ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN … · nanokomposit dapat digunakan untuk proses...

31
ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO 2 SERTA UJI SIFAT FOTOKATALISIS SHOFWATUN NISAA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Transcript of ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN … · nanokomposit dapat digunakan untuk proses...

ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN

NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO2 SERTA UJI SIFAT

FOTOKATALISIS

SHOFWATUN NISAA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

ABSTRAK SHOFWATUN NISAA. Adsorpsi Biru Metilena pada Kaolin dan Nanokomposit

Kaolin/TiO2 serta Uji Sifat Fotokatalisis. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan

ZAENAL ABIDIN.

Penggunaan kaolin sebagai adsorben kurang diminati akibat daya jerapnya

yang kecil. Oleh karena itu dilakukan modifikasi kaolin menjadi nanokomposit

dengan mencampurkan serbuk kaolin dan TiO2 secara fisik dengan bahan

pengikat. Hasil pencirian difraktometer sinar-X kaolin Bangka Belitung (BNK)

dibandingkan dengan kaolin dari Japan Clay Science Society (JCSS). Hasil

pencirian kaolin Bangka Belitung menunjukkan puncak yang sama dengan JCSS

(2θ=12,36 dan 24,88). Kedua kaolin dan nanokomposit diuji daya jerapnya

dengan larutan biru metilena pada konsentrasi 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 300

mg/L. Kapasitas maksimum adsorpsi kedua kaolin terjadi pada konsentrasi 150

mg/L dengan nilai kapasitas adsorpsi Bangka Belitung sebesar 28,93 mg/g,

sedangkan JCSS lebih rendah, yaitu sebesar 24,27 mg/g. Konsentrasi maksimum

untuk nanokomposit mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kaolin,

yaitu menjadi 100 mg/L dengan kapasitas adsorpsi nanokomposit BNK/TiO2

12,65 mg/g dan nanokomposit JCSS/TiO2 8,58 mg/g. Nanokomposit kemudian

diuji sifat fotokatalisnya menggunakan lampu ultraviolet (UV) pada panjang

gelombang 254 nm. Hasil pengujian dengan lampu UV menunjukkan bahwa

nanokomposit dapat mengurai biru metilena 12,5 mg/L, ditunjukkan dengan filtrat

hasil pengujian yang tidak berwarna dan endapan yang lebih pudar bila

dibandingkan dengan kontrol di tempat gelap. Hasil ini menunjukkan bahwa

nanokomposit dapat digunakan untuk proses adsorpsi-fotodegradasi biru metilena.

ABSTRACT SHOFWATUN NISAA. Adsorption-Photodegradation of Methylene Blue by

Kaolin and Nanocomposite Kaolin/TiO2 and their Photocatalyst Properties.

Supervised by SRI SUGIARTI and ZAENAL ABIDIN.

Kaolin is rarely used as an adsorbent due to its small adsorption capacity.

Therefore, kaolin was modified into a nanocomposite by physically mixing TiO2

powder with binder. Diffractometer X-ray characterization of Bangka Belitung

kaolin (BNK) was done for comparison with Japan Clay Science Society (JCSS).

The investigation showed the Bangka Belitung kaolin to have the same peaks as

JCSS (2θ=12,36 and 24,88). Both kaolin and nanocomposite were tested for

adsorption with methylene blue solution at concentrations of 25, 50, 75, 100, 150,

200, and 300 mg/L. Maximum adsorption capacity in both kaolins occurred at a

concentration of 150 mg/L with a capacity of adsorption by Bangka Belitung

kaolin of 28,93 mg/g, while that of the JCSS was lower (24,27 mg/g). The

maximum concentration decreased for the nanocomposites as compared to the

kaolin to 100 mg/L with the adsorption capacity for the BNK/TiO2 nanocomposite

at 12,65 mg/g and JCSS/TiO2 nanocomposite at 8,58 mg/g. The photocatalytic

properties of the nanocomposite was then tested using ultraviolet light (UV) at a

wavelength of 254 nm. The test results with UV light showed that the

nanocomposite could degrade methylene blue 12,5 mg/L, as indicated by the

colorless filtrate and pale precipitate when compared with controls in the dark

treatment. This result showed that nanocomposite can be used for adsorption-

photodegradation of methylene blue.

ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN

NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO2 SERTA UJI SIFAT

FOTOKATALISIS

SHOFWATUN NISAA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Judul : Adsorpsi Biru Metilena pada Kaolin dan Nanokomposit

Kaolin/TiO2 serta Uji Sifat Fotokatalisis Nama : Shofwatun Nisaa

NIM : G44061816

Menyetujui,

Pembimbing I,

Dr. Sri Sugiarti

NIP 19701225 199512 2 001

Pembimbing II,

Dr. Zaenal Abidin

NIP 19710614 199512 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Kimia,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S.

NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan

April sampai Desember 2010 di Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen

Kimia FMIPA IPB dan Laboratorium Bersama, IPB. Karya ilmiah yang berjudul

Adsorpsi Biru Metilena oleh Kaolin dan Nanokomposit Kaolin/TiO2 serta Uji

Sifat Fotokatalisis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana sains pada Departemen Kimia FMIPA IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Sugiarti selaku

pembimbing pertama dan Bapak Dr. Zaenal Abidin selaku pembimbing kedua

yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan selama pelaksanaan

penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis berikan

kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, kakak (Kartika) dan adik-adikku (Farih dan

Hania) yang selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang. Terima kasih

juga kepada Bapak Sawal, Bapak Sunarsa, Bapak Mulyadi, Nurul, Bapak Eman,

Mas Eko atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan

terima kasih juga disampaikan kepada seluruh teman-teman kimia angkatan 43

terutama Evi, Nova, Vitha, Noe, Gita, Irma, Indri, Saki, Erika yang turut

membantu, memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan karya

ilmiah.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2011

Shofwatun nisaa

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 15 Januari 1989 sebagai anak

kedua dari empat bersaudara dari pasangan Dawud Ardisela dan Roisah Minnatul

Maula. Tahun 2006, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bekasi dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 2008, penulis mengikuti kegiatan praktik

lapang di Laboratorium Pemastian Mutu PT Indofarma, Cibitung, Bekasi dengan

judul Uji Stabilitas Fisik dan Kimia Sediaan Amoksisilin. Selama mengikuti

perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Anorganik Layanan

tahun ajaran 2009/2010, Kimia Dasar pada tahun ajaran 2009/2010.

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ........................................................................................ 2

Metode..................................................................................................... 2

HASIL

Pencirian XRD Kaolin ............................................................................ 3

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Biru Metilena .................... 3

Kapasitas Adsorpsi Kaolin ...................................................................... 4

Pemodelan Isoterm Adsorpsi Kaolin ...................................................... 4

Pencirian XRD nanokomposit Kaolin/TiO2 ............................................ 4

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO2 .................................... 5

Pemodelan Isoterm Nanokomposit Kaolin/TiO2 .................................... 5

Uji Sifat Fotokatalisis ............................................................................. 6

PEMBAHASAN

Pencirian XRD Kaolin ............................................................................ 7

Kapasitas Adsorpsi Kaolin ...................................................................... 7

Pemodelan Isoterm Adsorpsi Kaolin ...................................................... 7

Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO2 .................................................. 8

Pencirian XRD Nanokomposit Kaolin/TiO2 ........................................... 8

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO2 .................................... 8

Pemodelan Isoterm Nanokomposit Kaolin/TiO2 .................................... 8

Uji Sifat Fotokatalisis ............................................................................. 9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ................................................................................................. 10

Saran ........................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10

LAMPIRAN ........................................................................................................ 11

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai tetapan isoterm Langmuir pada kaolin .................................................. 4

2 Nilai tetapan isoterm Langmuir pada nanokomposit kaolin/TiO2 .................. 6

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur kaolinit .............................................................................................. 1

