Agus Maryono « BebasBanjir2015

19

Click here to load reader

Transcript of Agus Maryono « BebasBanjir2015

Page 1: Agus Maryono « BebasBanjir2015

BebasBanjir2015

Agus Maryono

Konsep Ekodrainase sebagai PenggantiDrainase Konvensional

Agus Maryono

SUNGGUH sangat merisaukan jika kita mengevaluasi konsep drainase yang diterapkan di seluruhpelosok Tanah Air saat ini. Konsep yang dipakai adalah konsep drainase konvensional, yaitudrainase “pengatusan kawasan”. Drainase konvensional adalah upaya membuang ataumengalirkan air kelebihan secepat-cepatnya ke sungai terdekat. Konsep ini sejak tahun 1970-ansampai sekarang hampir tidak berubah dan terus diajarkan di seluruh perguruan tinggi diIndonesia dan sebagai konsep dasar yang digunakan para praktisi dalam pembuatan MasterplanDrainase di seluruh kota besar dan kecil di Indonesia.

DALAM konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh ke di suatu wilayah harussecepat-cepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya mengalir ke laut. Jika hal ini dilakukan padasemua kawasan, akan memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir.

Dan ternyata, bahwa konsep drainase konvensional ini di Indonesia tidak hanya dipakai untukmen-drain areal permukiman, namun digunakan secara menyeluruh termasuk untuk men-drainkawasan pedesaan, lahan pertanian dan perkebunan, kawasan olahraga, wisata, dan lainsebagainya.

Drainase konvensional untuk permukiman atau perkotaan dibuat dengan cara membuat saluran-saluran lurus terpendek menuju sungai guna mengatuskan kawasan tersebut secepatnya.

Seluruh air hujan diupayakan sesegera mungkin mengalir langsung ke sungai terdekat. Pada arealpertanian dan perkebunan biasanya dibangun saluran drainase air hujan menyusuri lembahmemotong garis kontur dengan kemiringan terjal. Pada saat hujan, saluran drainase ini berfungsimengatuskan kawasan pertanian dan perkebunan dan langsung dialirkan ke sungai.

Demikian juga di areal wisata dan olahraga, semua saluran drainase didesain sedemikian rupasehingga air mengalir secepatnya ke sungai terdekat. Orang sama sekali tidak berpikir apa yangakan terjadi di bagian hilir, jika semua air hujan dialirkan secepat-cepatnya ke sungai tanpadiupayakan agar air mempunyai waktu cukup untuk meresap ke dalam tanah (lihat Gambar A,kesalahan drainase konvensional).

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

1 of 19 06/09/2012 13:13

Page 2: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut dapat kita lihat sekarang ini, yaitukekeringan yang terjadi di mana-mana, juga banjir, longsor, dan pelumpuran.

Termasuk juga surutnya sungai-sungai di luar Jawa saat ini, hingga menyebabkan transportasisungai sangat selalu terganggu. Tentu saja ada sebab-sebab selain drainase, misalnya,penggundulan hutan, namun kesalahan konsep drainase yang kita pakai sekarang ini merupakanpenyumbang bencana kekeringan, banjir, dan longsor yang cukup signifikan.

Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah filosofi membuang airgenangan secepat-cepatnya ke sungai. Dengan demikian, sungai-sungai akan menerima bebanyang melampaui kapasitasnya, sehingga meluap atau terjadi banjir, contoh, banjir-banjir di Jakarta,Semarang, Bandung, Riau, Samarinda, dan lain-lain. Demikian juga mengalirkan air secepatnyaberarti pengatusan kawasan atau menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalamtanah.

Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di musim kemarau akan terjadi.Dalam konteks inilah pemahaman bahwa banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yangsaling memperparah secara susul-menyusul dapat dengan mudah dimengerti.

Sangat ironis bahwa semakin baik drainase konvensional di suatu kawasan aliran sungai, makakejadian banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau akan semakin intensif silihberganti.

Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan iklim mikro dan makro disertai tanahlongsor di berbagai tempat yang disebabkan oleh fluktuasi kandungan air tanah musim kering danmusim basah yang sangat tinggi.

JIKA kesalahan konsep dan implementasi drainase yang selama ini kita lakukan ini tidak diadakanrevisi, usaha apa pun yang kita lakukan untuk menanggulangi banjir, kekeringan lahan, danlongsor, akan sia-sia.

Dalam tulisan ini akan diketengahkan konsep drainase baru yang biasa disebut drainase ramahlingkungan atau ekodrainase yang sekarang ini sedang menjadi konsep utama di duniainternasional dan merupakan implementasi pemahaman baru konsep ekohidraulik dalam bidangdrainase.

Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan carasebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengantanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.

Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelolasedemikian sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalamtanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau. Konsepini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yangekstrem seperti di Indonesia.

Berikut ini diketengahkan beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai diIndonesia, di antaranya adalah metode kolam konservasi, metode sumur resapan, metode riverside polder, dan metode pengembangan ereal perlindungan air tanah (ground water protectionarea).

Metode kolam konservasi (lihat Gambar B) dilakukan dengan membuat kolam-kolam air, baik diperkotaan, permukiman, pertanian, atau perkebunan. Kolam konservasi ini dibuat untuk

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

2 of 19 06/09/2012 13:13

Page 3: Agus Maryono « BebasBanjir2015

menampung air hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai secaraperlahan-lahan.

Kolam konservasi dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah-daerah dengan topografi rendah,daerah-daerah bekas galian pasir atau galian material lainnya, atau secara ekstra dibuat denganmenggali suatu areal atau bagian tertentu.

Kolam konservasi juga sangat menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan rekreasimasyarakat. Misalnya pada pembangunan real estat, pemerintah dapat mewajibkan pengelola realestat untuk membangun kolam konservasi air hujan di lokasi perumahan, sekaligus ditata sebagaiareal rekreasi bagi masyarakat perumahan.

Di samping itu, kolam konservasi dapat dikembangkan menjadi bak-bak permanen air hujan,khususnya di daerah-daerah dengan intensitas hujan yang rendah. Kota-kota dan kawasan luarkota di Indonesia perlu segera membangun kolam-kolam konservasi air hujan ini. Sangatdisayangkan, bahwa perkembangan yang ada di Indonesia sekarang ini justru masyarakat danpemerintah berlomba mempersempit atau bahkan menutup kolam konservasi alamiah yang ada(rawa, situ, danau kecil, telaga, dan lain-lain). Banyak kolam-kolam konservasi alamiah dalamsepuluh tahun terakhir ini hilang dan berubah fungsi menjadi areal permukiman, contohnya diJakarta, Bandung, dan lain-lain.

Untuk areal pertanian dan perkebunan sudah mendesak, untuk segera direncanakan dan dibuatparit-parit (kolam) konservasi air hujan. Parit ini sangat penting untuk cadangan air musimkemarau sekaligus meningkatkan konservasi air hujan di daerah hulu, serta meningkatkan dayadukung ekologi daerah setempat. Konstruksi parit cukup sederhana, berupa galian tanahmemanjang atau membujur di beberapa tempat tanpa pasangan. Pada parit tersebut sekaligus bisadijadikan tempat budidaya ikan dan lain-lain.

Metode sumur resapan merupakan metode praktis dengan cara membuat sumur-sumur untukmengalirkan air hujan yang jatuh pada atap perumahan atau kawasan tertentu (Dr Sunjoto,UGM). Sumur resapan ini juga dapat dikembangkan pada areal olahraga dan wisata. Konstruksidan kedalaman sumur resapan disesuaikan dengan kondisi lapisan tanah setempat. Perlu dicatatbahwa sumur resapan ini hanya dikhususkan untuk air hujan, sehingga masyarakat harusmendapatkan pemahaman mendetail untuk tidak memasukkan air limbah rumah tangganya kesumur resapan tersebut.

METODE river side polder (lihat Gambar C) adalah metode menahan aliran air denganmengelola/menahan air kelebihan (hujan) di sepanjang bantaran sungai. Pembuatan polderpinggir sungai ini dilakukan dengan memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat secaraselektif di sepanjang sungai.

