AgroforestrI artikel.docx

5
“Agroforestri itu Sedikit Ngerawat, tapi Hasil Panen Sejagat)” Laporan kunjungan praktikum mata kuliah Agroforestri ke desa Gadungsari, Kecamatan Dampit, kabupaten Malang. Oleh : Bramantia Setiawan (125040200111105)/Kelompok B-1. Gambar 1. Kondisi lahan Agroforestri Kompleks milik bapak marsai Saat kami mengadakan praktikum lapang mata kuliah Agroforestri kami mendapat kesempatan dengan berkunjung ke Desa Gadungsari, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang untuk melihat dan menganalisa contoh sistem Agroforestri baik secara kompleks dan sederhana. Disini kami mendapat contoh pengaplikasian sistem agroforestri kompleks pada lahan milik Bapak Marsai dan sistem agroforestri sederhana pada lahan milik Bapak Mudianto. Kita tinjau dulu lahan agroforestri kompleks milik Pak Marsai. Pak Marsai ini adalah seorang petani yang berumur 73 tahun dengan memiliki luas lahan sekitar 6000 m 2 . Beliau bertani di pekarangan rumahnya sendiri dan juga berternak. Pak marsai ini menerapkan sistem agroforestri atau dikenal dengan istilah wanatani sudah cukup lama sekitar 6 tahun. Awalnya beliau bertani dengan mengunakan sistem monokultur dan tumpang sari yangmana beliau hanya menanam tanaman semusim. Namun ketika ada sosialisasi di desanya Gambar 2. Bapak Marsai yang sedang menyampaikan informasi terkait lahannya mengenai sistem Agroforestri, beliau mulai tertarik dan penasaran mengenai sistem pertanian tersebut. Dari Page 1

Transcript of AgroforestrI artikel.docx

Agroforestri itu Sedikit Ngerawat, tapi Hasil Panen Sejagat

Agroforestri itu Sedikit Ngerawat, tapi Hasil Panen Sejagat)Laporan kunjungan praktikum mata kuliah Agroforestri ke desa Gadungsari, Kecamatan Dampit, kabupaten Malang.

Agroforestri itu Sedikit Ngerawat, tapi Hasil Panen Sejagat2015Oleh : Bramantia Setiawan (125040200111105)/Kelompok B-1.Page 1

