AIS - Core Value

2
Core Value Ketika Kasus Hambalang, Kasus peruntukan lahan di wilayah Bogor dan kasus mega- korupsi lainnya mengemuka, dimana di dalamnya terdapat keterlibatan dunia usaha tak pelak membuat kita menggelengkan kepala sambil membelalakkan mata seraya berujar ”Bagaimana mungkin?” namun itulah kenyataannya. CEO sebagai pemegang mandat dari pemilik perusahaan harus bertanggung jawab atas keputusan tersebut, dimana hampir dapat dipastikan keptusan tersebut melalui pertimbangan sang CEO. Lalu, para pembelajarpun bertanya-tanya, apa yang sesungguhnya berkecamuk dalam pikiran seorang CEO ketika mengambil keputusan yang kemudian berdampak terhadap pelanggaran hukum, etika, dan nilai-nilai? Setidaknya ada tiga (3) pagar penjaga yang seharusnya dapat mencegah CEO mengambil keputusan yang bertentangan dengan tata nilai yakni; Personal moral philosophies, Firm’s core value, dan relevant laws. Faktor ketiga yakni relevant laws berada diluar kendali organisasi karena diputuskan oleh pemerintah dan legislatif, sedangkan faktor pertama terbentuk dari interaksi sejarah panjang seseorang. Organisasi dan pemimpin memiliki peluang besar untuk dapat berperan pada faktor yang kedua, Firm’s core value. Organisasi dengan nilai-nilai etika yang kuat, baik yang terucapkan, tertulis, atau terimplementasikan dalam sistem, aturan, dan perilaku yang kemudian membentuk budaya, ternyata dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan seluruh anggota organisasi, termasuk pemimpinnya. Demikian berpengaruhnya sehingga perilaku seseorang dapat diprediksi dari perusahaan mana dia berasal, sehingga acap kita berujar; “Pantas saja dia begitu disiplin dan tepat waktu, karena dia pernah bekerja di perusahaan A, yang budaya organisasinya memang seperti itu” Ungkapan ini membuktikan betapa kuatnya pengaruh budaya organisasi pada sikap perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang. Bukan hanya misi dan visi yang mampu membuat sibuk seluruh jajaran organisasi. Nilai-nilai organisasi sebagai komponen moral utama pembentuk budaya organisasi, juga perlu mendapat porsi perhatian untuk mewujudkannya. Kita sangat jarang mendengar atau bahkan mungkin belum pernah ada yang merancang Pelatihan Penetapan Nilai- Nilai Organisasi. Pelatihan yang sering kita lihat adalah pelatihan penyusunan rencana strategi atau pelatihan penetapan misi-

description

AIS - Core Value

Transcript of AIS - Core Value

Page 1: AIS - Core Value

Core Value

Ketika Kasus Hambalang, Kasus peruntukan lahan di wilayah Bogor dan kasus mega-korupsi lainnya mengemuka, dimana di dalamnya terdapat keterlibatan dunia usaha tak pelak membuat kita menggelengkan kepala sambil membelalakkan mata seraya berujar ”Bagaimana mungkin?” namun itulah kenyataannya.

CEO sebagai pemegang mandat dari pemilik perusahaan harus bertanggung jawab atas keputusan tersebut, dimana hampir dapat dipastikan keptusan tersebut melalui pertimbangan sang CEO. Lalu, para pembelajarpun bertanya-tanya, apa yang sesungguhnya berkecamuk dalam pikiran seorang CEO ketika mengambil keputusan yang kemudian berdampak terhadap pelanggaran hukum, etika, dan nilai-nilai?

Setidaknya ada tiga (3) pagar penjaga yang seharusnya dapat mencegah CEO mengambil keputusan yang bertentangan dengan tata nilai yakni; Personal moral philosophies, Firm’s core value, dan relevant laws. Faktor ketiga yakni relevant laws berada diluar kendali organisasi karena diputuskan oleh pemerintah dan legislatif, sedangkan faktor pertama terbentuk dari interaksi sejarah panjang seseorang. Organisasi dan pemimpin memiliki peluang besar untuk dapat berperan pada faktor yang kedua, Firm’s core value.

