān19 (Manusia dalam Asuhan Rusa). Sebuah

kisah yang menceritakan pikirannya mengenai perkembangan akal manusia.

17 Inkuisisi adalah istilah pengadilan gerejawi khusus yang menangkap, mengadili, danmenghukum orang-orang bidaah. Praktik ini meluas sejak zaman Paus Innocntius III (1160-1216),dilandaskan pada keyakinan bahwa bidaah harus dibasmi karena merupakan ancaman terhadaptatanan sosial. Pada Tahun 1479, dengan persetujuan Paus Sixtus IV, Ferdinand V dan Isabelamenegakan Inkuisisi Spanyol untuk menangkap orang-orang beriman dari lingkungan Yahudi danIslam yang murtad lagi, yang dikenal dengan nama kaum Marranos dan Moriskos. Orang-orangyang dinyatakan bersalah oleh para inkuisitor biasanya diserahkan kepada negara untuk dihukum.Pada tahun 1542 Paus Paulus III mendirikan Sanctum Officum (Lembaga Pengadilan Tinggi)sebagai lembaga terakhir yang mengurusi tuntutan naik banding dalam hal pengadilan bidaah.Lihat Gerald O’ Collins, dan Edward G. Farrugia, A Concise Dictionary of Theology, terj I.Suharyo (Yogyakarta:Kanisius, 1996), h. 118.

18 Nur Fitriyana, Inkuisisi Gereja Katolik Terhadap Umat Islamdi Spanyo, .(Jurnal IlmuAgama UIN Raden Fatah, 2017) V. 17.2: 213-230.

19 Ḥayy adalah sebuah simbol dari sesuatu yang tidak pernah mati. Ḥayy yang berartihidup mengandung arti bahwa akal manusia, merupakan sumber dari yang ada sekaligus sumberpengetahuan. Akal juga merupakan sumber kehidupan. Ibn Thufayl menjadikan Ḥayy sebagaianak dari Yaqzhān. Yaqzhān yang berarti sadar adalah personifikasi dari Tuhan, Dzat yang tidakpernah lalai dan lengah, sehingga Ḥayy ibn Yaqzhān merupakan perwujudan dari akal yangsenantiasa berpikir, mengamati, dan meneliti guna mendapatkan kebenaran sejati. Lihat asy-Syaikh Kāmil Muḥammad Muḥammad ʻUwaidhah, Ibn Thufayl Failasūf al-Islām fi al-ʻUshūr al-Wusthā, (Bairut: Dār al-Kutub al-ʻIlmiyyah, 1993), h. 46.

Page 28: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

16

Secara rinci ia menjelaskan bagaimana perkembangan akal manusia dari mulai

bayi yang tabula rasa (tanpa memiliki pengetahuan) sampai pada pengetahuan

tertinggi yaitu persaksian (musyahadah) terhadap Tuhan YMA. Ibn Thufayl

menggunakan kisah dan simbol-simbol dalam menuliskan karyanya bukan tanpa

alasan, hal ini dapat dipahami dari apa yang diungkapkannya pada Muqaddimah

dalam karya Ḥayy ibn Yaqzhān.20

Melalui kisah Ḥayy ibn Yaqzhān ini, Ibn Thufayl sebenarnya ingin

menunjukan kepada kita bahwa cara dan jalan untuk menuju hakikat kebenaran

tidaklah tunggal, akan tetapi banyak dan beragam. Ini berarti bahwa setiap orang

bisa mencapai kebenaran dengan cara dan jalannya sendiri. Selain itu, dalam kisah

Ḥayy ibn Yaqzhān juga mengindikasikan bahwa kebenaran tidak selalu bersumber

dari wahyu (agama), melainkan bisa juga diperoleh dari hasil pemikiran dan

perenungan manusia terhadap fenomena-fenomena alam yang ada di

sekelilingnya.

Dalam kisah tersebut, Ḥayy merupakan personifikasi dari perjalanan akal

manusia dan sekaligus menjadi tokoh sentral didalamnya. Dengan kekuatan akal

murni yang dimiliki seorang anak laki-laki yang hidup terasing tanpa asuhan ibu

kandung seperti layaknya kita dengan ibu kita, ia mampu menemukan kebenaran

Tuhan, yakni kebenaran yang oleh Ibn Thufayl disebut sebagai pengetahuan

tentang eksistensi. Pengetahuan ini dicapai melalui penalaran rasional, dengan

melewati tahapan dari pengetahuan fisika menuju pengetahuan metafisika.

20 Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam: Pengantar Falsafat PengetahuanIslam, (Jakarta: UI Press, 2006), h. 61.

Page 29: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

17

Begitu kuatnya posisi akal dalam pemikiran falsafat Ibn Thufayl membuat

banyak orang berasumsi bahwa ia adalah seorang failasuf rasional yang

mengembangkan tradisi falsafat Peripatetik.21 Akan tetapi asumsi dan penilaian

itu perlu dikaji ulang. Dalam kenyataanya, Ibn Thufayl bukanlah seorang yang

rasionalis murni, yang didalam mencapai kebenaran hanya mengandalkan akal

semata, justru ia adalah seorang failasuf-iluminis.22 Dalam karyanya Ibn Thufayl

justru ia ingin memadukan antara dua model pemikiran yang berbeda, yakni

pemikiran falsafat yang mendasarkan pengetahuannya pada kekuatan rasio saja

dengan model pemikiran tasawuf yang lebih mendasarkan pengetahuannya pada

hasil olah spiritual. Dengan cara demikian, seseorang akan mampu mencapai

penglihatan batin dalam tingkatan ekstase23 total yang pada akhirnya akan sampai

kepada kebenaran sejati.

21 ‘Peripatetik’ adalah nama yang di terapkan kepada pengikut Aristoteles dalam aliranfalsafat. Mengenai penamaan parepatetik, ada dua asal-usul penamaan untuk pengikut Aristotelesini, yang pertama adalah hal yang paling umum diketahui yakni merujuk pada kebiasaanAristoteles yang suka berjalan-jalan/ berkeliling ketika sedang mengajar, jadi penamaan mengacupada metode mengajar Aristoteles kepada para pengikutnya.Kedua, bertolak dari kebiasaanAristoteles berjalan-jalan (metode mengajarnya), penamaan ini sama sekali tak ada hubungannyadengan kebiasaan Aristoteles yang suka berjalan-jalan ketika mengajar filsafat akan tetapipenamaan ini merujuk pada sebuah tempat yang digunakan mengajar oleh Aristoteles yaitu sebuahruangan yang ada digedung olah raga athena yang dalam tradisi yunani merupakan tempatbernaung/ruangan yang biasa disebut paripatos, seperti yang telah ditulis diatas sebagai salahsatu pengertian etimologisnya. Lihat Routledge, Encyclopedia of Philosophy, London and NewYork: Routledge (1998), h. 6421.

22 Istilah Iluminasi adalah kata dari serapan bahasa Inggris Illumination yang berartipenerangan dan atau cahaya, Falsafat ini berkenaan dengan cahaya, atau pencerahan langsung dariTuhan ke dalam diri Manusia. Tokoh Failasuf Muslim yang populer dengan falsafat iluminasiadalah Syihāb Al-Dīn Suhrawardī. Lihat Lenn E. Goodman, Ensiklopedia Tematis Filsafat Islamterj Tim Mizan (Bandung : Mizan Media Utama, 2003) h. 548.

23 Ekstase merupakan pandangan dan penglihatan oleh hati. Istilah dalam tasawuf disebutjuga (wajd) , dimana seorang salik (penempuh jalan spiritual) telah sampai pada hakikat, puncakdari hakikat itu adalah melihat Tuhan atau merasakan kehadiran Tuhan didalam hatinya. MenurutAbu Bakr al-Kalabazi Ekstase adalah suatu perasaan yang merasuki hati, entah itu berupa rasatakut, rasa sedih, atau bayangan kehidupan yang akan datang atau pengungkapan keadaan antaramanusia dengan Tuhan. Sedangkan menurut Abu Said al-Aʼrabi seorang sufi yang pernah menulis

Page 30: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

18

Kisah yang ditojolkan dalam Ḥayy ibn Yaqzhān, seperti konsep manusia

dalam dambaan Aristoteles, yakni mempunyai hasrat bawaan untuk mengetahui.

Seorang anak yang dirawat oleh binatang, belajar dan bergantung segala sesuatu

kepadanya dan percaya kepada pengasuhnya. Kemauan dan kesungguhannya

menjadi pokok dalam pembicaraan tentang perkembangan psikologis Stoik

tentang konsep kesadaran moral. “Tidak ada cara lain yang lebih baik selain

penyesuaian diri kepada alam”.24 Masa kanak-kanak Ḥayy dilalui dengan belajar

tentang rasa malu, cemburu, meniru dan iri. Pada usia remaja Ḥayy sudah

mencapai pada usia penalaran praktis, mulai membuat pakaian untuk melindingi

tubuhnya dan senjata untuk berburu dan berkelahi dengan binatang. Ketika ibu

angkatnya sakit karena usia, ia belajar merawat dan berusaha menemukan sisi

aktif cinta, karna yang ada pada masa kanak-kanak hanyalah merupakan

ketergantungan pasif kepada yang ibu angkatnya. Ketika ibu angkatnya tidak lagi

bernafas dan bergerak (mati) ia coba menghidupkannya kembali, tetapi kemudian

usaha itu gagal dan kehidupan bagi ibu angkatnya telah pergi. Dan bahwa yang

ada didepan matanya hanya jasad yang tertinggal dan akan membusuk tanpa

adanya kuasa dirinya untuk mengatur dan beraktivitas lagi.

Ketika Ḥayy menemukan api dan menggunakannya untuk menerangi dan

memasak, ia berusaha mengaitkan sifat api dengan prinsip hidup ibu angkatnya

yang telah mati. Pada mulanya dia mengamati tubuh ibu angkatnya selalu hangat.

buku “al-Wajd” menjelaskan bahwa wajd adalah sesuatu yang terjadi saat mengingat sesuatu yangmenggelisahkan, atau rasa takut yang mencemaskan atau dikecam atas suatu kesalahan ataupembicaraan secara lemah lembut atau isyarat pada sesuatu yang bermanfaat atau merindukanpada sesuatu yang gaib atau kecewa atas sesuatu yang telah hilang atau menyesali apa yang telahlewat atau tertarik pada suatu kondisi spiritual atau mengajak pada kewajiban atau munajat denganrahasia hati, lihat Sudirman Tebba¸ Merengkuh Makrifat Menuju Ekstase Spiritual, (Jakarta:Amabel Mulia Asa, 2006), h. 131.

24 Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, (Jakarta: Kanisius, 1996), h. 57.

Page 31: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

19

Bahkan ketika Ḥayy kecil tubuh ibu angkatnya dijadikan tempat berlindung ketika

cuaca dingin. Namun, kini ia temukan kehangatan tubuh itu hilang. Pada saat itu

ia merenung dan berpikir, seperti layaknya tubuh ibu angkatnya api pun

dirasakannya Ḥayy begitu hangat, lalu ia mengira itulah yang hilang dari tubuh

ibu angkatnya, sehingga membuat Ḥayy tergila-gila kepada api dan siap untuk

menyembahnya. Ia lalu membedah tubuh ibu angkatnya dan menguak bagaimana

cara kerja anatomi tubuh dan fisiologisnya, tetapi kemudian ia lebih tertarik

minatnya ke hal-hal yang bersifat spiritual. Dari penyelidikannya secara cermat

diketahui bahwa penyebab kematian ibu angkatnya karena tidak berfungsinya

jantung sehingga roh yang ada didalam tubuh keluar. Karena itu kematian pada

dasarnya terjadi karena berpisahnya jiwa dengan tubuh. Dia meneruskan

perhatiannya dengan mempelajari jenis tumbuh-tumbuhan, berbagai ragam

binatang, serta menirukan suara-suara alam yang ada disekitarnya. Pada usia

dewasa awal, ia mulai berpikir serius tentang metafisika, ia memperhatikan

fenomena-fenomena angkasa dan keanekaragaman bentuk. Dalam

keanekaragaman tersebut Ḥayy menemukan bentuk organik dan kesatuan kosmos,

akhirnya ia berpendapat bahwa dibalik keanekaragaman itu terdapat asal yang

satu, punya kekuatan tersembunyi, suci tetapi tidak dapat dilihat. Inilah yang

disebutnya penyebab pertama atau pencipta alam semesta ini.25

Dari uraian di atas dapat dilihat bagaimana kecerdasan Ibn Thufayl dalam

menyajikan buah pikirannya melalui metafor-metafor dan simbol-simbul yang

sangat indah dan berharga. Bagaimana penjabaran dia tentang akal manusia di

analogikan dengan kelahiran seorang anak manusia dalam asuhan Rusa, tinggal

25 Ibn Tufayl, Hayy ibn Yaqdzon/Manusia dalam Asuhan Rusa, terj Nurhidayah(Yogyakarta : Navila 2010), h. 5.

Page 32: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

20

dan tumbuh besar di dalam hutan, dan mempelajari segala sesuatu dengan

autodidak, tanpa tuntunan guru ataupun kitab-kitab sebagai alat untuk

memperoleh ilmu pengetahuan. Bahkan dalam akhir kisahnya pengetahuan yang

diperoleh autodidak pun tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran kebenaran yang

diperoleh melalui doktrin-doktrin kebenaran agama. Selagi dia mempertahankan

kesucian pikiran dan hatinya, ia juga bisa sampai kepada pengetahuan tertinggi

tentang musyahadah (persaksian), sebagaimana dilukiskan dalam al-Qur’ān surat

al-Anfāl ayat 18.