Lokasi polder perlu dicari, sejauh mungkin polder yang dikembangkan mendekati kondisi alamiah,dalam arti bukan polder dengan pintu-pintu hidraulik teknis dan tanggul-tanggul lingkar hidraulisyang mahal. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan mengalir ke polder dan akankeluar jika banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir dapat dikurangi dan konservasi air terjaga.

Upaya ini sedang dilakukan di Jepang dan Jerman secara besar-besaran, sebagai upaya menahanair untuk konservasi sungai musim kemarau dan menghindari banjir serta meningkatkan dayadukung ekologi wilayah keairan. Metode ini dapat diusulkan untuk mengurangi banjir di kota-kotabesar yang terletak di hilir sungai seperti Kota Jakarta, Surabaya, Medan Samarinda, dan lain-lain.Demikian juga dapat meningkatkan pasokan air sungai musim kemarau untuk mendukungtransportasi sungai atau pertanian.

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

3 of 19 06/09/2012 13:13

Page 4: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Metode areal perlindungan air tanah dilakukan dengan cara menetapkan kawasan lindung untukair tanah, di mana di kawasan tersebut tidak boleh dibangun bangunan apa pun. Areal tersebutdikhususkan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah.

Di berbagai kawasan perlu sesegara mungkin dicari tempat-tempat yang cocok secara geologi danekologi sebagai areal untuk recharge dan perlindungan air tanah sekaligus sebagai bagian pentingdari komponen drainase kawasan.

Konsep drainase ramah lingkungan atau ekodrainase ini perlu mendapat perhatian yang seriusdari pemerintah. Kesalahan pemahaman masyarakat, dinas terkait, dan perguruan tinggi tentangfilosofi konsep drainase, yaitu membuang air secepat-cepatnya ke sungai, perlu segera direvisi dandiluruskan secara serius. Perlu pembenahan dan revisi bangunan drainase permukiman, tempatolahraga dan rekreasi, pertanian dan perkebunan dengan konsep drainase ramah lingkungan.Tampaknya perlu studi khusus untuk menemukan kembali konsep drainase ramah lingkungan.

Dr Ing Ir Agus Maryono, Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM

Sumber: Kompas, Jumat, 26 September 2003

“Retarding Basin” dan Banjir Jakarta

Agus Maryono

Jakarta diterjang banjir bandang lagi. Kali ini lebih luas dan menyedihkan, setelah banjir besar2002 dan banjir kecil dan menengah tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006.

Adakah metode efektif yang ramah lingkungan untuk mengatasi banjir sekaligus bisadimanfaatkan untuk mengatasi kekeringan kota?

Oleh banyak negara, masalah serupa diselesaikan dengan metode retarding basin ramahlingkungan. Filosofi metode ini adalah mencegat air yang mengalir dari hulu dengan membuatkolam-kolam retensi (retarding basin) sebelum masuk ke hilir. Retarding basin dibuat di bagiantengah dan hulu kanan-kiri alur sungai-sungai yang masuk kawasan yang akan diselamatkan.

Contoh implementasi metode retarding basin adalah penyelesaian banjir di wilayah hilir SungaiRhine di Eropa. Untuk mengurangi banjir yang menerjang kota-kota di wilayah Jerman danBelanda bagian hilir, dimulailah (integriertes Rheisprogram) dengan membuat retarding basin-retarding basin di sepanjangSungai Rhine di bagian tengah dan hulu, mulai dari kota Karslruhe (di perbatasan Perancis danJerman) sampai ke kota Bassel di perbatasan Jerman, Swiss, dan Austria.

Retarding basin ini dibangun untuk memotong debit puncak banjir Sungai Rhine yang akanmenyusur menuju hilir masuk kota-kota penting, seperti Koeln, Dusseldorf, dan akhirnyaRo erdam. Volume air bah pada puncak banjir akan disimpan di retarding basin selama banjirberlangsung dan akan dikeluarkan setelah banjir reda. Retarding basin ini terbukti efektifmenurunkan banjir yang terjadi di sepanjang Sungai Rhine di bagian hilir.

Program pembangunan retarding basin besar-besaran ini terus dikerjakan mengingatkeberhasilannya cukup signifikan dan efeknya bagi perbaikan kualitas lingkungan serta konservasi

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

4 of 19 06/09/2012 13:13

Page 5: Agus Maryono « BebasBanjir2015

air di daerah tengah dan hulu tinggi.

Penyimpan air

Fungsi retarding basin selain untuk memangkas puncak banjir, juga sebagai penyimpan air untukdilepaskan pada saat musim kemarau dan meningkatkan konservasi air tanah karena selama airtertahan peresapan air terjadi. Dengan adanya cadangan di retarding basin, pada musim kemarauair dapat dipakai untuk penggelontoran saluran drainase dan sungai-sungai di daerah hilir.

Retarding basin harus didesain ramah lingkungan, artinya bangunannya cukup dibuat denganmengeruk dan melebarkan bantaran sungai, memanfaatkan sungai mati atau sungai purba yangada, memanfaatkan cekungan-cekungan, situ, dan rawa-rawa yang masih ada di sepanjang sungai,dan dengan pengerukan areal di tepi sungai untuk dijadikan kolam retarding basin.

Disarankan, dinding retarding basin tidak diperkuat dengan pasangan batu atau beton karenaselain harganya amat mahal, juga tidak ramah lingkungan dan kontraproduktif denganekohidraulik bantaran sungai. Tebing-tebing itu cukup diperkuat dengan aneka tanaman sehinggasecara berkelanjutan akan meningkatkan kualitas ekologi dan konservasi air.

Untuk penanganan banjir di Jakarta, retarding basin dapat dibuat di bagian tengah dan hulu dari13 sungai yang mengalir ke jantung kota Jakarta, seperti Sungai Ciliwung, Cisadane, Mookervart,Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Cipinang, Sunter, dan Cakung.

Pembuatan retarding basin ramah lingkungan dapat diawali dengan inventarisasi lokasi sepanjangalur sungai dengan prioritas dari bagian tengah hingga hulu. Inventarisasi ini dimaksudkan untukmenemukan lokasi-lokasi kanan-kiri sungai yang bisa dijadikan lokasi retarding basin. Setelahlokasi-lokasi yang cocok ditemukan, dapat dilakukan pembebasan tanah dan dimulai pembuatanretarding basin secara bertahap. Pembebasan tanah di pinggir sungai di daerah tengah dan hulu,yaitu di daerah Bekasi ke arah hulu, kiranya tidak memakan biaya mahal seperti pembebasantanah di Jakarta Pusat.

Pembuatan retarding basin ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan pembuatan banjirkanal-banjir kanal. Karena selain lokasinya di luar daerah pusat perekonomian, konstruksinya jugaramah lingkungan dan tidak diperlukan konstruksi-konstruksi tambahan lain, seperti jembatanpelintasan, tanggul, dan perlindungan tebing.

Masih ada lokasi

Menurut studi makro peta Jakarta, penulis berkesimpulan, ke-13 sungai di Jakarta hampir semuamasih mempunyai areal pinggir sungai yang bisa dimanfaatkan sebagai kolam retarding basin,terutama di daerah Jakarta Selatan, Depok, dan masuk Kabupaten Bogor. Untuk daerah JakartaSelatan sampai perbatasan dengan Depok, misalnya, di Sungai Ciliwung kolam retarding basin bisa dibangun di sepanjang pinggir sungai dari Kompleks TNI-Cilandak hingga daerah MTHaryono, pada Sungai Pesanggrahan di daerah Cirendeu, Kompleks Lebak Bulus, dan KebayoranLama; pada Sungai Krukut di daerah Ksatriaan Marinir Cilandak, Cilandak Timur, daerah sekitarKemang dan Karet, pada sungai Sunter, daerah Cipinang dan Kelapa Gading Barat. Juga untuksungai-sungai lain masih banyak daerah dapat digunakan areal retarding basin pinggir sungai.

