AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN...

17
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1 Mei, 2014 i ISBN: 978-602-7998-43-8 PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN I PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2014

Transcript of AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN...

Page 1: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

Mei, 2014

i

ISBN: 978-602-7998-43-8

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL

AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN

EKONOMI PERDESAAN I

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO

MADURA

2014

Page 2: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

ii

AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN I

Penanggung Jawab:

Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Trunojoyo Madura

Editor:

Andrie Kisroh Sunyigono

Ellys Fauziyah

Mardiyah Hayati

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2014

Page 3: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

Mei, 2014

iii

Katalog dalam Terbitan

Proceeding: Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura,

UTM Press 2014

viii + 396 hlm.; 17x24 cm

ISBN 978-602-7998-43-8

Editor: : Andrie Kisroh Sunyigono

Ellys Fauziyah

Mardiyah Hayati

Layouter : Taufik R D A Nugroho

Cover design : Didik Purwanto

Penerbit : UTM Press

* Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Jl. Raya Telang PO Box. 2 Kamal Bangkalan

Telp : 031-3013234

Fax : 031-3011506

Page 4: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

iv

KATA PENGANTAR

KETUA PANITIA

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji kami panjatkan ke hadapan Illahi atas terselenggaranya Seminar

Nasional “Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I” Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura pada tanggal 21 Mei

2014. Seminar ini merupakan seminar yang diselenggarakan secara mandiri oleh

Program Studi Agribisnis untuk pertama kalinya dan direncanakan dilakukan secara

rutin tiap tahun. Tujuan diselenggarakannya seminar ini adalah untuk: 1) Memberikan

rekomendasi kebijakan, langkah dan strategi dalam upaya pengembangan sektor

agribisnis yang terkait erat dengan wilayah perdesaan, 2) Memberikan wadah untuk

berbagi pengalaman dan tukar menukar ide bagi semua stakeholder terkait baik

akademisi, pelaku bisnis dan pemerintah, 3) Menumbuhkan komitmen bersama dalam

pengembangan sektor agribisnis yang bertitik tumpu pada wilayah perdesaan dalam

upaya mencapai visi pembangunan pertanian. Selanjutnya, pada akhir seminar

diharapkan tergalang sinergi untuk meningkatkan mutu dan dayaguna penelitian dan

dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

kebijakan.

Makalah kunci disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, MS selaku Guru

Besar Universitas Brawijaya Malang, dan makalah utama oleh Dr.Ir. Agus Wahyudi,

SE; MM (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu/BPWS), Andrie Kisroh Sunyigono,

PhD selaku Pakar Ekonomi Pertanian Universitas Trunojoyo Madura dan. Dr. Sitti Aida

Adha Taridala, SP, M.Si sebagai pemakalah terbaik dari Universitas Halu Uleo.

Disamping itu terdapat makalah penunjang bersumber dari berbagai instansi/lembaga

penelitian seperti BPTP antara lain dari Bogor dan Jawa Timur, Loka Penelitian Sapi

Potong Pasuruan, serta Perguruan Tinggi dari berbagai wilayah seperti Jakarta,

Gorontalo, Bandung, Tegal, Surabaya, Malang dan Madura. Topik-topik yang disajikan

sangat bervariasi, secara garis besar terhimpun ke dalam 4 bidang yakni agribisnis,

sosiologi, nilai tambah dan sosial ekonomi.

Terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusi utamanya PT

Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).

Akhirnya selamat mengkaji makalah-makalah di prosiding ini.

Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatu

Bangkalan, Juni 2014.

Ketua Panitia,

Ihsannudin, MP.

Page 5: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

Mei, 2014

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR KETUA PANITIA ................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................................. v

AGRIBISNIS

MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN PERMASALAHANNYA .................................. 3

P. Julius F. Nagel

TANGGAPAN KONSUMEN TERHADAP ECO-LABEL PADA PRODUK

PERTANIAN ............................................................................................................... 14

Joko Mariyono

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI

TERHADAP STRATEGI BERSAING DAN KINERJA PERUSAHAAN ................ 21

Hary Sastrya Wanto, Ruswiati Suryasaputra

PERANAN BAITUL MAAL WATTAMWIL UNTUK PENINGKATAN

SEKTOR PERTANIAN .............................................................................................. 32

Renny Oktafia

PENINGKATAN MUTU BUAH APEL SEPANJANG RANTAI PASOK

DARI PASCAPANEN SAMPAI DISPLAY SUPER MARKET ............................... 41

I Nyoman Sutapa, Jani Rahardjo, I Gede Agus Widyadana, Elbert Widjaja

ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS POTENSI

LOKAL KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG ................... 57

