ADMINISTRASI PENDIDIKAN
-
Upload
budiraspati -
Category
Documents
-
view
812 -
download
25
Transcript of ADMINISTRASI PENDIDIKAN
ADMINISTRASI DAN SUPERVISI
PENDIDIKAN
BUTIR-BUTIR BAHAN DISKUSI
Untuk Perkuliahan Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam
Ma’had ‘Aly Persatuan Islam Cianjur
Dihimpun Oleh :
Drs. DJUNAEDI SAJIDIMAN, MM, M.Pd.
MA’HAD ‘ALY (STAIPI) PERSATUAN ISLAM CIANJUR
-2012-
KATA PENGANTAR
Sesuai dengan tugas yang penulis terima untuk memfasilitasi mahasiswa dalam
perkuliahan Administrasi dan Supervisi Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Agama Islam, Ma’had ‘Aly (Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam) Cianjur,
penulis mencoba membuat ikhtisar mata kuliah dimaksud dari beberapa sumber (buku
teks) dan bahan-bahan lainnya sebagai butir-butir bahan diskusi sehingga memudah-
kan para mahasiswa mengikutinya.
Tentu saja tiada gading yang tak retak, karenanya atas segala kekurangan atau
ketidaksempurnaan ikhtisar ini, penulis menganjurkan kepada para mahasiswa untuk
memperdalam lebih lanjut bahasan tentang administrasi dan supervisI pendidikan
dimaksud dengan membaca buku-buku sumber yang antara lain penulis cantumkan
dalam daftar kepustakaan.
Semoga usaha kecil ini ada manfaatnya.
Cianjur, Medio Juni 2012.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………….. ii
BAB I. PENGERTIAN ADMINISTRASI, MANAJEMEN, DAN ORGANISASI 1 A. PENGERTIAN ADMINISTRASI ……………………………………………………….. 1 B. PENGERTIAN MANAJEMEN …………………………………………………………. 3 C. PENGERTIAN ORGANISASI …………………………………………………………… 8 D. PEMBAGIAN ADMINISTRASI/MANAJEMEN ………………………………… 12
BAB II. PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI, DAN PROSES PENDIDIKAN .…. 14
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN …………………………………………………………… 14 B. TUJUAN PENDIDIKAN ………………………………………………………………….. 18 C. FUNGSI PENDIDIKAN …………………………………………………………………… 23 D. PROSES PENDIDIKAN …………………………………………………………………… 25
BAB III. SEJARAH, PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN FUNGSI AD- MINISTRASI PENDIDIKAN ……………………………………………………….. 32 A. SEJARAH DAN PENGERTIAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN ……………. 32
B. RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PENDIDIKAN …………………………….. 35
C. FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN ……………………………………………. 40
BAB IV. PERENCANAAN PENDIDIKAN …………………………………………………… 41 A. PENGERTIAN PERENCANAAN DAN RENCANA ………………………. 41 B. TUJUAN PERENCANAAN ………………………………………………………. 42 C. PROSES PERENCANAAN ……………………………………………………….. 43 D. JENIS-JENIS PERENCANAAN ………………………………………………….. 45 E. SIKLUS PERENCANAAN PENDIDIKAN …………………………………….. 47
BAB V. PENGORGANISASIAN PENDIDIKAN …………………………………………. 54
A. PENGERTIAN …………………………………………………………………………………. 54 B. STRUKTUR ORGANISASI PENDIDIKAN ……………………………………………. 54 C. ORGANISASI PENDIDIKAN INDONESIA ………………………………………….. 56 D. SEKOLAH SEBAGAI ORGANISASI ……………………………………………………. 64
BAB VI. KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ……………………………………………………… 72 A. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN ………………………………………………………. 72 B. FUNGSI KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ………………………………………….. 73
ii
C. PENDEKATAN DAN STUDI KEPEMIMPINAN ……………………………………. 74 D. PROSES PENGARUH TIMBAL BALIK DALAM KEPEMIMPINAN …………. 82 E. SYARAT-SYARAT KEPEMIMPINAN ………………………………………………….. 84 F. TIPE KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ………………………………………………… 85 G. KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH ………………………………………………… 87
BAB VII. PENGAWASAN PENDIDIKAN ……………………………………………………. 107 A. PENGERTIAN PENGAWASAN …………………………………………………………. 107 B. BENTUK PENGAWASAN …………………………………………………………………. 107 C. SASARAN PENGAWASAN ……………………………………………………………….. 108 D. SIFAT ATAU CIRI-CIRI PENGAWASAN ……………………………………………… 109 E. PROSES DASAR PENGAWASAN ………………………………………………………. 110 F. ALAT-ALAT PENGAWASAN ……………………………………………………………… 111 G. TEKNIK-TEKNIK PENGAWASAN ………………………………………………………. 111 H. PENGAWASAN DI SEKTOR PENDIDIKAN …………………………………………. 112 I. PENGAWASAN SEKOLAH ………………………………………………………………… 114 J. KEGIATAN DAN MEKANISME KERJA PENGAWAS ……………………………. 117 K. PELAKSANAAN PENGAWASAN ……………………………………………………….. 119
BAB VIII. SUPERVISI PENDIDIKAN ……………………………………………………………. 121 A. PENGERTIAN …………………………………………………………………………………… 121 B. DIMENSI-DIMENSI SUPERVISI PENDIDIKAN …………………………………….. 122 C. KOMPETENSI KHUSUS SUPERVISOR ………………………………………………… 128 D. TEKNIK-TEKNIK PEMBINAAN GURU ………………………………………………… 132
BAB IX. EVALUASI PENDIDIKAN …………………………………………………………………… 136
A. PENGERTIAN ………………………………………………………………………….. 136 B. TUJUAN EVALUASI PENDIDIKAN …………………………………………….. 138 C. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN ……………………………………………… 143 D. PRINSIP-PRINSIP DAN TEKNIK EVALUASI ………………………………… 146
BAB X. BIDANG GARAPAN ADMINISTRASI SEKOLAH ………………………………. 161
A. ADMINISTRASI KEPALA SEKOLAH ……………………………………………………. 161 B. ADMINISTRASI SISWA …………………………………………………………………….. 166 C. ADMINISTRASI KURIKULUM ……………………………………………………………. 174 D. ADMINISTRASI KETENAGAAN …………………………………………………………. 189 E. ADMINISTRASI SARANA/PRASARANA …………………………………………….. 195 F. ADMINISTRASI KEUANGAN …………………………………………………………….. 200 G. ADMINISTRASI HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT ……….. 202
DAFTAR KEPUSTAKAAN …………………………………………………………………………………… 204
iii
1
BAB I PENGERTIAN ADMINISTRASI, MANAJEMEN
DAN ORGANISASI
Sebelum mambahas tentang administrasi dan supervisi pendidikan lebih lanjut, kiranya
perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian administrasi, manajemen, dan organisasi. Hal
ini penting mengingat dalam dunia pendidikan ketiganya akan terkait satu sama lain.
A. PENGERTIAN ADMINISTRASI
Berdasarkan etimologis (asal kata), istilah administrasi berasal dari bahasa Latin, yang
terdiri dari ad + ministrare. Kata ad mempunyai arti yang sama dengan to dalam
bahasa Inggris, yang bararti ke tau kepada. Ministrare sama artinya dengan to serve
atau to conduct, yang secara operasional berarti melayani, membantu, mengarahkan,
dan memenuhi. (Hadari Nawawi, 1994:24). To administer berarti pula mengatur,
memelihara, dan mengarahkan. Dalam bahasa asalnya, dari perkataan ini dapat
berbentuk kata benda administratio, dan kata sifat administrativus. Masuk ke dalam
bahasa Inggris menjadi administration dan bahasa Belanda administratie yang dalam
bahasa Indonesia administrasi yang maknanya berbeda. Administrasi yang diadopsi
dari bahasa Inggris administration bermakna luas, sedangkan dari bahasa Belanda
administratie bermakna sempit. Di zaman Romawi terdapat banyak istilah yang ber-
hubungan dengan administrasi, antara lain :
- administer = pembantu, abdi, kaki tangan, penganut;
- administratio = pemberian bantuan, pemeliharaan, perlakuan, pelaksanaan, pimpin-
an, pemerintahan, pengelolaan;
- administro = membantu, mengabdi, memelihara, menguruskan, memimpin, me-
ngemudikan, mengatur;
- administrator = pengurus, pengelola, pemimpin.
Administrasi dalam arti luas antara lain dikemukakan oleh S.P. Siagian (1996:3),
yaitu “keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang dida-
sarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.” Dari batasan tersebut dalam adiministrasi terdapat unsur-unsur :
2
1. Sekelompok manusia (dua orang atau lebih);
2. Tujuan yang hendak dicapai;
3. Tugas yang akan dilaksanakan;
4. Peralatan dan perlengkapan;
yang kesemuanya membentuk suatu seni, yaitu proses yang diketahui hanya
permulaannya, sedang akhirnya tidak ada. Administrasi adalah suatu proses pelaksa-
naan kegiatan-kegiatan tertentu yang dimulai sejak adanya sekelompok orang yang
bersepakat untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan tertentu. Bilamana proses itu
akan berakhir, tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Administrasi sebagai fungsi menunjukkan keseluruhan tindakan dari sekelompok
orang dalam suatu kerjasama sesuai dengan fungsi-fungsi tertentu hingga tercapai
tujuan. Fungsi yang satu berhubungan dengan fungsi yang lain dalam satu rangkaian
tahapan aktivitas. Fungsi-fungsi inilah yang dianggap sebagai basic process of
administration, yang terdiri atas fungsi menentukan apa yang akan dilakukan (planning
atau perencanaan), menggolong-golongkan kegiatan yang akan dilakukan dalam suatu
rangkaian hubungan (organizing atau pengorganisasian), menyusun orang-orang yang
tepat melakukan masing-masing jenis kegiatan (staffing atau penyusunan staf), meng-
gerakkan dan memberi instruksi agar kegiatan berlangsung (actuating/directing atau
pengarahan), dan tindakan mengusahakan agar hasil pelaksanaan relatif sesuai dengan
yang diharapkan (controlling atau pengawasan/pengendalian).
Istilah administrator adalah orang yang menduduki posisi puncak dalam suatu
struktur. Dialah yang merumuskan tujuan dan kebijakan yang berlaku umum dan
menjadi dasar atau pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional. Dalam
praktek, kedudukan administrator dalam administrasi negara adalah presiden,
gubernur, dan bupati/walikota, sesuai dengan hierarki dalam pemerintahan. Sedang-
kan dalam administrasi niaga disebut eksekutif, presiden direktur, general manager,
dsb.
Sementara itu administrasi dalam arti sempit merupakan penyusunan dan
pencatatan data dan informasi secara sistematis dengan maksud untuk menyediakan
3
keterangan serta memudahkan memperolehnya kembali secara keseluruhan dan
dalam hubungannya satu sama lain. (Ulbert Silalahi, 2003:5). Administrasi dalam arti
sempit ini dikenal juga dengan istilah tata usaha (clerical work, office work), yaitu
kegiatan penerimaan/penghimpunan, pencatatan, pengklasifikasian, pengolahan, pe-
nyimpanan, pengetikan, penggandaan, dan pengiriman data/informasi tertulis yang
diperlukan oleh dan untuk organisasi. Kegiatan-kegiatan di atas dalam prakteknya
dapat dirangkum dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Surat-menyurat (Korespondensi), yaitu aktivitas yang berkenaan dengan pengiriman
data/informasi tertulis mulai dari penyusunan, penulisan, sampai dengan
pengiriman, hingga sampai kepada pihak yang dituju.
2. Ekspedisi (Expedition), yaitu aktivitas mencatat setiap data/informasi yang dikirim
atau diterima baik untuk kepentingan intern maupun ekstern organisasi .
3. Pengarsipan (Filing), yaitu proses pengaturan dan penyimpanan data/informasi
secara sistematis sehingga dapat dengan mudah dan cepat ditemukan kembali jika
diperlukan.
B. PENGERTIAN MANAJEMEN
Supaya unsur-unsur administrasi dalam proses mencapai tujuannya berhasil dengan
baik, maka perlu diatur, dikelola, dan dikendalikan dengan seksama. Alat utama untuk
mengatur, mengelola, dan mengendalikan ini dikenal dengan manajemen. Karenanya
menurut S.P. Siagian, manajemen adalah inti daripada administrasi.
Batasan (definisi) manajemen sendiri dikemukakan oleh beberapa ahli, antara
lain :
1. S.P. Siagian (1996:5) : “Manajemen dapat didefisinisikan sebagai kemampuan atau
keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan
melalui kegiatan-kegiatan orang lain.”
2. The Liang Gie dan Sutarto (1980) : “Manajemen adalah kegiatan penataan yang
berupa penggerakkan orang-orang dan pengarahan fasilitas kerja agar tujuan
kerjasama benar-benar tercapai.”
3. Ulbert Silalahi (2003:137) : “Manajemen diartikan sebagai aktivitas pendayagunaan
4
sumber daya manusia dan materil dalam suatu kerjasama organisasional melalui
proses perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, untuk mencapai tujuan
organisasi secara efisien dan efektif.”
4. Malayu Hasibuan (2004:2) : “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.”
Nah, proses manajemen ini akan berjalan dengan baik atau tidak, sangat
bergantung kepada kepemimpinan, karena ia merupakan “motor atau daya penggerak”
daripada semua sumber-sumber dan alat-alat (resources) yang tersedia bagi suatu
organisasi. Karena itu dikatakan bahwa kepemimpinan adalah inti daripada mana-
jemen. Kemudian mengingat unsur manusia serta hubungan-hubungan antar manusia
merupakan faktor yang sangat menentukan sukses tidaknya proses administrasi itu
dijalankan, maka human relations merupakan inti daripada kepemimpinan. Human
relations adalah keseluruhan rangkaian hubungan, baik yang bersifat formal, antara
atasan dengan bawahan, atasan dengan atasan, serta bawahan dengan bawahan yang
lain yang harus dibina dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
teamwork (tim kerja) dan yang bersifat informal berupa suasana kerja yang intim dan
harmonis dalam rangka pencapaian tujuan. (S.P. Siagian, 1996:7).
Istilah manajer (manager) adalah orang atau orang-orang yang melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan oleh administrator. Dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatannya itu manajer memperoleh otoritas dari dan bertanggung jawab kepada
administrator. Di bawah manajer ada supervisor, yaitu orang atau orang-orang yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan operasional dari setiap kegiatan hingga
tercapainya tujuan yang diinginkan. Secara langsung dia bertanggung jawab kepada
manajer. Kemudian ada yang disebut Staf (Staff), yaitu orang atau orang-orang yang
tugasnya membantu memberi pemikiran, saran, dan pendapat kepada dan untuk
dipertimbangkan oleh administrator atau manajer dalam memecahkan berbagai
masalah, mengambil keputusan atau membuat kebijakan, tetapi tidak terlibat langsung
dalam pelaksanaan kerja. Karena itu, biasanya staf merupakan orang-orang ahli
5
(expert) dalam bidang tertentu yang diperlukan. Selanjutnya pekerja atau karyawan
(worker), yaitu orang-orang yang melakukan/melaksanakan pekerjaan secara langsung
sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Itulah sebabnya dalam merekrut
pekerja, harus diperhatikan kompetensinya. Nabi sendiri dalam satu haditsnya
mengatakan bahwa jika sesuatu pekerjaan diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka
tunggu saja saat kehancurannya.
Adapun tipe atau tingkat-tingkat manajemen, manajer dapat dibedakan berda-
sarkan luasnya aktivitas-aktivitas organisasional dan tingkatan dalam organisasi.
Berdasarkan luasnya aktivitas-aktivitas sesuai dengan pertanggungjawabannya, maka
manajer terdiri atas :
1. Manajer Fungsional (Functional Manager), yaitu yang bertanggung jawab untuk
hanya satu aktivitas organisasional, seperti misalnya produksi (production), pema-
saran (marketing), penjualan (sales), atau keuangan (finance).
2. Manajer Umum (General Manager), yaitu yang mengawasi satu unit yang kompleks,
seperti satu perseroan atau divisi pengoperasian yang berdiri sendiri. Dia
bertanggung jawab untuk semua aktivitas dari semua unit, baik produksi,
pemasaran, penjualan, maupun keuangan.
Berdasarkan tingkatan dalam organisasi, maka tingkatan manajemen dapat
dibedakan atas :
1. Top Management (Manajemen Puncak) atau disebut juga administratif manajemen
dan orang yang mendudukinya disebut top manajer yang diidentifikasikan dalam
berbagai titel, misalnya chairman of the board, president, senior vice-president,
chief executive officer. Manajer puncak ini bertanggung jawab untuk keseluruhan
manajemen dan organisasi.
2. Middle Management (Manajemen Tengah) dan orang-orangnya disebut manajer-
manajer tengah yang mungkin terdiri atas satu atau lebih tingkatan dalam
organisasi. Manajer tengah ini diidentifikasikan dengan titel, seperti divisional
manager, regional manager, product manager, sales manager, marketing manager,
personal manager, financial manager. Tanggung jawab manajer tengah ini mengge-
6
rakkan aktivitas dengan mengimplementasikan kebijaksanaan yang telah digariskan
oleh manajer puncak.
3. Lower Management (Manajemen Bawah) atau dinamakan juga operational
management, supervisory management, first level management, lowest managerial
levels, yang bertanggung jawab menggerakkan operasi para pekerja. Manajer
tingkat bawah ini lebih dikenal dengan sebutan supervisor-supervisor, seperti
production supervisor, technical supervisor, di samping titel foreman (mandor),
department manager, dan assistant department manager.
Fungsi-fungsi manajemen dikemukakan oleh beberapa ahli, di antaranya :
1. George R. Terry : POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling).
2. Lindall Urwick : FPOCCC (Forecasting, Planning, Organizing, Coordinating, Comman-
ding, Controlling).
3. Harold Koontz & Cyril O’Donnel : POSDC (Planning, Organizing, Staffing, Direkcting,
Controlling).
4. James A.F. Stoner : POLC (Planning, Organizing, Leading, Controlling).
5. Henri Fayol : POCCC (Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling).
6. John F. Mee : POMC (Planning, Organizing, Motivating, Controlling).
7. S.P. Siagian : POMCE (Planning, Organizing, Motivating, Controlling, Evaluating). Coba kita perhatikan fungsi-fungsi manajemen tersebut di atas, kemudian
bandingkan dengan fungsi-fungsi administrasi seperti yang telah dijelaskan pada
halaman 2, ternyata intinya sama. Karena itu tidak heran jika ada yang menyamakan
administrasi dengan manajemen.
Adapun perbedaan tugas manajer tingkat puncak, menengah, dan bawah dapat
digambarkan sebagai berikut :
7
P O D C
TM = Top Manager
MM = Middle Manager
LM = Lower Manager
Sumber : Malayu Hasibuan (2004:39).
Keterangan :
P = Planning; 0 = Organizing; D = Directing; C = Controlling.
TM, tugas/aktivitasnya lebih banyak pada P dan O daripada fungsi D dan C atau (PO
> DC) karena sifat pekerjaannya yang “pikir” yaitu merencanakan, mengambil kepu-
tusan, membuat kebijakan, dan mengorganisasikan. Jadi, kendati TM kelihatan
santai, sebetulnya dia selalu memikirkan hal-hal besar untuk mencapai tujuan.
MM, tugas/aktivitasnya terhadap P dan O seimbang dengan D dan C, karena kerja
pikir dan fisiknya sama (PO = DC). Karena itu MM harus mempu menjabarkan
keputusan/ kebijakan TM, juga harus bisa mengerjakan dan menjelaskannya kepada
LM. Itulah sebabnya MM disebut manajer dua alam, artinya harus bisa untuk P dan
O sekaligus D dan C.
LM, tugas/aktivitasnya lebih banyak pada D dan C daripada P dan O atau (DC > PO).
Hal ini karena LM merupakan manajer operasional yang langsung memimpin para
pekerja. Keterampilan LM lebih diutamakan kemampuan teknis (spesialisasinya)
daripada kecakapan manajerialnya.
Perbedaan keputusan manajer dapat dibedakan, yaitu : Manajer puncak bersifat
strategik, manajer tengah bersifat taktis, sedangkan manajer bawah bersifat
operasional.
8
Kiranya perlu dijelaskan di sini, banyak kalangan ahli yang berpendapat bahwa
administrasi lebih luas daripada manajemen, atau sebaliknya. Banyak juga yang
berpendapat bahwa administrasi sama dengan manajemen. Bisa jadi hal ini karena
perbedaan sudut pandang dan latar belakang pendidikan mereka. Lain daripada itu
karena memang jika dilihat dari fungsi-fungsinya (lihat halaman 2 dan 5-6) sama saja.
C. PENGERTIAN ORGANISASI Setiap individu akan berhubungan dengan bermacam-macam orang yang begitu
kompleks dan berkaitan dengan kebutuhan, baik secara ekonomis, sosial, rekreasi,
pendidikan, dll. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak mungkin terwujud
tanpa berhubungan dan kerjasama dengan manusia lainnya, maka manusia
membentuk kelompok-kelompok. Alasan utamanya adalah sosial dan material. Dalam
masyarakat modern, kelompok-kelompok ini tidak lain berupa organisasi.
Definisi organisasi adalah “setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih
yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian sesuatu
tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan mana terdapat seorang/beberapa orang
yang disebut atasan dan seorang/sekelompok orang yang disebut bawahan.” (S.P.
Siagian, 1996:7). Sementara menurut Dwigt Waldo (1971), “organisasi adalah struktur
hubungan-hubungan di antara orang-orang berdasarkan wewenang dan bersifat tetap
dalam suatu sistem administrasi.” Dengan demikian, menurut Sutarto (1983) organi-
sasi dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Organisasi sebagai kumpulan orang;
2. Organisasi sebagai proses pembagian kerja;
3. Organisasi sebagai sistem kerjasama, sistem hubungan atau sistem sosial.
Menurut S.P. Siagian (1996:8), organisasi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
1. Sebagai wadah di mana kegiatan-kegiatan administrasi dan manajemen dijalankan.
Dalam hal ini sifatnya “relatif statis”.
2. Sebagai rangkaian hierarki antara orang-orang dalam suatu ikatan formal. Dalam hal
ini organisasi sebagai proses, yaitu interaksi antar orang-orang yang menjadi
anggotanya, dan sifatnya “dinamis”.
9
Penjelasan lebih lanjut dari Ulbert Silalahi (2003:125), beberapa karakteristik
untuk disebut organisasi, yaitu :
1. Kolektivitas sekelompok orang yang bekerjasam, atas dasar
2. proses interaksi hubungan kerja, berdasarkan
3. pembagian kerja, yang ditentukan oleh
4. otoritas yang tersusun secara hierarkis dalam
5. strukturisasi fungsi dan peranan, untuk mencapai tujuan.
Dari uraian tentang pengertian administrasi, manajemen, dan organisasi tersebut
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketiganya merupakan kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Dengan perkataan lain, administrasi merupakan keseluruhan proses
kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu, manajemen merupakan
alat pelaksana utama daripada administrasi, dan organisasi merupakan wadah
sekaligus proses interaksi orang-orang yang ada di dalamnya untuk mencapai tujuan
bersama tadi. Dari penjelasan tadi kiranya dapat dibuat suatu rumus bahwa admi-
nistrasi sama dengan manajemen plus organisasi.
ADMINISTRASI = MANAJEMEN + ORGANISASI
Supaya organisasi dapat dijalankan dengan baik dalam arti efektif dan efisien
dalam mencapai tujuannya, maka perlu diperhatikan asas-asas atau prinsip-prinsip
organisasi sebagai arah pikiran dan tindakan, karena :
1. Asas/prinsip organisasi merupakan pangkal tolak pikiran untuk memahami suatu
tata hubungan atau kasus.
2. Asas/prinsip organisasi merupakan suatu cara atau sarana untuk menciptakan suatu
tata hubungan sesuai dengan kondisi yang dikehendaki.
Dengan demikian asas-asas/prinsip-prinsip organisasi menjadi pedoman bagi
pemimpin organisasi (administrator/manajer) dalam menjalankan tugas-tugas manaje-
rial umumnya, dan tugas pengorganisasian khususnya. Menurut Sutarto (2006:61-196)
beberapa asas/prinsip organisasi dimaksud adalah :
1. Perumusan tujuan yang jelas.
10
2. Departemenisasi.
3. Pembagian kerja.
4. Koordinasi.
5. Pelimpahan wewenang.
6. Rentangan control.
7. Jenjang organisasi.
8. Kesatuan perintah.
9. Fleksibilitas.
10. Berkelangsungan.
11. Keseimbangan. Adapun tipe atau bentuk-bentuk organisasi jika didasarkan pada hubungan
otoritas, maka dapat dikategorikan ada lima macam (Ulbert Silalahi, 2003:132-133),
yaitu :
1. Organisasi Lini (Garis), di mana otoritas mengalir dari puncak organisasi dilimpah-
kan kepada unit-unit di bawahnya dalam semua sektor pekerjaan. Pertanggung-
jawabannya pun mengalir dari bawah hingga ke tingkat yang paling atas secara
bertahap berdasarkan hierarkis.
PIMPINAN
PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA
2. Organisasi Lini dan Staf, di mana di samping otoritas berasal dari pimpinan puncak
dan dilimpahkan kepada unit-unit di bawah secara hierarkis dalam semua unit kerja,
juga ada satuan unit organisasi yang membantu pimpinan dalam bidang tertentu
tanpa ia ikut serta dalam otoritas lini.
11
PIMPINAN
PEMBANTU PIMPINAN
PIMPINAN PIMPINAN PIMPINAN PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA
3. Organisasi Fungsional, di mana otoritas pimpinan puncak didelegasikan kepada
unit-unit organisasi hingga ke paling bawah dalam bidang pekerjaan tertentu dan
masing-masing pimpinan unit mempunyai otoritas secara fungsional untuk meme-
rintah semua pelaksana dari semua unit sepanjang berhubungan dengan
pekerjaannya.
PIMPINAN
MANAJER MANAJER MANAJER MANAJER
Tenaga Fungsional (Profesional) :
- Perencana, - Peneliti, - Statistisi, dll.
4. Organisasi Lini Fungsional, memperlihatkan ciri organisasi lini dan organisasi
fungsional.
12
5. Organisasi Lini Staf Fungsional, memperlihatkan ciri-ciri organisasi lini dan staf serta
organisasi fungsional.
D. PEMBAGIAN ADMINISTRASI/MANAJEMEN Ditinjau dari perkembangannya, menurut S.P. Siagian (1996:8), administrasi dapat
dibagi atas dua bagian besar, yaitu Administrasi Negara (Public Administration), dan
Administrasi Privat (Privat Administration). Khusus administrasi privat, karena sebagian
besar kegiatannya dilakukan oleh sektor keniagaan, maka yang lebih sering disebut
Administrasi Niaga (Business Administration). Administrasi negara adalah keseluruhan
kegiatan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah dari suatru negara dalam usaha
mencapai tujuan negara. Sedangkan administrasi niaga adalah keseluruhan kegiatan
mulai dari produksi barang dan/atau jasa sampai tibanya barang dan/atau jasa
tersebut di tangan konsumen.
Pembagian administrasi/manajemen masih dapat dibedakan jika dilihat dari
berbagai cara pengelolaan kegiatan kerjasama. Administrasi yang terdapat di semua
aktivitas kerjasama organisasional dapat dibedakan atas : Administrasi/manajemen
kepegawaian (personel), administrasi/manajemen perkantoran, dan administrasi/
manajemen keuangan. Khusus dalam kegiatan niaga, selain administrasi/manajemen
tersebut di atas, ditemukan juga administrasi/manajemen : Produksi, pemasaran,
penjualan, pembelian, transportasi dan pengangkutan, perbekalan dan pergudangan.
Di samping pembagian tersebut di atas, dewasa ini pun telah mulai dikembangkan
studi administrasi khusus dalam dimensi-dimensi institusional dan fungsional, di
antaranya :
1. Administrasi Pembangunan.
2. Administrasi Pendidikan.
3. Administrasi Perhotelan.
4. Administrasi Rumah Sakit,
5. Administrasi Militer, dll.
13
Demikianlah karena dinamika kegiatan kerjasama yang dilaksanakan secara
terencana dan sistematis berlangsung dalam suatu organisasi, maka dapat dikemuka-
kan bahwa kegiatan administrasi/manajemen berlangsung pula dalam organisasi
negara, organisasi pemerintahan (nasional, lokal/daerah), organisasi perusahaan,
organisasi sosial, organisasi militer, organisasi regional, organisasi internasional, dan
organisasi-organisasi lainnya. Berbagai hal juga perlu manajemen, dalam arti dikelola
dengan baik, sehingga muncul manajemen konflik, manajemen kolbu, dll.
14
BAB II PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI, DAN PROSES
PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Sifat dan sasaran pendidikan adalah manusia yang mengandung banyak aspek dan
sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada batasan yang
dianggap memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Itulah
sebabnya definisi yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya satu
sama lain berbeda. Bisa jadi perbedaan itu terletak pada orientasinya, konsep dasar-
nya, falsafah yang melandasinya, dan fungsi atau aspek penekanannya.
Beberapa definisi pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya dapat
dikemukakan di bawah ini.
1. Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya.
Dalam hal ini pendidikan didefinisikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, tatkala seorang bayi dilahirkan di
lingkungan masyarakat tertentu, di dalamnya sudah ada nilai-nilai kebudayaan
seperti kebiasaan-kebiasaan, perintah, anjuran, ajakan, dan larangan-larangan
tertentu yang dikehendaki masyarakat. Demikian juga mengenai banyak hal seperti
agama, bahasa, makanan, pekerjaan, perkawinan, cara menerima tamu, bercocok
tanam dsb. Nilai-nilai budaya ini mengalami transformasi dari generasi tua ke
generasi muda. Bentuk transformasi ini ada tiga macam, yaitu, nilai-nilai yang
dianggap masih cocok diteruskan seperti kejujuran, rasa tanggung jawab, kepeduli-
an, kesabaran, disiplin, dll., yang kurang cocok diperbaiki, seperti tata cara pesta
perkawinan/ulang tahun, dan yang tidak cocok diganti, seperti pendidikan sex yang
dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan sex melalui pendidikan formal.
2. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi.
Dalam hal ini pendidikan didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang sistematik dan
sistemik terarah pada terbentuknya kepribadian peserta didik. Sistematik karena
15
berlangsung melalui tahap-tahap yang berkesinambungan, dan sistemik karena
berlangsung dalam semua situasi dan kondisi di semua lingkungan yang saling
mengisi (rumah, sekolah, dan masyarakat). Proses pembentukan pribadi meliputi
dua sasaran, yaitu bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah
dewasa, dan bagi yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Pembentukan pribadi atas
usaha sendiri ini disebut zelf vorming.
Seorang bayi kepribadiannya belum terbentuk, maka dalam proses
pembentukan kepribadian ini diperlukan bimbingan, latihan-latihan, dan peng-
alaman melalui pergaulan dalam lingkungannya, khususnya lingkungan pendidikan.
Bagi yang sudah dewasa, pengembangan diri agar meningkat dan lebih berkualitas
dipicu oleh tantangan hidup yang selalu berubah. Pembentukan pribadi ini
mencakup pembentukan cipta, rasa, dan karsa (kognitif, afektif, psikomotor) yang
sejalan dengan perkembangan fisik. Inilah yang disebut long life educations (pendi-
dikan sepanjang hayat).
3. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga.
Dalam hal ini pendidikan didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk
membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Tentu saja istilah
warga negara yang baik itu relatif, bergantung kepada falsafah negara dan tujuan
nasional masing-masing yang berbeda. Bagi Indonesia, tentu saja yang sesuai
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jabaran selanjutnya terdapat
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
beserta aturan-aturan pelaksanaannya.
4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja.
Dalam hal ini pendidikan didefinisikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik
sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar ini berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja. Hal ini sangat penting
karena bekerja adalah kebutuhan pokok manusia untuk mencari nafkah sehingga
menjadi penopang kehidupan diri dan keluarganya, tidak bergantung kepada dan
menggangu orang lain.
16
Redja Mudyahardjo (2001:3-12) mengemukakan tiga definisi tentang pendidikan,
yaitu definisi maha luas, definisi sempit, dan definisi alternatif atau luas terbatas.
1. Definisi maha luas : Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala peng-
alaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.
Karakterisik khususnya, masa pendidikan berlangsung seumur hidup dalam setiap
saat selama ada pengaruh lingkungan. Lingkungan pendidikannya adalah segala
lingkungan hidup baik yang khusus diciptakan untuk kepentingan pendidikan
maupun yang ada dengan sendirinya. Bentuk kegiatannya terentang dari bentuk-
bentuk yang misterius atau tak disengaja sampai dengan yang terprogram, dan
berlangsung dalam aneka ragam bentuk, pola, dan lembaga. Tujuannya terkandung
dalam setiap pengalaman belajar, tidak ditentukan dari luar, yaitu pertumbuhan,
tidak terbatas. Dengan demikian tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup.
2. Definisi sempit : Pendidikan adalah sekolah, yaitu pengajaran yang diselenggarakan
di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh
yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya
agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Karakteristik khususnya, masa
pendidikan berlangsung dalam waktu terbatas, yaitu masa kanak-kanak dan remaja.
Lingkungan pendidikannya diciptakan khusus untuk penyelenggaraan pendidikan,
dan secara teknis berlangsung di kelas. Bentuk dan isi kegiatannya tersusun secara
terprogram dalam bentuk kurikulum. Kegiatan ini lebih berorientasi pada kegiatan
guru sehingga guru mempunyai peranan yang sentral dan menentukan. Tujuan
pendidikannya ditentukan dari luar dan terbatas pada pengembangan kemampuan-
kemampuan tertentu untuk mempersiapkan hidup.
3. Definisi alternatif atau luas terbatas : Pendidikan adalah usaha sadar yang dilaku-
kan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau pelatihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah
sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan
17
peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk
pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah yang
berlangsung seumur hidup dan bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-
kemampuan individu, agar di kemudian hari dapat memainkan peranan hidup
secara tepat. Karakteristik khususnya, masa pendidikan berlangsung seumur hidup,
yang kegiatan-kegiatannya tidak berlangsung sembarang, tetapi pada saat-saat
tertentu. Lingkungan pendidikannya dalam sebagian lingkungan dari hidup, tidak
berlangsung dalam lingkungan hidup yang tergelar dengan sendirinya. Pendidikan
hanya berlangsung dalam lingkungan hidup kultural. Kegiatannya dapat berbentuk
pendidikan formal, nonformal, dan informal, dan dapat berupa bimbingan,
pengajaran, dan/atau pelatihan.
Sementara itu definisi pendidikan dan pendidikan nasional menurut Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah :
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Berkaitan dengan sistem pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia, sekaligus
saja di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian (Pasal 1 UU No. 20/2003) :
1. Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan nasional.
2. Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.
18
3. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
4. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggara-
kan pendidikan.
5. Jalur Pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
6. Jenjang Pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan.
7. Jenis Pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan.
8. Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
9. Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
10. Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
11. Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
12. Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
B. TUJUAN PENDIDIKAN
Paulo Freire (1984) dalam Made Pidarta (1997:17-18) mengemukakan pandangan
tentang tujuan pendidikan, bahwa pendidikan hendaklah membuat manusia manjadi
transitif, yaitu suatu kemampuan menangkap dan menanggapi masalah-masalah
19
lingkungan serta kemampuan berdialog tidak hanya dengan sesama, tetapi juga
dengan dunia beserta segenap isinya. Dalam pada itu Alvin Toffler (1987) menyoroti
tujuan pendidikan dikaitkan dengan kemajuan teknologi di masa depan. Teknologi
masa depan akan menangani arus materi fisik, sementara itu manusia akan menangani
arus informasi dan wawasan. Karenanya kegiatan manusia akan semakin terarah
kepada tugas intelektual sebagai pemikir dan kreatif, bukan hanya melayani mesin-
mesin. Sementara itu Samuel Smith (1986) membuat kesimpulan dari pandangan para
ahli tentang tujuan pendidikan mutakhir. Kesimpulannya cukup beragam, mulai dari
usaha memberikan pengalaman hidup bagi para peserta didik dan warga belajar,
kegiatan ilmiah, pelayanan terhadap pengembangan kemampuan dan minat, metode
belajar yang baik, kebebasan individu, cinta kasih terhadap sesama, sampai dengan
pentingnya hubungan antara guru dengan peserta didik dan warga belajar.
Tujuan pendidikan memuat nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah
untuk kehidupan. Oleh karenanya tujuan pendidikan memiliki dua fungsi, yaitu
pertama, memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan, dan kedua, merupakan
sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Sebagai salah satu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi
penting di antara komponen-komponen pendidikan lainnya. Justru segenap kompo-
nen dari seluruh kegiatan pendidikan itu dilakukan semata-mata terarah pada dan
ditujukan untuk pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Demikianlah, maka kegiatan-
kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan pendidikan dimaksud, dianggap menyim-
pang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah jangan sampai terjadi.