Dengan dibangunnya retarding basin-retarding basin yang ramah lingkungan dengan jumlahcukup, diyakini banjir Jakarta dapat diredam. Air dari bagian tengah dan hulu dapat diremsementara masuk retarding basin dan akan keluar jika gelombang banjir mulai menyurut. Jumlahretarding basin yang harus dibangun sesuai hitungan volume banjir yang akan direduksi. Semakinbanyak retarding basin, tinggi dan volume genangan yang dapat diatasi kian besar.

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

5 of 19 06/09/2012 13:13

Page 6: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Penanganan banjir di suatu lokasi tertentu dapat diprioritaskan dengan cara membuat retardingbasin di bagian hulu dari sungai yang menuju lokasi itu. Jadi untuk mengatasi banjir di sepanjangCiliwung hilir dan Istana Negara, misalnya, dapat dibuat retarding basin dalam jumlah cukupbanyak di sebelah hulu aliran sungai tersebut.

Berdasarkan telaah itu, Pemerintah DKI sebaiknya memprogramkan pembuatan retartding basinsecara simultan terus-menerus sehingga banjir Jakarta dengan keyakinan penuh dapat diatasisekaligus konservasi air pada musim kemarau terjaga. Namun, perlu diingat, penanggulanganbanjir dengan metode ekohidraulik ramah lingkungan lain, seperti memanen hujan, ekodrainase,sumur peresapan, areal resapan, penghijauan, penghutanan kembali, penghentian penebanganhutan, revitalisasi sungai rawa dan situ, peninggian jembatan rendah, serta menghidupkankembali transportasi sungai di Jakarta harus dilakukan secara serius dan terintegrasi.

Agus MaryonoPeneliti Sungai, Banjir, dan Ekohidraulik; Dosen Fakultas Teknik, MST FT UGM

Sumber: KOMPAS, Kamis, 08 Februari 2007, Rubrik Opini

h p://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0702/08/opini/3301174.htm

Manajemen Air Hujan di Indonesia

Agus Maryono

Dunia ke depan dibayang-bayangi oleh krisis yang sangat mengancam, yaitu krisis persediaan airbersih. Demikian juga di Indonesia, masalah air bersih ini akan secara eskalatif memanas daritahun ke tahun.

Sengketa atas penggunaan mata air oleh masyarakat dan PDAM di berbagai daerah danpenurunan muka air tanah serta penurunan debit mata air di sebagian besar wilayah Indonesiamerupakan suatu indikasi adanya masalah air bersih yang cukup serius dewasa ini.

Di samping itu, kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan secara rutinmenimpa kita. Masalah tersebut di antaranya disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaanwilayah daerah aliran sungai dan juga kerusakan lingkungan yang terus berjalan sekarang ini.

Kita sebagai bangsa yang menempati wilayah dengan curah hujan cukup tinggi, 2.000-4.000mm/tahun, ternyata belum tergerak sedikit pun untuk mengelola potensi air hujan yang begitubesar tersebut.

Tulisan ini menyajikan konsep memanen air hujan (rain water harvesting) untuk segeradikembangkan di Indonesia guna menanggulangi masalah di atas. Istilah memanen hujansebenarnya berasal dari bidang pertanian, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan air pertaniandi daerah arid dan semi arid.

Namun, upaya memanen hujan di dunia internasional saat ini menjadi bagian penting dalamagenda global environmental water resources management dalam rangka penanggulanganketimpangan air pada musim hujan dan kering (lack of water), kekurangan pasokan air bersihpenduduk dunia, serta penanggulangan banjir dan kekeringan.

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

6 of 19 06/09/2012 13:13

Page 7: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Memanen hujan dapat didefinisikan sebagai upaya menampung air hujan untuk kebutuhan airbersih atau meresapkan air hujan ke dalam tanah untuk menanggulangi banjir dan kekeringan.

Perkembangan terakhir di negara maju yang dapat dilihat di International Exhibition on Water andWastewater di Munic, Jerman, 24-29 April 2005, justru mulai ada tren besar-besaran untukmembuat kolam tandon air hujan skala rumah tangga untuk keperluan mengepel, mencuci mobil,menyiram tanaman, menggelontor toilet, bahkan ada yang dilengkapi sekaligus dengan perangkatpengolahan air mini sehingga seluruh air hujan bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum.

Salah satu contoh implementasi memanen air hujan adalah kebutuhan air bandara di Frankfurt,Jerman, dipasok dari air hujan yang dikumpulkan dari atap bandara tersebut.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa metode hujan yang telah berkembang dan beberapawacana memanen hujan yang dapat dikembangkan di Indonesia, baik memanen hujan yanglangsung bisa dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih rumah tangga maupunmemanen air hujan untuk mengisi air tanah.

Metode memanen hujan

Kolam tandon air rumah tangga sudah banyak dipakai masyarakat secara tradisional sebagaicadangan air bersih. Misal kolam tandon harian komunal di Gunung Kidul, DI Yogyakarta (kolamPAH atau kolam pengumpul air hujan).

Tiap keluarga secara individual membuat kolam tandon di bawah rumah atau di bawah teras.Untuk rumah sederhana dan rumah tingkat atau hotel dapat digunakan kolam tandon vertikalbentuk silinder dengan diameter 1-2 meter, disesuaikan dengan desain rumah yang ada, sehinggapengalirannya dapat dengan metode gravitasi.

Metode ini sangat menguntungkan karena minimal selama musim hujan kebutuhan dasar airbersih dapat ditopang dengan bak tandon ini. Dengan cara ini, kantor-kantor pemerintah danswasta dapat memulai memanen hujan untuk mengurangi anggaran air bersih dari PDAM selamasekitar tujuh bulan (pada musim hujan dan beberapa bulan pada awal musim kemarau).

Metode kolam untuk menampung air sudah dipraktikkan secara tradisional oleh nenek moyangbangsa Indonesia. Setiap rumah tangga dulu mempunyai kolam jogangan sekaligus untukmemelihara ikan atau merendam kayu.

Metode kolam dalam skala besar juga sangat mudah untuk disosialisasikan melalui polapemenuhan kebutuhan bahan uruk (bahan galian C). Pemerintah dan masyarakat dapat mencarilokasi tambang galian C, kemudian dikeruk. Hasil galiannya dipakai sebagai bahan uruk, bekasgaliannya dipakai sebagai kolam resapan air hujan sekaligus dapat dikembangkan untuk rekreasi.

Cara ini banyak dipraktikkan di negara-negara maju sehingga dalam jangka waktu tertentu merekamempunyai banyak sekali danau buatan dari tambang galian C. Di samping itu, konstruksi kolamdapat dibangun di areal permukiman.

Limpasan air hujan suatu kawasan permukiman ditampung di kolam untuk diolah kembalimenjadi air minum, bahkan untuk kebutuhan air irigasi. Cara ini sudah banyak dipraktikkan dikompleks-kompleks perumahan perusahaan pertambangan di Sumatera dan Kalimantan.

Sedangkan metode sumur resapan sudah banyak dikenal masyarakat dan dapatdiimplementasikan pada setiap unit perkantoran, tempat-tempat rekreasi, olahraga, padaruas-ruas jalan, lapangan terbang, dan lain sebagainya. Masyarakat sudah banyak mengenal

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

7 of 19 06/09/2012 13:13

Page 8: Agus Maryono « BebasBanjir2015

sumur resapan, namun implementasinya masih tergolong lambat.

Tanggul pekarangan

Masyarakat di pedesaan di Indonesia sampai saat ini masih mempunyai metode menanggulangierosi pekarangan dengan membuat “tanggul pekarangan rendah” setinggi 20-30 cm dari susunanbatu kosong atau batu bata dan tanaman mengelilingi pekarangan mereka.

Metode tersebut telah banyak dilakukan di daerah Magelang dan Temanggung, Jawa Tengah, danSleman, DI Yogyakarta. Konstruksi ini ternyata juga berfungsi sebagai pola memanen hujan karenalimpahan limpasan hujan akan tertahan dan meresap di areal pekarangan, tidak langsungmengalir ke sungai, dan sumur mereka tidak pernah kering.

