AGROFORESTRY (2)
description
Transcript of AGROFORESTRY (2)
AGROFORESTRY (2)
Dr Ir Hariyadi, MSBahan Kuliah Pertanian Terpadu
Departemen Agronomi dan HortikulturaFakultas pertanian – IPB
Siklus energi dan hara pada Agroforestry • siklus nitrogen, • siklus phosfor, • siklus kalium• Siklus air• siklus karbon• Siklus bahan organik tanah (BOT)
Bagi tumbuhan, keberadaan siklus tersebut sangat penting, karena kehilangan atau putusnya suatu rantai siklus akan mengakibtakan kerusakan pada sistem pertumbuhan pohon, sehingga akan menimbulkan penyakit, gangguan fisiologi dan kematian.
• Di dalam ekosistem hutan alami tercipta “siklus hara tertutup” yaitu suatu sistem yang memiliki jumlah kehilangan hara lebih rendah dibandingkan dengan jumlah masukan hara yang diperoleh dari penguraian seresah atau dari serap ulang (recycle) hara pada lapisan tanah dalam.
• Sistem hutan memiliki daya serap ulang yang tinggi (efisiensi penggunaan hara tinggi),
• Sistem pertanian memiliki siklus hara yang ‘terbuka’ atau ‘bocor’ karena memiliki jumlah kehilangan hara yang besar. Sistem agroforestri berada di antara ke dua sistem tersebut di atas.
Siklus Hara
Siklus hara dalam ekosistem agroforsetry
Siklus Karbon dan Oksigen
Alih-guna lahan & Kehutanan
Energi & Industri
PertanianLimbah kota
KARBONDIOKSIDA
55%
CFCs24%
NITROUSOKSIDA
6%
METANA15%
Siklus karbon dalam ekosistem agroforsetry
Ada 3 pool utama pemasok C ke dalam tanah adalah: (a) tajuk tanaman pohon dan tanaman semusim yang
masuk sebagai serasah dan sisa panen; (b) akar tanaman, melalui akar-akar yang mati, ujung-ujung
akar, eksudasi akar dan respirasi akar; (c) biota. Serasah dan akar-akar mati yang masuk ke dalam
tanah akan segera dirombak oleh biota heterotrop, dan selanjutnya memasuki pool bahan organik tanah.
Kehilangan C dari dalam tanah dapat melalui : (a) respirasi tanah, (b) respirasi tanaman, (c) terangkut panen, (d) dipergunakan oleh biota, (e) erosi
Perubahan iklim global merupakan salah satu isu lingkungan penting ditandai peningkatan suhu dan perubahan iklim akibat Gas Rumah Kaca (GRK)
Protokol Kyoto ada 6 jenis GRK : CO2, N2O, CH4, SF6, PFC dan HFC
GRK meningkat akibat buangan industri maupun deforestasi (alih guna lahan).
Hutan Alam
Kebun Campuran
Pertanian intensif
Bera/ semak belukar
Hutan produksi (Pinus)
Perkebunan
Tutupan tanah
Iklim mikro Produktivitas tanah
Pertumbuhan/ Produktivitas Tanaman
Lingkungan
Hidrologi Biodiversity udara
Gas Rumah kaca ~ CO2
Alih Guna Lahan
Penelitian C di areal perkebunan dan agroforestry di Indonesia :
Stok C diatas tanah pada sistem kebun rakyat umur 13 tahun di Lampung antara 30 – 123 Mg C ha-1 (Roshetko et al ,2002)
Hairiah et al (2001) melaporkan stok C pada sistem : agroforestry karet (116 Mg C ha-1 ), kebun karet monokultur (97 Mg C ha-1 ), agroforestry karet clonal (103 Mg C ha-1 ), kelapa sawit monokultur (91 Mg C ha-1 ).
Candangan C pada perkebunan the umur 20 tahun sebesar 159.20 ton C/ha (Hariyadi, 2005)
Kandungan Karbon Kebun Rakyat (Kebun Campuran)
• Kandungan karbon bervariasi tergantung tingkat umur dan jenis pohon yang ditanam
• Semakin lama umur kebun memiliki cadangan C semakin meningkat
• Plot umur 3 tahun. jenis tanaman albizia dan pohon afrika memiliki kandungan C sebesar 53.41 ton C / ha
• Plot umur 5 tahun jenis tanaman rambutan, melinjo, jengkol, albizia, kemang, puspa, kecapi dll memiliki kandungan C sebesar 77.52 ton C/ha
(Hariyadi, 2005)
Kandungan Karbon Kebun Rakyat (Kebun Campuran)
• Plot umur 10 tahun jenis tanaman durian, kelapa, albizia, kemang dll memiliki kandungan C sebesar 108.24 ton C/ha.
• Plot umur 13 tahun, jenis tanaman campuran antara bambu, durian, aren, albizia, kemang dll memiliki kandungan C sebesar 129.01 ton C/ha.
• Plot umur 30 tahun dengan jenis tanaman karet kebo, kisaninten, afrika, puspa, albizia, kemang dll memiliki kandungan C sebesar 311.50 ton C/ha.
(Hariyadi, 2005)
Kandungan Karbon Mikroba, Respirasi dan C organik Tanah (0 – 15 cm) Kebun Campuran
Lokasi C – mic(ppm)
Resp.Tnh (mg C-CO2/kg tanah/hari)
C–org(%)
C-mic/C-org(%)
KC-30 Th 899.58 8.91 2.81 3.20KC-13 Th 788.16 7.71 2.23 3.53KC-10 Th 628.45 7.84 2.21 2.84KC-5 Th 279.02 8.80 1.98 1.41KC-3 Th 311.72 7.82 1.94 1.61
(Hariyadi, 2005)
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
HutanAlam
Pinus30 Thn
KC 3Thn
KC 5Thn
KC 10Thn
KC 13Thn
KC 30Thn
Teh 5Thn
Teh 10Thn
Teh 15Thn
Teh 20Thn
Bera 4Thn
Bera 5Thn
Bera 7Thn
Tipe Penggunaan Lahan
ton
C/h
a
Tanah 15 - 30 cmTanah 0 - 15 cmHumusserasah & tumb bawahPohon Mati di TanahPohon Mati TegakDiameter < 5 cmC - AkarC - Tajuk
Skematis peranan bahan organik tanah dalam perbaikan kesuburan tanah (Woomer dan Swift, 1994)
Kandungan bahan organik tanahKandungan bahan organik tanah yang optimal harus dikoreksi
dengan kandungan liat dan pH tanahnya (Cref).
Perhitungan sederhana telah dikembangkan oleh Van Noordwijk et al. (1997) :
Cref = (Zcontoh/ 7.5)0.42 exp(1.333 + 0.00994* %liat + 0.00699* %debu 0.156*pHKCl + 0.000427 * ketinggian tempat)
di mana: Zcontoh = kedalaman pengambilan contoh tanah, cm Ketinggian tempat = m di atas permukaan laut.
Siklus Air
Siklus Sulfur
Siklus Phosfor
beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya
1. Produktivitas (Productivity): Produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur (penanaman satu jenis). Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.
2. Diversitas (Diversity): Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri menghasilkan diversitas (keragaman) yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada penanaman satu jenis (monokultur).
3. Kemandirian (Self-regulation): Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur.
4. Stabilitas (Stability): Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani.
TERIMAKASIH