Selamet Joko Utomo

RISIKO USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR UTAMA

KECAMATAN GALIS KABUPATEN PAMEKASAN ............................................ 68

Lilis Suryani, Aminah H.M Ariyani

KELAYAKAN EKONOMI USAHA GARAM RAKYAT DENGAN

TEKNOLOGI MADURESSE BERISOLATOR ......................................................... 83

Makhfud Efendy, Ahmad Heryanto

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PLINTIR PISANG DI

KECAMATAN ARJASA KEPULAUAN KANGEAN ............................................. 107

Mu’awana, Taufik Rizal Dwi Adi Nugroho

SOSIOLOGI

RELASI AKTOR DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI

PRODUK TERRA (TERONG RAKYAT) ................................................................. 121

Titis Puspita Dewi, Mohammad Asrofin, Erwin Merawati, Ali Imron

Page 6: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

vi

PERLUNYA KECUKUPAN BAHAN PANGAN DALAM PEMENUHAN

KEBUTUHAN MASYARAKAT SECARA NASIONAL ........................................ 133

Isbandi dan S.Rusdiana

RELASI SEGI TIGA SISTEM KREDIT DALAM MASYARAKAT

PERDESAAN STUDI KASUS DI DESA MAJENANG, KECAMATAN

KEDUNGPRING, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR .......................... 146

Indah Rusianti, Faridatus Sholihah, Arini Nila Sari

DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI PEMBANGUNAN AGROPOLITAN

DI DESA NGRINGINREJO, KECAMATAN KALITIDU, KABUPATEN

BOJONEGORO .......................................................................................................... 159

Alifatul Khoiriyah, Santi Yuli Hartika, Yunny Noevita Sari, dan Ali Imron

PEMANFAATAN PERAN MODAL SOSIAL PADA PEKERJA SEKTOR

INFORMAL PEREMPUAN (Studi Pada Pedagang Kaki Lima Perempuan Di

Kota Malang) .............................................................................................................. 168

Ike Kusdyah Rachmawati

PROGRAM AKSI MEDIA KOMUNITAS PEDESAAN BAGI WARGA

KEPULAUAN TIMUR MADURA SEBAGAI SARANA PENINGKATAN

AKSES, KETERBUKAAN INFORMASI, DAN PEMBERDAYAAN PUBLIK ..... 181

Surokim, Teguh Hidayatul Rachmad

MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DI

PROVINSI GORONTALO ........................................................................................ 194

Mohamad Ikbal Bahua

NILAI TAMBAH

PENERAPAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN WORTEL ...... 213

Yurida Ekawati, Surya Wirawan Widiyanto

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS JAGUNG DI

KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 224

Weda Setyo Wibowo, Banun Diyah Probowati, Umi Purwandari

STRATEGI PENGUATAN POSISI TAWAR PETANI KENTANG MELALUI

PENGUATAN KELEMBAGAAN ............................................................................ 234

Ana Arifatus Sa’diyah dan Dyanasari

INOVASI TEKNOLOGI SAPI POTONG BERBASIS MANAJEMEN

BUDIDAYA DAN REPRODUKSI MENUJU USAHATANI KOMERSIAL .......... 250

Jauhari Efendy

Page 7: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

Mei, 2014

vii

POTENSI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PELUANG BISNIS PUPUK

ORGANIK DAN PAKAN TERNAK ......................................................................... 258

Jajuk Herawati, Yhogga Pratama Dhinata, Indarwati

UJI KELAYAKAN PENGOLAHAN SERBUK INSTAN BEBERAPA

VARIETAS JAHE DALAM UPAYA MENINGKATKAN NILAI EKONOMI ...... 270

Indarwati, Jajuk Herawati, Tatuk Tojibatus, Koesriwulandari

POTENSI CACING TANAH SEBAGAI PELUANG BISNIS ................................. 280

Yhogga Pratama Dhinata, Jajuk Herawati, Indarwati

PEMBUATAN DAGING TIRUAN MURNI (MEAT ANALOG) SEBAGAI

UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK .......................................... 290

Sri Hastuti

STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEBU DI

MADURA301

Miellyza Kusuma Putri, Mokh Rum

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SALAK DI

KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 312

Iffan Maflahah

SOSIAL EKONOMI

PEMANFAATAN SUMBERDAYA PEKARANGAN MELALUI PROGRAM

KRPL DI PUHJARAK, KEDIRI ................................................................................ 331

Kuntoro Boga Andri dan Putu Bagus Daroini

PERSEPSI PETANI TERHADAP NILAI LAHAN SEBAGAI DASAR

PENETAPAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN .......... 343

Mustika Tripatmasari, Firman Farid Muhsoni, Eko Murniyanto

PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) TUNAS

MAJU DI KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO .......... 351

Eni Istiyanti, Lestari Rahayu, Supriyadi

VEGETABLE CONSUMPTION PATTERN IN EAST JAVA AND BALI ............. 367

Evy Latifah, Hanik A. Dewi, Putu B. Daroini, Kuntoro B. Andri,Joko

Mariyono

ANALISIS DINAMIKA PERDAGANGAN BERAS DAN GANDUM DI

INDONESIA ............................................................................................................... 381