Modifikasi lanskap untuk memanen hujan sedang banyak dikerjakan di beberapa negara maju,misal di Kanada, Jerman, dan Jepang. Salah satunya dengan mengganti jaringan drainase kawasandengan cekungan-cekungan di berbagai tempat (modifikasi lanskap) sehingga air hujan akantertampung di lokasi cekungan tersebut.

Cara modifikasi lanskap ini ternyata dapat menekan biaya konstruksi jaringan drainase suatukawasan lebih dari 50 persen. Di Indonesia metode ini secara tradisional sebenarnya sudahberkembang.

Masyarakat “memodifikasi lanskap” mereka dengan membuat parit-parit kecil dan cekungan-cekungan dangkal di pekarangan mereka sekaligus sebagai ornamen kebun pekarangan.

Pemerintah dan masyarakat mengusahakan suatu kawasan atau wilayah tertentu yang khususdiperuntukkan sebagai daerah pemanenan air hujan (peresapan air hujan) yang dijagadeversifikasi vegetasinya dan konstruksi apa pun tidak boleh dibangun di atas areal tersebut.

Untuk keperluan ini harus dipilih daerah yang mempunyai peresapan tinggi dan bebas darikontaminasi polutan. Konsep ini belum banyak dikenal di Indonesia, maka setiap daerah perlusegera mencari lokasi atau kawasan yang dapat dikembangkan menjadi cagar alam resapan airhujan ini.

Kondisi danau, telaga, dan situ di berbagai tempat di Indonesia semakin memburuk, dayatampungnya berkurang drastis karena sedimentasi, jumlahnya berkurang drastis karena banyakyang diuruk dan dijarah dijadikan areal pemukiman.

Metode rain water harvesting dapat dilakukan untuk merevitalisasi kembali danau, telaga, dan situdengan konsep ekohidraulik, yaitu memperbaiki dan menyehatkan seluruh komponen ekologi danhidraulik penyusun telaga, situ, dan danau yang bersangkutan sehingga dapat berfungsimenampung dan meresapkan air hujan serta dapat digunakan untuk keperluan air minummaupun pengisian air tanah.

Berdasarkan penelitian di daerah Pati, Grobogan, dan Gunung Kidul, danau, telaga, dan situ yangmasih alami sempadannya umumnya kualitas dan kuantitas airnya bagus.

Terakhir, ironis sekali karunia hujan yang begitu besar di Indonesia ini masih kita telantarkan. Airhujan dengan kualitas cukup tinggi yang turun lima sampai enam bulan dalam satu tahun dikawasan kita sungguh merupakan potensi yang sangat luar biasa.

Namun, sebagian besar masyarakat kita tidak sadar bahwa air hujan yang hampir setiap harimengguyur rumah dan membasahi pelataran kita dapat digunakan sebagai sumber air bersih yangandal.

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

8 of 19 06/09/2012 13:13

Page 9: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Padahal, kita sadar bahwa kondisi penyediaan air bersih negara ini mengkhawatirkan, banjir dankekeringan setiap tahun selalu mengancam. Sementara itu, teknologi tradisional dan kearifan lokaluntuk memanen hujan yang pernah dan masih ada dalam masyarakat kita kebanyakan sudahtidak dimengerti generasi muda kita.

Oleh karena itu, yang perlu dilakukan pemerintah dan masyarakat mulai sekarang adalahmenyadarkan masyarakat tentang potensi air hujan ini serta menggali dan mengembangkanmetode-metode tepat guna untuk memanen hujan seoptimal mungkin guna pemenuhankebutuhan air kita sehari-hari, mengurangi banjir dan kekeringan.

Dr Ing Ir Agus Maryono Peneliti Ekohidraulik, Sungai, Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada

Metode Memanen Hujan (Rain WaterHarvesting)

Meskipun Kota Jakarta dan Istana WAPRES tergenang akibat hujan di musim kemarau (Kompas17 Juli 2005), namun justru masyarakat di berbagai daerah di Indonesia relatif diuntungkandengan adanya hujan salah mongso yang masuk sampai akhir bulan Juli. Tahun 2005 ini dalamistilah hidrologi sering disebut dengan tahun basah, tahun dimana jumlah hari hujan danintensitas hujan mencapai maksimal.

Namun masyarakat dan pemerintah tidak boleh lupa bahwa kejadian ini tidak akan berlangsungterus-menerus. Kekeringan pada musim kemarau berikutnya akan kembali menimpa kita,demikian juga banjir di musim hujan. Banjir dan kekeringan dapat diprediksikan akan terusberlanjut, karena kerusakan sebagian besar Daerah Aliran Sungai di Indonesia ini sudah sangatserius. Demikian juga masalah kekurangan air bersih akan menjadi semakin serius karenakertersediaan air tanah dan permukaan semakin berkurang.

Metode yang akan ditawarkan dalam tulisan ini, untuk dikembangkan di Indonesia gunamenanggulangi masalah di atas termasuk masalah air genangan di kota-kota akibat hujan salahmongso adalah metode memanen hujan (rain water harvesting). Istilah memanen hujansebenarnya berasal dari bidang pertanian, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan air pertaniandi daerah arid dan semi arid. Namun upaya memanen hujan di dunia internasional saat inimenjadi bagian penting dalam agenda entvironmental water resources management dalam rangkapenanggulangan ketimpangan air di musim hujan dan kemarau (lack of water), kekuranganpasokan air bersih penduduk dunia serta penanggulangan banjir dan kekeringan. Memanen hujandapat didefinisikan sebagai upaya menampung air hujan sehingga dapat untuk kebutuhan airbersih atau dengan meresapkan air hujan ke dalam tanah sehingga banjir pada musim hujan dankekeringan pada musim kemarau dapat ditanggulangi.

Perkembangan terakhir di negera maju yang dapat dilihat di International Exibition on Water andWastewater di Munich, Jerman, 24 – 29 April 2005 yang lalu, justru mulai ada tren besar-besaranuntuk membuat kolam tando air hujan skala rumah tangga untuk keperluan mengepel, mencucimobil, untuk menyiram tanaman, mengglotor toilet, bahkan ada yang dilengkapi sekaligus denganperangkat pengolahan air mini sehingga seluruh air hujan bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan airminum.

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

9 of 19 06/09/2012 13:13

Page 10: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Berikut ini akan dikemukakan beberapa metode memanen hujan yang telah berkembang danbeberapa wacana memanen hujan yang dapat dikembangkan di Indonesia, baik memanen hujanyang langsung bisa dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih rumah tangga maupunmemanen air hujan untuk mengisi air tanah.

1. Metode memanen hujan dengan kolam atau bak tando air rumah tangga

Kolam tando air rumah tangga sudah banyak dipakai masyarakat secara tradisional sebagaicadangan air bersih. Misal kolam tando harian komunal di Gunung Kidul, DIY (kolam PAH =kolam Pengumpul Air Hujan) yang dibuat ditengah-tengah masyarakat, sehingga setiap orangdapat menggunakannya. Atau secara individu membuat kolam tando di bawah rumah atau dibawah teras, dengan hitungan volume yang mencukupi untuk keperluan air minum dan mandiatau keperluan lainnya, misal untuk mengepel, mencuci kendaraan, menggelontor WC dll. Kolamtando ini juga bisa di bangun dengan ketinggian cukup sehingga pengalirannya dapatmenggunakan tenaga grafitasi. Untuk rumah sederhana dan rumah tingkat atau hotel dapatdigunakan kolam tandu dengan pola tampung vertikal berbentuk selinder dengan diameter 1-2 mdisesuaikan dengan desain rumah yang ada. Hal ini sangat menguntungkan karena minimalselama musim hujan kebutuhan dasar air bersih dapat ditopang dengan bak tando ini. Metode iniperlu segera dikembangkan dan dimasyarakatkan secara luas.