2 Struktur kation biru metilena .......................................................................... 1

3 Spektrum XRD JCSS ..................................................................................... 3

4 Spektrum XRD kaolin BNK ........................................................................... 3

5 Kurva kapasitas adsorpsi kaolin, TiO2, dan bahan pengikat .......................... 4

6 Kurva isoterm Langmuir kaolin ..................................................................... 4

7 Kurva isoterm Freundlich kaolin .................................................................... 4

8 Spektrum XRD nanokomposit JCSS/TiO2 ..................................................... 5

9 Spektrum XRD nanokomposit BNK/TiO2 ..................................................... 5

10 Kurva kapasitas adsorpsi nanokomposit terhadap larutan biru metilena ....... 5

11 Kurva isoterm Langmuir nanokomposit ......................................................... 5

12 Kurva isoterm Freundlich nanokomposit ....................................................... 5

13 Filtrat dalam gelap.......................................................................................... 6

14 Filtrat hasil penyinaran ................................................................................... 6

15 Spektrum UV-tampak filtrat uji fotodegradasi nanokomposit BNK/TiO2 ..... 6

16 Spektrum UV-tampak filtrat uji fotodegradasi nanokomposit JCSS/TiO2 .... 6

17 Endapan hasil fotodegradasi ........................................................................... 6

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ................................................................................... 12

2 Panjang gelombang maksimum biru metilena ............................................... 13

3 Konsentrasi dan absorbans larutan biru metilena pada kurva standar ............ 13

4 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh kaolin Bangka Belitung .... 14

5 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh JCSS .................................. 15

6 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh TiO2 .................................. 16

7 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh bahan pengikat TB1 .......... 17

8 Penentuan pola isoterm adsorpsi kaolin Bangka Belitung ............................. 18

9 Penentuan pola isoterm adsorpsi JCSS .......................................................... 18

10 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh nanokomposit BNK/TiO2 . 19

11 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh nanokomposit JCSS/TiO2 . 20

12 Penentuan pola isoterm adsorpsi nanokomposit BNK/TiO2 .......................... 21

13 Penentuan pola isoterm adsorpsi nanokomposit JCSS/TiO2 .......................... 21

14 Hasil uji stabilitas pembuatan nanokomposit ................................................. 22

1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya

akan bahan tambang, baik bahan tambang

mineral maupun non mineral. Salah satu

bahan tambang non mineral adalah kaolin.

Tercatat bahwa di Indonesia terdapat

cadangan kaolin untuk diekspor sebesar

224.300.000 ton (LPSE BABEL 2010).

Kaolin lazim disebut sebagai “lempung cina”

karena pertama kali ditemukan di daerah Kao-

Lin, Cina (Zheng et al. 2005). Mineral

kaolinit ditemukan dalam lempung kaolin

sebanyak 85–95%. Kaolin dapat berwarna

putih, merah muda, atau abu-abu bergantung

pada komposisinya.

Kaolin di antaranya terdapat di daerah

Bangka Belitung, Cicalengka, dan Wonosari.

Kaolin merupakan campuran dari beberapa

mineral berbeda yang komponen utamanya

adalah kaolinit. Kaolin banyak digunakan di

industri cat, plastik, keramik, kosmetik,

industri obat-obatan dan dalam pembuatan

kertas sebagai pengisi. Pemanfaatan kaolin

sebagai adsorben, misalnya untuk limbah zat

warna kurang diminati karena daya

adsorpsinya yang kecil. Hal ini disebabkan

oleh struktur kaolin yang berupa lapisan 1:1,

yaitu untuk setiap satuan mineral terdiri atas

satu lapisan oksida-Si (lapisan silikat) dan

satu lapisan hidroksioksida-Al (lapisan

aluminat) (Gambar 1). Satuan-satuan ini

berikatan kuat satu sama lain dengan ikatan

hidrogen dan Van Der Waals. Hal ini

mengakibatkan kation atau anion dan molekul

air tidak dapat masuk ke lapisan silikat

maupun aluminat sehingga efektivitas

penjerapannya terbatas hanya di permukaan.

Sifat penukar kation atau anion hanya berasal

dari bagian ujung mineral yang mengalami

pemutusan/pematahan (Muhdarina dan

Linggawati 2003).

Gambar 1 Struktur kaolinit. (Thammavong

2003).

Perkembangan industri di Indonesia

banyak memberikan dampak bagi kehidupan

baik dampak positif maupun dampak negatif.

Dampak negatif perkembangan industri salah

satunya adalah pencemaran air akibat limbah

zat warna. Zat warna banyak digunakan pada

industri pakaian, kertas, plastik, kulit,

makanan, dan kosmetik untuk menghasilkan

produk yang berwarna. Zat warna biasanya

memiliki struktur molekul kompleks aromatik

yang membuatnya lebih stabil sehingga sulit

untuk diurai secara hayati (Christina et al.

2007). Oleh karena itu, diperlukan

penanganan yang serius untuk mengatasi

masalah pencemaran lingkungan yang

disebabkan oleh zat warna. Zat warna

dikelompokkan menjadi kationik, anionik, dan

netral bergantung pada disosiasinya dalam

larutan berair. Zat warna kationik antara lain

biru metilena, hijau metilena, dan dinitro biru

metilena. Zat warna anionik contohnya D&C

Green 8, dan congo red sedangkan zat warna

netral antara lain D&C violet 2 dan D&C

green 6 (Epling & Lin 2001).

Zat warna yang digunakan dalam

penelitian ini adalah biru metilena

(C16H18ClN3S), merupakan bahan pewarna

dasar yang sangat penting dan relatif murah

dibandingkan dengan pewarna lainnya

(Gambar 2). Biru metilena digunakan sebagai

model pewarna kationik yang berwarna biru

dengan bobot molekul 319,86 g/mol. Biru

metilena banyak digunakan untuk pewarna

kapas, kertas, dan rambut (Alzaydien 2009).

Pengukuran biru metilena secara kualitatif

dapat dilihat dari intensitas warna yang

dimilikinya dan secara kuantitatif umumnya

dilakukan dengan spektroskopi sinar tampak

pada kisaran panjang gelombang 609-668 nm.

Gambar 2 Struktur kation biru metilena.

Beberapa jenis metode digunakan untuk

pengolahan limbah secara konvensional

diantaranya klorinasi, pengendapan, dan

adsorpsi oleh karbon aktif atau adsorben

lainnya termasuk kaolin. Metode pengolahan

ini akan menghasilkan lumpur yang kemudian

dibakar atau diproses secara mikrobiologi.

Proses pembakaran lumpur akan memicu

terbentuknya senyawa klorin oksida yang

berbahaya, sedangkan proses mikrobiologi

hanya dapat mengurai senyawa biodegradabel,

sedangkan senyawa nonbiodegradabel tetap

berada dalam lumpur dan akan kembali ke

lingkungan (Christina et al. 2007). Oleh

2

karena itu, diperlukan teknik pengolahan

limbah khususnya zat warna yang efisien dan

mampu menanggulangi masalah tanpa

menimbulkan masalah baru.

Teknik pengolahan limbah yang

digunakan untuk mengatasi kekurangan dari

proses adsorpsi adalah penggabungan proses

adsorpsi dengan proses fotodegradasi. Metode

adsorpsi-fotodegradasi didasarkan pada proses

adsorpsi senyawa organik oleh permukaan

padatan yang sekaligus mampu mengurai

senyawa organik tersebut. Adsorpsi

merupakan peristiwa terakumulasinya partikel

pada suatu permukaan (Atkins 1999).

Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik

menarik antarmolekul adsorbat dengan tapak-

tapak aktif di permukaan adsorben.

Fotodegradasi adalah proses peruraian suatu

senyawa (biasanya senyawa organik) dengan

bantuan energi foton. Proses fotodegradasi

memerlukan suatu semikonduktor yang

memiliki sifat fotokatalis.

Beberapa jenis semikonduktor dapat

dipakai untuk proses fotokatalisis. Dari

kelompok oksida antara lain TiO2, Fe2O3,

ZnO, WO3, atau SnO2, sedangkan dari

kelompok sulfida adalah CdS, ZnS, CuS, FeS,

dan lain-lain. Di antara sekian banyak jenis

semikonduktor, hingga saat ini serbuk TiO2

(terutama dalam bentuk kristal anatase) yang

dipilih sebagai semikonduktor karena

memiliki aktivitas fotokatalitik yang tinggi

dan stabil (Slamet et al. 2003).

Penggabungan kedua metode dilakukan

dengan cara membuat nanokomposit.

Nanokomposit merupakan suatu bahan yang

dibuat dari penggabungan antara dua

komponen berbeda yang salah satu atau

keduanya berskala nanometer (10-9

) atau

setara dengan ukuran atom dan molekul

(Netcomposites 2006). Bahan material

semikonduktor yang dikompositkan dengan

kaolin adalah serbuk titanium oksida (TiO2).