اد رمیت ولكن هللا رمى ولیبلى الموءمنین

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akantetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketikakamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untukmembinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orangmukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengarlagi Maha Mengetahui.”

Di dalam ayat ini Allah memberi tahu Nabi-Nya tentang dimensi-dimensi

peperangan yang tak kasat mata.

Dalam kisah Ḥayy, Ibn Thufayl mengisyaratkan dua jalan dasar

pengetahuan. Falsafat dan agama tidak bertentangan, akal dan wahyu tidak

bertentangan, mencapai pengetahuan Tuhan tidak hanya bisa diketahui melalui

wahyu (agama) tetapi juga dapat diketahui melalui penalaran akal, serta

perenungan (kontemplasi).

Page 33: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

21

Agama penuh dengan perbandingan, persamaan dan persepsi-persepsi

antropomorfis,26 sehingga mudah dipahami oleh banyak orang. Falsafat

merupakan bagian dari kebenaran esotoris,27 yang menafsirkan lambang-lambang

agama agar mendapatkan pengertian yang hakiki.

Dalam roman Ibn Thufayl dikisahkan Ḥayy bertemu dengan Absal yang

merupakan representasi dari pengetahuan melalui perenungan (tasawuf). Absal

adalah manusia biasa yang datang dari pulau sebrang, ia pergi ke hutan (tempat

Ḥayy tinggal) untuk beruzlah (menyepi). Mereka bertemu dan akhirnya berteman,

Absal mengajari Ḥayy berbahasa, membaca, dan menulis agar keduanya dapat

saling berkomunikasi dan menceritakan kehidupan dan pengalamannya masing-

masing. Ḥayy bercerita tentang bagaimana ia sampai pada pengetahuan melalui

jalan indra, pengalaman, dan daya akal, serta bagaimana ia sampai pada hakikat

tentang sebab (al-ʻillah) kejadian alam jiwa, beserta spiritualitas, dan

keabadiannya, dimana hal itu ternyata sejalan dengan apa yang terkandung di

dalam syari’at.

Corak pemikiran falsafat iluminasi Ibn Thufayl adalah hasil dari

pembacaan dan interaksinya dengan tradisi falsafat yang ada pada masa itu, Ibn

Thufayl bahkan secara eksplisit menyatakan bahwa pemikiran iluminasinya

adalah sebagai penjelasan atas rahasia-rahasia yang terkandung di dalam falsafat

26 Inggris:anthropomorphism; dari Yunani anthropos (manusia) dan morphe (bentuk),adalah gambaran tentang Tuhan, dewa/dewi, atau kekuatan-kekuatan alam sebagai memilikibentuk dan ciri-ciri manusiawi. Allah atau para dewata dipahami dalam bentuk manusia. LihatLorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta:Gramedia, 1996), h. 231.

27 Esoteris berasal dari bahasa Yunani esōteros lalu menjadi esōterikos, kata dasarnyaadalah esō, yang berarti di dalam atau sesuatu hal yang bersifat batin bahkah mistik. Lihat MediaZainul Bahri, Satu Tuhan Banyak Agama, (Jakarta: Mizan Publika, 2011), h. 16.

Page 34: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

22

Ibn Sīnā. Oleh karena itu, pemikiran Ibn Sīnā sedikit banyak juga mempengaruhi

struktur pemikiran falsafat Ibn Thufayl.28

Bahkan kisah Ḥayy ibn Yaqzhān karya Ibn Thufayl bukanlah karya

pertama. Ibn Sīnā telah lebih dulu menulis dengan judul yang sama, simbol yang

sama serta menggunakan nama-nama yang sama Ḥayy ibn Yaqzhān karya Ibn

Sīnā menegaskan kekuatan akal dan keutamaanya dari segala yang dimiliki

manusia, termasuk naluri dan instingnya. Selain itu, Ibn Sīnā dalam karyanya

ingin menjelaskan bagaimana keterkaitan akal bawah dengan akal atas melalui

akal sepuluh yang merupakan sebab aktif dari segala yang ada yakni Tuhan.

Sedangkan kisah Ḥayy ibn Yaqzhān karya Ibn Thufayl, meskipun bercerita

tentang akal, namun ia lebih merupakan penegasan bahwa manusia dengan

kekuatan akal yang dimilikinya, mampu mencapai pengetahuan sejati tentang

Tuhan dan juga tentang hakikat yang ada, yakni melalui pengamatan indrawi,

penalaran rasional, dan pengetahuan intuitif. Selain itu, Ibn Thufayl juga ingin

menegaskan bahwa jalan menuju pengetahuan sejati tidak hanya bisa dicapai

melalui rasi, akan tetapi juga bisa diperoleh melalui intuisi. Oleh karena itu,

tokoh Ḥayy ibn Yaqzhān di dalam risalah Ibn Sİnā merupakan personifikasi dari

akal, sedangkan di dalam kisah Ḥayy ibn Yaqzhān karya Ibn Thufayl

melambangkan sosok manusia yang senantiasa hidup dengan mengoptimalkan

akal dan intuisinya secara bersamaan.29

Namun, Ibn Thufayl memilik gaya sendiri dari para failasuf pendahulunya,

ketidakpuasan Ibn Thufayl terhadap jalan yang ditempuh oleh para sufi, seperti

28 M. Hadi Masruri, Ibn Thufayl; Jalan pencerah Menuju Tuhan, h. 13.29 M. Hadi Masruri, Ibn Thufayl; Jalan pencerah Menuju Tuhan, h. 46.

Page 35: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

23

yang ditempuh oleh al-Ghazali, ataupun gaya pemikiran rasionalis murni dari İbn

Bājjah, dalam kisah Ḥayy ibn Yaqzhān Ibn Thufayl berupaya menyelaraskan

pemikiran rasional perpatetik Aristoeles dengan pemikiran ilumninati Neo-

Platonisme.

Falsafat iluminasi adalah ajaran falsafat yang didasarkan pada penyinaran

(al-isyrâq) atau penyingkapan (al-kasyf) dan penglihatan batin (al-musyâhadah).

Hal tersebut terjadi melalui munculnya cahaya dari alam imateri yang menyinari

hati dan jiwa melalui tahapan-tahapan tertentu. Falsafat iluminati yang didalam

falsafat Ibn Sīnā dikenal dengan falsafat Timur bermula dari tradisi Persia kuno.30

Sedangkan falsafat Neo-Platonisme31 adalah pandangan falsafat yang

mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk menuju “Yang Esa” untuk

meraih kebahagiaan sejati yang bukan sensasi inderawi belaka melainkan

kesatuan dengan “The One” yang berkuasa atas alam semesta.32

Pemikiran Ibn Thufayl bukan hanya terletak pada metode sufi yang

mengesampingkan aspek rasionalitas, akan tetapi metode iluminasi juga penting

dan lebih valid dalam mencapai kebenaran sejati.33

C. Karya-Karya

30 Ziai, Hussein. Suhrawardi dan Filsafat Iluminasi, terj. Alif Muhammad dan Munir,(Bandung: Zaman, 1998.),h. 304.

31 Noe-Platonisme adalah hasil dari usaha rekontruksi modern tentang aliran falsafatmistik Plotinus, beberapa yang terpenting dari pemikran Neo-Platonisme adalah tentang Yang Esa(To hen) To hen teremanasikan dalam bentuk Nous, yang mana merupakan refleksi dari‘Yangsatu’, yang mana akhirnya akan terproyeksikan menjadi kenyataan fisik di sekitar kita. Di antaraNous, dan dunia inderawi, terdapat dunia jiwa, di mana seluruh jiwa kita bersemayam. Roh inidiproyeksikan ke dalam tubuh. Lhat Wibowo A. Setyo, Hidup Suskse Menurut Platon,(Yogyakarta: Kanisius,2010), h. 34.

32 Harun Wadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, 1,(Yogyakarta:Kanisius, 1980), h. 64.33 Ibn Thufail, Hayy Ibn Yaqzhan; Anak Alam Mencari Tuhan, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

1997), h. 42.

Page 36: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

24

Ibn Thufayl sebenarnya mempunyai beragam karya, baik dalam bidang

falsafat, maupun yang lainnya seperti fisika dan sastra astronomi, serta ilmu falak.

Dari sejumlah karya yang dinisbatkan kepadanya di antaranya : Risālah fī Asrār

al-Ḥikmah al-Masyriqiyyah (Ḥayy ibn Yaqzhān); Rasāʼil fī an-Nafs, fī Biqā al-

Masqūnah wa al-Ghayr al-Maskūmah. Selain itu Ibn Thufayl juga memiliki

beberapa buku tentang kedokteran, serta risalah yang berisi kumpulan surat-

menyurat yang ia lakukan dengan Ibn Rusyd dalam persoalan falsafat. Ibn Rusyd

menyatakan bahwa Ibn Thufayl mempunyai teori-teori yang cemerlang dalam

ilmu falak (astronomi) akan tetapi, semua karya Ibn Thufayl itu tidak ada yang

tersisa kecuali risalah Ḥayy ibn Yaqzhān.34

Ibn Thufayl terkenal sebagai failasuf Muslim yang gemar menuangkan

pemikiran kefalsafatannya melalui kisah-kisah yang ajaib dan penuh dengan nilai-

nilai kebenaran. Ia lahir dari keluarga suku Arab Bani Qays.35

Sebagai seorang dokter, failasuf, ahli matematika, ahli astronomi,

metafisika, penyair, dan lain sebagainya tentu Ibn Thufail memiliki banyak karya.

Sebagaimana kutipan yang dijelaskan Yoesoef Sou’yb dalam bukunya, Pemikiran

Islam Merobah Dunia:

“Ibn Thufayl konon banyak meninggalkan karya, Ibnu Khatimmenyebutkan bahwa Ibn Thufayl mengajarkan ketabiban di Granada danmenulis dua buah karya. Abdūl Wahīd al-Markashi mengatakan bahwa diasendiri menyaksikan dua buah karya Ibn Thufayl dalam bidang falsafatdan ilmu jiwa dan juga meninggalkan himpunan sajak yang berintikanfalsafat. Abī Isḥāq al-Batrūjī, seorang ahli astronomi terkenal mengatakan

34 M. Hadi Masruri, Jalan Pencerah Menuju Tuhan, h. 33.35 Yunasril Ali, Perkembangan Falsafi Dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),

Cet.1, h. 8.

Page 37: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

25

dalam bagian pertama karyanya, Ibn Thufayl bermaksud merombak teoriplatonomi (abad ke-2).”36

Kutipan di atas memberikan kejelasan bahwa Ibn Thufayl memiliki

banyak karya yang meliputi banyak bidang di samping juga surat kiriman Ibn

Thufayl kepada Ibn Rusyd, beberapa tema sempat ditulisnya, misalnya

kedokteran, astronomi, dan falsafat. Dari sekian buah karyanya, yang masih ada

sampai sekarang hanyalah sebuah karya saja yaitu roman falsafat yang berjudul

Risālah fī Asrār al-Ḥikmah al-Masyriqiyyah (Ḥayy ibn Yaqzhān); Rasāʼil fī an-

Nafs, fī Biqā al-Masqūnah wa al-Ghayr al-Maskūmah. Tentang Rahasia Falsafat

Timur, yang merupakan representasi pemikiran inti Ibn Thufayl dalam ranah

falsafat.