2. Metode memanen hujan dengan kolam dan sumur resapan

Metode memanen hujan ini sudah dipraktekan secara tradisionel oleh nenek moyang bangsaIndonesia; setiap rumah tangga dulu mempunya kolam-kolam dan jogangan sekaligus untukmemelihara ikan, tempat sampah organik atau merendam kayu. Metode kolam resapan atau inidalam skala besar sangat mudah untuk disosialisasikan melalui pola pemenuhan kebutuhan bahanurug atau pasir (bahan galian C). Pemerintah dan masyarakat dapat mencari lokasi tambang galianC, kemudian dikeruk hasil galiannya dipakai sebagai bahan urug. Bekas galiannya dipakai sebagaikolam resapan air sekaligus dikembangkan untuk rekreasi. Cara ini banyak dipraktekkan dinegara-negara maju, sehingga dalam jangka waktu tertentu mereka mempunyai banyak sekalidanau-danau buatan. Disamping itu konstruksi kolam resapan dapat dibangun di arealpemukiman, dimana limpasan air hujan suatu kawasan pemukiman ditampung di suatu kolamuntuk diresapkan atau dapat digunakan untuk kebutuhan air irigasi. Sedangkan metode sumurresapan sudah banyak dikenal masyarakat, dapat diimplementasikan pada setiap unitperkantoran, tempat-tempat rekreasi, olah raga, pada ruas-ruas jalan, lapangan terbang dan lainsebagainya. Masyarakat sudah banyak mengenal sumur resapan, namun implementasinya masihtergolong lambat.

3. Metode memanen hujan dengan tanggul pekarangan

Masyarakat di pedesaan di Indonesia sampai saat ini masih mempunyai metode menanggulangierosi pekarangan dengan membuat tanggul rendah 20 – 30 cm dari susunan batu kosong atau batubata dan tanaman mengelilingi pekarangan mereka. Konstruksi ini ternyata berfungsi juga sebagaipola memanen hujan, karena limpasan limpasan hujan akan tertahan dan meresap di arealpekarangan tidak langsung mengalir ke sungai. Tradisi ini perlu dikembbangkan dan didukungsecara nyata oleh pemerintah.

4. Metode Memanen hujan dengan revitalisasi danau, telaga dan situ

Kondisi telaga, danau dan situ diberbagai tempat di Indonesia semakin memburuk, dayatampungnya drastis berkurang karena sedimentasi, jumlahnya drastis berkurang karena banyakyang diurug dan dijarah dijadikan areal pemukiman. Metode rain water haversting dapat

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

10 of 19 06/09/2012 13:13

Page 11: Agus Maryono « BebasBanjir2015

dilakukan untuk merevitalisasi kembali danau, telaga dan situ dengan konsep ekohidraulik, yaitumemperbaiki dan menyehatkan seluruh komponen penyusun telaga, situ dan danau yangbersangkutan, sehingga dapat berfungsi menampung dan merespakan air hujan hingga dapatdigunakan untuk keperluan air minum maupun pengisian air tanah.

5. Metode memanen hujan dengan modifikasi landsekap

Modifikasi landsekap untuk memanen hujan sedang banyak dikerjakan di beberpa negara maju,misal di Kanada, Jerman dan Jepang. Salah satunya dengan mengganti jaringan drainase kawasandengan cekungan-cekungan diberbagai tempat (modifikasi landsekap), sehingga air hujan akantertampung di lokasi cekungan tersebut. Dengan cara modifikasi landsekap ini ternyata dapatmenekan biaya konstruksi jaringan drainase suatu kawasan. Di Indonesia metode ini belumberkembang sama sekali, sehingga mendesak untuk dilakukan studi dan pilot project secaraintensif.

Metode memanen hujan dengan mengembangkan daerah perlindungan air tanah

Pemerintah dan masyarakat mengusahakan suatu kawasan atau wilayah tertentu yang khususdiperuntukkan sebagai daerah pemanenan air hujan (peresapan air hujan) yang dijagadeversifikasi vegetasinya dan tidak boleh dibangun konstruksi apapun di atas areal tersebut .Untuk keperluan ini harus dipilih daerah yang mempunyai kepasitas peresepan tinggi dan bebasdari kontaminasi polutan. Konsep ini belum banyak dikenal di Indonesia, maka setiap daerahperlu segera mencari lokasi atau kawasan yang dapat dikembangkan menjadi cagar alam resapanair hujan ini.

8. Metode memanen hujan dengan memempertahankan hutan

Hutan dapat dijadikan sebagai komponen pemanen air dengan cara mempertahankan kelestarianhutan tersebut. Penelitian terakhir di hutan Amazon, Amerika Latin menyebutkan bahwasebenarnya hutan dapat mendaur ulang hujan hingga 75 % dan 25% sisanya mengalir kehilir danmeresap kedalam tanah. Mekanisme daur ulang hujan tersebut dimulai dengan evapotranspirasi,pembentukan awan di wilayah hutan dan awan ini jatuh kembali berupa hujan, demikianseterusnya. Daur ulang ini adalah mekanisme fungsi hutan dalam memanen hujan. Dengan 75%air hujan tersirkulasi di wilayah hutan, maka frekuensi hujan di wilayah tersebut relatif tinggi danteratur serta musim hujannya realtif panjang. Hujan dengan frekuansi tinggi ini tidak akanmenyebabkan banjir karena 75 % menguap dan hanya 25% mengalir kehilir. Kekeringan juga tidakakan terjadi, karena pasokan air 25 % ke hilir tersebut didapatkan secara kontinyu hampirsepanjang tahun. Melihat fungsi hutan komponen daur ulang air hujan tersebut, maka kedepanhutan harus dipandang sebagai modal tetap atau aktiva tetap, bukan sebagai modal bergerak.Perlu disadari bahwa harga kayu yang dihasilkan dari merambah hutan tidak lebih dari 7% jikadibandingkan dengan harga fungsi hutan secara integral yaitu hutan sebagai penyimpan air,pengendali banjir, pengendali kekeringan, pengendali longsor, stabilisator temperatur, konservasiekosistem mikro dan makro serta pemasok oksigin.

Terakhir, ironis sekali karunia hujan yang begitu besar di Indonesia ini masih diterlantarkan begitusaja. Sementara kondisi penyediaan air bersih negara ini mengkhawatirkan, banjir dan kekeringansetiap tahun mengancam. Air hujan dengan kualitas relatif tinggi yang turun 5 sampai 6 bulandalam satu tahun di kawasan kita sungguh merupakan potensi yang sangat luar biasa. Yang perludilakukan oleh pemerintah dan masyarakat mulai sekarang ini adalah mengembangkan metode-metode tepat guna untuk memanen hujan seoptimal mungkin untuk pemenuhan kebutuhan airkita sehari-hari, mengurangi banjir dan kekeringan.

Dr. –Ing. Ir. Agus Maryono

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

11 of 19 06/09/2012 13:13

Page 12: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Peneliti Ekohidraulik, Sungai, Banjir, Kekeringan dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada.Ketua Magister Sistem Teknik Konsentrasi Mikrohidro, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.HP: 0811254254

Kekeringan dan Banjir Susul Menyusul

Oleh Agus Maryono

Kekeringan dan banjir, secara bersamaan maupun terpisah, menjadi pandangan publik yangmemilukan. Dalam beberapa dekade terakhir ini, kekeringan berlangsung di berbagai tempat diIndonesia. Akibatnya, jutaan hektar areal pertanian di Jawa dan luar Jawa terancam gagal panen.Sementara masih sangat kental dalam ingatan, musim hujan selalu memaksa orang untuktergopoh-gopoh karena datangnya banjir yang merendam berbagai kota.