Dengan demikian jelas terlihat bahwa tujuan pendidikan bersifat normatif, yaitu
mengandung kaidah yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat
perkembangan peserta didik, serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai
kehidupan yang baik.
Demikian pentingnya tujuan dan fungsi pendidikan, maka menjadi keharusan
bagi kalangan pendidikan untuk memahaminya. Kekurangfahaman terhadap tujuan
dan fungsi pendidikan menurut Langeveld (1955), akan berakibat kesalahan/kekeliruan
20
dalam melaksanakan proses pendidikan. Tujuan pendidikan pun bersifat abstrak
karena memuat nilai-nilai yang juga sifatnya abstrak. Tujuan yang demikian, sifatnya
umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sangat sulit pelaksanaannya di
dalam praktek. Padahal pendidikan harus berupa tindakan nyata yang ditujukan pada
peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, waktu tertentu, dan
menggunakan alat tertentu. Jadi, dalam pelaksanaannya harus dibuat jelas secara
eksplisit, konkrit, dalam lingkup kandungan terbatas. Di sinilah perlunya memerinci
tujuan umum sehingga menjadi tujuan yang bersifat khusus dan terbatas, agar mudah
dilaksanakan dalam praktek. Itulah sebabnya tujuan pendidikan diurai menjadi tujuan
umum dan tujuan khusus. Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo (2003:38) memberikan
contoh perbandingan tiga macam tujuan pendidikan.
1. Membimbing peserta didik agar menjadi manusia berjiwa Pancasila. (Sangat abstrak,
umum, luas, dan sulit direalisasikan).
2. Menumbuhkan jiwa demokratis pada diri peserta didik. (Masih bersifat umum,
belum mudah untuk direalisasikan).
3. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pendapat.
(Lingkupnya terbatas dan mudah dilaksanakan).
Selanjutnya menurut Umar Tirtarahardja, beberapa hal yang menyebabkan
perlunya tujuan khusus dalam pendidikan antara lain :
1. Pengkhususan tujuan memungkinkan dilaksanakannya tujuan umum melalui proses
pendidikan.
2. Adanya kekhususan dari peserta didik, yaitu yang berkenaan dengan jenis kelamin,
pembawaan dan minat, kemampuan orang tua/wali, lingkungan masyarakat.
3. Kepribadian yang menjadi sasaran untuk dan dikembangkan bersifat kompleks
sehingga perlu dirinci dan dikhususkan, aspek apa yang dikembangkan.
4. Adanya tahap-tahap perkembangan pendidikan. Dalam hal ini jika proses dari satu
tahap pendidikan tercapai, maka disebut tujuan sementara telah tercapai, dan
disambung untuk tahap pendidikan berikutnya. Contohnya : Tujuan SD, tujuan SMP,
tujuan SMA, dst.
5. Adanya kekhususan masing-masing lembaga penyelenggara pendidikan seperti pen-
21
didikan kesehatan, pertanian, olah raga, dsb. atau pun jalur pendidikan seperti jalur
pendidikan sekolah dan luar sekolah.
6. Adanya tuntutan persyaratan pekerjaan di lapangan yang harus dipenuhi oleh
peserta didik sebagai pilihannya.
7. Diperlukan teknik tertentu yang menunjang pencapaian tujuan lebih lanjut,
misalnya membaca dan menulis dalam waktu yang relatif pendek. Tujuan khusus
yang berhubungan dengan ini bersifat teknis yang berfungsi sebagai tujuan antara.
Karena sifatnya teknis (tidak ideologis), maka bisa berlaku dalam pendidikan yang
berbeda ideologinya.
8. Adanya kondisi situasional, yaitu peristiwa-peristiwa yang secara kebetulan muncul
tanpa direncanakan. Dalam hal ini jika dipandang perlu, pendidik dapat bertindak
dengan maksud/tujuan tertentu. Contohnya, ada murid yang berprestasi, guru lalu
memberi pujian dengan maksud murid terdorong untuk belajar lebih giat
(reinforcement).
9. Kemampuan yang ada pada pendidik sendiri.
Dalam praktek, terutama pada sistem persekolahan, di dalam rentang antara
tujuan umum dengan tujuan khusus, terdapat sejumlah tujuan antara. Tujuan antara
ini berfungsi untuk menjembatani pencapaian tujuan umum dari selumlah tujuan
khusus. Umumnya ada empat jenjang tujuan yang di dalamnya terdapat tujuan antara,
yaitu : Tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
1. Tujuan Umum Pendidikan Nasional Indonesia ialah manusia Pancasila.
2. Tujuan Instansional adalah tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan
tertentu untuk mencapainya. Contohnya, tujuan pendidikan SD berbeda dengan
tujuan tingkat menengah, dsb. tujuan pendidikan kesehatan tidak sama dengan
tujuan pendidikan pertanian, teknik, dsb. Jika semua lembaga pendidikan dapat
mencapai tujuannya, berarti tujuan nasional tercapai, yaitu terwujudnya manusia
Pancasilais yang memiliki bekal khusus sesuai dengan misi lembaga pendidikan di
mana seseorang menggembleng diri.
3. Tujuan Kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran/perkuliahan.
Contohnya, tujuan IPA, IPS, bahasa, matematika, dsb. Setiap lembaga pendidikan
22
dalam rangka mencapai tujuan instansionalnya menggunakan kurikulum. Nah,
tujuan kurikulum ini disebut tujuan kurikuler.
4. Tujuan Instruksional, yaitu tujuan pokok bahasan dan subpokok bahasan dalam
materi kurikulum bidang studi. Tujuan instruksional ini adalah penguasaan materi
pokok bahasan/subpokok bahasan, yang disebut Tujuan Instruksional Umum (TIU)
atau sekarang disebut Tujuan Pembelajaran Umum (TPU), dan Tujuan Instruksional
Khusus (TIK) atau Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). TIK/TPK merupakan tujuan
yang terletak pada jenjang terbawah dan paling terbatas ruang lingkupnya, serta
bersifat operasional dan terkerjakan (workable).
Macam-macam tujuan pendidikan tersebut di atas dapat digambarkan sebagai
berikut :
Tujuan Pend. Nas. Umum, Luas, Abstrak
T. Inst.
T. Kur.
TIU
Khusus,
TIK Terbatas, Konkrit, Workable.
Sumber : Umar T. dan S.L. La Sulo (2005:40).
Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma-
norma dalam konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan dan relegi, filsafat,
23
ideologi, dsb. Karena itu dalam menentukan tujuan pendidikan, menurut Hummel
(1977) dalam Uyoh Sadulloh (2003:58-59), terdapat tiga nilai yang harus diperhatikan,
yaitu :
1. Otonomi (autonomy), yaitu memberi kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan
secara maksimum kepada individu maupun kelompok untuk dapat hidup mandiri
dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik.
2. Keadilan (equity), yaitu bahwa tujuan pendidikan harus memberi kesempatan
kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan
berbudaya dan kehidupan ekonomi, dengan memberi pendidikan dasar yang sama.
3. Perjuangan bertahan hidup (survival), yang berarti dengan pendidikan akan
menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Sementara itu tujuan pendidikan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah “untuk berkembangnya potensi pe-
serta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
C. FUNGSI PENDIDIKAN Fungsi pendidikan dalam arti sempit (mikro), menurut Fuad Ihsan (1996:11) adalah
membantu (secara sadar) perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Sedangkan
secara luas (makro) adalah sebagai alat :
1. Pengembangan pribadi.
2. Pengembangan warga negara.
3. Pengembangan kebudayaan.
4. Pengembangan bangsa. Sementara itu fungsi dasar pendidikan menurut Oteng Sutisna (1989:52-53)
adalah :
1. Pengembangan individu (aspek-aspek hidup pribadi) : Etis, estetis, emosional, fisis.
2. Pengembangan cara berpikir dan teknik memeriksa : Kecerdasan yang terlatih.
24
3. Penyebaran warisan budaya : Nilai-nilai sivik dan moral bangsa.
4. Pemenuhan kebutuhan sosial yang vital, yang menyumbang kepada kesejahteraan
ekonomi, sosial, dan politik (lapangan teknik).
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan berfungsi “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa.”
Lebih luas lagi bahwa fungsi pendidikan secara nasional adalah untuk meme-
rangi segala kekurangan, keterbelakangan, kebodohan, dan memantapkan ketahanan
nasional serta meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan berdasarkan kebudayaan
bangsa dan kebhinnekatunggalikaan. (Soebagio Atmodiwirio, 2000:30).
Mengenai fungsi sistem pendidikan nasional, H.A.R. Tilaar, (1992) dalam Soe-
bagio, (2000:30-31), membaginya dalam dua bagian, yaitu :
1. Fungsi umum, meliputi :
a. Kategori politik, yang menekankan pada pertumbuhan nasionalisme yang sehat
pada setiap sikap dan cara berpikir anak Indonesia;
b. Kategori kebudayaan, yang menekankan pembudayaan nilai-nilai nasional
termasuk inti kebudayaan daerah.
2. Fungsi khusus, meliputi dua dimensi :
a. Dimensi teknis, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan anak luar biasa, anak
cerdas, pendidikan keluarga, hak-hak peserta didik (bakat dan minat), anak cacat,
dan pentingnya bahasa daerah bagi pembentukan intelektual dan kepribadian
peserta didik;
b. Dimensi pembangunan, yaitu kaitan pendidikan dengan lingkungan sosial,
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, biaya ditanggung bersama
antara pemerintah dan masyarakat, hari libur sesuai dengan kondisi sosial-
budaya, fungsi bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi dan memperkaya
25
bahasa nasional, peran masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan
pendidikan.
Karenanya, dengan mengacu kepada kategorisasi Jeane Bellatien (Soebagio,
2000:31), fungsi sisdiknas dapat dikategorikan dalam :
1. Fungsi sosial, memerangi segala keterbelakangan dan kebodohan.
2. Fungsi pembaharuan dan inovasi, meningkatkan kehidupan dan martabat manusia.
3. Fungsi pengembangan sosial dan pribadi, meningkatkan ketahanan nasional serta
rasa persatuan dan kesatuan berdasarkan kebudayaan bangsa.
4. Fungsi seleksi, mengembangkan kemampuan (kompetensi) manusia Indonesia. Dalam pada itu tujuan dan fungsi pendidikan dalam masyarakat di semua negara
sifatnya hampir universal (umum), tetapi cara mencapainya sangat beragam, bahkan di
antara kelompok atau kelas sosial dalam masyarakat sendiri bisa berbeda. Hal ini
dipengaruhi juga oleh tingkat industrialisasi, demikian juga sistem politik yang ada di
negara bersangkutan.
D. PROSES PENDIDIKAN
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan
oleh pendidik yang terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Proses pendidikan
ini sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses
pendidikan meliputi dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya.
Dua segi kualitas proses ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, atau dengan kata
lain saling bergantungan membentuk sistem. Dengan demikian, kendati komponen-
komponennya seperti prasarana dan sarana serta biayanya cukup baik, tetapi jika tidak
ditunjang dengan pengelolaan yang handal, maka capaian tujuan tidak akan optimal.
Sebaliknya, jika pengelolaanya cukup baik tetapi dalam kondisi serba kekurangan, hasil
capaian juga tidak akan optimal.
Pengelolaan proses pendidikan ini meliputi ruang lingkup makro, meso, dan
mikro. Lingkup makro adalah berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya
dituangkan dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan atau
26
Keputusan Menteri Pendidikan, Keputusan atau Edaran Direktorat Jenderal di
lingkungan Kementerian Pendidikan, serta dokumen-dokumen pemerintah di sektor
pendidikan tingkat nasional. Lingkup meso merupakan implikasi kebijakan-kebijakan
nasional ke dalam kebijakan operasional dalam ruang lingkup wilayah di bawah
tanggung jawab Gubernur dan Bupati/Walikota cq. Dinas Pendidikan Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Sedangkan lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan
pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan sekolah, kelas, sanggar-sanggar belajar,
dan satuan-satuan pendidikan lainnya dalam masyarakat.
Dalam ruang lingkup mikro, kepala sekolah, guru, tutor, dan tenaga-tenaga
kependidikan lainnya memegang peranan penting di dalam pengelolaan pendidikan
untuk menciptakan kualitas proses dan capaian hasil pendidikan. Contohnya, seorang
guru wajib menguasai pengelolaan kegiatan belajar-mengajar, termasuk di dalamnya
pengelolaan siswa dan kelas.
Tujuan utama dari pengelolaan proses pendidikan adalah terjadinya proses
belajar dan pengalaman belajar peserta didik yang optimal. Berkembangnya tingkah
laku peserta didik sebagai tujuan belajar, justru hanya dimungkinkan karena adanya
proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal itu. Dalam hal ini pemanfaatan/
pendayagunaan teknologi pendidikan sangat memegang peranan penting. Itulah
sebabnya pengelolaan proses pendidikan mesti memperhitungkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek). Setiap tenaga kependidikan (kepala sekolah, guru,
tutor, dsb.) menjadi wajib mengikuti dengan seksama inovasi-inovasi pendidikan
terutama yang didiseminasikan secara meluas oleh pemerintah seperti belajar tuntas
(mastery learning), pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), keterampilan proses,
muatan lokal, dan kurikulum, dll. agar dapat mengambil manfaatnya.
Selanjutnya berkaitan dengan proses pendidikan, terdapat konsep pendidikan
sepanjang hayat (PSH) atau pendidikan sepanjang raga, atau juga pendidikan seumur
hidup (long life education). Sebenarnya hal ini bukan hal baru, sebab 14 abad yang lalu,
Nabi Besar Muhammad Saw. telah mencanangkan dengan haditsnya “tuntutlah ilmu
sejak dalam buaian hingga ke liang lahat.” (utlubul ilma minal mahdi ilallahdi). Itu
27
artinya, pendidikan harus dimulai sejak anak baru dilahirkan hingga ia mati kelak.
Konsep ini bermakna pula bahwa tujuan pendidikan untuk membuat persiapan yang
berguna di akhirat nanti setelah usai kehidupan di alam fana. Dunia ini adalah buku
yang paling besar dan lengkap yang tidak akan habis dikaji untuk difahami dan diambil
manfaatnya sepanjang hayat. Itulah pula kiranya wahyu pertama yang diterima Nabi
untuk membaca/iqro (= belajar). Belajar di sini sangat luas cakupannya, yaitu
mempelajari ayat-ayat Alloh berupa Al-Qur’an, dan kauniah berupa alam semesta
(jagat raya) dengan segala isi dan permasalahannya.
Yang harus dicatat, bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan
saja, sehingga PSH merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup melalui
berbagai cara sehingga menembus batas-batas kelembagaan, pengelolaan, dan
program yang telah berabad-abad mendesakkan diri pada sistem pendidikan. Cropley
(1967) mendefinisikan pendidikan sepanjang hayat sebagai “tujuan atau ide formal
untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorgani-
sasiannya dan penstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari
manusia yang paling muda sampai paling tua.” Jadi, PSH bukan suatu sistem
pendidikan yang berstruktur, melainkan suatu prinsip yang menjadi dasar yang
menjiwai seluruh organisasi sistem pendidikan yang ada. John Dewey, seorang ahli
filsafat dan pendidikan dari Amerika Serikat (1859-1952), menaruh keyakinan bahwa
yang pokok dalam pendidikan adalah kegiatan anak itu sendiri. Kegiatan itu
merupakan manifestasi dari kehidupan. Tidak ada kehidupan tanpa kegiatan!
Ciri-ciri PSH dapat dikemukakan sebagai berikut (Umar T., 2005:48-49) :
1. Menghilangkan tembok pemisah antara sekolah dengan lingkungan kehidupan
nyata di luar sekolah.
2. Menempatkan kegiatan belajar sebagai bagian terpadu dari proses hidup yang
berkesinambungan, sedangkan “bersekolah” hanya merupakan sebagian kecil dari
keseluruhan proses belajar yang dialami seseorang semasa hidupnya.
3. Lebih mengutamakan pembekalan sikap dan metode daripada isi pendidikan. Jadi,
bukan masalah apa yang harus dipecahkan, melainkan bekal dasar apa, dan cara pe-
28
mecahan yang bagaimana yang harus disiapkan.
4. Menempatkan peserta didik sebagai individu yang menjadi pelaku utama di dalam
proses pendidikan, yang mengarah pada pendidikan diri sendiri (self education),
autodidak yang aktif kreatif, tekun, bebas dan bertanggung jawab, tabah, tahan
bantingan, dan yang sejalan dengan penciptaan masyarakat gemar belajar
(learning).
Di samping ciri-ciri tersebut di atas, PSH perlu digalakkan, karena :
1. Pada hakikatnya belajar berlangsung sepanjang hidup.
2. Sekolah tradisional tidak dapat memberikan bekal kerja yang coraknya semakin
tidak menentu dan cepat berubah.
3. Pendidikan masa balita (di bawah lima tahun) punya peranan penting sebagai
fondasi pembentukan kepribadian dan bagi aktualisasi diri. Sekolah tidak dapat
mengisi pendidikan di masa balita ini. Catatan : Sekarang ada PAUD (Pendidikan
Usia Dini) yang pesertanya boleh di bawah umur lima tahun.
4. Sekolah tradisional mengganggu pemerataan keadilan untuk memperoleh kesem-
patan berpendidikan.
5. Biaya penyelenggaraan sekolah tradisional sangat mahal. Pengelolaan termasuk di dalamnya penyelenggaraan. Berkaitan dengan penye-
lenggaraan pendidikan, prinsipnya menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
adalah :
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan,
dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
29
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis,
dan berhitung (calistung) bagi segenap warga masyarakat.
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yang meliputi unsur-unsur pendidikan,
yaitu :
1. Subyek yang dibimbing (peserta didik).
2. Orang yang membimbing (pendidik).
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
7. Tempat di mana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Berkaitan dengan peserta didik dan pendidik, di bawah ini dijelaskan sebagai
berikut :
1. Peserta Didik :
Peserta didik berstatus sebagai subyek didik, dan tanpa memandang usia. Sebagai
subyek, dia adalah pribadi yang mempunyai ciri khas dan otonom yang ingin diakui
eksistensinya (keberadaannya). Dia ingin mengembangkan diri secara terus-
menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang
hidupnya. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan, yaitu
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan adalah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran dan pelatihan,
serta masyarakat/organisasi. Ciri khas peserta didik yang perlu difahami oleh
pendidik adalah :
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan
insan yang unik.
b. Individu yang sedang berkembang.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
30
2. Pendidik :
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan
dengan sasaran peserta didik. Hal yang perlu mendapat perhatian dari pendidik
adalah soal kewibawaan. Kewibawaan adalah suatu pancaran batin atau kekuasaan
batin mendidik, bukan penggunaan kekuasaan lahir yang semata-mata didasarkan
pada unsur wewenang jabatan. Kewibawaan akan menimbulkan pada pihak lain
(peserta didik) sikap mengakui, menerima, dan menuruti dengan penuh pengertian
atas kekuasaan tersebut.
Kewibawaan mendidik ini hanya dimiliki oleh mereka yang sudah “dewasa”.
Sengaja kata dewasa memakai tanda trema karena bukan hanya dilihat dari aspek
usia. Dewasa di sini maksudnya rohani yang ditopang oleh jasmani. Kedewasaan
rohani tercapai jika individu telah memiliki cita-cita dan pandangan hidup yang
tetap. Cita-cita dan pandangan hidup ini terjalin di dalam dirinya untuk selanjutnya
diwujudkan dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Kedewasaan jasmani
tercapai jika individu mencapai puncak perkembangan fisik yang optimal, atau telah
mencapai proporsi yang sudah mantap.
Sebagai pendidik, realisasi cita-cita dan pandangan hidupnya itu secara nyata
berlangsung melalui aktivitas statusnya sebagai orang tua maupun pendidik. Jadi,
dia adalah orang yang mampu mempertanggungjawabkan segenap aktivitas yang
bertalian dengan statusnya. Bertanggung jawab, maksudnya mampu untuk menya-
tukan diri dengan norma-norma hidup serta mendukungnya. Pendidik mempunyai
tugas untuk mentransformasikan norma-norma itu kepada peserta didik. Pendidik
akan memiliki kewibawaan di mata peserta didik jika yang dibutuhkan peserta didik,
antara lain perlindungan, bantuan, bimbingan, dan rasa kasih sayang yang ikhlas,
terpenuhi.
Kewibawaan pendidik itu harus dibina dan dirawat karena bisa saja memudar.
Menurut Langeveld (1955:42-44), pembinaan kewibawaan itu meliputi kepercayaan,
kasih sayang, dan kemampuan. Kepercayaan di sini maksudnya pendidik harus
percaya dirinya bisa mendidik dan harus percaya pula bahwa peserta didik dapat
31
dididik. Sedangkan kasih sayang mengandung dua makna, yaitu penyerahan diri
kepada yang disayangi, dan pengendalian terhadap yang disayangi. Dengan
penyerahan diri, maka akan timbul kesediaan berkorban yang bentuk konkritnya
berupa “pengabdian” dalam bekerja. Dan dengan pengendalian terhadap yang
disayangi, maka peserta didik tidak akan berbuat yang merugikan dirinya. Sementa-
ra kemampuan mendidik dapat dikembangkan melalui berbagai cara, antara lain
pengkajian terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan
dengan kependidikan, mengikuti pelatihan, sarasehan atau seminar pendidikan,
mengambil manfaat dari pengalaman kerja, dll.
32
BAB III SEJARAH, PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN FUNGSI
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
A. SEJARAH DAN PENGERTIAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN 1. Sejarah Administrasi Pendidikan.
Studi administrasi pendidikan di dunia mulai berkembang pada pertengahan
pertama abad ke-20, terutama sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua. Di Indonesia
sendiri administrasi pendidikan baru diperkenalkan melalui FKIP (Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan) pada beberapa Universitas yang kemudian berdiri sendiri
menjadi IKIP sejak tahun 1960-an. Sekarang ini, kecuali Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI), yang sebelumnya IKIP Bandung, yang tetap mempertahankan nama
salah satu program studinya, yaitu administrasi pendidikan, hampir seluruh bekas
IKIP yang telah berubah menjadi Universitas Negeri bahkan mengubahnya menjadi
manajemen pendidikan. Di samping sebagai program studi, administrasi pendidikan
pun merupakan salah satu mata kuliah di FKIP/STKIP atau mata pelajaran di
SGA/SPG sejak tahun ajaran 1965/1966. Oleh karenanya tidak mengherankan jika
di kalangan pendidik sendiri banyak yang belum dapat memahami betapa perlu dan
pentingnya administrasi pendidikan dalam penyelenggaraan dan pengembangan
pendidikan pada umumnya. Dalam beberapa segi, seperti telah disinggung ter-
dahulu, kita melihat bahwa pengertian administrasi kadang disamakan dengan
manajemen, sehingga administrasi pendidikan = manajemen pendidikan.
Dewasa ini administrasi/manajemen pendidikan sebagai ilmu terus mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan pendidikan itu di dunia.
2. Pengertian Administrasi Pendidikan.
Mengacu pada pengertian administrasi, “administrasi pendidikan adalah ilmu terap-
an yang mempelajari keseluruhan proses kerjasama sekelompok orang yang
melakukan kegiatan bersama di bidang pendidikan, dengan menggunakan tenaga,
peralatan serta perlengkapan yang tersedia untuk mencapai tujuan secara efektif
33
dan efisien.” (Wijono, 1989:35).
Kendati segala kegiatan yang dilakukan dalam proses administrasi pendidikan
pada akhirnya bermaksud untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan,
namun administrasi pendidikan tidaklah sama dengan pendidikan. Tidak semua
kegiatan pencapaian tujuan pendidikan itu adalah administrasi pendidikan.
Administrasi pendidikan adalah segenap proses pengerahan dan pengintegra-
sian segala sesuatu, baik personil, spiritual maupun material, yang bersangkut paut
dengan pencapaian tujuan pendidikan. (Ngalim Purwanto, 1998:3-4). Dengan
demikian, di dalam proses administrasi pendidikan, segenap usaha orang-orang
yang terlibat dalam proses pencapaian tujuan pendidikan itu diintegrasikan,
diorganisasi, dan dikoordinasikan secara efektif, dan semua materi yang diperlukan
dan yang telah ada dimanfaatkan secara efisien. Sedangkan pendidikan, baik yang
dimaksud sebagai proses maupun produk, adalah masalah perseorangan. Peserta
didik sendirilah yang harus membuat perubahan di dalam dirinya sesuai dengan
yang dikehendakinya. Jadi, proses pendidikan terjadi di dalam diri individu, dan
produk pendidikan diwujudkan dalam tingkah lakunya. Jelaslah kiranya di sini
bahwa administrasi pendidikan tidak sama dengan pendidikan.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian administrasi pendidikan, di bawah
ini dikutipkan beberapa definisi lainnya.
a. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1971/1972) merumuskan, “Adminis-
trasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam
bidang pendidikan yang meliputi : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan dan pembiayaan, dengan mengguna-
kan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personil, material, maupun
spirituil, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.”
Singkatnya, administrasi pendidikan adalah pembinaan, pengawasan, dan
pelaksanaan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan-urusan
sekolah.
b. Good Carter V. dalam Dictionary of Education (1959) menyatakan, “Administrasi
34
pendidikan adalah segenap teknik dan prosedur yang dipergunakan dalam
penyelenggaraan lembaga pendidikan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditentukan.”
c. Stephen G. Knezevich dalam Administration of Public Education (1962) menge-
mukakan, “Administrasi pendidikan adalah suatu proses yang berususan dengan
penciptaan, pemeliharaan, stimulasi dan penyatuan tenaga-tenaga dalam suatu
lembaga pendidikan dalam usaha merealisasikan tujuan-tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.”
Dari definisi-definisi tersebut di atas, maka jelaslah administrasi pendidikan
sebenarnya adalah penerapan konsep administrasi di bidang atau sektor pendidik-
an, yang unsur-unsurnya adanya sekelompok manusia (sedikitnya dua orang),
adanya tujuan yang hendak dicapai, adanya tugas/fungsi yang harus dilaksanakan
(kegiatan kerjasama), dan adanya alat/perlengkapan yang diperlukan. Semua unsur
ini harus dikelola sedemikian rupa sehingga mengarah pada tercapainya tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian administrasi pendidikan dimaksud sangat luas maknanya, karena :
a. Bukan hanya sekedar kegiatan-kegiatan tata usaha seperti dilakukan di kantor-
kantor tata usaha sekolah, perguruan tinggi, departremen (kementerian), dsb.
b. Mencakup kegiatan-kegiatan yang luas yang meliputi antara lain kegiatan
perumusan tujuan, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan/
pengendalian, dsb. yang menyangkut bidang-bidang personil, material, pem-
biayaan, peralatan/perlengkapan, pemasaran pada umumnya, dan khususnya
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah.
c. Merupakan proses keseluruhan dan kegiatan-kegiatan bersama yang harus
dilakukan oleh semua pihak yang terlibat di dalam tugas-tugas kependidikan.
Oleh karenanya administrasi pendidikan seyogianya diketahui bukan hanya oleh
kepala sekolah atau pemimpin-pemimpin pendidikan lainnya, tetapi juga
diketahui dan dijalankan oleh para guru dan tenaga kependidikan lainnya sesuai
dengan jabatannya masing-masing. Tanpa adanya pengertian bersama, sulit di-
35
dharapkan adanya kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam administrasi pendidikan sifatnya
umum yang dilakukan oleh semua lembaga yang mengurusi masalah pendidikan.
Lembaga dimaksud bukan hanya sekolah-sekolah, tetapi juga departemen (kemen-
terian) di pusat dan daerah, dinas-dinas di daerah sampai ke tingkat kecamatan.
Sedangkan administrasi pendidikan di sekolah-sekolah kegiatannya terbatas pada
pelaksanaan operasional pengelolaan pendidikan. Karenanya, kita mengenal admi-
nistrasi SD, administrasi SLTP, administrasi SLTA, administrasi PT, yang kesemuanya
merupakan bagian atau subsistem dari administrasi pendidikan. Hanya saja karena
sekolah merupakan lembaga yang dalam kegiatan-kegiatannya secara operasional
menangani secara langsung peserta didik, maka titik berat pembicaraan tentang
ruang lingkup administrasi pendidikan ditekankan pada kegiatan-kegiatan yang
menyangkut sekolah, seperti kepemimpinan kepala sekolah, supervisi terhadap
guru-guru, bimbingan siswa, dsb.
B. RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Ditinjau dari unsur-unsur pokok administrasi seperti dikemukakan di atas, jelaslah
bahwa bidang-bidang garapan dalam proses administrasi pendidikan itu sangat luas.
Marilah kita urai bidang-bidang dimaksud.
1. Unsur Manusia.
Unsur kelompok manusia melahirkan timbulnya administrasi kepegawaian (perso-
nil) yang antara lain menyangkut pemilihan, pengangkatan, penempatan, pembim-
bingan, dan pengawasan/pengendalian semua pegawai yang terlibat dalam
kegiatan administrasi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Di sini tercakup
pula masalah kepemimpinan, yaitu bagaimana sikap dan sifat seorang pemimpin
yang dikehendaki dalam pendidikan, tipe-tipe yang sesuai, syarat-syarat yang
diperlukan sebagai seorang pemimpin pendidikan yang baik, dsb.
36
2. Unsur Tujuan.
Tujuan pendidikan tergambarkan di dalam kurikulum sekolah masing-masing.
Adanya unsur tujuan ini menimbulkan perlunya pengadministrasian pelaksanaan
kurikulum yang menjadi tugas dan tanggung jawab kepala sekolah bersama guru-
guru dan pegawai (tenaga kependidikan) lainnya.
3. Unsur Tugas Pokok dan Fungsi.
Adanya unsur tugas pokok dan fungsi menunjukkan bahwa dalam setiap kegiatan
administrasi perlu adanya pengorganisasian (= staffing) yang baik dan teratur.
Semua manusia yang terlibat di dalamnya harus diorganisasikan sehingga mereka
mempunyai tanggung jawab dan wewenang, serta hak dan kewajiban, sesuai
dengan kedudukan (status) dan fungsinya masing-masing. Dalam hal ini diperlukan
pula adanya koordinasi, pengawasan/pengendalian, dan supervisi yang baik dari
pimpinan.
4. Unsur Pembiayaan.
Segala kagiatan apa pun tanpa ditunjang dengan unsur keuangan (pembiayaan)
tidak akan berjalan optimal, kalau pun tidak dikatakan mustahil sama sekali.
5. Peralatan/Perlengkapan.
Peralatan dan perlengkapan merupakan unsur administrasi yang tidak dapat
diabaikan. Mengapa? Karena bagaimana pun pandai dan berkualitas hebat personil
sebagai pelaksana pendidikan, baiknya sistem dan program pendidikan yang
tersusun di dalam kurikulum, tanpa ditunjang dengan peralatan/perlengkapan yang
memadai dan sesuai peruntukkannya, sulit untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.
Demikianlah, maka dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan menca-
kup bidang-bidang garapan yang amat luas, yang di antaranya meliputi kepegawaian,
kepemimpinan, kurikulum, pengawasan dan supervisi, keuangan, peralatan/perleng-
kapan, organisasi/kelembagaan pendidikan, dsb.
37
Di bidang persekolahan, bidang garapan administrasi pendidikan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut.
1. Administrasi Tatalaksana Sekolah :
a. Organisasi dan susunan pegawai tata usaha;
b. Otorisasi dan anggaran belanja keuangan sekolah;
c. Kepegawaian dan kesejahteraan pegawai;
d. Perlengkapan dan perbekalan;
e. Keuangan dan pembukuannya;
f. Korespondensi;
g. Laporan-laporan (bulanan, kuartalan, tengah tahunan, tahunan);
h. Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai;
i. Pengisian buku pokok, klapper, rapor, dsb.
2. Administrasi Kepegawaian (Guru dan Tenaga Kependidikan) :
a. Pengangkatan dan penempatan guru dan tenaga kepentidikan;
b. Organisasi personil guru-guru;
c. Kepegawaian dan kesejahteraan guru/tenaga kependidikan;
d. Rencana orientasi dan diklat bagi guru/tenaga kependidikan yang baru;
e. Konduite dan penilaian guru/tenaga kependidikan;
f. Pelatihan dalam jabatan dan pengingkatan kapasitas (up-grading) guru/tenaga
kependidikan.
3. Administrasi Siswa/Murid :
a. Organisasi dan perkumpulan murid;
b. Kesehatan dan kesejahteraan murid;
c. Penilaian dan pengukuran kemajuan murid;
d. Bimbingan dan penyuluhan bagi murid.
4. Administrasi Supervisi Pengajaran :
a. Usaha membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru/tenaga kependi-
dikan (tata usaha) dalam menjalankan tugas mereka masing-masing dengan
sebaik-baiknya;
38
b. Usaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode baru
dalam mengajar dan belajar yang lebih baik;
c. Mengusahakan dan mengembangkan kerjasama yang baik antara guru, murid,
dan pegawai tata usaha sekolah;
d. Mengusahakan cara-cara menilai hasil pendidikan dan pengajaran;
e. Usaha mempertinggi mutu dan pengalaman guru-guru (inservice training dan up-
grading).
5. Administrasi Pelaksanaan dan Pembinaan Kurikulum :
a. Mempedomani dan merealisasikan apa yang tercantum dalam kurikulum sekolah
yang bersangkutan dalam usaha mencapai dasar-dasar dan tujuan pendidikan
dan pengajaran;
b. Menyusun dan melaksanakan organisasi kurikulum beserta materi-materi,
sumber-sumber, dan metode-metode palaksanaannya, disesuaikan dengan pem-
baharuan pendidikan dan pengajaran serta kebutuhan masyarakat dan
lingkungan sekolah;
c. Kurikulum bukanlah yang mutlak harus diikuti begitu saja tanpa ada kesempatan
perubahan sedikit pun. Kurikulum lebih merupakan pedoman bagi para guru
dalam menjalankan tugasnya. Dia berhak dan wajib memilih dan menambah
(improvisasi) materi-materi, sumber-sumber, ataupun metode-metode palaksa-
naan yang dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat
lingkungan sekolah. Karena itu jika sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan dan
kebutuhan masyarakat dan negara, dapat dikurangi atau dibuang.
6. Administrasi Pendirian dan Perencanaan Bangunan Sekolah :
Pada umumnya perencanaan dan pendirian bangunan sekolah menjadi tanggung
jawab pemerintah, tetapi dalam prakteknya sesuai dengan kemajuan dan perkem-
bangan dunia pendidikan dan pengajaran, maka keikutsertaan masyarakat (orang
tua/wali murid), dunia usaha (swasta), kalangan pendidik (guru), dan dengan difasi-
litasi pemerintah (daerah) menjadi keniscayaan. Karenanya pengetahuan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan perencanaan dan pendirian bangunan se-
39
kolah perlu juga dimiliki oleh guru, antara lain mengenai :
a. Cara memilih lokasi dan menentukan luas tanah yang dibutuhkan;
b. Mengusahakan, merencanakan, dan menggunakan biaya pendirian bangunan
sekolah;
c. Menentukan jumlah dan luas ruangan-ruangan kelas, kantor, gudang, asrama,
lapangan olah raga, podium, kebun sekolah, tempat parkir kendaraan, serta
komposisinya masing-masing;
d. Cara-cara penggunaan bangunan sekolah dan fasilitas-fasilitas lainnya yang
efektif, produktif, serta pemeliharaannya secara berlanjut;
e. Alat-alat/perlengkapan sekolah dan alat pelajaran (peraga) sekolah yang
dibutuhkan, dsb.
7. Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat :
Hubungan di sini mencakup :
a. Hubungan sekolah dengan sekolah lain;
b. Hubungan sekolah dengan pemerintah setempat (kabupaten/kecamatan,
desa/kelurahan);
c. Hubungan sekolah dengan instansi/lembaga pemerintah atau swasta (dunia
usaha);
d. Hubungan sekolah dengan tokoh dan masyarakat umumnya.
Hubungan-hubungan tersebut di atas hendaknya merupakan simbiosis mutua-
listis, baik di bidang paedagogis, sosiologis, dan produktif, sehingga mendatangkan
keuntungan dan perbaikan serta kemajuan bagi semua pihak. Dalam hal ini
peranan kepala sekolah sangat penting dan menentukan.
Dari apa yang diuraikan di muka, maka bidang-bidang yang tercakup dalam
administrasi pendidikan, dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Administrasi Kepegawaian (Personil), yaitu kegiatan administrasi yang menyangkut
personil guru dan tanaga kependidikan lain, termasuk murid. Dalam hal ini masalah
kepemimpinan dan supervisi sangat memegang peranan penting.