Tutik Setyawati

KERAGAAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI

DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI DI LOKASI

PENDAMPINGAN SL-PTT KABUPATEN SAMPANG ......................................... 389

Moh. Saeri, Sri Harwanti dan Suyamto

Page 8: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

280

POTENSI CACING TANAH SEBAGAI PELUANG BISNIS

Yhogga Pratama Dhinata1*; Jajuk Herawati

2*; dan Indarwati

3*

Fakultas Kedokteran Hewan – Universitas Airlangga Surabaya1*

Email:[email protected]

Fakultas Pertanian - Universitas Wijaya Kusuma Surabaya23

*

Email: [email protected]

ABSTRAK

Permintaan pasar akan kebutuhan cacing semakin meningkat, namun tidak dapat

terpenuhi oleh para pembudidaya. Sedang pada saat yang sama para peternak ikan

membutuhkan kontinuitas pasokan cacing. Hal ini merupakan salah satu peluang yang

sangat mungkin untuk dilakukan. Cacing tidak perlu dibayangkan sebagai hal yang

menjijikkan, karena bisnis cacing justru sangat menggiurkan. Dengan semakin

menjamurnya permintaan terhadap, terutama lele dumbo, serta semakin tingginya

pecinta ikan hias, maka usaha budidaya cacing menjadi aktivitas yang semakin

menjanjikan. Cacing di Indonesia untuk saat ini bermanfaat sebagai pakan ternak atau

ikan. Selain itu cacing juga dapat digunakan untuk mempercepat proses pengomposan,

dikenal dengan istilah vermicomposting yang lebih efektif dibandingkan dengan metode

pengomposan yang hanya mengandalkan bakteri pengurai yang ada di dalam bahan

kompos. Cacing yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah cacing tanah.

Kata Kunci: Cacing, Pembibitan, Pemasaran, Bisnis

THE WORMS AS POTENTIAL BUSINESS OPPORTUNITIES

ABSTRACT

Market demand for ever-increasing needs of worms, but can not be met by the farmers.

Being at the same time fish farmers need continuity of supply of worms. This is one

opportunity that is very possible to do. Worms do not need to be imagined as being

disgusting, because it is very lucrative business worms. With the proliferation of

demand for, especially African catfish, as well as the higher ornamental fish lovers, the

cultivation of worms becoming an increasingly promising activity. Worms in Indonesia

for now useful as animal feed or fish. Moreover worms can also be used to speed up the

composting process, known as vermicomposting is more effective than the method of

composting. The results of the vermicomposting process in the form of casting products.

The results of the vermicomposting process in the form of casting products.

Keywords: Worms, Processing, Marketing and Business

PENDAHULUAN

Kebutuhan kompos dari tahun ke tahun meningkat, hal ini berdampak pada

besarnya permintaan akan kompos yang didorong oleh kondisi lahan yang semakin hari

semakin rusak. Kompos dijadikan sebagai salah satu sarana untuk memper-baiki

kualitas fisik, kimia dan biologi tanah. Tanah yang terlalu keras diharapkan dapat

menjadi gembur lagi karena pengaruh kompos. Tingginya permintaan akan kompos

juga dipengaruhi oleh tingginya harga pupuk kimia. Sudah menjadi rahasia umum

bahwa setiap musim tanam tiba, pupuk kimia sering hilang dari pasaran, sehingga

banyak petani yang beralih ke kompos (Soeryoko, 2011).

Page 9: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

Mei, 2014

281

Sesungguhnya bahan pembuatan kompos sangat berlimpah, bahkan merupakan

gulma dan sampah yang perlu diubah fungsinya. Bagi masyarakat perkotaan sampah

organik dapat dijadikan bahan kompos yang bernilai tinggi, sedangkan bagi masyarakat

pedesaan, sumber kompos dapat diperoleh dari per-tanian dan peternakan.

Permasalahan kelangkaan pupuk kimia setiap musim tanam tiba dan menurunnya

tingkat kesuburan tanah, menyebabkan banyak petani yang beralih ke penggunaan

kompos, salah satunya adalah kascing/vermikompos/kompos cacing tanah, yaitu suatu

metode pengomposan dengan menggunakan cacing tanah sebagai organism makro.

Cacing tanah dapat digunakan untuk mempercepat proses pengomposan, di mana

hasilnya lebih efektif dibandingkan dengan pengomposan yang hanya menggunakan

bakteri, karena adanya kerja sama antara cacing tanah dengan mikroorganisme

(Indriani, 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Cacing

Cacing yang umum dikembangkan di Indonesia adalah cacing tanah, dan yang

paling banyak dibudidayakan saat ini adalah cacing tanh lumbricus. Di Indonesia cacing

selain bermanfaat sebagai pakan ternak atau ikan, juga untuk mempercepat proses

dekomposisi sampah organic. Cacing tanah termasuk organism saprofit, bukan parasit

dan tidak membutuhkan inang. Cacing tanah dikelompokkan berdasarkan warnanya,

yaitu kelompok merah dan abu-abu. Kelompok merah antara lain: Lumbricus rubellus,

Lumbricus terestris, Eisenia foetida, Dendroboena, Perethima dan Perionix, sedangkan

kelompok abu-abu adalah jenis Allobopora dan Octolasium. Jenis cacing tanah yang

umum dikembangkan di Indonesia adalah Lumbricus rubellus.