Penggabungan antara adsorben dan TiO2 telah

dilakukan oleh Fatimah dan Wijaya (2005)

yang menggabungkan zeolit dan TiO2 untuk

pengolahan limbah industri tapioka dan

Wijaya et al. (2006) yang menggabungkan

zeolit dan TiO2 untuk fotodegradasi congo

red. Kedua penelitian tersebut membuat

komposit dengan cara mereaksikan zeolit

dengan larutan TiCl4 dan HCl dalam waktu

yang lama.

Pembuatan nanokomposit pada penelitian

ini dilakukan dengan mencampurkan kaolin

dan serbuk TiO2 dengan penambahan bahan

pengikat. Pencampuran secara fisik mudah

dalam pengerjaan dan membutuhkan waktu

yang lebih singkat. Kaolin yang memiliki

kemampuan menjerap zat warna digabungkan

dengan TiO2 yang memiliki sifat fotokatalis

sehingga dihasilkan adsorben yang dapat

menjerap sekaligus mampu mengurai bahan

yang terjerap menjadi senyawa yang aman di

lingkungan.

Penelitian ini bertujuan memodifikasi sifat

kaolin sebagai adsorben dengan

mensintesisnya menjadi nanokomposit

kaolin/TiO2 agar memiliki sifat fotokatalis

sehingga dapat digunakan untuk proses

adsorpsi-fotodegradasi.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah

kaolin dari Bangka Belitung dan material

pembanding kaolin Jepang dari Japan Clay

Science Society (JCSS), akuades, serbuk biru

metilena (Merck), bahan pengikat TB1, dan

serbuk TiO2 anatase 7 nm.

Alat-alat yang digunakan antara lain

neraca analitik, alat-alat kaca, oven,

sentrifuga, lampu UV 9 watt,

spektrofotometer UV-tampak,

dan

difraktometer sinar-X.

Metode Penelitian

Metode penelitian terbagi menjadi

beberapa tahap ditunjukkan pada Lampiran 1.

Pencirian Kaolin dan Nanokomposit

Sampel kaolin yang digunakan berasal dari

Bangka Belitung (BNK) dan material

pembanding, yaitu JCSS. Sampel mentah

kaolin dianalisis dengan menggunakan

difraktometer sinar-X (XRD). Nanokomposit

BNK/TiO2 dan nanokomposit JCSS/TiO2 juga

dicirikan dengan XRD.

Pembuatan Larutan Stok Biru Metilena

Larutan stok biru metilena (MB) 1000

mg/L dibuat dengan cara melarutkan 1000 mg

serbuk biru metilena dalam air destilata dan

diencerkan hingga 1 L. Kemudian dibuat

larutan standar dari larutan biru metilena

tersebut dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5;

3 mg/L.

3

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Panjang gelombang maksimum ditentukan

dengan mengukur serapan larutan biru

metilena dengan spektrofotometer UV-tampak

pada rentang panjang gelombang 600–700

nm.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi Larutan

Biru Metilena oleh Kaolin, TiO2, dan

Bahan Pengikat TB1

Sebanyak 50 mg kaolin dimasukkan ke

dalam vial kemudian ditambahkan larutan

biru metilena 25, 50, 75, 100, 150, 200 dan

300 mg/L sebanyak 15 mL. Larutan kemudian

digojok selama 2 jam. Setelah itu, larutan

disentrifuga selama 10 menit dan konsentrasi

dari supernatan (biru metilena Ceq) ditentukan

dengan spektrofotometer UV-tampak pada

panjang gelombang maksimum. Metode yang

sama juga dilakukan untuk TiO2, dan bahan

pengikat.

Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO2

Campuran kaolin, bahan pengikat dan

TiO2 dibuat dengan komposisi 7:2:1 dan 8:1:1.

Campuran kemudian dibuat pasta dengan cara

menambahkan akuades. Pasta tersebut

kemudian diaduk hingga homogen, lalu

dikeringkan pada suhu 1000C. Nanokomposit

yang terbentuk kemudian digerus menjadi

bentuk serbuk. Nanokomposit yang terbentuk

kemudian diuji stabilitasnya dengan

dilarutkan dalam air. Nanokomposit yang

stabil kemudian dianalisis dengan XRD.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi Larutan

Biru Metilena oleh Nanokomposit

Kaolin/TiO2

Sebanyak 50 mg nanokomposit

dimasukkan ke dalam vial kemudian

ditambahkan larutan biru metilena 25, 50, 75,

100, 150, 200 dan 300 mg/L sebanyak 15 mL.

Larutan kemudian digojok selama 2 jam.

Setelah itu, larutan disentrifuga selama 10

menit dan konsentrasi dari supernatan (biru

metilena Ceq) ditentukan dengan

spektrofotometer UV-tampak pada panjang

gelombang maksimum.

Uji Sifat Fotokatalis

Sebanyak 100 mg nanokomposit

dimasukkan ke dalam cawan petri kemudian

ditambahkan 15 mL larutan biru metilena 12,5

mg/L. Sampel kemudian diletakkan dalam

kotak tertutup dan disinari dengan lampu UV

pada panjang gelombang 254 nm selama 6

jam. Filtrat sampel dianalisis serapannya

dengan spektrofotometer UV-tampak pada

panjang gelombang 200 sampai 700 nm. Uji

fotodegradasi nanokomposit, juga dilakukan

pada kaolin, bahan pengikat, biru metilena.

Sebagai kontrol juga dilakukan pengujian

tanpa disinari oleh lampu UV.

HASIL

Pencirian XRD Kaolin

Kaolin standar yang menjadi material

pembanding dalam penelitian ini adalah JCSS.

Spektrum XRD kaolin Jepang menunjukkan

puncak-puncak khas yang muncul pada 2θ=

12,36 dan 24,88 seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 3.

Gambar 3 Spektrum XRD JCSS.

Spektrum XRD kaolin BNK (Gambar 4)

memperlihatkan puncak-puncak dengan nilai

2θ yang sama dengan kaolin Jepang, tetapi

pada kaolin BNK terlihat puncak lain muncul

di 2θ=8,86. Puncak ini merupakan puncak

dari mineral ikutan yang terkandung pada

kaolin BNK.

Gambar 4 Spektrum XRD kaolin BNK.

Spektrum XRD JCSS memiliki puncak

yang lebih tajam daripada kaolin BNK.

4

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Biru Metilena

Larutan biru metilena dengan konsentrasi

5 mg/L dianalisis panjang gelombang

maksimumnya dengan spektrofotometer UV-

tampak. Hasil pemayaran menunjukkan

panjang gelombang maksimum biru metilena

adalah 664 nm dengan absorban terbesar,

yaitu 0,978 (Lampiran 2).

Kapasitas Adsorpsi Kaolin, TiO2 dan

Bahan Pengikat TB1

Penentuan kapasitas adsorpsi larutan biru

metilena dilakukan menggunakan tujuh

konsentrasi larutan biru metilena yang

berbeda. Semakin tinggi konsentrasi biru

metilena yang digunakan maka akan semakin

tinggi pula nilai kapasitas adsorpsinya.

Konsentrasi larutan biru metilena pada sampel

didapatkan dari absorban kemudian

dimasukkan ke dalam persamaan garis dari

standar larutan biru metilena (Lampiran 3).

Konsentrasi maksimum larutan biru

metilena yang dijerap oleh kedua kaolin

adalah 150 mg/L (Lampiran 4 dan 5). Gambar

5 menunjukkan kapasitas adsorpsi kaolin

BNK sebesar 28,93 mg/g lebih tinggi daripada

JCSS, yaitu 24,27 mg/g. Kapasitas adsorpsi

dari bahan lain pada pembuatan

nanokomposit, yaitu TiO2 adalah sebesar 3,28

mg/g (Lampiran 6), sedangkan bahan pengikat

sebesar 1,32 mg/g (Lampiran 7).

Gambar 5 Kurva kapasitas adsorpsi kaolin,

TiO2, dan bahan pengikat:

= kaolin BNK, = JCSS,

= TiO2, = bahan pengikat.

Pemodelan Isoterm Adsorpsi Kaolin

Hasil pengukuran kapasitas adsorpsi

digunakan untuk menentukan tipe isoterm

adsorpsi dari kaolin. Tipe isoterm adsorpsi

untuk kaolin BNK dan JCSS adalah isoterm

Langmuir (Gambar 6). Nilai koefisien

determinasi (R2) isoterm Langmuir lebih besar

daripada isoterm Freundlich (Gambar 7).