40
2. Administrasi Keuangan (Pembiayaan), yaitu kegiatan administrasi yang menyang-
kut keuangan atau pembiayaan sekolah.
3. Administrasi Material, yaitu kegiatan administrasi yang menyangkut materi/benda
(alat-alat/perlengkapan/perbekalan).
4. Administrasi Kurikulum, yang di dalamnya mencakup penyusunan kurikulum, pem-
binaan kurikulum, pelaksanaan kurilukum, penyusunan silabus, penyusunan garis-
garis besar program pembelajaran atau rencana pelaksanaan pelajaran, pembagian
tugas guru-guru mata pelajaran, persiapan harian, mingguan, dsb. (Catatan : Lebih
luas, garapan administrasi sekolah akan dibahas dalam bab tersendiri).
C. FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN Administrasi berjalan dalam proses-proses tertentu. Proses administrasi termasuk
administrasi pendidikan itu meliputi fungsi-fungsi sebagaimana halnya dengan mana-
jemen, yaitu perencanaan (planning), pengarahan (actuating/directing), pengorgani-
sasian (organizing), pengkoordinatian (coordinating), pemberian motivasi, (moti-
vating), pengkomunikasian (communicating), pengawasan/pengendalian (evaluating),
penyusunan staf (staffing), penganggaran (budgeting), dsb.
Dari fungsi-fungsi tersebut di atas, menurut Wijono (2000:35), fungsi pokok
administrasi pendidikan meliputi perencanaan yang mencakup pembuatan keputusan
dan penyusunan program, pengorganisasian yang mencakup penyusunan struktur dan
komunikasi, pimpinan yang mencakup pengkoordinasian dan komando, pemberian
stimulus, dan pengawasan yang mencakup pemeriksaan dan penilaian.
Uraian lebih lanjut dari fungsi-fungsi administrasi pendidikan, masing-masing
akan disampaikan dalam bab tersendiri, yang meliputi :
1. Perencanaan Pendidikan.
2. Pengorganisasian Pendidikan.
3. Kepemimpinan Pendidikan.
4. Pengawasan/Supervisi Pendidikan.
41
BAB IV PERENCANAAN PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN PERENCANAAN DAN RENCANA
Perencanaan (planning) adalah fungsi dasar (fundamental) manajemen, karena fungsi-
fungsi lainnya (organizing, staffing, actualing/directing, budgeting, controlling, dll.),
pun harus direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan sifatnya dinamis, ditujukan
pada masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, karena adanya perubahan
kondisi dan situasi. Perencanaan adalah masalah “memilih”, artinya memilih tujuan
dan cara terbaik untuk mencapai tujuan dari beberapa alternatif yang ada. Tanpa
alternatif, perencanaan pun tidak ada.
Perencanaan diproses oleh perencana (planner), hasilnya menjadi rencana (plan).
Dalam suatu rencana, ditetapkan tujuan yang ingin dicapai dan pedoman bagaimana
mencapai tujuan itu. Dengan demikian, perencanaan dan rencana itu sangat penting,
karena :
1. Tanpa perencanaan dan rencana, berarti tidak ada tujuan yang ingin dicapai.
2. Tanpa perencanaan dan rencana, tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga akan
banyak terjadi pemborosan.
3. Tanpa perencanaan dan rencana, berarti tidak ada keputusan, dan proses
manajemen pun tidak ada.
4. Rencana adalah dasar pengendalian, jadi tanpa ada rencana, pengendalian tidak
dapat dilakukan.
Rencana itu memang bisa tertulis maupun tidak tertulis, tetapi sebaiknya dibuat
secara tertulis untuk memudahkan proses manajemen selanjutnya.
Untuk lebih jelasnya tentang pengertian perencanaan, di bawah ini dikemukakan
beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli.
1. G.R. Terry :
Planning is the selecting and relating of facts and the making and using of assump-
42
tions regarding the future in the visualizations and formulation of proposed
activations believed necessary to achieve desired results. (Perencanaan adalah
memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-
asumsi mengenai masa datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan).
2. Billy E. Goetz :
Planning is the fundamentally choosing and a planning problem arisesonly when
alternative course of action is discovered. (Perencanaan adalah pemilihan yang
fundamental dan masalah perencanaan timbul jika terdapat alternatif-alternatif).
3. Louis A. Allen :
Planning is the determinations of the course of action to achieve a desired results.
(Perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang
diinginkan).
Dari definisi-definisi tersebut di atas, Malayu Hasibuan (2004:92) menyimpulkan
bahwa perencanaan/rencana adalah sejumlah keputusan mengenai keinginan dan
berisi pedoman pelaksanaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan itu. Jadi, setiap
rencana mengandung dua unsur, yaitu tujuan dan pedoman.
Sementara itu menurut Soebagio Atmodiwirio (2000:77-78), setiap perencanaan
memiliki empat hal, yaitu :
1. Permasalahan yang merupakan perkaitan tujuan dengan sumber dayanya.
2. Cara untuk mencapai tujuan atau sasaran rencana dengan memperhatikan sumber
dayanya dan alternatif atau kombinasi alternatif yang dipandang terbaik.
3. Penerjemahan rencana dalam program kegiatan yang konkrit.
4. Penetapan jangka waktu pencapaian tujuan atau sasaran.
B. TUJUAN PERENCANAAN
Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah sebagai pedoman untuk mencapai tujuan
atau sasaran yang telah ditetapkan, dan sebagai alat ukur dalam membandingkan
43
antara hasil yang dicapai dengan apa yang diharapkan. Dilihat dari pengambilan
keputusan, tujuan perencanaan adalah untuk :
1. Penyajian rancangan keputusan-keputusan atasan untuk disetujui pejabat tingkat
nasional yang berwenang.
2. Menyediakan pola kegiatan-kegiatan secara matang bagi berbagai bidang/satuan
kerja yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan.
C. PROSES PERENCANAAN
Perencanaan pada dasarnya merupakan suatu siklus tertentu, dan melalui siklus
tersebut suatu perencanaan dapat dievaluasi sejak awal persiapan sampai dengan
pelaksanaan dan penyelesaian perencanaan. Secara umum, langkah-langkah dalam
proses perencanaan yang perlu diperhatikan, menurut LAN (Lembaga Administrasi
Negara) adalah :
1. Perencanaan yang efektif dimulai dengan tujuan secara lengkap dan jelas. Jika
tujuannya banyak, maka dipilih yang mudah dalam pencapaiannya. Berdasarkan
pertimbangan tertentu, penetapan skala prioritas sangat penting.
2. Setelah tujuan ditetapkan, langkah berikutnya adalah perumusan kebijakan dengan
memperhatikan dan menyesuaikan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dengan
faktor-faktor lingkungan jika tujuan telah tercapai.
3. Analisis dan penetapan cara dan sarana untuk mencapai tujuan dalam kerangka
kebijakan yang telah dirumuskan.
4. Penunjukan orang-orang yang akan menerima tugas dan tanggung jawab
melaksanakannya (pemimpin, pembantu pemimpin, pelaksana) termasuk yang akan
melakukan pengawasan.
5. Penemuan sistem pengendalian yang memungkinkan pengukuran dan pembanding-
an apa yang harus dicapai dengan apa yang telah tercapai, berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan.
Adapun tahapan-tahapan dalam proses perencanaan pendidikan prinsipnya
adalah pada semua tataran sistemnya (operasional, institusional, dan struktural).
Menurut Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun (2007:45), proses pe-
44
rencanaan pendidikan dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mendefinisikan permasalahan perencanaan pendidikan.
2. Analisis bidang telaah permasalahan perencanaan.
3. Mengkonsepsikan dan merancang rencana.
4. Evaluasi rencana.
5. Menentukan rencana.
6. Implementasi rencana.
7. Evaluasi implementasi rencana dan umpan baliknya.
Untuk lebih jelasnya, proses perencanaan pendidikan di bawah ini digambarkan
dalam bagan.
PROSES PERENCANAAN PENDIDIKAN
Pendahuluan
Mendefinisikan Perma- Analisis Bidang Telaah- Mengkonsepsikan dan Salahan Perencanaan. an Permasalahan Peren Merancang Rencana.
perecanaan. A. Ruang lingkup perma- A.Bidang atau wilayah A.Mengidentifikasi ke-
Salahan pendidikan. dan sistem-sistem cenderungan umum. B. Pengkajian sejarah pe sub bidang telaahan. B.Menentukan tujuan &
renc. pendidikan. B.Pengumpulan data. sasaran. C. Perbedaan antara ke- C.Tabulasi data. C.Mendesain perenca-
Nyataan dasn harapan. D.Prakiraan perncanaan. naan. D.Sumber daya dan ham
batan pernc.penddkan. E.Menentukan bagian2 dari perenc.pend. be- Menentukan Rencana Evaluasi Rencana Serta prioritasnya. A.Rumusan masalah. A.Perenc. melalui si- B.Laporan hasil. mulasi. B.Evaluasi perencanaan C.Pemilihan rencana.
Evaluasi Implementasi Implementasi Rencana. Rencana dan Umpan Ba- A.Persiapan program. liknya. B.Persetujuan perenc. A.Monitoring rencana. C.Pengaturan unit2 ope- B.Evaluasi rencana. rasional perencanaan. C.Menyelesaikan, meng- ubah, dan mendesain u lang rencana. Sumber : Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin S.M. (2007:45).
45
D. JENIS-JENIS PERENCANAAN
Jenis-jenis perencanaan dapat digolongkan menurut waktu, sifat, sektor, luas jangkau-
an, wewenang pembuatnya, obyek, dan jenjang.
1. Menurut Waktu :
a. Perencanaan jangka panjang, yang memuat rencana yang bersifat umum, global,
belum terinci, serta bersifat perspektif. Jangka waktunya 10, 20, atau 25 tahun;
b. Perencanaan jangka menengah, yang disusun berdasarkan perencanaan jangka
panjang untuk dijabarkan lebih lanjut pada perencanaan jangka pendek. Jangka
waktunya antara 4-7 tahun;
c. Perencanaan jangka pendek, yang disebut juga perencanaan operasional, yang
siklusnya berulang tiap tahun.
2. Menurut Sifat :
a. Perencanaan kuantitatif, yang targetnya ditetapkan secara jumlah (bilangan);
b. Perencanaan kualitatif, yang targetnya ditetapkan berdasarkan mutu, tidak bias
dihitung jumlahnya.
3. Menurut Sektor dan Regional :
a. Perencanaan sektoral, yaitu perencanaan menurut sektor-sektor sosial, misalnya
sektor pendidikan, sektor kebudayaan, sektor agama, dsb.
b. Perencanaan regional, yaitu perencanaan yang berorientasi pada wilayah dan
kepentingan wilayah.
4. Menurut Luas Jangkauan :
Perencanaan ini dibedakan antara perencanaan makro dan mikro. Makro artinya
menyeluruh (umum) yang bersifat nasional, sedangkan mikro lingkupnya terbatas,
yaitu perencanaan untuk suatu institusi yang lebih rinci dan konkrit.
5. Menurut Wewenang Pembuatnya :
a. Perencanaan sentralisasi, yang disusun oleh Pusat;
b. Perencanaan desentralisasi, yang penyusunanannya diserahkan kepada daerah
46
sesuai dengan kebutuhan daerah.
6. Menurut Obyek yang Direncanakan :
a. Perencanaan rutin, yaitu perencanaan yang mempersiapkan kegiatan atau kum-
pulan pekerjaan yang bersifat terus-menerus dalam rangka usaha mencapai hasil
akhir suatu program;
b. Perencanaan pembangunan, yaitu perencanaan yang dapat menjangkau waktu
panjang, sedang, dan pendek.
7. Menurut Jenjang :
Merupakan perencanaan yang berjenjang, dari unit tingkat daerah (kabupaten/
kota, provinsi) sampai ke tingkat pusat.
Berkenaan dengan sektor pendidikan, perencanaan yang relevan mempunyai
empat unsur, yaitu :
1. Unsur Kualitatif :
Pendidikan merupakan suatu subsistem dari sistem yang lebih luas, yaitu kebu-
dayaan. Dengan demikian keberhasilan program pendidikan tidak hanya dilihat dari
komponen (subsistem) pendidikan saja seperti jumlah peserta didik, jumlah tenaga
kependidikan, jumlah gedung sekolah, dll. tetapi juga dilihat dari subsistem lainnya
seperti ekonomi, sosial, politik, hukum, dsb. Kualitas pendidikan ditandai dengan
hasil lulusannya yang produktif. Jadi ada keterkaitan antara program di sekolah
dengan program masyarakat industri/perdagangan, atau ada kesepadanan antara
hasil (lulusan) dengan kebutuhan masyarakat.
2. Unsur Intersektoral :
Perencanaan pendidikan tidak terlepas dari sektor-sektor lainnya yang terkait dan
mendukungnya. Dalam kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia
yang merupakan tujuan utama, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
yang menggodok peningkatan harkat dan martabat manusia, perencanaan
pendidikan adalah pemasok “manusia berkualitas” atau “manusia seutuhnya” bagi
47
sektor-sektor lainnya. Memang sifat pembangunan nasional Indonesia yang
“berwajah manusia” atau “manusia seutuhnya” adalah “development with human
face”.
3. Unsur Interdepartemental :
Perencanaan pendidikan bukan saja bersifat intersektoral yang mencakup
kepentingan seluruh sektor dalam pembangunan, tetapi juga bersifat interdeparte-
mental (seluruh kementerian).
4. Unsur Kewilayahan :
Karena pembangunan nasional juga dilaksanakan di daerah, maka pendekatan
kewilayah bersifat strategis. Program pembangunan di daerah langsung menyentuh
kepentingan masyarakat sehingga diharapkan muncul partisipasi aktif masyarakat.
Di sinilah pentingnya sektor pendidikan mamasok tenaga-tenaga terampil untuk
menggerakkan industri yang tersebar di daerah-daerah.
E. SIKLUS PERENCANAAN PENDIDIKAN
Siklus adalah suatu proses yang berlangsung berulang (berdaur). Demikianlah dalam
perencanaan pendidikan, terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui secara berdaur.
Menurut Soebagio Atmodiwirio (2000:83-89), ada 11 langkah yang harus dilalui dalam
proses perencanaan pendidikan, yaitu :
1. Pengumpulan dan Pengolahan Data.
Kegiatan pokoknya adalah kompilasi data pendidikan, pengorganisasian data,
penyusunan indikator-indikator yang diperlukan, menghimpun hasil penelitian,
serta evaluasi dan monitoring program yang lalu. Data dan informasi harus lengkap,
akurat, dan baru, sesuai dengan keperluan untuk pengambilan keputusan. Data dan
informasi yang diperlukan dalam perencanaan pendidikan adalah :
a. Dari luar sistem pendidikan :
1) Informasi perencanaan makro bidang ekonomi, alokasi sumber pembiayaan,
dan persyaratan tenaga kerja;
48
2) Data kependudukan;
3) Data tentang tradisi, nilai sosial, dan kesadaran politik;
4) Data tentang infra struktur yang ada kaitannya dengan perencanaan pen-
didikan;
b. Dari dalam sistem pendidikan :
1) Jumlah murid per provinsi menurut area dan jenis kelamin;
2) Jumlah kelas dan jenis sekolah/lembaga pendidikan;
3) Keadaan tenaga pengajar dan tenaga administrasi;
4) Jumlah dan jenis fasilitas;
5) Standar biaya per daerah;
6) Keadaan lingkungan.
c. Bentuk data dan informasi pendidikan :
1) Tulisan/gambar :
a) Instrumen : Kuesioner, checklist observasi, hasil tes, biodata/curriculum
vitae, daftar riwayat hidup.
b) Daftar tabel : Tabel tunggal, table ganda, table komprehensif.
c) Grafik dan bagan : Diagram garis, konjungtur, diagram balok/batang,
diagram lingkaran, diagram gambar.
d) Peta : Peta geografis, topografi, demografis, pendidikan (lokasi sekolah,
tipe sekolah, arus murid).
e) Clipping : Bentuk informasi yang bersumber dari Koran atau majalah.
f) Panel : Bentuk penyajian data/informasi yang menarik dan mudah
dimengerti.
g) Buku referensi : Bentuk penyajian data/informasi yang paling popular,
yaitu kertas kerja (makalah), laporan berkala (bulanan, triwulanan, tengah
tahunan, dasn tahunan), rencana induk, dll.
2) Visual (alat pandang) :
a) Foto : Gambar statis yang menunjukkan suatu peristiwa.
b) Micro fiche : Gambar statis dalam riil film yang diproyeksikan pada layar
khusus. Peristiwanya digambarkan secara episode.
49
c) Film slide : Gambar statis dalam bingkai daftar terpisah/lepas, tetapi
peristiwanya digambarkan secara utuh.
d) Film strip : Gambar dinamis bergerak berurutan untuk suatu peristiwa
tertentu.
e) Kaset video : Seperti biodkop dalam satu reel kaset ditayangkan melalui tv.
f) Transparansi : Penyajian data/info dengan menggunakan kertas cellopohan
(celluloid) yang diproyeksikan melalui OHP (Overhead Projector).
g) Disket atai CD : Piringan computer sebagai alat penyimpan data/info yang
deprogram lebih dulu, yang sewaktu-waktu dapat dipanggil kembali untuk
disajikan atau diperbaiki (dirubah, ditambah, dikurangi).
3) Audio (alat dengar) : Kaset/cd audio merupakan rekaman hasil pembicaraan,
wawancara, atau pidato. Bentuknya ada yang standar ada yang mini.
d. Data primer dan data sekunder :
1) Data primer :
a) Kuesioner sekolah dari Balitbang yang setiap tahun diisi oleh kepala
sekolah (SD, SLTP, SLTA) pada awal tahun ajaran. Waktu hitung (counting
date) biasanya ditetapkan pada setiap tanggal 31 Agustus. Variabel data
yang dijaring adalah data murid, data guru dan non guru, data sarana dan
prasarana, dan data keuangan.
b) Kuesioner unit utama lainnya, misalnya variabel data yang disaring ter-
gantung dari kegiatan pokok menjadi fungsi dan tanggung jawab setiap
fungsi utama. Counting date dan setiap periodisasi penjaringan datanya
belum bersifat periodic.
c) Data dan informasi dalam bentuk pemetaan, piranti pandang dengan
(audio visual aids) atau alat bantu pandang dengar, dilakukan oleh unit
utama Kemendikbud menurut kebutuhan.
2) Data sekunder :
a) Tabel rangkuman, yaitu hasil pengolahan data sekolah melalui kuesioner
Balitbang. Untuk SD, SLTP, SLTA dibuat Tabel Rangkuman Kecamatan (RC),
Kabupaten (RK), Provinsi (RP). Di Balitbang pusat RP diolah menjadi Tabel
Rangkuman Nasional (RN).
50
b) Analisis Kohor, yaitu hasil pengolahan data arus murid (entrollment) secara
bertingkat pada masing-masing jenjang sekolah (SD, SLTP, SLTA). Variabel
data murid yang naik kelas, mengulang, atau putus belajar digambarkan
dalam kotak-kotak yang datanya dimasukkan ke dalam kotak dan di luar
kotak berurut mengikuti tahun secara diagonal ke bawah.
c) Proyeksi, yang merupakan prakiraan data dan informasi pada masa-masa
yang akan datang berdasarkan tren (gejala) pada tahun-tahun sebelumnya.
d) Abstrak (sari karangan), merpupakan informasi penting yang memuat hal-
hal pokok tentang suatu pendapat atau kebijakan.
e) Indeks, adalah petunjuk atau pedoman berupa angka, huruf, kode, atau
kunci untuk memudahkan mencari sesuatu obyek yang diinginkan.
f) Profil pendidikan, yaitu data yang menggambarkan wajah pendidikan di
suatu daerah.
g) Monografi, yaitu data komprehensif tentang keadaan dasn kondisi suatu
daerah.
h) Pemetaan pendidikan dan kebudayaan, yaitu peta geografis yang
dilengkapi dengan berbagai indicator pendidikan.
i) Clipping, yaitu guntingan Koran/majalah yang memuat informasi tentang
suatu kejadian.
j) Pidato/makalah/ceramah, yaitu bentuk karangan yang memuat informasi
tentang kebijaksanaan, pendapat, atau instruksi suatu permasalahan.
2. Analisis dan Diagnosis.
Yang dimaksud dengan analisis dan diagnosis data adalah mempelajari dan memilih
data yang ada serta membuat interpretasi yang diperlukan. Kegunaan analisis data
adalah :
a. Sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan;
b. Sebagai bahan masukan untuk penyusunan rencana dan program, baik rutin
maupun pembangunan;
c. Sebagai bahan masukan untuk penyusunan laporan.
51
3. Perumusan Kebijakan.
Kebijakan merupakan suatu pembahasan gerak tentang apa yang akan dijadikan
keputusan oleh pihak lain. Diagnosis kegiatan pendidikan secara garis besar
menunjukkan kepincangan atau kekurangan yang harus diperbaiki demi peningkat-
an mutu, relevansi, efektivitas, dan efisiensi. Tindakan korektif harus didasarkan
pada garis-garis besar kebijakan pemerintah. Para perencana pendidikan dalam hal
ini tidak berwenang menetapkan kebijakan. Garis-garis kebijakan ditetapkan oleh
keputusan pada eselon tertentu. Dengan demikian para perencana pendidikan
merupakan staf yang dapat memberikan masukan teknis berupa bahan rancangan
kebijakan krepada pimpinan.
4. Prakiraan Kebutuhan yang Akan Datang.
Perencana harus memprakirakan kebutuhan masa depan dalam rangka pemba-
ngunan pendidikan. Kebutuhan dimaksud meliputi :
a. Jumlah penduduk kelompok usia sekolah yang perlu ditampung di kelas 1 SD;
b. Jumlah lulusan SD yang akan ditampung di kelas 1 SLTP;
c. Jumlah lulusan SLTP yang akan ditampung di kelas 1 SLTA;
d. Jumlah guru yang dibutuhkan;
e. Jumlah guru menurut bidang studi yang perlu ditatar;
f. Pemetaan mutu guru baik di perkotaan maupun di pedesaan;
g. Jumlah ruang belajar dan ruang praktek yang diperlukan atau ditambah beserta
perabotannya;
h. Jumlah dan jenis buku, alat peraga, alat keterampilan, dll. yang perlu disediakan;
i. Penyempurnaan kurikulum dan metode belajar yang perlu disesuaikan dengan
persyaratan tenaga kerja dan tuntutan pembangunan di segala bidang;
j. Pemberian beasiswa dan tunjangan lain;
k. Peningkatan mutu tenaga Pembina teknis dan pengelolaan pendidikan;
l. Penyempurnaan sistem pengelolaan pendidikan;
m. Inovasi teknologi dalam pendidikan.
5. Penetapan Sasaran.
Sasaran ditetapkan dengan parameter yang bisa diukur dan dikuantifikasikan. Da-
52
lam hal ini perencana harus mengecek kembali seluruh rancangan kebutuhan
termasuk kegiatan dan sasaran yang layak untuk dilaksanakan.
6. Penyusunan Alternatif Strategi yang Layak.
Kegiatan yang penting dilakukan adalah pemilihan dan penetapan tujuan, sasaran
(hasil proyeksi kuantitatif), dan cara yang efisien untuk pencapaian tujuan ke dalam
rencana pendidikan.
7. Perumusan Rencana.
Perumusan rencana adalah upaya merumuskan tujuan, kegiatan, dan sasaran yang
akan dicapai dalam jangka waktu tertentu, serta ancar-ancar biaya yang diperlukan
untuk mencapai sasaran, unsur pelaksanaan kegiatan dan jadwal kegiatan.
Perumusan rencana mengandung pengertian atas jawaban terhadap pertanyaan :
Apa yang diusulkan, mengapa diusulkan, dan bagaimana usul-usul itu akan
dilaksanakan.
8. Penganggaran.
Perencana harus memperhitungkan biaya yang dibutuhkan dalam rangka
penyusunan rencana. Dalam hal ini harus diketahui dari mana sumber-sumber
pembiayaan untuk penyangga keberlangsungan proses pendidikan. Biasanya
sumber ini dari pemerintah, dunia usaha (swasta), dan masyarakat, serta tidak
menutup kemungkinan adanya bantuan luar negeri.
9. Perincian Rencana.
Rencana dirinci sehingga setiap satuan kegiatan menjadi lebih jelas (sasaran,
pelaksanaan, hasil yang diharapkan, jadwal, sarana yang diperlukan, dan biaya).
Proses rincian rencana terdiri atas dua langkah pokok, yaitu penyusunan program,
dan identifikasi perumusan proyek.
10. Pelaksanaan Rencana.
Ini tidak termasuk proses perencanaan. Keberhasilan pelaksanaan rencana sangat
erat kaitannya dengan pola operasional rencana yang disusun. Suatu pola opera-
53
sional yang baik harus mempunyai ciri-ciri : Tujuan yang dirumuskan secara jelas,
hasil yang diharapkan harus konkrit, jaringan kerja yang baik, sistem dan
mekanisme perencanaan yang rinci.
11. Evaluasi Rencana dan Pelaksanaannya.
Langkah ini sangat penting karena melalui evaluasi, keberhasilan suatu perencana-
an dapat diukur. Evaluasi sudah harus dibuat pada saat perencanaan. Evaluasi
bertujuan untuk :
a. Menyoroti kelemahan perencanaan dalam rangka upaya perbaikan atau revisi
atas perencanaan yang kurang;
b. Merupakan suatu diagnosis terhadap setiap rantai kegiatan pada siklus
perencanaan yang memberikan dasar-dasar bagi penyusunan yang sudah
dibuat;
c. Untuk melihat dampak kegiatan yang sudah dilakukan.
54
BAB V PENGORGANISASIAN PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN
Pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat,
tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa, sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditentukan. Melalui pengorganisasian diatur struktur organisasi yang
di dalamnya tercakup pembagian kerja, hubungan kerja, prosedur kerja, tata kerja dan
tata laksana, sekaligus pendelegasian wewenang. Dengan demikian terciptalah kerja-
sama yang baik dan sinergis di antara orang-orang yang ada dalam organisasi untuk
mencapai tujuan bersama. Itulah sebabnya organisasi sebagai wadah bersifat statis
(pasif), tetapi sebagai proses bersifat dinamis (aktif) karena merupakan interaksi antar
orang-orang yang membentuk organisasi dengan berbagai kegiatan yang merupakan
suatu sistem. Yang dimaksud sistem di sini adalah keseluruhan (totalitas) komponen
yang terdiri dari subkomponen-subkomponen yang masing mempunyai fungsi tertentu
dan satu sama lain saling berkaitan dan bergantungan (interdepedensi) membentuk
suatu keterpaduan.
B. STRUKTUR ORGANISASI PENDIDIKAN
Untuk menerjemahkan aktivitas antar subkomponen dan komponen dalam organisasi
agar dapat dipahami dan dijadikan pedoman kerja bagi orang-orang yang ada dalam
organisasi, maka dituangkan dalam struktur organisasi. Menurut James L. Gibson,
Ivancevich, dan Donnelly (1996:18), struktur organisasi adalah pola formal aktivitas
dan hubungan antar berbagai sub unit organisasi. Jadi, struktur organisasi tidak lain
adalah kerangka kerjasama yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan kerja.
Melalui struktur organisasi, orang/anggota organisasi dapat mengetahui tugas dan
peranan masing-masing, yaitu apa yang harus dilaksanakan, siapa yang harus
melaksanakan, siapa yang harus bertanggung jawab, kepada siapa pertanggung-
jawaban disampaikan, dll. sesuai dengan status (kedudukannya). Kedudukan di sini
55
akan terlihat jelas, yaitu sebagai pimpinan, pembantu pimpinan, dan pelaksana, atau
dengan kata lain ada yang disebut pemimpin, pembantu pemimpin, dan ada yang
disebut bawahan. Dengan struktur organisasi orang bisa menggambarkan kedudukan
dan peranan setiap anggota dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi.
Sebagaimana telah dikemukakan dalam bab sebelumnya (Bab I) tentang bentuk-
bentuk atau tipe-tipe organisasi, maka struktur organisasi pun bermacam-macam,
yaitu : Struktur lini (garis/Jalur), struktur garis dan staf, struktur fungsional, dan
struktur matriks (metrics).
1. Struktur Lini.
Struktur ini disebut juga struktur garis, jalur, skalar, atau tipe militer. Dalam tipe ini
hanya ada satu hubungan langsung yang sifatnya vertikal antara berbagai tingkatan
dalam organisasi. Wewenang (authority) dari pimpinan puncak mengalir secara
langsung ke bagian-bagian bawahannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
seluruh bagian berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan organisasi. Atasan
pada suatu bagian tidak berwenang memerintah bagian lain. Setiap bawahan hanya
memiliki satu orang atasan langsung. Tugas dan tanggung jawabnya dilaksanakan
dengan pasti. Wewenang dari atasan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi
di bawahnya dalam semua bidang pekerjaan, baik pekerjaan pokok maupun peker-
jaan bantuan.
2. Struktur Lini dan Staf.
Struktur dengan tipe ini mempunyai hubungan langsung, vertikal antara berbagai
tingkat, tanggung jawab khusus untuk memberikan bantuan, dan saran kepada
pimpinan lini. Wewenang dari atasan dilimpahkan kepada satuan organisasi di
bawahnya dalam suatu bidang pekerjaan pokok maupun tambahan, dan di bawah
pimpinan diangkat pejabat pembantu pimpinan (staf) yang tidak memiliki wewe-
nang komando, melainkan hanya nasihat, saran, pertimbangan, dan bantuan dalam
bidang keahlian tertentu.
56
3. Struktur Fungsional.
Struktur ini merupakan modifikasi dari struktur lini dan staf, di mana staf bagian di-
beri wewenang dan kepercayaan dalam bidang-bidang khusus atau pekerjaan
tertentu. Untuk pekerjaan tertentu ini (staf) sering diangkat seorang atau beberapa
orang pakar/ahli atau spesialis. Pimpinan berhak memerintah kepada semua
bawahannya (pimpinan unit, pelaksana, dan staf) yang ada agar mengikuti bidang
kerjanya. Seorang spesialis diberi kewenangan fungsional antara lain member
perintah atas nama pimpinan dalam menetapkan sesuatu di bidangnya.
4. Struktur Matrik.
Struktur ini bersifat permanen (tetap) dan didesain untuk mencapai tujuan khusus
dengan menggunakan tim spesialis dari berbagai fungsi dalam organisasi. Struktur
ini digunakan dalam hal-hal yang khusus yang memiliki berbagai keahlian untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam waktu yang relatif singkat, sehingga
organisasi tidak diam (stagnan). Jadi, ciri utama struktur ini adalah kedinamikaan,
sehingga setiap unit organisasinya berfungsi dengan dinamis.
C. ORGANISASI PENDIDIKAN INDONESIA
Organisasi pendidikan Indonesia adalah organisasi penyelenggara pemerintahan di
sektor pendidikan, yaitu departemen (sekarang kementerian), dinas, termasuk perse-
kolahan. Pengorganisasian pendidikan ini berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan
Undang-Undang yang mengatur tentang pendidikan (sekarang UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional) dan aturan-aturan pelaksanaannya, seperti
Peraturan Pemerintah di sektor pendidikan dan kebudayaan, Peraturan/Keputusan
Presiden, Peraturan/Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Keputusan/Surat
Edaran Dirjen di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dst.
Asas-asas atau prinsip-prinsip pengorganisasian dikemukakan oleh para ahli di
antaranya Henri Fayol, James D. Money, Joseph L. Massie, Malayu Hasibuan, Sutarto,
dll. namun untuk pengorganisasian pendidikan itu mengacu pada asas-asas atau
prinsip pengorganisasian kelembagaan aparatur pemerintah yang dibuat oleh Lembaga
57
Administrasi Negara (LAN), dengan tujuan agar tugas pokok dan fungsi aparatur
pemerintah dimaksud tercapai dengan baik. Asas-asas atau prinsip pengorganisasian
dimaksud adalah :
1. Asas Pembagian Tugas.
Asas ini menentukan agar organisasi aparatur pemerintah merumuskan bagi setiap
anggotanya tugas yang jelas untuk menghindari duplikasi, benturan, dan kekaburan.
Dalam pemerintahan hendaknya tidak ada satu pun aktivitas yang tidak ditangani
oleh kelembagaan pemerintah (pembagian habis tugas).
2. Asas Fungsionalisasi.
Asas ini menekankan perlunya tanggung jawab secara fungsional, dan mekanisme
koordinasi antar instansi/lembaga/satuan kerja yang secara fungsional bertanggung
jawab melakukan tugasnya.
3. Asas Koordinasi.
Asas ini menekankan peningkatan kewajiban koordinasi yang mantap dalam
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan.
4. Asas Keseimbangan.
Asas ini mengharuskan adanya institusionalisasi dalam pelaksanaan, dalam arti,
bahwa tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan harus berjalan secara
terus-menerus dengan dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan, tanpa
bergantung pada diri pejabat/pegawai bersangkutan.
5. Asas Keluwesan (Fleksibilitas).
Asas ini menghendaki agar selalu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan per-
kembangan dan perubahan keadaan, sehingga dapat dihindari kekakuan dalam
pelaksanaan tugasnya.
6. Asas Akordeon.
Asas ini menekankan bahwa organisasi dapat berkembang atau mengecil sesuai de-
ngan tuntutan tugas dan beban kerjanya. Prinsip yang ideal adalah miskin struktur
58
kaya fungsi.
7. Asas Pendelegasian Wewenang.
Asas ini menentukan tugas-tugas yang perlu didelegasikan, dan tugas-tugas yang
tetap dipegang oleh pimpinan (yang tidak boleh didelegasikan).
8. Asas Rentang Kendali.
Asas ini dimaksudkan agar dalam menentukan jumlah satuan organisasi atau orang
yang dibawahi oleh seorang pejabat pimpinan diperhitungkan secara rasional,
mengingat terbatasnya kemampuan seorang pimpinan/atasan dalam pengendalian
bawahannya. Di sini ada hukum Graicunas, yaitu seberapa orang setiap pemimpin
dapat mengendalikan bawahannya.
9. Asas Jalur/Garis dan Staf.
Asas ini menekankan bahwa dalam penyusunan organisasi perlu dibedakan antara
satuan-satuan yang melakukan tugas pokok instansi/lembaga, dengan satuan-
satuan yang melakukan tugas bantuan atau penunjang.
10. Asas Kejelasan dan Pembaganan.
Asas ini mengharuskan setiap organisasi pemerintah menggambarkan susunan
organisasinya dalam bentuk bagan.
Berdasarkan asas-asas pengorganisasian tersebut di atas, maka pola susunan
organisasi pemerintah diatur organisasi lini dan staf, yaitu adanya unsur pimpinan,
pembantu pimpinan, dan pelaksana. Demikianlah, maka di lingkungan kementerian
(departemen) Pendidikan dan Kebudayaan pun ada unsur pimpinan, yaitu Menteri,
unsur pembantu pimpinan, yaitu Sekretaris Jenderal, dan unsur pelaksanana, yaitu
Direktur Jenderal, ditambah unsur pengawasan, yaitu Inspektur Jenderal, badan/pusat
(lembaga teknis), staf ahli, dst.
Untuk lebih jelasnya, pengaturan tentang pengorganisasian lembaga pemerin-
tah ini awalnya ditetapkan dalam Keppres No. 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Organisasi Departemen, dan Keppres No. 45 tentang Susunan Organisasi Departemen,
59
yang kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 15 Tahun 1984, kemudian dengan
Kepres No. 76 Tahun 1985, dan Keppres No. 12 Tahun 1986. Di era pemerintahan orde
reformasi sekarang ini, juga telah berubah lagi. Akan tetapi, kalau mengacu pada
organisasi lini dan staf, maka intinya tetap, yaitu :
1. Menteri, sebagai unsur pimpinan kementerian (departemen), sekaligus pembantu
Presiden dalam bidang yang menjadi tugas kewajibannya.
2. Sekretaris Jenderal, sebagai unsur pembantu pimpinan, berada langsung di bawah
Menteri dan memimpin Sekretariat Jenderal.
3. Inspektorat Jenderal, sebagai unsur pengawasan, berada langsung di bawah Mente-
ri dan memimpin Inspektorat Jenderal.
4. Direktur Jenderal, sebagai unsur pelaksana dari sebagian tugas pokok kementerian
(departemen), berada langsung di bawah Menteri dan memimpin Direktorat
Jenderal.
5. Organisasi lain dan staf ahli, terdiri atas :
a. Badan atau Pusat, yang dapat dibentuk oleh Presiden sebagai pelaksanaan tugas
tertentu, karena sifatnya tidak tercakup baik oleh unsur pembantu pimpinan,
unsur pelaksana, maupun unsur pengawasan.
b. Staf Ahli.
