Agama
-
Upload
egawidiawan -
Category
Documents
-
view
21 -
download
2
description
Transcript of Agama
3.2. Bedah Menurut Islam
Bedah merupakan salah satu pengobatan dengan jalan memotong atau mengiris bagian
tubuh seseorang. Tindakan pembedahan telah dimulai sejak zaman Nabi, saat teknologi masih
sangat sederhana, adalah berbekam, teknik pengobatan ini telah dipraktekkan dan dianjurkan
oleh Nabi. Arti berbekam adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah kotor
dari dalam tubuh. Nabi sendiri-pun pernah melakukannya. (Zuhroni, 2012) sebagaimana
dinyatakan dalam hadits Nabi:
Artinya: “Bahwa Rasulullah SAW pernah berbekam di kepalanya.” (HR al-Bukhari, Muslim, al-
Nasai, Ibn Majah, dan Ahmad)
Pada hadits lain dinyatakan bahwa Nabi bersabda:
فاء في ثالثة في شرطة محجم أو شربة الشة بنار وأنا أنهى أمتي عن الكي عسل أو كي
)رواه البخارى وابن ماجه واحمد وهو صحيح(Artinya: "Pengobatan itu dengan tiga cara: Berbekam, minum madu, dan dicos dengan api, dan
aku melarang umatku mencos dengan api itu." (HR al-Bukhāri, Ibn Majāh, dan Ahmad)
Sirkumsisi atau khitan adalah bukti operasi medis tertua yang termasuk salah satu sunnah
fitrah sangat dianjurkan dalam syariat Islam. Dalam sejarah, sirkumsisi atau khitan telah
disyariatkan sejak Nabi Ibrahim. Kata Nabi:
عن أبي هريرة: الفطرة خمس أو خمس من الفطرة الختان وارب )رواه اال ستحداد ونتف اإلبط وتقليم األظفار وقص الش
البخارى ومسلم والترمذى(Artinya: (Sunnah) Fitrah ada lima, yaitu khitan, membuang bulu kemaluan, mencabut bulu
ketiak, dan memotong kuku, dan memotong kumis. (HR al-Bukhāri, Muslim, dan al-Turmudzi)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan ilmu bedah telah
berkembang dan terdiri dari 2 jenis tindakan, yaitu bedah Rekonstruksi dan Estetik Bedah
Rekonstruksi adalah tindakan bedah yang ditujukan untuk memperbaiki dari suatu keadaan yang
tidak normal/cacat diupayakan menjadi normal atau mendekati normal. Cacat yang diperbaiki
dapat berupa kelainan sejak lahir, cacat akibat kecelakaan, trauma atau cacat yang ditimbulkan
setelah tindakan operasi. Tindakan rekonstruksi ditujukan untuk memperbaiki penampilan agar
dapat meningkatan kualitas kehidupannya. Contohnya : cacat bawaan (bibir sumbing, daun
telinga tidak ada atau kecil, jari tangan dempet, kemaluan bengkok dll), cacat karena kecelakaan
(luka bakar, luka dimuka, patah tulang muka dll), cacat bekas tumor, cacat bekas tatto, keloid dll.
(Wim De jong, 2002).
Bedah Estetik atau kosmetik adalah tindakan untuk merubah dari keadaan normal
menjadi supernormal atau cantik (keadaan yang lebih baik dari semula). Tindakan ini untuk
individu yang menginginkan keadaan lebih baik, lebih muda, lebih cantik atau lebih percaya diri.
Tujuannya adalah untuk memperbaiki yang kurang harmonis, individu normal ingin lebih dari
normal atau individu yang merasa kurang cantik menjadi lebih cantik. Contohnya :
mengencangkan kulit muka, membuat lipatan mata, menghilangkan kantong mata,
memancungkan hidung, menambah tonjolan dagu, membesarkan atau mengecilkan payudara,
mengatasi kegemukan, menipiskan atau menebalkan bibir, membuat lipatan dagu, tanam rambut
(kebotakan), mengembalikan bentuk dan fungsi organ intim wanita seperti keadaan sebelum
melahirkan dll (Anita, 2004).