Cacing tanah adalah hewan yang hidup di tanah yang gembur dan lembab serta

tidak terkena matahari langsung, hal ini penting untuk mempertahankan cadangan air di

dalam tubuhnya. Cacing tanah adalah salah satu jenis cacing yang termasuk dalam

kelompok cacing epigeic, cacing yang hidupnya di bawah permukaan tanah yang

banyak mengandung bahan organik. Cacing tanah tergo-long hewan nocturnal dan

fototaksis negatif. Nokturnal artinya aktivitas hidupnya lebih banyak malam hari,

karena pada siang hari beristirahat. Sedangkann fototaksis negatif artinya cacing tanah

selalu menghindar kalau ada cahaya dan lebih memilih bersembunyi di dalam tanah.

Tubuh cacing tanah tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk cincin, di mana

setiap segmennya terdapat rambut yang keras, menyukai bahan organic yang berasal

dari kotoran ternak dan sisa-sisa tumbuhan. Lama siklus hidup cacing tanah sangat

tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing

tanah. Bagian atas merah kecoklatan/merah ungu, permukaan bawah berwarna pucat,

panjang 60-150 mm, diameter 4-6 mm, berbiak dengan cara reproduksi seksual,

menempati tanah lapisan atas, kawin dan bertelur di dalam tanah dengan membuat liang

di dalam tanah bermineral, dan pada kualitas yang baik, cacing tanah dapat hidup

selama 5-15 tahun (Kumolo, 2011).

Page 10: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

282

Manfaat Cacing Tanah

Di Indonesia manfaat cacing tanah masih terbatas, yaitu sebagai pakan ternak dan

ikan juga dimanfaatkan untuk mempercepat proses dekomposisi sampah. Sedang di

beberapa Negara lain, cacing tanah juga bermanfaat sebagai obat, bahan kosmetik,

pengurai sampah dan makanan manusia.

Menyuburkan Tanaman

Kotoran cacing tanah kaya akan unsure hara. Lahan pertanian yang mengandung

cacing tanah pada umumnya lebih subur, karena tanah yang sudah bercampur dengan

kotoran cacing sudah siap untuk diserap akar tanaman. Dalam bidang pertanian, cacing

bisa menghancurkan bahan organic sehingga dapat mem-perbaiki aerasi dan struktur

tanah. Cacing tanah yang ada di dalam tanah, men-campurkan bahan organik campur

juga antara bahan lapisan atas dengan lapisan bawah. Aktivitas ini menyebabkan bahan

organik akan tercampur lebih merata. Hasilnya lahan menjadi subur dan penyerapan

nutrisi oleh tanaman pun menjadi lebih baik.

Bahan Pakan Ternak

Cacing dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti unggas, udang dan

kodok, karena kandungan protein dan mineral yang lebih tinggi tinggi dibandingkan

tepung ikan. Selain itu kandungan asam aminonya juga paling lengkap, tidak berlemak,

mudah dicerna dan tidak bertulang, sehingga seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan.

Kumolo (2011), berpendapat bahwa pengolahan cacing sebagai bahan pakan ternak

akan menguntungkan selama proses tersebut mempunyai keunggulan dan nilai tambah,

seperti menambah palatabilitas ransum, membunuh mikroorganisme/pathogen dan

mengurangi bau.

Cacing tanah yang dikeringkan secara alami dengan menggunakan sinar matahari

memang relatif murah, namun menimbulkan dampak negatif dengan banyaknya

nitrogen yang hilang. Sedangkan apabila dilakukan pengeringan dengan menggunakan

oven, maka akan mengurangi kehilangan nitrogennya, apalagi apa-bila cacing tanah

diberikan dalam bentuk segar.

Bahan Pakan Ikan

Cacing tanah juga memiliki potensi untuk digunakan sebagai ransum makanan

ikan mentah, di mana pertumbuhan ikan sangat ditentukan oleh kandungan protein yang

ada pada cacing tanah yang lebih tinggi dibandingkan ikan maupun daging, serta karena

komposisi asam amino esensial yang lengkap. Penggunaan cacing tanah sebagai pakan

ikan akan memacu pertumbuhan dan menghasilkan ikan yang sehat serta tahan terhadap

serangan penyakit.