6. Instansi Vertikal, sebagai penyelenggara tugas pokok dan fungsi kementerian di
wilayah pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Catatan : Sekarang ini, dengan telah berlaku/berjalannya otonomi daerah dengan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka di
lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak ada lagi instansi
vertikalnya di daerah, karena semuanya sudah menjadi bagian dari tugas pokok dan
fungsi pemerintah daerah, yang ditangani oleh Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota. Nomenklaturnya pun jadi beragam karena ada fungsi
lain yang keluar (kebudayaan) ke pariwisata, misalnya ada Dinas Pendidikan, dan
Dinas Pendidikan Nasional. Di beberapa provinsi dan kabupaten/kota, fungsi
kebudayaan masuk ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Sekarang ini di Pusat,
fungsi kebudayaan ini kembali masuk ke kementerian pendidikan, sehingga menjadi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sementara Kementerian Kebudayaan
60
dan Pariwisata berubah menjadi Kementeri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Kedudukan dan fungsi kementerian (departemen) adalah :
1. Kementerian berkedudukan sebagai bagian pemerintahan negara dipimpin oleh
seorang menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.
2. Tugas pokok kementerian adalah menyelenggarakan sebagian dari tugas umum
pemerintahan dan pembangunan di bidang masing-masing.
3. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut kementerian menyelenggarakan fungsi-
fungsi :
a. Kegiatan perumusan kebijakan pelaksanaan, kewajiban teknis, pemberian
bimbingan, pembinaan serta pemberian perizinan, sesuai dengan kebijakan
umum yang telah ditetapkan oleh Presiden berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. Pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya;
c. Pelaksanaan sesuai dengan tugas pembangunan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas pokoknya sesuai dengan kebijakan umum
yang telah ditetapkan oleh Presiden berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Adapun susunan organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasar-
kan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 1 Tahun 2012 adalah :
1. Menteri Pendidikan Nasional.
2. Wakil Menteri Pendidikan Nasional.
3. Sekretariat Jenderal.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal.
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar.
6. Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah.
7. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
8. Inspektorat Jenderal.
9. Badan Penelitian dan Pengembangan.
61
10. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
11. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan, Kebudayaan, dan
Penjaminan Mutu Pendidikan.
12. Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan.
13. Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat.
14. Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan.
15. Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.
16. Staf Ahli Bidang Hukum.
17. Staf Ahli Bidang Sosial dan Ekonomi Pendidikan.
18. Staf Ahli Bidang Kerjasama Internasional.
19. Staf Ahli Bidang Organisasi dan Manajemen.
20. Staf Ahli Bidang Budaya dan Psikologi Pendidikan.
Adapun susunan organisasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat berdasarkan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 21 Tahun 2008, adalah sebagai berikut :
1. Kepala Dinas.
2. Sekretariat, membawahkan :
a. Sub Bagian Perencanaan dan Program;
b. Sub Bagian Keuangan;
c. Sub Bagian Kepegawaian dan Umum.
3. Bidang Pendidikan Dasar, membawahkan :
a. Seksi Pembinaan TK dan SD;
b. Seksi Pembinaan SMP;
c. Seksi Pembinaan Sekolah Standar Nasional dan Sekolah Bertaraf Internasional.
4. Bidang Pendidikan Menengah dan Tinggi, membawahkan :
a. Seksi Pembinaan SMA;
b. Seksi Pembinaan SMK;
c. Seksi Pembinaan Sekolah Standar Nasional, Sekolah Bertaraf Internasional, dan
Kerjasama Pendidikan Tinggi.
5. Bidang Pendidikan Luar Biasa, membawahkan :
a. Seksi Kurikulum Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus;
62
b. Seksi Alat Bantu Media Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus;
c. Seksi Bina Promosi Kompetensi Siswa.
6. Bidang Pendidikan Nonformal dan Informal, membawahkan :
a. Seksi Pendidikan Anak Usia Dini;
b. Seksi Kesetaraan dan Pendidikan Masyarakat;
c. Seksi Kursus dan Kelembagaan.
Sementara itu organisasi dan tata kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur No. 07 Tahun 2008, unsur-unsur-
nya adalah sebagai berikut :
1. Unsur Pimpinan, adalah Kepala Dinas.
2. Unsur Pembantu Pimpinan, adalah Sekretaris.
3. Unsur Pelaksana, adalah Kepala Bidang, Sub Bagian, Seksi, UPTD, dan Kelompok
Jabatan Fungsional.
Adapun susunan organisasi Dinas Pendidikan dimaksud selengkapnya adalah :
1. Kepala Dinas.
2. Sekretariat, membawahkan :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
b. Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan;
c. Sub Bagian Penyusunan Program.
3. Bidang Bina Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, membawahkan :
a. Seksi Kurikulum dan Peningkatan Mutu Pendidik/Tenaga Kependidikan TK/SD;
b. Seksi Kesiswaan TK/SD;
c. Seksi Sarana dan Prasarana TK/SD.
4. Bidang Bina Sekolah Menengah Pertama, membawahkan :
a. Seksi Kurikulum dan Peningkatan Mutu Pendidik/Tenaga Kependidikan SMP;
b. Seksi Kesiswaan SMP;
c. Seksi Sarana dan Prasarana SMP.
5. Bidang Bina Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan, membawahkan :
a. Seksi Kurikulum dan Peningkatan Mutu Pendidik/Tenaga Kependidikan SMA/K;
b. Seksi Kesiswaan SMA/K;
63
c. Seksi Sarana dan Prasarana SMA/K.
6. Bidang Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga, membawahkan :
a. Seksi Pendidikan Masyarakat, Kelembagaan, dan Kursus;
b. Seksi Pembinaan Pemuda dan Olah Raga;
c. Seksi Pembinaan Anak Usia Dini dan Kesetaraan.
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
8. Kelompok Jabatan Funsional.
Catatan : Organisasi dan tatakerja Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota
dibentuk berdasarkan adanya penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah
pusat (desentralisasi atau otonomi daerah), dan pembentukannya biasanya konkordan
atau “menyesuaikan” dengan kelembagaan (departementasi/kementerian) di pusat.
Karena di pemerintahan pusat pada Kabinet Indonesia Bersatu I dan II (KIB I/II peme-
rintahan SBY), urusan kebudayaan dialihkan dari Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menjadi bagian dari tugas pokok dan fungsi di Departemen Pariwisata dan
Kebudayaan, maka umumnya di Dinas Pendidikan yang dibentuk di daerah pun urusan
kebudayaan dipindahkan ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Tatkala baru-baru ini di
pemerintahan pusat (KIB II) terjadi perubahan kembali susunan departemen dengan
nomenklaturnya kementerian, antara lain Departemen Pendidikan Nasional (Depdik-
nas) menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), kemudian
Departemen Pariwisata dan Kebudayaan (Depparbud) menjadi Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparek), di daerah tidak sertamerta berubah,
sebab prosesnya membutuhkan waktu serta harus di-perda-kan terlebih dahulu. Untuk
itu perlu ada instruksi dari pemerintah pusat berupa Perubahan atau Penggantian PP
No. 41 Tahun 2001 tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai payung hukumnya,
serta petunjuk teknis dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Karena perubahan
atau penggantian PP tersebut di atas dan juknisnya belum ada, maka sampai dengan
sekarang (waktu tulisan ini dibuat pertengahan Juni 2012), urusan kebudayaan masih
berada di lingkungan Dinas Pariwisata dan Kabudayaan.
Organisasi pendidikan berikutnya adalah sekolah, yaitu institusi (lembaga)
pendidikan sebagai suatu sarana dalam rangka melaksanakan pelayanan belajar dan
64
proses pendidikan. Dalam hal ini sekolah tidak hanya dimaknai sebagai tempat
berkumpulnya guru dan murid (peserta didik), melainkan sebagai suatu sistem yang
sangat kompleks dan dinamis. Mengingat kompleksitas sekolah ini, maka pembahasan
mengenai organisasi sekolah dibuat tersendiri, di bawah ini.
D. SEKOLAH SEBAGAI ORGANISASI
1. Pengertian Sekolah.
Untuk menjelaskan pengertian sekolah, dalam Syaiful Sagala (2007:70-71) dikemu-
kakan pendapat para ahli, di antaranya :
a. Hadari Nawawi (1082):
Sekolah tidak boleh diartikan hanya sebuah ruangan atau gedung saja, tempat
anak berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan, tetapi sebagai
institusi yang peranannya jauh lebih luas daripada itu. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan terikat akan norma dan budaya yang mendukungnya sebagai suatu
sistem nilai;
b. Postman dan Weingartner (1973) :
"School as institution is the specific set of essential function is serves in our
society.” (Sekolah sebagai lembaga yang spesifik dari seperangkat fungsi-fungsi
yang mendasar dalam melayani masyarakat);
c. Reimer (1987) :
Sekolah adalah lembaga yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-
kelompok umur tertentu dalam ruang-ruang kelas yang dipimpin guru untuk
mempelajari kurikulum-kurikulum yang bertingkat;
d. Nanang Fatah (2003) :
Sekolah merupakan wadah tempat proses pendidikan, memiliki sistem yang
kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya, sekolah adalah tempat yang bukan
hanya tempat berkumpul guru dan murid, melainkan berada dalam suatu
tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan;
e. Gorton (1976) :
Sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang
65
bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan sekolah, yang dikenal sebagai tujuan
instruksional.
Demikianlah, maka sekolah sebagai organisasi yang di dalamnya terjadi
proses pembelajaran (belajar-mengajar), terdapat sekelompok orang yang melaku-
kan hubungan kerjasama, yaitu :
a. Kepala sekolah;
b. Kelompok guru dan tenaga fungsional lain;
c. Kelompok tenaga administrasi atau staf tata usaha;
d. Kelompok siswa atau peserta didik;
e. Kelompok orang tua/wali siswa.
Dari hubungan kerjasama mereka, menurut Wahjosumidjo (1999:134-135)
dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori :
a. Seorang atau mereka yang bertanggung jawab atau diberi tugas untuk
memimpin, dalam hal ini adalah kepala sekolah;
b. Sekelompok orang yang berkepentingan untuk mengajar atau memberikan
pelajaran, atau tugas-tugas pendidikan yang lain, dalam hal ini mereka adalah
guru dan tenaga fungsional lainnya;
c. Sekelompok atau orang tua/wali siswa yang bergabung dalam suatu organisasi di
sekolah yang diharapkan membantu kepala sekolah dalam mendukung
tercapainya proses belajar-mengajar. Dahulu namanya Persatuan Orang Tua
Murid dan Guru (POMG), kemudian berubah menjadi Persatuan Orangtua Murid
(POM), dan sekarang menjadi Komite Sekolah;
d. Kelompok para siswa/peserta didik, yaitu mereka yang menerima pelajaran.
Mereka pun diikat oleh Organisasi Intra Sekolah (OSIS).
Hubungan kerjasama dalam kehidupan sekolah dapat dibedakan dalam
hubungan kekuasaan dan hubungan koordinasi. Hubungan kekuasaan terjadi
antara kepala sekolah sebagai pemimpin dan penanggung jawab penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran, dengan kelompok guru, tenaga administratif, orang
tua/wali siswa, dan para siswa. Sedangkan hubungan koordinatif adalah hubungan
66
antarsesama guru, antarsesama staf administratif, antarsesama siswa, dan antar-
sesama orang tua/wali, dsb.
2. Tugas Pokok dan Fungsi Sekolah.
Tugas pokok sekolah adalah membentuk kepribadian anak (peserta didik) menjadi
manusia dewasa dari sudut usia dan intelektualnya, serta terampil dan bertanggung
jawab sebagai upaya mempersiapkan generasi pengganti yang mampu memper-
tahankan eksistensi kelompok atau masyarakat bangsanya dengan budaya yang
mendukungnya. (Syaiful Sagala, 2007:75). Sekolah mempunyai fungsi sosial yang
penting dalam bentuk dan kombinasi tertentu, yaitu sebagai pencipta realita sosial
peserta didik, sekaligus menciptakan kinerja yang berkualitas bagi guru-guru di
sekolah. Dengan demikian tugas pokok dan fungsi sekolah adalah meneruskan,
mempertahankan, dan mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui pem-
bentukan kepribadian peserta didik dengan memberikan ilmu pengetahuan
(kognitif), keterampilan teknis tertentu (psikomotor), dan penanaman nilai-nilai
yang mendukungnya berupa sikap perilaku (afektif).
3. Komponen Organisasi Sekolah.
Idealnya komponen organisasi sekolah meliputi :
a. Kepala sekolah sebagai manajer dan pemimpin pendidikan;
b. Wakil kepala sekolah sebagai pendukung kepemimpinan kepala sekolah;
c. Guru sebagai penanggung jawab proses pembelajaran;
d. Konselor sebagai pendukung kualitas belajar siswa/peserta didik;
e. Tenaga ekependidikan lain sebagai perencana pendidikan/sekolah bertanggung
jawab menyediakan informasi kebijakan pendidikan;
f. Tenaga ahli kurikulum sebagai pelayan manajemen kurikulum;
g. Supervisor yang melaksanakan supervisi pengajaran di sekolah.
4. Sekolah Sebagai Birokrasi.
Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi untuk mencapai tugas-tugas administratif
yang besar dengan cara mengkoordinasi secara sistematis pekerjaan dari orang
67
banyak (Wahyudi Kumorotomo, 1992:74). Kata birokrasi juga bermakna suatu
metode organisasi yang rasional dan efisien (David Osborne dan Ted Gaebler,
1999:14). Birokrasi sebagai salah satu sistem pemerintahan di dalamnya ditandai
dengan adanya berbagai indikasi, seperti kedudukan yang bersifat hierarkis,
hubungan otoritas, fungsi-fungsi khusus, peraturan perundang-undangan, pengelo-
laan, tugas-tugas, dan interaksi dengan lingkungan yang mendukung.
Berdasarkan indikasi tersebut di atas, maka sekolah sebagai organisasi juga
mempunyai karakteristik birokrasi, antara lain :
a. Di dalamnya terhimpun kelompok-kelompok manusia yang masing-masing, baik
secara individu maupun kelompok melakukan hubungan kerjasama untuk men-
capai tujuan. Kelompok-kelompok ini tidak lain merupakan sumber daya
manusia yang terdiri dari :
1) Kepala sekolah;
2) Guru-guru;
3) Tenaga administrasi/tata usaha;
4) Murid/peserta didik;
5) Orang tua/wali murid.
b. Tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan, tertuang dalam Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai penjabaran lebih
lanjut dari salah satu tugas/misi negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945, yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kemudian dijabarkan lebih
lanjut dalam tujuan instansional, tujuan sekolah (satuan pendidikan), tujuan
kurikulum, dsb.
c. Ada pembagian tugas untuk mendukung agar proses interaksi antar manusia
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, yaitu :
1) Kepala sekolah memimpin pengelolaan sekolah;
2) Guru bidang studi (mata pelajaran, pembimbing, piket/jaga);
3) Administratif/ketatausahaan seperti keuangan, kepegawaian, perlengkapan,
dll.
d. Ada serangkaian peraturan sebagai pedoman dalam proses interaksi, sehingga
dapat berjalan teratur, terencana, berkelanjutan, lancar, tertib, dan terkoordi-
68
nasi. Terdapat tingkat-tingkat peraturan, dari mulai Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan/Keputusan Menteri, Keputusan/Edaran Dirjen di ling-
kungan Kemendikbud, Peraturan/Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota, Kepu-
tusan Kepala Dinas, sampai dengan peraturan operasional di sekolah. Contoh
peraturan yang berkaitan dengan pelajaran :
1) Program, yang meliputi : Pengelompokan program, lama pendidikan, susunan
program kurikulum;
2) Pelaksanaan program, yang meliputi : Kegiatan pengajaran, pendekatan dan
strategi belajar-mengajar, dan pola penyelenggaraan;
3) Penilaian, yang mencakup : Kegiatan dan kemajuan belajar, hasil belajar.
Contoh peraturan yang mengatur unsur penunjang tercapainya proses belajar-
mengajar :
1) Penggunaan sarana dan fasilitas sekolah;
2) Pengaturan waktu masuk, belajar, istirahat, pulang;
3) Pembinaan personil, dll.
e. Hubungan struktural atau hierarkis yang berisi tugas, wewenang, dan tanggung
jawab tertentu. Konsekuensi dari hubungan ini adalah adanya pemimpin (kepala
sekolah) yang mempunyai wewenang untuk memberi arahan dan perintah, dan
yang dipimpin atau bawahan (guru, tenaga fungsional, staf administratif, murid,
orang tua/wali murid) yang diperintah untuk mengerjakan tugas pokok dan
fungsi atau memenuhi kewajibannya sesuai dengan kedudukan masing-masing
baik secara individual mapun kelompok. Dalam hal ini kedudukan kepala sekolah
sebagai birokrasi atau pemimpin formal bersifat legitimatif, karena pengang-
katannya dikukuhkan dengan keputusan pejabat berwenang sehingga
mempunyai kekuatan hukum. Tetapi yang perlu diketahui dalam peraturan
perundang-undangan bidang kepegawaian, jabatan resmi kepala sekolah adalah
tugas tambahan dari kedudukannya sebagai pejabat fungsional pendidik (guru)
bukan pejabat struktural seperti di lingkungan dinas pendidikan. Jadi, yang
dimaksud hubungan struktural/hierarkis antara kepala sekolah dengan guru,
tenaga fungsional, staf administrasi, murid, dll. adalah hubungan atasan-
69
bawahan dalam proses penyelenggaraan pembelajaran dan pendidikan di
sekolah.
f. Sebagai suatu birokrasi, interaksi kerjasama dalam mencapai tujuan, terikat oleh
suatu sistem komunikasi tertentu. Artinya, dalam hubungan kerjasama antar-
manusia dalam organisasi diatur melalui suatu prosedur tertentu yang disebut
tata kerja atau mekanisme kerja. Demikian halnya sistem komunikasi di sekolah
yang melibatkan berbagai pihak (guru, tenaga fungsional, staf administrasi,
murid, orang tua/wali). Wujud yang perlu dikomunikasikan di antaranya kepada
siapa, oleh siapa, materi apa, kapan, di mana, dll. tidak terjadi begitu saja. Di
sekolah juga ada sistem insentif tertentu (gaji, sarana/fasilitas yang mendukung,
penghargaan, kesejahteraan, suasana kerja yang kondusif, dll,) untuk merang-
sang atau membangkitkan semangat kerja dalam rangka mencapai tujuan.
5. Sekolah sebagai Sistem Sosial.
Sebagai suatu sistem sosial, sekolah merupakan organisasi yang dinamis dan
berkomunikasi secara aktif. Di dalamnya melibatkan dua orang atau lebih yang
saling berkomunikasi dalam rangka mencapai tujuan. Membicarakan sekolah
sebagai sistem sosial di dalamnya terdapat dimensi-dimensi, semangat, serta
konflik. Konsep dasar sistem sosial dari Parson (1951) yang dalam administrasi
pendidikan dikembangkan oleh Getzel, Guba, Lipham, dan Compbell (1968) melalui
suatu model perilaku sistem sosial. Berdasarkan model tersebut memberikan
petunjuk bahwa suatu organisasi, termasuk sekolah di dalamnya terdapat beberapa
dimensi :
a. Sederetan unsur yang terdiri dari : Institusi, peran dan harapan-harapan, yang
secara bersama membentuk dimensi normatif atau sosiologis;
b. Sederetan unsur yang mencakup : Individu, kepribadian, dan keperluan watak
(need dispositions), yang secara bersama melahirkan dimensi kepribadian atau
psikologis;
c. Perilaku sosial sebagai hasil interaksi antara faktor institusi dengan unsur-unsur
di dalamnya dengan faktor individu beserta unsur-unsurnya.
70
6. Bagan Struktur Organisasi Sekolah.
Di bawah ini digambarkan contoh bagan struktur organisasi sekolah, yaitu SMA
Negeri dan SMA Swasta. Adapun yang lain-lainnya konkordan, atau sesuai dengan
kebutuhan.
SMA NEGERI :
KEPALA SEKOLAH
WAKIL KEPALA SEKOLAH
KOMITE SEKOLAH TATA USAHA
SEKOLAH
KOORDINA-TOR GURU
MATA PELAJARAN
(MGMP PKn)
KOORDINA-TOR GURU
MATA PELAJARAN
(MGMP Agama)
KOORDINA-TOR GURU
MATA PELAJARAN
(MGMP dst.)
WALI KELAS, GURU MATA PELAJARAN, GURU BP/BK, DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN LAINNYA
PESERTA DIDIK
71
SMA SWASTA :
KEPALA SEKOLAH
YAYASAN PENDIDIKAN DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN/KOTA
TATA USAHA
WAKASEK KEPESERTADIDIKAN
WAKASEK KURIKULUM
WAKASEK SARPRAS
BIMBINGAN DAN
KONSELING
WALI KELAS
TENAGA KEPENDIDIKAN
LAIN
GURU-GURU
PESERTA DIDIK (SISWA-SISWI)
Kelas I Kelas II Kelas III A B C D E F G H A B C D E F G H A B C D E F G H
72
BAB VI KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen sangatlah penting. Menurut S.P.
Siagian, kepemimpinan (leadership) merupakan inti daripada manajemen, karena
pemimpin adalah motor atau daya penggerak daripada semua sumber dan alat-alat
(resources) yang tersedia bagi suatu organisasi. Terdapat dua golongan besar resour-
ces, yaitu human resource (man = sumber daya manusia), dan non human resources
(money, materials, machines, method, market). Kepemimpinan ini sangat penting
mengingat sukses atau gagalnya suatu organisasi sebagian besar ditentukan oleh
kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin
organisasi itu.
Menurut S.P. Siagian (1996:36), “pemimpin” ialah setiap orang yang mempunyai
“bawahan”. Sukses tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya tergantung dari
cara-cara memimpin yang dipraktekkan oleh orang-orang “atasan” itu. Kesuksesan
dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dimaksud tidak semata ditentukan oleh
tingkat keterampilan teknis (technical skill) yang dimilikinya, tetapi lebih pada keahlian-
nya menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik (managerial skill).
Definisi kepemimpinan menurut G.R. Terry dan Leslie W. Rue (2005:192) adalah
kemampuan seseorang atau pemimpin untuk mempengaruhi perilaku orang lain
menurut keinginan-keinginannya dalam suatu keadaan tertentu. Sementara itu
menurut Mardjiin Sjam (1966:11), kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna
mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai
tujuan.
Berdasarkan pengertian kepemimpinan tersebu di atas, maka kepemimpinan
pendidikan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan menggerakkan pendidikan
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Yang harus diberi arahan dan digerakkan
73
adalah semua unsur yang terlibat dalam bidang atau sektor pendidikan, terutama
orang-orangnya.
B. FUNGSI KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Menurut Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto (1988:4), fungsi kepemimpinan
pendidikan itu terbagi atas dua bagian, yaitu :
1. Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Fungsi yang bertalian dengan penciptaan suasana kerja yang sehat dan menyenang-
kan sambil memeliharanya.
1. Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai :
a. Berpikir dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskan agar
para anggota selalu dapat menyadari pentingnya kerjasama dalam upaya
mencapai tujuan;
b. Memberi dorongan kepada para anggota kelompok serta menjelaskan situasi
dengan maksud untuk menemukan rencana-rencana kegiatan kepemimpinan
yang dapat memberi harapan baik;
c. Membantu para anggota kelompok dalam mengumpulkan keterangan-
keterangan yang diperlukan agar dapat mengadakan pertimbangan-
pertimbangan yang sehat;
d. Memanfaatkan kesanggupan dan minat khusus dari anggota kelompok;
e. Memberi dorongan kepada setiap anggota kelompok untuk berpikir dan
berperan dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi;
f. Memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab kepada anggota
kelompok dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan masing-
masing demi kepentingan bersama.
2. Fungsi yang bertalian dengan penciptaan suasara kerja yang sehat :
a. Memupuk dan memelihara kesediaan kerjasama di dalam kelompok demi
tercapainya tujuan bersama;
b. Menanamkan dan memupuk rasa persatuan karena mereka merupakan bagian
74
dari kelompok sehingga memiliki jiwa dan semangat kebersamaan. Berikan
penghargaan atas usaha-usaha mereka dengan ramah dan suasana gembira/
menyenangkan;
c. Mengusahakan tempat kerja yang menyenangkan;
d. Mamanfaatkan kelebihan-kelebihan yang ada pada pemimpin untuk member-
kan kontribusi kepada anggota kelompok dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Lain daripada itu pemimpin dapat mengembangkan kesanggupan-
kesanggupan anggota untuk hal yang sama.
C. PENDEKATAN STUDI KEPEMIMPINAN
Hampir seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam lima macam
pendekatan, yaitu pendekatan pengaruh kewibawaan, pendekatan sifat, pendekatan
perilaku, dan pendekatan kontingensi (kemudian berkembang menjadi kepemimpinan
situasional) dan pendekatan kewibawaan. (Wahjosumidjo, 1999:19-33).
1. Pendekatan Menurut Pengaruh Kewibawaan (Power Influence Approach).
Menurut pendekatan ini, keberhasilan pemimpin dipandang dari segi sumber dan
terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada pemimpin itu, dan dengan cara
yang bagaimana pemimpin itu menggunakan kewibawaannya kepada bawahan.
Berdasarkan hasil penelitian French dan Raven (Wahjosumidjo, 1999:21), terdapat
pengelompokkan sumber dari mana kewibawaan itu berasal, yaitu :
a. Reward Power : Bawahan mengerjakan sesuatu agar memperoleh penghargaan
yang dimiliki oleh pemimpin;
b. Coersive Power : Bawahan mengerjakan sesuatu agar terhindar dari hukuman
yang dimiliki oleh pemimpin;
c. Legitimate Power : Bawahan melakukan sesuatu karena pemimpin memiliki
kekuasaan untuk meminta bawahan, dan bawahan mempunyai kewajiban untuk
mematuhinya;
d. Expert Power : Bawahan mengerjakan sesuatu karena percaya bahwa pemimpin
memiliki pengetahuan khusus dan keahlian tertentu, sehingga mengetahui apa
yang diperlukan;
75
e. Referent Power : Bawahan melakukan sesuatu karena merasa kagum terhadap
pemimpin, dan membutuhkan restu pemimpin, serta mau berperilaku seperti
pemimpin tadi.
2. Pendekatan Sifat (The Trait Approach).
Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin. Keberhasilan pemimpin
ditandai oleh kecakapan luar biasa yang dimilikinya, seperti :
a. Penuh energi, tidak kenal lelah;
b. Intuisi (naluri) yang tajam;
c. Tinjauan ke masa depan yang tidak sempit (visioner);
d. Kecakapan meyakinkan yang sangat menarik (irresistible persuasive skill).
Berdasarkan pendekatan ini, terdapat tiga macam sifat pribadi pemimpin :
a. Ciri-ciri fisik (physical characteristics), seperti tinggi badan, penampilan, energik;
b. Kepribadian (personality), seperti menjunjung tinggi harga diri (self esteem),
berpengaruh (dominant), dan stabilitas emosional (emotional stability);
c. Kemampuan/kecakapan (ability), seperti kecerdasan umum (general intelle-
gence), lancar berbicara (verbal fluency), keaslian (originality), dan wawasan
sosial (social insight).
Demikianlah, sifat-sifat pribadi dan keterampilan (skills) seorang pemimpin sangat
berperan dalam keberhasilan memimpin. Sifat-sifat dan keterampilan yang menjadi
ciri keberhasilan pemimpin dapat digambarkan dalam matriks sebagai berikut :
SIFAT-SIFAT PRIBADI KETERAMPILAN
- Kemampuan menyesuaikan diri
terhadap situasi kondisi
- Selalu siap terhadap lingkungan sosial
- Berorientasi pada cita-cita
keberhasilan
- Tegas
- Kerjasama
- Cerdik
- Konseptual
- Kreatif
- Diplomatis dan taktis
- Banyak mengetahui tugas-tugas
76
- Mampu mengambil keputusan
- Berpengaruh/berwibawa
- Energik
- Gagah/perkasa
- Percaya diri
- Sabar, tahan uji
- Mau bertanggung jawab
kelompok - Kemampuan mengatur
- Kemampuan meyakinkan
- Kemampuan berkomunikasi
3. Pendekatan Perilaku (The Behavior Approach).
Pendekatan ini menekankan pentingnya perilaku yang dapat diamati atau dilakukan
oleh pemimpin dari sifat-sifat pribadi atau sumber kewibawaan yang dimilikinya.
Perilaku seorang pemimpin digambarkan ke dalam istilah “pola aktivitas”, “peranan
manajerial”, atau “kategori perilaku”.
Dengan pendekatan perilaku, para ahli mengembangkan teori kepemimpinan
perilaku ke dalam berbagai macam klasifikasi, yaitu :
a. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory), yaitu struktur inisiasi (initiating structure)
dan konsiderasi (consideration). Struktur inisiasi (Si) adalah perilaku kepemim-
pinan yang menggambarkan hubungan kerja dengan bawahan, baik secara
pribadi maupun kelompok, serta adanya usaha keras untuk menciptakan pola-
pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode, serta prosedur yang ditetapkan
dengan baik. Sementara konsiderasi menunjukkan perilaku bersahabat, saling
adanya kepercayaan, saling hormat-menghormati, dan hubungan yang hangat di
dalam kerjasama antara pemimpin dengan anggota-anggota kelompok.
Teori dua faktor ini dapat digambarkan pada hubungan kuadran sebagai
berikut :
77
Tinggi
I II + Si + Si
- K + K Rendah Tinggi
- Si - Si - K + K
III IV
Rendah
Keterangan :
Terdapat empat variabel dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu :
Kuadran I : Si tinggi, dan K rendah;
Kuadran II : Si tinggi, dan dan K tinggi;
Kuadran III : Si rendah, dan K rendah;
Kuadran IV : Si rendah, dan K tinggi. Secara umum, penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan yang tinggi, dalam
struktur inisiasi dan konsiderasi (+Si, +K) yang terletak pada kuadran II, adalah
perilaku kepemimpinan yang paling efektif di dalam mencapai hasil organisasi
dan perseorangan yang telah direncanakan.
Stogdill (1963) dalam Wahjosumidjo (Ibid), mengemukakan bahwa untuk menilai
perilaku kepemimpinan ada 12 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) Perwakilan (Representation) : Pemimpin berbicara dan bertindak sebagai
wakil kelompok;
2) Tuntutan perdamaian (Reconciliation) : Pemimpin mendamaikan tuntutan
konflik dan mengurangi ketidakteraturan dari sistem yang ada;
78
3) Toleran terhadap ketidakpastian (Tolerence of Uncertainty) : Pemimpin
mampu memberikan toleransi terhadap ketidakpastian dan penundaan, tanpa
kekhawatiran atau gangguan;
4) Keyakinan (Persuasiveness) : Pemimpin mempergunakan persuasi dan organi-
sasi secara efektif, serta memperlihatkan keyakinan yang kuat (conviction);
5) Struktur inisiasi (Inisiation of Structure) : Pemimpin dengan jelas mendefinisi-
kan peranan kepemimpinan dan memberikan kesempatan bawahan menge-
tahui apa yang diharapkan dari mereka;
6) Tolerasi kebebasan (Tolerence of Freedom) : Pemimpin membiarkan bawahan
berkesempatan untuk berinisiatif, terlibat dalam keputusan, dan berbuat;
7) Asumsi peranan (Role Assumption) : Pemimpin secara aktif menggunakan
peranan kepemimpinannya daripada menyerahkannya kepada yang lain;
8) Konsiderasi (Concideration) : Pemimpin memperhatikan ketenangan, kesejah-
teraan, dan kontribusi bawahan;
9) Penekanan pada hal-hal yang produktif (Productive Emphasise) : Pemimpin
lebih mementingkan atau menekankan pada hal-hal yang bersifat produktif;
10) Ketepatan yang bersifat prediktif (Predictive Accuracy) : Pemimpin memper-
lihatkan wawasan ke depan, dan kecakapan untuk memprakirakan hasil yang
akan datang secara akurat;
11) Integrasi (Integration) : Pemimpin memelihara secara akrab jaringan (knit)
organisasi dan mengatasi konflik antar anggota;
12) Orientasi kepada atasan (Superior Orientation) : Pemimpin memelihara
hubungan dengan penuh ramah-tamah dengan para atasan yang mempunyai
pengaruh terhadap pemimpin (mereka), dan berjuang untuk memperoleh
kedudukan yang lebih tinggi.
b. Teori Empat Faktor (Four Factor Theory), yaitu usaha untuk meningkatkan kua-
litas kepemimpinan yang meliputi dimensi struktural, fasilitatif, suportif, dan
partisipatif, yaitu :
1) Kepemimpinan Struktural :
- Cepat mengambil tindakan dalam keputusan yang mendesak;
79
- Melaksanakan pendelegasian yang jelas dan menentukan kepada para
anggota staf;
- Menekankan kepada hasil dan tujuan organisasi;
- Mengembangkan suatu pandangan organisasi yang kohesif sebagai dasar
pengambilan keputusan;
- Memantau penerapan keputusan;
- Memperkuat relasi yang positif dengan pemerintah ataupun masyarakat
setempat.
2) Kepemimpinan Fasilitatif :
- Mengusahakan dan menyediakan sumber-sumber yang diperlukan;
- Menetapkan dan memperkuat kembali kebijakan organisasi;
- Menekan atau memperkecil kertas kerja yang birokratis;
- Memberikan saran atas masalah kerja yang terkait;
- Membuat jadwal kegiatan;
- Membantu pekerjaan agar dilaksanakan.
3) Kepemimpinan Suportif :
- Memberikan dorongan dan penghargaan atas usaha orang lain (bawahan);
- Menunjukkan keramahan dan kemampuan untuk melakukan pendekatan;
- Mempercayai orang lain dengan pendelegasian wewenang dan tanggung
jawab;
- Memberikan ganjaran atas usaha perseorangan;
- Meningkatkan moral/semangat staf.
4) Kepemimpinan Partisipatif :
- Pendekatan akan berbagai persoalan dengan pikiran terbuka;
- Mau dan bersedia memperbaiki posisi-posisi yang telah terbentuk;
- Mencari masukan dan nasihat yang menentukan;
- Membantu perkembangan kepemimpinan yang posisional dan kepemimpin-
an yang sedang tumbuh;
- Bekerja secara aktif dengan perseorangan atau kelompok;
- Melibatkan orang lain secara tepat dalam pengambilan keputusan.
80
4. Pendekatan Kontingensi/Situasional (Contingency Approach).
Pendekatan ini menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, me-
ngemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memprakirakan ciri-ciri pribadi ini,
dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang
didasarkan pada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan
situasional.
Model kepemimpinan situasional, 1977, timbul karena model-model lain
(model Fiedler, 1974; model House’s Path Goal, 1974; model Vroom-Yetton, 1973
(Wahjosumidjo, Ibid:29), tidak dapat memberikan jawaban terhadap persoalan-
persoalan yang muncul dalam kepemimpinan. Model kepemimpinan situasional ini
mengandung pokok-pokok pikiran :
a. Di mana pemimpin itu berada, dalam melakukan tugasnya dipengaruhi oleh
faktor-faktor situasional, yaitu jenis pekerjaan, lingkungan organisasi, dan
karakteristik individu yang terlibat dalam organisasi;
b. Perilaku kepemimpinan yang paling efektif adalah yang disesuaikan dengan
tingkat kematangan bawahan;
c. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang selalu membantu bawahan dalam
mengembangkan dirinya dari tidak matang menjadi matang. Ada tujuh tingkat
proses pematangan, yaitu :
1) Pasif aktif.
2) Tergantung tidak tergantung.
3) Mampu melakukan sedikit cara banyak cara.
4) Minat yang dangkal minat yang matang.
5) Pandangan jangka pendek pandangan luas.
6) Jabatan bawahan jabatan atas.
7) Kurang percaya diri sadar diri dan terkontrol.
d. Perilaku kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari satu situasi ke situasi lain.
Karena itu dalam kepemimpinan situasi, penting bagi setiap pemimpin untuk
mengadakan diagnosis dengan baik terhadap sitruasi. Menurut teori ini,
pemimpin yang baik adalah yang :
81
1) Mampu mengubah-ubah perilakunya sesuai dengan situasi dan kondisi;
2) Memperlakukan bawahan sesuai dengan tingkat kematangannya yang
berbeda-beda.
e. Pola perilaku kepemimpinan berbeda-beda sesuai dengan situasi yang ada. Ada
perilaku pemimpin yang mengarahkan (direktif), yang selalu memberi petunjuk
kepada bawahan, dan ada pula yang cenderung memberikan dukungan
(suportif).
Perilaku kepemimpinan sebagai proses pengambilan keputusan dan pemecah-
an masalah dapat diidentifikasikan ke dalam empat macam kategori atau tipe,
yaitu :
a. Tipe Direktif;
b. Tipe Konsultatif;
c. Tipe Partisipatif;
d. Tipe Delegatif.
