AGENDA MEDIA TERKAIT BENCANA KESEHATAN...
Transcript of AGENDA MEDIA TERKAIT BENCANA KESEHATAN...
AGENDA MEDIA TERKAIT BENCANA KESEHATAN DI ASMAT PADA
HARIAN KOMPAS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh
Rheza Alfian
NIM: 1113051000047
PROGRAM STUDI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/ 2019 M
v
KATA PENGATAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur peneliti panjatkan
kepada Allah SWT karena atas nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat
berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat dan serta salam juga
tidak lupa ditunjukkan kepada Nabi besar Muhamad SAW.
Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh peneliti saat
menyelesaikan skripsi ini. Peneliti tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga
mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras.
Selain itu, peneliti menjadi lebih terbuka dalam berpikir bahwa Islam adalah agama
yang begitu menjunjung tinggi perbedaan serta penuh cinta kepada seluruh
manusia.
Peneliti skripsi ini tentu memiliki beragam tantangan dalam pengerjaannya.
Namun, dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagai pihak, peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Karena itu, dalam kesempatan ini
peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Orangtua tercinta, Ayahnda Saroji dan Ibunda Umiyanah yang sangat
luar biasa memerjuangkan dan mendukung peneliti untuk bisa meraih
pendidikan setinggi-tingginya, memberikan kasih sayang doa yang tak
terhingga sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.
Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.
3. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. Suparto, M.Ed., Ph.D., Wakil Dekan II Bidang Administrasi
Umum, Dr. Roudhonah, M.Ag., Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan Dr. Suhaimi, M.Si.
4. Ketua Jurusan Jurnalistik Kholis Ridho, M.Si., Serketaris Jurusan
Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah meluangkan
waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta bantuan dalam hal
perkulihan.
5. Bintan Humeira, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah begitu
bijaksana memberikan ilmunya kepada peneliti di tengah kesibukan
vi
yang padat, serta membimbing peneliti dengan sabar agar skripsi ini
selesai dengan baik dan juga bermanfaat.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mengajari dan memberi ilmu kepada peneliti. Mohon maaf apabila ada
kesalahan kata atau sikap yang menyinggung selama perkulihan.
7. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tela berbaik hati
dalam meberikan buku-buku yang dibutuhkan oleh peneliti.
8. Teruntuk adik tersayang, Muhammad Alfi Syahri dan Almira Tsalisa
yang selalu memberi motivasi dan semangat setiap harinya.
9. Segenap keluarga besar LPM Journo Liberta, yang selalu memberikan
tempat dan waktu bagi penulis untuk belajar.
10. Seluruh teman-teman Jurnalistik 2013 yang selalu menjadi tempat
berbagi dan belajar banyak hal di dalam kelas, semoga silaturahmi di
antara kami tidak terputus sampai di sini.
11. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi yang tidak dapat
disebutan stau persatu. Semoga amal dan kebaikan kalian selalu dijabah
oleh Allah SWT.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini, semoga apa yang telah peneliti lakukan dapat
bermanfaat untuk para pembaca, memberikan nilai kebaikan khususnya
bagi peneliti maupun pembaca sekalian dan semoga dapat menjadi kebaikan
dalam bidang dakwah dan komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Aamiin Ya Rabbal Alamiiin
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Jakarta, 29 April 2019
Rheza Alfian
vii
ABSTRAK
Nama: Rheza Alfian
NIM: 1113051000047
Agenda Media Terkait Bencana Kesehatan Di Asmat pada Harian Kompas
Bencana kesehatan terjadi di Asmat, Papua. Sejak awal Januari 2018, total
sebanyak 76 orang meninggal akibat gizi buruk dan campak. Peristiwa ini pun
mendapat perhatian khusus, bahkan sampai ditetapkan menjadi Kejadian Luar
Biasa (KLB). Terkait dari sisi pemberitaan, media pun memberikan perhatian
khusus. Media cetak maupun online ramai-ramai menjadikan kejadian ini sebagai
bahan pemberitaan. Hingga, percakapan mengenai bencana kesehatan di Asmat pun
ramai di ruang publik. Salah satu media yang cukup vokal dalam memberitakan
bencana kesehatan ialah surat kabar Harian Kompas.
Melihat dari uraian di atas, peneliti memunculkan sebuah pertanyaan;
“Bagaimana pemberitaan Harian Kompas terkait bencana kesehatan di Asmat?”,
“Apakah hanya sekadar memberitakan ada sebuah bencana di Asmat?”, dan
“Bagaimana agenda media Harian Kompas terkait bencana kesehatan di Asmat?”,
serta “Bagaimana peran sebuah media dalam sebuah bencana?”.
Penelitian ini dilakukan dengan melihat pemberitaan Harian Kompas dari
bulan Januari 2018 hingga bulan Maret 2018, dengan menggunakan teori agenda
media yang merupakan hasil proses pemilahan tentang berita apa yang akan dimuat
serta ditonjolkan melalui pemberitan media massa. Metode yang digunakan adalah
analisis isi (content analysis) dengan pendekatan kuantitatif yang bersifat
deskriptif. Langkah dalam metode analisis isi yaitu menentukan variabel, definisi
operasional dan konseptualisasi terkait bencana kesehatan di Asmat. Kemudian
berita-berita dalam Harian Kompas dikategorisasikan ke dalam indikator korban
yang ditimbulkan akibat gizi buruk dan campak, hal yang menyebabkan bencana
kesehatan di Asmat terjadi, bantuan yang diberikan kepada korban bencana
kesehatan di Asmat, pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam penanggulangan
bencana, hambatan yang dihadapi dalam memberikan bantuan, pentingnya
diversifikasi pangan, gambaran umum wilayah Asmat, kondisi Asmat pasca
bantuan, dan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah pusat untuk
penanggulangan bencana. Selanjutnya peneliti menggunakan coding sheet sebagai
alat ukur penelitian ini dan menggunakan rumus Holsty (1969).
Hasil dari penelitian ini adalah Harian Kompas lebih menonjolkan kategori
kategori yang berkaitan tentang mitigasi bencana, seperti hal yang menyebabkan
bencana kesehatan di Asmat terjadi, kebijakan yang harus dilakukan pemerintah
pusat untuk penanggulangan bencana, bantuan yang diberikan kepada korban
bencana kesehatan di Asmat, dan korban yang ditimbulkan akibat gizi buruk dan
campak. Hal tersebut dapat dilihat dari dominannya kategori di atas jika dilihat dari
frekuensi munculnya kategori, luas kolom dominan, dan penempatan kategori
berdasarkan headline dan non headline.
Kata Kunci: Agenda Media, Analisis Isi, Bencana Kesehatan, Asmat,
Harian Kompas.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................... iv
KATA PENGATAR .................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 4
D. Metedologi Penelitian .................................................................... 5
E. Kerangka Konsep .......................................................................... 9
F. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 13
A. Agenda Setting ............................................................................ 13
B. Agenda Media ............................................................................. 16
C. Media Cetak ................................................................................ 21
ix
1. Sejarah Media Cetak ................................................................ 24
2. Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak ................................. 25
D. Bencana Kesehatan di Asmat ...................................................... 28
E. Media Massa dan Mitigasi Bencana ............................................ 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 36
A. Pendekatan dan Desain Penelitian ............................................... 36
1. Paradigma Penelitan ................................................................ 36
2. Pendekatan Penelitian .............................................................. 36
3. Metode Penelitian .................................................................... 36
B. Subjek dan Objek Penelitian ....................................................... 37
C. Popuasi dan Sampel ..................................................................... 37
D. Operasionalisasi Konsep ............................................................. 38
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 43
1. Data Primer .............................................................................. 43
2. Data Sekunder .......................................................................... 44
F. Teknik Analisis Isi ....................................................................... 44
1. Definisi Analisis Isi ................................................................. 44
2. Ciri-Ciri dalam Analisis Isi ...................................................... 46
G. Uji Realibilitas ............................................................................. 48
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA ........................................ 51
x
A. Analisis Kategori Dominan dalam Pemberitaan Bencana
Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas ........................................................ 51
B. Analisis Luas Kolom berdasarkan Kategori Dominan ................ 56
C. Analisis Penempatan Kategori berdasarkan Kategori Dominan . 58
D. Interpretasi Peneliti ...................................................................... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 74
A. Kesimpulan .................................................................................. 74
B. Saran ............................................................................................ 75
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 76
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kategori Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas
............................................................................................................................... 50
Tabel 2. Koefisien Reliabelitas Kesepakatan Semua Kategori ............................. 50
Tabel 3. Jumlah Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas
berdasarkan Frekuensi Muncul ............................................................................. 52
Tabel 4. Luas Kolom Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian
Kompas berdasarkan Kolom yang Paling Luas .................................................... 58
Table 5. Penempatan Kategori Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada
Harian Kompas berdasarkan Munculnya Headline dan Non Headline ................ 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap media massa mempunyai tujuan dalam setiap isi pemberitaannya.
Baik untuk sekadar memberitakan peristiwa atau untuk menggiring opini pembaca.
Tujuan dalam pemberitaan di media massa itu pun lebih dikenal dengan agenda
media atau agenda setting.
Dalam literatur komunikasi, teori agenda media atau Agenda Setting
dikemukakan Maxwell McCombs and Donald L. Shaw. Menurut mereka, teori ini
menggambarkan kemampuan media berita (news media) untuk menentukan topik
yang akan menjadi pemikiran dan pembicaraan publik.
Agenda setting adalah media membentuk persepsi khalayak yang dianggap
penting. Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan isyarat atau
tanda tentang mana isu mana yang lebih penting.1 Oleh karena itu, model agenda
setting mengasumsikan adannya hubungan positif antara penilaian yang diberikan
media massa pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada
persoalan itu. Singkatnya apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap
penting pula oleh masyarakat.
Media massa juga dapat dan memang telah memengaruhi perubahan,
apalagi jika itu menyangkut kepentingan orang banyak. Media juga mampu
menggalang opini publik terhadap suatu peristiwa. Media massa baru akan benar-
1 Dewi Saidah, Metode Penelitian Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h.
52.
2
benar berpengaruh jika sebelumnya ia berhasil menjalin kedekatan dengan
khalayaknya.2 Jadi, media bukan mempengaruhi pikiran masyarakat dengan
memberitahu apa yang mereka pikirkan dan apa saja ide atau nilai yang mereka
miliki, namun memberi tahu hal dan isu apa yang harus dipikirkan. Masyarakat luas
cenderung menilai bahwa apa-apa yang disampaikan melalui media massa adalah
hal yang memang layak untuk dijadikan isu bersama dan menjadi cakupan ranah
publik.
Dalam tataran praktis, pemberitaan medialah yang menentukan apa yang
menjadi bahan pemikiran dan obrolan publik (public agenda). Teori Agenda media
menegaskan betapa besar pengaruh media pada pemikiran dan perilaku publik.
Itulah sebabnya media disebut sebagai “kekuatan keempat” (fourth estate) setelah
pemerintah (eksekutif), parlemen (legislatif), dan peradilan (yudikatif).
Menurut penulis, media massa yang melakukan agenda media atau agenda
setting direpresentasikan dengan penerbitan berita dengan tema Bencana Kesehatan
di Asmat yang diterbitkan oleh Harian Kompas.
Harian Kompas memberitakan bencana kesehatan yang terjadi di Asmat
menelan banyak korban jiwa. Sebanyak 58 anak dinyatakan meninggal akibat
wabah yang tersebar di 23 distrik di Kabupaten Asmat, Papua. Hingga kini, jumlah
anak yang menderita karena wabah tersebut mencapai 471 anak.3
2 William L. Rivers, Jay W. Jensen, Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat
Modern, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), h. 41. 3 Diakses dari kompas.com yang berjudul 58 Anak Meninggal akibat Wabah Campak di
Asmat pada 20 Juli 2018 (Berita tanggal 15 Januari 2018-
https://regional.kompas.com/read/2018/01/15/11530901/58-anak-meninggal-akibat-wabah-
campak-di-asmat
3
Tidak kurang dari 10 edisi dengan tema Bencana Kesehatan di Asmat
menjadi headline (laporan utama) pada halaman pertama tertanggal 13 Januari
2018, padahal, saat itu media lain menurunkan pemberitaan terkait korupsi,
pemilihan umum kepada daerah (pilkada), tunggakan pajak, dan isu-isu lainnya.
Dari banyaknya edisi Bencana Kesehatan di Asmat yang menjadi laporan utama
pada halaman depan Harian Kompas, dapat menunjukan Harian Kompas sedang
menonjolkan isu Bencana Kesehatan di Asmat sebagai isu terpenting yang harus
diketahui oleh publik.
Pemberitaan mengenai Bencana Kesehatan di Asmat pun menjadi topik
yang hangat diperbincangkan di kalangan media massa, masyarakat, ataupun di
pemerintahan.
Salah satu contoh nyatanya ialah pemberian “kartu kuning” untuk Presiden
RI Joko Widodo yang diberikan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Universitas Indonesia (UI). BEM UI memberikan kartu kuning kepada presiden
dikarenakan menurut mereka pemerintah lambat dalam menangani kasus Bencana
Kesehatan di Asmat.4 Ini berarti secara tidak langsung, pemberitaan di media massa
khususnya Harian Kompas terkait isu bencana kesehatan yang terjadi di Asmat
berpengaruh dan menjadi pembicaraan di masyarakat.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Agenda Media terkait Bencana
Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas”. Peneliti ingin mengetahui apa saja
kategori yang Harian Kompas angkat dalam isu bencana kesehatan di Asmat,
4 Berita pada kompas.com dengan judul Ini Alasan Ketua BEM UI Acungkan Kartu Kuning
ke Jokowi, diakses pada tanggal 7 Maret 2018 pukul 21.30 WIB.
4
kategori apa saja yang paling dominan, seberapa besar tempat yang diberikan
terkait isu tersebut dan bagaimana Harian Kompas meletakkan isu bencana
kesehatan di Asmat dalam surat kabarnya. Dugaan sementara penelitian ini adalah
sebuah media massa dapat membantu dalam penanganan dan penanggulangan
bencana (mitigasi bencana) melalui pemberitaannya.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka penulis
merumuskan batasan dan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Batasan Masalah:
a. Batasan masalah dalam penelitian ini hanya pada tema pemberitaan
Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas edisi 13 Januari sampai
30 Maret 2018.
2. Rumusan Masalah:
a. Kategori apa yang paling dominan dalam tema pemberitaan Bencana
Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas?
b. Berapa besar luas kolom kategori dominan dalam tema pemberitaan
Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas?
c. Bagaimana penempatan kategori dominan dalam tema pemberitaan
Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,
penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian:
5
a. Mengetahui kategori berita yang dominan pada tema pemberitaan Bencana
Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas.
b. Mengetahui luas kolom kategori dominan dalam pemberitaan Bencana
Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas.
c. Mengetahui penempatan kategori dominan dalam pemberitaan Bencana
Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas.
2. Manfaat Penelitian:
Adapun penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara akademis
maupun sosial masyarakat tentang bagaimana suatu media memberitakan sesuatu
yang dianggap penting bagi publik dan media itu sendiri.
a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
terkait media massa dan teori-teori komunikasi serta perkembangannya
hingga saat ini.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
masyarakat terkait agenda yang dilakukan oleh media massa. Masyarakat
diharapkan mengerti semua yang diberitakan oleh media massa merupakan
hasil pemilihan tema di ruang redaksi.
D. Metedologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Menurut Earl Babbie, paradigma merupakan model atau skema
fundamental yang mengorganisir pandangan kita tentang suatu hal, walaupun
paradigma tidak secara tepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting.
6
Secara umum, paradigma didefinisikan sebagai suatu keseluruhan sistem berpikir
(a whole system of thinking).5
Penelitian ini menggunakan paradigma positivis, karena dilaksanakan
dengan berpedoman pada konsep yang sudah ada sebelumnya. Auguste Comte,
bapak positivistik menyatakan untuk pertama kalinya bahwa ilmu pengetahuan
dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap suatu hal atau fenomena yang dapat
diamati secara nyata. Lebih lanjut ia juga menekankan tentang pentingnya data dan
fenomena empiris baik langsung maupun tidak langsung, sebagai sumber utama
dan satu-satunya dalam merumuskan pengetahuan, yang disebutnya sebagai
positive knowledge.6
Definisi dari paradigma positivis adalah metode yang terorganisir untuk
mengombinasikan logika berpikir secara deduktif dan pengamatan dari pelaku
individu untuk menemukan hubungan sebab akibat yang biasa dipergunakan untuk
memprediksi pola umum dari suatu gejala.7 Secara metodologis, paradigma
positivis menyatakan pertanyaan penelitian dan hipotesis di awal penelitian, untuk
kemudian diuji secara empiris. Paradigma positivis memandang realitas sebagai
sesuatu yang ada di luar sana dan diatur oleh mekanisme alamiah. Kepentingan
utama dari penelitian dengan paradigma positivis adalah untuk menemukan
kebenaran universal dengan membuktikan konsep-konsep atau variabel tertentu.