Gambar 1. Kondisi lahan Agroforestri Kompleks milik bapak marsai Saat kami mengadakan praktikum lapang mata kuliah Agroforestri kami mendapat kesempatan dengan berkunjung ke Desa Gadungsari, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang untuk melihat dan menganalisa contoh sistem Agroforestri baik secara kompleks dan sederhana. Disini kami mendapat contoh pengaplikasian sistem agroforestri kompleks pada lahan milik Bapak Marsai dan sistem agroforestri sederhana pada lahan milik Bapak Mudianto.Kita tinjau dulu lahan agroforestri kompleks milik Pak Marsai. Pak Marsai ini adalah seorang petani yang berumur 73 tahun dengan memiliki luas lahan sekitar 6000 m2. Beliau bertani di pekarangan rumahnya sendiri dan juga berternak. Pak marsai ini menerapkan sistem agroforestri atau dikenal dengan istilah wanatani sudah cukup lama sekitar 6 tahun. Awalnya beliau bertani dengan mengunakan sistem monokultur dan tumpang sari yangmana beliau hanya menanam tanaman semusim. Namun ketika ada sosialisasi di desanyaGambar 2. Bapak Marsai yang sedang menyampaikan informasi terkait lahannyamengenai sistem Agroforestri, beliau mulai tertarik dan penasaran mengenai sistem pertanian tersebut. Dari keterangan yang diperoleh saat sosialisasi tersebut, Pak Masai menarik kesimpulan bahwa sistem agroforestri tersebut merupakan sistem pertanian yang mudah diterapkan, tidak banyak dalam melakukan perawatan, ramah lingkungan, dan hasilnya cukup besar. Akan tetapi beliau sempat meragu karena dalam sistem agroforestri untuk memperoleh hasil panen secara maksimal membutuhkan waktu yang lama dan penuh kesabaran. Kemudian Pak Marsai menuturkan mengenai sistem Agroforestri bahwa, kita ketahui adik-adik sekalian, sistem agroforestri ini merupakan sistem tani yang didalamnya ada tanaman tahunan dan juga tanaman musiman yangmana untuk menikmati panen tanaman tahunan secara maksimal butuh waktu yang lama untuk menunggu, ungkapnya secara sederhana. Dari perasaan ragu tersebut beliau berfikir dan memperkirakan akan seperti apa manfaatnya apabila beliau menerapakannya. Setelah berfikir cukup lama, beliau memantapkan diri untuk mencoba menerapkan sistem agroforestri ini. Pertimbangan beliau adalah pertama, beliau sudah berumur tua jadi tidak mampu beliau untuk banyak-banyak berladang karena cepat kelelahan. Kedua, beliau melihat peluang pasar bahwa terdapat tanaman tahunan yang hasilnya memiliki nilai jual yang stabil bahkan tinggi yaitu kopi. Ketiga beliau mempertimbangkan biaya produksi seperti pemupukan, pengairan, dan sebagainya sangat rendah dibandingkan denga penerapan budidaya monokultur dan tumpangsari tanaman semusim. Dari pertimbangan tersebut akhirnya beliau tahun 2009 mulai menerapkan sistem agroforestri.Pada lahan bapak Marsai sekarang terdapat banyak sekali tanaman tahunan dan juga disisipkan tanaman semusim. Untuk tanaman tahunannya didominasi oleh tanaman kopi dan lainnya seperti pohon jati, mindi, kayu kembang, sengon, kelapa, durian, lamtoro, sukun, langsep, rambutan, kluwih, dan gambirlina. Sedangkan tanaman semusim yang disisipkan di sela-sela tanaman tahunan adalah tanaman cabai dan jahe. Dengan kondisi lahan yang memiliki banyak variasi tanaman dan kondisi kanopi yang multistrata ini maka agroforesri pada lahan pak Marsai masuk dalam kategori sistem agroforestri kompleks.Gambar 2. Kondisi lahan agroforestri di desa Gadungsari. Dilihat dari segi ekonomi, hasil panen yang didapatkan cukup besar. Pak Marsai memaparkan bahwa, untuk tanaman-tanaman yang saya tanam ini menghasilkan panen yang banyak dan setiap saat dapat dipanen terus seperti dari pohon kelapa, lamtoro, durian, dan langsep sehingga saya selalu memperoleh uang setiap saat. Itulah keuntungan yang beliau rasakan, beliau juga menuturkan bahwa, memang benar dalam penerapan agroforestri ini membutuhkan kesabaran untuk dapat merasakan hasilnya, dan beruntung kesabaran saya sekarang membuahkan hasil. Untuk panen buah kelapa beliau menjualnya Rp 1.500,00/biji dan untuk kopi jika saat panen dihargai Rp 24.000,00/kg. Biasanya untuk kelapa sendiri jika panen banyak, bisa mencapai 150 biji dan biasanya diborong oleh penjual-penjual es kelapa sedangkan untuk buah kopi pernah beliau panen pada bulan juli tahun lalu mencapai 800 kg, kata pak Marsai. Beliau juga menambahkan, Mengenai kopi awalnya panen sedikit ketika umur kopi sendiri masih muda dan masih tahun pertama kopi berbuah, namun ketika sekarang umur pohon kopi mencapai sekitar 6 tahunan hasilnya bisa banyak seperti yang saya katakan tadi. Untuk tanaman semusimnya seperti