Untuk mengkaji lebih mendalam kedua kejadian itu perlu dikemukakan faktor-faktor penyebabkekeringan dan banjir secara menyeluruh. Berdasarkan kaidah ilmu pada hidrologi dankeseimbangan Daerah Aliran Sungai (DAS), banjir dan kekeringan merupakan “saudara kembar”yang pemunculannya datang susul menyusul. Faktor penyebab kekeringan sama persis denganfaktor penyebab banjir. Keduanya berperilaku linier-dependent, artinya semua faktor yangmenyebabkan kekeringan akan bergulir mendorong terjadinya banjir. Semakin parah kekeringanyang terjadi, maka semakin dahsyat pula banjir yang akan menyusul, dan hal yang demikianberlaku sebaliknya.

Terdapat beberapa faktor penyebab kekeringan dan banjir. Di antaranya adalah faktor iklimekstrim (kemarau ekstrim dan hujan ekstrim), faktor penurunan daya dukung DAS termasuk didalamnya faktor pola pembangunan sungai, faktor kesalahan perencanaan dan implementasipengembangan kawasan, faktor kesalahan konsep drainasi dan faktor sosio-hidraulik (kesalahanperilaku masyarakat terhadap komponen hidrologi – hidraulik).

Iklim Ekstrim

Faktor iklim ekstrem, dapat menyebabkan kekeringan dan banjir yang tak terkendali. Misalnyakemarau panjang atau hujan badai ekstrem yang kesemuanya dipengaruhi oleh iklim makro global.Misal El Nino-La Nina yang bergerak antara kepulauan Indonesia dan Panama Chili. Juga Tifca,badai dahsyat dengan lama hujan masing-masing mencapai 24 jam dan 72 jam (3 hari) yangpernah terjadi di Banjarnegara, Jawa Tengah.

Kondisi iklim ekstrem tidak bisa dielakkan dan dapat menyebabkan kekeringan dan banjir. Kondisisemacam ini bisa dikategorikan sebagai natural disaster (bencana alam) yang sulit diatasi.Masalahnya adalah, jika kondisi iklim ekstrem terjadi sementara daya dukung DAS sangat jelek,maka dampak kekeringan dan banjir yang terjadi akan semakin parah. Untuk mengantisipasifaktor ekstrem ini, perlu kerja sama global bersama negara-negara lain.

Hancurnya daya dukung DAS merupakan faktor dominan yang menyebabkan terjadinyakekeringan dan banjir. DAS yang daya dukungnya rendah ditandai dengan perubahan tata gunalahan dari daerah tangkapan hujan dengan koefisien aliran permukaan (koefisien run off) rendah(di mana sebagian besar air hujan diresapkan ke tanah) berubah menjadi tanah terbuka dengankoefisen run off tinggi (di mana sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan).

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

12 of 19 06/09/2012 13:13

Page 13: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Rendahnya daya dukung DAS dapat diamati dengan semakin mengecilnya luas areal hutan, tidakterurusnya lahan pertanian, semakin luasnya lahan untuk hunian dan prasarana dan semakinbanyaknya tanah terbuka atau tanah kritis.

Akibat hancurnya DAS, banjir akan terjadi di musim penghujan (terutama di daerah hilir dantengah, seperti misalnya di Jakarta, Medan, Surabaya, Semarang, dan lain lain). Kemudian akandisusul dengan kekeringan pada musim kemarau berikutnya. Hal ini karena pada musihpenghujan seluruh air dengan cepat mengalir ke hilir (karena run off tinggi), maka konservasi-simpanan air di hulu menjadi sangat berkurang. Akibatnya pada musim kemarau tidak ada lagialiran air menuju ke hilir dan keringan terjadi.

Kekeringan biasanya ditandai dengan surut atau keringnya sungai-sungai kecil terlebih dulu,disusul sungai menengah dan kemudian sungai besar. Sebagai akibat misalnya transportasi airmacet (banyak terjadi di Sumatra dan Kalimantan), debit bendung irigasi berkurang drastis hinggapertanian kolaps (banyak terjadi di Jawa), muka air tanah turun drastis sehingga sumur-sumurperlu didalamkan (banyak terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta), mata air mati (seperti didaerah Gunung Kidul).

Masalah lain yang mengancam dari kekeringan adalah semakin banyaknya permukaan tanahterbuka dan berbutir lepas. Kondisi ini menyebabkan ancaman erosi dan banjir yang lebih hebatpada musim hujan berikutnya.

Daya dukung DAS untuk menanggulangi kekeringan dan sekaligus banjir, dapat ditingkatkanhanya dengan partisipasi masyarakat melalui program penghijauan yang menyeluruh dari hulusampai ke hilir, baik di perkotaan maupun pedesaan, mengakti an reservoir-reservoir alamiah,pembuatan resapan-resapan air hujan alamiah dan pengurangan atau menghindari sejauhmungkin pembuatan lapisan keras permukaan tanah yang dapat berakibat sulitnya air hujanmeresap ke tanah.

Memperbaiki daya dukung DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujandapat meresap secara alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir.

Pembangunan sungai

Kekeringan dan banjir dapat disebabkan oleh pola pembangunan sungai dengan normalisasi,pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul sisi, pembetonan dinding tebing dan pengerasan tampangsungai. Sungai-sungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini juga mengalami hal serupa.

Inti dari pola itu adalah mengusahakan air banjir secepat-cepatnya dikuras ke hilir, tanpamemperhitungkan banjir yang akan terjadi di hilir. Pola ini juga tidak memperhatikan kekeringanyang pasti akan terjadi di musim kemarau, karena dengan pola ini seluruh air diusahakan dibuangke laut secapat-cepatnya. Otomatis keseimbangan air terganggu, dan di musim kemarau tidak adaair yang mengalir dari daerah hulu lagi.

Tidak bisa dipungkiri, perencanaan wilayah dan implementasinya di seluruh Indonesia dewasa ini,belum memasukkan faktor konservasi sumberdaya air menjadi faktor dominan. Bahkan tigadasawarsa yang lalu perencanaan regional hanya dipercayakan sepenuhnya kepada ahli-ahliperencanaan yang sedikit mengerti permasalahn persungaian, kekeringan, banjir dan ekologi.

Hasil dari akumulasi kesalahan tersebut salah satunya adalah pola sebaran pengembangankawasan dan sarana yang sangat konstradiktif dengan upaya penanggulangan kekeringan, banjirdan konservasi air. Penyebaran pemukiman di sebagian besar kota-kota di Indonesia dan daerahperi-perinya mengikuti penyebaran merata pola horizontal (lihat Jakarta, Bandung, Yogyakarta,

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

13 of 19 06/09/2012 13:13

Page 14: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Medan, Samarinda, Pontianak dan lain lain).

Dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, seluruh DAS telah berubah menjadi hunian yangtersebar merata. Akibatnya sangat buruk, karena ketika luas hunian mencapai sepertiga luas DAS,maka seluruh DAS pada dasarnya sudah rusak.

Perlu diketahui bahwa setiap bangunan (dengan tipe horozontal) memerlukan luasan tambahanuntuk sarana prasarananya sekitar tiga kali lipat dari luas bangunan itu sendiri. Jika DAS rusakakibat hunian ini, maka kekeringan dan banjir otomatis akan datang silih berganti.

Pola penyebaran pemukiman dan pengembangan kawasan seperti di atas, perlu segera dikoreksitotal kearah kota-region dan perkembangan kearah vertikal. Tentu saja pola ini akan menghadapikendala sosial. Untuk itu wacana pola ini perlu sesegera mungkin dibuka ke masyarakat.

Selain itu, Konsep masterplan drainase kota dan kawasan di seluruh Indonesia yang digunakansampai sekarang ini adalah konsep drainasi konvensional. Konsep ini mengartikan drainasisebagai upaya mengatuskan air secepat-cepatnya ke sungai dan selanjutnya ke hilir. Bahkandrainasi konvensional sering diartikan sebagai upaya pengeringan kawasan.

Dengan konsep ini jelas akan menimbulkan banjir bagian hilir di musim penghujan dankekeringan di musim kemarau. Karena seluruh air yang seharusnya meresap ke tanah dan akanmuncul sebagai mata air nantinya, dipaksakan secepatnya dibuang ke hilir. Kesalahan ini perludiatasi dengan mengubah paradigma konsep drainase menuju konsep drainasi ramah lingkungan,yaitu upaya mengalirkan air kelebihan di suatu kawasan dengan jalan meresapkan air tersebutatau mengalirkan secara alamiah dan bertahap ke sungai.