Hukum dari tindakan bedah ini ada yang mubah dan ada yang haram. Tindakan pada
bedah rekonstruksi hukumnya mubah karena bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir
(al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-’uyub al-
thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat
kebakaran atau kecelakaan (Anita, 2004).
Tindakan bedah rekonstruksi untuk memperbaiki cacat ini hukumnya adalah mubah,
berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy).
Menurut para ulama memperbaiki dan memulihkan kembali fungsi organ yang rusak,
baik bawaan sejak lahir maupun karena kecelakaan dan hal-hal sejenis itu dibenarkan dalam
Islam, karena niat dan motivasi utamanya adalah penyempurnaan fungsi pengobatan. Di antara
ayat yang dapat dijadikan sebagai dalil pembolehan terhadap bentuk operasi medis dianggap
sebagai upaya menjaga kehidupan dan menghindari dari yang dapat membinasakannya (Zuhroni,
dkk, 2003).
Allah SWT berfirman :
Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi (Q. S Al-
Maidah (5) : 32 )
Berdasarkan ayat ini, Allah menghargai setiap upaya mempertahankan kehidupan
manusia, menjauhkan diri dari hal yang dapat membinasakannya. Operasi medis dilakukan
adalah dalam rangka seperti itu. Banyak jenis penyakit yang pengobatannya hanya dengan
operasi bahkan kadang-kadang jika itu tidak dilakukan atau terlambat dilakukan akan megancam
kehidupannya, dengan di operasi akhirnya dapat tertolong.
Ahli ilmu pengetahuan di bidang medis kini telah menemukan cara memperbaiki fungsi
organ tubuh atau alat tubuh manusia yang dikenal dengan istilah bedah estetika atau banyak
disebut bedah plastik. Bedah plastik atau “Jirahah Tajmil” adalah bedah atau operasi yang
dilakukan untuk mempercantik atau memeperbaiki satu bagian didalam anggota badan, baik
yang nampak atau tidak, dengan cara ditambah atau dikurangi atau dibuang, bertujuan untuk
memeperbaiki fungsi dan estetika (seni) tubuh (Azhar et all, 2007).
Adapun operasi plastik yang diharamkan adalah jenis operasi tipe dua yaitu yang
bertujuan semata untuk mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat
untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk
hidung, dagu, buah dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah,
dan sebagainya.
Dalil keharamannya firman Allah SWT :
Artinya: dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-
angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang
ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah
ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya". Barangsiapa yang menjadikan
syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata (QS An-Nisaa` (4) : 119).
Ulama tafsir berbeda pandangan tentang maksud mengubah ciptaan Allah dalam ayat di
atas, sebagian mereka menyatakan mengubah fitrah keragaan dan sebagian yang lain menyatakan
mengubah bentuk fisik asli ,mengubah fitrah keagamaan, artinya mengubah ketentuan agama
dengan kekufuran, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, ini menurut tafsir
Mujahid, Qatadah, al-Dahahaq, dan lain lain. Mengubah bentuk fisik dengan tindakan
penyiksaan, misal dengan cara mengebiri manusia atau hewan, mentatoo, memotong telinga, dan
lain lain, diantaranya menurut salah satu tafsir Ibnu Abbas, Anas. Iqrimah, Abu Shalih, Altsauri,
dan lain-lain yang diperkuat dengan banyak hadits. Dengan kata lain, berdasarkan pendapat
tersebut maka ciptaan Allah yang dimaksud atau fitrah Allah di ayat ini adalah bentuk fisik
bawaan sejak lahir yang normal (Anita, 2004).