Kisah falsafat tersebut sangat berpengaruh pada zaman pertengahan. Hal

ini terbukti dengan banyaknya penerjemahan buku tersebut dalam berbagai

bahasa: bahasa Ibrani, Latin, Inggris, Belanda, Perancis, Spanyol, Jerman dan

Rusia. Pada zaman modern pun minat terhadap karya Ibn Thufayl itu tetap ada.

36 Yoesoef Sou’yb, Pemikiran Islam Merobah Dunia, (Jakarta: Maju, 1984), h. 245.

Page 38: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

26

BAB III

DEFINISI AKAL

A. Definisi Akal dalam Teologi

Secara bahasa atau etimologi, akal adalah kata yang berasal dari serapan

bahasa Arab yaitu ‘aqala yang artinya adalah mengikat dan menahan, makna akal

adalah potensi yang ada dalam diri manusia yang berfungsi sebagai penahan atau

pengikat agar mereka tidak terjerumus pada satu tindakan yang salah, yang bisa

menimbulkan hal yang buruk bagi dirinya.1 Apabila manusia bisa menahan

amarah serta menahan diri dari perbuatan buruk, maka dia senantiasa akan

mengambil sikap yang bijaksana dalam berbagai hal di dalam kehidupannya.2

Sedangkan menurut terminologi, akal adalah alat untuk berpikir,

memahami, memberikan dalil dalam berpendapat. Artinya dengan akal, manusia

bisa berpikir tentang segala sesuatu, memahami segala fenomena, dan

mempublikasikannya, yang kemudian melahirkan sebuah ilmu pengetahuan,

tamaddun, dan peradaban. Di sinilah yang membedakan manusia dengan makhluk

lain.3

Istilah akal juga bisa diterjemahkan kedalam “ra’y” (opini, penalaran

independen, atau unaided reason), nalar (rasio atau reason), dan akal budi

(intellect) yang mengandung makna intuisi atau hati.

1 Quraish Shihab, Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-batas Akal dalam Islam,(Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 88.

2 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 7.3 Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h. 132.

Page 39: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

27

Dalam kamus bahasa Arab kata ‘aqala berarti mengikat atau menahan.

Maka tali pengikat serban yang di pakai di Arab Saudi yang memiliki warna

beragam yakni hitam, dan terkadang emas, disebut ‘iqala’ dan menahan orang

dipenjara disebut iʻtaqala dan tempat tahanan disebut muʻtaqal.4

Dalam komunikasi atau lisan orang Arab, dijelaskan bahwa kata al-ʻaql

berarti menahan dan āqil ialah orang yang menahan diri dan mengekang hawa

nafsu. Banyak makna yang diartikan tentang ʻaqala. Sejatinya asli kata ʻaqala

ialah mengtikat dan menahan, dan orang āqil di zaman Jahiliyah dikenal dengan

Hamiyah atau darah yang panas, maksudnya ialah orang yang dapat menahan

amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi

kebijaksanaan dalam mengatasi persoalan.5

Islam menggambarkan akal sebagai pembimbing dari dalam. Prinsip-

prinsip agama tidak dapat diterima kalau bertentangan dengan penelitian rasional.

Dalam masalah-masalah sekunder (yang belum ada ketentuan hukum Islamnya),

akal telah diakui sebagai sumber ijtihad. Islam memandang akal sebagai sesuatu

yang baik, dan memandang tidak berakal sebagai buruk. Menurut hukum Islam,

gila atau mabuk, membatalkan wudhu, seperti kencing atau tidur. Islam

memerangi penggunaan setiap zat yang dapat menghilangkan kesadaran

(memabukkan), karena bertentangan dengan jalannya akal yang sehat. Akal

merupakan bagian integral dari agama.6

4 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab,(Jakarta: Serambi,1992), h. 25.5 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 6.6 Murthadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta, (Jakarta : PT. Lentera Basri Tama

2002), h. 195.

Page 40: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

28

Di dalam hukum Islam ada ketentuan untuk melindungi akal, maka Islam

juga menghormati kehendak, yang merupakan kekuatan untuk melaksanakan apa

yang diperintahkan akal. Itulah sebabnya Islam memandang haram semua

aktivitas yang menghalangi penggunaan kekuatan-kehendak.

Menurut konsepsi Islam, manusia bukan hanya sekedar “homo erectus-

berkaki dua” yang hanya dapat besuara(bicara) dan berkuku lebar. Dari sudut

pandang al-Qur’ān, manusia adalah ciptaan Tuhan yang misterius dan dalam

untuk didefinisikan secara sederhana. Al-Qur’ān di samping menyanjung, juga

memandang rendah manusia. Al-Qur’ān sangat memuji manusia, dan juga

memperoloknya. Al-Qur’ān menggambarkan manusia sebagai mahluk yang lebih

tinggi daripada langit, bumi dan para malaikat, dan sekaligus menyatakan bahwa

manusia bahkan lebih rendah daripada setan dan binatang sekaligus. Al-Qur’an

berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki cukup kekuatan

untuk mengendalikan dunia, namun manusia juga sering kali terpuruk.

Manusialah yang mengambil keputusan tentang dirinya sendiri dan yang

menentukan nasibnya sendiri.7

Di antara seluruh ciptaan, hanya manusialah yang memiliki kemampuan

paling tinggi untuk mendapatkan pengetahuan, sebagaimana dikatakan dalam QS.

al-Baqarah ayat 31-33 sebagai berikut:

ب أن ة فقال ئك ل م لى ٱل ع ھم ض ر لھا ثم ع ك اء م س م ٱأل اد لم ء ع و إن كنتم ء ال ؤ ھ اء م وني بأس

قین د كیم ق )٣١(.ص ح لیم ٱل ع ٱل إنك أنت تنا لم ا ع م م لنا إال ل ع ال نك ح ب م )٣٢(.الوا س ـاد ی ال ◌

ٱلس ب ی لم غ أع إني أقل لكم ألم قال ائھم م بأھم بأس ا أن فلم ائھم م ھم بأس بئ ت أن و لم م أع ض و ر ٱأل و

تمون تك ا كنتم م و دون ا تب )٣٣(م

7 Murthadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta, h. 214.

Page 41: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

29

Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat laluberfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamumemang benar” Mereka menjawab: “ Mahasuci Engkau, tidak ada yangkami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.Sesungguhnya Engkaulah yang maha Mengetahui lagi maha Bijaksana.”Allah berfirman: “Hai Adam, beritahulah mereka nama benda-benda ini.”Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama benda-benda itu,Allah berfirman “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwasesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahuiapa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. al-Baqarah: 31-33.

Oleh sebab itu, akal begitu penting posisinya dalam Islam, sehingga al-

Qur’ān banyak menggunakan derivasi dari kata ini secara berulang-ulang. Belum

lagi persamaan sinonim atau kata-kata yang terkait dengannya. Sedemikian

penting posisi akal sehingga dalam Ḥadīts dikatakan “Tidak ada agama bagi

orang yang tidak punya (menggunakan) akal”.

Akal dalam pengertian Islam, tidaklah dimaknai sebagai otak saja, tetapi

adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang sebagian

digambarkan dalam al-Qurʻān. Memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan

alam sekitarnya.

Dalam teologi, akal dipakai dalam makna kemampuan logisnya. Prosesnya

bersifat dialektis (jadalī) yaitu berkaitan kepada baik-buruk yang telah dispakati

lalu kemudian dijadikan sebuah silogisme-silogisme baru yang logis. Disamping

itu, akal juga mempunyai daya untuk membedakan antara kebaikan dan kejahatan.

Akal, dengan kata lain, terutama bagi kaum Muʼtazilah mempunyai funsi dan

Page 42: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

30

moral. Dalam pandangan Muʼtazilah akal adalah petunjuk jalan bagi manusia dan

yang membuat manusia menjadi pencipta perbuatannya.8

Dalam sejarah Islam, ada suatu aliran yang bahkan menjunjung tinggi

posisi akal, seperti Muʻtazilah dan Syiʻah, yang percaya bahwa akal nyaris bisa

mencapai kebenaran apapun, termasuk pengetahuan tentang Tuhan, baik buruk,

dan kewajiban melakukan hal baik serta menjauhi perbuatan yang buruk –

melewati Islam yang lain seperti Māturīdiyyah hingga kelompok tradisional

seperti Asyʻariyyah yang menempatkan akal bukan pada posisi tinggi dalam

penentuan tentang kebenaran.9

Dari paparan diatas, penulis dapat menyimpukan bahwa akal yang dimilki

manusia bahwa akal adalah karunia dari Tuhan yang hanya diberikan kepada

manusia, sebagai alat untuk berpikir dan mengatasi permasalahan-permasalahan

dalam kehidupan manusia, sementara agama juga menjunjung posisi akal sebagai

sesuatu yang bernilai, manusia yang berakal baik bisa menjadi makluk Allah yang

sangat mulia. Begitupun diahadapan manusia secara umum, manusia yang berakal

(berpikir) akan lebih di hargai karena ilmu yang diperolehnya melalui proses

berpikir dari pada mereka yang tidak menghargai akal yang Tuhan berikan

kepadanya.

B. Definisi Akal dalam Falsafat

Sementara dalam tulisan Charles Issawi, Failasuf Muslim yang berasal dari

Tunisia (1332 - 1406) Ibn Khaldūn, seorang ahli falsafat sejarah, bapak sosiologi

8 Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia(Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 205

9 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 34.

Page 43: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

31

dan sarjana ilmu-politik, menulis dalam karya utamanya Muqaddimah mengenai

akal, manusia dan binatang sebagai berikut:

“Kemudian ketahuilah, bahwa Allah membedakan manusia dari lain-lainhewan dengan kesanggupan berpikir, sumber dari segala kesempurnaan,dan puncak dari segala kemuliaan dan ketinggian di atas lain-lainmakhluk. Sebabnya ialah karena pengertian, yaitu kesadaran dalam diritentang yang terjadi di luar dirinya, hanyalah ada pada hewan saja, tidakterdapat pada lain-lain barang (yang makhluk). Sebab hewan menyadariakan apa yang ada di luar dirinya dengan perantaraan panca-indra(pengindraan, penglihatan pembauan, perasaan lidah dan penyentuhan)yang diberikan Allah kepadanya. Sekarang manusia memahami ini dengankekuatan memahami apa yang ada di luar dirinya dengan perantaraanpikirannya yang ada di balik panca-indranya. Pikiran bekerja denganperantaraan kekuatan yang ada di tengah-tengah otak yang memberikesanggupan kepadanya menangkap banyangan benda-benda yang bisaditerima oleh panca-indra dan kemudian mengembalikan benda-benda itudalam ingatannya sambil meringkasnya lagi bayangan-bayangan lain daribenda-benda itu. Refleksi terdiri dari penjamahan bayangan-bayangan ini(di balik perasaan) oleh akal, yang memecah atau menghimpun bayangan-bayangan itu (untuk membentuk bayangan-bayangan lain).”10

Memperhatikan kelebihan manusia jika dibandingkan dengan mahluk

yang lain, ada baiknya kita menoleh jauh ke belakang. Pada jaman sebelum

Masehi tepatnya pada sekitar tahun 384-322 sebelum Masehi, di Yunani telah

hidup seorang tokoh besar filsafat yakni Aristoteles. Secara rinci dia menjelaskan

definisi tentang siapa manusia. Menurut pandangan Aristoteles, manusia itu

adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang

berbicara berdasarkan akal-pikirannya (the animal that the reason).11

Dalam pengertian Aristoteles, pembagian jiwa dalam tiga kategori jiwa,

yaitu: jiwa tumbuh-tumbuhan, (berorientasi pada makanan), jiwa binatang

10 Charles Issawi, Filsafat Islam tentang Sejarah, salinan A. Mukti Ali (Jakarta, 1962), h.228.

11 Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat Dan Agama, (Surabaya : PT. Bina Ilmu,1975), h. 5.

Page 44: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

32

(berorientasi pada nafsu seksualitas), dan jiwa manusia (jiwa yang sempurna

kemanusiaannya). Ketiga jiwa itu terdapat dalam diri manusia, serta mempunyai

daya dan orientasi masing-masing.12

Dalam pandangan Ibn Sīnā, akal terbagi ke dalam dua bagian, pertama

jiwa tumbuh-tumbuhan dan jiwa binatang. Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai

tiga daya pertama daya makan, kedua daya tumbuh, dan ketiga daya membiak.