Metode yang cocok misalnya dengan pembuatan embung dan kolam kecil untuk menampung airhujan di pemukiman-pemukiman, pembuatan sumur-sumur resapan alamiah. Prinsip konsep iniadalah menghindarkan mengalirnya air limpasan hujan secepatnya ke hilir.

Faktor sosio-hidraulik

Sosio-hidraulik diartikan sebagai kepahaman sosial tentang masalah yang berkaitan dengankeairan dan konservasinya. Selama masyarakat baik di kota maupun di desa secara masal belumpaham tentang keterkaitan daerah hulu dan hilir, keterkaitan banjir dan kekeringan, keterkaitanantara sampah-pendangkalan dan banjir, kerterkaitan antara pengambilan air tanah besar-besarandengan kekeringan dan intrusi air laut, keterkaitan antara penebangan pohon/hutan denganbanjir dan kekeringan, keterkaitan antara ekosistem sungai dengan kekeringan dan banjir, sertabagaimana dan dengan cara apa seharusnya mereka berbuat.

Dr Ing Agus Maryono, Dosen Fakultas Teknik UGM, peneliti sungai, banjir, dan lingkungan

Sumber: Kompas, 25 Oktober 2002

Mengatasi Banjir di Jakarta One River OnePlan and One Integrated Management

Oleh Agus Maryono

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

14 of 19 06/09/2012 13:13

Page 15: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Banjir di jakarta tahun 2002 terasa amat sangat menyedihkan dan kerugian langsung dan tidaklangsungnya mungkin melebihi APBD Kota Jakarta sendiri.

Kemacetan lalu lintas yang disebabkan banjir sungguh sangat menguras dana baik dilihat darigangguan kelancaran ekonomi maupun pemborosan bahan bakar, waktu dan polusi. Efek lanjutberupa penurunan kualitas kesehatan masyarakat merupakan pekerjaan lanjutan yang akan saratdengan dana dan tenaga.

Resep penanganan banjir di Jakarta dan kota besar lainnya seperti Bandung, Medan, Semarang,dan Yogyakarta tidak bisa dilakukan secara parsial, sepotong-sepotong. Penyelesaian integralharus segera diprogramkan, jika tidak maka hanya gali lubang tutup luibang, artinya penangananbanjir malahan dapat menimbulkan banjir baru. Namun pemerintah DKI bagaimanapun prlumelakukan sesuatu, yaitu penanganan banjir jangka pendek (apa yang harus dilakukan ketikabanjir sudah terjadi), jangka menengah (apa yang harus dilakukan untuk menghindari banjir 2sampai 5 tahun ke depan) dan jangka panjang (apa yang harus dilakukan untuk menanggulangibanjir yang akan hadir di masa yang akan datang).

Sumber: Kompas, 03 Pebruari 2002

Banjir yang Berlangsung Terus Menerus diIndonesia

Banyak sekali permasalahan banjir di Indonesia yang perlu dikaji secara mendalam. Misalnya,banjir Sungai Citarum pada tahun 2000. Masalahnya, banjir dengan diikuti tanah longsor sepertiyang terjadi di berbagai daerah seperti di Aceh, Lampung, Jakarta, Bandung, Cilacap, Purwokerto,Kebumen, Gorontalo, tidak cukup hanya diratapi bersama sebagai bencana alam. Juga tidakcukup bila hanya dengan mengkambinghitamkan hujan deras sebagai penyebab tunggal. Seluruhfaktor penyebab harus diungkap dan jalan pemecahannya perlu dicari agar bisa ditindaklanjutisecara serius.

Sedikitnya ada lima faktor penting penyebab banjir di Indonesia yaitu: faktor hujan, faktorhancurnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan pembangunan alursungai , faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan tata wilayah dan pembangunan saranaprasarana.

Faktor hujan.

Hujan bukanlah penyebab utamna banjir dan tidak selamanya hujan lebat akan menimbulkanbanjir. Begitu pula sebaliknya . Terjadi atau tidaknya banjir justru sangat tergantung dari keempatfaktor penyebab lainnya karena secara statistik hujan sekarang ini merupakan pengulangan belakadari hujan yang telah terjadi di masa lalu. Hujan sejak jutaan tahun yang lalu berinteraksi denganfaktor ekologi, geologi, vulkanik mengukir permukaan bumi menghasilkan lembah, sungai, danau,cekungan serta sungai dan bantarannya. Permukaan bumi ini kemudian memperlihatkan secarajelas lokasi-lokasi rawan banjir yang perlu diwaspadai.

Penanggulangan banjir dari faktor hujan ini sangat sulit, bahkan mustahil, karena hujan adalahfaktor ekstern yang digerakkan oleh iklim makro/global. Usaha yang bisa dilakukan adalahmenjauhkan permukiman, industri dan pusat pertumbuhan lainnya dari daerah banjir yang sudah

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

15 of 19 06/09/2012 13:13

Page 16: Agus Maryono « BebasBanjir2015

secara historis dipetakan oleh hujan. Untuk mengurangi kerugian banjir akibat hujan, bisadikembangkan fungsi peringatan dini. Caranya dengan mengukur tinggi hujan di berbagai tempat,lalu dibuat kurva hubungan antara curah hujan (tinggi hujan) dengan tinggi muka air sungai yangakan terjadi. Dengan ini masyarakat yang akan terkena banjir bisa mendapat informasi lebih dini.

Faktor DAS

Daerah Aliran Sungai adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai yangbersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadapkemampuan retensi DAS terhadap banjir. Retensi DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DASuntuk menahan air di bagian hulu. Perubahan tata guna lahan, misalnya dari hutan dijadikanperumahan, perkebunan atau lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS ter-sebut berkurangsecara drastis.

Seluruh air hujan akan dilepaskan DAS ke arah hilir. Sebaliknya semakin besar retensi suatu DASsemakin baik, karena air hujan dapat dengan baik diresapkan (diretensi) dan secaraperlahan-lahan dialirkan ke sungai hingga tidak menimbulkan banjir di hilir. Manfaat langsungpeningkatan retensi DAS adalah konservasi air di DAS terjaga, muka air tanah stabil, sumber airterpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi debit sungai dapat stabil.

Retensi DAS dapat ditingkatkan dengan program penghijauan yang menyeluruh baik diperkotaan, pedesaan, atau kawasan lain, mengakti an reservoar-reservoar alamiah, pembuatanresapan-resapan air hujan alamiah dan pengurangan atau menghindari sejauh mungkinpembuatan lapisan keras permukaan tanah yang dapat mengakibatkan sulitnya air hujan meresapke tanah.

Memperbaiki retensi DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapatmeresap secara alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir. Untukhal ini perlu kesadaran masyarakat secara masal terhadap pentingnya DAS melalui prosespembelajaran sosial yang intensif dan terus-menerus.

Kesalahan pembangunan

Pola penanggulangan banjir serta longsor sejak abad ke-16 hingga akhir abad ke-20 di seluruhdunia sebenarnya hampir sama, yaitu dengan pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul,pembetonan dinding, dan pengerasan tampang sungai. Sungai-sungai di Indonesia 30 tahunterakhir ini juga mengalami hal serupa. Intinya adalah mengusahakan air banjir secepat-cepatnyadikuras ke hilir, tanpa memperhitungkan banjir yang akan terjadi di hilir.

Pola pelurusan dan sudetan seperti di atas jelas mengakibatkan percepatan aliran air menuju hilir.Di bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya.Jika tampang sungai di tempat tersebut tidak mencukupi maka akan terjadi peluapan ke bagianbantaran. Jika bantaran sungai tidak cukup, bahkan mungkin telah penuh dengan rumah-rumahpenduduk, maka akan terjadi penggelembungan atau pelebaran aliran. Akibatnya areal banjirsemakin melebar atau bahkan alirannya berpindah arah.