Organisasi dengan nilai-nilai etika yang kuat, baik yang terucapkan, tertulis, atau terimplementasikan dalam sistem, aturan, dan perilaku yang kemudian membentuk budaya, ternyata dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan seluruh anggota organisasi, termasuk pemimpinnya. Demikian berpengaruhnya sehingga perilaku seseorang dapat diprediksi dari perusahaan mana dia berasal, sehingga acap kita berujar; “Pantas saja dia begitu disiplin dan tepat waktu, karena dia pernah bekerja di perusahaan A, yang budaya organisasinya memang seperti itu” Ungkapan ini membuktikan betapa kuatnya pengaruh budaya organisasi pada sikap perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang.

Bukan hanya misi dan visi yang mampu membuat sibuk seluruh jajaran organisasi. Nilai-nilai organisasi sebagai komponen moral utama pembentuk budaya organisasi, juga perlu mendapat porsi perhatian untuk mewujudkannya. Kita sangat jarang mendengar atau bahkan mungkin belum pernah ada yang merancang Pelatihan Penetapan Nilai-Nilai Organisasi. Pelatihan yang sering kita lihat adalah pelatihan penyusunan rencana strategi atau pelatihan penetapan misi-visi berikut sosialisasinya. Padahal, ketika nilai-nilai organisasi tidak jelas, maka semua yang tertulis dalam rencana strategi bisa dipastikan akan sulit terlaksana. Alhasil, misi dan visi pun akan berakhir sebagai slogan saja.

Suatu saat, jajaran organisasi perlu berhenti sebentar untuk merenungkan dan memikirkan secara bersama-sama untuk kemudian menetapkan dan menyepakati nilai-nilai inti yang dianut organisasi. Nilai-nilai moral yang dipahami secara universal, cita-cita awal pendiri, harapan stakeholder, dan praktik-praktik etika yang selama ini dilakukan dapat dijadikan inspirasi. Melibatkan semua pihak akan lebih menjamin teradopsinya nilai-nilai tersebut. Semua orang akan dengan senang hati menjadikan budaya organisasi sebagai acuan perilaku bertindak, jika proses penetapannya dilakukan secara bersama-sama.

Page 2: AIS - Core Value

Setelah ditetapkan, tata nilai tersebut jangan berhenti hanya sampai pada tahap sosialisasi dan penghias dinding dan di profil perusahaan semata. Nilai-nilai tersebut harus tercermin dalam semua sistem, prosedur dan aturan yang berlaku di perusahaan. Konsistensi antara nilai dengan seluruh komponen penggerak organisasi akan memantapkan setiap komponen organisasi dalam bersikap. Sedikit keraguan akan mengurangi keikhlasan karyawan dalam menjalankan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai itu harus juga terlihat pada semua simbol dan artifak di perusahaan. Hingga pada pemilihan warna, desain ruangan, dan (jika ada) warna baju seragam. Demikian pula, seremoni, upacara-upacara, serta kebiasan-kebiasan harus dirancang sejalan dengan tata nilai yang telah disepakati tersebut.

Tauladan pemimpin kemudian menjadi pengikat kuat dalam pelaksanaan nilai-nilai organisasi. Pemimpin memang harus terus menyatakan nilai-nilai organisasi, dalam setiap sambutan, tulisan-tulisan, dan di setiap pertemuan internal. Penelitian membuktikan bahwa nilai-nilai yang terus dikumandangkan ternyata dapat menurunkan tindakan-tindakan yang tidak beretika dalam organisasi. Namun, pemimpin tidak boleh berhenti di titik tersebut, karena semua tingkah laku pemimpin akan menjadi panutan dan tauladan pengikutnya.