Dari ke empat tipe ini yang terbaik adalah tipe kepemimpinan yang dapat meng-
integrasikan secara maksimal antara produktivitas dan kepuasan, serta partum-
buhan dan pengembangan manusia dalam semua situasi. Dalam hal ini yang
terpenting adalah apabila pemimpin dapat menyesuaikan tipe kepemimpinannya
dengan situasi yang dihadapi. Pengertian situasi mencakup : Waktu, tuntutan
pekerjaan, kemampuan bawahan, para pimpinan, teman sekerja, kemampuan dan
harapan bawahan, maupun tujuan organisasi. Sejauh mana seorang pemimpin
harus memperhatikan situasi, sangat bergantung pula pada tingkat kematangan
bawahan, yaitu :
a. Bawahan yang mempunyai tujuan, termasuk pula kemampuan untuk menentu-
kan tugas;
b. Bawahan yang mempunyai rasa tanggung jawab, dalam arti, bawahan memiliki
kemauan (motivasi) dan kemampuan (kompetensi) untuk menentukan tujuan,
dsb.
c. Mempunyai pendidikan dan pengalaman;
d. Tingkat kematangan yang meliputi :
82
1) Kemampuan dan pengetahuan teknis untuk melaksanakan tugas;
2) Rasa percaya diri sendiri dan harga diri.
5. Pendekatan Kewibawaan (Charismatic Approach).
Cara kerja teori ini didasarkan pada dalil dan penemuan penelitian berbagai macam
disiplin ilmu sosial. Teori ini membantu mengurangi beberapa misteri yang
menyelimuti kepemimpinan karismatik dengan mengadakan identifikasi, yaitu :
a. Bagaimana beberapa pemimpin berbeda dari orang-orang lain;
b. Bagaimana mereka berperilaku;
c. Bagaimana keadaan di bawah kepemimpinan karismatik yang paling mungkin
atau banyak terjadi.
Ada beberapa indikasi sebagai ciri kepemimpinan karismatik, yaitu :
a. Bawahan/pengikut menaruh kepercayaan terhadap kebenaran dan keyakinan
pemimpin;
b. Ada kesamaan keyakinan bawahan dengan keyakinan pemimpin;
c. Penerimaan tanpa perlu dipersoalkan atau bulat-bulat dari bawahan terhadap
pemimpin;
d. Terdapat rasa kasih sayang (affection) pengikut kepada pemimpin;
e. Kemauan untuk patuh dari bawahan terhadap pemimpin;
f. Keterlibatan secara emosional dari para bawahan dalam melaksanakan misi
organisasi;
g. Mempertinggi penampilan dalam melaksanakan tugas para bawahan;
h. Ada keyakinan bawahan bahwa pemimpin karismatik akan mampu memberikan
bantuan demi keberhasilan misi kelompok/organisasi.
D. PROSES PENGARUH TIMBAL BALIK DALAM KEPEMIMPINAN Inti dari kepemimpinan adalah mempengaruhi orang/pihak lain terutama bawahan.
Tanpa bawahan, pemimpin tidak akan ada. Akan tetapi proses pengaruh-
mempengaruhi antara pemimpin dengan bawahan tidak searah. Pemimpin mempe-
ngaruhi bawahan, tetapi bawahan pun dapat mempengaruhi pemimpin.
83
Ada beberapa sumber pengaruh dari para pemimpin dan sumber pengaruh dari
bawahan. Sumber pengaruh dari pemimpin adalah kewibawaan atau menurut Amitai
Etzione (dalam Wahjosumidjo, 1999:35), mengalir dari position dan personal power,
yaitu pengaruh yang bersumber dari kedudukan dan atau kepribadian pemimpin.
Sedangkan menurut French dan Raven berasal dari legitimate, coercive, reward,
expert, dan referent. Pengaruh bawahan terhadap pemimpin disebut kewibawaan
tandingan (counter power) yang akan membantu sebagai pengendali pemakaian
kewibawaan pemimpin. Sumber utama kewibawaan tandingan bawahan adalah
ketergantungan pemimpin terhadap bawahan itu sendiri. Ketergantungan ini terjadi
dalam berbagai bentuk. Para pemimpin menanamkan pengaruhnya berdasarkan
keahlian, daya tarik dan status yang legalistik. Kewibawaan pemimpin ini bisa lenyap
jika pemimpin gagal dalam memberikan kepuasan terhadap harapan bawahan.
Sebaliknya kewibawaan tandingan bawahan hanya dapat berperan dengan jelas dan
dilaksanakan secara efektif jika :
1. Para bawahan bersatu untuk melakukan tindakan secara bersama-sama (collective),
misalnya dengan membentuk serikat, asosiasi, dll. untuk memperbaiki kepenting-
annya.
2. Para bawahan baik secara perseorangan maupun kelompok mengadakan satu
aliansi dengan orang-orang/kelompok yang mempunyai kekuasaan seperti atasan
pemimpin, atau dari luar organisasi seperti kelompok lobbying, dll. yang dapat
digunakan sebagai alat penekan.
3. Para bawahan memperlihatkan kecakapan khusus dan keahlian dalam menghadapi
masalah-masalah yang penting dalam organisasi, yang bisa jadi pemimpin tidak
dapat mengerjakannya sendiri.
4. Pada organisasi-organisasi yang mempunyai sifat birokratis yang tinggi pemahaman
terhadap peraturan perundang-undangan organisasi oleh bawahan, merupakan tipe
lain dari keahlian yang menjadi sumber kewibawaan balasan.
5. Sumber terakhir pengaruh bawahan adalah unjuk rasa/demonstrasi yang telah
mendapat restu dan kesetiaan orang-orang yang mempunyai kewibawaan.
84
Menurut James A. Lee, kewibawaan tandingan bawahan dibedakan dalam tiga
kategori, yaitu :
1. Kewibawaan Kolektif (Collective Power), karena bawahan mempunyai kedudukan
atau peranan di dalam berbagai organisasi (asosiasi, partai, dll.) di luar tempat ker-
ja bawahan tersebut.
2. Kewibawaan Legal (Legal Power), karena ada kesepakatan atau pengaturan antar-
pemimpin dengan bawahan, seperti jam kerja, gaji, hak cuti, agama, persyaratan
kerja, kesepakatan, keamanan, dsb.
3. Kewibawaan Kekayaan/Kemakmuran (Affluence Power), yang tampak pada ber-
bagai gejala atau kecenderungan dari perilaku bawahan, seperti menentang
perubahan, meninggalkan pekerjaan, tidak masuk kerja, kelambatan, ancaman,
melanggar peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini pemimpin
sulit mengatasinya.
E. SYARAT-SYARAT KEPEMIMPINAN
Menurut Kartini Kartono (1998:31), konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu
harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu kekuasaan, kewibawaan, dan
kemampuan.
1. Kekuasaan, ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang
kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat
sesuatu.
2. Kewibawaan, ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu
“mbawani” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada
pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
3. Kemampuan, ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/
keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan
anggota biasa.
Sementara itu menurut Stogdill dalam bukunya “Personal Factor Associated with
Leadership” yang dikutip oleh James A. Lee dalam bukunya “Management Theories
85
and Prescriptions” (Kartini Kartono, ibid) menyatakan bahwa pemimpin itu harus
memiliki beberapa kelebihan, yaitu :
1. Kapasitas : Kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara (verbal facility),
keaslian, kemampuan menilai.
2. Prestasi/achievement : Gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olah
raga, dan atletik, dll.
3. Tanggung jawab : Mandiri, berprakarsa, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya
hasrat untuk unggul.
4. Partisipasi : Aktif, memiliki sosiabilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif, atau suka
bekerjasama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor.
5. Status : Mempunyai kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, populer, tenar.
F. TIPE KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Mengenai tipe-tipe kepemimpinan banyak para ahli yang berbeda pendapat. Menurut
Koontz, bagaimana pemimpin itu menggunakan kekuasaanya, ditemukan tiga buah
tipe dasar, yakni autocratic, democratic atau participative, dan free rein atau laissez
faire.
1. Tipe Otokratik (Autocratic).
Pemimpin tipe ini dipandang sebagai orang memberikan perintah dan meng-
harapkan pelaksanaannya secara dogmatis dan selalu positif. Dengan segala
kemampuannya, ia berusaha menakut-nakuti bawahannya dengan memberikan
hukuman tertentu bagi yang berbuat negatif, tetapi hadiah untuk seseorang
bawahan yang bekerja dengan baik (reward and funishment).
2. Tipe Demokratik (Democratic).
Pemimpin tipe ini selalu mengadakan konsultasi dengan para bawahannya tentang
tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang diambil, serta berusaha mem-
berikan dorongan untuk turut secara aktif melaksanakan semua kebijakan/
keputusan dan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan. Tipe kepemimpinan ini
berada pada sebuah spektrum yang diurutkan mulai dari orang yang bertindak atas
persetujuan dengan bawahan, sampai kepada yang membuat keputusan-
86
keputusan, namun sebelumnya sudah dikonsultasikan dahulu dengan para anggota/
bawahan.
3. Tipe Free Rein (Laissez Faire).
Pemimpin tipe ini sangat sedikit menggunakan kekuasaannya, bahkan memberikan
tingkat kebebasan yang tinggi terhadap para bawahannya atau bersifat “free rein”
(laissez faire) dalam segala tindakan mereka. Pemimpin ini mempunyai keter-
gantungan yang besar pada anggota kelompok untuk menetapkan tujuan-tujuan
dan cara-cara mencapainya. Para pemimpin laissez faire menganggap bahwa
mereka sebagai orang yang berusaha memberikan kemudahan (fasilitas) kerja para
pengikut dengan jalan menyampaikan informasi terbuka kepada orang-orang yang
dipimpinnya, dan sebagai penghubung dengan lingkungan yang ada di luar
kelompok.
Grave di Stanford University melaporkan adanya empat tipe kepemimpinan,
yaitu tipe authoritarian, laissez faire, demokratis, dan pseudo demokratis. (Hendiyat
Soetopo dan Wasty Soemanto, 1988:7). Tipe authoritarian sama dengan otokratis,
sedangkan pseudo demokratik adalah demokratik semu. Artinya, seorang pemimpin
yang mempunyai sifat pseudo demokratis hanya menampakkan sikapnya saja yang
demokratis, tetapi di balik kata-katanya yang penuh tanggung jawab ada siasat yang
sebenarnya merupakan tindakan yang absolut. Pemimpin macam ini penuh dengan
manipulasi sehingga pendapatnya sendiri yang harus disetujui dan dijalankan.
Sementara itu Kartini Kartono (1998:69) mengembangkan lebih lanjut tipe-tipe
kepemimpinan itu, ialah :
1. Tipe Kharismatik.
2. Tipe Paternalistik dan maternalistik.
3. Tipe Militeristik.
4. Tipe Otokratik/Otoritatif (authoritative, dominator).
5. Tipe Laissez Faire.
6. Tipe Populistik.
7. Tipe Administratif.
87
8. Tipe Demokratif (Group Developer).
G. KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
1. Kepala Sekolah Sebagai Pejabat Formal.
Dalam suatu organisasi, kepemimpinan terjadi melalui dua bentuk, yaitu kepemim-
pinan formal (formal leadership) dan kepemimpinan informal (informal leadership).
Kepemimpinan formal dalam organisasi jika diisi oleh orang-orang yang ditunjuk
atau dipilih melalui proses seleksi. Dasar pertimbangannya adalah kriteria-kriteria
tertentu seperti : Latar belakang pendidikan atau pengalaman, usia, kepangkatan,
integritas, harga diri, dsb. Dalam hal ini jelas pula terlihat tugas, wewenang,
tanggung jawab, masa jabatan, serta pembinaan kariernya. Jabatan formal ini biasa
pula disebut dengan istilah birokrasi dan orangnya (pejabat) disebut birokrat.
Sedangkan kepemimpinan informal diisi oleh orang-orang yang muncul dan
berpengaruh terhadap orang/kelompok lain karena kecakapan khsusus atau ber-
bagai sumber yang dimiliki dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi
serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi bersangkutan.
Demikianlah, maka kepala sekolah termasuk kepemimpinan atau jabatan
formal, karena tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasarkan atas per-
timbangan-pertimbangan latar belakang pendidikan dan pengalaman, usia, ke-
pangkatan, integritas, harga diri (moralitasnya), dll. Jadi, pengangkatan/penunjuk-
kannya dilakukan melalui suatu prosedur tertentu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
a. Pengangkatan.
Peraturan dan prosedurnya dirancang dan ditetapkan oleh suatu unit yang
bertanggung jawab di bidang sumber daya manusia, dan biasanya bekerjasama
dengan unit-unit yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan
sekolah. Di Indonesia adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Pemerintah Daerah. Prosedur peng-
angkatan memberikan petunjuk tentang sumber dari mana kepala sekolah
dicalonkan, yaitu :
88
1) Siapa yang mencalonkan, mulai dari tingkat sekolah, Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, Provinsi, sampai Kementerian di tingkat Pusat;
2) Instansi-instansi yang terkait (yang terlibat) dalam prose pencalonan
dimaksud.
Sedangkan peraturan-peraturannya lebih ditekankan pada persyaratan atau
kinerja yang mesti dipenuhi oleh calon. Adapun klasifikasi yang perlu diperhati-
kan, yaitu :
1) Yang bersifat administratif, meliputi :
- Usia minimal dan maksimal;
- Pangkat;
- Masa kerja;
- Pengalaman;
- Berkedudukan sebagai tenaga fungsional guru.
2) Yang bersifat akademis, adalah latar belakang pendidikan formal dan
pelatihan terakhir yang dimiliki calon.
3) Yang menyangkut kepribadian :
- Bebas dari perbuatan tercela (integritasnya jelas);
- Setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, dan pemerintah yang sah.
Calon yang yang memenuhi syarat dan mekanismenya sesuai dengan prosedur,
kemudian akan diangkat oleh pejabat yang berwenang dengan suatu surat
keputusan pengangkatan sebagai kepala sekolah. Selanjutnya kepala sekolah
akan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan
yang diberikan oleh unit pengelola penyelenggara sekolah, yaitu :
1) Tugas dan fungsi kepala sekolah secara rinci;
2) Kewajiban dan larangan (yang harus dan tidak boleh dilaksanakan);
3) Petunjuk-petunjuk lain yang berkaitan dengan ke-kepalasekolah-an (the
principalship).
b. Pembinaan.
Dalam rangka pembinaan kepala sekolah sebagai pejabat formal, maka :
1) Diberikan gaji, tunjangan dan pendapatan lain sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
89
2) Memperoleh kedudukan dalam jenjang kepangkatan tertentu;
3) Memperoleh hak kenaikan gaji atau kenaikan pangkat;
4) Memperoleh kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi;
5) Memperoleh kesempatan untuk pengembangan diri;
6) Memperoleh penghargaan atau fasilitas lain;
7) Dapat diberi teguran/peringatan oleh atasannya karena sikap, perbuatan,
serta perilakunya yang dirasa dapat mengganggu tugas dan tanggung jawab
sebagai kepala sekolah;
8) Dapat dimutasikan atau diberhentikan dari jabatan kepala sekolah karena
hal-hal tertentu.
c. Tugas dan Tanggung Jawab.
Sebagai pejabat formal, kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab
kepada atasan, kepada rekan para kepala sekolah lain atau lingkungan terkait,
dan kepada bawahan.
1) Kepada atasan :
- Wajib loyal dan melaksanakan apa yang digariskan oleh atasan;
- Wajib berkonsultasi atau memberikan laporan mengenai pelaksanaan
tugas yang menjadi tanggung jawabnya;
- Wajib selalu memelihara hubungan yang bersifat hierarki antara kepala
sekolah dengan atasan.
2) Kepada sesama rekan kepala sekolah atau lingkungan terkait :
- Wajib memelihara hubungan kerjasama yang baik dengan para kepala
sekolah lain;
- Wajib memelihara hubungan kerjasama yang baik dengan instansi terkait,
tokoh-tokoh masyarakat, dunia usaha, dan komite sekolah.
3) Kepada bawahan.
- Wajib menciptakan hubungan yang baik dengan guru-guru dan tenaga
kependidikan yang ada di lingkungannya;
- Wajib menciptakan hubungan yang baik dengan tenaga administrasi (staf
tata usaha) dan para siswa.
90
Peranan kepala sekolah sebagai pejabat formal, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a. Kedudukannya diangkat dengan surat keputusan pejabat yang berwenang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Catatan : Seka-
rang ini jabatan kepala sekolah negeri tidak termasuk pada jabatan struktural,
melainkan tugas tambahan sebagai tenaga fungsional guru;
b. Memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas serta hak-hak dan sanksi yang
perlu dilaksanakan/dipatuhi;
c. Secara hierarki mempunyai atasan (langsung ataupun tidak langsung), dan
bawahan;
d. Mempunyai hak kepangkatan, gaji, dan karier;
e. Terikat oleh kewajiban sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku;
f. Berkewajiban dan bertanggung jawab atas keberhasilan sekolah dalam menca-
pai tujuan/misinya;
g. Ada batas waktu atau masa pengabdiannya;
h. Kariernya dapat dikembangkan ke jabatan yang lebih tinggi;
i. Sewaktu-waktu dapat diganti, dipindahkan, diberhentikan (pensiun atau peme-
catan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dikaitkan dengan teori Harry Mintzberg, tidak berbeda dengan peranan
pemimpin secara umum, maka kepala sekolah pun mempunyai tiga macam
peranan, yaitu peranan hubungan antar perseorangan (interpersonal), peranan
informasional (informational), dan pengambil keputusan (decisional maker/roles).
a. Peranan Hubungan antar Perseorangan (Interpersonal).
Peranan ini timbul akibat otoritas formal dari seorang manajer, meliputi
lambang (figurehead), kepemimpinan (leadership), dan penghubung (liaison).
1) Lambang (figurehead).
Sebagai lambang, kepala sekolah mempunyai kedudukan yang selalu
melekat dengan sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah harus selalu dapat
menjaga integritas diri agar peranannya sebagai lambang tidak menodai
91
nama baik sekolah.
2) Kepemimpinan (Leadership).
Hal ini mencerminkan tanggung jawab kepala sekolah untuk menggerakkan
seluruh sumber daya yang ada di sekolah, sehingga lahir etos kerja dan
produktivitas yang tinggi dalam mencapai tujuan pendidikan.
3) Penghubungan (Liaison).
Yang dimaksud adalah penghubung baik di dalam maupun di luar lingkungan
sekolah. Di dalam (internal), kepala sekolah menjadi perantara antara
perwakilan guru/tenaga kependidikan, staf/tata usaha, dan siswa dalam
menyelesaikan kepentingan mereka. Dengan pihak luar antara lain dengan
pejabat pemerintahan, dunia usaha (swasta), orang tua/wali, masyarakat,
dll. yang akan berguna dalam menjalin hubungan baik demi kelancaran
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
b. Peranan Informasional (Informational).
Dalam hal ini kepala sekolah berperan untuk menerima dan meneruskan/
menyebarluaskan informasi kepada para guru/tenaga kependidikan, staf tata
usaha, siswa dan orang tua/wali (komite), serta mungkin juga kepada pihak luar
lainnya. Dalam fungsi ini kepala sekolah adalah “pusat urat syaraf” (nerve
centre) sekolah. Di sini kepala sekolah berperan sebagai monitor, disseminator,
dan spoksman.
1) Sebagai Monitor.
Kepala sekolah selalu mengadakan pengamatan terhadap lingkungan, yaitu
kemungkinan adanya berita-berita/informasi negatif yang berpengaruh
terhadap penampilan dan eksistensi sekolah, misalnya gosip, desas-desus,
kabar angin, dsb.
2) Sebagai Disseminator.
Kepala sekolah bertanggung jawab untuk meneruskan/menyebarluaskan
atau menyosialisasikan informasi yang diperlukan kepada para guru/tenaga
kependidikan, staf tata usaha, siswa, dan orang tua/wali siswa, dll.
92
3) Sebagai Spoksman.
Kepala sekolah sebagai “juru bicara” atau wakil resmi sekolah yang menye-
barkan informasi kepada lingkungan di luar sekolah jika dianggap perlu.
c. Pengambil keputusan (Decision Maker/Roles).
Peranan ini sangat penting mengingat di sinilah tugas, wewenang, dan tang-
gung jawab utama yang harus dijalankan kepala sekolah. Ada empat macam
peranan kepala sekolah sebagai pengambil keputusan, yaitu : Entrepreneur,
disturbance handler, resource allocater, dan negotiator roles.
1) Wirausahawan (Entrepreneur).
Kepala sekolah selalu berusaha untuk memperbaiki penampilan sekolah
melalui berbagai macam pemikiran dan usaha, termasuk survei untuk
memperlajari berbagai persoalan yang timbul di lingkungan sekolah. Wira-
usaha di sini tidak selalu berarti “membisniskan” sekolah.
2) Penanganan Gangguan (Disturbance handler).
Gonjang-ganjing atau gangguan yang timbul di lingkungan sekolah tidak
hanya sebagai akibat kepala sekolah tidak/kurang memperhatikan situasi,
tetapi bisa juga karena kepala sekolah tidak mampu mengantisipasi semua
akibat keputusan yang telah diambil. Maka kepala sekolah dituntut untuk
mampu menangani (mengantisipasi dan mengatasi) segala hal yang telah,
sedang, dan mungkin akan muncul yang akan menggangu kelancaran
penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya.
3) Penyedia Segala Sumber (Research Allocater).
Kepala sekolah bertanggung jawab dalam menentukan siapa/pihak mana
yang akan memperoleh atau menerima sumber-sumber yang disediakan.
Sumber dimaksud a.l. sumber daya manusia, biaya, alat/perlengkapan, asset,
dll.
4) Perunding (Negosiator).
Kepala sekolah harus mampu merundingkan, membicarakan atau memusya-
warahkan dengan pihak luar hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama.
Untuk itu perlu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, misalnya dalam
hal penempatan kerja lulusan, penyesuaian kurikulum yang sesuai dengan
93
kebutuhan masyarakat dan dunia kerja/usaha, tempat praktek tenaga peng-
ajar dan siswa, dll. Biasanya fungsi negosiator ini lebih banyak dilakukan
oleh sekolah-sekolah kejuruan, khususnya dengan dunia usaha dan industri.
Demikianlah, seperti halnya pemimpin formal lain, kepala sekolah sebagai
pejabat formal, akan berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya
jika selalu memperhatikan tujuh hal yang sangat berpengaruh, yaitu :
a. Peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah;
b. Variabel-variabel yang terjadi baik di dalam maupun di luar sekolah;
c. Interaksi antar sumber daya manusia (guru/tenaga kependidikan, staf, siswa,
orang tua/wali siswa), sistem, dan berbagai macam peralatan/perlengkapan,
dsb.
d. Efektivitas;
e. Masalah untung dan rugi.
f. Terpercaya dan berpengalaman, artinya, kepala sekolah harus selalu memeli-
hara kepercayaan yang diberikan oleh atasan. Dalam hal ini kepala sekolah
harus membuka diri untuk menerima dan mencari pengalaman sesuai dengan
perkembangan keadaan (situasi dan kondisi);
g. Kewibawaan, status, stress, dan konflik.
(Peter P. Dowson, 1985 dalam Wahjosumidjo, 1999:93).
2. Kepala Sekolah Sebagai Manajer.
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan
mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh
sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan dari pengertian manajemen
tersebut di atas, yaitu proses, pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi,
dan pencapaian tujuan organisasi.
a. Proses.
Proses adalah suatu cara yang sistematis dalam mengerjakan sesuatu, melalui
alur kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan untuk didayagunakan dalam rang-
94
ka pencapai tujuan. Kegiatan-kegiatan dimaksud adalah :
1) Merencanakan, dalam arti, kepala sekolah harus benar-benar memikirkan
dan merumuskan suatu program/rencana kerja yang akan dilaksanakan;
2) Mengorganisasikan, dalam arti, kepala sekolah harus mampu menghimpun
dan mengkoordinasikan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya
lainnya (pembiayaan, paralatan/perlengkapan, metode, pemasaran, dll.);
3) Memimpin, dalam arti, kepala sekolah mampu mengarahkan dan mem-
pengaruhi sumber daya manusia yang ada (guru/tenaga kependidikan, staf/
tata usaha, siswa) untuk melakukan tugas-tugas mereka yang esensial;
4) Mengawasi/mengendalikan, dalam arti, kepala sekolah memperoleh jamin-
an bahwa sekolah berjalan mencapai tujuan. Jika terdapat kesalahan/
kekeliruan di antara bagian-bagian (komponen) yang ada di sekolah, kepala
sekolah harus dapat memberi petunjuk dan meluruskannya.
b. Pendayagunaan Sumber daya Organisasi.
Meliputi unsur manusia, dana (pembiayaan), alat-alat/perlengkapan, data/
informasi, metode, pemasaran, dll. Unsur penting sumber daya manusia
dimanfaatkan sebagai pemikir, perencana, pelaku, serta pendukung untuk pen-
capaian tujuan organisasi.
c. Pencapaian Tujuan Organisasi.
Artinya, kepala sekolah harus berusaha untuk mencapai tujuan akhir yang
bersifat khusus (specific ends) dari sekolahnya. Memang tujuan akhir ini ber-
beda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.
James A.F. Stoner menggambarkan fungsi manajemen (termasuk manajemen
sekolah) sebagai berikut.
95
Sumber : Wahjosumidjo (1999:95)
Menurut Stoner, ada delapan macam fungsi seorang manajer yang perlu
dilaksanakan, yaitu :
a. Bekerja dengan, dan melalui orang lain;
b. Bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan;
c. Dengan waktu dan sumber yang terbatas mampu menghadapi berbagai
persoalan;
d. Berpikir secara realistik dan konseptual;
e. Sebagai juru penengah;
f. Sebagai seorang politisi;
g. Sebagai seorang diplomat;
h. Pengambil keputusan yang sulit. Dalam hal kepala sekolah sebagai manajer, maka penerapannya sebagai
berikut.
a. Kepala sekolah bekerja dengan, dan melalui orang lain (work with and through
other people). Pengertiannya tidak hanya dengan para guru, staf, siswa, dan
orang tua/wali, melainkan termasuk juga dengan atasan, para kepala sekolah
lain, serta pihak-pihak yang perlu hubungan dan kerjasama (stakeholders).
Kepala sekolah karenanya berperilaku pula sebagai saluran komunikasi (as
channels of communications within the organization);
M
A
N
A
J
E
M
E
N
Merencanakan
Mengorganisasikan
Memimpin
Mengendalikan
Program
Sumber daya
manusia
Dana
Sarana
Prasarana
Informasi
Suasana
Tujuan
organisasi yang
telah
ditetapkan
sebelumnya
96
b. Kepala sekolah bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (responsible
and accountable). Dalam hal ini keberhasilan dan kegagalan bawahan adalah
pencerminan langsung dari keberhasilan dan kegagalan pemimpin. Dengan
demikian kepala sekolah bertanggung jawab atas segala tindakan yang
dilakukan bawahan, termasuk siswa dan orang tua/wali siswa. Kalau meminjam
istilah militer “tidak ada prajurit yang salah”;
c. Dengan keterbatasan waktu dan sumber daya, kepala sekolah harus mampu
menghadapi berbagai persoalan (managers balance competing goals and set
priorities), harus dapat mengatur pemberian tugas kepada bawahan secara
tepat, dan dapat menentukan prioritas jika terjadi konflik antara kepentingan
bawahan dengan kepentingan sekolah;
d. Kepala sekolah harus berpikir analitis dan konsepsional (must think analytically
and conceptionally). Artinya, harus dapat memecahkan persoalan melalui
analisis dan menyelesaikannya dengan suatu solusi yang feasible. Karenanya
semua persoalan harus dilihat sebagai suatu sistem, yaitu keseluruhan kompo-
nen atau bagian yang saling berkaitan secara terpadu;
e. Kepala sekolah sebagai juru penengah (mediators) harus dapat melerai adanya
konflik di antara bawahan, dan mengarahkannya menjadi kemaslahatan ber-
sama. Adanya konflik atau pertentangan ini memang tidak dapat dihindarkan
dalam suatu organisasi karena setiap manusia/anggota mempunyai perbedaan-
perbedaan satu sama lain, misalnya dalam hal latar bekalang pendidikan/
pengalaman, watak, keinginan, ekonomi, sosial-budaya, agama, dll.
f. Kepala sekolah sebagai politisi (politician), harus selalu berusaha meningkatkan
tujuan organisasi dengan program-program jauh ke depan (forecasting dan
visioner). Pengertian politisi di sini bukan berarti masuk ke ranah “politik
praktis” yaitu menjadi anggota salah satu partai politik dan mengedepankan
gagasan-gagasan politik kenegaraannya. Yang dimaksud adalah membangun
hubungan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak melalui pendekatan
persuasi dan kesepakatan (compromise), antara lain :
1) Mengembangkan prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban
masing-masing;
97
2) Membentuk aliansi atau koalisi, seperti organisasi profesi, OSIS, komite (dulu
POMG atau BP3);
3) Membangun kerjasama dengan berbagai pihak sehingga aneka macam
aktivitas dapat dilaksanakan dengan baik.
g. Kepala sekolah sebagai diplomat, yaitu aktif dan berperan dalam berbagai
macam pertemuan/silaturahmi resmi mewakili sekolahnya, dan berdiplomasi
untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kemajuan sekolah;
h. Kepala sekolah sebagai pengambil keputusan/kebijakan yang sulit (make
difficult decision), diharapkan dapat menyelesaikan setiap persoalan yang ada.
Hal ini mengingat dalam setiap organisasi termasuk sekolah, tidak selalu
berjalan mulus tanpa ada problem. Problem dimaksud misalnya menyangkut
dana, alat-alat/perlengkapan, kepegawaian, perbedaan pendapat, dsb.
Itulah sebabnya dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas manajerial, menurut
Paul Hersey dalam Wahjosumidjo (1999:100), paling tidak diperlukan tiga macam
keterampilan, yaitu keterampilan teknis (technical skills), keterampilan hubungan
manusia (human skills), dan keterampilan konsepsional (conceptual skills).
a. Technical Skills :
1) Menguasai pengetahuan tentang metode, proses, prosedur, dan teknik
untuk melaksanakan kegiatan khusus;
2) Kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, alat-alat/
perlengkapan yang diperlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat
khusus tersebut di atas.
b. Human Skills :
1) Kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan proses kerjasama;
2) Kemampuan untuk memahami isi hati, sikap, dan motif orang lain, mengapa
mereka berkata, bersikap, berperilaku begitu;
3) Kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif;
4) Kemampuan menciptakan kerjasama yang efektif, kooperatif, praktis, dan
diplomatis;
5) Kemampuan diri berprilaku yang dapat diterima orang lain.
98
c. Conceptual Skills :
1) Kemampuan analisis;
2) Kemampuan berpikir rasional;
3) Cakap atau ahli dalam berbagai macam konsepsi;
4) Mampu menganalisis berbagai kejadian, dan mampu menilai berbagai ke-
cenderungan;
5) Mampu mengantisipasi perintah;
6) Mampu mengenali bermacam-macam kesempatan (peluang) dan perma-
salahan sosial.
3. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin.
Menurut Koontz, O’Donnel, dan Weihrich (1980:659-686) dalam Wahjosumidjo
(1999:103), bahwa yang dimaksud kepemimpinan secara umum merupakan peng-
aruh, seni atau proses mempengaruhi orang lain, sehingga mereka dengan penuh
kemauan berusaha ke arah tercapainya tujuan organisasi. Berangkat dari penger-
tian dari Koontz tersebut, kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu :
a. Mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya
diri para guru/tenaga kependidikan, staf, dan siswa dalam melaksanakan tugas
masing-masing;
b. Memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada para guru/tenaga
kependidikan, staf, dan siswa, serta memacu dan berdiri di depan demi kemaju-
an dan memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai tujuan.
Itu berarti, jika ingin berhasil menggerakkan para guru/tenaga kependidikan,
staf dan siswa, kepala sekolah harus :
a. Menghindarkan diri dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa atau
bertindak keras terhadap mereka;
b. Sebaliknya, kepala sekolah harus mampu melakukan perbuatan yang melahirkan
kemauan untuk bekerja dengan penuh semangat dan percaya diri terhadap para
guru/tenaga kependidikan, staf, dan siswa dengan cara :
1) Meyakinkan (persuade), bahwa apa yang dilakukan adalah benar;
99
2) Membujuk (induce), bahwa apa yang dikerjakan adalah benar.
Kepala sekolah sebagai pemimpin, menurut Hendiyat Soetopo dan Wasty
Soemanto (1988:9), perlu menerapkan kepemimpinan demokratik yang dalam
melaksanakan tugasnya atas dasar musyawarah, sehingga unsur-unsur demokrasi-
nya nampak dalam seluruh tata kehidupan di sekolah, misalnya :
a. Menghargai martabat tiap anggota (guru/tenaga kependidikan, staf tata usaha,
siswa) yang mempunyai perbedaan individu;
b. Dapat menciptakan situasi pekerjaan sedemikian rupa sehingga nampak dalam
kelompok yang saling menghargai dan saling menghormati;
c. Menghargai cara berpikir bawahan meskipun dasar pikiran itu bertentangan
dengan pendapatnya sendiri;
d. Menghargai kebebasan individu.
Sementara itu menurut H.G. Hicks dan C.R. Gullet (Wahjosumidjo, 1999:106),
ada delapan rangkaian fungsi/peranan kepemimpinan (leadership function), yaitu :
Adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai katalisator,
menciptakan rasa aman, sebagai wakil organisasi, sumber inspirasi, dan bersedia
menghargai. Berangkat dari pendapat Hicks tersebut, maka kepala sekolah harus
berupaya memperhatikan dan mempraktekannya dalam kehidupan sekolah, yaitu :
a. Bertindak arif bijaksana dan adil kepada para guru/tenaga kependidikan, staf,
dan siswa, dalam arti tidak ada pihak yang “dianak-emaskan” atau “dianak-tiri
kan” (arbritrating);
b. Memberikan sugesti agar para guru/tenaga kependidikan, staf, dan siswa
dimaksud bersemangat, rela berkorban, penuh rasa kebersamaan dan kepeduli-
an dalam melaksanakan tugas masing-masing (suggesting);
c. Memberikan dukungan baik berupa waktu, dana, alat-alat/perlengkapan (sarana)
dan fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan kepada para guru/tenaga kependidikan,
staf, dan siswa sehingga dapat melaksanakan tugas mereka dengan baik
(supplying objectives);
d. Mampu menimbulkan dan menggerakkan semangat para guru/tenaga kependi-
dikan, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan. Jika patah semangat, kehilangan
100
kepercayaan, dll. harus dibangkitkan kembali (catalyzing);
e. Mampu memberikan rasa aman dalam lingkungan sekolah sehingga para
guru/tenaga kependidikan, staf, dan siswa dalam melaksanakan tugasnya bebas
dari segala perasaan gelisah, khawatir, dll. (providing security);
f. Mampu menjaga integritas, selalu terpercaya, dihormati baik sikap, perilaku,
maupun perbuatannya, sehingga mencerminkan kepala sekolah yang repre-
sentative (representing);
g. Mampu menjadi sumber semangat bagi para para guru/tenaga kependidikan,
staf dan siswa, sehingga mereka menerima dan memahami tujuan sekolah
secara bertanggung jawab ke arah tercapainya tujuan (inspiring);
h. Mampu memberikan penghargaan terhadap apa pun yang dikerjakan atau
dihasilkan oleh para guru/tenaga kependidikan, staf dan siswa yang menjadi
tanggung jawabnya. Pengakuan dan penghargaan ini dapat diwujudkan dalam
berbagai bentuk, seperti insentif, kenaikan pangkat, kesempatan mengikuti
pendidikan dan pelatihan, dsb. (praising).
Berdasarkan fungsi/peranan kepala sekolah tersebut di atas, maka hal-hal
yang perlu mendapat perhatian adalah :
a. Kepala sekolah merupakan jabatan pimpinan yang bersifat kompleks dan unik;
b. Keberhasilan kepala sekolah sebagai seorang pemimpin akan ditentukan oleh
faktor-faktor mendasar kepemimpinan yang dimilikinya;
c. Jabatan kepala sekolah yang kompleks dan unik menuntut kualifikasi khusus,
yaitu kompetensi, selain persyaratan umum kepemimpinan;
d. Persyaratan umum dan kualifikasi khusus diharapkan akan melahirkan profil
kepala sekolah yang ideal sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan;
e. Jika terjadi kesenjangan (gap) antara profil yang diinginkan dengan profil senya-
tanya, akan terjadi persoalan atau masalah;
f. Persoalan/masalah yang terjadi, hanya bisa dipecahkan jika diketahui faktor-
faktor penyebabnya. Untuk itu penting lebih dulu difahami siklus atau tahap-
tahap pengelolaan jabatan kepala sekolah yang meliputi : Identifikasi, rekrutmen,
seleksi, diklat, pengangkatan dan penempatannya, orientasi dan sosialisasi,
101
pembinaan dan pengembangan, serta evaluasi dan kariernya. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa kepala sekolah yang dikehendaki adalah kepala sekolah yang
memiliki karakter atau ciri-ciri khusus yang mencakup :
1) Kepribadian;
2) Keahlian dasar;
3) Pengetahuan dan pengalaman profesional;
4) Diklat dan keterampilan profesional;
5) Pengetahuan administrasi dan pengawasan kompetensi kepala sekolah.