Perhitungan isoterm Langmuir kaolin serta

nilai tetapan isoterm terdapat pada Lampiran 8

untuk kaolin BNK dan Lampiran 9 untuk

JCSS. Nilai R2 serta nilai tetapan Xm dan K

untuk kaolin BNK dan JCSS dapat dilihat

pada Tabel 1.

Gambar 6 Kurva isoterm Langmuir kaolin:

= kaolin BNK, = JCSS.

Gambar 7 Kurva isoterm Freundlich kaolin:

= kaolin BNK, = JCSS.

Tabel 1 Nilai tetapan isoterm Langmuir pada

kaolin

Sampel

Xm

(mg/g)

K

(L/g) R2

BNK 30,30 0,12 99,31

JCSS 25,64 0,19 99,87

Pencirian XRD Nanokomposit Kaolin/TiO2

Nanokomposit kaolin BNK/TiO2 dan

JCSS/TiO2 juga dicirikan dengan XRD

kemudian dibandingkan dengan hasil XRD

kaolin dan TiO2. Hasil pencirian

nanokomposit JCSS/TiO2 dapat dilihat pada

Gambar 8, sedangkan nanokomposit kaolin

BNK/TiO2 ditunjukkan pada Gambar 9.

5

Gambar 8 Spektrum XRD nanokomposit

JCSS/TiO2:

JCSS, TiO2,

nanokomposit JCSS/TiO2

Gambar 9 Spektrum XRD nanokomposit

BNK/TiO2:

Kaolin BNK, TiO2,

nanokomposit BNK/TiO2

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit

Kaolin/TiO2

Kapasitas adsorpsi nanokomposit juga

ditentukan dengan variasi konsentrasi awal

larutan biru metilena. Konsentrasi maksimum

nanokomposit sebesar 100 mg/L lebih rendah

daripada kaolin (Lampiran 10 dan 11).

Kapasitas adsorpsi nanokomposit BNK/TiO2

adalah 12,65 mg/g, sedangkan nanokomposit

JCSS/TiO2 adalah 8,58 mg/g (Gambar 10).

Penambahan konsentrasi larutan biru metilena

lebih dari 100 mg/L tidak mengubah kapasitas

adsorpsi dari nanokomposit.

Gambar 10 Kurva kapasitas adsorpsi

nanokomposit terhadap larutan

biru metilena:

= BNK/TiO2, = JCSS/TiO2.

Pemodelan isoterm adsorpsi nanokomposit

kaolin/TiO2

Isoterm adsorpsi nanokomposit sama

seperti pada kaolin, yaitu isoterm Langmuir

yang ditunjukkan pada Gambar 11. Nilai

koefisien determinasi (R2) isoterm Langmuir

lebih besar daripada isoterm Freundlich

(Gambar 12). Perhitungan isoterm Langmuir

nanokomposit serta nilai tetapan isoterm

terdapat pada Lampiran 12 untuk BNK/TiO2

dan Lampiran 13 untuk JCSS/TiO2. Nilai R2

serta nilai tetapan Xm dan K untuk

nanokomposit BNK/TiO2 dan JCSS/TiO2

dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 11 Kurva isoterm Langmuir

nanokomposit: = BNK/TiO2,

= JCSS/TiO2.

Gambar 12 Kurva isoterm Freundlich

nanokomposit : = BNK/TiO2,

= JCSS/TiO2.

6

Tabel 2 Nilai tetapan isoterm Langmuir pada

nanokomposit kaolin/TiO2

Sampel

Xm

(mg/g)

K

(L/g) R2

BNK/TiO2 13,70 0,08 99,56

JCSS/TiO2 9,01 0,07 99,47

Uji Sifat Fotokatalis

Filtrat dan endapan hasil uji fotodegradasi

digunakan sebagai indikator terjadinya proses

adsorpsi-fotodegradasi. Pengujian sifat

fotokatalis nanokomposit dilakukan dengan

membandingkan hasil perlakuan penyinaran

UV dengan kontrol yang diletakkan dalam

gelap. Pengujian dalam gelap ditunjukkan

pada Gambar 13. Larutan biru metilena, bahan

pengikat, dan TiO2 tetap berwarna biru,

sedangkan filtrat kaolin dan nanokomposit tak

berwarna.

Gambar 13 Filtrat dalam gelap : A=biru

metilena, B= biru

metilena+bahan pengikat, C=

biru metilena+TiO2, D= biru

metilena+kaolin BNK, E=

biru metilena+ BNK/TiO2, F=

biru metilena+JCSS/TiO2.

Hasil pengujian sifat fotokatalis dengan

penyinaran UV menunjukkan hasil yang sama

namun untuk TiO2 dengan UV, filtrat menjadi

tidak berwarna (Gambar 14).

Gambar 14 Filtrat hasil penyinaran : A=biru

metilena, B= biru

metilena+bahan pengikat, C=

biru metilena+TiO2, D= biru

metilena+kaolin BNK, E= biru

metilena+ BNK/TiO2, F= biru

metilena+JCSS/TiO2.

Uji sifat fotokatalisis menunjukkan bahwa

larutan biru metilena yang ditambahkan

nanokomposit BNK/TiO2 (Gambar 15) dan

JCSS/TiO2 (Gambar 16) serta penyinaran

lampu UV dapat mengurai biru metilena

tersebut. Hal ini terlihat dari spektrum UV

yang dihasilkan datar akibat hilangnya puncak

serapan biru metilena di 664 nm, berbeda

dengan nanokomposit yang tanpa disinari UV

yang masih menunjukkan adanya biru

metilena pada panjang gelombang 664 nm.

Gambar 15 Spektrum UV-tampak filtrat uji

fotodegradasi: a= larutan biru

metilena; b= bahan pengikat

UV; c= BNK/TiO2; d=

BNK/TiO2 UV.

Gambar 16 Spektrum UV-tampak filtrat uji

fotodegradasi: a= larutan biru

metilena; b= bahan pengikat

UV; c= JCSS/TiO2; d=

JCSS/TiO2 UV.

Endapan (Gambar 17) juga merupakan

salah satu indikator terjadinya fotodegradasi.

Hasil pengujian dengan UV menunjukkan

bahwa endapan TiO2 berwarna putih, endapan

bahan pengikat, kaolin dan nanokomposit

tetap berwarna biru. Edapan nanokomposit

tetap berwarna biru, namun lebih pudar bila

dibandingkan dengan endapan nanokomposit

tanpa UV.

7

Gambar 17 Endapan hasil fotodegradasi.

PEMBAHASAN

Pencirian XRD Kaolin

Pencirian kaolin dilakukan dengan

menggunakan difraktometer sinar-X.

Spektrum sinar-X kaolin BNK kemudian

dibandingkan dengan kaolin standar JCSS.

Kaolinit memiliki puncak difraksi sinar-X

yang khas pada 2θ= 12,36 dan 24,88 seperti

pada Gambar 3 dan 4. Puncak-puncak yang

muncul pada spektrum XRD JCSS lebih tajam

daripada kaolin BNK. Hal ini

mengindikasikan bahwa kristalinitas kaolinit

JCSS lebih tinggi daripada kaolin BNK. Pada

spektrum kaolin BNK terlihat puncak yang

muncul pada 2θ= 8,86 tetapi tidak ada pada

kaolin Jepang. Mineral lain yang lazim ada

dalam kaolin adalah kuarsa, besi, mika,

feldspar, bauksit, smektit, anatase, rutil, grafit,

dan montmorilonit (Murray 2006). Mineral

lain yang terkandung dalam kaolin akan

berbeda-beda bergantung pada daerah tempat

pengambilan.

Kapasitas Adsorpsi Kaolin, TiO2 dan

Bahan Pengikat TB1

Kaolin memiliki kemampuan menjerap

senyawa organik seperti zeolit dan

monmorilonit, namun dalam jumlah yang

lebih kecil. Gambar 5 menunjukkan kapasitas

adsorpsi kaolin dalam menjerap biru metilena

pada berbagai konsentrasi. Kaolin BNK

memiliki nilai kapasitas adsorpsi sebesar

28,93 mg/g lebih besar dari JCSS yang

memiliki nilai kapasitas adsorpsi sebesar

24,27 mg/g. Kaolin BNK juga memiliki

kapasitas adsorpsi yang lebih besar dari kaolin

Assam (India), yaitu 20,49 mg/g (Gosh &

Battrachayya 2002). Kaolin BNK memiliki

nilai kapasitas adsorpsi yang lebih besar

daripada JCSS dan kaolin India dikarenakan

terdapat material lain yang terkandung dalam

kaolin BNK yang juga memiliki kemampuan

dalam menjerap biru metilena. Material lain

yang biasa terkandung dalam kaolin misalnya

montmorilonit, feldspar, dan kuarsa.