Jiwa binatang memiliki dua daya yaitu daya penggerak dan daya pencercap. Daya

penggerak bisa berbentuk nafsu serta amarah, dan bisa juga disebut gerak tempat.

Daya mencerap terbagi dua, pertama mencerap dari luar melalui panca indera

lahir, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan lain lai, yang

kedua daya mencerap dari dalam melalui panca indera batin, yaitu, pertama indera

bersama, bertempat di bagian depan dari otak dan berfungsi menerima kesan-

kesan yang diperoleh panca indera luar dan meneruskannya ke indera batin.

Kedua indera penggambar juga bertempat di bagian depan otak. Tugasnya ialah

melepaskan kesan-kesan yang diteruskan indera bersama dari materinya. Ketiga

indera pengreka, indera pengreka bertempat di bagian tengah dari otak, bertugas

mengatur gambar-gambar yang telah dilepaskan dari materi dengan memisah-

misah dan kemudian menghubungkannya satu dengan yang lain. Keempat indera

penganggap, juga bertempat di bagian tengah otak dan mempunyai fungsi

menangkap arti-arti yang ditangkap dari gambaran-gambaran itu. Kelima indera

12 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 7.

Page 45: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

33

pengingat, indera pengingat bertempat di bagian belakang dari otak dan bertugas

menyimpan arti-arti yang ditangkap oleh indera penganggap.13

Jika jiwa tumbuh-tumbuhan dan jiwa binatang mempunyai lebih dari satu

daya, jiwa manusia hanya memiliki daya berpikir yang disebut akal. Akal terbagi

dua yaitu, pertama akal praktis yang menerima arti-arti yang berasal dari materi

melalui indera pengingat yang ada pada jiwa binatang. Kedua akal teoritis ialah

yang menangkap arti-arti murni, yaitu arti-arti yang tak pernah ada dalam dalam

materi seperti Tuhan, roh dan malaikat.

Akal praktis memusatkan perhatian kepada alam materi, menangkap

kekhususan (particulars). Akal teoritis sebaiknya bersifat metafisik, mencurahkan

perhatian kepada dunia imateri dan menangkap keumumann (universals). Akal

praktis, jika dihubungkan dengan nafsu binatang, akan menimbulkan rasa malu,

sedih dan lain sebagainya, jika dihubungkan dengan daya penganggap dari indera

batin binatang ia akan memperbedakan yang baik dari apa yang rusak dan akan

menghasilkan kecakapan mencipta dalam diri manusia. Jika dihubungkan dengan

akal teoritis ia akan menimbulkan pendapat-pendapat yang masyhur, seperti

berdusta adalah tidak baik, bersikap tidak adil adalah tidak baik. Akal praktis

harus mengontrol dan memimpin jiwa binatang, dan kalau berhasil dalam

tugasnya, maka manusia bersangkutan akan mempunyai budi pekerti yang luhur.

Pada akal praktislah bergantung timbulnya kebajikan atau kejahatan seseorang.14

13 Zainal Abidin Ahmad, Ibn Sina: sarjana dan Filosof Besar Dunia, (Jakarta: BulanBintang, 1974), h. 270.

14 Zainal Abidin Ahmad, Ibn Sina: sarjana dan Filosof Besar Dunia, h. 269.

Page 46: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

34

Akal teoretis mempunyai empat derajat. Pertama akal materil, merupakan

akal yang hanya potensi belaka, yaitu akal yang kesanggupannya untuk

menangkap arti-arti murni arti-arti yang tak pernah ada dalam materi. Kedua akal

bakat, yaitu akal yang kesanggupannya berpikir secara murni abstrak telah mulai

kelihatan. Ia dapat menangkap pengertian dan kaedah umum, seperti seluruh

lebuh besar daripada bahagian. Ketiga akal aktuil yaitu akal yang telah lebih

mudah dan telah lebih banyak dapat menangkap pengertian dan kaedah umum

dimaksud. Akal aktuil ini merupakan gudang bagi arti-arti abstrak itu, yang dapat

dikeluarkan setiap kali ia kehendaki. Keempat akal perolehan, yaitu akal yang

didalamnya arti-arti abstrak tersebut selamanya sedia untuk dikeluarkan dengan

mudah sekali.15

Akal dalam derajat keempat di atas merupakan tingkatan akal yang

tertinggi dan terkuat dayanya. Akal tersebut biasanya dimiliki oleh seorang

failasuf, akal inilah yang dapat memahami alam murni, hal abstrak yang tak

pernah ada dalam materi. Akal perolehan yang telah berkecimpung dalam

keabstrakan inilah yang dapat menangkap cahaya yang dipancarkan Tuhan ke

alam materi.

Sedangkan menurut Suhrawardi, akal (al-ʻAql)16 merupakan realitas

pertama pada sistem metafisika yang merupakan hasil penciptaan dari proses

emanasi dari yang Wājib al-Wujūd. Apa yang disebut Suhrawardi sebagai al-Nūr

al-Awwal, al Nūr al-Aqrab atau al-Nūr al-adhīm tidak lain adalah al-Aql al-

15 Zainal Abidin Ahmad, Ibn Sina: Sarjana dan Filosof Besar Dunia, h. 271.16 Akal yang dimaksud di sini bukanlah akal manusiawi yang bersifat psikis dan temporal.

Namun akal yang merupakan subtansi potensial yang bersifat spiritual dan tidak ada hubunganlangsung dengan akal fisik manusiawi. Menurut Suhrawardi sendiri, akal adalah subtansikecahayaan yang dapat menerangi dan mengenali diri dan sumber asalnya serta dapat memberikanmodus eksistensial dan esensial bagi yang lainnya.

Page 47: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

35

Awwal, akal pertama. Dengan kata lain pancaran dari cahaya ini mengandung

elemen-elemen yang berakal; cahaya pertama mempunyai pancaran akal yang

mempunyai pancaran yang ia dapatkan dari hasil pemikirannya terhadap cahaya

segala cahaya (al-Nūr al-Anwār) yang Wājib al-Wujūd itu.17

Akal sebagai al-Nūr al-Awwal berarti akal pada dasarnya bersubtansi

cahaya, dan tentu memiliki sifat dan watak cahaya yang diantaranya adalah

memberikan terang dan mampu bergerak dalam kecepatan yang sangat cepat

sebagaimana cahaya. Akallah yang di sebut sebagai substansi cahaya pertama

yang merupakan manifestasi penciptaan Tuhan. Sebagaimana diyakini oleh

Suhrawardi bahwa yang tercipta, atau makhluk pertama yang muncul dari proses

emanasi ketuhanan adalah akal.18 Maka akal yang bersbubtansi cahaya inilah yang

dimaksud sebagai cahaya pertama. Hal ini sekaligus menunjukan bahwa yang

dinamakan sebagai cahaya pertama kali, sebelum terciptanya segala macam

benda-benda yang bersinar di alam semesta, adalah akal. Maka sesungguhnya

tidak ada yang lebih dapat menerangi dunia ini seterang akal, yang selain

membuat dirinya terang (memikirkan diri) yang menyadari subtansinya berasal

dari Nūr al-Anwār Yang Satu, juga menjadikan penerang bagi realitas yang

lainnya (memikirkan objek di luar dirinya) yang merupakan realitas makhluk yang

plural.

Objek pemikiran dari al-ʻAql al-Awwal dengan demikian ada dua macam,

yaitu yang satu dan yang banyak. Objek yang satu itu bersifat wajib karena yang

17 Mustofa Ghalib, al-Suhrāwardī, (Baerut: Muassasah Izzuddin, 1982), h. 179.18 Lenn E. Goodman, Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam terj Tim Mizan (Bandung:

Mizan Media Utama, 2003) , h. 544.

Page 48: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

36

satu adalah yang Wājib al-Wujūd inilah yang berupa akal. Demikian seterusnya

terjadi hierarkhi cahaya berikutnya yang berpikir pada objek yang wajib.19

Sementara objek pemikiran al-ʻAql al-Awwal terhadap yang banyak itu

bersifat mungkin bagi dirinya. Hal ini karena yang banyak itu bukanlah realitas

yang absolut hakiki. Ketika akal pertama ini memikirkan kemungkinannya dalam

dirinya maka mewujudkan suatu elemen-elemen langit dan pemikirannya tentang

dirinya sendiri mewujudkan jiwa.

Akal juga disebut Suhrawardi sebagai Nūr al-Aqrab, (cahaya yang

terdekat) maksudnya akal adalah hasil penciptaan pertama yang “terlahir” dari

emanasi tanazzuliah Allah. Dengan kedekatan ini berarti akal merupakan subtansi

yang paling mengetahui hakekat ketuhanan, paling tahu apa yang sebenarnya

dikehendaki Tuhan, dan paling awal mendapatkan segala informasi dari Tuhan

untuk segenap makhluk-Nya yang lain. Bahkan segala kebijakan Tuhan yang

berkenaan dengan makhluk-makhluk dalam semua tatanan hirarkhisnya, melalui

akal pertama ini dan akal ini pulalah yang diberi wewenang oleh Tuhan untuk

menyampaikannya atau meneruskannya kepada realitas makhluk yang berada

pada tatanan di bawahnya.

Sebutan lain akal adalah Nūr al-ʻAdhīm, cahaya agung. Keagunganannya

karena ia mendapatkan dari Dzat Yang Maha Agung, yang lebih agung dari

keagungannya (Nūr al-ʼAdham). Hal ini sudah merupakan mekanisme yang

berjalan secara otomatis, bahwa realitas penciptaan pertama dan terdekat dari

Yang Maha Agung akan menerima dan merepresentasikan keagungan-Nya lebih

19 Musthafa Ghalib, al-Suhrāwardī, (Baerut: Muassasah Izzuddin, 1982), h. 181.

Page 49: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

37

banyak dari pada yang lainnya. Penamaan ini tidak berarti menyamai Tuhan yang

keagungannya bersifat Mutlak.

Akal pertama juga dinamai oleh Suhrawardi sebagai sosok Malaikat

kepala ataub Malaikat utama yang disebut juga sebagai Bahman.20 Dari akal

pertama inilah kemudian muncul atau beremanasi cahaya atau akal-akal yang lain.

Akal-akal tersebut disebut sebagai Sang Ibu. Sebutan Ibu tersebut karena ia

merupakan induk dari segala realitas, yang harus melaluinya penciptaan Tuhan.

Akal kedua juga mempunyai objek tujuan tiga jenis, sebagaimana akal

pertama, yang masing-masing akan melahirkan akal, jiwa dan langit-langit. Proses

tersebut berlangsung terus sampai pada lapisan langit-langit ke sembilan. Akal ke

sembilan mewajibkan adanya wujud langit bulan dan jiwanya, dan akal ke

sepuluh adalah apa yang disebut sebagai akal aktif (al-ʻaql al-faʼāl). Dari situ

berlimpahlah dunia elemen-elemen, dan akal setiap langit penyebabnya, dan

disertai juga penyebab bagi realitas dibawahnya. Dari akal kesepuluh juga

terdapat dunia elemen dengan materi dan bentuknya, serta terdapat jiwa-jiwa

manusia.21

Failasuf Barat modern yang memberikan gambaran pasti tentang akal juga

dikemukakan oleh Rene Descartes. Descartes lahir pada tahun 1596 dan

meninggal pada tahun 1650. Ia adalah terkenal dengan sebagai bapak

rasionalisme, ia adalah seorang failasuf yang merasa jenuh atas pemikiran Gereja

20 Bahman adalah nama atau sebutan Persia untuk Malaikat utama yang memilikitanggung jawab khusus dalam membantu proses penciptaan. Keberadaanya merupakan kesatuandari tujuh Malaikat yang disebut sebagai Amesha Spanta dalam tradisi Zoroastrian. Lihatwww.wikipedia.com

21 Imam Khanafi, “Relasi Jender dalam Metafisika Sufi: Studi Pemikiran Suhrawardi al-Isyrāqi” Desertasi program doktoral Studi Pemikiran Islam Sekolah Pascasarjana UIN SyarifHidayatullah Jakarta tahun 2007, h. 217.