Pandangan positivisme ini begitu kuat mengklaim bahwa ilmu adalah ilmu
pengetahuan yang nyata dan positivistik, sehingga ilmu pengetahuan yang tidak
5 W. Lawrence Neuman, Sosial research method, (Wisconsin: Pearson Education Inc,
2003), h. 70 6 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 31. 7 W. Lawrence Neuman, Sosial Research Method, h. 70.
7
positivistik bukanlah ilmu. Tradisi positivisme ini kemudian melahirkan
pendekatan-pendekatan paradigma kuantitatif dalam penelitian sosial di mana
objek penelitian memiliki keberaturan yang naturalistik, empiris, dan behavioral, di
mana semua objek penelitian harus dapat direduksi menjadi fakta yang dapat
diamati, tidak terlalu mementingkan fakta sebagai makna namun mementingkan
fenomena yang tampak, serta serba bebas nilai atau objektif dengan menentang
sikap-sikap subjektif.8
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, yang berorientasi pada hasil yang bersifat pasti dan jelas. Alur berpikir
yang mendasari penelitian dengan pendekatan ini adalah deduktif, yang berarti
penelitian didasarkan pada teori atau konsep tertentu yang akan dibuktikan atau
untuk menjawab permasalahan.
Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang menggambarkan atau
menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Dengan
demikian tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau analisis. Peneliti lebih
mementingkan aspek keluasan data atau hasil riset dianggap merupakan hasil
representasi dari seluruh populasi.9 Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk
menggambarkan atau menjelaskan suatu kejadian. Pendekatan kuantitatif dalam
penelitian ini digunakan agar dapat mengetahui kuantitas ketertarikan media pada
isu Bencana Kesehatan di Asmat.
3. Subjek dan Objek Penelitian
8 Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 32 9 Rachmat Kriyanto, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006) h. 55.
8
Subjek penelitian adalah sumber-sumber tempat memperoleh keterangan.
Subjek penelitian ini adalah media pemberitaan Harian Kompas, sedangkan objek
penelitiannya adalah seluruh pemberitaan yang memuat isu Bencana Kesehatan di
Asmat.
4. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan penulis lakukan ialah berbentuk deskriptif. Jenis
penelitian deskriptif bertujuan memberikan gambaran lengkap mengenai keadaan
sosial dan hubungan-hubungan yang terdapat dalam sebuah penelitian. Penelitian
deskriptif ini akan menentukan dan melaporkan keadaan yang sekarang sedang
terjadi. Jenis penelitian deskriptif juga membantu memberikan gambaran atau
uraian atas suatu keadaan dengan sejelas mungkin. Dalam penelitian ini data yang
bersifat kuantitatif dengan teknik analisi isi akan diinterpretasikan hasil
pengkodingannya.10
5. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode analisis isi. Analisis isi yang
dimaksud penulis ialah metode analisi isi secara kuantitatif, penulis perlu
menekankan di sini karena metode analisis isi saat ini telah berkembang, seperti
framing, semiotika, dan lain-lain. Namun semua metode analisis isi mempunyai
tujuan yang sama, yaitu memahami isi konten serta apa yang terkandung di dalam
isi dokumen.11
10 Rony Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM,
2003), h. 105 11 Eriyanto, Analisis Isi, (Jakarta: Kencana, 2011), h.1.
9
Analisis isi hanya memfokuskan pada konten yang tersurat atau yang nyata
dalam suatu dokumen yang akan diteliti.12 Peneliti hanya memberi tanda apa yang
dilihat berupa suara atau tulisan. Dalam analisis isi kuantitatif, ketepatan dalam
mengidentifikasikan isi pernyataan, seperti penghitungn, penyebutan yang
berulang-ulang dari kata-kata tertentu sangat diutamakan. Secara umum analisis isi
ialah metode untuk mengetahui apa pesan yang tampak secara objektif, replikabel,
dan sistematis.
E. Kerangka Konsep
Dalam analisis isi, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahap awal dari
analisis isi adalah merumuskan tujuan dan konseptualisasi. Penulis kemudian
menyusun lembar coding. Semua data ini dihitung dan ditabulasi, dalam bentuk
tabel dan grafik. Sebelum lembar coding dipakai dalam penelitian, kategori-
kategori perlu diuji terlebih dahulu. Pengujian kategori ini untuk mengetahui
apakah kategori dalam lembar coding yang akan digunakan sudah terpercaya
(reliable) atau belum. Bila dari hasil uji kategori menunjukan sudah reliablel, baru
kategori yang telah ditentukan layak digunakan dalam penelitian.
Adapun kerangka konsepnya adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan tujuan analisis, apa yang ingin diketahui lewat analisis isi, hal-
hal apa saja yang menjadi masalah penelitian dan ingin dijawab lewat
analisis isi.
b. Konseptualisasi dan Opersionalisasi, merumuskan konsep penelitian dan
melakukan opersionalisasi sehingga konsep bisa diukur.
12 Eriyanto, Analisis Isi, h.2.
10
c. Lembar coding, yaitu menurunkan operasionalisasi ke dalam lembar
coding. Lembar coding dimasukkan hal yang ingin dilihat dan cara
pengukurannya.
d. Populasi dan sampel, peneliti merumuskan populasi dan sampel analisis isi,
apakah populasi dapat diambil semua (sensus) atau hanya mengambil
beberapa konten saja (sampel).
e. Pelatihan coder dan pengujian validitas kepercayaan (realibilitas), penulis
memberikan pelatihan kepada coder yang akan membaca dan menilai isi.
Penulis menguji realibilitas. Jika reaibilitas belum memenuhi syarat,
dilakukan pengubahan lembar coding sampai angka realibilitas.
f. Proses coding, penulis mengkode semua isi berita ke dalam lembar coding
yang telah disusun.
g. Penghitungan realibilitas final, penulis menghitung angka realibilitas dari
hasil coding dengan menggunakan rumus atau formula yang tersedia.
h. Input data dan analisis, penulis melakukan input data dari lembar coding
dan analisis data.
F. Tinjauan Pustaka
Untuk menulis skripsi ini, penulis melakukan tinjauan pustaka terhadap
skripsi-skripsi terdahulu. Ternyata sudah ditemukan kesamaan dan perbedaan
dalam penelitian ini.
Adapun skripsi yang sudah penulis temukan adalah sebagai berikut. Skripsi
oleh Wina Saputri, mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2016yang berjudul Analisis Isi Pemberitaan
Eksekusi Mati Mary Jane Fiesta Veloso di Tempo.co. Kesamaan dalam skripsi ini
11
adalah dari teori yang digunakan yaitu teori agenda media dan teknik analisis isi,
namun terdapat perbedaan dalam konten yang diteliti serta kategori yang
digunakan.
Lalu skripsi Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel Bunda Disayang Allah
oleh Bobby Dwi Sanjaya, mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Dalam skripsi ini ditemui
kesamaan pada bagian unit analisis datanya, yaitu menggunakan paragraf. Selain
itu tidak ditemukan lagi kesamaan dengan skripsi yang penulis tulis.
Ada juga skripsi dari Diana Patricia Manulong, mahasiswi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu politik Universitas Indonesia pada tahun 2012 yang berjudul
Representasi Agenda Media Dalam Surat Kabar Nasional, Analisis Isi Isu
Lingkungan Dalam Kompas dan Koran Tempo. Perbedaan yang ada ialah skripsi
ini menggunakan dua media. Di sini peneliti membandingkan media yang satu
dengan media yang lainnya.
Dari tinjauan pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian skripsi ini
tidak hasil dari penjiplakan atau penelitian ulang skripsi terdahulu. Skripsi ini
benar-benar dibuat sesuai dengan kriteria yang berlaku, yaitu dengan melakukan
penelitian yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Sehingga jauh dari
plagiarisme.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari
lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab dengna penyusunan sebagai
berikut:
12
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Batasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Signifikansi Penelitian,
Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan .
BAB II: LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang deskripsi pengertian Agenda Media, Berita, Media
Cetak, Bencana, Bencana Kesehatan, dan Konseptualisasi.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Meliputi Pendekatan dan Disain Penelitian, Ruang dan Lingkup Penelitan,
Pupulasi dan Sampel, Operasionalisasi Konsep, Teknik Pengumpulan Data, Teknik
Pengolahan dan Analisis Data, dan Analisis Isi.
BAB IV: TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini, penulis menjelaskan hasil temuan data yang didapatkan serta
diuji dan diolah berdasarkan statistika. Berbagai temuan serta analisa data akan
dibahas pada bab ini.
BAB V: PENUTUP
Meliputi Kesimpulan dan Saran
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Agenda Setting
Teori agenda setting ditemukan oleh McComb dan Donald L Shaw sekitar
tahun 1968. Teori ini berasumsi bahwa media mempunyai kemampuan mentransfer
isu untuk memengaruhi agenda publik.1 Khalayak akan menganggap suatu isu itu
penting karena media menganggap isu itu penting juga. Jadi asumsi dasar dari teori
agenda setting adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa
maka media itu akan mempengaruhi khalayak yang menganggap penting. Apa yang
dianggap penting bagi media maka penting juga bagi masyarakat. Apabila media
massa memberi perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan
memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Asumsi ini berasal dari asumsi lain
bahwa media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini
berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
Dalam literatur lain, agenda setting atau penentuan agenda ialah saat media
menunjukan arti penting dari suatu isu melalui liputan-liputannya. Penentuan isu
liputan dalam suatu media pun tidak ditentukan secara sepihak, tetapi juga
mempertimbangkan audien dalam menentukan prioritas liputan.2
Teori agenda setting mempunyai kesamaan dengan teori peluru yang
menganggap media mempunyai kekuatan memengaruhi khalayak. Bedanya, teori
1 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 222. 2 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana, 2008), h.495.
14
peluru memfokuskan pada sikap, pendapat, atau bahkan perilaku. Agenda setting
memfokuskan pada kesadaran dan pengetahuan (kognitif).
Stephen W. Littlejohn dan Karren Foss mengutip Rogers dan Dearing
mengatakan bahwa fungsi agenda setting merupakan proses linear yang terdiri dari
tiga bagian. Pertama, agenda media itu sendiri harus disusun oleh awak media.
Kedua, agenda media dalam beberapa hal memengaruhi atau berinteraksi dengan
agenda publik atau naluri publik terhadap pentingnya isu, yang nantinya
memengaruhi agenda kebijakan. Ketiga, agenda kebijakan (policy) adalah apa yang
dipikirkan para pembuat kebijakan publik dan privat penting atau pembuatan
kebijakan publik yang dianggap penting oleh publik, karena itu, riset yang
menggunakan model ini, harus mengkaji ketiga hal tersebut.
Werner Severin dan James W. Tankard dalam buku Communication
Theories, Origins, Methods, Uses in the Mass Media mengatakan ada 3 dimensi
atas agenda di atas, yaitu:
1. Agenda Media, dimensinya adalah:
a. Visibialitas (visibility), yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita
b. Tingkat menonjol bagi khalayak (audience salience), yakni relevansi isi
berita dengan kebutuhan khalayak.
c. Valensi (valence), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara
pemberitaan bagi sauatu persitiwa.
2. Agenda Publik, dimensinya adalah:
a. Keakraban (familiarity), yakni derajat kesadaran khalayak akan topik
tertentu.
15
b. Penonjolan pribadi (personal salience), yakni relevansi kepentingan
individu dengan ciri pribadi.
c. Kesenangan (favorability), yakni pertimbangan senang atau tidak
senang akan topik berita.
3. Agenda Kebijakan, dimensinya adalah:
a. Dukungan (support), yakni kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu
berita tertentu.
b. Kemungkinan kegiatan (likelihood of action), yakni kemungkinan
pemerintah melaksanankan apa yang diibaratkan.
c. Kebebasan bertindak (freedom of action), yakni nilai kegiatan yang
mungkin dilakukan pemerintah.
McCombs dan Donald Shaw mengatakan pula bahwa audience tidak hanya
mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga
mempelajari seberapa besar arti penting yang diberikan pada suatu isu atau topik
dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.
Menurut Sosiolog Robet Park, media lebih banyak menciptakan kesadaran
tentang suatu isu, bukan menciptakan pengetahuan ataupun sebuah sikap. Ada 3
level agenda setting menurut Park, yaitu:
a. Penciptaan Kesadaran
b. Menentukan Prioritas
c. Mempertahankan Isu
Para peneliti telah lama mengetahui bahwa media memiliki kemampuan
untuk menusun isu-isu bagi masyarakat. Wartawan Amerika Serikat Walter
Lippman memandang masyarakat tidak merespon pada kejadian sebenarnya dalam
16
lingkungan, tetapi ada “gambaran di dalam kepala” yang disebut dengan
lingkungan palsu (pseudoenvironment).3 Menurut Lippman, sebuah lingkungan
sebenarnya terlalu besar dan komplek, juga menuntut adanya kontak langsung
sehingga menimbulkan banyak detail dan keragaman. Masyarakat harus membuat
model yang lebih sederhana untuk memahami apa yang sedang terjadi. Kemudian,
media massa lah yang memberikan masyarakat model yang lebih sederhana dengan
menyusun agenda untuk publik.
Donal Shaw dan Maxwell McCombs juga mengatakan pengaruh media
massa (kemampuan untuk memengaruhi perubahan kognitif antar individu untuk
menyusun pemikiran mereka) telah diberi nama fungsi penyusunan agenda dari
komunikasi massa. Di sini terletak pengaruh paling penting dari komunikasi massa,
kemampuannya untuk menata mental, dan mengatur dunia.4 Singkatnya, media
massa mungkin tidak berhasil dalam memberitahu apa yang harus dipikirkan
masyarakat, tetapi mereka secara mengejutkan berhasil dalam memberitahu kita
tentang apa yang harus dipikirkan.
B. Agenda Media
Dari berbagai studi yang pernah dilakukan terhadap pengaruh dalam
komunikasi, ditemukan bahwa komunikasi cenderung lebih banyak memengaruhi
pengetahuan dan tingkat kesadaran seseorang.5
Model agenda setting mengasumsikan adanya hubungan yang positif antara
penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan pengertian khalayak
3 Stephen W. Littenjohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi, (Jakarta: Salemba Humatika,
2009), h. 415. 4 Stephen W. Littenjohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi, h. 416. 5 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), h. 156.
17
pada persoalan tersebut. Konsep mengenai agenda media ini diambil dari teori
agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw.6
Ide dasar dari teori ini bahwa media memberikan perhatian yang berbeda pada
setiap isu. Dari berbagai isu yang muncul atau mengemuka, ada isu yang
diberitakan dengan porsi yang besar, ada yang diberitakan dengan porsi yang kecil.
Perbedaan perhatian media terhadap isu ini akan berpengaruh terhadap kognisi
(pengetahuan dan citra) suatu peristiwa di mata khalayak. Liputan berita yang
diulang-ulang untuk mengangkat pentingnya sebuah isu dalam benak publik
merupakan kemampuan media yang berfungsi sebagai penentu agenda.
Berdasarkan teori agenda setting maka diturunkanlah konsep agenda media.
Menurut McQuail dan Sven Windahl, agenda media memiliki konsep sebagai suatu
isu yang ditampilkan oleh media.7 Begitu juga dengan Rogers dan Dearing
mendefinisikan agenda media sebagai suatu peristiwa dan isu dalam isi media
terhadap yang menjadi pada prioritas perhatian.8
Media memberikan perhatian yang berbeda pada setiap isu, dari isu yang
muncul, terdapat isu yang diberitakan dengan porsi besar, ada juga yang diberitakan
dengan porsi kecil, ini yang mendasari agenda media. Pemilihan kata-kata yang
digunakan juga bisa berdampak terhadap masyarakat. Perbedaan perhatian media
inilah yang dapat memengaruhi kognisi suatu peristiwa di mata masyarakat.
Masyarakat cenderung mengetahui tentang hal-hal yang dibertitakan media dan
6 Denis Mc Quail, Sven Windahl, Communication Models for the Study of Mass
Communication, edisi ke-2, (London: Longman, 1996), h. 127. 7 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 196. 8 Edi Santoso dan Mite Setiansah, Teori Komunikasi (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010) h.90.