Prinsip kaolinit dalam menjerap molekul

biru metilena adalah pertukaran kation atau

anion. Kaolinit merupakan aluminosilikat

berbentuk lembaran dengan tipe 1:1 sehingga

rongga antar lembarannya kecil yang

menyebabkan sifat pertukaran kation atau

anion hanya terjadi di permukaan dari

stukturnya. Aluminosilikat pada kaolin

mempunyai sifat kelebihan elektron, sehingga

akan diimbangi oleh kehadiran kation-kation

H+. Larutan biru metilena di dalam air akan

mengion menjadi kation, sehingga kation ini

yang akan menggantikan ion H+ dari struktur

kaolin sehingga biru metilena akan terjerap.

Penentuan kapasitas adsorpsi juga

dilakukan untuk serbuk TiO2 dan bahan

pengikat TB1 yang akan digunakan dalam

pembuatan nanokomposit. Hal ini dilakukan

untuk melihat pengaruh penambahan bahan

pengikat dan TiO2 dalam proses adsorpsi

nanokomposit. Kapasitas adsorpsi maksimum

TiO2 adalah 3,28 mg/g. Kapasitas adsorpsi

bahan pengikat TB1 lebih rendah daripada

TiO2, yaitu sebesar 1,32 mg/g.

Pemodelan Isoterm Adsorpsi Kaolin

Penjerapan biru metilena pada permukaan

kaolin mengikuti tipe isoterm Langmuir. Hal

ini terlihat pada Gambar 6, yaitu kurva

isoterm Langmuir memiliki nilai koefisien

determinasi (R2) yang lebih besar daripada

isoterm Freundlich (Gambar 7). Nilai

koefisien determinasi digunakan untuk

menentukan tipe dari isoterm adsorpsi.

Tipe isoterm Langmuir menandakan

bahwa ikatan yang terjadi antara biru metilena

dengan permukaan kaolin merupakan ikatan

kimia. Hal ini menunjukkan bahwa adsorben

kaolin memiliki permukaan yang homogen

dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul

adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya.

Bentuk logaritma dari persamaan Langmuir:

cXmXmKmx

c 11

/

Nilai tetapan Xm dan K dari kaolin BNK dan

JCSS dapat dilihat pada Tabel 1 .

Nilai Xm menggambarkan jumlah yang

dijerap atau kapasitas adsorpsi maksimum

untuk membentuk satu lapisan yang sempurna

pada permukaan adsorben. Nilai Xm kaolin

8

BNK lebih besar daripada JCSS. Hal ini

menunjukkan jumlah biru metilena yang

dijerap oleh kaolin BNK lebih banyak

daripada JCSS. Nilai K merupakan tetapan

yang bertambah dengan kenaikan ukuran

molekuler yang menunjukkan kekuatan ikatan

molekul adsorbat pada permukaan adsorben.

Molekul biru metilena lebih kuat terikat pada

JCSS daripada kaolin BNK. Hal ini terlihat

dari nilai K untuk JCSS yang lebih besar.

JCSS merupakan kaolin standar yang

kemurniannya lebih tinggi daripada kaolin

BNK sehingga pengikatan biru metilena pada

JCSS menjadi lebih kuat. Berbeda halnya

dengan kaolin BNK yang masih mengandung

mineral ikutan. Mineral ikutan ini dapat

memperbesar kapasitas adsorpsi kaolin BNK,

namun pengikatannya dengan biru metilena

lebih lemah daripada kaolin.

Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO2

Nanokomposit kaolin/TiO2 dibuat dengan

mencampurkan serbuk kaolin, bahan pengikat,

dan TiO2 dengan perbandingan 7:2:1 da 8:1:1.

Pencampuran secara fisik biasa tidak akan

membuat TiO2 menempel pada kaolin jika

nanokomposit tersebut terlarut dalam air. Oleh

karena itu untuk membuat keduanya

menempel dibutuhkan senyawa lain yang

bertindak sebagai pengikat. Penambahan

bahan pengikat dan TiO2 diusahakan dalam

jumlah yang kecil. Hal ini dikarenakan bahan

pengikat TB1 tidak memiliki kemampuan

sebagai penjerap yang baik, sehingga

penambahan bahan pengikat diusahakan

sedikit agar tidak banyak mengganggu proses

adsorpsi nanokomposit. Penambahan bahan

pengikat kurang dari 20% bobot

nanokomposit, yaitu 10% tidak dapat

membuat TiO2 menempel pada kaolin

(Lampiran 14). Hal ini diuji dengan cara

melarutkan nanokomposit tersebut dalam air

destilata. Nanokomposit dengan penambahan

bahan pengikat kurang dari 20% akan hancur

saat dilarutkan dalam air dan serbuk TiO2

akan lepas sehingga membuat air menjadi

keruh.

Pencirian XRD Nanokomposit

Kaolin/TiO2

Hasil spektrum XRD nanokomposit

JCSS/TiO2 (Gambar 8) dan BNK/TiO2

(Gambar 9) menunjukkan puncak-puncak

khas yang sama dengan kaolin namun dengan

intensitas yang lebih rendah. Hal ini

dikarenakan pada pembuatan nanokomposit,

sebanyak 20% komposisi kaolin digantikan

oleh bahan pengikat dan 10% digantikan oleh

TiO2. Pada nanokomposit terdapat puncak

pada 2θ= 25,08. Puncak ini merupakan

puncak dari TiO2 yang akan muncul pada 2θ=

25,28. Hasil ini menunjukkan bahwa TiO2

menempel pada nanokomposit.

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit

kaolin/TiO2

Kapasitas adsorpsi nanokomposit diukur

untuk melihat perubahan kapasitas adsorpsi

nanokomposit bila dibandingkan dengan

kaolin. Nanokomposit memiliki konsentrasi

optimum dan nilai kapasitas adsorpsi yang

lebih rendah daripada kaolin. Kapasitas

adsorpsi untuk nanokomposit BNK/TiO2

adalah 12,65 mg/g dan nanokomposit

JCSS/TiO2 adalah 8,58 mg/g. Penurunan

kapasitas adsorpsi dan konsentrasi optimum

nanokomposit ini dikarenakan faktor

penambahan bahan yang memiliki

kemampuan menjerap yang kecil, yaitu bahan

pengikat TB1 sebesar 20%. Pengurangan

jumlah kaolin dan penambahan bahan

pengikat serta TiO2 mengakibatkan sisi aktif

dari tiap gram kaolin pada nanokomposit akan

berkurang sehingga kapasitas adsorpsinya

akan lebih kecil dari pada kaolin.

Pemodelan Isoterm Nanokomposit

Kaolin/TiO2

Tipe isoterm adsorpsi nanokomposit

BNK/TiO2 dan JCSS/TiO2 adalah isoterm

Langmuir sama seperti pada kaolin. Kurva

isoterm Langmuir dari nanokomposit dapat

dilihat pada Gambar 11, sedangkan isoterm

Freundlich pada Gambar 12. Pembuatan

nanokomposit tidak mengubah tipe

penjerapan yang terjadi di dalamnya, yaitu

penjerapan secara kimia bila dilakukan tanpa

penyinaran dengan sinar ultraviolet. Nilai

tetapan Xm dan K dari isoterm Langmuir

nanokomposit terlihat pada Tabel 2. Seluruh

nilai tetapan isoterm Langmuir nanokomposit

lebih kecil daripada kaolin. Hal ini

menunjukkan kapasitas adsorpsi maksimum

nanokomposit lebih rendah daripada kaolin.

Hal ini disebabkan sisi aktif untuk pengikatan

dengan biru metilena telah ditempati oleh

bahan pengikat dan TiO2 sehingga jumlah biru

metilena yang terjerap berkurang. Kekuatan

ikatan antara nanokomposit dengan biru

metilena juga lebih rendah bila dibandingkan

dengan kekuatan ikatan biru metilena dengan

kaolin.