Page 50: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

38

saat itu. Pemikiran rasionalisnya dibangun karena ia merasa tidak puas terhadap

perkembangan falsafat yang amat lamban jika dibandinkan pada zaman

sebelumnya, ia melihat pada saat itu tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan

agama telah menyebabkan lambannya perkembangan pemikiran falsafat, ia ingin

falsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen, ia ingin falsafat dikembalikan

kepada semangat falsafat Yunani (renaissance) yaitu falsafat yang berbasis pada

akal.22

Metode yang digunakan Descartes adalah metode keraguan (cartesian

doubt) metode ini juga sering disebut cogito Descartes. Untuk menyakinkan orang

bahwa dasar falsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang amat terkena.

Argumen itu tentang dalam metode cogito tersebut. Untuk menemukan basis yang

kuat bagi falsafat, Descartes meragukan (lebih dahulu) segala sesuatu yang dapat

diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera, obyek

yang sebenarnya tidak mungkin diragukan, ia meragukan adanya badannya

sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi,

halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman roh halus ada yang sebenarnya tidak

jelas itu jelas. Pada keempat keadaan itu seseorang dapat mengalami sesuatu

seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis

seperti tidak mimpi. Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi, dan kenyataan

gaib. Tidak ada batas yang jelas antara mimpi dan terjaga, oleh karena itu,

Descartes berkata “aku dapat meragukan bahwa aku duduk di sini dalam pakaian

siap untuk pergi ke luar; ya aku dapat meragukan itu karena kadang aku bermimpi

persis seperti itu, padahal aku ada di tempat tidur sedang bermimpi”. Menurut

22 Rene Descartes, Discourse on Method, terj Ahmad Farid Ma’ruf, (Yogyakarta:IRCiSoD, 2015), h. 14.

Page 51: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

39

Descartes tidak ada batas yang jelas antara mimpi (sedang bermimpi) dan terjaga,

ketika kita sedang bermimpi rasa-rasanya seperti bukan mimpi.23

Begitu juga dalam halusinasi dan ilusi juga membawa kita kepada

pertanyaan: yang manakah sesungguhnya yang benar-benar ada, yang benar-benar

asli?. Benda-benda dalam mimpi, halusinasi, ilusi, dan kejadian alam roh halus,

itu bila dilihat dari posisi kita ketika sedang terjaga itu tidak ada. Akan tetapi

benda-benda itu sungguh ada bila dilihat dari posisi kita dalam mimpi, halusinasi,

dan roh halus, kita melihat dan mengalami benda-benda itu beneran ada.24

Pada langkah pertama ini, Descartes berhasil meragukan semua benda

yang dapat diindera. Menurut Descartes dalam keempat keadaan itu (mimpi,

halusinasi, ilusi, dan roh halus) juga dalam jaga, ada sesuatu yang selalu muncul

baik dalam jaga maupun dalam mimpi, yang selalu muncul itu adalah gerak,

jumlah, dan besaran (volume). Pada tahapan ini, Descartes mengajak kita untuk

berpendapat bahwa benda-benda ini lebih menyakinkan adanya, lalu Descartes

meragukannya kembali, kemudian ia meragukannya. Sampai tiba pada sebuah

kesimpulan bahwa semua hal bisa saja diragukan, kecuali suatu keadaan yang

menurut Descartes tidak dapat diragukan yaitu saya sedang ragu, jelas sekali saya

sedang ragu. Tidak dapat diragukan bahwa saya sedang ragu. Aku yang sedang

ragu itu disebabkan oleh aku berpikir. Kalau begitu aku berpikir pasti ada dan

23 Rene Descartes, Discourse on Method, terj Ahmad Farid Ma’ruf, h. 36.24 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, h. 134.

Page 52: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

40

benar, jika aku berpikir ada, berarti aku ada sebab yang berpikir itu aku. Cogito

ergo sum, aku berpikir maka aku ada.25

Di sisi lain, ada failasuf Barat lain menyinggung persamaan antara

manusia dengan binatang, tokoh tersebut adalah Charles Robert Darwin (1809—

1882), penyelidik besar berkebangsaan Inggris, seorang peletak dasar pertama

teori descendesi (ilmu turunan) dan teori pilihan alam (natural selection).

Mengenai teorinya yang membahas tentang manusa tersebut, Darwin menyakini

bahwa; mahluk yang lebih tinggi berasal dari mahluk yang lebih rendah, sehingga

akhirnya semua mahluk hidup dapat dikembalikan kepada beberapa bentuk

semula. Darwin juga menempatkan manusia sejajar dengan binatang, dan

menerangkan terjadinya manusia dari sebab-sebab mekanis.26 Namun Darwin

juga menganggap adanya keistimewaan yang dimiliki manusia karena

kemampuan berpikirnya. Manusia adalah akhir dari sebuah evolusi panjang dari

makhluk hidup menurut Darwin. Sehingga pada bentuk manusialah bentuk

sempurna dari evolusi tercerminkan.

Dari beberapa penjelasan di atas kiranya kita mengetahui apa yang penting

dari manusia dan akalnya. Akal manusia adalah alat untuk menuntun manusia

hidup di dunia. Dengan akalnya manusia bisa membedakan mana baik mana

buruk, mana bermakna, mana tidak bermakna, serta akal yang sehat juga bisa

memperoleh pengetahuan tertinggi hingga sampai kepada pengetahuan yang

Ilahiyah. Namun bagi para failasuf iluminasi mempunyai pandangan tersendiri

25 Rene Descartes, Discourse on Method, terj Ahmad Farid Ma’ruf, (Yogyakarta:IRCiSoD, 2015), 17.

26 T.S.G. Mulia, dan K.A.H. Hiding, Ensiklopedia Indonesia, Jilid A-E. (BandungGravenhage), h. 373.

Page 53: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

41

tentang akal, akal yang bukan hanya bersifat fisik, tetapi akal kosmis yang

menceritakan bagaimana awal mula penciptaan alam semesta melalui emananasi

(cahaya).

C. Definisi Akal menurut Ibn Thufayl

Ada perbedaan tersendiri yang membedakan pengertian akal dalam

pemikiran Ibn Thufayl, di dalam kisah Ḥayy bin Yaqzhān akal menempati posisi

yang sangat penting dalam kehidupan kita, hal itu terlihat dalam sosok Ḥayy yang

hidup terasing dalam hutan, jauh dari kebudayaan masyarakat, tanpa sentuhan

pengalaman akademik atau ajaran-ajaran dari luar, ia mampu melawati

kehiduapan dengan sempurna. Ia mampu mengetahui kematian rusa yang tanpa

sebab, mampu menklasifikasi hewan sesuai jenisnya, mampu berlindung dari

bahaya, hingga mampu mengetahui realitas tertinggi. Di dalam karyanya, Ibn

Thufayl memposisikan Ḥayy bin Yaqzhān sebagai akal faal atau jiwa yang suci,

yang berfikir, dan akal yang tetap hidup serta tidak pernah cacat. Kisah Ḥayy bin

Yaqzhān menggambarkan seorang anak manusia yang hanya menggunakan akal

aktifnya untuk mengungkap misteri kehidupan, seorang anak manusia yang

mampu hidup tanpa adanya unsur eksternal, seperti masyarakat, bahasa, agama,

budaya, bahasa, maupun dinamika sosial lainnya. Dalam kesendiriannya itu,

seorang anak manusia yang hanya memanfaatkan sumber-sumber alam dan

dengan kekuatan akal murninya, ternyata mampu mencapai pengetahuan sejati

tentang alam atas, yakni tentang kebenaran Tuhan dan kekelan jiwa. Kisah Ḥayy

bin Yaqzhān juga merupakan gambaran tentang fase-fase perkembangan akal

Page 54: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

42

murni, dari alam materi atau alam bawah, hingga tahapan tertinggi di dalam

falsafat, yaitu alam metafisika.27

Bagi Ibn Thufayl, ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dengan indera,

karena pengetahuan bukan hanya proses pemahaman saja. Dari panca indera

dengan pengamatan dan pengalaman dapat diperoleh pengetahuan inderawi, hal-

hal lain yang bersifat metafisis juga dapat diketahui dengan akal dan intuisi,

ma’rifah dilakukan dengan dua cara, pikiran atau perenungan akal seperti yang

dilakukan oleh para failasuf, dan kasyf ruhani seperti yang biasa dilakukan oleh

kaum sufi. Kesesuaian antara nalar dan intuisi membentuk esensi epistemologi

Ibn Thufayl, hal ini bisa diperoleh siapa saja tergantung kepada latihan rohani,

tingkat pemikiran, dan renungan akalnya.28 Ma’rifah dengan kasyf ruhani,

menurut Ibn Thufayl depat diperoleh dengan latihan-latihan rohani dengan penuh

kesungguhan. Ma’rifah akan semakin jelas jika latihanya semakin tinggi dan

berbagai hakekat akan terungkap. Sinar terang yang menyenangkan akan

melingkupi orang yang melakukannya. Jiwanya akan menjadi sadar sepenuhnya

dan melihat apa yang tidak pernah dilihat mata, didengar oleh telinga, dan dirasa

oleh hati. Kasyf ruhani merupakan ektase yang tak dapat dilukiskan dengan kata-

kata, hanya merupakan simbol yang terbatas pada pengalaman indera.29

Disini kita melihat beberapa paparan tokoh-tokoh failasuf diatas

nampaknya ada sebuah distorsi yang cukup jauh dalam pemaknaan akal, namun

pada uraian ini kita lihat betapa hebat nya pemikiran Ibn Thufayl, ia berusaha

27 M. Hadi Masruri, Ibn Thufayl: Jalan Pencerah Menuju Tuhan, (Yogyakarta : Lkis2005), h. 37.

28 Machnun Husein. Kamus Filsafat Islam. (Jakarta: Rajawali. 1991), h. 534.29 Machnun Husein. Kamus Filsafat Islam. (Jakarta: Rajawali. 1991), h. 535.

Page 55: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

43

menyelaraskan kedua kutub pemikiran antara tradisi falsafat peripatetik yang

dibangun di atas dasar rasio (akal) murni, yaitu melalui pemikiran rasional dengan

pemikiran tasawuf yang berdasarkan pada intuisi (melalui ilumninasi cahaya),

yang berakar pada tradisi falsafat timur, yakni falsafat Persia kuno, yang

cenderung neo-Platonistik.

Page 56: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

44

BAB IV

PERANAN AKAL DALAM MEMEROLEH PENGETAHUAN MENURUT

IBN THUFAYL

A. Metode Akal dalam Memeroleh Pengetahuan

Dalam berpikir kita temui dua corak yang berbeda, bagi aliran realis

berpikir berarti mengenal objek, sedangkan bagi idealis, mengenal berarti

berpikir. Manusia berpikir menggunakan akal.

Menurut Ibn Thufayl akal memiliki keistimewaan, yaitu dapat mengetahui

hakikat keindahan (esthetic) dan hakikat kebaikan (the good). Di sisi lain yang

menarik dari pemikiran Ibn Thufayl adalah seorang failasuf yang melihat bahwa

agama dengan akal mempunyai tujuan yang sama, yakni mencari kebenaran .

keduanya tidak bertentangan menuju ke tujuan tersebut.

Adapun sumber pengetahuan menurut Ibn Thufayl yang paling jelas

memperlihatkan corak berpikirnya, yakni pada waktu pertemuan antara Ḥayy

dengan seorang ulama yang bernama Absal, perbincangan mereka mengenai

adanya Tuhan memperlihatkan keseseuaian. Dalam kesesuaian itulah sebenarnya

Ibn Thufayl ingin memperlihatkan bahwa dengan mempergunakan akal (falsafat)

manusia dapat menyelami makna dan tujuan agama.

Metode pengetahuan Ibn Thufayl menggunakan dua model yang berbeda

dan digunakan secara bersamaan antara rasio (ʼal-aql) dan intuisi ( adz-zaūq),

metode ini digunkan Ibn Thufayl untuk memperoleh pengetahuan yang sejati,

yakni tinggkatan tertingggi yang dapat dicapai oleh manusia melalui musyahadah

(persaksian).

Page 57: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

45

Uraiana perkembangan alam pikiran dalam kisah Ḥayy bin Yaqzhān telah

memperlihatkan metode yang dipergunakan oleh Ibn Thufayl. Jika di ringkas, Ibn

Thufayl pada tahap pertama menggunakan metode empiris dalam cara

berpikirnya, kemudian tahap kedua menggunakan metode rasional dan intuitif.