Sayang sekali, dengan otonomi daerah di sektor pendidikan, sekarang ini terjadi
distorsi, sehingga jabatan kepala sekolah termasuk yang menjadi lahan kepentingan
politik dari Kepala Daerah atau Dinas. Akibatnya banyak dari mereka yang diangkat,
dipindahkan, atau diberhentikan, bukan dengan alasan-alasan yang ideal seperti
dikemukakan di atas, tetapi karena bersifat politis, bahkan alasan “wani piro?”
Ironis sekali!
4. Kepala Sekolah Sebagai Pendidik.
Memahami arti pendidikan tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung
dalam definisi pendidikan, tetapi juga harus dipelajari keterkaitannya dengan
makna pendidikan, sasaran pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan itu
dilaksanakan. Arti pendidik sendiri menurut KUBI (2007:291) adalah orang yang
mendidik, sedangkan mendidik adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai ahlak dan kecerdasan pikiran, sehingga pendidikan dapat
diartikan sebagai proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Indikasi dari batasan pendidikan tersebut di atas, adalah bahwa proses pendidikan
di samping diselenggarakan secara khusus melalui sekolah (formal), juga dapat
diselenggarakan di luar sekolah, yaitu melalui keluarga (informal), dan masyarakat
(nonformal).
Kepala sekolah sebagai seorang pendidik, mempunyai tugas dan peranan yang
berat karena harus mampu menanamkan, memajukan, meningkatkan paling tidak
102
empat nilai, yaitu :
a. Mental, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak manusia;
b. Moral, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik-buruk, mengenai per-
buatan, sikap dan kewajiban. Diartikan juga sebagai akhlak, budi pekerti, atau
kesusilaan;
c. Fisik, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani yang memperlihatkan
penampilan manusia secara lahiriah;
d. Artistik, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni
dan keindahan.
Peranan kepala sekolah sebagai pendidik mencakup dua hal pokok, yaitu
kepada siapa pendidikan itu diarahkan (sasarannya), dan bagaimana peranan
sebagai pendidik itu dilaksanakan. Ada tiga sasaran utama pendidikan, yaitu
guru/tenaga kependidikan lain, tenaga administrasi/staf tata usaha, dan para siswa/
peserta didik. Tiga sasaran ini berupa manusia yang memiliki unsur fisik dan
kejiwaan yang berbeda-beda. Karenanya itu dalam penanaman nilai-nilai mental,
moral, fisik, dan estetika tidak dapat dipaksanakan begitu saja, tetapi memerlukan
persuasi dan keteladanan. Persuasi, artinya kepala sekolah harus mampu meyakin-
kan melalui pendekatan secara halus, sehingga para guru/tenaga kependidikan, staf
tata usaha, dan siswa yakin akan kebenaran, merasa perlu dan menganggap penting
nilai-nilai yang terkandung dalam aspek mental, moral, fisik, dan estetika ke dalam
kehidupan seseorang atau kelompok orang. Sedangkan keteladanan adalah hal-hal
yang patut, baik, dan perlu dicontoh dan ditampilkan oleh kepala sekolah melalui
sikap, perbuatan/perilaku, termasuk penampilan fisik dan penampilan kerja atau
kinerja (performance). Wujud konkritnya adalah berupa : Kejujuran, kedisiplinan,
penuh tanggung jawab (responsibilitas, akuntabilitas), bersahabat, kebersamaan,
kepedulian, toleransi, dll. Ini dapat dilihat pula dari cara berpakaian yang bersih,
rapi, dan serasi, cara dan sikap berbicara atau berkomunikasi yang santun, ber-
semangat dan energik, dsb.
Sasaran lainnya adalah kelompok, yang biasanya sudah terorganisasi, yaitu
organisasi guru (PGRI, ISPI, dll.), organisasi siswa (OSIS), dan organisasi orang
103
tua/wali siswa (Komite). Secara ringkas ketiga organisasi dimaksud dan kaitannya
dengan peranan kepala sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Organisasi Guru.
Organisasi ini termasuk organisasi profesi, karena di dalamnya terhimpun para
guru atau tenaga fungsional kependidikan yang mempunyai latar belakang
pendidikan yang sama, yaitu bidang atau dunia pendidikan. Ada dua hal pokok
yang penting menjadi acuan, yaitu pertama, sebagai salah satu wadah pembina-
an dan pengembangan profesi keguruan baik di tingkat SD, SLTP, SLTA, maupun
PT, dan kedua, diharapkan mampu menanamkan dan membina kode etik guru
bagi para anggotanya, sehingga dapat menjadi tumpuan harapan di masa depan
yang terhindar dari perbuatan tercela, sekaligus sarana untuk perjuangan
kesejahteraannya. Organisasi guru ini diharapkan mampu pula berperan mem-
bantu kelancaran tugas-tugas sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidik-
an. Karenanya kepala sekolah harus dapat memanfaatkan dengan sebaik-
baiknya. Dewasa ini ternyata Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) bukan
satu-satunya organisasi guru yang ada di Indonesia, karena ada juga Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Persatuan Guru Independen Indonesia
(PGII), dll.
b. Organisasi Siswa.
Organisasi ini diperlukan sebagai wadah bagi para siswa dalam menumbuh-
kembangkan berbagai minat, bakat, dan kreativitas melalui program-program
ko kurikuler maupun ekstra kurikuler. Karenanya organisasi siswa dalam bentuk
OSIS lebih banyak dibina ke arah terwujudnya keberhasilan program di luar
kurikuler dengan berbagai materi dan sasaran, seperti : Sikap mental ideologis
(Pancasila), agama, budi pekerti, watak dan kepribadian, kesadaran berbangsa
dan bernegara, kemampuan berorganisasi dan manajemen, keterampilan,
pendidikan jasmani dan kesehatan, serta apresiasi dan kreasi seni budaya.
Keberhasilan program di luar kurikuler diharapkan akan mampu menciptakan
situasi yang memacu keberhasilan keseimbangan antara program kurikuler dan
ekstra kurikuler.
104
c. Organisasi Orang Tua/Wali Siswa.
Organisasi ini diperlukan sebagai perangkat pembantu kepala sekolah dalam
ikutserta membina dan mendukung keberhasilan proses belajar-mengajar, tetapi
tidak dilibatkan pada hal-hal yang sifatnya teknis pendidikan. Keberadaannya
lebih banyak dibutuhkan dalam membantu dan mengatasi keperluan berbagai
sumber daya dalam pembinaan kehidupan sekolah seperti : Dana, sarara dan
prasarana, jasa, dan pemikiran-pemikiran untuk memajukan sekolah sekaligus
dan pembinaan kesiswaan khususnya pelaksanaan program-program ekstra
kurikuler. Dulu organisasi ini namanya Persatuan Orangtua Murid dan Guru
(POMG), kemudian berubah menjadi Persatuan Orang tua Murid (POM), Badan
Pembina Penyelenggaraan Pendidikan (BP3), dan kini Komite Sekolah.
5. Kepala Sekolah Sebagai Staf.
Sebagai staf, artinya sebagai pembantu pimpinan, karena pada hakekatnya keber-
adaan sekolah merupakan komponen/bagian (subordinated) dalam lingkungan
organisasi pemerintahan yang lebih luas, yaitu departemen (kementerian) pendi-
dikan dan kebudayaan, yang karenanya kepala sekolah berada di bawah kepemim-
pinan pejabat lain (atasan). Untuk SD misalnya atasan dimaksud adalah Kepala
Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan (sekarang adalah Kepala Pusat Pembinaan
Pendidikan = Pusbindik, yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas), yang ber-
ada di bawah Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Untuk SMP dan SMA/K atasan-
nya Kepala Bidang di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, kemudian
Kepala Dinas yang barada di bawah Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah
(Sekda).
Karenanya, sebagai bawahan, kepala sekolah juga melakukan tugas-tugas staf,
artinya, membantu atasan dalam proses pengelolaan organisasi pendidikan yang
lebih luas. Membantu atasan mengandung arti juga memberikan saran, masukan,
pendapat, pertimbangan, dalam :
a. Merencanakan dan pengendalikan kegiatan;
b. Mengambil keputusan dan kegiatan manajemen yang lain;
105
c. Memecahkan masalah yang dihadapi;
d. Mengkoordinasikan kegiatan operasional;
e. Melakukan penilaian, dll.
Agar tugas-tugas sebagai staf dapat dilaksanakan dengan baik, maka kepala
sekolah harus selalu :
a. Melihat, memperhatikan, dan mencari cara-cara baru untuk maju;
b. Memberikan informasi yang diperlukan tentang sebab-sebab dan akibat
sesuatu tindakan;
c. Dapat memilih prioritas, cara berpikir tepat waktu, strategik, perspektif, dan
pertimbangan-pertimbangan lain;
d. Menyadari kedudukannya sebagai pemikir (braintrust), atau otak (brainpower)
dari pemimpin, bukan sebagai pengambil keputusan/kebijakan atau pemberi
perintah.
Memperhatikan tugas-tugas tersebut di atas, maka hakikat pekerjaan staf
adalah :
a. Merupakan bagian terpadu (integral) dari kegiatan yang harus diselenggarakan
di lingkungan organisasi (sekolah atau dinas);
b. Mendukung kegiatan manajemen dan berperan membantu atasan/pimpinan
untuk menjadi lebih efektif dan efisien;
c. Meningkatkan kemampuan kerja dan mewujudkan perbaikan-perbaikan yang
diperlukan;
d. Meningkatkan produktivitas organisasi sebagai satu keseluruhan. Tugas-tugas kepala sekolah sebagai staf akan berhasil dengan baik (efektif
dan efisien), jika menyadari dan memahami peranannya sebagai staf, serta
mampu mewujudkannya dalam tindakan. Karena itu seorang kepala sekolah
selaku staf pimpinan, harus :
a. Memiliki kualitas umum kepemimpinan;
b. Memiliki persyaratan khusus kepemimpinan;
c. Menguasai teknik pengendalian;
106
d. Pandai menyesuaikan diri;
e. Taat pada norma, etika, dan hierarki organisasi;
f. Mampu menciptakan suasana keterbukaan;
g. Terbuka terhadap kritik;
h. Menguasai situasi dan kondisi bawahan;
i. Mampu mengendalikan diri;
j. Mampu menganalisis situasi;
k. Memiliki keahlian khusus;
l. Taat pada hubungan dan tata kerja yang berlaku;
m. Loyal terhadap birokrasi yang berlaku;
n. Mempunyai kemauan bekerja keras dan cerdas;
o. Memiliki optimisme tinggi.
Berkaitan dengan peran kepala sekolah dalam hal memberikan saran,
masukan, pendapat, nasihat, dan pertimbangan-pertimbangan terhadap berbagai
persoalan pengelolaan organisasi, maka kualifikasi yang harus dimiliki adalah :
a. Memahami hakikat tujuan, tugas pokok dan fungsi organisasi;
b. Menguasai filsafat yang dianut oleh pimpinan organisasi;
c. Mendalami sistem pembagian tugas organisasi;
d. Loyal terhadap atasan;
e. Low profile;
f. Menyadari keterbatasan peranan staf (bukan sebagai pengambil keputusan);
g. Mampu meyakinkan atasan atas ide/gagasan, saran dan pendapat yang
diajukan;
h. Gagasan atau saran-sarannya mempunyai relevansi atau merupakan pencer-
minan dengan kenyataan hidup dalam organisasi;
i. Menyadari bahwa kegiatan staf merupakan bagian integral dari seluruh proses
manajemen organisasi.
107
BAB VII PENGAWASAN PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN PENGAWASAN Pengawasan adalah suatu proses kegiatan seorang pimpinan untuk menjamin agar
pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan rencana, kebijakan, dan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan. Beberapa definisi lain tentang pengawasan dapat
dikemukakan misalnya dari :
1. Harold Koontz dan Cyrill O’Donnel (1988:490) : Pengawasan adalah pengukuran
dan koreksi atas pelaksanaan kerja dengan maksud untuk mewujudkan kenyataan
atau menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan rencana yang disusun
dapat/telah dilaksanakan dengan baik.
2. S.P. Siagian (1996:135) : Pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksa-
naan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan
yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya.
3. Ibrahim Lubis (1985:154) : Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusaha-
kan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan
dan atau dengan hasil yang dikehendaki.
Perencanaan dan pengawasan sangat berkaitan, dan sedemikian eratnya antara
perencanaan dengan pengawasan, malahan Harold Koontz & Cyrill O’Donnel
mengatakan bahwa “planning and controlling are the two sides of the same coin.”
(perencanaan dan pengawasan adalah dua sisi dari mata uang yang sama). Penga-
wasan atau pengendalian menyeluruh terhadap semua aktivitas organisasi disebut
“administrative control” sedangkan pada bagian-bagian atau unit tertentu disebut
“management control.”
B. BENTUK PENGAWASAN
Terdapat beberapa bentuk pengawasan, yaitu pengawasan fungsional, pengawasan
yang bersifat politis, pengawasan masyarakat, dan pengawasan melekat.
108
1. Pengawasan fungsional.
Adalah pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan yang
dibentuk khusus untuk itu yang ditugasi membantu pimpinan untuk melakukan
pengawasan ataupun pemeriksaan dalam batas kewenangan yang ditentukan.
Pengawasan ini di dalam lingkungan organisasi departemen (kementerian) dilaku-
kan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian dan/atau lembaga pemerintah non
departemen, di lingkungan pemerintahan (eksekutif) oleh Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan untuk kelembagaan Negara oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Di daerah pun ada Badan Pengawas Daerah (Bawasda)
atau Inspektorat Daerah (Irda).
2. Pengawasan yang bersifat politis.
Dilakukan oleh DPR/DPRD yang mempunyai tugas mengawasi jalannya pemerintah-
an dan pembangunan, selain legislasi dan anggaran.
3. Pengawasan masyarakat.
Yang dilakukan oleh masyarakat dalam beragam bentuk, misalnya secara lisan dan
tertulis langsung atau melalui media massa, termasuk unjuk rasa/demonstrasi.
4. Pengawasan melekat.
Yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung (pimpinan) secara ber-
jenjang, dari mulai tingkat bawah sampai atas.
C. SASARAN PENGAWASAN Sasaran terakhir pengawasan/pengendalian adalah efisiensi. Efisiensi adalah per-
bandingan terbaik antara output dengan input. Artinya, hasil harus lebih besar
daripada masukan (biaya, alat, dan tenaga, dll. yang tersedia). Lain daripada itu
terdapat pula sasaran-sasaran antara, yaitu :
1. Bahwa melalui pengawasan, pelaksanaan tugas-tugas yang telah ditentukan sesuai
dengan pola yang telah digariskan dalam rencana.
2. Bahwa struktur dan hierarki organisasi sesuai dengan pola yang telah digariskan
109
dalam rencana.
3. Bahwa penempatan orang-orang sesuai dengan bakat, keahlian, pendidikan, dan
pengalamannya, dan bahwa pengembangan keterampilan bawahan dilaksanakan
secara berencana, kontinyu dan sistematis.
4. Bahwa penggunaan alat-alat diusahakan sehemat-hematnya.
5. Bahwa sistem dan prosedur kerja tidak menyimpang dari garis-garis kebijakan yang
ditetapkan dalam rencana.
6. Bahwa pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan yang obyektif rasional, tidak atas dasar suka tidak suka
(like and dislike).
7. Bahwa tidak terdapat penyimpangan dan penyelewengan dalam menggunakan
kedudukan, kekuasaan, dan kewenangan dalam berbagai hal misalnya barang-
barang dan terutama keuangan.
D. SIFAT ATAU CIRI-CIRI PENGAWASAN
Sifat-sifat atau ciri-ciri pengawasan adalah :
1. Pengawasan harus bersifat ”fact finding” atau menemukan fakta-fakta mengenai
bagaimana tugas-tugas dijalankan dalam organisasi, yang dikaitkan pula dengan
biaya, tenaga kerja, sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, faktor-faktor
psikologis, dsb.
2. Pengawasan harus bersifat preventif, artinya dijalankan untuk mencegah timbulnya
penyimpangan/penyelewengan dari rencana yang telah ditetapkan.
3. Pengawasan diarahkan pada masa sekarang, artinya terhadap kegiatan-kegiatan
yang kini sedang dilaksanakan.
4. Pengawasan hanya sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi, bukan tujuan.
5. Pelaksanaan pengawasan harus mempermudah tercapainya tujuan.
6. Pelaksanaan pengawasan harus efisien, jangan malah menghambat peningkatan
efisiensi.
7. Pengawasan tidak untuk mencari siapa yang salah jika terjadi ketidakberesan, tetapi
untuk menemukan apa yang tidak benar dan bagaimana seharusnya.
110
8. Pengawasan harus bersifat membimbing agar para pelaksana meningkatkan
kemampuannya untuk melaksanakan tugas sesuai ketentuan.
9. Secara filosofis pengawasan itu memang perlu, mengingat manusia tidak selamanya
benar, suatu ketika dia keliru, salah, atau paling tidak, khilaf.
E. PROSES DASAR PENGAWASAN Proses dasar pengawasan terdiri atas tiga hal, yaitu : 1. Penetapan Standar.
a. Penetapan standar merupakan langkah pertama dalam proses pengawasan/
pengendalian;
b. Karena fungsi pengawasan/pengendalian berkaitan dengan pengukuran kiner-
ja, maka penetapan standar sangat penting. Dalam hal ini manajemen dapat
melihat apa yang terjadi dan apa yang seharusnya terjadi;
c. Sebagai tolok ukur, standar yang pada hakikatnya berupa rencana, harus bersifat
spesifik, terukur, dan dapat dicapai, serta terjadwal;
d. Dalam praktek, rencana sangat bervariasi, ada rencana produksi, rencana
investasi, rencana pendapatan, dll. Keanekaragaman rencana ini telah menyulit-
kan pada manajer dalam penetapan standar yang ideal;
e. Diperlukan adanya standar yang baku berupa standar prestasi. Standar prestasi
ini dipilih dari kriteria yang dapat dipergunakan untuk membandingkan dan
evaluasi. Contoh standar prestasi : Standar moneter (Rp, $, f, Y, dll.), standar
fisik (m, km, g, kg, ton, kubik, dll.), standar abstrak (baik, bagus, efektif, memuas-
kan, dll.);
f. Agar standar abstrak dapat digunakan secara operasional, perlu diterjemahkan
terlebih dulu ke dalam standar moneter atau standar fisik (diangkakan).
2. Pengukuran Prestasi Kerja.
Pengukuran prestasi kerja (kinerja) adalah pembandingan antara standar dengan
pelaksanaan hendaknya berdasarkan pandangan ke depan. Dengan pandangan ke
depan, menurut Ranupandojo berarti jika ada penyimpangan maka penyim-
111
pangan ini akan diperbaiki dalam pelaksanaanya nanti/yang akan datang. Hal ini
sesuai pula dengan pendapat Nickels (1987) bahwa fungsi pengendalian ber-
kaitan dengan pengukuran perbandingan terhadap sasaran-sasaran dan standar-
standar dan mengadakan perbaikan jika diperlukan.
3. Perbaikan Penyimpangan.
a. Tindakan perbaikan dilakukan jika ternyata terdapat penyimpangan/penyele-
wengan, sehingga pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana;
b. Bentuk-bentuk tindakan perbaikan yang dilaksanakan antara lain meninjau
kembali rencana, memodifikasi tujuan, mengubah fungsi organisasi, menambah
atau mengurangi (rasionalisasi) karyawan, dan tindakan-tindakan lainnya.
F. ALAT-ALAT PENGAWASAN Alat-alat pengawasan atau pengendalian yang dapat dipergunakan oleh ganisasi/
perusahaan adalah anggaran (budget), dan bukan anggaran (non budget).
1. Budget adalah suatu ikhtisar hasil yang diharapkan dari pengeluaran yang
disediakan untuk mencapai hasil tersebut.
2. Pengendalian budget (budgetary control) dapat diketahui/diawasi, apakah hasil
yang diharapkan dari penerimaan dan pengeluaran itu sesuai dengan yang
diinginkan atau tidak.
3. Pengendalian berdasarkan anggaran merupakan tipe pengendalian yang populer.
Anggaran adalah rencana yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka uang (unit
moneter). Setiap kegiatan akan disusun anggarannya. Dengan demikian anggaran
merupakan tolok ukur atau standar dari suatu kegiatan.
4. Alat-alat nonbudget antara lain adalah personal observation, laporan-laporan,
statistik, financial statement, break even point, internal audit, rencana dan program,
pengendalian mutu, serta umpan balik (feed-back).
G. TEKNIK-TEKNIK PENGAWASAN Teknik-teknik pengawasan adalah :
112
1. Pengawasan Langsung, yaitu apabila pimpinan organisasi mengadakan sendiri
pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan. Bentuk pengawasan ini
biasanya :
a. Inspeksi langsung;
b. On the spot observation;
c. On the spot raport.
2. Pengawasan Tidak Langsung, yaitu pengawasan dari jarak jauh. Hal ini terjadi
karena kompleksnya tugas pimpinan, di samping organisasinya besar. Pengawasan
ini bisa berbentuk tertulis dan lisan. Kelemahan pengawasan ini adalah seringnya
bawahan melaporkan hal-hal yang baik saja (ABS = Asal Bapak Senang), lebih-lebih
apabila pimpinan suka menghukum bawahan yang melaporkan hal-hal yang
kurang/tidak baik/jelek. Padahal yang kurang/tidak baik atau negatif pun harus
mendapat perhatian untuk bahan perbaikan-perbaikan.
Sebaiknya pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung kedua-duanya
dilaksanakan dengan baik.
H. PENGAWASAN DI SEKTOR PENDIDIKAN
Pengawasan pendidikan adalah penerapan fungsi pengawasan di sektor pendidikan.
Hal ini berlaku baik di tingkat pusat maupun di daerah, termasuk di tingkat operasional
sekolah dan perguruan tinggi, baik yang dilakukan secara fungsional oleh aparat
pengawasan internal (inspektorat pengawasan) dan pengawasan melekat, maupun
eksternal oleh BPKP, BPK, termasuk oleh masyarakat dan DPR/DPRD.
Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Inspekto-
rat Jenderal Kementerian Pendidikan adalah :
1. Tahap Perencanaan :
a. Pada tahap ini ditentukan kebijakan dan perumusan tujuan yang akan dilaksana-
kan oleh setiap tim (kelompok kerja pengawas yang dibentuk), yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pelaporan;
113
b. Kebijakan dan tujuan yang telah ditetapkan dijabarkan oleh setiap Inspektur
sesuai dengan pembidangannya (wilayah dan penanggung jawab bidang);
c. Berdasarkan penjabaran itu, oleh masing-masing Irwil/Irbid dimintakan per-
setujuan Irjen;
d. Sekretariat Itjen membuat perencanaan umum secara menyeluruh tentang
program kerja tahunan Itjen, termasuk program pengawasan (Wasrik Umum,
Riksus, Sidak, dan monitoring) meliputi sasaran wilayah, sasaran unit, jumlah
personil, jumlah dana, jumlah sarana, dan jadwal waktu;
e. Irwil selaku Ketua Tim (Wasrik) wilayah dan Irban, dan pemeriksa masing-masing
melaksanakan persiapan teknis yang menyangkut pelaksanaan pemeriksaan
(substansi).
2. Tahap Pelaksanaan :
a. Menentukan waktu dan kegiatan temu awal;
b. Melaksanakan temu awal dilanjutkan melakukan kegiatan-kegiatan pemeriksaan
sesuai dengan rencana;
c. Sementara wasrik berjalan, dilakukan kegiatan-kegiatan pengendalian intern dan
kegiatan/tindakan operasional sasaran pemeriksaan;
d. Melaksanakan rapat-rapat koordinasi tim wasrik;
e. Mempersiapkan bahan temuan dan melaksanakan temu akhir.
3. Tahap Pelaporan.
a. Menghimpun semua kertas data temuan;
b. Melakukan rapat evaluasi hasil wasrik, dan penyusunan laporan;
c. Merumuskan temuan yang menonjol dan menyusunnya ke dalam laporan
singkat hasil pemeriksaan;
d. Menyusun laporan lengkap hasil pemeriksaan;
e. Sementara pimpinan tim segera melaporkan kepada Irjen setelah kembali ke
Jakarta;
f. Menyampaikan laporan hasil pemeriksaan lengkap sesuai dengan ketentuan.
(Pengawasan untuk lingkup Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, prinsip-
114
nya sama (konkordan) dengan pengawasan ini. Demikian juga yang dilakukan oleh
Irda (Bawasda).
I. PENGAWASAN SEKOLAH
Pengawasan sekolah merupakan salah satu fungsi manajemen Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini
dapat digolongkan sebagai pengawasan staf, yang merupakan pengawasan teknis
fungsional/administratif. Titik beratnya adalah pada penilaian dan pengendalian
secara kontinyu, efektif, dan efisien. Penggunaan metode penyajian, sarana, dana,
tenaga, dan waktu dalam menyelenggarakan pendidikan sebagai suatu proses.
Adapun rinciannya sebagai berikut.
1. Tugas dan Fungsi Pengawasan.
a. Menyusun rencana kegiatan tahunan pengawasan sekolah yang menjadi
tanggung jawabnya;
b. Mengendalikan termasuk membimbing pelaksanaan kurikulum yang meliputi isi,
metode penyajian, penggunaan alat bantu pengajaran dan evaluasi agar
berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. Mengendalikan termasuk membimbing tenaga kependidikan sekolah agar
memenuhi persyaratan persyaratan formal yang berlaku, dan dalam melaksa-
nakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang ada;
d. Mengendalikan termasuk membimbing pengadaan, penggunaan dan pemeli-
haraan sarana sekolah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta menjaga agar kualitas sarana sekolah memenuhi
ketentuan dan persyaratan;
e. Mengendalikan termasuk membimbing tata usaha sekolah yang meliputi urusan
kepegawaian, ketatalaksanaan dan urusan keuangan, termasuk RAPBS agar
berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Mengendalikan termasuk membimbing hubungan kerjasama sekolah dengan
instansi pemerintah, dunia usaha (swasta) dan organisasi kemasyarakatan (BP3/
POMG atau sekarang Komite);
115
g. Menilai hasil pelaksanaan kegiatan sekolah antara lain kelender pendidikan,
PMB, mutasi siswa, ulangan/ujian (dulu ebta), pembagian rapor, dan kegiatan
insidental lainnya;
h. Menilai hasil pelaksanaan kurikulum berdasarkan ketentuan yang berlaku dan
ketepatan waktu;
i. Menilai pendayagunaan sekolah;
j. Menilai efisiensi dan efektivitas tata usaha sekolah;
k. Menilai hubungan sekolah dengan instansi pemerintah, dunia usaha (swasta),
dan organisasi kemasyarakatan lain termasuk Komite;
l. Mempersiapkan DP-3 (daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) kepala sekolah,
guru, dan pegawai sekolah;
m. Menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Dinas
Pendidikan.
2. Tujuan Pengawasan.
a. Membina dan menyelia pembinaan sekolah baik yang bersifat edukatif maupun
administratif;
b. Membina dan menyelia kerjasama sekolah dengan instansi yang terkait;
c. Membina dan menyelia pelaksanaan PMB, dan ulangan/ujian (UTS/UAS);
d. Menyelia tingkat keberhasilan sekolah menurut paket kepengawasan kabupa-
ten/kota, dan provinsi;
e. Membina dan menyelia kepala sekolah yang pernah mengikuti KKS, dan guru
yang pernah mengikuti PKG, SOKG/LKS, agar melaksanakan pengajaran dengan
pola PKG;
f. Mendorong dan memberi motivasi kepada kepala sekolah agar mengimbaskan
perolehannya di LKS kepada semua kepala sekolah yang belum mengikuti LKKS;
g. Mendorong dan memberi motivasi kepada guru-guru agar mengimbaskan
perolehannya di PKG, SPKG/LKG kepada semua guru yang belum mengikuti
PKG/SPKG, KKG;
h. Membina dan menyelia pelaksanaan sanggar PKG dan sanggar MGMP.
116
3. Kedudukan Pengawas.
a. Pengawas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi atau Kabupaten/Kota;
b. Pelaksanaan tugas pengawasan sehari-hari dikoordinasikan oleh Kepala Bidang
Dikdas, Dikmen, dan PT, dalam bidang yang serupa dengan tugasnya;
c. Hubungan kerja kepengawasan dengan Kepala Dinas dan Kepala Bidang diatur
dalam satu mekanisme kerja yang efektif dan efisien.
4. Ruang Lingkup Pengawasan.
a. Pelaksanaan kurikulum yang meliputi isi, metode pangajaran, penggunaan alat
bantu pelajaran dan evaluasi;
b. Pendayagunaan tenaga teknis sekolah dalam rangka terlaksananya proses
belajar-mengajar yang efektif dan efisien;
c. Pendayagunaan sarana sekolah sesuai dengan ketentuan dan peraturan per-
undang-undangan yang berlaku;
d. Ketatausahaan sekolah yang meliputi urusan kepegawaian, keuangan, per-
kantoran, termasuk proyek-proyek agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
e. Hubungan kerja sekolah dengan instansi pemerintah, dunia usaha (swasta), dan
organisasi kemasyarakatan termasuk Komite.
5. Sasaran.
a. TK/SD/SLTP yang diasuh oleh Bidang Dikdas, dan SLTA oleh Bidang Dikmen;
b. Kepala sekolah, guru, dan tenaga pelaksana di TK/SD, SLTP, dan SLTA;
c. Kegiatan sanggar PKG dan sanggar MGMP;
d. Sarana dan prasarana sekolah;
e. Pemanfaatan sarana yang menunjang KBM baik di sekolah maupun di sanggar
PKG/MGMP;
f. Administrasi sekolah yang meliputi :
1) Administrasi kesiswaan;
2) Administrasi ketenagaan;
117
3) Administrasi kepala sekolah;
4) Administrasi kurikulum;
5) Administrasi perlengkapan;
6) Administrasi keuangan termasuk pengurusan dana dari masyarakat;
7) Administrasi persuratan (tata usaha);
8) Administrasi BP/BK;
9) Administrasi laboratorium/keterampilan/perpustakaan.
6. Hubungan Kerja.
a. Dengan Pemda (mulai tingkat RT/RW sampai provinsi) :
1) Kamtibmas;
2) Pelaksanaan 6K (keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan,
kerindangan);
3) Koordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
b. Dunia usaha (Swasta) :
1) Pengamatan langsung terhadap dunia usaha (swasta) sebagai bahan masukan
bagi siswa tentang lapangan kerja;
2) Kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan di sekolah;
3) Kegiatan penunjang (ko-kurikulum).
c. Komite :
1) Pembentukan kepengurusan Komite sesuai dengan ketentuan yang ada;
2) Uraian tugas Komite;
3) Program kerja Komite dalam menunjang program/kegiatan sekolah;
4) Laporan pertanggungjawaban keuangan Komite setiap tahun.
7. Perwakilan Gabungan Pengawas.
Ini khusus di DKI Jakarta. Wagabwas ini adalah gabungan dari masing-masing
Bidang yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi.
J. KEGIATAN DAN MEKANISME KERJA PENGAWAS
1. Mekanisme Kerja :
a. Program kerja tahunan bidang disusun oleh masing-masing;
118
b. Berdasarkan program kerja tahunan, disusun rencana kegiatan pengawasan yang
meliputi komponen kurikulum, tenaga teknis, kesiswaan, sarana/prasarana, tata
usaha sekolah, dan hubungan sekolah dengan masyarakat;
c. Berdasarkan rencana kegiatan pengawasan tahunan/semesteran, pengawas
melaksanakan tugas kepengawasannya;
d. Hasil pengawasan berbentuk sebuah laporan ekspositoris yang disampaikan
kepada Kepala Dinas up. Kepala Bidang yang relevan, dan laporan khusus non
teknis disampaikan langsung kepada Kepala Dinas;
e. Hasil pengelolaan laporan pengawas, oleh Bidang disampaikan kepada Kepala
Dinas dan tembusan kepada Bidang yang relevan;
f. Rapat koordinasi antar bidang sekolah dan Pengawas diadakan secara periodic,
minimal lima bulan sekali.
2. Jenis Rapat :
a. Rapat Direktif.
b. Rapat Koordinatif :
1) Secara periodik;
2) Secara insidental.
3. Rencana Kegiatan Pengawas Tahunan/Semesteran :
Dibuat secara matriks dan deskriptif operasional yang berisi :
a. Komponen pengawasan;
b. Sasaran pengawasan;
c. Kegiatan pengawasan;
d. Waktu pelaksanaan pengawasan.
4. Laporan Hasil Pengawasan :
a. Laporan Bulanan : Hasil kegiatan pengawasan selama satu bulan yang dilakukan
dalam bentuk laporan analisis;
b. Laporan Semester : Hasil kegiatan pengawasan menyeluruh berdasarkan wilayah
yang dilakukan selama satu semester;
c. Laporan Tahunan : Hasil kegiatan pengawasan menyeluruh selama satu tahun;
119
d. Laporan Khusus : Laporan teknis dan nonteknis mengenai sesuatu masalah
tertentu yang harus disampaikan kepada Kepala Dinas, dengan tembusan kepada
unit/bidang yang relevan.
K. PELAKSANAAN PENGAWASAN
1. Wilayah Pengawasan :
a. Diatur menurut wilayah/daerah;
b. Tiap wilayah pengawasan terdiri atas paket-paket lokasi pengawasan yang me-
liputi sejumlah sekolah;
c. Paket lokasi pengawasan diatur dengan menggunakan prinsip berimbang menu-
rut situasi wilayahnya, meliputi :
1) Jumlah sekolah;
2) Lokasi yang mungkin berdekatan;
3) Pengaturan lokasi sekolah;
4) Jumlah sekolah negeri dan swasta;
5) Jenis dan jenjang sekolah;
6) Waktu menyelenggarakan sekolah;
7) Situasi dan kondisi sekolah;
d. Paket pengawasan sebaiknya dikelompokkan dalam satu wilayah. 2. Rotasi Pengawasan :
Maksudnya adalah perpindahan tugas seseorang pengawas dari satu paket lokasi ke
paket lokasi pengawasan lain, baik dalam wilayahnya maupun ke wilayah lain.
Perpindahan ini diatur oleh Kepala Bidang dengan persetujuan Kepala Dinas.
3. Tata Kerja Pengawasan :
a. Kepala Bidang bersama-sama pengawas menyusun rencana kegiatan tahunan
pengawasan dan menentukan sasaran serta urutan prioritas aspek yang akan di-
supervisi dan dijalankan dari program pengawasan bidang;
b. Pengawas membuat judul tugas pengawasan bulanan dan diserahkan kepada
sekretariat pengawas;
120
c. Pada setiap kunjungan pengawas diusahakan sedapat mungkin menjaring segala
aspek permasalahan yang berkaitan dengan teknis edukatif, administratif,
psikologis dan politis;
d. Hasil pengamatan dan kunjungan pengawas di sekolah dituangkan dalam
lembaran pengamatan;
e. Laporan pengawasan berbentuk laporan analisis berisi kesimpulan dan saran
yang ditujukan kepada Kepala Dinas up. Bidang yang relevan;
f. Laporan yang sifatnya mendesak atau harus segera diketahui oleh Kepala Dinas
atau memerlukan pengarahan Kepala Dinas segera disampaikan dan tembusan
kepada Kepala Bidang yang relevan dan sekretariat pengawas;
g. Laporan tengah tahunan dan tahunan pengawasan disusun oleh Wagabwas dan
disampaikan kepada Kepala Dinas up. Kepala Bidang yang relevan. Kepala Bidang
dimaksud melaporkan secara ekspositoris kepada Kepala Dinas dengan
tembusan kepada Direktorat yang relevan.
4. Metode Pengawasan.
Dilakukan dalam rangka pembinaan, melalui :
a. Observasi.
b. Kunjungan/pemantauan.
c. Rapat-rapat pimpinan sekolah/guru.