9

Uji Sifat Fotokatalis

Pengujian fotodegradasi nanokomposit

kaolin/TiO2 dilakukan untuk melihat

kemampuan nanokomposit dalam menjerap

sekaligus mendegradasi zat dengan bantuan

radiasi sinar ultraviolet. Nanokomposit ini

merupakan campuran antara kaolin yang

memiliki kemampuan menjerap zat warna dan

TiO2 yang memiliki kemampuan untuk

mengurai zat warna. Gabungan keduanya

diharapkan dapat bekerja secara sinergis

dalam mengatasi zat warna dengan cara

menjerap sekaligus mengurai zat warna

tersebut sehingga dapat digunakan untuk

mengatasi limbah zat warna biru metilena. Zat

warna biru metilena digunakan sebagai model

dari zat warna kationik yang mudah diamati

dari perubahan warna yang terjadi.

Pada penelitian ini dilakukan uji sifat

fotokatalisis dari nanokomposit kaolin/TiO2

tanpa penyinaran UV (di tempat gelap) dan

dengan penyinaran UV pada panjang

gelombang 254 nm. Konsentrasi larutan biru

metilena yang digunakan sebesar 12,5 mg/L

dengan lama penyinaran 6 jam.

Filtrat hasil uji fotodegradasi tanpa sinar

UV oleh nanokomposit BNK/TiO2 dan

JCSS/TiO2 menghasilkan filtrat yang tak

berwarna (Gambar 13). Larutan biru metilena

yang tidak disinari UV masih berwarna biru,

dan yang ditambahkan bahan pengikat juga

masih berwarna biru. Hasil uji sifat

fotokatalisis (Gambar 14) menunjukkan

bahwa nanokomposit BNK/TiO2 dan

JCSS/TiO2 menghasilkan filtrat tak berwarna.

Filtrat hasil pengujian kemudian dianalisis

dengan spektrofotometer UV-tampak untuk

melihat serapan larutan biru metilena.

Hilangnya puncak khas biru metilena pada

panjang gelombang 664 nm menunjukkan

bahwa di dalam filtrat tidak lagi tersisa biru

metilen. Filtrat yang diperoleh telah berubah

menjadi senyawa lain yang bila degradasinya

sempurna akan menghasilkan karbondioksida

dan air.

Pada filtrat nanokomposit kaolin/TiO2 baik

BNK maupun JCSS menghasilkan kurva yang

datar atau tidak terlihat lagi puncak serapan

pada panjang gelombang 664 nm. Hal ini

menunjukkan bahwa di dalam filtrat sudah

tidak tersisa lagi biru metilena. Filtrat

nanokomposit kaolin/TiO2 dalam gelap masih

menghasilkan puncak pada 664 nm walaupun

larutannya tak berwarna (Gambar 15 dan 16).

Hal ini menandakan bahwa biru metilena

masih terdapat dalam filtrat walaupun dengan

konsentrasi yang lebih kecil. Penurunan

konsentrasi ini disebabkan oleh proses

adsorpsi pada nanokomposit dalam gelap,

sedangkan pada nanokomposit dengan

penyinaran UV terjadi proses adsorpsi-

fotodegradasi biru metilena sehingga biru

metilena hilang.

Proses fotodegradasi juga dapat terlihat

dari endapan nanokomposit hasil penyinaran.

Endapan yang berwarna biru menunjukkan

bahwa pada sistem hanya terjadi proses

adsorpsi, sedangkan bila endapan berwarna

seperti awal atau putih, maka pada sistem

terjadi proses adsorpsi-fotodegradasi. Hasil uji

fotodegradasi biru metilena menunjukkan

bahwa serbuk TiO2 yang disinari UV

menghasilkan endapan yang berwarna putih.

Hal ini dikarenakan TiO2 mampu mengurai

senyawa biru metilena sehingga tidak ada lagi

warna biru baik pada filtrat maupun endapan.

Nanokomposit dengan UV ternyata tidak

menghasilkan endapan berwarna putih, namun

masih berwarna biru. Bila warna endapannya

dibandingkan dengan nanokomposit dalam

gelap, terlihat warna birunya lebih pudar

(Gambar 17). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa nanokomposit kaolin/TiO2 yang dibuat

dengan pencampuran secara fisik dengan

penambahan bahan pengikat memiliki sifat

fotokatalis sehingga dapat mempercepat

penghilangan biru metilena.

Mekanisme adsorpsi-fotodegradasi yang

terjadi pada nanokomposit adalah penjerapan

zat warna biru metilena oleh kaolin, kemudian

dengan adanya TiO2 dan sinar ultraviolet

menyebabkan terjadinya proses fotodegradasi.

Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan

elektron dari pita valensi ke pita konduksi

pada logam semikonduktor jika dikenai suatu

energi foton. Loncatan elektron ini

menyebabkan timbulnya hole (lubang

elektron) yang dapat berinteraksi dengan

pelarut (air) membentuk radikal OH (HO*)

yang merupakan oksidator kuat. Elektron pada

pita konduksi akan bereaksi dengan oksigen di

lingkungan menghasilkan radikal superoksida

(O2 -

* ) yang bersifat sebagai reduktor.

Radikal bersifat aktif dan dapat terus

terbentuk sehingga bereaksi dan menguraikan

senyawa organik target (Fatimah & Wijaya

2005).

Mekanisme reaksi yang terjadi pada proses

fotodegradasi dengan TiO2 adalah sebagai

berikut :

TiO2 + UV TiO2 (e- + h

+)

TiO2 (h+) + H2O TiO2 + HO* + H

+

TiO2 (e-) + O2 TiO2 + O2

-

zat warna + O2 - * produk degradasi

10

Proses pembentukan radikal akan terus

menerus terjadi selama nanokomposit

kaolin/TiO2 masih dikenai radiasi sinar UV

dan akan menyerang biru metilena sehingga

terjadi penguraian. Semakin bertambahnya

radiasi sinar UV maka foton yang mengenai

nanokomposit tersebut akan semakin banyak

sehingga biru metilena yang terurai akan

semakin banyak pula (Wijaya et al. 2006).

SIMPULAN

Kapasitas adsorpsi kaolin Bangka Belitung

adalah 28,93 mg/g lebih besar daripada JCSS,

yaitu 24,27 mg/g. Pembuatan nanokomposit

kaolin/TiO2 dapat menurunkan kapasitas

adsorpsi menjadi 12,65 mg/g untuk

BNK/TiO2 dan 8,580 mg/g untuk JCSS/TiO2.

Tipe isoterm adsorpsi kaolin dan

nanokomposit adalah isoterm Langmuir yang

menunjukkan terjadinya kimisorpsi dalam

proses penjerapannya. Pembuatan

nanokomposit kaolin/TiO2 dapat dilakukan

dengan penambahan bahan pengikat TB1

sebesar 20 % dari bobot nanokomposit.

Nanokomposit kaolin/TiO2 memiliki sifat

fotokatalisis sehingga dapat mendegradasi

larutan biru metilena 12,5 mg/L selama 6 jam

dengan radiasi sinar UV dengan catatan

kekuatan sumber lampu radiasi sangat

berpengaruh pada kecepatan proses degradasi.

SARAN

Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan

adalah analisis kandungan mineral pada kaolin

dan senyawa hasil degradasi. Penelitian

selanjutnya dapat dilakukan dengan

menggunakan pewarna anionik dan

menggunakan pereaksi kimia dalam

pembuatan nanokompositnya.

DAFTAR PUSTAKA

[LPSE BABEL] Layanan Pengadaan

Elektronik Bangka Belitung. 2010. Sektor

Pertambangan. [terhubung berkala].

http://babelprov.go.id/sektorpertambangan

.html [20 Des 2010].

Alzaydien AS. 2009. Adsorption of methylene

blue from aqueous solution onto a low cost

natural Jordanian tripoli. Am Environ Sci

5: 197-208.

Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1.

Kartohadiprojo I, penerjemah; Rohhadyan

T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga.

Terjemahan dari: Physical Chemistry.

Christina, Mu’nisatun, Saptaaji R, Marjanto

D. 2007. Studi pendahuluan mengenai

degradasi zat warna azo (metil orange)

dalam pelarut air menggunakan mesin

berkas elektron 359 KeV/10 mA. JFN 1:

31-44.

Epling, Lin. 2001. Photoassisted bleaching of

dyes utilizing TiO2 and visible light.

Chemosphere 46: 561-570.

Fatimah Is, Wijaya K. 2005. Sintesis

TiO2/zeolit sebagai fotokatalis pada

pengolahan limbah cair industri tapioka

secara adsorpsi-fotodegradasi. Teknoin.