Akal manusia menurut Ibn Thufayl kadang-kadang mengalami

ketumpulan dan ketidakmampuan dalam mengemukakan dalil-dalil pikiran, yaitu

ketika hendak menggambarkan keazalian mutlak, ketidakakhiran zaman, qadīm,

hudūts (baru) dan lain-lain yang sejenisnya. Manusia dengan akalnya sanggup

mengetahui dasar-dasar keutamaan dan dasar-dasar akhlak yang bersifat amali dan

kemasyarakatan, serta menjadikan keutamaan diri dengan keutamaan akhlak

tersebut, di samping menundukan keinginan-keinginan badan kepada hukum

pikiran, tanpa melalaikan hak badan atau meninggalkannya sama sekali.

Apa yang diperintahkan oleh Syariat Islam dan apa yang diketahui oleh

akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan dan keindahan

dapat bertemu dalam satu titik tanpa diperselisihkan lagi.1

Berdasarkan metode yang digunakan untuk mencapai pengetahuan sejati,

Ibn Thufayl kemudian mengklasifikasi pengetahuan menjadi dua bagian, yakni

pengetahuan fisika (ath-thabīʼah). Dan pengetahuan metafisika (ma waraʼa ath-

thabīʼah). Pengetahuan fisika adalah pengetahuan tentang hakikat segala yang ada

di dalam kejadian dan kerusakan alam (ʼālam al-kaun wa al-fasād). Sementara

1 Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam, (Jakarta: UI: Press, 2006), h. 60.

Page 58: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

46

pengetahuan metafisika adalah pengetahuan tentang alam luar (ʼālm al- khāriji)

atau alam atas (ʼālam al-aʼlā) termasuk di dalamnya pengetahuan tentang Tuhan.2

Menurut Ibn Thufayl seseorang dapat tumbuh dan berkembang menjadi

seorang failasuf yang bukan saja ahli dalam pengetahuan empiris, melainkan juga

menjadi seorang teosofos (al-ẖikām al-mutaʻallih) yang mampu mencapai

kebenaran Tuhan yang disebutnya sebagai pengetahuan sejati.3

Dalam perjalanan mencari pengetahuan fisika, Ibn Thufayl mendasarkan

pengetahuannya kepada metode penalaran diskursif, yang dalam pengetahuan

modern dikenal sebagai metode yang didasarkan pada pengamatan, observasi,

penelitian, peniruan, penemuan, eksperimen, penalaran, falsifikasi, analogi,

komparasi, dan deduksi. Dengan demikian, pengetahuan seperti ini, menurut Ibn

Thufayl bersifat didapat atau diperoleh.

Sementara metode penemuan (al-iktisyāf) digunakan untuk mengetahui

rahasia yang terkandung di dalam benda. Misalnya dalam kisah Ḥayy membedah

jasad ibu angkatnya, sang rusa yang telah meninggal, sehingga ia mengetahui

dengan detail tentang seluruh bagian dari anggota tubuhnya, sekaligus fungsi dan

kegunaanya masing-masing. Bahkan melalui penalaran dan kekuatan rasionya, ia

berhasil menyikap rahasia yang tersembunyi dibalik jasad yang hidup, yakni

adanya daya yang ada diluar jasad yang materi, yang disebutnya sebagai ruh

hewani (ar-rūh al-hayawāni) yang merupakan penggerak bagi kehidupan. Metode

2 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam; Filosof dan Filsafatnya. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2004), h. 220

3 M, Hadi Masruri, Ibn Thufayl: Jalan Pencerah Mencari Tuhan, (Yogyakarta: Lakis,2005), h. 128.

Page 59: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

47

penemuan itu kemudian dilanjutkan dengan metode eksperimen (at-tajribah) lalu

diuji atau falsifikasi (al-ikhtibār).4

Peniruan (al-muhākāt) adalah metode yang digunakan Ibn Thufayl dalam

kisah Ḥayy untuk mengamati berbagai prilaku binatang dan benda-benda yang

ada disekitarnya. Dengan cara itu, Ḥayy memperoleh kekuatan dan ketajaman

indera, serta memiliki kekuatan nalar yang tinggi. Hal itu ia lakukan misalnya,

untuk mempertahankan diri dari serangan binatang buas, atau menutupi badannya

dengan dedaunan sebagai pengganti bulu. Pengetahuan-pengetahuan seperti itu

terkadang diperolehnya secara kebetulan (al-mushādafah), namun terkadang juga

karena suatu kebutuhan yang ia rasakan, seperti bagaimna ia harus menyimpan

makanan dan membuat rumah sebagai tempat untuk berlindung.5

Selanjutnya metode komparasi (al-muqāranah), analogi (al-qiyās), dan

deduksi (al-istintāj). Metode-metode itu dalam cerita Ḥayy, nampak ketika Ḥayy

sedang membelah jasad ibu angkatnya, serta ketika ia mengamati seluruh benda

yag ada di dalam materi. Dengan metode itu, Ḥayy berhasil mengetahui sifat-sifat

dan tabiat setiap sesuatu, yang kemudian diketahui sebagai hukum alam dan

hukum kausalitas, hal tersebut membawa kepada kesimpulan bahwa segala

sesuatu yang ada terdiri atas empat elemen atau unsur (al-usthūqsat), pokok

unsur itu adalah tanah, air, apai, dan udara. Bahkan Ḥayy berhasil mengungkap

esensi yang menurutnya terdiri dari materi asal (al-hayūla) dan bentuk (ash-

shūrah). Pengetahuannya terhadap alam semesta membawanya pada kesimpulan

4 M, Hadi Masruri, Ibn Thufayl: Jalan Pencerah Mencari Tuhan, h. 116.

5 Ibn Thufayl, Ḥayy ibn Yaqzhān/Manusia dalam Asuhan Rusa, terj Nurhidayah,(Yogyakarta: Navila, 2010), h. 155.

Page 60: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

48

adanya esensi lain yang memberikan bentuk bagi setiap benda, sehingga menjadi

beragam.6

Hal tersebut membawa Ḥayy pada kesimpulan tentang haikakat dirinya,

yang ia lihat mempunyai esensi terpisah dari jasadnya yang materi, yang

dengannya mampu mencapai pengetahuan. Esensi yang ada pada dirinya itulah

yang kemudian ia sebut sebagai esensi yang berpikir (adz-dzāt al-ʻarifah), yang

membedakannya dari binantang yang tidak memiliki daya berpikir.

B. Hubungan Akal dan Agama

Di dalam ajaran agama yang diwahyukan, ada dua jalan untuk

memperoleh pengetahuan, pertama jalan wahyu dalam arti komunikasi Tuhan

kepada manusia dan kedua jalan akal, yang dianugerahkan kepada manusia,

dengan memakai kesan-kesan yang diperoleh panca indera sebagai bahan

pemikiran untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan.

Akal, dalam pengertian Islam, tidak lah otak, melainkan daya berpikir

yang terdapat dalam jiwa manusia, yang sebagian digambarkan dalam al-Qur’ān.

Memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal dalam

pengertian inilah yang dikontraskan dalam Islam dengan wahyu yang membawa

pengetahuan dari luar diri manusia yaitu dari Tuhan.7

Adapun kebenaran yang dibawa wahyu, diyakini kebenarannya bersifat

absolut dan mutlak. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui akal hanya

bersifat relatif, spekulatif, mungkin benar dan mungkin salah.

Falsafat, sebagai prosese berpikir akal yang sistematis memilki objek

kajian material dan formal. Objek kajian material falsafat adalah yang ada. Segala

6 Ibn Thufayl, Ḥayy ibn Yaqzhān/Manusia dalam Asuhan Rusa, terj Nurhidayah, h. 163.7 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (jakarta: UI-Press, 1986), h. 13.

Page 61: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

49

yang ada mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak” “ada” yang

tampak adalah alam fisik/empiris, sedangkan “ada” yang tidak tampak adalah

alam metafisika. Sebagian falasuf membagi objek kajian material falsafat menjadi

tiga bagian pokok, yaitu: yang ada dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran,

yang ada dalam kemungkinan.8 Adapun objek formal falsafat adalah sudut

pandang yang menyeluruh, rasional, bebas (radikal) dan objektif tentang yang

ada, agar dapat mencapai hakikatnya.9

Agama adalah sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh

manusia dengan selalu menggunakan interaksi dengan-Nya. Pokok persoalan

yang dibahas dalam agama adalah eksitensi Tuhan, manusia, dan hubungannya

antara manusia dengan Tuhan. Tuhan dan hubungan manusia dengan-Nya

merupakan aspek dari metafisika, sedangkan manusia sebagai mahluk dan bagian

dari benda alam termasuk dalam kategori fisika.

Kata agama berasal dari bahasa Sankskrit, yaitu dati kata “a” yang berarti

tidak, dan “gam” yang berarti pergi, jadi agama artinya tidak pergi: tetap

ditempat; di warisi turun-temurun. Agama memang mempunyai sifat yang

demikian. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci.

Selanjutnya dikatakan bahwa gam juga berarti tuntunan. Agama juga mempunyai

tuntunan, yaitu Kitab Suci.10

Kata al-dīn (agama) dalam bahasa Arab terdiri atas huruf “dal”, “ya”, dan

“nun”. Huruf-huruf ini bisa dibaca dengan dain yang berarti utang dan dīn yang

mempunyai arti agama dan hari kiamat. Ketiga arti tersebut sama-sama

8 Louis o. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj: Soejono Soemargono, (Yogyakarta: TiaraWacana, 2014), H. 88.

9 Lasiyo dan Yuwono, Pengantar Ilmu Falsafat, (Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 6.10 Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, (Jakarta: Rajawali pers, 2007), h. 2.

Page 62: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

50

menunjukan adanya dua pihak yang berbeda. Pihak yang pertama berkedudukan

lebih tinggi, berkuasa, ditakuti, dan disegani oleh pihak kedua. Dalam agama,

Tuhan adalah sebagai pihak pertama yang lebih tinggi daripada manusia. Dalam

utang-piutang, yang mengutangi tentu lebih tinggi (kaya) ketimbang yang

berutang. Dalam masalah kiamat, tentu demikian juga, Tuhan yang memiliki hari

kiamat, sedangkan manusia yang dimiliki dan dia harus tunduk kepada si

pemilik.11

Dalam bahasa latin, Religi menurut suatu pendapat, berasal dari relegere,

yang berarti mengumpulkan, membaca. Agama memang kumpulan cara-cara

mengabdi kepada Tuhan dan segala petunjuknya harus dibaca. Pendapat lain

mengatakan, religi berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran

agama memang mengikat bagi manusia, yakni mengikat manusia kepada Tuhan.12

Dari kata-kata tersebut memang ada kesamaan, yaitu ikatan yang harus

dipegang dan di patuhi oleh manusia. Ikatan itu berpengaruh sekali kepada

kehidupan manusia dan ikatan tersebut berasal dari kekuatan yang lebih tinggi.

Suatu kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera.

Dari kedua akar kata tersebut, didefinisikan dalam berbagai ungkapan,

antara lain pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang

harus dipatuhi.

Persoalan wujud (being) merupakan unsur fundamentalis dari falsafat

iluminasi, termasuk Ibn Thufayl. Di dalam kisah Ḥayy bin Yaqzhān, menurut Ibn

Thufayl eksistensi (wujud) terbagi dua bagian, yaitu materi (al-māddah, al-

hayula) dan bentuk (ash-shūrah), keduanya muncul sebagai hasil proses emanasi

11 M. Quraish Shihab, Mahkota Tuntutan Ilahi, (Jakarta: Untagama, 1986), h. 35.12 Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran terhadap Agama, (Jakarta: Pustaka

Alhusna, 1984), h. 72.

Page 63: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

51

dari Allah, kemudian menjelaskan bagaimana Ḥayy bin Yaqzhān mengenali

esensinya, yang mana hal itu dijadikan landasan untuk mengungkap misteri alam

semesta, terutama dari segala yang ada.

Pada perkembangannya, Ḥayy Ibn Yaqzhān mampu mengenali alam fisika

(ath-thabīah), dan kemudian alam metafisika (mā wāraʻa ath-thabīah), hingga

mampu mengungkap rahasia alam semesta yang membawanya pada kesimpulan

tentang adanya sumber asal dari segala realitas yang ada. Pengetahuan Ḥayy

berakhir pada Yang Wajib Ada (Wājib al-Wujūd). Yang Wajib Ada merupakan

esensi dari yang maha sempurna, yang senantiasa ia rindukan, dan yang

menjadikannya terus melakukan olah spiritual untuk dapat mencapai esensi-

Nya.13

Melalui karya filsafat Risālah fī Asrār al-Ḥikmah al-Masyriqiyyah (Ḥayy

ibn Yaqzhān); Rasāʼil fī an-Nafs, fī Biqā al-Masqūnah wa al-Ghayr al-

Maskūmah, Ibn Thufayl ingin menekankan bahwa antara akal dan wahyu tidak

bertentangan, dengan kata lain, falsafat dan agama.