Bahan Baku Obat-Obatan

Cacing tanah mengandung kadar protein sebanyak 76%, sedang daging mamalia

65% dan daging ikan 50%. Selain itu cacing tanah juga bias digunakan untuk mengobati

penyakit dan menjaga kesehatan. Kumolo (2011), berpendapat bahwa ekstraksi protein

cacing tanah mempunyai daya antibakteri, yang mampu menghambat pertumbuhan

bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella thypus, sehingga bisa

digunakan sebagai media pengobatan.

Page 11: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

Mei, 2014

283

Dalam dunia pengobatan tradisional Cina, cacing tanah digunakan dalam ramuan

untuk menyembuhkan berbagai penyakit, antara lain meredakan deman, tekanan darah

tinggi, bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tifus. Sedang di Korea, cacing tanah

banyak dijual sebagai obat tradisional setelah kotorannya dibersihkan melalui

pengolahan dengan teknis khusus.

Bahan Baku Kosmetik

Cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kosmetik, di mana di

negara-negara industri maju minyak hasil ekstraksi cacing tanah dapat digunakan

sebagai bahan pelembab kulit, lipstick, wajah dan juga anti infeksi. Sedangkan sebagai

produk herbal, banyak merek tonikum yang menggunakan ekstrak cacing tanah sebagai

campuran bahan aktif.

Bahan Makanan Manusia

Cacing tanah yang kaya akan protein, sebenarnya mempunyai potensi untuk

digolongkan sebagai bahan makanan manusia, seperti halnya daging sapi atau ayam. Di

Negara lain pada umumnya penggunaan cacing tanah sebagai bahan makanan dicampur

dengan makanan lain. Di Filipina cacing tanah digunakan sebagai bahan campuran

membuat perkedel dan disukai sebagai santapan yang lezat.

Cacing dan manfaatnya

Cacing tanah adalah murni organisme penghancur sampah, penggunaannya

diharapkan dapat membantu proses penanganan sampah organik, karena bila tidak

tertangani dengan baik akan menimbulkan suatu permasalahan yang serius. Prihandarini

(2004), berpendapat bahwa sampah adalah masalah yang dihadapi hamper di setiap

kota. Guntoro (2012), mengatakan bahwa tumbuhnya kawasan perkotaan sebagai

konsekuensi dari perkembangan sector industry dan perdagang-an tentu mengundang

urbanisasi yang pada gilirannya berdampak pada peningkatan produksi sampah, apalagi

areal pembuangan sampah di kota sangatlah terbatas.

Sedang Hastuti dkk (2011), berpendapat bahwa pengelolaan sampah secara

terpadu perlu dilakukan, mengingat semakin meningkatnya penurunan kualitas akibat

interaksi ekonomi.

Mardiana (2011), berpendapat bahwa peningkatan penduduk dan pertumbuhan

ekonomi meningkatkan kuantitas sampah. Timbunan sampah yang tidak terkendali yang

terjadi sebagai konsekuensi logis dari aktivitas manusia. Sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, sampah dapat diolah sehingga menjadi barang yang

bermanfaat dan menguntungkan secara bisnis, yaitu dengan memanfaatkan organism

cacing tanah

Menurut Djuarnani dkk (2008), cacing dapat digunakan untuk mempercepat

proses pengomposan, dengan metode yang dikenal dengan istilah vermicomposting,

yang lebih efektif dibandingkan dengan pengomposan yang mengandalkan bakteri

pengurai yang ada pada bahan kompos. Pada pengomposan ini, bakteri pengurai tetap

berperan dalam proses penguraian bahan, baru kemudian proses penguraiannya

dilanjutkan dengan cacing.

Page 12: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

284

Indriani (2009), mengatakan bahwa proses pengomposan juga dapat melibatkan

organism makro seperti cacing tanah. Kerja sama antara cacing tanah dan mikro

organism memberi dampak proses penguraian berjalan dengan baik. Walaupun sebagian

besar proses penguraian dilakukan oleh mikro organisme, tetapi kehadiran cacing di sini

dapat membantu proses tersebut, karena bahan yang akan diurai oleh mikro organisme

sudah terurai terlebih dahulu oleh cacing, sehingga mikro organisme lebih cepat dan

efektif.

Prahesti dan Ni made (2011), berpendapat, bahwa kompos yang sudah jadi dan

matang, akan berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos berasal dari sampah.

Prihatiningrum (2005), menyimpulkan bahwa vermin kompos dapat meng-hasilkan

kompos berkualitas tinggi (kascing) serta mampu memberikan dampak positif dari

aspek kesehatan, lingkungan dan aspek ekonomis.

Jenis cacing yang biasa digunakan untuk pengomposan adalah Lumbricus

rubellus, yang dapat hidup pada populasi yang padat. Jenis ini sering ditemukan di

bawah timbunan dedaunan atau timbunan kotoran ternak, tidak hidup jauh di dalam

tanah seperti jenis cacing lainnya, tetapi lebih sering hidup di lapisan yang mendekati

permukaan tanah.