18
menerima terhadap isu yang ditampilkan.9 Dengan kata lain, agenda media dapat
menjadi agenda masyarakat. Misalnya, media memberitakan tentang naiknya kurs
rupiah terhadap dollar, sehingga masyarakat juga ikut memperbincangkan apa yang
sedang diberitakan oleh media massa. Fungsi penentuan agenda media mengacu
pada kemampuan media, dengan liputan berita yang diulang-ulang, untuk
mengangkat pentingnya sebuah isu dalam benak publik.10 Jadi dapat dikatakan
agenda media adalah soal proporsi pemberitan yang ditampilkan media kepada
khalayak.
Latar belakang lahirnya agenda media diambil dari teori agenda setting yang
dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald L Shaw. Mereka memberi
contoh bahwa media dapat memberi pengaruh terhadap khalayak dalam pemilihan
presiden melalui penayangan berita, isu, citra, maupun penampilan kandidat itu
sendiri.11 Menurut Becker & McLeod dan Iyenger & Kinder dalam Canggara,
mengakui bahwa meningkatnya penonjolan atas isu yang berbeda bisa memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap opini publik.
Mannheim menyatakan dalam buku Nurudin menyampaikan dimensi-
dimensi dalam Agenda Media, yaitu:12
1. Visibialitas (visibility), yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita.
9 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 197. 10 Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi Sejarah, Metode,
dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h 261. 11 Hafied Canggara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi (Jakarta: Rajawali
Press, 2006) h. 124. 12 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013)
h.198.
19
2. Tingkat menonjolnya bagi khalayak (audience salience), yakni relevansi isi
berita dengan kebutuhan khalayak.
3. Valensi (valence), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara
pemberitaan bagi suatu peristiwa.
Konsep ini dapat langsung diturunkan ke dalam indikator pengukuran.
Konsep ini merujuk pada teori agenda setting yang dikemukakan oleh McComb
dan Shaw mempunyai tiga indikator, yakni:13
1. Isu yang diberitakan media. Dengan melihat isu mana yang paling banyak
diberitakan oleh media, maka isu tersebutlah yang ingin disorot oleh media.
2. Panjang berita dalam surat kabar. Dengan mengukur panjang berita dalam
halaman surat kabar.
3. Penempatan isu tersebut dalam halaman-halaman surat kabar.
Dengan tiga indikator pengukuran, agenda media yang dimaksud adalah
isu-isu yang mendapat perhatian media. Hal itu dilihat dengan frekuensi isu yang
sering muncul, pemberian kolom yang panjang, dan penempatan isu di halaman
depan sehingga mudah diakses oleh khalayaknya.
Variabel media massa diukur melalui analisis isi kuantitatif. Analisis ini
untuk menentukan rangking berita berdasarkan panjangnya (waktu dan ruang),
penonjolan tema berita (ukuran headline, penempatannya, frekuensinya), konflik
(cara penyajiannya).14
13 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 197. 14 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 225.
20
Media massa menentukan agenda media jika awak media benar- benar
intens mencoba persuasi pembaca. Dalam hal ini dapat ditemukan dalam konsep
framing, bahwa framing adalah pusat ide yang terorganisir dalam menyampaikan
konteks dan saran mengenai isu yang diseleksi, diberikan penekanan, pengecualian,
dan elaborasi. Demikian, baik framing maupun agenda dalam media memiliki
keterkaitan yang mendasar, setidaknya begitulah menurut Tankard.15
Menganalisis framing diperlukan untuk mengkaji lebih mendalam kekuatan
media massa dalam mempengaruhi berbagai sistem, seperti sistem politik. Menurut
Beterson, framing adalah bingkai, dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisasi pandangan politik, kebijakan, dan
wacana.16 Perbedaan bingkai terlihat pada peletakan berita (utama atau biasa),
volume berita, dan teknik kecendrungan pemberitaannya. Gaya berita dan opini
media yang ditawarkan juga bisa menjadi frame bagi khalayak untuk menentukan
sikap antarisu politik. Demikianlah, analisis framing mengedepankan perspektif
multidispliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi.
Proses framing berfokus pada strategi seleksi, penonjolan, dan tautan fakta
ke dalam berita. Gunanya hal itu agar berita tersebut lebih bermakna, lebih menarik,
lebih berarti atau lebih diingat, dan untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai
perspektifnya.17
15 Glenn G. Sparks, Media Effects Research; A Basic Overview, (Wadsworth: Cengage
Learning, 2006), h. 182. 16 Mubarok dan Made Dwi Andjani, Konstruksi Pemberitaan Media Tentang Negara Islam
Indonesia: Analisis Framing Republika dan Kompas, (Purwokerto: STAIN, Vol.3 No.1, Februari-
Juli 2012), h.27. 17 Agus SB, Deradikalisasi Dunia Maya: Mencegah Simbiosis Terorisme dan Media,
(Jakarta: DaulatPress, 2016), h. 64
21
Penulisan berita yang berlandaskan prinsip pembingkaian atau framing.
Mampu mewujudkan suatu tulisan yang jelas dan komunikatif saat melakukan
strategi framing pesan yakni dengan menggarisbawahi atau menonjolkan perspektif
penulis terhadap gagasan inti pemberitaan agar pembaca terpengaruh pada ideologi
kita.Pembingkaian terhadap suatu realitas menjadi sebuah berita merupakan suatu
strategi dalam politik redaksi media untuk menarik perhatian khalayak dalam
memberikan respon terhadap wacana teks dalam berita Atas dasar itu, diharapkan
analisis penelitian ini mampu mengkaji fenomena agenda media dalam
pembingkaian pemberitaan di Harian Kompas.
C. Media Cetak
Media cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta Diuna dan Acta
Senatus dikerajaan romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johanes
Guttenberg menemukan mesin cetak hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti
surat kabar, tabloid, dan majalah. Media cetak adalah segala barang cetak yang
dipergunakan sebagai sarana penyampaian pesan.18
Sejarah media modern berawal dari buku cetak. Meskipun pada awalnya
upaya pencetakan buku hanyalah merupakan upaya penggunaan alat teknik untuk
memproduksi teks yang sama atau hampir sama, yang telah disalin dalam jumlah
yang besar, namun upaya itu tentu saja masih dapat disebut semacam revolusi.
Lambat laun perkembangan buku cetak mengalami perubahan dalam segi isi
semakin bersifat sekular dan praktis. Kemudian semakin banyak pula karya
populer, khususnya dalam wujud brosur dan pamflet politik dan agama yang ditulis
18 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya , (Yogyakarta: Graha Ilmu 2010), cet pertama,
h. 228
22
dalam bahasa daerah, yang ikut berperan dalam proses transformasi abad
pertengahan. Jadi, pada masa terjadinya revolusi dalam masyarakat buku pun ikut
memainkan peran yang tidak dapat dipisahkan dari proses revolusi itu sendiri.19
Hampir dua ratus tahun setelah ditemukannya percetakan barulah apa yang
sekarang ini kita kenal sebagai surat kabar prototif dapat dibedakan dengan surat
edaran, pamflet, dan buku berita akhir abad keenam belas dan abad ketujuh belas.
Dalam kenyataannya terbukti bahwa suratlah yang merupakan bentuk awal dari
surat kabar, bukannya lembaran yang berbentuk buku. Surat edaran diedarkan
melalui pelayanan pos yang belum sempurna dan berperan terutama untuk
menyebarluaskan berita menyangkut peristiwa yang ada hubungannya dengan
perdagangan internasional. Jadi, munculnya surat kabar merupakan pengembangan
suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung dalam dunia diplomasi dan
dilingkungan dunia usaha.
Surat kabar pada masa awal ditandai oleh wujud yang tetap, bersifat
komersial (dijual secara bebas), bertujuan banyak (memberi informasi, mencatat,
menyajikan adpertensi, hiiburan, dan desas-desus), bersifat umum dan terbuka.20
Dalam konsep pengertian diatas, media cetak (surat kabar dan majalah)
memiliki kadar inovasi yang lebih tinggi daripada buku cetak pada masa itu
pandangan yang muncul tidak demikian adanya. Kekhususan surat kabar, jika
dibandingkan dengan sarana komunikasi budaya lainnya, terletak pada
individualisme, orientasi pada kenyataan, kegunaan, sekularitas (nilai–nilai), dan
19 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya , (Yogyakarta: Graha Ilmu 2010), cet pertama,
h. 229. 20 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, h. 230.
23
kecocokannya dengan tuntutan kebutuhan kelas sosial baru, yakni kebutuhan para
usahawan kota dan orang profesional. Kualitas kebaruannya bukan terletak pada
unsur teknologi atau cara distribusinya, melainkan pada fungsinya yang tepat bagi
kelas sosial tertentu yang berada dalam iklim kehidupan yang berubah dan suasana
yang secara sosial dan politis lebih bersifat permisif (terbuka).
Sejarah perkembangan surat kabar serta majalah selanjutnya dapat
dipaparkan sebagai serangkaian perjuangan, kemajuan dan pengulangan, yang
mengarah ke iklim kebebasan, atau bisa juga dilihat sebagai kelanjutan dari sejarah
kemajuan ekonomi dan teknologi. Memang sejarah perkembangan pers setiap
bangsa tidak mungkin dipaparkan dalam satu pemaparan ringkas. Terlepas dari hal
tersebut, patut dicatat bahwa unsur – unsur penting tersebut, yang sering kali
berbaur dan berinteraksi satu sama lain, merupakan faktor penentu dalam
perkembangan institusi pers. Tentu saja dengan kadar pengaruh yang berbeda –
beda.21
Media cetak koran adalah medium massa utama bagi orang untuk
memperoleh berita. Di sebagian besar kota, tak ada sumber berita yang bisa
menyamai keluasan dan kedalaman liputan berita koran. Ini memperkuat
popularitas dan pengaruh koran. Industri koran mengungguli media berita lain di
hamper segala aspek. Satu dari tiga orang Amerika memiliih membaca koran setiap
hari, jauh lebih banyak ketimbang orang yang menonton berita televisi sore hari.
Datangya cukup mengejutkan, sekitar 1.570 koran harian menerbitkan 52,4 juta
eksemplar setiap harinya, dan belum termasuk koran mingguan. Karena setiap
21 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa , (Jakarta: Penerbit Airlangga), Edisi Kedua ,
h. 9
24
eksemplar diberikan rata-rata 2,2 orang maka koran-koran harian itu sampai ke 116
juta pembaca setiap harinya. Dan koran mingguan mengeluarkan 50 juta eksemplar.
Dengan demikian perkiraan sirkulasi itu sampai keempat orang per eksemplar,
maka koran ini menjangkau sekitar 200 juta orang setiap minggunya.22
Dengan menurunnya sirkulasi, koran harian menghadapi tantangan besar.
Bahkan sirkulasi edisi Minggu yang menyemangati industri ini juga mulai turun.
Pendapatan advertising juga sedang mengalami transisi. Efisiensi dilakukan
melalui pembagian berita dan fasilitas produksi dan tindakan penghematan lainnya.
Pada Masa Depresi 1930-an, ketika hampir semua sektor ekonomi turun,
koran adalah salah satu di antara sedikit bisnis yang tetap menguntungkan di abad
ke-20. Bahkan meski sirkulasi sedikit turun, dari 62,8 juta menjadi 52,4 juta pada
tahun 1988, industri ini tetap meraup laba. Kebanyakan perusahaan rantai bisnis
koran yang besar, yang menguasai hampir semua harian, melaporkan meraup
untung kisaran 20 peresen.23
Pada tahun 1990an koran mulai masuk ke dunia internet dengan situs berita.
Pelan-pelan, koran menjual ruang online untuk pengiklan yang mungkin juga sudah
beriklan di edisi cetaknya.24
1. Sejarah Media Cetak
Penemu pertama Media Cetak adalah Johannes Gutenberg pada tahun 1455
terutama di Negara Eropa. Perkembangan awal terlihat dari penggunaan daun atau
tanah liat sebagai medium, bentuk media sampai percetakan. Gutenberg mulai
22 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 7. 23 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, h. 90. 24 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, h. 93.
25
mencetak Bible melalui teknologi cetak yang telah ditemukannya. Teknologi mesin
cetak Gutenberg mendorong juga peningkatan produksi buku menjadi hitungan
yang tidak sedikit. Teknologi percetakan sendiri menciptakan momentum yang
justru menjadikan teknologi ini semakin mendorong dirinya untuk berkembang
lebih jauh.
Lanjutan dari perkembangan awal media cetak adalah di mana
perkembangan teknologi yang belum berkembang, yaitu media cetak dibuat
memakai mesin tik untuk membuat suatu iklan produk sedangkan gambar-gambar
atau animasi yang memperbagus iklan produk itu dibuat secara manual dengan
menggunakan pena.
Tanda-tanda perkembangan media cetak adalah melek huruf (kemampuan
untuk baca-tulis). Memang melek huruf adalah kondisi yang dipunyai oleh kaum
elite. Bahasa yang berkembang pun hanya beberapa bahasa pokok, bahasa latin –
misalnya. Perkembangan pendidikan pada abad 14 juga mendorong perkembangan
orang yang melek huruf. Perkembangan media cetak sekarang yaitu didukungnya
perkembangan teknologi yang sudah berkembang, sehingga dapat memudahkan
orang untuk membuat suatu iklan yang lebih kreatif dan atraktif.
2. Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak
a. Kelebihan Media Cetak
Setiap media memiliki kelebihan masing-masing, media cetak juga
memiliki kelebihan dibanding media elektronik. Kelebihan media cetak secara
umum dibanding media elektronik terletak dari “daya tahan” informasi. Dari
berbagai jenis media massa, media cetak memiliki kelebihan yang tidak dimiliki
26
oleh media lain. hasil cetakan tersebut permanen dan bisa disimpan sehingga
pembaca bisa mengulanginya sampai mengerti isi pesan yang disampaikan,
tanpa biaya tambahan. Selain itu, halaman media cetak, menurut Mondry, bisa
terus ditambah seandainya diperlukan.25
Surat kabar harian memiliki kelebihan lebih khusus lagi bila
dibandingkan dengan media cetak lain. sesuai periodesasi terbitnya, informasi
surat kabar harian diterima pembaca setiap hari sehingga informasi diperoleh
terus secara berkesinambunga. Informasi yang disampaikan surat kabar lebih
lengkap dibanding radio dan televisi. Dengan halaman yang cukup banyak,
apalagi kini banyak surat kabar yang terbit dengan 32 halaman atau lebih,
informasi tentang suatu peristiwa dapat diberitakan secara mendalam, dari
berbagai sisi, sedangkan radio dan televisi butuh jam tayang khusus guna
melakukan hal itu.
Tabloid dan majalah yang periodesasi terbitnya lebih lama dibanding
surat kabar, berusaha menampilkan informasi yang lebih lengkap lagi, juga
dengan gaya penulisan feature yang lebih memikat sehingga tetap disukai
pembaca.26
b. Kelemahan Media Cetak
Kelemahan media cetak yang pertama ialah lambat dan tidak langsung.
Kelebihan media elektronik sebenarnya merupakan kelemahan media cetak.
Informasi media cetak tidak bisa cepat dan langsung. Berita media cetak baru
25 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia
2008), h. 21. 26 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h. 22.
27
kaan diterima khalayak sesuai periodesasinya. Surat kabar harian terbit setiap
hari, informasinya diterima publik sehari hanya sekali, tabloid atau majalah
mingguan berarti informasinya diterima masyarakat seminggu sekali. Hal ini
membuat para pembaca media cetak mengalami sedikit penghambatan dalam
informasi.
Kelemaha kedua yaitu jauh. Informasi yang disampaikan media cetak
terkesan “jauh” karena pembaca tidak dapat mengetahui secara langsung
peristiwa seperti yang disampaikan media elektronik. Guna mengatasi kekurang
itu, media cetak menampilkan foto-foto yang menarik guna mengimbangi
tayangan televisi, juga memuat tulisan atau informasi yang lengkap, bahkan
dengan penlisan feature guna mengimbangi informasi media elektronik.
Ketiga, tidak akrab. Pada media etak, tidak ada penyiar yang
menyampaikan, tetapi harus disiarkan oleh diri sendri. Sebagai sumber
informasinya, jajaran redaksi tidak ada yang akrab dengan pembaca, bahkan
mungkin tidak kenal sama sekali. Berbeda dengan penyiar atau pembaca berita
televisi atau radio, tentu banyak yang kenal (minimal suaranya), bahkan
mengidolakan mereka.
Keempat, tidak fleksibel. Membaca informasi media cetak tentu tidak
bisa dilakukan sambil memasak atau mengendarai kendaraan sehingga bisa
dikatakan tidak fleksibel, sedangkan dengan radio bisa mendapatkan
informasinya. Perbandingan kelemahan antara surat kabar, tabloid, dan majalah
pada umumnya terkait periode terbit dan banyaknya halaman. Hal serupa juga
28
terjadi antara tabloid yang umumnya terbit mingguan dengan majalah yang dua
mingguan atau bulanan, isi majalah lengkap dan bahasanya lebih dalam.