Pelurusan dan sudetan sungai pada hakikatnya merupakan penghilangan retensi atau pengurangan kemampuan retensi alur sungai terhadap aliran airnya. Penyelesaian masalah banjirdi suatu tempat dengan cara ini pada hakikatnya merupakan penciptaan masalah banjir baru ditempat lain di bagian hilirnya.

Oleh karena itu, pola penanganan banjir di Indonesia memasuki abad ke-21 initidak lagi dengan cara-cara di atas, namun dengan menggunakan prinsip integralistik yaitu One

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

16 of 19 06/09/2012 13:13

Page 17: Agus Maryono « BebasBanjir2015

River-One Plant and One Intergrated Management. Dengan prinsip ini maka banjir juga harusdibagi secara integral sepanjang sungai menjadi banjir kecil-kecil, guna menghindari banjir besaryang destruktif di suatu tempat tertentu.

Perlu dikembangkan juga prinsip Let River be Natural River. Implikasinya dalam penanggulanganbanjir adalah justru sungai alamiah yang bermeander, bervegetasi lebat, dan memiliki retensi alurtinggi, yang perlu dijaga kelestariannya. Soalnya, hanya ini yang mempunyai retensi tinggiterhadap banjir.

Pendangkalan

Faktor pendangkalan sungai termasuk faktor penting pada kejadian banjir. Pendangkalan sungaiberarti terjadinya pengecilan tampang sungai, hingga sungai tidak mampu mengalirkan air yangmelewatinya dan akhirnya meluap.

Pendangkalan sungai dapat diakibatkan oleh proses pengendapan (sedimentasi) terus-menerus,terutama di bagian hilir sungai. Proses sedimentasi di bagian hilir ini dapat disebabkan oleh erosiintensif di bagian hulu. Erosi ini selain merupakan akibat dari rusaknya DAS bagian hulu hinggatanahnya mudah tererosi, juga karena pelurusan sungai dan sudetan, yang dapat mendorongpeningkatan erosi di bagian hulu.

Material tererosi ini akan terbawa aliran dan lambat laun diendapkan di hilir hinggamenyebabkan pendangkalan di hilir. Masalah pendangkalan sungai sudah sangat serius danditemukan di hampir seluruh daerah hilir/muara di Indonesia.

Untuk itu perlu segera disosialisasikan perbaikan DAS dengan pelarangan penjarahan hutan danpenghentian HPH serta peninjauan kembali proyek-proyek pelurusan dan sudetan-sudetan yangtidak perlu.

Pendangkalan sungai juga dapat diakibatkan oleh akumulasi endapan sampah yang dibuangmasyarakat ke sungai. Sampah domestik yang dibuang warga masyarakat ke sungai terutama dikota-kota besar akan berakibat terjadinya pendangkalan dan penutupan alur sungai sehinggaaliran air tertahan dan akhirnya sungai meluap.

Berbagai penelitian sungai di Indonesia mencatat bahwa setiap sungai yang melintasi kawasanpermukiman di samping kualitasnya sangat buruk juga kandungan sampahnya tinggi. Makasudah sangat mendesak untuk mengadakan sosialisasi peraturan pelarangan dan sanksipembuangan sampah di sungai bahkan jika perlu dibentuk polisi sungai yang bertugas menjagalingkungan sungai secara profesional.

Tata wilayah

Kesalahan fatal yang sering dijumpai dalam perencanaan tata wilayah adalah penetapan kawasanpermukiman atau pusat perkembangan justru di daerah-daerah rawan banjir. Terlebih lagiperkembangan tata wilayah juga sering tidak bisa dikendalikan, sehingga mengarah ke daerahbanjir.

Sebagai contoh, banyak sekali perumahan baru yang dibangun di daerah bantaran dan tebingsungai yang rawan banjir dan longsor. Demikian juga banyak terjadi pembangunan jalan tol, jalanprovinsi, tanggul, dan saluran drainasi, yang justru dapat menyebabkan terjadinya banjir dikawasan tertentu karena salah dalam perencanaannya. Air jadi tertahan, tidak bisa lancar keluaratau semua air mengalir menuju kawasan tertentu sehingga terjadi banjir.

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

17 of 19 06/09/2012 13:13

Page 18: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Penyelesaian masalah itu tidak bisa digeneralisasi. Diperlukan semakin banyakorang yang ahli atau tahu mengenai banjir baik yang berskala mikro maupun makro, untukmerencanakan pembangunan tanpa menimbulkan banjir.

Kelima faktor tersebut secara integral perlu diperhatikan serius oleh seluruh ahli banjir diIndonesia guna menghindari dan menanggulangi banjir secara integral. Ironis juga rasanya, kalaunegara Indonesia yang kaya akan masalah banjir tidak kaya ahli banjir. Apa justru karenaIndonesia tidak kaya ahli banjir maka sering kebanjiran?

(Dr Ing Agus Maryono, dosen Fakultas Teknik, Jurusan Sipil Bidang Hidro, UGM. Peneliti masalahsungai, lingkungan, dan eko-hidraulik)

Sumber: Kompas, 20 Januari 2002

Buku-Buku Agus Agus Maryono:

h p://www.bukuagusmaryono.blogspot.com/

8 Komentar »

selamat pagi pak Agus maryono.. bagaimana detail seting video live streaming, software apasaja yang digunakan dan dimana saya bisa mendapatkannya?terimakasih

maslikan patijawatengah

Komentar oleh maslikan — Mei 4, 2009 @ 2:36 am

1.

Pak agus,,, setelah menyimak seluruh artikel pak agus rasanya bapak sudah saatnya menjadidirjen pengairan dan irigasi, biar indonesia memiliki seorang ahli dengan paradigmapembangunan baru yang lebih environmental friendly dan low cost. sekali lagi salut buatkonsep pak agus yang cukup brilian.

Komentar oleh m. syarif tjan — Mei 10, 2010 @ 1:08 pm

2.

salam terimakasih untuk teman-teman semua

Komentar oleh agus — Juli 16, 2010 @ 11:04 pm

3.

pak agus, terima kasih sekali atas infonya. konsep retarding basin merupakan judul yang sayaambil untuk skripsi saya dan studi kasusnya pada sungai2 di denpasar bali. namun saya masihbelum terlalu mengenal sistem retarding basin tersebut secara mendetail. mohon bapaksekiranya dapat memberikan referensi2 ataupun bimbingannya. saya sangat tertarik sekali akankonsep ramah lingkungan yang ditawarkan oleh metode kolam retensi ini.

Komentar oleh teuku — September 23, 2010 @ 12:08 pm

4.

[...] Blognya Bp Agus Maryono [...]5.

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

18 of 19 06/09/2012 13:13

Page 19: Agus Maryono « BebasBanjir2015

Ping balik oleh anakUI.com » Mencegah Banjir Ibukota — Maret 21, 2011 @ 3:42 pm

Salam,Terima kasih atas komentarnya.Retarding basin sangat penting untuk menahan di bagian hulu. Intinya hanya menghitungvolume dari hidrograf limpasan yang melebihi kapasitas sungai.Volume retarding adalah volume limpasan yang tidak tertampung.

Salam,

Agus ,

Komentar oleh Anonymous — Juli 25, 2011 @ 4:47 pm

6.

bagus pak, semua yang berpengetahuan harus mengaplikasikan buat bangsa. Salut pak,bravoUGM.

Komentar oleh Mastepe Adi — Agustus 16, 2011 @ 1:19 pm

7.

[...] h p://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-maryono/ [...]

Ping balik oleh BANJIR KARENA SALAH KONSTRUKSI DRAINASE « Fadlyfauzieʹs Blog —Maret 30, 2012 @ 5:45 am

8.

Umpan RSS (Really Simple Syndication) untuk komentar-komentar pada tulisan ini. URI (UniformResource Identifier) Lacak Balik

Tema: Shocking Blue Green. Blog pada WordPress.com.

Agus Maryono « BebasBanjir2015 http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-mar...

19 of 19 06/09/2012 13:13