121
BAB VIII SUPERVISI PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN
Sebenarnya supervisi adalah bagian atau salah satu bentuk pengawasan yang
merupakan salah satu fungsi manajemen. Supervisi biasanya dilaksanakan pada unit
kerja yang berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT). Akan tetapi dalam dunia pendidik-
an supervisi itu mengandung banyak hal, karenanya sengaja penulis buatkan bab
tersendiri melengkapi bab tentang pengawasan pendidikan.
Menurut Soebagio Atmodiwirio (2000:201) yang mengutip pendapat Piet
Sahertian dan Frans Mateheru, supervisi adalah usaha dari pengawas sekolah dalam
memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran,
termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru
serta merevisi tujuan pendidikan, bahan pengajaran, metode mengajar dan evaluasi
pengajaran. Supervisi bertugas melihat dengan jelas masalah-masalah yang muncul
dalam mempengaruhi situasi belajar dan menstimulasi guru ke arah usaha perbaikan.
Wijono dalam bukunya “Administrasi dan Supervisi Pendidikan” (1989), menge-
mukakan definisi lain dari supervisi yang dikemukakan oleh para pakar di antaranya :
1. Glen G. Eye et.al. (1971:31), mendefinisikan supervisi sebagai “masa administrasi
sekolah yang memusatkan terutama pada pencapaian tujuan pengajaran yang tepat
pada sistem pendidikan”.
2. Ben Harris & Wailand Bessent (1969:11), mendefinisikan “supervisi adalah apa yang
dikerjakan personil sekolah dengan orang-orang dan barang-barang untuk
penjagaan atau pengubahan pelaksanaan sekolah agar dapat mempengaruhi
langsung pencapaian tujuan pokok pengajaran sekolah.”
3. Morris Cogan (1973:9), memberi definisi “supervisi umum, karenanya, menunjuk-
kan kegiatan-kegiatan seperti penulisan dan perbaikan kurikulum, penyiapan unit-
122
unit dan bahan-bahan pengajaran, pengembangan proses dan peralatan untuk
laporan kepada orang tua, dan masalah yang berhubungan dengan evaluasi
keseluruhan program pendidikan.”
4. James R. Mark, et.al. (1978:15), memberi definisi, supervisi adalah tindakan dan
percobaan ditujukan untuk penyempurnaan pengajaran dan program pengajaran.”
Dari definisi-definisi tentang supervisi yang dikemukakan para pakar tersebut di
atas, ternyata kediatannya paling tidak terdapat enam hal, yaitu berpusat pada :
Administrasi, kurikulum, pengajaran, hubungan manusia, manajemen, dan
kepemimpinan.
B. DIMENSI-DIMENSI SUPERVISI PENDIDIKAN Peranan supervisor mempunyai banyak dimensi atau segi-segi, dan karenanya
supervisi sering tumpang tindih dengan fungsi-fungsi administratif, kurikuler, dan
pengajaran. Tumpang tindih ini dianggap wajar mengingat peran kepemimpinan
dalam suatu unit organisasi termasuk sekolah di antaranya adalah mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan belajar dan proses pembelajaran yang
sangat banyak aspeknya.
Kepemimpinan supervisor meliputi proses pemikiran, perencanaan, pengorgani-
sasian, dan evaluasi. Pada tahap pemikiran dan perencanaan untuk menyempurnakan
pengajaran sangat mungkin ada formasi dan administrasi kebijakan. Pada tahap
pengorganisasian untuk program-program pengajaran sangat mungkin berbaur untuk
kurikulum karena ada gagasan-gagasan penerjemahan pada kegiatan-kegiatan
program pengajaran, dan lain sebagaimnya. Fungsi evaluasi pada supervisi diarahkan
pada kegiatan-kegiatan pengajaran pada lembaga pendidikan. Demikianlah maka
ketiga dimensi, yaitu administrasi, kurikulum, dan pengajaran, merupakan tugas yang
harus ditangani oleh supervisor secara terpadu.
123
1. Administrasi.
Tugas-tugas supervisi administrasi, di antaranya meliputi :
a. Menempatkan dan menentukan prioritas tujuan-tujuan, yaitu membantu orang
lain di sekolah yang dipusatkan pada tujuan untuk menetapkan prioritas dari
berbagai banyak kemungkinan program-program yang ada;
b. Menempatkan standar dan mengembangkan kebijakan, yaitu menerjemahkan
tujuan-tujuan ke dalam tingkat-tingkat harapan yang baku, lengkap, dengan
petunjuk dan peraturan untuk melaksanakan tindakannya;
c. Mengadakan perencanaan jangka panjang, yaitu merancang harapan dalam hal
tindakan-tindakan dan kegiatan-kegiatan yang dikerjakan sepanjang waktu;
d. Merancang struktur organisasi, yaitu membentuk hubungan struktural antara
orang-orang dan kelompok-kelompok dalam sekolah;
e. Mengidentifikasi dan mengamankan sumber-sumber, yaitu mendapatkan letak
sumber-sumber dan melihat bahwa sumber-sumber dimaksud tersedia untuk
berbagai struktur organisasi;
f. Memilih personil dan menentukan staf, yaitu mengidentifikasi orang-orang yang
diperlukan untuk melengkapi program-program dan tugas-tugas untuk struktur
organisasi;
g. Menyediakan fasilitas yang tepat, yaitu menyesuaikan fasilitas yang tersedia
dengan kebutuhan-kebutuhan program, serta mengembangkan fasilitas-fasilitas
baru apabila diperlukan;
h. Mengatur pembiayaan, yaitu menggunakan uang untuk membiayai program-
program yang tepat;
i. Mengorganisasikan pengajaran, yaitu memberi tugas kepada staf dan personil
pengajaran, serta pembantu yang lain pada struktur organisasi;
j. Mempromosikan hubungan sekolah-masyarakat, yaitu mengadakan dan memeli-
hara hubungan baik antara sekolah dengan masyarakat yang mendukung
program-program pendidikan.
2. Kurikulum.
Tugas-tugas supervisi kurikulum (curriculum oriented) di antaranya adalah :
124
a. Menentukan tujuan-tujuan pengajaran, yaitu menerjemahkan tujuan-tujuan
pada tujuan yang lebih khsusus atau lebih operasional bagi pengajaran;
b. Menyurvei kebutuhan-kebutuhan dan mengadakan penelitian, yaitu menilai
kondisi-kondisi yang ada untuk menentukan bagaimana program-program
sekolah dapat secara efektif memenuhi kebutuhan siswa/peserta didik;
c. Mengembangkan program-program dan merencanakan perubahan-perubahan,
yaitu mengorganisasikan isi pengajaran dan menelaah program-program yang
ada untuk meningkatkan relevansinya;
d. Menghubungkan program-program dengan berbagai pelayanan khusus, yaitu
mengikat tali hubungan dari berbagai komponen pengajaran, baik di dalam
sekolah maupun di masyarakat;
e. Memilih bahan dan mengalokasikan sumber-sumber, yaitu menganalisis sumber-
sumber pengajaran yang tersedia dan menempatkan mereka ke program-
program yang tepat;
f. Mengarahkan dan memperbaharui staf pengajar, yaitu mengantarkan program
sekolah untuk guru-guru baru dan staf rutin yang ada dalam rangka meng-
“up grade” kemampuan mereka;
g. Menyarankan perubahan fasilitas, yaitu merancang suatu rencana untuk
mengatur kembali fasilitas-fasilitas yang ada disesuaikan dengan program-
program pengajaran, dan jika perlu menyarankan fasilitas-fasilitas tambahan;
h. Memprakirakan pengeluaran yang dibutuhkan untuk pengajaran, yaitu menghi-
tung prakiraan biaya pengembangan program dan membuat rekomendasi untuk
penerapan biaya yang ada dan yang diharapkan;
i. Mempersiapkan program-program pengajaran, yaitu membentuk berbagai unit
dan tim pengajaran, mengadakan kesempatan-kesempatan “inservice” untuk
pengembangan pengajaran;
j. Mengembangkan dan menyebarluaskan deskripsi program-program sekolah,
yaitu menulis deskripsi yang cermat tentang program-program sekolah dan
menginformasikan kegiatan-kegiatan yang berhasil kepada masyarakat/umum.
125
3. Pengajaran.
Tugas-tugas supervisi dalam bidang pengajaran, meliputi :
a. Mengembangkan rencana pengajaran, yaitu bekerja dengan guru-guru untuk
membuat kerangka dan memperlengkapi program-program pengajaran;
b. Mengevaluasi program, yaitu mengadakan tes dan jenis evaluasi lainnya untuk
menentukan apakah program-program pengajaran memenuhi standar;
c. Berinisiatif menemukan program-program baru, yaitu mempertunjukkan teknik-
teknik baru dan sebaliknya memberikan dasar untuk program-program baru;
d. Merancang kembali organisasi pengajaran, yaitu menelaah organisasi pengajar-
an yang ada untuk efektivitas, dan jika kurang sesuai membuat perubahan;
e. Membagi sumber-sumber pengajaran, yaitu meyakinkan bahwa guru-guru
memiliki bahan-bahan pengajaran yang diperlukan dan mengharapkan kebutuh-
an material di masa dating;
f. Memberi nasihat dan membantu guru-guru, yaitu kesediaan berkonsultasi
dengan guru-guru yang berperan membantu keberhasilan proses pembelajaran;
g. Mengevaluasi fasilitas dan mengawasi perubahan-perubahan, yaitu menilai
fasilitas pengajaran untuk ketepatan pengajaran dan membuat kunjungan ke
lokasi untuk meyakinkan bahwa perubahan-perubahan yang ada memang
direncanakan;
h. Membagi dan menerapkan pembiayaan, yaitu mengikuti alur penggunaan uang
untuk mengetahui apakah penerapannya sesuai dengan program-program yang
telah direncanakan;
i. Memimpin dan mengkoordinasikan program-program “inservice”, yaitu mem-
bimbing program-program “inservice training” sehingga mereka memenuhi
kebutuhan pengajaran;
j. Menjawab kebutuhan dan pertanyaan-pertanyaan masyarakat, yaitu menerima
umpan balik (feedback) dari masyarakat tentang program-program sekolah dan
mengirim informasi kepada orang tua/wali murid melalui komite.
126
Contoh kegiatan supervisi pendidikan :
Tugas-tugas Administrasi
Tugas-tugas Kurikulum
Tugas-tugas Pengajaran
1. Menetapkan dan me-nyusun prioritas tujuan-tujuan
Menentukan tujuan-tujuan pengajaran
Mengembangkan rencana pengajaran
2. Menentukan standar dan kebijakan
Survey kebutuhan dan mengadakan penelitian
Evaluasi program-program sehubungan dengan standar
3. Mengadakan perencana-an jangka panjang
Mengembangkan program-program dan merencanakan perubahan-perubahan
Berinisiatif untuk program-program baru
4. Merancang struktur or-ganisasi
Menghubungkan program-program pelayanan khusus
Merancang kembali organi-sasi pengajaran di mana perlu
5. Mengidentifikasi dan mengamankan sumber-sumber
Memilih bahan-bahan dan mengalokasikan sumber-sumber
Menyampaikan sumber-sumber poengajaran
6. Memilih personil dan staf Orientasi dan memperba-harui staf pengajaran
Menasihati dan membantu guru-guru
7. Menyediakan fasilitas yang tepat
Memberi saran perubahan fasilitas
Memeriksa perubahan fasili-tas
8. Menyiapkan dana yang diperlukan
Memprakirakan pengeluar-an yang diperlukan untuk pengajaran
Membagi dan menggunakan dana
9. Mengorganisasikan peng-ajaran
Mempersiapkan program-program pengajaran
Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan inservice
10. Mempromosikan hu-bungan sekolah dengan masyarakat
Menyebarluaskan deskripsi program sekolah
Menjawab pertanyaan ten-tang program-program seko-lah kepada masyarakat
Sumber : Wijono (1989:186-187).
Kepala sekolah dan pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan supervisi (super-
visor) berkewajiban untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap apa
yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu tujuan supervisi secara operasional adalah :
1. Membantu guru melihat dengan jelas tujuan pendidikan.
2. Membantu guru membimbing siswa dalam belajar.
3. Membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar.
4. Membantu guru dalam menggunakan metode dan alat pelajaran modern.
5. Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa.
6. Membantu guru dalam hal menilai kemajuan murid dan hasil pekerjaan guru itu
sendiri.
127
7. Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka
pertumbuhan pribadi dan jabatan.
8. Membantu guru baru di sekolah sehingga merasa gembira dengan tugas yang
diembannya.
9. Membantu guru agar lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat
dan cara-cara menggunakan sumber-sumber yang ada.
10. Membantu guru agar waktu dan tenaga tercurahkan sepenuhnya dalam pembina-
an siswa di sekolahnya.
Menurut Soebagio Atmodiwirio (2000:202-203), supervisi dan pembinaan profe-
sional guru dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru
dalam melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari di sekolah, yaitu mengelola proses
belajar-mengajar dengan segala aspek pendukungnya agar berjalan dengan baik,
sehingga tujuan PBM khususnya, dan tujuan pendidikan pada umumnya tercapai
dengan optimal. Adapun kemampuan yang perlu ditingkatkan meliputi :
1. Merencanakan kegiatan belajar-mengajar dengan baik.
2. Kegiatan belajar-mengajar.
3. Menilai proses dan hasil belajar.
4. Memberikan umpan balik secara teratur dan terus-menerus.
5. Membuat dan menggunakan alat bantu baru dalam mengajar secara sederhana.
6. Menggunakan/memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan media pembelajaran.
7. Membimbing dan melayani siswa yang mengalami kesulitan.
8. Mengelola dan mengadministrasikan kegiatan belajar-mengajar, ko dan ekstra
kurikuler, serta kegiatan-kegiatan sekolah lainnya.
Terdapat delapan fungsi supervisi pendidikan, yaitu :
1. Mengkoordinasikan semua usaha sekolah.
2. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah.
3. Memperluas pengalaman guru.
4. Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif.
5. Memberikan fasilitas dan penilaian yang terus-menerus.
128
6. Menganalisis situasi belajar-mengajar.
7. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf.
8. Mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan
mengajar guru-guru.
C. KOMPETENSI KHUSUS SUPERVISOR PENDIDIKAN
Dari hasil konsultasi dengan para supervisor pendidikan di beberapa Negara Bagian di
Amerika Serikat, John Wils dan Joseph Bondi (dalam Wijono, 1989:192-198),
mengemukakan ada delapan bidang keterampilan khusus yang merupakan bidang
kompetensi bagi para supervisor, yaitu :
1. Supervisor adalah orang yang mengembangkan manusia (supervisors are
developers of People).
a. Supervisor yang baik tidak pernah lupa bahwa sekolah adalah lingkungan belajar
yang dirancang untuk membantu pertumbuhan anak. Hal ini menuntut penge-
tahuan proses perkembangan anak sebagaimana halnya sifat khusus anak di
berbagai kelompok di sekolah;
b. Terdapat perbedaan dan persamaan di antara anak-anak di sekolah, antara lain
dalam hal latar belakang sosial dan pengalaman anak sebelum masuk sekolah,
kemampuan belajarnya, ada yang lebih kuat daripada yang lain, ada yang lebih
dapat menerima keberhasilan dan kegagalan, dll. Hal ini harus ditampung oleh
pimpinan sekolah dan berbeda cara menilainya;
c. Bagi beberapa anak yang demikian “berbeda” sehingga cenderung “istimewa”,
karena tidak dapat menyesuaikan dengan suatu norma yang didasarkan pada
program pengajaran, diperlukan program-program khusus. Di sinilah bahayanya
jika supervisor menjadi “prison dumb” (dungu) yang lupa terhadap tujuan
sekolah, untuk apa menyelenggarakan sekolah, dan untuk siapa kurikulum dan
program pengajaran direncanakan.
2. Supervisor adalah pengembang kurikulum (Supervisors are curriculum develop-
pers).
129
a. Kurikulum yang “riil” adalah apa yang dialami anak di kelas. Jadi, apa yang
seharusnya diajarkan di kelas mesti dikuasai oleh guru. Perbuatan guru
menyampaikan kurikulum secara nyata adalah pembuatan program studi.
Mengingat supervisor bekerja langsung dengan para guru, maka dia memiliki
kesempatan yang baik untuk mempengaruhi perkembangan kurikulum;
b. Perkembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu siklus yang dimulai dari
analisis tujuan untuk pendirian sekolah, kejelasan filsafat dan tujuan-tujuan,
penunjukkan prioritas-prioritas yang tepat, dan menggali konsep-konsep prog-
ram dan langkah pengembangannya. Kemudian dilanjutkan dengan rancangan
kurikulum termasuk mengembangkan standard dan tujuan serta memper-
timbangkan pendekatan untuk perbaikannya. Langkah selanjutnya adalah
dengan memperlengkapi atau membuat usulan perubahan-perubahan. Siklus
kemudian diakhiri dengan evaluasi usaha itu dan identifikasi kebutuhan yang
lebih jauh;
c. Supervisor bekerja dengan administrator dan guru-guru, juga mempunyai suatu
pandangan dari atas (bird eye view) tentang proses pengembangan kurikulum.
Karena mereka bekerja di kelas dengan guru-guru yang menyampaikan
“kurikulum riil”, maka supervisor adalah “agen” pengawas yang pokok. Kemam-
puan supervisor memadukan praktek dengan kebijakan umum, menjadikannya
penyetor informasi kritik tentang penyempurnaan kurikulum.
3. Supervisor adalah spesialis pengajaran (Supervisors are Instructional Specialists).
a. Peranan supervisi pengajaran paling tidak memiliki tiga dimensi, yaitu riset,
komunikasi, dan pengajaran.
1) Dalam peran riset, supervisor harus mengetahui makna dari banyak penelitian
yang dilakukan dalam bidang pengajaran yang cukup lama (lk. 25 tahun lalu).
Penelitian ini a.l. tentang guru dan efektivitas sekolah, gaya belajar, memberi
banyak saran perubahan di kelas. Jadi, supervisor adalah seorang analis
pengajaran dan sumber pengetahuan yang relevan tentang bidang peng-
ajaran;
130
2) Dalam peran komunikasi (sebagai komunikator), supervisor membantu para
guru dari berbagai bidang studi menyatukan pendapat, menerima usulan,
keluhan, dll. kemudian membicarakan/memusyawarahkan pemecahan masa-
lahnya. Penting juga kecakapan dalam menyampaikan apa yang diamati,
siapa yang merencanakan pelaksanaan sekolah, atau menghubungkan guru
dengan sumber-sumber yang lebih besar yang ada di luar lingkungan sekolah;
3) Dalam peran pengajaran, supervisor adalah guru yang istimewa di kelas.
Keahliannya diuji dalam membantu guru baru atau dalam mendemonstrasi-
kan teknik baru untuk guru yang belum berpengalaman. Di sini dia membantu
guru kelas menjadi berpengetahuan dan berpengalaman, dan bergabung di
antara para guru menyampaikan gagasan-gagasan baru, pergi ke kelas untuk
mendemonstrasikan cara mengajar yang baik dan efektif.
4. Supervisor adalah pekerja hubungan manusia (Supervisors are human relations
workers).
a. Kebanyakan kerja supervisor adalah informasi dari orang ke orang, apakah
bekerja dengan guru-guru secara individual atau kelompok. Juga berkomunikasi
dengan staf pengajar dan staf administratif. Karena itu supervisor harus
mempunyai pengetahuan dasar-dasar hubungan manusia (human relations);
b. Supervisor harus peka (sensitif) memperhatikan kebutuhan berbagai macam
kelompok kliennya, kepada siapa dia mengadakan interaksi. Dia harus
melakukan diplomasi dalam penggunaan bahasa, berasumsi bahwa apa yang
dikatakannya akan didengar dan dapat mempengaruhi orang lain. Dia pun harus
sebagai pendengar yang baik, yang terucap maupun tidak oleh kliennya;
c. Supervisor juga harus mampu memotivasi orang lain, terutama para guru.
Karena kedudukannya, supervisor juga harus mampu menerjemahkan kebijakan/
keputusan sekolah dalam tingkah laku para guru dan staf sekolah, termasuk
siswa;
d. Supervisor juga harus memiliki kecakapan bermusyawarah karena bekerja di
lingkungan kelompok-kelompok dalam rangka perbaikan pendidikan;
e. Supervisor adalah spesialis hubungan umum secara teratur di sekolah.
131
5. Supervisor adalah pengembang staf (Supervisors are staff developers).
a. Supervisor bertugas memperbaiki kesempatan belajar siswa sekaligus mening-
katkan keterampilan guru-guru dan tenaga staf di bidang pekerjaannya masing-
masing. Ini berarti mengembangkan sumber daya manusia, yang berarti juga
pengembangan staf;
b. Sekolah adalah organisasi manusia, karenanya upaya perbaikan perbuatan (ting-
kah laku) orang-orangnya (guru-guru, staf tata usaha, tenaga teknis fungsional
lain, dan para siswa) menjadi penting, dan merupakan bagian tugas pembinaan
dari supervisor. Supervisor harus siap dengan model training dari pengalaman-
nya kepada mereka;
c. Cara pengembangan staf di antaranya dengan pelatihan jabatan (inservice
training) yang secara individual dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap perilakunya, sehingga dapat tumbuh berlanjut dan terarah secara tim;
d. Supervisor karenanya harus dapat mengidentifikasi dan menyusun jadwal
bantuan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan masing-masing staf. Bantuan
harus berkualitas dalam arti bermanfaat bagi perbaikan pengajaran di sekolah.
6. Supervisor adalah administrator (Supervisors are administrators).
a. Supervisor sebagai administrator memerlukan keterampilan dasar administratif.
Ia harus mampu membimbing pembantu dan sekretarisnya dalam mengelola
informasi termasuk pencatatan dalam bidang pengajaran;
b. Tugas administrator lebih luas dari sekedar manajerial, karena itu perlu
membekali diri dengan pengetahuan tentang ilmu administrasi, manajemen,
organisasi, ketatausahaan, dll. serta teknik-tekniknya.
7. Supervisor adalah pemimpin perubahan (Supervisors are managers of change).
a. Dulu (20 tahunan yang lalu) para supervisor melaksanakan tugasnya berdasarkan
hubungan antarpribadi, memperbaiki pengajaran dengan bekerja langsung
dengan orang-orang. Dewasa ini hubungan antarpribadi sudah berkurang,
karena komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai cara dan media;
b. Kegiatan-kegiatan pembinaan dan pengembangan di bidang pengajaran dapat
132
dilakukan melalui berbagai metode. Buku teks, media, program komputer dapat
dimanfaatkan dengan baik. Karena itu segala hal hal berkaitan dengan pelaksa-
naan tugas-tugas supervisor termasuk monitor dan evaluasi lebih mudah;
c. Secara keseluruhan, fungsi-fungsi manajemen termasuk interaksi yang berkaitan
dengan tugasnya harus dapat dilaksanakan dengan baik.
8. Supervisor adalah penilai (Supervisors are evaluators).
a. Supervisor menempati posisi sebagai penilai tetap, yaitu menilai kemampuan
guru dan staf, pencapaian program, bahan-bahan pengajaran dan buku-buku
teks, analisis hasil tes, dll.
b. Supervisor secara teratur diharapkan menemukan kebutuhan akan penilaian dan
mengadakan survei serta tindak lanjut penelitiannya. Organisasi informasi dan
penerjemahan data yang didapat akan menjadi bahan perbaikan pengajaran dan
sekolah;
c. Supervisor diharapkan pula memegang semua hasil penelitian dalam bidang
pendidikan dan menerjemahkan penemuan-penemuannya untuk bahan masuk-
an para guru dan staf di sekolah.
D. TEKNIK-TEKNIK PEMBINAAN GURU
Di antara tugas supervisor adalah pembinaan guru. Hal ini dapat dilakukan melalui
beberapa cara, di antaranya :
1. Kunjungan kelas secara berencana untuk memperoleh gambaran tentang proses
belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh guru.
2. Pertemuan pribadi pada waktu-waktu yang telah disepakati antara pembina dengan
guru untuk masalah-masalah yang dianggap khusus.
3. Rapat rutin antara pembina dengan para guru, biasanya menyangkut masalah-
masalah yang sifatnya umum.
4. Kunjungan antar kelas atau sekolah, untuk saling tukar pengalaman serta hal-hal
lain yang menyangkut usaha untuk menunjang pelaksanaan interaksi belajar-
mengajar.
133
5. Pertemuan-pertemuan, misalnya pada KPPS (Kelompok Kerja Penilik Sekolah), KKKS
(Kelompok Kerja Kepala Sekolah), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan di forum PKG
(Pusat Kegiatan Guru).
Dalam melaksanakan supervisi, dapat dipergunakan teknik-teknik sebagai berikut.
1. Teknik yang bersifat individual :
a. Kunjungan kelas;
b. Observasi kelas;
c. Percakapan pribadi;
d. Saling mengunungi kelas;
e. Menilai diri sendiri.
2. Teknik yang bersifat kelompok :
a. Orientasi tehadap guru baru;
b. Rapat guru;
c. Studi kelompok antar guru;
d. Diskusi kelompok;
e. Tukar-menukar pengalaman. Dalam praktek, teknik-teknik tersebut di atas tidak dapat sekaligus diterapkan,
karenanya perlu adanya bimbingan secara sistematis dari kepala sekolah atau pembi-
nanya. Penerapan teknik supervisi di lapangan dapat dilakukan melalui kegiatan mem-
bantu guru :
1. Melihat dengan jelas proses belajar-mengajar sebagai suatu sistem.
2. Melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan.
3. Menyusun kegiatan belajar-mengajar.
4. Menerapkan metode mengajar yang lebih baik.
5. Menggunakan sumber pengalaman belajar.
6. Menciptakan alat peraga dan penggunaannya.
7. Menyusun program belajar-mengajar.
8. Menyusun tes prestasi belajar.
9. Belajar mengenal siswa dengan baik.
10. Membina moral dan kegembiraan kerja.
134
11. Membina kode etik jabatan guru dan peningkatan semangat/etos kerja.
Guru-guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemen-
terian Agama umumnya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) kecuali yang memang masih
berstatus guru bantu, honorer, tenaga kerja suka rela, dll. Jabatan guru PNS adalah
jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan
tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Pembinaan jabatan fungsional guru dilakukan oleh instansi pembina jabatan
fungsional, yaitu instansi yang menggunakan jabatan fungsional dan mempunyai
kegiatan sesuai dengan tugas pokok instansi dimaksud, atau instansi jika dikaitkan
dengan bidang tugasnya dianggap mampu untuk ditetapkan sebagai pembina jabatan
fungsional. Instansi pembina jabatan fungsional guru adalah Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Di daerah, ya Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Salah satu contoh mekanisme pembinaan jabatan fungsional guru, adalah apa
yang telah dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Dasar terhadap guru-guru SD, yang
bentuk wadah pembinaannya :
1. Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKS) :
Merupakan wahana untuk diskusi, tukar-menukar informasi/pengalaman, mencari/
menemukan alternatif pemecahan dan penyelesaian masalah, dan menetapkan
keseragaman dalam pembinaan. KKS juga merupakan wahana koordinasi dalam
upaya pembinaan mata pelajaran, proses interaksi belajar-mengajar sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
2. Kelompok Kerja Guru (KKG).
Merupakan wahana untuk meningkatkan kemampuan guru dalam meteri pelajaran,
persiapan, pengadaan/pembuatan alat, bahan atau sumber belajar, pelaksanaan
belajar-mengajar, penilaian pelayanan khusus bagi siswa tertentu, mencari alter-
natif penyelesaian berbagai masalah, dan penetapan keseragaman berbagai
kegiatan.
135
3. Pusat Kegiatan Guru (PKG).
Merupakan wadah bagi guru, kepala sekolah, dan penilik untuk mengadakan
pertemuan dan latihan-latihan pada tingkat kecamatan. PKG sekaligus sebagai
pusat sumber belajar bagi guru.
4. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Merupakan forum musyawarah bagi guru-guru yang menangani bidang studi (mata
pelajaran) tertentu, misalnya dalam hal menyamakan persepsi terutama dalam
kaitan dengan metode pengajaran, atau mungkin juga jika dikaitkan dengan mata
pelajaran kelompok ilmu sosial yang sedikit banyak akan mendapat pengaruh
lingkungan dan sistem politik kenegaraan.
136
BAB IX EVALUASI PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN Selain istilah evaluasi, terdapat pula istilah pengukuran dan penilaian. Ketiga istilah itu
cenderung diartikan sama, walaupun sebenarnya ada perbedaannya. Mengukur
adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran dan bersifat kuantitatif. Menilai
adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk, dan
bersifat kualitatif. Sementara evaluasi meliputi keduanya, yakni mengukur dan
menilai. Fokus pengukuran kegiatannya pada proses pengumpulan, penyusunan,
pengolahan, dan penafsiran data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan fokus penilaian kegiatannya pada proses pemberian nilai serta peringkat
kompetensi yang menggambarkan kinerja (unjuk kerja/penampilan kerja atau per-
formansi), berdasarkan hasil pengukuran, yaitu kriteria atau norma tertentu.
Kita mengenal dua macam ukuran, yaitu ukuran yang berstandar (meter,
kilogram, ohm, derajat, dsb.), ukuran tidak berstandar (jengkal, depa, langkah, dsb.)
dan ukuran prakiraan berdasarkan hasil pengalaman, contohnya jeruk manis adalah
yang warnanya kuning, besar, dan halus kulitnya.
Istilah asing dari pengukuran adalah measurement, sedangkan penilaian adalah
evaluation. Dari kata evaluation diperoleh kata Indonesianya evaluasi yang berarti
menilai atau penilaian. Untuk lebih menjelaskan pengertian evaluasi, berikut adalah
definisi yang diberikan oleh para ahli. (Daryanto, 1999:1-2).
1. Bloom (1971) :
“Evaluation, as we see it, is the systematic collection of evidence to determine
whether in fact certain changes are taking place in the learners as well as to
determine the amount or degree of change in individual students”. (Evaluasi,
sebagaimana kita lihat, adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk
menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan
menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa).
137
2. Stufflebeam (1971) :
“Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alternatives”. (Evaluasi merupakan proses meng-
gambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai
alternatif keputusan).
3. Suke Silverius (1991) :
“Professional judgment or a process that allows one to make a judgment about the
desirability or value of something”. (Pertimbangan prafesional atau suatu proses
yang memungkinkan seseorang membuat pertimbangan tentang daya tarik atau
nilai sesuatu).
4. S.P. Siagian (1996:141) :
Penilaian adalah “Proses pengukuran dan pembandingan daripada hasil-hasil
pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai”.
5. Syaiful Sagala (2007:177) :
Penilaian dan pengukuran ialah upaya sistematis mengumpulkan, menyusun,
mengolah, dan menafsirkan fakta, data, dan informasi (yang dapat dipertanggung-
jawabkan) dengan tujuan menyimpulkan nilai atau peringkat kompetensi seseorang
dalam satu jenis atau bidang keahlian keprofesian seperti kepala sekolah, guru, dan
tenaga kependidikan berdasarkan norma kriteria tertentu, serta menggunakan
kesimpulan tersebut dalam proses pengambilan keputusan kinerja yang direkomen-
dasikan.
6. Daryanto :
Mengemukakan adanya batasan lain, “The determination of the congruence
between performance and objectives”. (Penentuan kesesuaian antara penampilan
(unjuk kerja/kinerja) dan tujuan).
Dari definisi-definisi tersebut di atas yang perlu diperhatikan adalah :
1. Penilaian merupakan fungsi organik sebab pelaksanaan fungsi dimaksud turut
menentukan mati-hidupnya suatu organisasi.
138
2. Penilaian adalah suatu proses, berarti kegiatannya harus terus-menerus dilakukan
oleh administrasi dan manajemen.
3. Penilaian menunjukkan jurang pemisah (gap) antara hasil pelaksanaan yang
sesungguhnya dicapai (das sein), dengan hasil yang seharusnya dicapai (das solen).
Memang benar jika dikatakan bahwa tidak ada satu organisasi yang selalu
mencapai tujuannya seratus prosen memuaskan. Tetapi usaha-usaha serius perlu
dilakukan untuk :
1. Menentukan tujuan yang realistis dan pragmatis.
2. Menentukan standar kualitas pekerjaan yang diharapkan.
3. Meneliti sampai pada tingkat apa standar yang telah ditentukan itu dapat dicapai.
4. Mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan baik penyesuaian rencana,
organisasi, cara motivasi atau pengawasan. Penyesuaian pun dapat pula ditujukan
terhadap tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
B. TUJUAN EVALUASI PENDIDIKAN Evaluasi pendidikan adalah kegiatan menilai dalam bidang pendidikan. Penilaian ini
dilakukan oleh semua komponen yang ada di lembaga-lembaga pendidikan, baik di
lingkungan pemerintah (Kemendikbud, dan Pemda), di lingkungan swasta (Yayasan),
termasuk di sekolah-sekolah sebagai satuan yang menyelenggarakan operasional
pendidikan dan pengajaran. Penilaian diarahkan pada kinerja (performance) orang-
orang yang terlibat dalam pelaksanaan suatu kegiatan dalam organisasi/institusi.
Kinerja adalah manifestasi hasil kerja yang dicapai oleh suatu institusi. Ukuran
keberhasilan suatu institusi mencakup seluruh kegiatan setelah melalui uji tuntas
terhadap tujuan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
Proses dan mekanisme kegiatan evaluasi secara instansional di lingkungan
lembaga-lembaga pendidikan sudah ada aturannya tersendiri. Karena itu pembahasan
dalam diktat atau makalah ini dibatasi hanya penilaian yang dilaksanakan di sekolah,
yaitu upaya kepala sekolah dan guru atau pengelola pengajaran untuk melihat
keberhasilan belajar para siswanya. Dengan demikian yang dibicarakan di sini adalah
139
pengukuran dan penilaian kinerja siswa saja dalam proses pembelajarannya. Jika digambarkan dalam bentuk diagram, proses penilaian terhadap siswa tersebut
akan terlihat sebagai berikut.
Feedback
1. Masukan (Input) :
Yaitu bahan mentah yang dimasukkan ke dalam transformasi (perubahan bentuk
menjadi). Dalam dunia sekolah, maka bahan mentah dimaksud adalah calon siswa
baru. Sebelum diterima, calon siswa itu dinilai dulu kemampuannya, apakah ia akan
mampu mengikuti pelajaran dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan
kepadanya.
2. Keluaran (Output) :
Yaitu bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi, ialah siswa lulusan sekolah
bersangkutan. Untuk menentukan apakah seorang siswa berhak lulus atau tidak,
perlu diadakan kegiatan evaluasi.
3. Perubahan Bentuk (Transformasi) :
Yaitu mesin yang bertugas mengubah bahan mentah (calon siswa) menjadi bahan
jadi (siswa lulus). Jika siswa tidak lulus, berarti ada masalah. Adapun unsur-unsur
transformasi sekolah tersebut adalah :
a. Guru dan personal lainnya;
b. Bahan pelajaran;
c. Metode mengajar dan sistem evaluasi;
d. Sarana penunjang;
e. Sistem administrasi.
TRANSFORMASI OUTPUT INPUT
140
4. Umpan Balik (Feedback) :
Yaitu segala informasi baik yang menyangkut output maupun transformasi. Umpan
balik ini diperlukan untuk memperbaiki input maupun transformasi. Lulusan yang
kurang bermutu atau yang belum memenuhi harapan, akan menggugah semua
pihak untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan penyebab kurang
bermutunya lulusan. Di antara penyebab dimaksud adalah :
a. Input yang mutunya kurang baik;
b. Guru dan personal sekolah yang kurang baik;
c. Materi pelajaran yang kurang atau tidak cocok;
d. Metode mengajar atau sistem evaluasi yang kurang memadai;
e. Kurangnya sarpras penunjang;
f. Sistem administrasi yang kurang tepat.
Evaluasi di sekolah menyangkut calon siswa, lulusan, dan proses pendidikan
secara menyeluruh, yaitu :
a. Manfaat bagi siswa : Dengan penilaian, maka siswa dapat mengetahui sejauh
mana ia berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasilnya ada dua
kemungkinan :
1) Memuaskan, sehingga menyenangkan dan menjadi motivasi untuk lebih giat
lagi belajar;
2) Tidak memuaskan, harapannya ia akan belajar lagi lebih giat agar tidak
terulang. Tetapi kenyataannya bisa jadi malah putus asa.
b. Manfaat bagi guru : Dengan penilaian, maka guru akan mengetahui :
1) Siswa-siswa mana yang berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah
berhasil menguasai bahan dan yang belum berhasil. Dalam hal ini guru harus
memusatkan perhatiannya lebih kepada yang belum berhasil, terlebih jika
diketahui sebab-sebabnya;
2) Apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa;
3) Apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum. Jika sebagian besar
nilai para siswa jelek, ini merupakan indikasi bahwa metode atau pendekatan
yang dilakukan kurang tepat. Di sini guru mestinya mawas diri dan mencoba
141
mencari metode dan pendekatan lain;
c. Manfaat bagi sekolah : Dari penilaian yang dilakukan dan bermanfaat bagi guru,
maka kemudian dikembangkan menjadi bahan masukan bagi sekolah :
1) Hasil belajar siswa merupakan cermin kualitas suatu sekolah, karena itu
sekolah perlu menciptakan kondisi agar sesuai dengan harapan, misalnya
dengan perbaikan kurikulum, metode pengajaran, dll.