D. Bencana Kesehatan di Asmat
Harian Kompas memberitakan bencana kesehatan yang terjadi di Asmat,
menelan banyak korban jiwa. Sebanyak 58 anak dinyatakan meninggal akibat
wabah yang tersebar di 23 distrik di Kabupaten Asmat, Papua. Hingga kini, jumlah
anak yang menderita karena wabah tersebut mencapai 471 anak.27
Hingga akhir Januari, sedikitnya 71 anak meninggal dan 800 orang dirawat
di rumah sakit di Asmat.28 Uskup Aloysius Murwito dari keuskupan Agats-Asmat
menceritakan pengalamannya berhadapan dengan anak-anak dengan kondisi minim
gizi di wilayah tersebut. Tim keuskupan Agats menemukan situasi ini saat kegiatan
pelayanan Natal pada 2017 di Kampung As dan Kampung Atat, Distrik Pulau Tiga.
Menurutnya, kondisi anak-anak sangat memprihatinkan dengan kondisi fisik yang
sangat kurus.
Ketika krisis kesehatan gizi buruk dan campak di Asmat ini menjadi sorotan
media, kondisi geografis wilayahnya (yang didominasi rawa berlumpur dan sungai-
sungai) dianggap sebagai salah satu pemicu utama kasus tersebut. Kondisi ini
diperparah harga bahan bakar minyak (BBM) yang relatif lebih mahal akibat suplai
27 Diakses dari kompas.com yang berjudul 58 Anak Meninggal akibat Wabah Campak di
Asmat pada tanggal 10 Desember 2018 (Berita tanggal 15 Januari 2018) -
https://regional.kompas.com/read/2018/01/15/11530901/58-anak-meninggal-akibat-wabah-
campak-di-asmat, Penulis: Kontributor Jayapura, John Roy Purba. 28 Diakses dari BBC Indonesia yang berjudul Lima Hal yang Perlu Anda Ketahui tentang
Wabah Campak dan Gizi Buruk di Asmat pada 10 Desember 2018 (Berita tanggal 31 Januari 2018)
- https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42872190, Penulis: Redaksi.
29
BBM yang tidak lancar di wilayah itu. Tentu saja, persoalan di balik krisis
kesehatan tersebut tidak melulu soal geografis.
Dua belas tahun lalu, pada 2006, masyarakat Asmat pernah terbebas dari
kejadian luar biasa campak. Jika pada 2018 ini campak kembali menyerang anak-
anak di Asmat tentu dikondisikan oleh berbagai faktor.29 Kementerian Kesehatan
menilai salah satu faktornya adalah imunisasi yang tidak optimal di Asmat. Dalam
ungkapan yang lebih lugas, wabah campak muncul lagi karena program imunisasi
di wilayah itu belum merata. Dengan kata lain, tidak semua anak di Asmat
terjangkau oleh program imunisasi.
Dalam keadaan di atas, penularan dan penyebaran campak sangat mungkin
terjadi pada saat ada momentum berkumpulnya warga. Wabah campak di Asmat
kali ini, seperti diduga oleh mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Agats, Steven Langi, muncul saat pergelaran pesta budaya Asmat yang berlangsung
pada akhir 2017 lalu. Dalam acara itu hampir semua warga masyarakat Asmat
berkumpul. Wabah campak tentu akan lebih mematikan jika menjangkiti anak-anak
dengan masalah gizi buruk. Padahal khususnya sayuran dan ikan, seperti yang
disampaikan oleh Uskup Agats Mgr Aloysius Murwito yang dikutip Kompas,
makanan bergizi di Asmat sangat kurang.
Mereka yang jauh dari Ibukota Kabupaten Asmat, menurut Murwito, tidak
setiap hari mendapatkan ikan. Mereka juga relatif kurang mempunyai kesadaran
untuk hidup sehat.
29 Diakses dari Beritagar.id yang berjudul Mengapa Bencana Kesehatan di Papua Terulang
Lagi? Pada 10 Desember 2018 (Berita tanggal 15 Januari 2018) –
https://beritagar.id/artikel/editorial/mengapa-bencana-kesehatan-di-papua-terulang-lagi, Penulis:
Redaksi.
30
Pada 2017 lalu kabar tentang warga kabupaten Yahukimo yang meninggal
karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sudah terdengar, meski
tidak sesanter berita wabah di Asmat kali ini. Jumlahnya pun cukup besar, yaitu 38
orang. Semuanya meninggal dalam keadaan sakit dan tidak mendapat pelayanan
kesehatan yang selayaknya.
Sebulan setelah status kejadian luar biasa (KLB) di Kabupaten Asmat,
Papua dicabut, kematian anak akibat gizi buruk masih terjadi. Berbagai kondisi,
termasuk pemahaman orang tua tentang kesehatan, menjadi kendala di lapangan.
Status KLB akibat gizi buruk dan campak di Asmat dicabut sejak 5 Februari
2018. Tercatat korban meninggal mencapai 72 anak-anak, yakni 66 meninggal
karena campak dan 6 anak meninggal karena gizi buruk. Dari jumlah itu,
berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sebanyak 8 anak meninggal di rumah
sakit, sementara sisanya meninggal di kampung. Setelah pencabutan status KLB,
masih ada anak-anak yang meninggal dunia akibat gizi buruk. Salah satunya
Priskila yang berusia 5 tahun yang meninggal pada 4 Maret 2018.
Selama KLB, berbagai penanganan kesehatan dilakukan pemerintah
Indonesia, antara lain memberikan vaksinasi terhadap lebih dari 10.000 anak Asmat
yang ada di 224 kampung di 23 distrik, dan perawatan pada korban di RSUD Agats.
Pasca KLB, pemerintah juga masih melanjutkan program pemenuhan gizi dan
pendampingan bagi keluarga yang anak-anaknya mengalami gizi buruk.
Pelaksanan tugas (Plt) Direktur RSUD Asmat di Agats, Nokir mengatakan ketika
KLB dihentikan, di RSUD Agats ada 12 pasien yang masih dirawat inap, yang
31
terdiri dari 9 anak gizi buruk, dan 3 anak karena campak. Menurut Nokir, para orang
tua di Asmat sudah punya sedikit pemahamann soal manfaat pelayanan kesehatan.30
Salah satu kendala yang dihadapi Asmat pasca dicabutnya status KLB
adalah ketersediaan tenaga medis, terutama kedokteran, dari total 16 puskesmas
yang ada, sebagian besat tidak ada dokter. Alasannya, rata-rata dokter tidak mau
ditempatkan di pedalaman yang tidak ada infrastrukturnya. Untuk itu, sementara
dikirim tim kesehatan dari TNI dan Kementerian Kesehatan yang berdasarkan
penugasan. Infrastruktur transportasi juga menjadi kendala yang signifikan, meski
warga sudah punya kesadaran untuk membawa anaknya ke fasilitas kesehatan,
namun mereka terhambat transportasi.
E. Media Massa dan Mitigasi Bencana
Media memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan bencana di
Indonesia. Saat ini media tidak hanya memberi informasi terkait adanya peristiwa
bencana saja, media juga dapat mengedukasi masyarakat tentang mitigasi bencana.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan media adalah pengganda
BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam
penanggulangan bencana. Media mampu mempengaruhi keputusan politik,
mengubah perilaku dan menyelamatkan masyarakat. Apa yang publik pikirkan
seringkali tergantung pada apa yang publik terima dari media. Secanggih apapun
seseorang atau pemerintah dalam menangani bencana, tanpa bantuan publikasi
30 Diakses dari BBC Indonesia yang berjudul Kematian Anak Akibat Gizi Buruk di Asmat
Berlanjut meski KLB Sudah Berakhir pada 10 Desember 2018 (Berita 12 Maret 2018) -
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43363665, Penulis: Tito Sianipar.
32
media massa sama saja nihil, karena tidak ada masyarakat yang tahu apa yang telah
dilakukannya dalam penanganan bencana yang terjadi, setidaknya itulah yang
dikatakan Sutopo dalam acara Forum Komunikasi Wartawan BNPB di Hotel
Mercure, Tateli Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu 13 September 2017.31
Dalam memberikan informasi, media bukan hanya berperan menyajikan
peristiwa kepada publik, melainkan diwajibkan memberikan edukasi dalam
membentuk masyarakat yang siap menghadapi bencana. Informasi pun mesti
proporsional dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang akurat.
Artinya, bencana tidak dipandang sebagai sebuah peristiwa yang dapat
meningkatkan trafik atau rating. Karena bila seperti itu, pemberitaan hanya terfokus
pada sisi “drama” saja.
Dissasterchannel.co32 mengutip makalah yang berjudul Media dan Agenda-
agenda Pemberdayaan Pascabencana menyatakan Ada dua hal yang
mengindikasikan besarnya peran dan perhatian media terhadap bencana. Pertama,
bencana biasanya menciptakan situasi yang tidak pasti (uncertainty). Dalam situasi
seperti itu, masyarakat akan memuncak rasa ingin tahunya. Kedua, bencana bagi
media merupakan sebuah “event” besar yang tidak bisa dilewatkan begitu saja.
Sebagai sebuah “event”, bencana memiliki daya tarik yang luar biasa tanpa harus
direkayasa. Bencana sendiri sudah mengandung unsur dramatik bukan buatan.
31 Diakses dari beritasatu.com yang berjudul Media Berperan Penting dalam
Penanggulangan Bencana pada 28 Januari 2019 pukul 17.50 WIB (Berita tanggal 14 September
2017) - https://www.beritasatu.com/nasional/452502-media-berperan-penting-dalam-
penanggulangan-bencana.html, Penulis: Margaretha Feybe L / JEM. 32 Disasterchannel.co adalah portal kebencanaan pertama di Indonesia. Portal ini diinisasi
oleh Planas PRB, TEMPO, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Portal ini
merupakan langkah awal dari tujuan besar pihak-pihak tersebut untuk membangun knowledge
management center untuk mereduksi dampak bencana. Berbeda dengan portal lainnya, porsi
informasi kebencanaan dalam portal DisasterChannel.co lebih banyak tentang semangat
pengurangan risiko bencana.
33
Dengan kata lain memiliki nilai berita yang sangat tinggi, bahkan mirip dengan
sebuah cerita fiksi lengkap dengan unsur-unsur pendukungnya, seperti alur
dramatik, problematika, solusi, dan aksi-reaksi yang muncul dari berbagai karakter
manusia.
Pemberitaan mengenai bencana dapat menjadi sebuah pemicu untuk
menumbuhkan empati. Rasa empati, pada akhirnya, mendorong yang tidak berada
pada situasi sulit untuk membantu yang berada pada situasi sulit, sehingga dalam
konteks bencana, kesulitan korban bisa diminimalisir. Namun, peran media tidak
hanya sampai di situ. Media mesti berperan membangun kesejajaran antara korban
dan bukan korban; bahwa empati adalah kewajaran yang mesti dimiliki dalam
hubungan antar sesama manusia. Karena dengan hal tersebut, akan terjadi empati
yang berkelanjutan serta solidaritas yang kokoh, sehingga tidak ada lagi korban-
korban yang terabaikan.33
Media juga berperan dalam mengontrol serta menjembatani informasi
tentang kondisi dan kebutuhan korban terhadap publik, sehingga distribusi bantuan
bisa tepat guna dan tepat sasaran. Misalnya, dalam kasus bencana kemanusiaan
Pengungsi Rohingya, Rumah Zakat mengakomodir kebutuhan potong rambut dari
para korban. Kebutuhan semacam itulah yang seringkali luput dari kesadaran dan
pemahaman publik.
Indonesia sebagai negara yang termasuk rawan bencana dan untuk
menghadapi degradasi lingkungan akibat global warming harus memperkuat sistem
33 Diakses dari disasterchannel.co yang berjudul Peran Media dalam Bencana pada 28
Januari 2019 pukul 17.54 WIB (Artikel tanggal 2 Februari 2015) -
http://disasterchannel.co/2015/05/02/peran-media-dalam-bencana/, Penulis: RN.
34
komunikasi dan edukasi menghadapi bencana alam pada masyarakat. Hal ini
penting untuk mencapai human security dalam pembangunan yang berkelanjutan
sehingga dapat meminimalisir dampak korban jiwa maupun material. Peran
strategis dari media massa dalam menyediakan informasi sangat diperlukan oleh
masyarakat, baik dalam kondisi pra atau sebelum bencana, saat bencana terjadi,
maupun pascabencana. Informasi reguler yang disediakan oleh media akan menjadi
semacam sistem peringatan dini (early warning system) bagi masyarakat dan
mengingatkan masyarakat yang khususnya berada di wilayah rawan bencana
sehingga masyarakat menjadi lebih siap saat menghadapi bencana. Informasi dari
media massa akan dapat mengurangi kepanikan masyarakat akibat isu-isu dan
rumor yang tidak jelas mengenai kondisi bencana.
Masyarakat Indonesia memerlukan edukasi mengenai bencana dan
pencegahannya, media massa dapat menjadi medium dalam mendukung edukasi
ini. Pemahaman mengenai bencana alam dan dampaknya, perlu diinformasikan
kepada masyarakat. Sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana, definisi bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis. Sedangkan bencana alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
35
Berkaitan dengan paparan di atas, dalam penyajian berita bencana di media
massa dengan mengelompokan bencana menjadi dua kategori. Kategori pertama
adalah bencana alam, yaitu bencana yang ditimbulkan oleh dinamika bumi,
misalnya gempa tektonik, gempa vulkanik, dan lainnya. Kategori yang kedua
adalah bencana anthropogene, yaitu bencana akibat kinerja manusia dalam
memanfaatkan sumber daya alam yang melampaui batas kewajaran dan tidak ramah
lingkungan.34 Berkaitan dengan fungsi media massa, media memiliki tanggung
jawab untuk ‘meluruskan’ informasi dan menjelaskan rumor yang berkembang,
menyajikan yang berupa fakta dari realitas sebenarnya. Media massa mampu
menenangkan masyarakat dari kepanikan akibat bencana, dengan berita secara
akurat dan lengkap, termasuk informasi tentang cara dan langkah yang harus
dilakukan masyarakat dalam kondisi darurat.
34 Sukandarrumidi, Bencana Alam & Bencana Anthropogene, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2010), h.63.
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
1. Paradigma Penelitan
Penelitian ini menggunakan salah satu jenis paradigma yakni positivistme,
yaitu memandang realitas atau suatu fenomena itu dapat diklasifikasikan, teramati
dan terukur. Pengaruh positivisme dalam penelitian komunikasi sangat jelas ketika
persoalan yang dipertanyakan berkaitan dengan perilaku-perilaku orang dalam
berkomunikasi, kekuatan media dalam memengaruhi dan merubah perilaku
khalayak.1
2. Pendekatan Penelitian
Metode ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif untuk mendapat
informasi guna penarikan kesimpulan dan penambilan keputusan yang sistematis
terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.2
3. Metode Penelitian
Penelitan ini menggunakan metode analisis isi. Analisis isi merupakan
teknik penelitian ilmiah yang ditujukan untuk menarik referensi dari isi dan
mengetahui gambaran karakteristik isi. Penelitian dengan metode ini analisis isi
bertujuan untuk mengidentifikasi secara sisitematis isi komunikasi yang tampak,
objektif, valid, replikasi dan reliabel.3
1 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2008), h. ix. 2 Benny Kurniawan, Metodologi Penelitian (Tangerang: Jelajah Nusa, 2012), h.21. 3 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2011) h. 15.
37
Pada dasarnya, analisis isi menekankan metode penelitian yang
menggunakan seperangkat prosedur untuk membuat kesimpulan yang valid dari
suatu teks. Maksud dari kesimpulan adalah tentang pengirim pesan, pesan itu
sendiri, ataupun penerima pesan.4 Dengan cara menghitung atau mengukur aspek
dari isi dan menyajikannya secara kuantitatif. Analisis isi hanya menekankan pada
apa yang tersurat dengan memberi tanda atau meng-coding apa yang dilihat
peneliti.
Unit pencatatan yang digunakan adalah unit tematik. Unit tematik melihat
topik pembicaraan dari suaru teks yang sama menjadi satu kesatuan.5 Jadi, teknik
analisis isi, menggunakan penekatan kuantitatif berdasarkan dari frekuensi yang
jelas akan jumlah dan presentase kejadian dari varibel melalui angka.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek merupakan responden yang memahami objek penelitian sebagai
pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian, sedangkan yang
dimaksud dengan objek yaitu sasaran dalam penelitian.6 Subjek dalam penelitian
ini adalah Harian Kompas. Sedangkan objeknya adalah berita-berita berita-berita
terkait bencana kesehatan yang terjadi di Asmat, Papua.