tanaman cabai hanya untuk mengisi ruang kosong di lahannya karena hasil panen cabainya tidak banyak namun juga dapat menambah keuntungan bagi pak Marsai. Untuk cabai sendiri jika panen dan dijual, perkilonya dihargai Rp 22.000,00. Sedangkan jahe menghasilkan panen yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman cabai walaupun ternaungi oleh tanaman kopi. Untuk jahe sendiri pak Marsai pernah panen hingga mencapai 120 kg dan dijual ketengkulan dihargai Rp 12.000/kg.Dari penerapan sistem ini menurut beliau memang bisa diandalkan karena beliau merasa dapat panen yang sangat banyak. Selain itu biaya produksi/perawatan yang dilakukan sangatlah minim. Beliau menjelaskan untuk pemupukan sendiri dilakukan hanya waktu awal tanaman saja dengan pemberian pupuk kandang yangmana diambil dari kotoran hewan ternaknya dan beberapa pupuk kimia, selanjutnya beliau membiarkan saja tanaman dipekarangannya tumbuh. Beliau juga berkata, memang sistem agroforestri ini bermanfaat bagi kami, kaum petani yang sudah lanjut usia dan juga ngerawatnya enak, gampang-gampang susah, gak ribet dan hasilnya sungguh luar biasa (sambil tersenyum). Gambar 3. Kondisi lahan agroforestri sederhana milik bapak Mudianto.Selanjutnya, kami bergerak ke lahan kedua milik bapak Mudianto yang merupakan contoh dari agroforestri sederhana. Pak Mudianto adalah seorang petani juga seperti bapak Marsai. Pak Mudianto berumur 59 tahun dan memiliki luas lahan 2000 m2. Pada lahan pak Mudianto juga mengikuti sistem agroforestri yangmana beliau mendapatkan pengetahuan tesebut ketika ada sosialisasi di desanya. Alasan beliau memilih dan menerapkan sistem agroforestri adalah tidak perlu tenaga kerja banyak dalam penerapannya, bisa di kerjakan sendiri bersama keluarga, tidak perlu banyak beli pupuk dan cocok dengan usia sepertinya karena tidak bisa banyak kerja dengan tenaga ekstra. Pada lahan beliau ditanami tanaman tahunan/tanaman pohon seperti kopi, kelapa, dan mindi sedangkan tanaman semusimnya adalah cabai. Selain itu juga ada tanaman cengkeh, pisang, dan kelorwono. untuk panennya beliau sudah merasakan hasil dari tanaman kopi yangmana pernah panen terbesar sekitar 170 kg dalam luasan lahannya tersebut dan dijual dengan harga Rp 24.000,00/kg. Selain itu pohon kelapa juga menghasilkan banyak keuntungan dengan panen dapat dilakukan setiap saat dan dihargai Rp 1500,00/biji.Pada lahan bapak Mudianto dikategorikan sebagai agroforestri sederhana Gambar 4. Foto bersama salah satu narasumber, bapak Marsai yang menerapkan sistem agroforestri kompleks.karena untuk vegetasi yang ada didalamnya jenisnya masih belum beraneka ragam seperti pada lahan pak Marsai dan tingkat multistratanya kurang beragam. Namun beliau tidak memperdulikan soal apakah itu kompleks atau sederhana sistem agroforestrinya karena yang terpenting bagi beliau dari apa yang diterapkan dapat menghasilkan uang untuk biaya hidup keluarganya dan juga hasilnya dapat di konsumsi sendiri. Pak Mudianto, berkata saya tidak begitu paham kalau secara teori agroforestri ini, tapi yang pasti sistem pertanian ini dapat membantu menghidupi kebutuhan keluarga saya setiap saat. Jadi setiap hari saya bisa menerima uang, entah itu sedikit atau banyak, sehingga saya dapat mencukupi kebutuhan keluarga saya setiap hari.Dari contoh kedua sistem agroforestri ini yaitu secara kompleks dan sederhana dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh boleh berbeda, namun tetap dapat dikatakan banyak bagi petani di desa Gadungsari, Kecamatan Dampit. Asalkan dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya masing-masing, para petani disana sangat bersyukur. Selain itu yang menjadi alasan penerapan sistem agroforestri ini adalah tidak banyak perawatan, namun hasilnya sangat banyak dan dapat diperoleh setiap saat. Pemilihan jenis tanaman menjadi kunci utama mereka dalam penerapan agroforestri ini. Tanaman kopi menjadi komoditas utama yang di kembangkan karena menurut kedua petani diatas (pak Marsai dan pak Mudianto) memiliki nilai ekonomi yan stabil hingga tinggi. Dan juga adanya pohon kelapa menambah pemasukan setiap saat karena kelapa berbuah sepanjang masa. Selain itu dengan adanya penerapan sistem agroforestri juga dapat menciptakan lingkungan yang baik, tidak merusak/mengakibatkan bencana alam, dan keanekaragaman hayati serta biodiversitasnya pada lahan tersebut seimbang. Untuk itu, perlu dikembangkan atau disosialisasikan contoh kesuksesan petani diatas dalam menerapkan sistem agroforestri ini sehingga dapat berdampak baik pula bagi petani-petani yang lain.