Larangan merubah fitrah antara lain disebutkan dalam ayat Al-Quran :
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
(Q.S. Ar-Rum (30) : 30)
Ada beberapa pelaksanaan operasi kecantikan yang diharamkan karena tidak memenuhi
ketentuan-ketentuan dispensasi syar’i (rukhshah) yang disepakati dan karena termasuk
mempermainkan ciptaan Allah, serta berbagai operasi kecantikan yang hanya bertujuan demi
keindahan dan kecantikan semata, misalnya memperindah payudara dengan mengecilkan atau
membesarkannya, operasi untuk menghilangkan kesan ketuaan, misalnya menghilangkan kerut
muka karena ketuaan, memperbesar pinggul, melangsingkan pinggang, memancungkan hidung,
mengubah bentuk mata yang sipit, dan lain-lain. Keharamannya karena tidak ada urgensinya atau
darurat, termasuk tindakan megubah ciptaan Allah yang didorong oleh nafsu, mengandung unsur
penipuan dan pemalsuan, tidak bersyukur apalagi jika menggunakan bahan yang haram sering
pula menimbulkan efek samping yang membahayakan (Anita, 2004).
Namun demikian jika dimaksudkan untuk membantu kekurangan fisik hukumnya boleh,
seperti memasang kaki palsu bagi yang berkaki buntung karena bawaan atau bekas diamputasi,
termasuk menggunakan pin karena patah atau retaknya tulang, demikian pula memasang alat
pacu jantung bagi pasien penyakit jantung, alat bantu pernapasan, memakai atau memasang gigi
sintetis, dan lain-lain (Zuhroni et all, 2003).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa bedah merupakan salah satu pengobatan
dengan jalan memotong atau mengiris bagian tubuh seseorang. Tindakan pembedahan telah
dimulai sejak zaman Nabi, saat teknologi masih sangat sederhana, seperti berbekam, yaitu suatu
tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh. Nabi sendiri-pun
pernah melakukannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan ilmu bedah telah
berkembang dan terdiri dari 2 jenis tindakan, yaitu bedah Rekonstruksi dan Estetik Bedah
Rekonstruksi adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk memperbaiki dari suatu keadaan
yang cacat diupayakan menjadi normal atau mendekati normal, dikarenakan bawaan lahir atau
trauma. Sedangkan bedah Estetik atau kosmetik adalah tindakan untuk merubah dari keadaan
normal menjadi supernormal dengan .tujuannya adalah untuk memperbaiki yang kurang
harmonis agar menjadi lebih cantik. Contohnya : mengencangkan kulit muka, membuat lipatan
mata, menghilangkan kantong mata, memancungkan hidung dan lainnya.
Al-Qur´an Terjemahnya 1999. Departemen Agama Republik Indonesia. Jakarta.
Ahsin W 2007. Fikih Kesehatan. Amzah. Jakarta.
Al-Utsaimin Syaikh Muhammad bin Shalih. 1999. Syarat Kitab Tauhid Jilid I. Daru Falah. Jakarta. Hal 138-141
An-Naba 2008. Kesehatan dalam Pandangan Islam. Diunduh dari: http://an-naba.com/kesehatan-dalam-pandangan-islam/ Diakses pada tanggal 13 mei 2014
As Sayyid Abdul Basith Muhammad DR 2006, Hidup Sehat Dalam Islam. Penerbit : Almahira. Jakarta.
Dalam Islam, berobat jika sakit merupakan hal yang wajib karena itu merupakan salah
satu bentuk dari usaha agar dapat lulus dari ujian yang Allah turunkan dan bersabar atas proses
pengobatan tersebut. Seorang muslim yang sedang sakit, dianjurkan untuk berusaha dalam
berobat (Zuhroni, 2010). Hal yang perlu diketahui dalam penyakit ini adalah apapun cara
pengobatannya kaum muslimin harus tetap berusaha dan berdoa dalam kesembuhan
penyakitnya, sebagaimana sabda Rasulullah ‘’Dari Usamah bin Syarik berkata : Aku pernah
berada di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu datanglah serombongan Arab
dusun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?” Beliau menjawab: “Ya,
wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah meletakkan
sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.” Mereka bertanya:
“Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua” (HR. Al- Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad
Al-Hakim, dan Ibnu Hibban).
Dalam pengobatan perkembangan pengobatan saat ini telah berkembang teknologi dibidang
kedokteran salah satunya diciptakan Robotic Leg Control bagi penderita amputasi.
Perkembangan teknologi menurut Islam sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah
bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar.
Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Qs: Al-
Fusilat (41):53)
Menurut ajaran Islam, muslim yang menderita suatu penyakit hendaklah mencari pertolongan untuk mengobatinya dan tidak menggunakan cara dan obat-obatan yang diharamkan, sebagaimana hadits Rasulullah SWA:
دواءفتداووا داء ل�كل وجعل والدواء الداء أنزل الله إ�ن والب�حرام تداووا
Artinya: “Bahwa Allah-lah yang menurunkan penyakit dan obatnya dan Dia Menjadikan setiap penyakit ada obatnya, berobatlah dan jangan berobat dengan hal yang haram” (HR. Abu Dawud)
Ajaran Islam telah mengatur dalam pengobatan hendaklah mencari obat yang di halalkan, menjauh dari obat-obatan yang diharamkan karena obat yang haram belum tentu sebagai penyembuh. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits :
م يما حر فاءكم ف� وقال ابن مسعود : إن الله لم يجعل ش�عليكم
Artinya : ”Ibnu Masud berkata: “Bahwa Allah tidak menjadikan penyembuhan kalian dari sesuatu yang diharamkan”. (HR Bukhori)
عليه� جاب�ر عن الله صلى الله� رسول� عن ، عنه الله ي رض�الداء� : " دواء يب أص� فإ�ذا ، دواء داء ل�كل قال أنه ، وسلم
وجل عز الله� ب�إ�ذن� بر�ئ " ، مسل�م رواه
Artinya: Dari Jabir r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat yang tepat diberikan, dengan izin Allah, penyakit itu akan sembuh”. (HR Muslim)
Dari hadits Rasulullah SAW tersebut di atas menganjurkan berobat apabila sakit, karena Allah SWT menurunkan setiap penyakit beserta obatnya kecuali penyakit tua. Perlu diyakini bahwa proses penyembuhan terhadap suatu penyakit hendaklah adanya kecocokan pengobatan dengan penyakit, penyakit akan sembuh tidak lepas dari izin dan rhido Allah SWT, manusia bisa berusaha untuk mencari pengobatan sebaik mungkin tetapi Allah SWT yang menyembuhkan. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW :
له أنزل إ�ال داء الله أنزل مافاء ش�Artinya:“Allah tidak menurunkan suatu penyakit tanpa menurunkan obatnya”. (HR Abu
Hurairah)
Keratokonus tergolong penyakit sebagai bentuk ujian kepada manusia, apakah dia mampu bersabar dalam menghadapi ujian itu. Perlu diyakini bahwa Allah SWT tidak akan membebani hamba-Nya di luar batasan kemampuannya sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya." (Q.S. A1-Baqarah [2]:286).
Sebagai mukmin yang beriman tertimpa ujian sakit hendaklah melakukan pengobatan dan memohon pertolongan Allah dengan sabar, dan lebih mendekatkan diri pada Allah dengan selalu mengingat Allah melalui zikir. Allah maha penolong hamba-hamba yang bersabar. Sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah [2]: 153)
Menurut ajaran Islam dalam menyelesaikan setiap permasalahan hendaklah bertanya kepada ahlinya, bagi penderita keratokonus yakni kepada dokter mata. Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “ Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui.” (QS An-Nahl (16): 43).
Bagi penderita keratokonus berusaha selalu berdo’a, bersabar dan berharap kesembuhan dari Allah SWT, karena Dia-lah yang Maha Penyembuh, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya: “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku.” (QS. Asy-Syua’ara (26):80)
Berdasarkan uraian tersebut diatas bahwa penyakit keratokonus merupakan ujian keimanan. Islam menyuruh umatnya berusaha dalam penyembuhan penyakit yang diderita dengan berobat kepada ahlinya, yaitu dokter yang ahli dengan pemyakit mata. Sebagai seorang mukmin hendaklah meyakinin bahwa kesembuhan adalah dari Allah. Dalam menghadapi ujian sakit disamping berobat, berharap pertolongan Allah untuk kesembuhan disertai dengan sabar, dan semakin mendekatkan diri kepda Allah SWT.