Kebenaran tertinggi tentang Tuhan tidak hanya dapat diketahui dengan

wahyu, tetapi juga dapat diketahui dengan akal. Ḥayy yang terbebas dari pengaruh

ajaran Nabi, dapat sampai ke tingkat tertinggi dari ma’rifah terhadap Allah,

melalui akalnya dan melalui intuisi yang ia peroleh dengan jalan latihan

kerohanian, seperti berpuasa, shalat, dan lainnya.

Walaupun demikian, Ibn Thufayl menyadari, mengetahui, dan

berhubungan dengan Allah melalui pemikiran akal murni hanya dapat dilakukan

oleh orang-orang khusus (ahl al-maʼrifat). Orang awam tidak mampu

13 Ibn Thufayl, Ḥayy ibn Yaqzhān/Manusia dalam Asuhan Rusa, terj Nurhidayah, h. 247.

Page 64: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

52

melakukannya. Karena itu, bagi orang awam sangat diperlukan adanya ajaran

agama yang dibawa oleh Nabi. Agama diturunkan untuk semua orang dalam

segala tingkatannya. Falsafat hanya dapat dijankau oleh orang-orang yang

bernalar tinggi. Agama melambangkan “dunia atas” dengan lambang-lambang

eksoteris. Agama juga berisi perbandingan, persamaan dan persepsi-persepsi yang

cukup mudah dipahami oleh banyak orang. Falsafat merupakan bagian dari

kebenaran esoteris, yang menafsirkan lambang-lambang itu tersebut agar

diperoleh pengertian-pengertian yang hakiki14

Dalam prakteknya, Ibn Thufayl berusaha dengan penuh kesungguhan

untuk memadukan antara falsafat dan agama Ḥayy dalam kisah falsafatnya ia

lambangkan sebagai akal aktif yang dapat berkomunikasi dengan Allah,

sedangkan Absal, ia lambangkan sebagai wahyu (agama) dalam bentuk esoteris,

yang membawa hakikat (kebenaran). Sementara Salman, ia lambangkan sebagai

wahyu (agama) dalam bentuk eksoterisnya, yang juga membawa kebenaran.

Kebenaran yang dihasilkan falsafat tidak bertentangan dengan kebenaran yang

dikehendaki agama karena sumbernya sama, yaitu dari Allah SWT.

Failasuf-failasuf Islam lain memberikan paparannya mnegenai akal

(falsafat) dan wahyu (agama), sejalan serasi dan harmonis.

Al-Kindi adalah failasuf pertama yang menjelaskan bahwa tidak ada

pertentangan antara agama dan falsafat. Titik temu antara keduanya terletak pada

kebenaran (al-hāq). Falsafat dalam pengertian Al-Kindi adalah pembahasan

tentang kebenaran, bukan hanya untuk diketahui saja melainkan harus di amalkan.

Agama datang untuk misi kebenaran, falsafat dalam tingkatan tertinggi derajatnya

14 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam; Filosof dan Filsafatnya, h. 219.

Page 65: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

53

adalah tentang Yang Maha Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi tiap

kebenaran. Yang maha benar pertama adalah Tuhan Pencipta alam. Dengan

demikian antara agama dan falsafat ada persesuaian.15

Demikian juga menurut Al-Farabi, ia berkeyakinan bahwa antara agama

dan falsafat tidak ada pertentangan. Menurut pendapatnya kebenaran yang dibawa

wahyu dan kebenaran yang dihasilkan falsafat hakekatnya satu, walaupun

bentuknya berbeda-beda.16

İbn Miskawaih, yang dikenal dalam falsafat Islam sebagai failasuf akhlak,

juga berkeyakinan bahwa antara akal dan wahyu tidak ada pertentangan. Ia

berpendapat bahwa antara nabi dan failasuf tak ada perbedaan besar dan bahwa

hubungan antara keduanya sangat erat. Nabi sampai kepada hakikat-hakikat

karena pengaruh akal aktif atas daya imaginasinya. Hakekat-hakekat yang

diperoleh Nabi itu pulalah yang sampai kepada failasuf, tetapi melalui daya fikir

dan bukan daya imaginasi. Failasuf berusha dari bawah dengan melampaui

tingkat-tingkat indera luar, imaginasi dan akal, sedangkan Nabi memperolehnya

sebagai rahmat yang datang dari Tuhan.17

C. Fase-fase Perkembangan Akal

Dalam perspektif Ibn Thufayl, akal (rasio) tidak akan mampu mencapai

pengetahuan yang sejati, sebab akal termasuk bagian dari esensi yang dimiliki

manusia yakni esensi berdaya pikir (adz-dzât an-nâthiqah), dan pada kenyatannya

akal berada dalam materi atau diliputi oleh materi dalam bentuk jasad manusia.

15 Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam; Pengantar Pengetahuan FalsafatIslam, h. 40.

16 Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam; Pengantar Pengetahuan FalsafatIslam, h. 44.

17 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisime dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h.15.

Page 66: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

54

Oleh karena itu, untuk mencapai pengetahuan sejati di dalam tingkatan tertinggi

al-istighrâq al-maẖdh atau al-fanâʻ at-tâmm (ekstase total), kekuatan akal harus

dibarengi dengan kekuatan intuisi sehingga menjadi manusia yang memiliki

intuisi kuat. Untuk mencapai tingkatan itu, menurut Ibn Thufayl seseorang harus

melakukan proses olah spiritual (ar-riyâdhah).

Dalam kisah kelahiran Ḥayy bin Yaqzhān diceritakan dalam dua versi:

Pertama, Ḥayy terlahir seperti kebanyakan manusia lainnya, yakni dilahirkan oleh

seorang ibu yang secara kebetulan adalah saudara kandung dari seorang raja di

sebuah pulau di India.18 Ayah Ḥayy bernama Yaqzhān, yang sebenarnya masih

kerabat dekat ibunya. Mereka menikah dengan sembunyi-sembunyi, karena

ditentang sang raja. Ketika ibunya memelihara, sang bayi yang kemudian diberi

nama Ḥayy bin Yaqzhān, diletakkan di dalam sebuah peti dan dihanyutkan ke laut,

dengan tujuan agar tidak diketahui oleh sang raja, karena takut akan ancaman dan

siksaanya. Peti yang berisi bayi Ḥayy bin Yaqzhān itu akhirnya terdampar di

sebuah pulau seberang. Secara kebetulan, datanglah seekor rusa yang sedang

mencari anaknya yang hilang. Ketika sang rusa mendengar tangis sang bayi dan

mengira adalah anaknya yang hilang, ia pun kemudian membawa bayi tersebut

dan mengasuhnya hingga besar.

Versi kedua, Ḥayy terlahir dengan sendirinya melalui keajaiban alam,

yang berasal dari segumpal tanah merah (ikhtimār ath-thīnah) di perut bumi.

Tanah yang bergelembung itu terdiri dari dua bagian yang dipisahkan oleh selaput

yang sangat tipis, dan berisi sebuah zat udara yang sangat halus, sebagai tempat

bersemayamnya ruh dari Tuhan. Dari situlah tercipta sebuah embrio (janin) yang

18 Haidar Bagir, Buku saku filsafat islam. (Jakarta: Mizan, 2005.), h. 34.

Page 67: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

55

mengalami perkembangan dan berevolusi menjadi seorang bayi yang secara

spontan menangis karena merasa lapar. Dalam keadaan seperti itulah seekor rusa

yang sedang mencari anaknya yang juga hilang. Rusa tersebut kemudian

memungut, menyusui, dan mengasuh bayi tersebut hingga besar.19

Walaupun berbeda, kedua pandangan di atas memiliki kesamaan dalam

kisah selanjutnya, dengan kata lain perbedaan hanya terjadi pada asal-usul

kelahiran bayi Ḥayy saja. Selanjutnya sang bayi terselamatkan dan hidupnya

berjalan normal karena diasuh oleh seekor rusa.

Setelah menemukan bayi tersebut, rusa itu merawatnya dengan kasih

sayang seperti anaknya sendiri, sampai pada akhirnya rusa itu mati dan Ḥayy pun

memikirkan terkait kematiannya. Sampai disini, Ibn Thufayl menyuguhkan kisah

Ḥayy bin Yaqzhān ini sebagai gambaran dari pemikiran falsafatnya, yakni tentang

beberapa tingkatan daya pikir manusia menuju pengetahuan yang hakiki

Fase-fase yang dilalui akal manusia dalam kisah Ḥayy bin Yaqzhān Ibn

Thufayl adalah sebagai berikut:

Fase pertama Ḥayy hidup dan beraktivitas mengikuti ibunya, yakni rusa.

Menginjak umur dua tahun Ḥayy mulai dapat melihat perbedaan antara sang rusa

dengan dirinya, seperti adanya bulu, cakar ekor dan sebagainya yang ada pada

sang rusa. Dalam fase ini ia mulai sadar dan membuat penutup aurat dengan daun-

daun, lalu mulai bisa menirukan suara-suara rusa, membuat tongkat untuk

perlindungan dirinya dari serangan binatang lain.

19 Ibn Thufayl, Ḥayy bin Yaqzhān : Anak alam mencari Tuhan, terj Ahmadie Thaha,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), h. 4.

Page 68: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

56

Tetapi sampai pada waktu rusa meninggal, Ḥayy mulai beralih pada

penalaran yang metafisik-spekulatif. Dia mulai penasaran dengan matinya sang

rusa, dan mulai menyelidiki akibat kematian rusa tersebut. Ḥayy mengenali organ-

organ didalam tubuh rusa tersebut dan berusaha mengetahui penyebab

kematiannya, yankni terpisahnya ruh dengan tubuh rusa tersebut.20

Fase kedua, Ḥayy menemukan api yang menyala-nyala, dia akhirnya tahu

fungsi api sebagai penerang saat gelap, dan penghangat ketika dingin, juga

sebabgai pencipta pelezat makanan. Sampai ia mengetahui hangat api itu juga ada

dalam tubuh rusa (ibu angkatnya) lalu ia meneliti anatomi dan fisiologi tubuh ibu

angkatnya itu, ia menemukan ada saling keterkaitan antara organ yang satu

dengan organ yang lainnya, sekaligus fungsi-fungsinya. Pada saat itulah dia mulai

menemukan dunia spiritual, di mana setiap yang hidup terdapat dua unsur entitas

yakni jasmani dan ruhani. 21

Fase ketiga, dimulai ketika Ḥayy beranjak dewasa dan sudah mempunyai

kekuatan diri untuk bertahan hidup. Ia melakukan pengamatan terhadap alam yang

ada di sekitarnya. Ia mulai mengerti adanya klasifikasi hewan dan spesiesnya,

memahami fungsi-fungsi benda yang ada di sekitarnya. Akhirnya ia dapat

menyimpulkan ada kesamaan esensi dengan benda-benda tersebut. lalu ia

mengamati segala sesuatu yang hidup dan akhirnya ia mengerti sebab dan asal

kehidupan.

20 A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 27321 Majid Fakhiry, Sejarah Filsafat Islam, terj. Mulyadhi Kartanegara, (Jakarta: Pustaka

Jaya, 1986), h. 368.

Page 69: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

57

Fase keempat, ketika Ḥayy tidak lagi mengamati benda-benda indrawi

melainkan menglihkan pengamatannya pada benda benda samawi. Ḥayy melihat

ke angkasa yang berisi bintang-bintang sebagai benda, dan mendapat kesimpulan

bahwa mereka membentang dalam tiga dimensi, panjang, lebar, dan tinggi.

Semakin tajam pengamatan dan intuisinya ia memahami aktivitas alam beserta

kerteraturannya. Pengetahuannya tentang dunia kosmos, membawa Ḥayy pada

pengetahuan tentang kekekalan dan kebaruan alam semesta, dan setiap sesuatu

pasti hancur kecuali yang satu yakni Tuhan pencipta alam semesta ini.