C. Popuasi dan Sampel
Populasi didefinisikan sebagai kesimpulan yang didapat dari wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
4 Robert Philip Weber, Basic Content Analysis, 2th ed, (California: Sage Publications,
1990), h.9. 5 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 84 6 Burhan Bungin, Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 76
38
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sedangkan
sampel yakni sebagian dari elemen-elemen tertentu suatu populasi yang diteliti.7
Peneliti mengambil seluruh populasi sebagai sumber data penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah berita terkait bencana kesehatan yang terjadi
di Asmat, Papua yang diberitakan Harian Kompas sebanyak 65 judul dan 63 sub
judul berita (total 128 item) dari tanggal 10 Januari sampai 13 Maret dengan
menggunakan judul dan sub judul sebagai sampel.
D. Operasionalisasi Konsep
Operasionalisasi konsep yaitu suatu proses untuk menjabarkan pengertian
suatu konsep yang abstrak dengan menggunakan beberapa indikator-indakator. Hal
itu dilakukan untuk menunjukan dan mengukur konsep sehingga dapat
menurunkannya pada tingkat yang lebih konkret.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini hanya menggunakan
satu variabel, yaitu agenda media. Analisis isi merupakan penghitungan tentang
berita mana yang dimuat, serta apa berkembang dari setiap berita. Sedangkan berita
bencana kesehatan di Asmat adalah laporan mengenai bencana kesehatan yang
berkembang dalam Harian Kompas.
Jadi operasionalisasi konsep analisis isi menurut penjabaran di atas adalah
suatu laporan berita mengenai bencana kesehatan di Asmat yang berkembang di
Harian Kompas. Berita di Harian Kompas ini dioperasionalisasikan sebagai urutan
7 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 139.
39
ranking tema berita bencana kesehatan di Asmat. Tema tersebut terdiri atas sepuluh
tema isu bencana kesehatan dari 10 Januari hingga 13 Maret 2018.
Langkah selajutnya, setelah pengumpulan berita-berita, peneliti membuat
kategorisasi. Sesuai dengan tujuan penelitan ini untuk bagaimana pemberitaan
bencana kesehatan yang berkembang terkait bencana kesehatan di Asmat di Harian
Kompas. Diperlukan instrumen utama dalam penelitian ini, yakni kategorisasi.
Fungsi kategorisasi identik dengan kuisioner dalam survei, agar objektif, maka
kategorisasi perlu dijaga reliabilitasnya.
Untuk mempermudah dalam menganalisis berita, maka peneliti membuat
tabel berdasarkan kategorisasi secara sistematik yang di dalamnya mengandung
muatan isu bencana kesehatan. Pemberitaan ini memuat korban yang ditimbulkan
akibat gizi buruk dan campak, hal yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat
terjadi, bantuan yang diberikan kepada korban bencana kesehatan di Asmat,
pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam penanggulangan bencana, hambatan
yang dihadapi dalam memberikan bantuan, pentingnya diversifikasi pangan,
gambaran umum wilayah Asmat, kondisi Asmat pasca bantuan, dan kebijakan yang
harus dilakukan pemerintah pusat untuk penanggulangan bencana. Berikut
penjelasan lengkapnya:
1. Korban yang Ditimbulkan Akibat Gizi Buruk dan Campak.
Pada kategori ini yang dimaksud adalah seluruh pemberitaan yang
menyatakan bahwa gizi buruk dan campak menimbulkan korban baik
korban jiwa maupun korban terdampak. Kategori ini terfokus hanya pada
korban manusianya saja.
40
2. Hal yang Menyebabkan Bencana Kesehatan di Asmat Terjadi.
Penekanan pada ketegori ini adalah seluruh pemberitaan yang
menyatakan bahwa bencana kesehatan yang terjadi di Kabupaten Asmat
ialah akibat minimnya pendidikan kesehatan, gaya hidup masyarakat,
kurangnya tenaga kesehatan, hingga infrastruktur yang tidak memadai.
3. Bantuan yang Diberikan kepada Korban Bencana Kesehatan di Asmat.
Kategori ini maksudnya ialah seluruh pemberitaan yang menyatakan
adanya kegiatan pemberian bantuan kepada korban setelah bencana
kesehatan di Asmat terjadi, baik dalam bentuk materi ataupun non materi.
4. Pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam Penanggulangan Bencana.
Penekanan dari kategori ini ialah seluruh pemberitaan yang
menyatakan peran pemerintah daerah harus dimaksimalkan, baik dari segi
peran maupun anggaran, tidak termasuk apa yang harus dilakukan oleh
pemerintah pusat, karena masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia
sudah mempunyai tanggung jawab otonomi daerahnya masing-masing.
5. Hambatan yang Dihadapi dalam Memberikan Bantuan.
Kategori ini ialah yang menyatakan adanya hambatan untuk
melakukan pertolongan maupun bantuan, seperti medan yang sulit
dijangkau. Fokusnya pada hal-hal yang menyebabkan pemberitan bantuan
terhambat.
6. Pentingnya Diversifikasi Pangan.
Seluruh pemberitaan yang menyatakan diversifikasi pangan ialah
hal penting. Diversifikasi pangan adalah program yang dimaksudkan agar
masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja dan terdorong
41
untuk juga mengonsumsi bahan pangan lainnya sebagai pengganti makanan
pokok yang selama ini dikonsumsinya. Di Indonesia, diversifikasi pangan
dimaksudkan agar masyarakat Indonesia tidak menganggap nasi sebagai
satu-satunya makanan pokok yang tidak dapat digantikan oleh bahan
pangan yang lain.
7. Gambaran Umum Wilayah Asmat.
Maksudnya ialah penggambaran umum warga, lingkungan, serta
gaya hidup masyarakat di wilayah Asmat.
8. Kondisi Asmat Pasca Bantuan.
Penekanan kategori ini ada pada keadaan di Asmat saat bencana
kesehatan telah mendapatkan pertolongan.
9. Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah Pusat untuk Penanggulangan
Bencana.
Pada kategori ini ialah kebijakan yang seharusnya diambil
pemerintah pusat terkait penanganan bencana kesehatan di Asmat, tidak
termasuk apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah.
Setelah semua data selesai diberi kategori, data tersebut diberikan kepada
coder atau juri. Juri bertugas melakukan uji koder yaitu membantu penelitian dalam
memberi kategori berita-berita ke dalam tema yang ada dalam lembar koding. Tiga
orang juri dipilih yang sesuai dengan kriteria dalam syarat-syarat metode penelitan
anaisis isi, yaitu:
a. Rheza Alfian (Peneliti)
b. Fakhrizalhaq (Mahasiswa)
c. Denny Aprianto (Mahasiswa)
42
Setiap juri akan diberikan alat ukur dan diminta untuk memberikan
penilaian sesuai dengan petunjuk dalam lembar coding. Juri akan diminta untuk
membaca berita Harian Kompas kemudian memasukannya ke dalam coding sheet,
yakni berupa tabel daftar cek yang berisi kategori-kategori berita yang akan diukur.
Setelah itu, hasil dari pengisian juri ini yang diperbandingkan, dihitung berapa
persamaan dan berapa perbedaannya. Hasil dari kesepakatan itulah yang dijadikan
sebagai keofisien reliabilitas.
Diperlukan rujukan dalam penelitian dengan membuat definisi operasional.
Definisi operasional merupakan bagian terpenting dalam mendefinisikan apa yang
diteliti oleh peneliti dalam menjabarkan konsep atau variabel yang diukur dalam
sebuah penelitian secara detil berupa prilaku, aspek atau karakteristik. Dengan
demikian definisi operasional bukan mendefinisikan pengertian atau makna pada
teori namun lebih terkait dengan hal-hal yang menghubungkan ukuran atau
indikator dari suatu variabel.8 Penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu agenda
media pemberitaan bencana kesehatan yang terjadi di Asmat.
Demi memenuhi unsur objektivitas, hasil penghitungan dari proses
pengukuran unit analisis perlu diuji kembali. Dibutuhkan rumus yang dipakai dalam
penghitungan tingkat keterpercayaan antar juri pada penelitian ini menggunakan
intercoder reliability dari Holsti, yaitu:9
CR= 2M x100%
N1+N2
8 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013) h.97. 9 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 290.
43
Keterangan:
CR = Coeficient Reliability
M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding
NI, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding
Reliabilitas bergerak antara 0 hingga 1, 0 berarti tidak ada satupun yang
disetujui oleh para coder dan 1 berarti persetujuan sempurna di antara para coder.
Makin tinggi angka, makin tinggi pula angka reliabilitas. Dalam formula Holsti,
angka reliabilitas minimum yang ditoleransi adalah 0,7 atau 70 persen. Artinya,
kalau hasil perhitungan menunjukan angka reliabilitas di atas 0,7 berarti alat ukur
ini benar-benar reliabel. Tetapi, jika di bawah angka 0,7, berarti alat ukur (coding
sheet) bukan alat yang reliabel.10
E. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara sebagai
berikut:
1. Data Primer
Data primer didapat mealui observasi. Observasi merupakan kegiatan
mengamati secara langsung tanpa mediator.11 Adapun observasi yang penulis
lakukan dengan meninjau hasil berupa teks berita yang telah dikumpulkan dari
Harian Kompas, selama 1 Januari hingga 30 Maret 2018 sebanyak 128 judul
beserta sub judul pemberitaan.
10 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 290. 11 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, h.106.
44
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh
organisasi yang bukan pengolahnya. Data sekunder ini diperoleh dari buku,
jurnal, dan situs-situs internet yang berkaitan dengan isu pemberitaan yang
menjadi objek penelitian.
F. Teknik Analisis Isi
1. Definisi Analisis Isi
Analisis isi merupakan salah satu penelitian yang dipakai untuk
mengetahui isi yang terdapat dalam dokumen. Perbedaan analisis isi dengan
bentuk penelitian yang lain adalah penggunannya. Analisis isi dipakai untuk
mengukur secara kuantitatif aspek-aspek tertentu dari isi secara tersurat.12
Dalam sejarahnya menurut Kripendoff, analisis isi hadir pertama kali di
Swedia pada abad XVII. Namun, sampai pada 1920-an analisis isi baru
mendapat pengakuan sebagai metode ilmiah oleh para ilmuan sosial dari
berbagai bidang. Hingga saat ini, beragam disiplin ilmu menggunakan metode
ini seperti sosiologi, komunikasi, psikologi, politik, dan antropolgi.13 Pada abad
ke-20, analisis isi dinilai sangat penting dalam bidang politik terkait efek
propaganda dan pesan persuasif lainnya.14
Berelson dalam Andi Bulaeng mengemukakan bahwa analisis isi adalah
cara yang digunakan untuk menggambarkan isi pernyataan suatu komunikasi
12 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 1. 13 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 6. 14 Daniel Riffe, dkk., Analyzing Media Messages: Using Quantitative Content Analysis in
Research, 2th ed (New York: Routledge, 2014), h. 4.
45
dengan cara menganisis dan mempelajarinya secara objektif, kuantiatif, dan
sistematis.15 Kripendorf melihat analisis isi sebgai teknik untuk membuat
inferensi yang sahih datanya dan dapat ditiru lewat konteksnya.16 Sementara
Budd mengatakan analisis isi adalah sesuatu yang digunakan untuk mengolah
pesan dan menganalisis pesan dengan cara yang sistematis.17 Pesan adalah apa
yang terlihat, didengar, dirasakan, atau dibaca. Sebaliknya, analisis isi tidak
meniliti aliran produksi dan pertukaran makna, ini berkaitan dengan penafsiran.
Dengan kata lain, analisis isi meneliti apa yang tersurat, bukan tersirat.
Pada dasarnya seperti yang diutarakan Robert Philip Weber dalam
bukunya Basic Content Analysis edisi ke-2 bahwa analisis isi menekankan
metode penelitian untuk mendapat kesimpulan dari pesan yang valid pada teks.
“Content analysis is a research method that uses a set of
proceduresto make valid inferences from text. 1 These inferences are about
thesender(s) of the message, the message itself, or the audience of the
message.”18
Kesimpulan tersebut didapat dengan cara menghitung atau mengukur
aspek dari isi dan menyajikannya secara kuantitatif. Analisis isi hanya
menekankan pada apa yang tersurat dengan memberi tanda atau meng-coding
apa yang dilihat peneliti. Jadi, dapat dikatakan, analisis isi adalah suatu metode
15 Andi Bulaeng, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer (Yogyakarta: Andi, 2004),
h. 164. 16 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 15. 17 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, h. 230. 18 Robert Philip Weber, Basic Content Analysis, 2th ed (California: Sage Publications,
1990), h.9.
46
penelitian yang dilakuan untuk meneliti pesan dengan melakukan serangkaian
prosedur secara sistematis, objektif, dan kuantitatif.
Ilmu komunikasi menggunakan analisis isi sebagai salah satu metode
utama. Analisis isi sebagai penelitian yang mempelajari isi media. Peneliti dapat
mengetahui tren dari isi, gambaran isi, dan karakteristik pesan. Selain hal itu,
dalam ilmu komunikasi analisis isi juga mempelajari semua konteks
komunikasi (komunikasi organisasi, kelompok, maupun antarpribadi), dengan
syarat adanya dokumen.19
2. Ciri-Ciri dalam Analisis Isi
Dalam penelitian menggunakan analisis isi, harus memiliki ciri-ciri
objetif, sistematis, replikabel, isi yang tampak, perangkuman, dan generalisasi.
Objektif artinya betul menamplikan isi yang ada dalam teks dan bukan dari
subjektivitas dari peneliti. Terdapat dua hal dari objektif anaisis isi yakni
validitas dan reliabilitas20. Validitas mengandung arti tentang alat ukur
mengenai keabsahan suatu varibel apa sesuai dengan yang diharapkan.21
Sedangkan reliabilitas berarti sejauh mana menghasilkan hasil yang sama,
ketika teks yang sama dikerjakan lebih dari satu coder atau orang yang
berbeda.22
19 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 11. 20 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 16. 21 Robert Philip Weber, Basic Content Analysis, 2th ed, h.18. 22 Robert Philip Weber, Basic Content Analysis, 2th ed, h.17.
47
Sistematis berarti penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan
definisi dan kategori yang sama untuk semua bahan yang akan dianalisis.23
Sementara replikabel yakni penelitian dengan temuan tertentu dapat diulang
dengan menghasilkan temuan yang sama juga, meskipun dilakukan oleh
peneliti, waktu, dan konteks yang berbeda-beda.
Lalu isi yang tampak, artinya bagian dari isi yang terlihat nyata atau
tampak. Sedangkan perangkuman (summarizing) dibuat untuk membuat
gambaran umum karakteristik dari suatu pesan. Terakhir yaitu generalisasi,
yang digunakan jika analisis isi menggunakan sampel untuk memberikan
gambaran populasi.24
Sebagai sebuah metode penelitian, tentu analisis isi juga memiliki
tahapan-tahapan. Terdapat tiga tahap dalam analisis isi, yaitui:25
a. Merumuskan masalah
Rumusan masalah masih berbentuk konsep-konsep. Suatu konsep
dengan tema tertentu yang harus dicari ukuran-ukurannya dan apa
termasuk dalam tema tersebut. Ukuran-ukuran ini disebut
kategorisasi.
b. Menyusun kerangka konseptual untuk riset deskriptif atau kerangka
teori untuk riset eksplanasi.
23 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 19 24 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 29-30. 25 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran , h. 234.
48
Peneliti cukup mendefinisikan serta mengemukakan ukuran
atau operasional dari suatu tema. Hasilnya adalah sebuah
kategorisasi yang dijadikan sebagai ukuran-ukuran suatu tema,
misalnya tema berita politik.
c. Menyusun perangkat metodologi
1) Menentukan prosedur atau metode pengukuran, dalam hal
ini ukuran-ukuran tetentu dijabarkan dalam suatu konsep, umumnya
dalam bentuk kategori beserta indikator-indikatornya.
2) Menentukan unit analisis, kategorisasi dan uji realibilitas.
3) Menentukan populasi dan sampel.
4) Menentukan metode pengumpulan data.
5) Menentukan metode analisis.
6) Analisis dan interpretasi data.
G. Uji Realibilitas
Untuk memeperoleh reliabelitas dan validitas kategori isu dalam konten
pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat diadakan pengujian kategori pada tiga
orang juri atau koder yang dipilih dan mampu memberikan penelitian secara
objektif. Hasil dari kesepakatan tim juri tersebut dijadikan sebagai koefisien
reliabelitas.
Kategori yang terdapat pada pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada
Harian Kompas adalah kategori isu pemberitaan dan kategori bentuk pemberitaan.
Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.