Kascing merupakan kotoran cacing yang dapat bermanfaat sebagai pupuk,

mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik yang dimakan cacing dan

kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan kascing tergantung pada bahan organik dan

jenis cacing, namun pada umumnya mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman,

seperti nitrogen, fosfor, mineral maupun vitamin, apalagi dengan C/N nya kurang dari

20, sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik (Indriani, 2009). Sedang Kumolo

(2011), berpendappat bahwa kascing baik digunakan sebagai pupuk organik untuk

tanaman karenan kandungan unsur N, P dan Ca.

Penggunaan cacing dalam pengomposan dapat memberikan keuntungan, yaitu

tidak menimbulkan bau busuk seperti pengomposan pada umumnya karena berlangsung

secara aerobic, waktu pengomposan relative lebih cepat, dan kascing yang dihasilkan

dapat dijadikan pupuk organic dengan kandungan unsure hara makro yang dibutuhkan

tanaman (Djuarnani dkk, 2008).

Pembuatan kascing (pengomposan dengan cacing tanah)

Kompos adalah pupuk organik yang cocok digunakan untuk setiap jenis tanaman,

bisa dilakukan di halaman rumah dengan lahan terbatas atau apabilla skala lebih kecil

bisa dilakukan dalam gentong plastik sehingga mencegah penyebaran bau yang tidak

sedap. Pengomposan selain menjadi solusi perma-salahan sampah, juga merupakan

salah satu alternatif bisnis yang menguntungkan. Selain itu Tombe dkk (2010),

berpendapat saat ini merupakan era pertanian organik sehingga permintaan terhadap

kompos memiliki kecenderungan meningkat.

Proses pembuatan kompos cacing tanah (kascing), merupakan kerja sama antara

cacing dengan mikro organisme. Walaupun sebagian besar proses peng-uraian ini

dilakukan oleh mikro organisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses

Page 13: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

Mei, 2014

285

tersebut. Pada pengomposan ini bakteri pengurai tetap berperan dalam proses

penguraian bahan, selanjutnya baru dilakukan oleh cacing (Djuarnani dkk, 2008).

Ada beberapa tahapan pembuatan kascing:

a. Pemilihan dan Persiapan Bahan

- Menyiapkan semua bahan dan alat: bahan organik, cacing Lumbricus rubellus,

wadah kompos, saringan/ayakan, thermometer, pencacah sampah dll

Gambar 1. Bahan Pembuatan Kascing

- Bahan yang digunakan berserat tinggi (bukan yang mengandung minyak atsiri

seperti daun dan kulit jeruk, karena cacing tidak suka juga tidak mengandung lignin

karena sulit diuraikan), seperti sisa sayuran, jerami, batang pisang, sabut kelapa,

kotoram ternak, atau bahan organik lain, di mana bahan-bahan tersebut tidak dapat

langsung diberikan pada cacing, jadi harus dikomposkan dulu/difermentasi, dengn

dibiarkan atau dianging-anginkan selama 1-2 minggu dalam wadah sambil

dilakukan pembalikan dan penyiraman selama proses tersebut, agar dicapai

temperatur yang homogen dan tidak panas

- Wadah yang digunakan untuk bahan kompos bisa berupa wadah/bak/kantong plastik

(ukuran 40 x 30 x 15 cm3) atau bedengan kayu (ukuran 60 x 45 x 15 cm

3), atau

sekedar lubang di dalam tanah (ukuran 8 x 3 x 0,2 m3) atau drum berdiameter 100

cm, tinggi 45 cm. Jangan menggunakan wadah dari logam/alumunium karena dapat

membahayakan cacing. (wadah penampung yang berukuran 1 x 1 x 0,3 m3 dapat

menampung 1.000 – 5.000 ekor cacing dan 30 – 40 kg media dan bahan makanan)

(Djuarnani dkk, 2008).

Page 14: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

286

Gambar 2. Alat Pembuatan Kascing

b. Proses Pengomposan

- Setelah bahan kompos dimasukkan dalam wadah, kemudian diberi cacing,

dipelihara selama 6 minggu. Selain bahan organik untuk pengomposan sebagai

media, maka juga diperlukan pakan tambahan untuk menghindari pakan yang asam

karena sangat berbahaya bagi cacing, bisa berupa sayuran yang digiling atau kotoran

ternak yang telah diencerkan setiap hari seberat cacing yang dipelihara.

- Jumlah cacing yang diperlukan belum ada patokan, Indriani (2009), berpendapat

bahwa setiap meter persegi dengan ketebalan media 5 – 10 cm, dibutuhkn sekitar

2.000 ekor cacing atau luas 0,1 m2 dibutuhkan 100 gram cacing tanah.

- Kelembaban harus dijaga 40–50 %, pH 6,3-7,5 dan suhu 20-30oC, biarkan cacing

mencerna sampah dengan aktif sampai mengeluarkan kotoran berbentuk butiran-

butiran kecil.