10: 257-267.

Gosh D, Bhattacharyya K. 2002. Adsorption

of methylene blue on kaolinite. Apply Clay

Sci. 20: 295-300.

Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi

kaolinit alam untuk meningkatkan

kapasitas tukar kation. J Natur Indones 6:

20-23.

Murray. 2006. Clays. Indiana: Wiley

Interscience.

Netcomposite. 2006. [terhubung berkala].

http://www.netcomposite.com/image/mont

morillonite.html [13Desember 2009].

Slamet, Syakur R, Danumulyo W. 2003.

Pengolahan limbah logam berat chromium

(vi) dengan fotokatalis TiO2. Makara

Teknol 7: 1.

Thammavong S. 2003. Studies of synthesis,

kinetics and particle size of zeolite x from

narathiwat kaolin [tesis]. Thailand: Master

Degree, Suranaree University of

Technology.

Wijaya, Sugiharto, Fatimah, Sudiono,

Kurniyasih. 2006. Utilisasi TiO2-zeolit dan

sinar UV untuk fotodegradasi zat warna

congo red. Berkala MIPA. 16(3).

Zheng, Sun, Zhang, Gao, Xu. 2005. Effect of

properties of calcined microspheres of

kaolin on the formation of NaY zeolite.

Bull Catal Soc India 4: 2-17.

11

LAMPIRAN

12

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Kaolin

Bangka

Belitung dan

JCSS

Pencirian

dengan XRD

Pembuatan nanokomposit

kaolin/TiO2

Uji sifat fotokatalisis

Penentuan kapasitas adsorpsi

kaolin, TiO2, bahan pengikat, dan

nanokomposit dengan variasi

konsentrasi awal biru metilena

13

Lampiran 2 Panjang gelombang maksimum biru metilena

panjang gelombang (nm)

absorbans

655 0,906

656 0,918

657 0,93

658 0,941

659 0,951

660 0,96

661 0,967

662 0,973

663 0,976

664 0,978

665 0,976

666 0,972

667 0,964

668 0,953

669 0,938

670 0,918

Lampiran 3 Konsentrasi dan absorbans larutan biru metilena pada kurva standar

Larutan Absorbans

Konsentrasi Biru

Metilena (mg/L)

std 1 0,083 0,50

std 2 0,183 1,00

std 3 0,287 1,50

std 4 0,373 2,00

std 5 0,461 2,50

std 6 0,548 3,00

14

Lampiran 4 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh kaolin Bangka

Belitung

Co

(mg/L)

Massa

(gram) Absorbans

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q rata-rata

(mg/g)

25 0,0506 0,004 0,0308 24,9692 7,4019 7,42

25 0,0504 0,005 0,0359 24,9641 7,4298

50 0,0511 0,159 7,8588 42,1412 12,3702 12,27

50 0,0519 0,160 7,9076 42,0924 12,1654

75 0,0506 0,101 20,2993 54,7007 16,2156 16,31

75 0,0502 0,100 20,1023 54,8977 16,4037

100 0,0502 0,138 28,2930 71,7070 21,4264 21,37

100 0,0502 0,140 28,6972 71,3028 21,3056

150 0,0503 0,247 52,6745 97,3255 29,0235 28,93

150 0,0502 0,251 53,5207 96,4793 28,8285

200 0,0507 0,21 101,8587 98,1413 29,0359 28,47

200 0,0507 0,218 105,7025 94,2975 27,8987

300 0,0514 0,206 203,9216 96,0784 28,0385 28,52

300 0,0502 0,205 202,9412 97,0588 29,0016

Contoh perhitungan:

gmg

ml

lml

ml

l

m

CeCoVQ

/4019,7

1000

1

0506,0

)0308,025(15

1000

1)(

Keterangan :

Co : Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

Ce : Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

Ct : Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

Q : Kapasitas adsorpsi (mg/g)

15

Lampiran 5 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh JCSS

Co

(mg/L)

Massa

(gram) Absorbans

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q rata-rata

(mg/g)

25 0,0504 0,076 0,4004 24,5996 7,3213 7,31

25 0,0506 0,069 0,3645 24,6355 7,3030

50 0,0509 0,314 7,7124 42,2876 12,4620 12,50

50 0,0504 0,321 7,8832 42,1168 12,5347

75 0,0508 0,086 17,3431 57,6569 17,0247 17,12

75 0,0506 0,084 16,9489 58,0510 17,2088

100 0,0504 0,152 31,1223 68,8777 20,4993 20,13

100 0,0503 0,165 33,7496 66,2505 19,7566

150 0,0500 0,328 69,8096 80,1904 24,0571 24,27

150 0,0503 0,319 67,9057 82,0943 24,4814

200 0,0504 0,241 116,7532 83,2468 24,7758 24,23

200 0,0506 0,248 120,1164 79,8836 23,6809

300 0,0506 0,219 216,6667 83,3333 24,7036 24,36

300 0,0502 0,222 219,6079 80,3922 24,0216

Contoh perhitungan:

gmg

ml

lml

ml

l

m

CeCoVQ

/3213,7

1000

1

0504,0

)4004,025(15

1000

1)(

Keterangan :

Co : Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

Ce : Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

Ct : Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

Q : Kapasitas adsorpsi (mg/g)

16

Lampiran 6 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh TiO2

Co

(mg/L)

Massa

(gram) Absorbans

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q rata-rata

(mg/g)

25 0,0500 0,183 18,3382 8,9376 2,6813 2,61

25 0,0501 0,186 18,6793 8,4799 2,5389

50 0,0500 0,108 40,3945 10,9409 3,2823 3,28

50 0,0502 0,108 40,3473 10,9946 3,2852

75 0,0505 0,175 69,9202 5,4813 1,6281 1,91

75 0,0502 0,171 68,1911 7,3470 2,1953

100 0,0504 0,232 97,8184 2,3776 0,7076 0,82

100 0,0501 0,231 97,1612 3,0938 0,9263

150 0,0505 0,190 147,7654 2,3134 0,6871 0,53

150 0,0500 0,191 148,7754 1,2678 0,3803

200 0,0501 0,236 197,1723 3,0381 0,9096 0,84

200 0,0504 0,237 197,5750 2,6055 0,7755

300 0,0502 0,181 297,4592 2,7883 0,8332 0,76

300 0,0500 0,182 297,8933 2,3119 0,6936

Contoh perhitungan :

gmg

ml

lml

ml

l

m

CeCoVQ

/6813,2

1000

1

0500,0

)3382,1825(15

1000

1)(

Keterangan :

Co : Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

Ce : Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

Ct : Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

Q : Kapasitas adsorpsi (mg/g)

17

Lampiran 7 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh bahan pengikat TB1

Co

(mg/L)

Massa

(gram) Absorbans

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q rata-rata

(mg/g)

25 0,0500 0,078 21,9828 3,0172 0,9052 0,77

25 0,0505 0,080 22,8448 2,1551 0,6402

50 0,0508 0,151 45,9259 4,0741 1,2029 1,32

50 0,0502 0,149 45,1852 4,8148 1,4387

75 0,0510 0,233 70,8716 4,1284 1,2142 1,17

75 0,0507 0,234 71,2156 3,7844 1,1196

100 0,0508 0,340 97,8125 2,1875 0,6459 0,74

100 0,0502 0,338 97,1875 2,8125 0,8404

150 0,0514 0,254 146,1373 3,8627 1,1272 0,85

150 0,0513 0,257 148,0687 1,9313 0,5647

200 0,0508 0,318 197,2881 2,7119 0,8007 0,80

200 0,0503 0,314 194,5763 5,4237 1,6174

300 0,0514 0,243 295,8904 4,1096 1,1992 1,00

300 0,0510 0,244 297,2603 2,7397 0,8058

Contoh perhitungan :

gmg

ml

lml

ml

l

m

CeCoVQ

/9052,0

1000

1

0500,0

)9828,2125(15

1000

1)(

Keterangan :

Co : Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

Ce : Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

Ct : Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

Q : Kapasitas adsorpsi (mg/g)

18

Lampiran 8 Penentuan pola isoterm adsorpsi kaolin Bangka Belitung

isoterm Langmuir

isoterm

Freundlich

Co

(mg/L)

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

m

(g)

x

(g)

x/m

(mg/g)

C/(x/m)