49
Tabel 1. Kategori Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada
Harian Kompas
No. Kategori Pemberitaan
1. Korban yang Ditimbulkan Akibat Gizi Buruk dan Campak
2. Hal yang Menyebabkan Bencana Kesehatan di Asmat Terjadi
3. Bantuan yang Diberikan kepada Korban Bencana Kesehatan di Asmat
4. Pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam Penanggulangan Bencana
5. Hambatan yang Dihadapi dalam Memberikan Bantuan
6. Pentingnya Diversifikasi Pangan
7. Gambaran Umum Wilayah Asmat
8. Kondisi Asmat Pasca Bantuan
9. Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah Pusat untuk
Penanggulangan Bencana
Pada penelitian selama tiga bulan, Harian Kompas menerbitkan 128
judul dan sub judul pemberitaan terkait Bencana Kesehatan di Asmat. Ada 20 judul
dan sub judul yang dimasukan ke dalam lembar koding untuk diujikan kepada para
juri atau koder. Berikut ini adalah tabel dari hasil kesepakatan antar juri pada
pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat.
Tabel 2. Koefisien Reliabelitas Kesepakatan Semua Kategori
Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Nilai
Juri ke 1 dan 2 18 15 3 0.83
Juri ke 1 dan 3 18 14 4 0.78
Juri ke 2 dan ke 3 18 15 3 0.83
50
Komposit Reabilitas = 3(0.81) = 0.92
1 + (3 − 1) (0.81)
Dari tabel di atas menunjukkan kesepakatan antara juri 1 dan 2 sebesar 0.83
(hal ini menunjukan kesepakatan yang sangat baik antar kedua juri). Kesepakatan
antar juri 1 dan 3 sebesar 0.78 (menunjukkan kesepakatan baik antar kedua juri).
Kesepakatan antar juri 2 dan 3 sebesar 0.83 (menunjukkan kesepakatan yang sangat
baik antar kedua juri).
Kemudian untuk menghitung rata-rata perbandingan nilai kesepakatan antar
juri tersebut dihitung dengan rumus komposit reliabelitas. Dari hasil yang
ditemukan bahwa rata-rata tingkat kesepakatan antar juri untuk kategori-kategori
yang dibuat yaitu sebesar 0.92, hal ini menunjukkan kesepakatan yang sangat baik
di antara para juri. Setelah dilakukan penghitungan reliabelitas terhadap tiga juri
atas kategori-kategori tersebut, kategori dapat dianggap reliabel sebagai sebuah
kategori penelitian.
51
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Kategori Dominan dalam Pemberitaan Bencana Kesehatan di
Asmat pada Harian Kompas
Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas dibagi
dalam 9 kategorisasi. Kategori tersebut ialah korban yang ditimbulkan akibat gizi
buruk dan campak, hal yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat terjadi,
bantuan yang diberikan kepada korban bencana kesehatan di Asmat,
pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam penanggulangan bencana, hambatan
yang dihadapi dalam memberikan bantuan, pentingnya diversifikasi pangan,
gambaran umum wilayah Asmat, kondisi Asmat pasca bantuan, dan kebijakan yang
harus dilakukan pemerintah pusat untuk penanggulangan bencana. Kategori atau
indikator ini digunakan untuk menemukan agenda yang dianggap penting oleh
suatu media, Salah satu cara mengukur agenda media adalah dengan melihat
kategori atau indikator yang ditonjolkan media.
Berikut ini adalah hasil jumlah berita dari kategori pemberitaan Bencana
Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas, total ada 65 judul dan 63 sub judul berita
(total 128 item).
Tabel 1. Jumlah Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada
Harian Kompas berdasarkan Rangking Frekuensi Muncul
No. Kategori Frekuensi Persentase
1. Korban yang Ditimbulkan Akibat Gizi Buruk
dan Campak
16 13 %
2. Hal yang Menyebabkan Bencana Kesehatan
di Asmat Terjadi
23 18 %
52
3. Bantuan yang Diberikan Kepada Korban
Bencana Kesehatan di Asmat
21 16 %
4. Pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam
Penanggulangan Bencana
12 9 %
5. Hambatan yang Dihadapi Dalam Memberikan
Bantuan
11 9 %
6. Pentingnya Diversifikasi Pangan 15 12 %
7. Gambaran Umum Wilayah Asmat 6 5 %
8. Kondisi Asmat Pasca Bantuan 3 2 %
9. Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah
Pusat untuk Penanggulangan Bencana
21 16 %
Total 128 100 %
Dari penghitungan jumlah judul dan subjudul pada tabel di atas
menunjukkan kategori pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian
Kompas terdapat 128 item. Jumlah kategori pemberitaan yang paling dominan
terdapat pada kategori hal yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat terjadi
sebanyak 23 pemberitaan atau sekitar 18% dari total pemberitaan. Hairan Kompas
menganggap pemberitaan kategori ini sangat penting dibandingkan dengan kategori
lainnya, sebab dengan mengetahui apa yang menyebabkan bencana kesehatan di
Asmat dapat terjadi, pembaca dalam hal ini pemerintah dan publik dapat
mengetahui apa yang harus dilakukan untuk merespon bencana kesehatan ini.
Setelah memberikan frekuensi yang dominan pada kategori hal yang
menyebabkan bencana kesehatan di Asmat terjadi, Harian Kompas memberikan
frekuensi yang dominan selanjutnya pada kategori kebijakan yang harus dilakukan
pemerintah pusat untuk penanggulangan bencana dengan frekuensi muncul
sebanyak 21 kali atau sekiatr 16% dari total pemberitaan. Kategori ini memiliki
53
frekuensi muncul yang sama dengan kategori bantuan yang diberikan kepada
korban bencana kesehatan di Asmat. Dengan memunculkan kategori ini secara
dominan, Harian Kompas mengajak pembaca untuk mengetahui apa kebijakan
yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat, kebijakan yang dimaksud ialah seperti
penetapan peristiwa ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), apa upaya yang harus
dilakukan dalam menanggulangi bencana ini, dan lain sebagainya. Kemudian,
Harian Kompas juga menstimulus pembaca melalui pemberitaannya dengan
memberitakan kategori bantuan yang diberikan kepada korban bencana kesehatan
di Asmat. Dengan memberikan dominasinya kepada kategori ini, Harian Kompas
menganggap kategori ini juga cukup penting untuk diketahui pembaca. Sebab,
ketika pembaca mengetahui apa saja bantuan yang telah diberikan kepada korban
bencana kesehatan di Asmat, publik dapat mengetaui sudah sampai mana kejadian
luar biasa ini mendapat perhatian dari pemerintah. Tidak hanya itu, dengan
mengetahui kategori ini, publik juga dapat mengetahui apa saja bantuan yang
kurang dan dapat segera memberikan bantuan yang belum ada di tempat bencana
kesehatan tersebut.
Masih terkait dengan tiga kategori sebelumnya, kategori yang dominan
muncul selanjutnya ialah kategori mengenai korban yang ditimbulkan akibat gizi
buruk dan campak dengan frekuensi 16 kali muncul atau sekitar 13% dari total
pemberitaan. Kategori ini cukup penting untuk diberitakan karena kategori ini dapat
mengukur seberapa besar bencana kesehatan yang terjadi di Asmat. Ketika sebuah
bencana tidak diketahui seberapa besar jumlah korbannya, tentu sangat sulit untuk
menetapkan seberapa parah bencana yang ada, sebab sebuah bencana yang
memiliki jumlah korban jiwa yang sangat banyak dapat mempengaruhi kebijakan
54
apa saja yang harus diambil pemerintah, serta juga akan sulit mengetahui seberapa
besar bantuan yang dibutuhkan dalam bencana tersebut.
Tidak hanya berfokus pada pemberitaan inti di atas, Harian Kompas juga
memberitakan kategori lainnya yang cukup penting, yaitu kategori pentingnya
diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah program yang dimaksudkan agar
masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja dan terdorong untuk
juga mengonsumsi bahan pangan lainnya sebagai pengganti makanan pokok yang
selama ini dikonsumsinya.1 Di Indonesia, diversifikasi pangan dimaksudkan agar
masyarakat Indonesia tidak menganggap nasi sebagai satu-satunya makanan pokok
yang tidak dapat digantikan oleh bahan pangan yang lain. Indonesia memiliki
beragam hasil pertanian yang sebenarnya dapat dijadikan makanan pokok seperti
sukun, ubi, talas, dan sebagainya yang dapat menjadi faktor pendukung utama
diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan merupakan salah satu cara menuju
swasembada beras dengan mengurangi konsumsi beras sehingga total konsumsi
tidak melebihi produksi. Sebagaimana diketahui, bahwa makanan pokok di Papua
ialah sagu. Namun anak-anak di Asmat lebih menyukai beras dan mie instan yang
tidak ditanam di tanah mereka sendiri.2 Harian Kompas melalui pemilihan
narasumbernya mendorong agar masyarakat di Papua, khususnya Asmat untuk
lebih banyak mengkonsumsi sagu yang sudah menjadi makanan pokok masyarakat
di sana. Kategori ini mendapat frekuensi muncul sebanyak 15 kali atau sekitar 12%
dari total pemberitaan. Diversifikasi pangan merupakan salah satu penyebab
bencana kesehatan di Asmat ini terjadi, tetapi penulis memberikan tempat sendiri
1 Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. 2 B Josie Susilo Hardianto, Ironi Asmat: Gizi Buruk di Tengah Rawa Penuh Sagu dan Ikan,
26 Januari 2019, Harian Kompas.
55
bagi kategori ini. Alasannya ialah persoalan pangan di Papua cukup kompleks.
Melalui banyaknya frekuensi yang muncul terkait kategori ini, Harian Kompas
cukup menaruh perhatian soal diversifikasi pangan sebagai salah satu penyebab
terjadinya bencana kesehatan di Asmat.
Pada kategori dominan selanjutnya, dengan frekuensi muncul sebanyak 12
kali atau sekitar 9% dari seluruh total pemberitaan yaitu kategori
pengoptimalisasian otonomi daerah. Pada pemberitaannya Harian Kompas cukup
banyak menyinggung terkait otonomi daerah. Harian Kompas menganggap untuk
menanggulangi sekaligus mencegah kembali terjadinya bencana ksehatan di
Asmat, pemerintah daerah punya andil penting. Sebagaimana yang telah diketahui
bahwa setiap daerah di Indonesia diberikan kesempatan untuk mengatur daerahnya
sendiri dengan tetap berpusat kepada pemerintah pusat. Otonomi daerah yang
diberitakan Harian Kompas meliputi bagaimana penggunaan anggaran maupun
kebijakan pemerintah daerah misalnya melalui pemberitaan tanggal 31 Januari
dengan judul Meninjau Dana Otonomi.
Kategori hambatan yang dialami dalam memberikan bantuan memang
kurang banyak frekuensi munculnya dibandingkan kategori di atas, kategori ini
hanya muncul sebanyak 11 kali atau sekitar 9% dari seluruh total pemberitaan,
namun kategori ini cukup penting menggambarkan bagaimana sulitnya menjangkau
tempat terjadinya bencana, tidak hanyak geografis, kategori pemberitaan hambatan
yang dialami dalam memberrikan bantuan juga datang dari sumber daya, misalnya
tercermin dari berita berjudul Persoalan Bahan Bakar Hambat Kerja relawan.
56
Lalu ada kategori yang sedikit sekali muncul terkait gambaran umum
wilayah Asmat, kondisi Asmat pasca bantuan dengan masing-masing frekuensi
kemunculan sebanyak 6 dan 3 pemberitaan atau sekitar 5% dan 2% dari total
pemberitaan yang ada. Kategori gambaran umum wilayah Asmat hanya berisi
informasi terkait geografis dan masyarakat Asmat saja, sedangkan kategori Asmat
pasca bantuan hanya berisi beberapa pemberitaan mengenai telah membaiknya
wilayah Asmat dari bencana kesehatan. Harian Kompas tidak berfokus pada dua
kategori ini, melihat data yang ada, Harian Kompas lebih fokus pada
penanggulangan dan pencegahan bencana kesehatan.
B. Analisis Luas Kolom berdasarkan Kategori Dominan
Setelah kategori yang dominan muncul ditemukan kemudian penulis akan
meneliti berapa luas kolom yang dimiliki oleh setiap kategori-kategori yang ada.
Untuk mengukur luas kolom, digunakan penghitungan manual dari setiap koran
yang diteliti. Penulis menggunakan penggaris dengan satuan centimeter (cm) untuk
mengukur luas kolom. Penghitungan luas kolom dimulai dari huruf pertama
pemberitaan yang ditulis. Analisis luas kolom ini dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana proporsi tema pemberitaan Bencana Harian di Asmat pada Harian
Kompas dimuat dengan melihat seberapa luas tema pemberitaan ini ditampilkan.
Tabel 2. Luas Kolom Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada
Harian Kompas berdasarkan Luas Kolom
No. Kategori Luas Kolom Persentase
1. Korban yang Ditimbulkan Akibat Gizi Buruk
dan Campak
2.287,6 cm2
14 %
57
2. Hal yang Menyebabkan Bencana Kesehatan di
Asmat Terjadi
2.872,4 cm2 17 %
3. Bantuan yang Diberikan Kepada Korban
Bencana Kesehatan di Asmat
2.580 cm2 15 %
4. Pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam
Penanggulangan Bencana
1427.6 cm2
9 %
5. Hambatan yang Dihadapi Dalam Memberikan
Bantuan
1.634 cm2 10 %
6. Pentingnya Diversifikasi Pangan 2.236 cm2 13 %
7. Gambaran Umum Wilayah Asmat 688 cm2 4 %
8. Kondisi Asmat Pasca Bantuan 120.4 cm2 1 %
9. Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah
Pusat untuk Penanggulangan Bencana
2.924 cm2 17 %
Total 16.770 cm2 100 %
Luas kolom dalam surat kabar sangat berpengaruh dengan panjangnya suatu
pemberitaan. Panjang pemberitaan juga selaras dengan banyaknya pesan yang ingin
diberikan kepada pembaca. Pada analisis luas kolom ini, tiga kategori yang paling
luas kolomnya hampir selaras dengan hasil temuan data kategori yang dominan
muncul, hanya saja, untuk kolom yang paling luas ditempati kategori kebijakan
yang harus diambil pemerintah pusat diikuti dengan hal yang menyebabkan
bencana kesehatan di Asmat terjadi dan kategori bantuan yang diberikan kepada
korban bencana kesehatan di Asmat.
58
Pada urutan keempat dan kelima ditempati kategori korban yang
ditimbulkan akibat gizi buruk dan campak dan pentingnya diversifikasi pangan, hal
ini juga selaras dengan frekuensi munculnya dominan pada temuan data
sebelumnya.
Kategori selanjutnya ditempati kategori hambatan yang dialami dalam
memberikan bantuan. Pada kategori frekuensi dominan muncul sebelumnya
ditempati kategori pengoptimalisasian otonomi daerah, kali ini dua kategori ini
bertukar posisi peringkat pada luas kolom. Kategori hambatan yang dialami dalam
memberikan bantuan pemberitannya ditulis lebih panjang dari kategori
pengoptimalisasian otonomi daerah.
Pada kategori yang paling tidak dominan ditempati kategori gambaran
umum wilayah Asmat dan kondisi Asmat pasca bantuan. Lagi-lagi temuan data ini
selaras dengan temuan data pada frekuensi munculny kategori dominan
sebelumnya.
C. Analisis Penempatan Kategori berdasarkan Kategori Dominan
Setelah kategori yang dominan muncul dan luas kolom per kategori
diketahui. Selanjutnya penulis akan meneliti penempatan kategori di dalam surat
kabar Harian Kompas. Metode analisis untuk mengetahui penempatan kategori
tema pemberitaan Bencana Kesehatan di Harian Kompas ialah dengan cara melihat
koran Harian Kompas secara langsung, kemudian penulis memilahnya menjadi
beberapa bagian: Headline dan non headline, serta pada halaman berapa
pemberitaan bencana kesehatan ditempatkan. Headline merupakan penempatan
pemberitaan pada halaman awal sebuah surat kabar, yaitu pada halaman 1 dan
59
diteruskan ke halaman 15, sedangkan non headline adalah penempatan halaman di
luar halaman 1 dan 15. Menurut Djunaedy Kurniawan, headline news sebagai suatu
berita yang dianggap paling layak untuk dimuat di halaman depan, dengan judul
yang menarik perhatian dan menggunakan tipe huruf lebih besar dari suatu surat
kabar.3 Kemudian ada kategori korban yang ditimbulkan akibat gizi buruk dan
campak dan hal yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat terjadi, pada dua
kategori ini, proses penempatan headline dan non headline tidak terlalu berbeda.