Pada saat ia beranjak menuju dewasa matang, Ḥayy sampai pada

kesimpulan bahwa jiwa adalah sesuatu yang terpisah dari tubuh, dan keduanya

memiliki karakter yang berbeda. Ia terus meningkatkan perenungan dan intuisinya

sampai akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa kebahagian jiwa adalah ketika ia

mampu menyaksikan Tuhan. Ia mengetahui jiwa bersifat kekal, dan kekekalan

inilah yang akan mengantarkan ia bertemu sang Pencipta. Dalam hati Ḥayy sudah

tertanam pengetahuan tentang sang Pencipta, ia pun mengacuhkan segala

pengetahuan empirisnya dan berusaha menuju jalan bertemu dengan sang

Pencipta.

Fase keenam, Ḥayy sampai pada pemahaman tentang Tuhan, eksistensi tertinggi

yang kekal dan tak ada sebab bagi Wujud-Nya namun menjadi Sebab wujud

segala sesuatu. Ḥayy merenungkan segala panca indra yang dimilikinya, dan

mempersepsikan benda-benda materi. Dengan mengerti bahwa wujud itu terlepas

dari benda materi manapun, oleh karenanya Dia harus dilihat sebagai sesuatu yang

nonmateri. Ḥayy mendapati diri-Nya mempunyai esensi, yang merupakan

Page 70: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

58

immaterial, dan hanya melalui esensi inilah ia dapat memikirkan tentang Wujud

yang sempurna.

Fase ketujuh, yaitu saat Ḥayy berusaha untuk menghilangkan esensi dan

keakuan dirinya. Ḥayy menghilangkan bayang-bayang duniawi dan terus menuju

sang Pencipta. Akhirnya dengan ketajaman dan kegigihannya dalam perenungan

ia mendapat suatu kondisi di mana ia merasakan ketiadaan dirinya tenggelam

dalam fana. Ḥayy mendapatkan maqamnya, tenggelam dalam kefanaan yang tak

terhingga.

Selanjutnya Ḥayy terus-menerus menjalaninya, hingga ia merasa sangat

mudah untuk mencapainya. Sehingga ia bisa mencapai maqam eksistensi kapan

pun ia mau dan dapat meninggalkannya sewaktu ia harus memenuhi kebutuhan

fisiknya.

Di sinilah kesempurnaan pengetahuan sejati Ḥayy dapatkan, ia ingin terus

menerus melakukannya sampai benar-benar tidak merasakan eksistensi dirinya

lagi. Ḥayy terus melakukan itu hingga memperoleh pengetahuan tentang esensi

dirinya yang tidak lain adalah esensi-Nya.

Demikian kisah roman Falsafat Ibn Thufayl menggambarkan kepada kita

bahwa kepercayaan kepada Tuhan adalah salah satu bagian dari fitrah manusia

yang tidak dapat disangkal dan bahwa akal yang sehat dengan memperhatikan dan

merenungkan alam sekitarnya tentu akan sampai kepada Tuhan. Seorang anak

manusia yang hidup tanpa adanya unsur eksternal, seperti masyarakat, bahasa,

budaya, agama, maupun dinamika sosial lainnya. Dalam kesendiriannya itu,

seorang anak manusia yang hanya memanfaatkan sumber-sumber alam dan

Page 71: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

59

dengan kekuatan akal murninya, ternyata mampu mencapai pengetahuan sejati

tentang alam atas, yakni tentang kebenaran Tuhan dan kekekalan jiwa. Kisah

Ḥayy bin Yaqzhān merupakan gambaran tentang fase-fase perkembangan akal

murni, dari alam materi atau alam bawah (ālam al adnâ) hingga tahapan tertinggi

di dalam falsafat yaitu metafisika (mâ warāʼ a ath-thabīʻah).22

Urutan-urutan tangga menuju makrifat (pengetahuan) oleh akal menurut

Ibn Thufayl, dimulai dari objek-objek indrawi yang khusus sampai kepada

pikiran-pikiran universal.

22 M. Hadi Masruri, Ibn Thufayl; Jalan pencerah mencari Tuhan, h. 37.

Page 72: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, pemikiran falsafat Ibn Thufayl berusaha

untuk mencoba menggabungkan dua model pemikiran sekaligus. Pertama model

pemikiran yang berakar pada tradisi falsafat peripatetik. Struktur pemikiran ini

dibangun di atas dasar rasio (akal) murni, melalui pemikiran rasional. Kedua

pemikiran tasawuf yang berdasarkan pada intuisi (melalui ilumninasi cahaya).

Pemikiran ini berakar pada tradisi falsafat timur, yakni falsafat Persia kuno, yang

cenderung neo-Platonistik, namun dalam kemasan baru yang disebut falsafat

iluminasi (al-ẖikmah al-isyrāqiyyah).

Melalui kisah Ḥayy bin Yaqzhān Ibn Thufayl ingin menerangkan

bagaimana akal yang sehat akan mampu membawa manusia kepada pengetahuan-

pengetahuan yang agung dan universal, dengan melawati fase-fase dan latihan-

latihan yang terus dilakukan. Menurut Ibn Thufayl pengetahuan diskursif yang di

dasarkan pada rasio murni harus juga dibarengi dengan olah spiritual yang

panjang melalui tahapan-tahapan, sehingga diperoleh ketajaman intuisi, yang

dengannya manusia dapat mencapai tingkatan tertinggi, bahkan lebih tinggi dari

yang dicapai oleh para sufi, yakni ekstase total, dimana seorang teosofos

mencapai musyāhadah (persaksian)

Lepas dari apa yang telah dijelaskan diawal, menurut penulis, Ibn Thufayl

tamapak sebagai seorang failasuf yang telah mencapai tingkatan tertinggi yang

disebutnya sebagai puncak kebahagiaan dalam ekstase total. Ia kemudian berbagi

cerita perihal pengalaman pribadinya dalam musyāhadah dengan Tuhan dalam

Page 73: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

61

kisah yang fiktif namun sangat elegan, Risālah fī Asrār al-Ḥikmah al-

Masyriqiyyah (Ḥayy ibn Yaqzhān); Rasāʼil fī an-Nafs, fī Biqā al-Masqūnah wa al-

Ghayr al-Maskūmah.

Saran

1. Penulis menyadari sekali pembahasan yang sudah penulis bahas dalam

skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu saran

dan kritik sangat penulis harapkan dari para pembaca untuk

menyempurnakan skripsi ini.

2. Penulis menyadari bahwa pendekatan penelitian tentang Akal Menurut

Ibn Thufayl masil belum terstruktur dan sistematis disajikan penulis

dalam penelitian ini.

3. Walaupun masih terdapat banyak kekurangan di dalam skripsi ini,

tentunya penulis berharap ada manfaat serta hikmah yang dapat

diambil oleh para pembaca khususnya mahasiswa dan mahasisiwi

Aqidah dan Falsafat.

Page 74: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

62

62

DAFTAR PUSTAKA

A. Mustofa, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.

A. Setyo, Wibowo. Hidup Suskse Menurut Platon, Yogyakarta: Kanisius,2010.

Abbas, Arifin, Zainal, Perkembangan pikiran Terhadap Agama, Jakarta: Pustaka

Al-Husna, 1984.

Ahmad, Zainal Abidin. Ibn Sina: sarjana dan Filosof Besar Dunia, Jakarta:

Bulan Bintang, 1974.

Alfan, Muhammad, Filsafat Modern, Bandung: Pustaka Setia, 2013.

Ali, Yunasril. Perkembangan Falsafi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu Filsafat Dan Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1975.

Anshari, Saifuddin .Ilmu Filsafat Dan Agama, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1975.

Arifin Abbas, Zainal. Perkembangan Pikiran terhadap Agama, Jakarta: Pustaka

Alhusna, 1984.

Bagir, Haidar. Buku saku filsafat islam. Jakarta: Mizan, 2005.

Bahri, Media Zainul. Satu Tuhan Banyak Agama, Jakarta: Mizan Publika, 2011.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama, Jakarta: Rajawali pers, 2007.

Dahlan, Abdul Aziz. “Filsafat”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam

Pemikiran dan Peradaban, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2007.

Drajat, Amroeni, Filsafat Islam, Jakarta: Erlangga, 2006.

Fakhry, Majid. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Jaya. 1987.

Fitriyana, Nur. Inkuisisi Gereja Katolik Terhadap Umat Islamdi Spanyo, Jurnal IlmuAgama UIN Raden Fatah, 2017, V. 17.2: 213-230.

Gazalba, Sidi. Islam Integrasi Ilmu dan Kebudayaan, Jakarta: Tintamas, 1967.

Ghazali, Imam. Keajaiban Hati, terj: Nurhickmal, Jakarta: Tintamas, 1965.

Goodman, Lenn E, Ensiklopedia Tematis filsafat Islam Bandung: Mizan Media

Utama, 2003.

Hanafi ,Ahma. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1991.

Hussein, Ziai. Suhrawardi dan Filsafat Iluminasi, terj. Alif Muhammad dan

Munir, Bandung: Zaman, 1998.

Issawi, Charles. Filsafat Islam tentang Sejarah, salinan A. Mukti Ali, Jakarta,

1962).

Page 75: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

63

Kartanegara, Mulyadhi. Gerbang kearifan: Sebuah Pengantar filsafat IslamJakarta: Lentera Hati, 2006.

Kattsoff ,Louis o. Pengantar Filsafat, terj: Soejono Soemargono, Yogyakarta:

Tiara Wacana, 2014.

Khanafi, Imam. “Relasi Jender dalam Metafisika Sufi: Studi Pemikiran

Suhrawardi al-Isyrāqi” Desertasi program doktoral Studi Pemikiran

Islam Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

Lasiyo dan Yuwono, Pengantar Ilmu Falsafat, Yogyakarta: Liberty, 1985.

M.M. Syarif M.A. Para Filosof Muslim. Tim Penerjemah Mizan, Bandung:

Mizan 1998

Magnis Suseno, Franz. 13 Tokoh Etika, Jakarta: Kanisius, 1996.

Masruri, Hadi, Ibn Thufail Jalan Pencerah Mencari Tuhan, Yogyakarta: Lkis,

2005.

Miska Amien, Muhammad. Epistemologi Islam, Jakarta: UI: Press, 2006.

Muhammad bin Thufayl, Abu Bakar, Hayy Bin Yaqdzon, terj. Nurhidayah,

Yogyakarta: Navila, 2010.

Mulia, T.S.G. dan Hiding, K.A.H. Ensiklopedia Indonesia, Jilid A-E. Bandung

Gravenhage.

Muthahhari, Murtadha, Man and Universe, Terj Ilyas Hasan. Jakarta: PT Lentera

Basritama, 2002.

Nadim al-Jisr, Syekh, Kisah Mencari Tuhan, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

Nasution, Harun. Akal dan Wahyu Dalam Islam, Jakarta: UI-Press, 1986.

Supriyadi, Dedi. Pengantar Filsafat Islam Konsep, Filsuf, dan Ajarannya,

Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisime dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,

1987.

Nasution, Hasyimsyah. Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013.

Nurhakim, Moh. Sejarah dan peradaban Islam. Malang: Universitas

Muhammadiyah Malang, 2003.

O’ Collins,Gerald, dan G. Farrugia,Edward, A Concise Dictionary of Theology,

terj I. Suharyo Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Page 76: AKAL MENURUT IBN THUFAYL Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertentangan antara akal dan wahyu, karena keduanya sama-sama berakhir pada satu tujuan yaitu

64

Prastowo, Andi, Memahami Metode-metode Penelitian, Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media, 2011.

Ramlan Adi Kusumo, “Titik Temu antara Filsafat dan Agama Menurut Ibnu

Thufail”, diseminarkan pada tanggal 14 Juni 2000 untuk meraih gelar S1,di

Fakultas Ushuluddin, UIN SUSKA Riau, Pekanbaru.

Routledge, Encyclopedia of Philosophy, London and New York: Routledge, 1998

Sapei, Achmad, “Akal dan Wahyu dalam Pandangan Ibn Thufayl” Skrisi jurusan

Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2010.

Shihab, Quraish. Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-batas Akal dalam

Islam, Jakarta: Lentera Hati, 2005.

Sou’yb, Yoesoef. Pemikiran Islam Merobah Dunia, Jakarta: Maju, 1984.

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik;Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Islam Jakarta: Kencana, 2003.

Tebba, Sudirman. Merengkuh Makrifat Menuju Ekstase Spiritual, Jakarta:

Amabel Mulia Asa, 2006.

Wadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat, 1,Yogyakarta:Kanisius, 1980.

Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam; Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004.

.