(l/g) log c log x/m

25 0,0334 24,9666 0,0505 0,0004 7,4158 0,0045 -1,476 0,8702

50 7,8832 42,1168 0,0515 0,0006 12,2685 0,6421 0,8964 1,0888

75 20,2008 54,7992 0,0504 0,0008 16,3005 1,2411 1,3060 1,2122

100 28,4951 71,5049 0,0502 0,0011 21,3345 1,3406 1,4564 1,3291

150 53,0976 96,9024 0,0502 0,0015 28,9309 1,8381 1,7257 1,4614

200 103,7806 96,2194 0,0507 0,0014 28,5216 3,6322 2,0153 1,4552

300 203,4313 96,5686 0,0508 0,0014 28,5144 7,1344 2,3084 1,4551

Nilai x = Cteradsorpsi (ppm) x Volume larutan (L) x mg 1000

g 1

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,033x + 0,268 dengan r2

= 99,31%

maka dari persamaan cXmXmKmx

c 11

/ , diperoleh nilai Xm = 30,30 dan K = 0,12

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,167x + 0,107 dengan r2

= 87,42%

maka dari persamaan log m

x= log k +

n

1log C, diperoleh nilai n = 5,99 dan k = 11,75

Lampiran 9 Penentuan pola isoterm adsorpsi JCSS

isoterm Langmuir

isoterm

Freundlich

Co

(mg/L)

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

m

(g)

x

(g)

x/m

(mg/g)

C/(x/m)

(l/g) log c log x/m

25 0,3824 24,6176 0,0505 0,0004 7,3121 0,0523 -0,4174 0,8640

50 7,7978 42,2022 0,0507 0,0006 12,5111 0,6229 0,8917 1,0973

75 17,1460 57,8540 0,0507 0,0009 17,1166 1,0032 1,2348 1,2334

100 32,4359 67,5641 0,0504 0,0010 20,4993 1,5881 1,5126 1,3117

150 68,8577 81,1423 0,0502 0,0012 24,2457 2,8443 1,8386 1,3846

200 118,4348 81,5652 0,0505 0,0012 24,2273 4,8798 2,0727 1,3843

300 218,1373 81,8627 0,0504 0,0012 24,3639 8,9533 2,3387 1,3867

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,039x + 0,207 dengan r

2 = 99,87%

maka dari persamaan cXmXmKmx

c 11

/ , diperoleh nilai Xm = 25,64 dan K = 0,19

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,207x + 0,956 dengan r2

= 95,90%

maka dari persamaan log m

x= log k +

n

1log C, diperoleh nilai n = 4,83 dan k = 9,04

19

Lampiran 10 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh nanokomposit

BNK/TiO2

Co

(mg/L)

Massa

(gram) Absorbans

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q rata-rata

(mg/g)

25 0,0504 0,242 7,2849 17,7151 5,2723 5,24

25 0,0503 0,251 7,5269 17,4731 5,2107

50 0,0504 0,078 25,0000 25,0000 7,4405 7,36

50 0,0501 0,081 25,7009 24,2991 7,2752

75 0,0505 0,128 41,9039 33,0961 9,8305 9,71

75 0,0505 0,131 42,7046 32,2954 9,5927

100 0,0505 0,199 57,8680 42,1320 12,5145 12,65

100 0,0503 0,196 57,1066 42,8934 12,7913

150 0,0512 0,372 105,8979 44,1021 12,9205 12,65

150 0,0509 0,38 108,0106 41,9894 12,3741

200 0,0511 0,237 155,5556 44,4444 13,0463 12,84

200 0,0507 0,24 157,3099 42,6901 12,6302

300 0,051 0,226 255,8528 44,1472 12,9845 12,71

300 0,0508 0,228 257,8595 42,1405 12,4431

Contoh perhitungan :

gmg

ml

lml

ml

l

m

CeCoVQ

/2723,5

1000

1

0504,0

)2849,725(15

1000

1)(

Keterangan :

Co : Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

Ce : Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

Ct : Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

Q : Kapasitas adsorpsi (mg/g)

20

Lampiran 11 Data penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh nanokomposit

JCSS/TiO2

Co

(mg/L)

Massa

(gram) Absorbans

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q rata-rata

(mg/g)

25 0,0511 0,441 12,6344 12,3656 3,6298 3,68 25 0,0509 0,430 12,3387 12,6613 3,7312

50 0,0513 0,116 33,8785 16,1215 4,7139 5,28

50 0,0510 0,100 30,1402 19,8598 5,8411

75 0,0512 0,163 51,2456 23,7544 6,9593 7,18

75 0,0509 0,158 49,9110 25,0890 7,3936

100 0,0503 0,258 72,8426 27,1574 8,0986 8,58 100 0,0500 0,246 69,7970 30,2030 9,0609

150 0,0512 0,431 121,4789 28,5211 8,3558 8,46 150 0,0509 0,429 120,9507 29,0493 8,5607 200 0,0510 0,262 170,1754 29,8246 8,7719 8,37 200 0,0507 0,267 173,0994 26,9006 7,9588 300 0,0501 0,246 275,9197 24,0803 7,2097 8,40 300 0,0502 0,238 267,8930 32,1070 9,5937

Contoh perhitungan :

gmg

ml

lml

ml

l

m

CeCoVQ

/6298,3

1000

1

0511,0

)3656,1225(15

1000

1)(

Keterangan :

Co : Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

Ce : Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

Ct : Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

Q : Kapasitas adsorpsi (mg/g)

21

Lampiran 12 Penentuan pola isoterm adsorpsi nanokomposit BNK/TiO2

isoterm Langmuir

isoterm

Freundlich

Co

(mg/L)

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

m

(g)

x

(g)

x/m

(mg/g)

C/(x/m)

(l/g) log c

log

x/m

25 7,4059 17,5941 0,0504 0,0003 5,2415 1,4129 0,8696 0,7195

50 25,3505 24,6495 0,0503 0,0004 7,3581 3,4453 1,4040 0,8668

75 42,3043 32,6957 0,0505 0,0005 9,7116 4,3561 1,6264 0,9873

100 57,4873 42,5127 0,0504 0,0006 12,6526 4,5435 1,7596 1,1022

150 106,9542 43,0458 0,0511 0,0006 12,6481 8,4561 2,0292 1,1020

200 156,4327 43,5673 0,0510 0,0007 12,8139 12,2080 2,1943 1,1077

300 256,8562 43,1438 0,0505 0,0006 12,8150 20,0434 2,4097 1,1077

Nilai x = Cteradsorpsi (ppm) x Volume larutan (L) x mg 1000

g 1

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,073x + 0,953 dengan r2

= 99,56%

maka dari persamaan cXmXmKmx

c 11

/ , diperoleh nilai Xm= 13,70 dan K= 0,08

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,273x + 0,518 dengan r2

= 86,12%

maka dari persamaan log m

x= log k +

n

1log C, diperoleh nilai n = 3,66 dan k = 3,30

Lampiran 13 Penentuan pola isoterm adsorpsi nanokomposit JCSS/TiO2

isoterm Langmuir

isoterm

Freundlich

Co

(mg/L)

Ce

(mg/L)

Ct

(mg/L)

m

(g)

x

(g)

x/m

(mg/g)

C/(x/m)

(l/g) log c

log

x/m

25 12,4866 12,5134 0,0510 0,0002 3,6804 3,3927 1,0964 0,5659

50 32,0094 17,9907 0,0512 0,0003 5,2759 6,0672 1,5053 0,7223

75 50,5783 24,4217 0,0511 0,0004 7,1758 7,0484 1,7040 0,8559

100 71,3198 28,6802 0,0502 0,0004 8,5783 8,3140 1,8532 0,9334

150 121,4789 28,7852 0,0511 0,0004 8,4579 14,3627 2,0845 0,9273

200 171,6347 28,3626 0,0509 0,0004 8,3665 20,5144 2,2346 0,9225

300 271,9064 28,0936 0,0502 0,0004 8,3945 32,3910 2,4344 0,9240

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,111x + 1,504 dengan r2

= 99,47%

maka dari persamaan cXmXmKmx

c 11

/ , diperoleh nilai Xm = 9,00 dan K = 0,07

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,276x + 0,325 dengan r2

= 80,23%

maka dari persamaan log m

x= log k +

n

1log C, diperoleh nilai n = 3,62 dan k = 2,11

22

Lampiran 14 Hasil uji stabilitas pembuatan nanokomposit

Nanokomposit

dengan 10%

bahan pengikat

Nanokomposit

dengan 20%

bahan pengikat