- Proses pengomposan ini diakhiri setelah bahan menjadi remah dan terdapat butir-

butir kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing.

- Setelah kascing jadi kemudian diayak untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak

terurai dan kadang kala masih ada cacing di dalam sisa penyaringan yang tidak ikut

terurai, oleh karena itu maka cacing perlu dipisahkan dari kascing secara manual

dengan tangan, baru setelah itu kascing dikering anginkan sebelum dikemas.

- Kascing dari proses pengomposan mengandung komponen biologis (bakteri

actinomycetes, jamur dan ZPT giberelin, sitokinin dan auksin) dan khemis.

Sedangkan komponen kimianya adalah pH 6,5 – 7,4, nitrogen 1,1 – 4 %, fofsfor 0,3

– 3,5 %, kalium 0,2 – 2,1 %, belerang 0,24 – 0,63 % magnesium 0,3 – 0,6 % % dan

besi 0,4 – 1,6 % (Indriani, 2009).

Page 15: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

Mei, 2014

287

c. Panen Kascing

Pemanenan dapat dilakukan dengan beberapa tahap:

- Pemanenan dilakukan setelah seluruh bahan organik habis dimakan cacing dan

tampak butiran kotoran cacing pada bahan. Cacing tanah membutuhkan waktu tujuh

minggu untuk menjadi dewasa, dan pada minggu ke delaapan akan mengeluarkan

telur/kokon, di manaaaaa satu ekor cacing dewasa dapat mengeluarkan dua kokon

per minggu dan setiap kokon dapat menetaskan 2-3 ekor cacing setelah masa

inkubasi 5-10 hari dan populasi cacing akan berlipat ganda dalam waktu 1 bulan.

- Pemanenan kascing dapat dilakukan secara manual dengan menum-pahkan isi

wadah kompos ke tanah yang diberi alas dn membentuk seperti gundukan

menyerupai gunung dan biarkan beberapa saat. Dengan cara ini maka cacing akan

pindah ke dasar gundukan untuk menghindari sinar matahari.

- Vermikompos dapat diambil mulai dari puncak gundukan dan cacing dapat

dipindahkan ke media baru yang sudah disiapkan sebelumnya atau dijual sebagai

pakan ternak atau ikan.

- Setelah dipanen, produk yang dihasilkan dikeringkan, baru kemudian diayak untuk

memisahkan/menjaring bahan yang terlalu besar yang belum terurai, serta

mengambil cacing dan telurnya.

Gambar 4. Contoh Produk Kascing

- Kascing/vermikompos yang sudah disaring merupakan pupuk yang kaya akan

unsur hara makro dan bakteri pengikat nitrogen (kumolo, 2011).

- Lokasi pengomposan dengan bantuan cacing harus aman dari hewan pemangsa,

karena cacing merupakan hewan yang banyak disukai hewan lain, seperti

unggas, tikus, burung, katak atau semut (Djuarnani dkk, 2008).

Pemasaran Dan Peluang Bisnis Cacing Tanah

Akhir-akhir ini penggunaan pupuk organik/kompos yang berasal dari limbah

organik semakin meningkat, yang disebabkan semakin tingginya kesadaran masyarakat

akan pentingnya kesehatan dengan adanya Slogan “Back to Nature”. Hal ini sejalan

dengan semakin tingginya permintaan akan produk organik yang dianggap lebih sehat

dan ramah lingkungan. Widawati dan Maman (2009), berpendapat bahwa pemanfaatan

Page 16: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

288

pupuk hayati secara ekologis menguntungkan dalam pencemaran tanah, air maupun

udara akibat emisi nitrogen oksida karena penggunaan pupuk kimia yang tidak tepat

takaran.

Selain itu meskipun tidak secara total, penggunaan kompos juga mampu

mengurangi biaya produksi, mengingat harga pupuk an-organik yang terus meningkat.

Kebutuhan pupuk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun ketersediaan

pupuk buatan pabrik sering kali hilang di pasaran, justru pada saat musim tanam tiba

dan kalaupun ada harganya melambung. Akhirnya petani mulai melirik kompos sebagai

alternatif pengganti pupuk buatan pabrik.

Cacing tanah dapat digunakan untuk mempercepat proses pengomposan tersebut

dengan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan metode pengomposan yang hanya

menggunakan bakteri pengurai yang ada pada bahan kompos tersebut (Guntoro, 2013).

Cacing tanah merupakan komoditas ekspor yang sekarang mendapat respon luas

dari para petani dan pengusaha. Hal ini disebabkan karena besarnya per-mintaan pasar

internasional dan tingginya kebutuhan dalam negeri sebagai pakan ternak maupun ikan

serta masih kurangnya produksi cacing tanah.