Harian Kompas melalui penempatan ketiga kategori yang dominan penempatan
headline ingin menstimulus pembaca dan mengatakan bahwa peristiwa bencana
Kesehatan di Asmat ialah isu yang penting untuk diberitakan.
Untuk memudahkan analisis, penulis akan membuat skoring pada headline
dan non headline. Headline penulis beri poin 3 dan non headline akan mendapatkan
1 poin. Headline diberi 3 poin karena posisinya yang sangat strategis, berada di
halaman depan, sedangkan sebaliknya, 1 poin diberikan kepada non headline
karena letaknya yang tidak begitu strategis dibandingkan non headline.
Table 3. Penempatan Kategori Pemberitaan Bencana Kesehatan di
Asmat pada Harian Kompas berdasarkan Munculnya Headline dan Non
Headline
No. Kategori Keterangan Skor
1. Korban yang Ditimbulkan Akibat Gizi Buruk
dan Campak
10 kali 6 kali 36
2. Hal yang Menyebabkan Bencana Kesehatan
di Asmat Terjadi
9 kali 14 kali 41
3 Djunaedy Kurniawan, Ensiklopedia Pers Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.,
1990).
60
3. Bantuan yang Diberikan Kepada Korban
Bencana Kesehatan di Asmat
17 kali 4 kali 55
4. Pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam
Penanggulangan Bencana
6 kali 6 kali 24
5. Hambatan yang Dihadapi Dalam
Memberikan Bantuan
3 kali 8 kali 17
6. Pentingnya Diversifikasi Pangan 4 kali 11 kali 23
7. Gambaran Umum Wilayah Asmat - 6 kali 6
8. Kondisi Asmat Pasca Bantuan 1 kali 2 kali 5
9. Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah
Pusat untuk Penanggulangan Bencana
5 kali
16 kali
31
Total 55 kali 73 kali
Pada temuan data penempatan kategori yang paling dominan ialah kategori
bantuan yang diberikan kepada korban bencana kesehatan di Asmat. Sebelumnya
pada temuan kategori yang dominan menurut frekuensi muncul dan temuan data
pada luas kolom dominan, kategori ini menempati peringkat ketiga. Jika dicermati,
kategori tidak pernah keluar dari tiga besar temuan data yang sudah didapatkan.
Harian Kompas secara kontinyu memberikan porsi yang proposional pada kategori
ini mulai dari frekuensi muncul, luas kolom dominan, dan penempatan pemberitaan
kategori pada surat kabarnya. Dengan meletakkan kategori ini sebanyak 17 kali
(dominan di antara kategori lainnya) atau hampir empat kali lipatnya dari yang ada
pada non headline. Harian Kompas nampaknya menganggap kategori ini sangat
penting untuk dijadikan laporan utama dalam surat kabarnya.
61
Masih seperti kategori sebelumnya, Harian Kompas juga memberikan porsi
yang lebih pada kategori hal yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat tejadi.
Sebelumnya pada temuan data kategori yang dominan menurut frekuensi muncul,
kategori ini mendapatkan peringkat yang paling dominan, namun untuk temuan
data luas kolom dominan dan penempatan kategori, kategori ini hanya menempati
peringkat kedua. Kendati menempati peringkat kedua pada dua temuan terakhir,
kategori ini dapat dikatakan mendapat porsi yang sangat lebih dibandingkan
kategori lainnya. Kategori ini tidak pernah keluar dari peringkat kedua dalam setiap
temuannya. Dengan 9 kali headline dan 14 kali non headline, Harian Kompas
mencoba untuk memberikan porsi yang proposional terhadap kategori ini.
Pada posisi ketiga, ialah kategori korban yang ditimbulkan akibat gizi buruk
dan campak. Sebelumya kategori ini hanya menempati peringkat keempat dalam
dua temuan yang telah diteliti. Namun, untuk penempatan kategori kategori ini
berhasil naik satu peringkat dengan 10 kali headline dan 6 kali non headline ini,
Harian Kompas mencoba untuk membuat kategori ini tetap mendapatkan porsi
yang lebih.
Kategori selanjutnya yaitu kebijakan yang harus dilakukan pemerintah
pusat. Kali ini, kategori ini menempati posisi keempat, setelah sebelumnya pada
kategori frekuensi yang dominan muncul pada peringkat kedua dan luas kolom
dominan pada peringkat pertama. Pada temuan data penempatan kategori, kategori
ini mendapatkan porsi 5 kali headline dan 16 non headline. Tidak dominan secara
headline, namun Harian Kompas menyeimbangkan pemberitaan tentang kategori
ini pada pemberitaan non headline sebanyak 16 kali muncul (paling dominan di
antara seluruh kategori non headline).
62
Kategori pengoptimalisasian otonomi daerah mendapatkan tempat yang
proposional. Dengan menenmpati headline dan non headline sebanyak masing-
masing 6 kali. Setelah sebelumnya dalam temuan data kategori yang dominan
muncul menurut frekuensi terbitnya pada posisi keenam dan luas kolom dominan
pada peringkat ketujuh, dalam temuan data penempatan kategori, kategori ini
menempati posisi kelima. Bisa dibilang, pemberitaan terkaait kategori ini juga
cukup proposional baik menurut frekuensi muncul, luas kolom, maupun
penempatan kategori.
Setelah sebelumnya menempati peringkat kelima dalam dua temuan data
terakhir, kategori pentingnya diversifikasi pangan kali ini menempati peringkat
keenam dengan 4 kali headline dan 11 kali non headline. Dengan sedikitnya
penempatan kategori ini pada headline, Harian Kompas tetap berusaha memberikan
porsi yang lebih pada kategori ini melalui pemberitaan pada non headline yaitu 11
kali headline.
Pada kategori hambatan yang dihadapi dalam memberikan bantuan
menempati 3 kali headline dan 8 kali non headline atau menempati peringkat
ketujuh, sama seperti temuan data di kategori dominan menurut frekuensi muncul,
dan berbeda satu peringkat pada luas kolom yaitu peringkat delapan. Di setiap
bencana, hambatan dalam melakukan pertolongan selalu ada dan beragam
macamnya. Dengan adanya pemberitaan terkait hambatan dalam memberikan
bantuan pada suatu bencana, diharapkan pemerintah dan publik mengetahui apa
saja yang harus dilakukan agar bantuan yang datang tidak terhambat. Dalam kasus
bencana kesehatan di Asmat, misalnya, Harian Kompas membantu melalui
beberapa pemberitaan seperti dengan judul Persoalan Bahan Bakar Hambat Kerja
63
Relawan pada tanggal 24 Januari 2019, atau pada tanggal 25 Januari 2019 dengan
subjudul Terisolir.
Kategori yang tidak paling dominan selanjutnya menurut penempatan
pemberitaan ialah gambaran umum di Asmat dan kondisi Asmat pasca bantuan.
Lagi-lagi Harian Kompas tidak memberikan porsi yang lebih pada dua kategori in,
selaras dengan temuan data pada analisis sebelumnya, padahal kategori kondisi
Asmat pasca bantuan merupakan kategori yang cukup penting, karena dengan
memberitakan kategori ini secara proposional, pembaca dapat mengetahui
perkembangan yang terjadi di Asmat, sayangnya kategori ini tidak mendapat tempat
yang lebih seperti kategori-kategori yang lain.
D. Interpretasi Peneliti
Harian Kompas mengcover pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat
dengan intens. Sebanyak 65 judul dan 63 sub judul atau 975 paragraf diterbitkan
Harian Kompas pada periode Januari hingga Maret 2018. Dari hasil temuan data
dan analisis didapatkan bahwa Harian Kompas lebih menonjolkan kategori yang
berkaitan tentang mitigasi bencana4, seperti hal yang menyebabkan bencana
kesehatan di Asmat terjadi, kebijakan yang harus dilakukan pemerintah pusat untuk
penanggulangan bencana, bantuan yang diberikan kepada korban bencana
kesehatan di Asmat, dan korban yang ditimbulkan akibat gizi buruk dan campak.
Hal tersebut dapat dilihat dari dominannya kategori di atas jika dilihat dari frekuensi
4 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana Pasal 1 poin 9, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
64
munculnya kategori, luas kolom dominan, dan penempatan kategori berdasarkan
headline dan non headline.
Dengan lebih mengangkat beberapa kategori dari keseluruhan kategori
pemberitaan yang ada, menandakan bahwa Harian Kompas menganggap kategori
yang dimunculkan secara dominan lebih penting untuk diberitakan secara intens
dibandingkan kategori lainnya. Salah satu indikator agenda media ialah dengan
melihat isu-isu yang ditonjolkan media. Dengan demikian hasil tersebut
menunjukkan bahwa Harian Kompas berfokus pada kategori-kategori yang
berkaitan tentang mitigasi bencana.
Media dapat menentukan agendanya melalui pemberitaan secara intens
untuk mencoba persuasi pembaca. Dalam hal itu dilakukan dengan framing atau
pembingkaian. Media memberikan ide yang terorganisir dalam menyampaikan
konteks dan saran mengenai isu yang diseleksi, diberikan penekanan, pengecualian,
dan elaborasi. Perbedaan bingkai terlihat pada peletakan berita (headline atau non
headline), volume berita, dan teknik kecendrungan pemberitaannya. Menurut
Eriyanto, agenda media dapat diukur dari panjang berita dalam surat kabar, ataupun
penempatan berita dalam sebuah surat kabar.5 Gaya berita dan opini media yang
ditawarkan juga bisa menjadi frame bagi khalayak untuk menentukan sikap. Berita
tersebut dapat menjadi bentuk komunikasi yang dilakukan media dengan tujuan
untuk memperoleh citra dan sebagainya.
Harian Kompas intens memberitakan kategori hal yang menyebabkan
bencana kesehatan di Asmat terjadi. Hal yang menyebabkan bencana kesehatan di
5 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 197.
65
Asmat terjadi berisi tentang apa-apa saja hal yang dapat menyebabkan gizi buruk
dan campak meluas di Asmat. Jika informasi apa saja yang menyebabkan bencana
terjadi, tindakan dan penanganan yang tepat terhadap bencana tersebut dapat
diketahui dan segera untuk dilakukan.
Pemberitaan mengenai hal yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat
terjadi tentu juga berdampak signifikan. Misalnya, pengiriman relawan untuk
membantu di tempat terjadinya bencana, relawan dapat dengan cepat datang. Salah
satu efek positif dari pemberitaan bencana pada media disampaikan oleh Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo pada saat
pembekalan bencana bagi media di kantor BNPB, 21 Februari 2019. Doni
mengatakan banyak relawan, LSM, komunitas, yang datang pada jam-jam pertama
saat bencana. Tentu ini merupakan dampak positif dari sebuah pemberitaan
bencana.6 Reputasi media dan pekerjanya dalam suatu bencana yang terjadi dapat
dipandang dari dua sisi.7 Pertama, media dan pekerja media mampu menghadirkan
informasi yang dibutuhkan publik, meskipun kebijakan redaksional dalam
pewartaan bencana sesungguhnya dapat diarahkan ke hal-hal yang lebih
memperbesar atensi publik pada korban bencana. Kedua, media berperan besar tak
hanya dalam pewartaan bencana namun juga dalam aksi-aksi langsung penanganan
bencana. Jadi, semakin cepat informasi mengenai bencana diketahui, semakin cepat
pula penanggulangan bencana dapat dilakukan.
6 Christoforus Ristianto, Kepala BNPB: Peran Media Besar Kurangi Risiko Kebencanaan,
(kompas.com: 21 Februari 2018), diakses pada 23 April 2019,
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/21/11155841/kepala-bnpb-peran-media-besar-kurangi-
risiko-kebencanaan. 7 Nunung Prajarto, Bencana, Informasi, dan Keterlibatan Media, (Universitas Gajah Mada:
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2008), h.20.
66
Temuan data berikutnya merupakan efek dari kategori hal yang
menyebabkan bencana kesehatan di Asmat terjadi, yaitu kategori kebijakan yang
harus dilakukan pemerintah pusat untuk penanggulangan bencana. Kategori ini
merupakan kategori yang sangat ditunggu oleh publik. Kebijakan pemerintah
sangatlah penting untuk menetapkan status bencana tersebut. Misalnya yang terjadi
di Asmat, bencana kesehatan ini resmi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Penetapan KLB oleh pemerintah pusat mendapat dampak positif, hal ini
juga berpengaruh pada temuan data selanjutnya, yaitu kategori bantuan yang
diberikan kepada korban bencana kesehatan di Asmat. Kategori ini berbicara
tentang apapun bantuan yang diberikan kepada korban dalam bentuk apapun, mulai
dari materi hingga non materi. Interpretasi peneliti dari hasil temuan ini ialah ketika
publik sudah mengetahui apa yang menyebabkan bencana kesehatan terjadi, lalu
pemerintah sudah mengambil tindakan, maka selanjutnya ialah aliran bantuan yang
akan datang. Bantuan makanan mulai melimpah saat KLB ditetapkan, bantuan
makanan, obat-obatan, serta tenaga medis terus mengalir deras ke Asmat pasca-
penetapan status KLB gizi buruk dan campak. Berton-ton makanan masuk ke Agats
dari Timika melalui jalur udara dan laut. Bantuan ditempatkan di gudang milik
Dinas Sosial Kabupaten Agats di dekat pelabuhan dan di tengah Kota Agats serta
di gudang keuskupan.8 Sekali lagi, peran media sangat berpengaruh pada
penanggulangan bencana, khususnya kategori kebijakan yang harus di ambil
pemerintah pusat.
8 Erwan Hernawan, Di Balik Gizi Buruk Asmat, (tempo.co: edisi 12-18 Februaru 2018),
diakses pada 23 April 2019, https://investigasi.tempo.co/232/di-balik-gizi-buruk-asmat.
67
Harian Kompas juga memberikan ruang yang lebih pada kategori korban
yang dtimbulkan oleh gizi buruk dan campak. Meski tidak seintensif tiga kategori
inti di atas, kategori ini mendapat ruang yang lebih dari segi penempatan kategori.
Kategori ini mendapatkan kesempatan 10 kali headline (kedua terbanyak setelah
kategori bantuan yang diberikan kepada korban bencana kesehatan di Asmat).
Dengan memberitakan kategori ini, Harian Kompas juga turut membantu pendataan
terkait korban yang muncul. Hal ini berkaitan dengan tiga kategori sebelumnya
yang jika kategori muncul, pemerintah juga dapat memetakan seberapa besar
bencana kesehatan yang sedang terjadi di Asmat, untuk kemudia mengambil
keputusan dan bantuan dapat diberikan secara maksimal.
Yang menarik kemudian adalah Harian Kompas juga menekankan
pemberitaan pada kategori pentingnya diversifikasi pangan di Papua. Papua
merupakan daerah yang sangat istimewa, mulai dari letak geografisnya, sama
dengan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Menjadi ironi ketika Papua yang
makanan utamanya ialah sagu yang jumlahnya melimpah mengalami krisis
kesehatan. Di Papua, sagu mulai tergantikan dengan beras dan mie instan. Padahal,
sagu juga memiliki komponen yang penting. Komponen yang sangat penting dari
tepung sagu adalah karbohidrat, kira-kira 92,5 persen dari bahan keringnya. Sagu
mengandung karbohidrat yang lebih tinggi dibanding beras merah dan jagung, yaitu
sekitar 95,0 persen dari bahan keringnya. Beras merah hanya mengandung
karbohidrat sekitar 75,0 persen dan jagung hanya sekitar 64,0 persen. Kandungan
vitamin dalam sagu sangat kurang terutama vitamin A, B dan C. 9 Menyadari
9 Endah Ernawati, Heliawaty, Pipi Diansari, Peranan Makanan Tradisional Berbahan Sagu
Sebagai Alternatif Dalam Pemenuhan Gizi Masyarakat: Kasus Desa Laba, Kecamatan Masamba,
Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan (Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 2018).
68
potensi gizi sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain, sagu
harus dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain yang lebih baik kadar gizinya,
keadaan ini diperparah dengan anak di Asmat yang lebih menyukai mie instan.
Melihat hal ini Harian Kompas berinisiatif untuk juga mengangkat isu diversifikasi
pangan, yang bila dilihat, hal ini sangatlah amat penting.
Tidak hanya berbicara tentang diversifikasi pangan, Harian Kompas juga
mengkritisi terkait kebijakan otonomi daerah, seperti anggaran otonomi daerah.
Harian Kompas menganggap jika anggaran otonomi daerah digunakan secara bijak
dan efektif, maka bencana kesehatan di Asmat tidak harus terjadi. Bukan hanya
pemerintah daerah saja yang menjadi perhatian, pemerintah pusat pun juga dikritisi
kebijakannya dalam menangani kasus bencana kesehatan di Asmat ini.