Untuk keperluan pasar ekspor, cacing tanah bukan hanya dijadikan sebagai bahan

pakan ternak, tetapi juga sebagai bahan baku lain. Di Cina dimanfaatkan sebagai obat

tradisional, di Perancis dan Italia dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik untuk

menghaluskan dan melembutkan kulit, sementara di Jepang dan beberapa Negara Eropa

dijadikan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan makanan dan minuman. Di

Indonesia sendiri cacing tanah mulai dimanfaatkan sebagai bahan baku obat.

Proses terakhir dari produksi suatu kascing adalah pengemasan, yang merupakan

salah satu syarat yang menentukan pemasaran kompos. Kemasan yang tampak menarik

menyebabkan penjualan meningkat, juga bertujuan agar kascing dapat diterima oleh

konsumen dalam kondisi utuh dan tidak berkurang kualitasnya. Kascing dapat dikemas

dengan karung plastik dengan ukuran 10 kg, 25 kg maupun 50 kg atau sesuai dengan

permintaan konsumen.

Konsumen kascing sangat beragam, ada beberapa tempat yang banyak

membutuhkan pasokan kascing sebagai kompos untuk menjadi bahan pertimbangan di

antaranya adalah lahan pertanian tanaman obat, di mana di dalam pengelolaannya tidak

dianjurkan untuk menggunakan pupuk atau obat kimia. Selain itu juga took tanaman

obat, kebun cabai, kebun tembakau, kebun sayur maupun lahan pertanian organik.

PENUTUP

Dari hasil penulisan ini yang merupakan rangkaian dari hasil pemikiran, studi

literatur dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: bahwa kebutuhan akan cacing

untuk pakan ternak dan ikan semakin meningkat.

Selain itu cacing juga dapat digunakan untuk mempercepat proses pengomposan,

dikenal dengan istilah vermicomposting yang lebih efektif dibandingkan dengan metode

pengomposan yang hanya mengandalkan bakteri pengurai yang ada di dalam bahan

kompos. Cacing yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah cacing tanah.

Page 17: AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN Iagribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/NILAI-TAMBAH...dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan

Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1

Mei, 2014

289

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan hasil pemikiran

ini yang merupakan hasil telaah dari rangkain studi literatur dan hasil penelitian. Juga

disampaikan terima kasih kepada Universitas Trunojoyo Bangkalan, khususnya

program studi Agribisnis atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

menyampaikan pada Seminar Nasional mauppun termuatnya tulisan ini pada

jurnal/prosiding.

DAFTAR PUSTAKA

Djuarnani, N., Kristian dan Budi, S.S. 2008. Cara Cepat Membuat Kompos. PT.

AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Guntoro, S. 2012. Membuat Pakan Ternak dan Kompos dari Limbah Organik. PT.

AgroMedia Pustaka

Hastuti, E., dan Nurhasanah, S. 2011. Kajian Penentuan Kriteria Lokasi TPA Sampah

Regional di Kota Metropolitan. Jurnal Ilmiah Lingkungan Tropis. ISSN

No.1978-2713. Volume 5 No 1. Maret 2011. Institut Teknologi Sepuluh

Nopember Surabaya: 65-72.

Indriani, Y.H. (2009). Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kumolo, D.C. 2011. Kaya Raya dari Budidaya Cacing Tanah dan Cacing Sutra. Arta

Pustaka.

Mardiana, S., E. Harso, K. Dan Ferdinan S. 2010. Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga

dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan Melalui Keterlibatan Masyarakat dan

Swasta di Medan. Jurnal Ilmiah Lingkungan Tropis. ISSN No.1978-2713.

Volume 4 No 2. September 2010Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya: 115-127.

Prahesti, R.Y.R., dan Ni made. U.D. 2011. Pengaruh Penambahan Nasi Basi dan Gula

Merah Terhadap Kualitas Kompos dengan Proses An-aerobik. Jurnal Ilmiah

Penelitian Masalah Lingkungan di Indonesia. ISSN No.2088-4818. Ikatan Ahli

Teknik Penyehatan Lingkungan Indonesia: 497-508.

Prihandarini, R. 2004. Manajemen Sampah (Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk

Organik. Perpod. Jakarta.

Prihatiningrum, A.E. 2005. Vermi-Kompos sebagai Salah Satu Alternatif Pengolahan

Sampah. Jurusan Budidaya Pertanian. Jurnal Ilmiah Agro Kusuma. Fakultas

Pertanian Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. ISSN 1412-036 Vol. 4, No.

2: 99-107.

Tombe, M. dan Hendra, S. 2010. Kompos Biopestisida. Penerbit Kanisius.

Widawati, S. dan Maman, R. 2009. Pengaruh Inokulasi Bakteri Terhadap Pertumbuhan

Awal Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Biologi Indonesia. Bogor. ISSN

0854-4425. Akreditasi: No 816/D/08/2009. Vol. 6, No. 1, Desember 2009. 107-

117.