Dengan melihat kategori-kategori yang dominan pada setiap judul dan sub
judul pemberitaan terkait bencana kesehatan di Asmat, sesuai dengan teori agenda
setting, bahwa media menonjolkan suatu isu untuk dianggap penting oleh
masyarakat dan menjadi hal yang diperbincangkan. Dalam buku Em Griffin,
McCombs dan Donald Shaw mempercayai bahwa media memiliki kemampuan
untuk menyebarkan hal yang menarik dari sebuah isu dari agenda media kepada
agenda publik.10
Harian Kompas melalui pemberitaannya ingin menunjukan suatu media
dapat membantu dalam terjadinya sebuah bencana. Seperti perkataan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Doni Monardo di
acara pembekalan bencana bagi media di kantor BNPB, Jakarta Timur, Kamis
10 Em Griffin, A first Look At Communication Theori, Sixth Edition, (New York: McGraw
Will Companies, 2006), h. 395.
69
(21/2/2019). Ia mengatakan pemberitaan di media dapat mengurangi risiko
kebencanaan.
“Peran media dalam keterbukaan informasi dan akses media
menjadi ujung tombak dari bangsa untuk mengurangi risiko bencana dan
meningkatkan kesiapsiagaan,”11
Sementara itu, senada dengan Doni, Kepala Pusat Data Informasi dan
Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho
pada acara Forum Komunikasi Wartawan BNPB di Hotel Mercure, Tateli
Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu 13 November 2017 lalu. Ia mengatakan peran
media massa sangat penting dalam membantu penanggulangan bencana.
“Media adalah pengganda BNPB dan BPBD dalam
penanggulangan bencana. Media mampu mempengaruhi keputusan politik,
mengubah perilaku dan menyelamatkan masyarakat. Apa yang publik
pikirkan seringkali tergantung pada apa yang publik terima dari media.
Secanggih apapun seseorang atau pemerintah dalam menangani bencana,
tanpa bantuan publikasi media massa sama saja nihil. Karena tidak ada
masyarakat yang tahu apa yang telah dilakukannya dalam penanganan
bencana yang terjadi” ucap Sutopo.12
Tidak hanya memberitakan tentang bencanannya saja, Harian Kompas juga
berperan aktif dalam membahas kebijakan pemerintah terkait bencana kesehatan di
Asmat. Mulai dari bagaimana seharusnya otonomi daerah ditingkatkan, pentingnya
diversifikasi pangan, sampai hal yang harusnya dilakukan oleh pemerintah pusat.
11 Christoforus Ristianto, Kepala BNPB: Peran Media Besar Kurangi Risiko Kebencanaan,
(kompas.com: 21 Februari 2018), diakses pada 23 April 2019,
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/21/11155841/kepala-bnpb-peran-media-besar-kurangi-
risiko-kebencanaan. 12 Margaretha Feybe L / JEM, Media Berperan Penting dalam Penanggulangan Bencana,
Beritasatu.com, Kamis, 14 September 2017, https://www.beritasatu.com/nasional/452502/media-
berperan-penting-dalam-penanggulangan-bencana.
70
Secara tidak langsung, sebagai media yang lingkupnya nasional, Harian Kompas
ingin menjembatani dan mengedukasi publik, mengenai apa yang harus dilakukan
dan apa yang tidak harus dilakukan pengambil kebijakan dalam menangani suatu
bencana.
Hal di atas selaras dengan penelitian yang dilakukan Joseph Scanlon,
Professor Emeritus and Director, Emergency Communications Research Unit,
Carleton University, Ottawa, Canada yang dipublikasikan pada tahun 2014 yang
berbunyi:
The social science literature has established that the media play a
key role in many aspects of crisis and disasters. Mass media participation
is critical, for example, for effective warning and the mass media may be
the glue that binds societies in certain occasions.13
Menurut Scanlon, media memainkan peran kunci dalam banyak aspek krisis
dan bencana. Partisipasi media massa sangat penting, misalnya, untuk peringatan
yang efektif dan media massa dapat menjadi perekat yang mengikat masyarakat
pada kesempatan tertentu. Pernyataan ini mengindikasikan, bahwa saat ini media
tidak hanya memberitakan tentang peristiwa bencana saja, melalui pemberitaan
media mampu memperingatkan tentang adanya bencana dan membuat masyakarat
berempati. Dengan munculnya empati masyarakat terhadap bencana, masyarakat
akan memberikan bantuannya, mulai dari materi maupun non materi.
Pemberitaan yang dilakukan Harian Kompas, mempunyai banyak peran
penting. Setelah menjadi yang pertama memberitakan adanya bencana kesehatan di
13 Joseph Scanlon, Research about the Mass Media and Disaster: Never (Well Hardly Ever)
The Twain Shall Meet, dipublikasi pada 17 Januari 2014.
71
Asmat, banyak media yang juga meliput bencana ini. Tidak hanya itu, perbincangan
bencana kesehatan di Asmat pun memenuhi ruang publik sehingga membuat
pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait bencana kesehatan di Asmat.
Apa yang dilakukan oleh Harian Kompas mengindikasikan agenda yang dibuat oleh
media, dapat menjadi agenda publik, serta menjadi agenda (kebijakan) pemerintah.
Ini melengkapi strukur agenda setiting. Selain itu, Harian Kompas menegaskan
bahwa sebuah media dapat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan
bencana (mitigasi bencana).
Melihat fenomena media dan bencana kesehatan di atas, dapat dilihat bahwa
media massa dapat menjadi sarana persebaran informasi tentang bencana sebagai
peristiwa serta informasi lain untuk meminimalkan korban akibat bencana yang
terjadi. Selain itu media massa dapat bertindak sebagai agen pendukung operasional
manajemen suatu departemen atau paling jauh sebagai rekan pemerintah dalam
menghadapi bencana yang akan, sedang dan telah terjadi. Penanganan informasi
bencana yang dilakukan media pun, pada kapasitas media sebagai sumber
informasi, harus mengacu pada strategi nasional penanganan bencana karena
ketidakakuratan informasi berpeluang menciptakan bencana baru dalam bencana
yang tengah terjadi.
Inti dari keterlibatan media massa dalam sebuah bencana, terdapat pada
masalah pemberian informasi yang bersifat mengingatkan, pemberian informasi
yang berujud laporan dan perkembangan peristiwa dan tindakan atau aksi langsung
maupun tidak langsung dalam pemberian bantuan guna menyelamatkan manusia,
mengurangi jumlah korban, meringankan penderitaan korban serta mengurangi
kerugian lain yang bisa ditimbulkan. Bentuk-bentuk keterlibatan itu bisa
72
diterjemahkan dalam aneka format informasi dan berita yang disajikan media,
menjadi forum bagi masyarakat untuk menjalin kontak dengan korban bencana dan
instansi-instansi resmi, serta tindakan-tindakan heroik pekerja media yang berada
di lokasi saat bencana terjadi. Dengan kata lain dapat ditegaskan, media mampu
berperan penting dalam pemberian informasi dini prabencana, saat kejadian dan
paskabencana.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah menjelaskan dan menganalisa data yang telah dikemukakan pada
bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dalam pemberitaan bencana
Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas selama Januari hingga Maret 2018
mengandung kategori korban yang ditimbulkan akibat gizi buruk dan campak, hal
yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat terjadi, bantuan yang diberikan
kepada korban bencana kesehatan di Asmat, pengoptimalisasian Otonomi Daerah
dalam penanggulangan bencana, hambatan yang dihadapi dalam memberikan
bantuan, pentingnya diversifikasi pangan, gambaran umum wilayah Asmat, kondisi
Asmat pasca bantuan, dan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah pusat untuk
penanggulangan bencana.
1. Kesimpulan Analisis Kategori Dominan Muncul Menurut Frekuensi
Dari analisis pada bab sebelumnya, disimpulkan kategori pemberitaan yang
paling dominan terdapat pada kategori hal yang menyebabkan bencana kesehatan
di Asmat terjadi sebanyak 23 pemberitaan atau sekitar 18% dari total pemberitaan.
Hairan Kompas menganggap pemberitaan kategori ini sangat penting dibandingkan
dengan kategori lainnya, sebab dengan mengetahui apa yang menyebabkan bencana
kesehatan di Asmat dapat terjadi, pembaca dalam hal ini pemerintah dan publik
dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk merespon bencana kesehatan ini.
74
2. Kesimpulan Analisis Kategori Dominan Menurut Luas Kolom
Pada kesimpulan analisis luas kolom ini, tiga kategori yang paling luas
kolomnya hampir selaras dengan hasil temuan data kategori yang dominan muncul,
hanya saja, untuk kolom yang paling luas ditempati kategori kebijakan yang harus
diambil pemerintah pusat diikuti dengan hal yang menyebabkan bencana kesehatan
di Asmat terjadi dan kategori bantuan yang diberikan kepada korban bencana
kesehatan di Asmat.
3. Kesimpulan Analisis Kategori Dominan Menurut Penempatan
Headline dan Non Headline
Pada temuan data penempatan kategori yang paling dominan ialah kategori
bantuan yang diberikan kepada korban bencana kesehatan di Asmat. Sebelumnya
pada temuan kategori yang dominan menurut frekuensi muncul dan temuan data
pada luas kolom dominan, kategori ini menempati peringkat ketiga. Jika dicermati,
kategori tidak pernah keluar dari tiga besar temuan data yang sudah didapatkan.
Harian Kompas secara kontinyu memberikan porsi yang proposional pada kategori
ini mulai dari frekuensi muncul, luas kolom dominan, dan penempatan pemberitaan
kategori pada surat kabarnya. Dengan meletakkan kategori ini sebanyak 17 kali
(dominan di antara kategori lainnya) atau hampir empat kali lipatnya dari yang ada
pada non headline. Harian Kompas nampaknya menganggap kategori ini sangat
penting untuk dijadikan laporan utama dalam surat kabarnya.
Hasil analisis dari kategori dominan yang muncul, luas kolom, serta
penempatan berita menunjukkan hasil yang selaras. Kategori yang dominan muncul
selalu berjalan seiringan dengan luasnya kolom pada surat kabar, maupun
75
penempatan headline pada surat kabar, hanya ada beberapa saja kategori saja yang
bertukar urutan dalam rangking tabel.
Harian Kompas telah melakukan perannya sebagai media yang melakukan
sebuah tindakan mitigasi bencana melalui pemberitaannya yang tidak hanya
memberitakan adanya suatu peristiwa bencana, tetapi disertakan dengan upaya
pengambilan empati pembaca, pemberitaan apa dan yang harus dilakukan
pemerintah pusat maupun daerah serta masyarakat dalam menanggulangi bencana.
B. Saran
1. Bagi redaksi Harian Kompas yang merupakan surat kabar nasional jangan
ragu untuk tetap berbeda dalam hal apapun, termasuk pemilihan isu untuk
diberitakan. Harian Kompas telah berhasil membuat isu bencana kesehatan
di Asmat menjadi penting di mata publik maupun pemerintah walaupun di
sisi media lain, isu ini kurang menjadi perhatian.
2. Bagi pembaca, pemberitaan semestinya bukan hanya sumber informasi
tentang suatu peristiwa saja, pemberitaan juga bisa menjadi sumber disiplin
ilmu. Contohnya seperti apa yang disampaikan Harian Kompas terhadap
tema bencana kesehatan di Asmat, publik dapat mengetahui bagaimana
suatu media dapat membantu penanganan suatu bencana melalui
pemberitaannya yang mengandung sisi mitigasi bencana.
76
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Aw, S. (2010). Komunikasi Sosial Budaya . Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bulaeng, A. ( 2004). Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta:
Andi.
Bungin, B. (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Cangara, H. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo - (2006).
Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: Rajawali Press.
Daniel Riffe, d. (2014). Analyzing Media Messages: Using Quantitative Content
Analysis in Research, 2th ed. New York: Routledge.
Denis Mc Quail, S. W. (1996). Communication Models for The Study of Mass
Communication. London: Longman.
Edi Santoso, M. S. (2010). Teori Komunikasi. Yogykarta: Graha Ilmu.
Eriyanto. (2011). Analisis Isi Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Griffim, n. (2006). A First Look At Communication Theory, Sixth Edition. New
York: McGraw Will Companies.
Kountur, R. (2003). Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta:
PPM.
Kriyanto, R. (2006). Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
77
Kurniawan, B. (2012). Metodologi Penelitian . Tangerang: Jelajah Nusa.
Kurniawan, D. (1990). Ensiklopedia Pers Indonesia. Jakarta: Gramdia Pustaka
Utama.
McQuail, D. (t.thn.). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Penerbit Airlangga.
Mondry. (2008). Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor Selatan: Ghalia
Indonesia.
Noor, J. (2013). Metodologi Penelitian. Jakarta: Prenada Media Group.
Nurudin. (2013). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Ruslan, R. (2008). Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi. (Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Saidah, D. (2015). Metode Penelitian Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
SB, A. (2016). Deradikalisasi Dunia Maya: Mencegah Simbiosis Terorisme dan
Media,. Jakarta: Daulat Press.
Sparks, G. G. (2006). Media Effects Research; A Basic Overview. Wadsworth:
Cengage Learning.
Stephen W. Littlejohn, K. A. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
Humatika.
Sukandarrumidi. (2010). Bencana Alam& Bencana Anthropogene. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Vivian, J. (2008). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana.
78
Weber, R. P. (1990). Basic Content Analysis, 2th ed. California: Sage Publications.
Werner J. Severin, J. W. (2011). Teori Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terpaan
di Dalam Media Massa. Jakarta: Prenada Media Group. - (2003). Media
Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Prenanda Media Group.
Jurnal Penelitian:
Endah Ernawati, H. P. (2018). Peranan Makanan Tradisional Berbahan Sagu
Sebagai Alternatif Dalam Pemenuhan Gizi Masyarakat: Kasus Desa Laba,
Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan.
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian.
Joseph Scanlon. (2014). Research about the Mass Media and Disaster: Never (Well
Hardly Ever) The Twain Shall Meet.
Mubarok, M. D. (2012). Konstruksi Pemberitaan Media Tentang Negara Islam
Indonesia: Analisis Framing Republika dan Kompas. Purwokerto: STAIN.
Neuman, W. L. (2003). Sosial Research Method. Wisconsin: Pearson Education
Inc.
Situs Pemberitaan:
Affan, H. (2018, Januari 31). Lima hal yang perlu Anda ketahui tentang wabah
campak dan gizi buruk di Asmat. Diambil kembali dari bbc.com/indonesia:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42872190
Beritagar, R. (2018, Januari 15). Mengapa Bencana Kesehatan di Papua Terulang
Lagi? Diambil kembali dari beritagar.id:
79
https://beritagar.id/artikel/editorial/mengapa-bencana-kesehatan-di-papua-
terulang-lagi
Hardianto, B. J. (2018, 1 26). Harian Kompas. Diambil kembali dari kompas.com:
kompas.com
Hernawan, E. (2018, 2 12-18). tempo. Diambil kembali dari tempo.co:
https://investigasi.tempo.co/232/di-balik-gizi-buruk-asmat.
Ihsanuddin. (2018, Februari 2). Ini Alasan Ketua BEM UI Acungkan Kartu Kuning
ke Jokowi. Diambil kembali dari kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/02/14512991/ini-alasan-ketua-
bem-ui-acungkan-kartu-kuning-ke-jokowi?page=all
L, M. F. (2017, September 14). Media Berperan Penting dalam Penanggulangan
Bencana. Diambil kembali dari beritasatu.com:
https://www.beritasatu.com/nasional/452502/media-berperan-penting-
dalam-penanggulangan-bencana
L, M. F. (2017, 07 14). Media Berperan Penting dalam Penanggulangan Bencana.
Diambil kembali dari beritasatu.com:
https://www.beritasatu.com/nasional/452502/media-berperan-penting-
dalam-penanggulangan-bencana
Purba, J. R. (2018, Januari 15). 58 Anak Meninggal Akibat Wabah Campak di
Asmat. Diambil kembali dari kompas.com:
https://regional.kompas.com/read/2018/01/15/11530901/58-anak-
meninggal-akibat-wabah-campak-di-asmat
80
Ristianto, C. (2018, 2 21). kompas. Diambil kembali dari kompas.com:
www.kompas.cpm/read/2019/02/21/111558841
RN. (2015, Mei 2). Peran Media dalam Bencana. Diambil kembali dari
dissasterchannel.co: http://disasterchannel.co/2015/05/02/peran-media-
dalam-bencana/
Sianipar, T. (2018, Maret 12). Kematian Anak Akibat Gizi Buruk di Asmat Berlanjut
meski KLB Sudah Berakhir . Diambil kembali dari bbc.com/indonesia:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43363665
Peraturan Pemerintah:
Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002. (t.thn.). Ketahanan Pangan.