2) Jika kurikulum yang dianggap kurang tepat, maka menjadi bahan perencanaan
sekolah di masa mendatang;
3) Informasi hasil penilaian dari tahun ke tahun dapat digunakan sebagai bahan
dan pedoman bagi sekolah untuk menilai apakah penyelenggaraan pendidikan
sudah sesuai dengan standar atau belum.
Sesuai dengan urutan kejadiannya, dalam proses transformasi, evaluasi dibedakan
atas tiga hal, yaitu sebelum, selama, dan sesudah terjadi proses dalam kegiatan
sekolah. Dalam hal ini para pelaksana pendidikan harus berorientasi pada tujuan yang
akan dicapai, dan tinjauannya diarahkan pada siswa secara individual maupun
kelompok (kelas atau per angkatan). Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses
pembelajaran adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang tingkat
pencapaian tujuan instruksional oleh para siswa sehingga dapat diupayakan tindak
lanjutnya. Tindak lanjut ini merupakan fungsi evaluasi yang dapat berupa :
1. Penempatan pada tempat yang tepat.
2. Pemberian umpan balik.
3. Diagnosis kesulitan belajar siswa.
4. Penentuan kelulusan.
Untuk masing-masing tindak lanjut tersebut di atas terdapat tes, yaitu :
1. Tes penempatan.
2. Tes formatif.
3. Tes diagnostik.
4. Tes sumatif.
142
1. Tes Penempatan (Placement Test).
Tes ini dilakukan pada awal tahun ajaran untuk mengukur kesiapan siswa dan
mengetahui tingkat pengetahuan yang telah dicapai sehubungan dengan materi
yang akan disajikan. Dengan demikian siswa dapat ditempatkan pada kelompok
yang sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya itu. Akan tetapi hal ini
tidak berlaku untuk sistem klasikal seperti yang umumnya dilaksanakan di
Indonesia. Tes ini biasanya disusun dengan ruang lingkup yang luas dan memiliki
tingkat kesukaran yang bervariasi, sehingga dapat membedakan antara siswa yang
sudah dan yang belum menguasai pelajaran. Tes semacam ini dibuat dan mengacu
pada norma, sehingga disebut tes acuan norma (norma referenced test).
2. Tes Formatif (Formative Test).
Tes ini dilakukan di tengah program pengajaran, untuk memantau (memonitor)
kemajuan belajar siswa demi memberikan umpan balik, baik kepada siswa maupun
kepada guru. Berdasarkan hasil tes ini, guru dan siswa dapat mengetahui apa yang
masih perlu dijelaskan kembali agar materi pelajaran dapat dikuasai lebih baik.
Guru maupun siswa dapat melihat bagian mana umumnya materi yang belum
dikuasasi. Tes formatif umumnya mengacu pada kriteria, karena itu disebut tes
acuan kritaria (critrerion referenced test). Di sini dibuatkan tugas-tugas berupa
tujuan instruksional yang harus dicapai siswa untuk dapat dikatakan berhasil dalam
belajarnya. Tugas-tugas itulah yang merupakan kriteria untuk menilai apakah siswa
berhasil atau tidak dalam belajarnya.
3. Tes Diagnostik (Diagnostic Test).
Tes ini bertujuan untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa dan mengupayakan
perbaikannya. Sepintas lalu tampak seperti tes formatif, akan tetapi penyusunan-
nya berbeda dari tes formatif atau lainnya. Karena tujuannya untuk mendiagnosis
kesulitan belajar siswa, maka perlu diketahui lebih dulu bagian mana dari pelajaran
yang menyulitkan belajar siswa. Itu artinya, perlu disajikan dulu hasil tes formatif
sehingga diketahui bagian-bagian pelajaran yang tidak/belum dikuasasi siswa.
Barulah kemudian dibuatkan butir-butir soal yang lebih memusatkan pada bagian
143
itu sehingga dapat dipakai untuk mendeteksi bagian-bagian mana dari pokok
bahasan atau subpokok bahasan yang belum dikuasai. Untuk tiap unit dalam pokok
bahasan atau subpokok bahasan yang belum dikuasasi itu dibuatkan beberapa soal
yang tingkat kesukarannya relatif rendah. Hal ini untuk memperoleh informasi
bahwa unit tertentu belum dikuasasi sehingga soalnya tidak dapat dijawab kendati
umumnya mudah. Atas dasar informasi ini, guru dapat mengupayakan perbaikan-
nya.
4. Tes Sumatif (Summative Test).
Tes ini diberikan pada akhir tahun ajaran atau akhir dari suatu jenjang pendidikan.
Makna ini kemudian diperluas dan dipakai pada akhir catur wulan atau akhir
semester, sehingga ada ulangan atau Ujian Tengah Semester (UTS) di samping Ujian
Akhir Semester (UAS), dan Ujian Sidang bagi mahasiswa, yaitu ujian komprehensif
dalam mengakhiri jenjang pendidikan. Itulah sebabnya tes ini dimaksudkan untuk
memberikan nilai yang menjadi dasar dalam menentukan kenaikan kelas (tingkat)
atau kelulusan siswa, atau pemberian sertifikat bagi yang berhasil menyelesaikan
pelajaran dengan baik. Karena sekarang ini banyak sekolah yang sudah menerap-
kan sistem kredit, maka tidak ada lagi istilah tidak naik kelas/tingkat. Oleh karena
itu siswa/mahasiswa dapat terus mengikuti pelajaran di kelasnya, dengan catatan
yang belum lulus harus diselesaikan menyusul.
C. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
Dengan mengetahui tujuan dan manfaat evaluasi ditinjau dari beberapa segi dalam
sistem pendidikan, maka dapat disimpulkan pula bahwa fungsi evaluasi ada beberapa
hal, yaitu :
1. Evaluasi Berfungsi Selektif.
Dengan evaluasi, guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi terhadap siswa-
nya dengan berbagai tujuan :
a. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah;
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya;
144
c. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa;
d. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meningggalkan sekolah (lulus).
2. Evaluasi Berfungsi Diagnostik.
Jika instrumen dan proses evaluasi memenuhi persyaratan, maka dengan melihat
hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa, dan yang menjadi penyebabnya.
Jadi, dengan evaluasi sebenarnrnya guru tengah mendiagnosis kebaikan dan
kelemahan baik mengenai kurikulum maupun metode pengajaran yang dilakukan,
sehingga dapat ditentukan upaya perbaikannya.
3. Evaluasi Berfungsi Penempatan.
Sistem baru pendidikan di dunia Barat yang kini populer adalah sistem belajar
sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket
belajar yang berbentuk modul atau lainnya. Timbulnya sistem ini karena adanya
pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahirnya
telah membawa bakatnya sendiri-sendiri, sehingga pelajaran akan lebih efektif jika
disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan keterbatasan
sarpras dan tenaga pendidikan, yang bersifat individual kadang sukar sekali dilaksa-
nakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah
dengan cara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana
siswa harus ditempatkan, maka dilakukan evaluasi. Para siswa yang dari hasil
evaluasinya cenderung sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam
belajar.
4. Evaluasi Berfungsi sebagai Pengukuran Keberhasilan.
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil
diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor
guru, kurikulum, metode mengajar, dan sarpras.
Lain daripada itu, evaluasi dalam kaitan dengan pengembangan sistem pendi-
dikan dimaksudkan untuk :
145
1. Perbaikan Sistem.
Dalam konteks tujuan ini, peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena
informasi yang didapat akan dijadikan masukan bagi perbaikan-perbaikan yang
diperlukan dalam sistem pendidikan yang sedang dikembangkan. Dalam hal ini
evaluasi lebih merupakan kebutuhan yang datang dari dalam sistem sendiri, karena
evaluasi dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil pengem-
bangan yang optimal dari sistem bersangkutan.
2. Pertanggungjawaban.
Pada akhir fase pengembangan sistem pendidikan, perlu adanya pertanggungjawab-
an dari pihak pengembang kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stake-
holders). Pihak-pihak dimaksud mencakup baik pihak yang menyeponsori kegiatan
pengembangan sistem, maupun pihak yang akan menjadi konsumen dari sistem
yang dikembangkan. Pihak-pihak dimaksud adalah pemerintah, dunia usaha (swas-
ta), masyarakat, orang tua/wali, petugas pendidikan, dan lain-lain yang terlibat
kegiatan pengembangan.
Bagi pihak pengembang, tujuan pengembangan tidak hanya dipandang sebagai
suatu kebutuhan dari dalam, melainkan lebih merupakan suatu “keharusan” dari
luar. Hal ini tidak dapat dihindari karena merupakan konsekuensi logis dari adanya
pertanggungjawaban sosial, politik, ekonomi, maupun moral. Dalam pertanggung-
jawaban hasil yang telah dicapainya, pihak pengembang perlu mengemukakan
kekuatan dan kelemahan dari sistem yang tengah dikembangkannya, serta usaha-
usaha lebih lanjut yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tadi.
Nah, untuk menghasilkan informasi tentang kekuatan dan kelemahan tersebut
diperlukan evaluasi.
3. Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan.
Tindak lanjut hasil pengembangan sistem pendidikan dapat berbentuk jawaban atas
dua kemungkinan pertanyaan : Pertama, apakah sistem baru akan atau tidak akan
disebarluaskan? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara bagaimana
pula sistem baru tersebut akan disebarluaskan? Ditinjau dari proses pengembangan
146
sistem yang sudah berlangsung, pertanyaan pertama dianggap tidak tepat diajukan
pada akhir fase pengembangan, karena hanya mempunyai dua kemungkinan
jawaban, ya atau tidak. Jika jawabannya tidak, akan dihadapkan pada situasi yang
tidak menguntungkan, misalnya dalam hal biaya, tenaga, dan waktu yang telah
dikerahkan, para siswa yang yang telah menggunakan cara baru selama proses
pengembangan pun telah terlanjur dirugikan, demikian juga sekolah-sekolah
tempat proses pengembangan harus kembali menyesuaikan diri kepada yang lama.
Jadi, lambat laun akan timbul sikap skeptis di kalangan orang tua/wali dan
masyarakat terhadap pembaruan pendidikan dalam bentuk apa pun.
Pertanyaan yang kedua dipandang lebih tepat untuk diajukan pada akhir fase
pengembangan, karena mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak perta-
nyaan : Aspek-aspek mana dari sistem tersebut yang masih perlu diperbaiki atau
disesuaikan, strategi penyebarluasan yang bagaimana yang sebaiknya ditempuh,
dan persyaratan-persyaratan apa yang perlu dipersiapkan lebih dulu di lapangan.
Pertanyaan-pertanyaan ini dirasa lebih konstruktif ditinjau dari segi sosial, politik,
ekonomi, moral, maupun teknis. Untuk mendapat jawaban pertanyaan ini sebagai
informasi, diperlukan evaluasi.
D. PRINSIP-PRINSIP DAN TEKNIK EVALUASI PENDIDIKAN 1. Prinsip-prinsip Evaluasi.
Betapa pun baiknya prosedur evaluasi yang diikuti dan sempurnanya teknik evaluasi
yang diterapkan, akan tetapi jika tidak dipadukan dengan berbagai prinsip-prinsip
penunjangnya, maka hasil evaluasi akan kurang dari apa yang diharapkan. Prinsip-
prinsip dimaksud adalah :
a. Keterpaduan.
Evaluasi merupakan komponen terintegrasi (terpadu) dalam program pengajaran
di samping tujuan instruksional dan materi serta metode pengajarannya. Tujuan
instruksional, materi dan metode pengajaran, serta evaluasi merupakan kesatu-
an terpadu yang tidak boleh terpisahkan. Karenanya, perencanaan evaluasi
harus sudah diterapkan pada waktu penyusunan satuan pengajaran sehingga
147
dapat disesuaikan secara harmonis dengan instruksional dan materi pengajaran
yang akan disajikan.
b. Keterlibatan Siswa.
Hal ini berkaitan erat dengan metode belajar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang
menuntut keterlibatan siswa. Untuk dapat mengetahui sejauh mana siswa ber-
hasil dalam kegiatan belajar yang dijalaninya secara aktif, siswa membutuhkan
evaluasi. Jadi, evaluasi bagi siswa sudah merupakan kebutuhan, bukan sesuatu
yang harus dihindari. Penyajian evaluasi oleh guru merupakan upaya untuk
memenuhi kebutuhan siswa akan informasi tentang kemajuan dalam belajarnya.
Siswa akan kecewa jika usahanya dalam belajar tidak dievaluasi.
c. Koherensi.
Prinsip ini dimaksudkan agar evaluasi berkaitan dengan materi pengajaran yang
sudah disampaikan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak diukur. Jadi,
tidak dibenarkan menyusun alat evaluasi hasil/pencapaian belajar yang belum
disajikan dalam kegiatan belajar-mengajar, demikian halnya jika alat evaluasi
berisi butir yang tidak berkaitan dengan bidang kemampuan yang hendak diukur.
d. Pedagogis.
Evaluasi juga perlu diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap dan tingkah laku
ditinjau dari segi pedagogis. Evaluasi dan hasilnya hendaknya dapat dipakai
sebagai alat motivasi bagi siswa dalam kegiatan belajarnya. Hasil evaluasi
hendaknya dirasakan oleh siswa sebagai reward (ganjaran), yakni penghargaan
bagi yang berhasil, sekaligus funishment (hukuman) bagi yang kurang/tidak ber-
hasil.
e. Akuntabilitas.
Sejauh mana keberhasilan program pengajaran harus disampaikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan sebagai laporan pertanggungjawaban (accounta-
bility). Pihak-pihak dimaksud adalah orang tua/wali siswa, calon majikan, masya-
rakat lingkungan, dan lembaga pendidikan sendiri baik pemerintah maupun
swasta.
Masalah yang dihadapi di sini adalah sampai di manakah gambaran yang
harus diperoleh mengenai kemajuan siswa, karena tiap siswa merupakan sesuatu
148
yang kompleks. Untuk mengetahui keadaan siswa secara lengkap, berarti harus
diungkap segenap segmen kepribadiannya yang meliputi temperamen (pera-
ngai), waktu penyesuaian diri (adjustment), pola minat dan bakatnya, dll.
Selanjutnya harus diungkap pula tingkat kecerdasannya, jenis prestasinya dalam
bidang pelajaran, keadaan keluarganya, lingkungan budayanya, dll.
2. Teknik Evaluasi.
Secara garis besar, teknik evaluasi itu dapat dikategorikan menjadi dua macam,
yaitu teknik tes, dan teknik nontes.
a. Teknik Tes.
Pengertian tes sendiri ada beberapa definisi (Daryanto, 1999:35).
1) Amir D. Indrakusuma : Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis
dan obyektif untuk memperoleh data atau keterangan-keterangan yang di-
inginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan
cepat.
2) Muchtar Buchori : Tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengeta-
hui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seseorang murid
atau kelompok murid.
3) Webster’s Collegiate : Test = any series of questions or exercise or other means
of measuring the skill, knowledge, intelligence, capacities of aptitudes or an
individual or group. (Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat
lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok).
Dari kutipan-kutipan definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tes
merupakan suatu alat pengumpul informasi, tetapi jika dibandingkan dengan
alat-alat lain, tes ini sifatnya lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.
Jika diterapkan di sekolah maka tes ini mempunyai fungsi ganda, yaitu untuk
mengukur siswa dan untuk mengukur keberhasilan pengajaran.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas
adanya tiga macam tes, yaitu tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif.
149
Perbedaan antara tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif paling tidak
ditinjau dari sembilan aspek, yaitu : Fungsi, waktu, titik berat atau penakannya,
alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan soal-soal tes,
cara menyekor, tingkat capaian, dan metode menuliskan hasil tes.
1) Ditinjau dari fungsinya :
Tes Diagnostik :
- Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum;
- Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari;
- Memisah-misahkan (mengelompokkan) siswa berdasarkan kemampuan
dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari;
- Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menentukan
cara yang khusus untuk mengatasi atau memberikan bimbingan.
Tes Formatif :
- Sebagai umpan balik bagi siswa, guru, maupun program untuk menilai
pelaksanaan satu unit program.
Tes Sumatif :
- Untuk memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti suatu prog-
ram, serta menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan
kawan-kawannya dalam kelompok.
2) Ditinjau dari waktu :
Tes Diagnostik :
- Pada waktu penjaringan calon siswa;
- Pada waktu membagi kelas atau awal memberikan pelajaran;
- Selama pelajaran berlangsung jika guru akan memberikan bantuan kepada
siswa.
Tes Formatif :
- Selama pelajaran berlangsung untuk mengetahui kekurangan agar pelajaran
dapat berlangsung dengan baik.
Tes Sumatif :
- Pada akhir catur wulan, semester, atau akhir pendidikan.
3) Ditinjau dari titik berat/penekanan penilaian :
150
Tes Diagnostik :
- Tingkat laku kognitif, afektif, dan psikomotor;
- Faktor-faktor fisik, psikologis, dan lingkungan.
Tes Formatif :
- Menekankan pada tingkah laku kognitif.
Tes Sumatif :
- Pada umumnya menekankan pada tingkah laku kognitif, namun ada kalanya
pada tingkah laku psikomotor, dan kadang pada afektif. Kesemuanya yang
diukur adalah tingkatan yang lebih tinggi, bukan hanya sekedar ingatan atau
hafalan.
4) Dilihat dari segi alat evaluasi :
Tes Diagnostik :
- Tes prestasi belajar yang sudah distandarisasikan;
- Tes buatan guru;
- Pengamatan dan daftar cocok (check list).
Tes Formatif :
- Tes prestasi belajar yang telah tersusun dengan baik.
Tes Sumatif :
- Tes ujian akhir.
5) Ditinjau dari cara memilih tujuan yang dievaluasi :
Tes Diagnostik :
- Memilih tiap-tiap keterampilan prasyarat;
- Memilih tujuan tiap program pelajaran secara berimbang;
- Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental, dan perasaan.
Tes Formatif :
- Mengukur semua tujuan instruksional khusus.
Tes Sumatif :
- Mengukur tujuan instruksional umum.
6) Ditinjau dari tingkat kesulitan tes :
Tes Diagnostik :
- Untuk mengukur keterampilan dasar diambil banyak soal tes yang mudah,
151
yang tingkat kesulitannya (indeks kesukaran) 0,65 atau lebih.
Tes Formatif :
- Belum dapat ditentukan.
Tes Sumatif :
- Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan antara 0,35 sampai dengan 0,70,
ditambah beberapa soal yang mudah dan beberapa soal yang sangat sukar.
7) Ditinjau dari cara menyekor (scoring) :
Tes Diagnostik :
- Menggunakan standar mutlak dan standar relatif (criterion referenced and
norm referenced).
Tes Formatif :
- Menggunakan standar mutlak (criterion referenced).
Tes Sumatif :
- Kebanyakan menggunakan standar relatif (norm referenced), tetapi dapat
pula dipakai standar mutlak (criterion referenced).
8) Ditinjau dari tingkat pencapaian :
Tingkat pencapaian yang dimaksud adalah skor yang harus dicapai siswa
dalam setiap tes. Tentu tidak akan sama. Rendahnya tuntutan terhadap
tingkat pencapaian tergantung dari fungsi dan tujuan masing-masing tes.
Tes Diagnostik :
- Yang sifatnya memoninor tingkat kemajuan, tingkat pencapaian siswa
merupakan informasi tentang keberhasilannya. Tindakan guru selanjutnya
adalah menyesuaikan dengan hasil tes ini;
- Tes prasyarat adalah tes diagnostik yang sifatnya khusus, fungsinya untuk
mengetahui penguasaan bahan prasyarat yang sangat penting untuk
kelanjutan studi bagi pengetahuan berikutnya. Untuk itu maka tingkat
penguasaannya dituntut 100%.
Tes Formatif :
- Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tujuan instruk-
sional umum yang diuraikan menjadi tujuan instruksional khusus. Dulu,
tidak ada tuntutan terhadap pencapaian tik, namun tahun 1975 dengan
152
keluarnya kurikulum 1975 dan modul, tingkat pencapaian untuk tes formatif
adalah 75%. Siswa yang belum mencapai skor 75% dari skor yang diharapkan
diwajibkan menempuh kegiatan perbaikan (renudial program) sampai lulus,
yang berarti siswa tersebut telah mencapai 75% dari skor maksimal yang
diharapkan.
Tes Sumatif :
- Sesuai dengan fungsi tes ini, maka di sini tidak diperlukan suatu tuntutan
harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai. Perlu diingat bahwa tes ini
dilaksanakan pada akhir program, berarti nilainya dipergunakan untuk
menentukan kenaikan kelas atau kelulusan. Secara terpisah tidak ditentukan
tingkat pencapaiannya, tetapi secara keseluruhan akan dikenakan suatu
norma tertentu, yaitu norma kenaikan kelas atau norma kelulusan.
9) Ditinjau dari cara pencatatan hasil :
Tes Diagnostik :
- Dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil.
Tes Formatif :
- Prestasi tiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan “berhasil” atau “gagal”
menguasai sesuatu tugas.
Tes Sumatif :
- Keseluruhan atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai.
Sementara itu Scawia B. Anderson dalam Daryanto (1999:52) yang dikutip
dari Suharsimi Arikunto (1995:23-48), membedakan tes menurut dimensi-
dimensi seperti tersebut di bawah ini.
1) Tes ditinjau dari unsur suatu kegiatan, dapat dibedakan atas tes pengukur
proses dan tes pengukur hasil;
2) Tes ditinjau dari tujuan penggunaan hasil, dibedakan atas tes formatif, tes
subsumatif, dan tes sumatif;
3) Tes ditinjau dari konstruksi yang diukur, dibedakan atas tes kepribadian, tes
bakat, tes kemampuan, dan tes minat, perhatian, sikap;
153
4) Tes ditinjau dari isi atau bidang studi, dibedakan atas tes matematik, sejarah,
IPA, olah raga, keterampilan, dsb.
5) Tes ditinjau dari lingkup materi yang diungkap, dibedakan atas tes pencapaian
dan tes penelusuran. Tes hasil belajar mengungkap materi yang luas, sedang
tes penelusuran dikenakan pada sebagian kecil bahan, agar tester (yang
mengetes) dapat lebih cermat mengamati sesuatu;
6) Tes ditinjau dari keragaman butir atau tugas, dibedakan atas tes homogen
(seragam) dan tes heterogen (beragam). Tes yang digunakan untuk mengukur
sesuatu aspek misalnya faktor minat, maka tesnya terdiri dari butir-butit yang
seragam. Tes terstandar biasanya terdiri dari butir-butir yang beragam.
7) Tes ditinjau dari cara tester memberikan respons, dibedakan atas tes tertulis,
tes lisan, tes penampilan, dan tes pengenalan (benar-salah, pilihan berganda,
menjodohkan, dsb.);
8) Tes ditinjau dari cara skoring, dibedakan atas tes obyektif (dikenal dengan
check point) dan tes subyektif, yaitu yang memerlukan pertimbangan subyek-
tifitas penilai.
9) Tes ditinjau dari standar dalam menentukan jawaban, yakni tes yang
menuntut adanya kebenaran mutlak (mengenal benar-salah) dan tes yang
dimaksudkan untuk sekedar mengetahui keadaan seseorang, misalnya tes
untuk sikap atau pendapat;
10) Tes ditinjau dari cara pengadministrasiannya, dibedakan atas tes awal (pre
test), yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan, dan tes akhir (post test)
yang dilakukan setelah adanya perlakuan;
11) Tes ditinjau dari tekanan aspek yang diukur, dibedakan atas “speed test”,
yakni tes yang digunakan untuk mengukur kecepatan testee (peserta tes)
bekerja, dan “power test” yakni tes yang digunakan untuk mengukur kemam-
puan testee. Pembedaan atas tes berdasarkan aspek ini dijumpai pada tes
psikologi seperti halnya mengukur tes kemampuan umum (TKU);
12) Tes ditinjau dari banyaknya testee, dibedakan atas tes individual dan tes
kelompok. Tes pengukuran intelegensi yang sifatnya klinis merupakan contoh
tes individual, sedangkan tes-tes yang berhubungan dengan capaian di
154
lapangan seperti pendidikan, industri, atau militer, pada umumnya merupa-
kan tes kelompok;
13) Tes ditinjau dari penyusunannya, dibedakan atas tes buatan guru dan tes yang
diperdagangkan, yang dikenal dengan tes berstandar.
Teknis tes juga digunakan untuk mengukur yang berkaitan dengan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor.
1) Pengukuran Ranah Kognitif.
Menurut taksonomi Bloom (1956), aspek kognitif dibedakan atas enam
jenjang yang diurutkan secara hierarki piramidal, yaitu :
- Pengetahuan;
- Pemahaman;
- Penerapan;
- Analisis;
- Sistesis;
- Penilaian.
Digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Penilaian (Evaluating)
Sintesis (Synthesis)
Analisis (Analysys)
Penerapan (Application)
Pemahaman (Comprehension)
Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling dasar.
2) Pengukuran Ranah Afektif.
Meliputi lima jenjang kemampuan, yaitu :
- Menerima (receiving) : Menanyakan, menjawab, menyebutkan, memilih,
155
mengidentifikasi, memberikan, mencandrakan, mengikuti, menyeleksi,
menggunakan, dsb.
- Menjawab (responding) : Menjawab, melakukan, menulis, berbuat, mence-
ritakan, membantu, mendiskusikan, melaksanakan, mengemukakan, mela-
porkan, dsb.
- Menilai (valuing) : Menerangkan, membedakan, memilih, mempelajari,
mengusulkan, menggambarkan, menggabung, mempelajari, menyeleksi,
bekerja, membaca, dsb.
- Organisasi (organization) : Mengorganisasikan, menyiapkan, mengatur,
mengubah, membandingkan, mengintergrasikan, memodifikasi, menyusun,
memadukan, menyelesaikan, mempertahankan, menjelaskan, menyatukan,
menggeneralisasikan, dsb.
- Karakteristik dengan satu nilai atau kompleks nilai (characterization by a
value or value complex) : Menggunakan, mempengaruhi, memodifikasi,
mengusulkan, menerapkan, memecahkan, merevisi, bertindak, mendengar-
kan, mengusulkan, menyuruh, membenarkan, dsb.
3) Pengukuran Ranah Psikomotor.
Terdapat tiga kelompok utama dalam ranah psikomotorik, yaitu :
- Keterampilan motorik (muscular or motor skills) : Memperlihatkan gerak,
menunjukkan hasil (pekerjaan tangan), menggerakkan, menampilkan,
melompat, dsb.
- Manipulasi benda-benda (manipulation of materials or object) : Menyusun,
membentuk, memindahkan, menggeser, mereparasi, dsb.
- Koordinasi neuromuscular : Menghubungkan, mengamati, memotong, dsb. Peranan ranah psikomotor semakin dirasakan pentingnya, akan tetapi tidak
diterangkan lebih luas di sini. Sekedar mendapatkan gambaran global tentang
tingkat klasifiksi dan subkategori dari ranah tersebut, di bawah ini dijelaskan
secara matriks.
156
Tingkat Klasifikasi dan Kategori
Batasan Tingkah Laku
1. Gerakan Refleks : a. Segmental; b. Intersegmental; c. Suprasegmental.
Kegiatan yang timbul tanpa sadar dalam menjawab rangsangan.
Bungkuk, meregangkan ba-dan, penyesuaian postur tubuh.
2. Gerakan Fundamental yang Dasar : a. Gerakan Lokomotor; b. Gerakan Nonlokomo-
tor; c. Gerakan manipulatif.
Pola-pola gerakan yang dibentuk dari paduan gerakan-gerakan refleks dan merupakan dasar gerakan terampil kompleks.
Jalan, lari, lompat, luncur, guling, mendaki, dorong, tarik, pelintir, pegang, dsb.
3. Kemampuan Perseptual : a. Diskriminasi Kinestetis; b. Diskriminasi Visual; c. Diskriminasi Auditeoris; d. Diskriminasi Tektil; e. Diskriminasi
Terkoordinir.
Interpretasi stimulasi de-ngan berbagai cara yang memberi data untuk siswa membuat penyesuaian de-ngan lingkungannya.
Hasil-hasil kemampuan per-septual diamati dalam se-mua gerakan yang dise-ngaja.
4. Kemampuan Fisik : a. Ketahanan; b. Kekuatan; c. Fleksibilitas; d. Agilitas.
Karakteristik fungsional dari kekuatan organik yang esen-sial bagi perkembangan ge-rakan yang sangat terampil.
Lari jauh, berenang, gulat, bungkuk, balet, mengetik, dsb.
5. Gerakan Terampil : a. Keterampilan Adaptif; b. Keterampila Adaptif
Terpadu; c. Keterampilan Adaptif
Kompleks.
Sutu tingkat efisiensi jika melakukan tugas-tugas ge-rakan kompleks yang dida-sarkan atas pola gerakan intern.
Semua keterampilan yang dibentuk atas dasar lokomo-tor dan pola gerakan mani-pulasi.
6. Komunikasi Nondiskursif : a. Gerakan Ekspresif; b. Gerakan Interpretif.
Komunikasi melalui gerakan tubuh mulai dari ekspresi muka sampai gerakan ko-reografis yang rumit.
Postur tubuh, gerakan mu-ka, semua gerakan tarian dan koreografis yang dilaku-kan dengan efisien.
Sumber : Daryanto (1999:122-123).
b. Teknik Nontes.
Ada beberapa teknik nontes, yaitu :
1) Skala bertingkat (rating scale);
2) Kuesioner (questionaire);
3) Daftar cocok (check list);
4) Wawancara (interview);
5) Pengamatan (observation);
6) Riwayat hidup (biodata atau curriculum vitae).
157
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1) Skala Bertingkat (Rating Scale) :
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil
pertimbangan. Contohnya, adalah skor atau biji yang diberikan oleh guru di
sekolah untuk menggambarkan tingkat prestasi belajar siswa. Siswa yang
mendapat skor 8, digambarkan di tempat yang lebih kanan dalam skala,
disbandingkan penggambaran skor 5, dst.
. . . . . 4 5 6 7 8 Jarak antara angka-angka harus sama, dan meletakkannya secara bertingkat
dari yang rendah di sebelah kiri, dan ke yang tinggi di sebelah kanan. Oleh
karena itu skala ini disebut skala bertingkat. Kita dapat menilai segala sesuatu
dengan skala, maksudnya agar pencatatannya obyektif. Termasuk misalnya
dalam menggambarkan kepribadian seseorang, atau skala sikap (Likert). Con-
tohnya, kecenderungan seseorang terhadap jenis kesenian tertentu, maka
bisa saja sikapnya :
. . . . . 1 2 3 4 5 Sangat tidak Tidak suka Biasa Suka Sangat suka Suka
2) Kuesioner (Questionaire) :
Juga sering disebut angket (anquette), yaitu daftar pertanyaan yang harus diisi
orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini orang dapat
diketahui tentang keadaan/data diri, pengetahuan, pengalaman, sikap, penda-
patnya, dll. Kuesioner ini bermacam-macam ditinjau dari beberapa aspeknya.
- Ditinjau dari siapa yang menjawab :
+ Kuesioner langsung, jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung
oleh orang yang dimintai jawaban tentang dirinya;
158
+ Kuesioner tindak langsung, jika dikirimkan dan diisi oleh bukan orang
yang diminta keterangan. Biasanya digunakan untuk mencari keterangan
tentang bahan, anak, saudara, tetangga, dsb.
- Ditinjau dari cara menjawab :
+ Kuesioner tertutup, yaitu yang disusun dengan menyediakan pilihan
jawaban langkah, sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada
jawaban yang dipilih, misalnya dengan daftar cocok atau tanda checklist
(V). Contoh dalam formulir isian tentang pendidikan, mahasiswa mengisi
pada kotak PT.
SD SLTP SLTA PT
+ Kuesioner terbuka, yaitu yang disusun sedemikian rupa sehingga respon-
den bebas mengisi berupa pendapatnya sendiri. Hal ini jika macam
jawabannya belum rinci dengan jelas sehingga kemungkinannya beragam.
Contoh untuk nama, alamat, orang tua, dll. tidak mungkin diberikan
dengan cara memilih pilihan jawaban. Biasanya kuesioner ini digunakan
untuk meminta tanggapan atau pendapat seseorang.
3) Daftar Cocok (Check list) :
Adalah deretan pernyataan (biasanya singkat-singkat), yang akan didisi oleh
responden yang dievaluasi, dengan tinggal membubuhkan tanda check list
pada jawaban yang dianggap cocok/setuju dari pernyataan yang disediakan.
Contoh : Berilah tanda check list pada kolom yang sesuai dengan pendapat
Anda.
Pendapat
Pernyataan
Penting
Biasa
Tidak Penting
1. Melihat pemandangan
2. Olah raga tiap hari
V
159
3. Nonton film
4. Belajar bela diri
5. Tulisan bagus
6. Berkunjung ke teman
Ada pendapat yang mengatakan, sebenarnya skala bertingkat dapat digolong-
kan ke dalam daftar cocok, karena responden sama-sama diminta untuk
memberikan tanda cocok pada pilihan jawaban yang tepat.
4) Wawancara (Interview) :
Adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak lantaran
dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk
mengajukan pertanyaan. Jadi, pertanyaan hanya diajukan oleh subyek
(pelaku) evaluasi. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
- Wawancara bebas, jika responden diberi kebebasan untuk mengutarakan
pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang dibuat oleh subyek
(pewawancara);
- Wawancara terpimpin, jika pertanyaan-pertanyaannya telah disusun lebih
dulu oleh pewawancara. Jadi, responden pada waktu menjawab pertanyaan
tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh pewawancara.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut kadang besifat memimpin, mengarahkan,
artinya si responden sudah dipimpin oleh sebuah daftar cocok, sehingga
dalam menuliskan jawaban, tinggal membubuhkan tanda cocok di tempat
yang sesuai dengan keadaan responden.
5) Pengamatan (Observation) :
Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada tiga macam
observasi :
- Observasi partisipan, yaitu yang dilakukan oleh pengamat, tetapi si penga-
160
mat memasuki dan ikut kegiatan kelompok yang sedang diamati. Dalam hal
ini pengamat benar-benar mengikuti kegiatan kelompok, tidak pura-pura,
sehingga ia dapat menghayati dan merasakan seperti yang dirasakan oleh
orang-orang dalam kelompok yang diamati. Contoh, untuk mengamati
kehidupan mahasiswa kos (sewa kamar), pengamat pun menjadi mahasiswa
kos.
- Observasi sistematik, yaitu jika faktor-faktor yang diamati sudah didaftar
secara sistematis, dan diatur menurut kategorinya. Dalam hal ini si
pengamat berada di luar kelompok yang diamati, sehingga tidak dibingung-
kan dengan situasi yang melingkungi dirinya.
- Observasi eksperimental, terjadi jika si pengamat tidak berpartisipasi dalam
kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam
situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat dikendalikan sesuai
dengan tujuan evaluasi.
6) Riwayat Hidup :
Riwayat hidup yang juga biasa dituangkan dalam biodata atau CV adalah
gambaran keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan
mempelajari riwayat hidup, maka subyek evaluasi dapat menarik suatu
kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari obyek yang
dievaluasi.
161
BAB X BIDANG GARAPAN ADMINISTRASI SEKOLAH
A. ADMINISTRASI KEPALA SEKOLAH
Tentang tugas dan fungsi kepala sekolah sudah dibicarakan dalam kepemimpinan
kepala sekolah (lihat Bab VI. Kepemimpinan Pendidikan). Yang dibicarakan dalam
administrasi sekolah di sini adalah beberapa dokumen sekolah yang menjadi garapan
dan tanggung jawab kepala sekolah untuk menyelesaikannya.
Kepala sekolah harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan dokumen-
dokumen, paling tidak berupa file. Beberapa dokumen sekolah dimaksud meliputi :
Dokumen pendirian sekolah, program kerja, kalender pendidikan/sekolah, daftar
pembagian tugas termasuk daftar piket, jadwal pelajaran, notula rapat-rapat, buku
tamu, serta daftar keadaan guru, pegawai, dan siswa.
1. Dokumen Pendirian Sekolah.
Masyarakat umum memandang kepala sekolah adalah orang yang paling tahu
mengenai sekolah yang dipimpinnya. Kapan sekolah itu berdiri sering merupakan
pertanyaan yang muncul sewaktu acara perpisahan siswa yang tamat pada akhir
tahun ajaran. Dengan mengetahui kapan sekolah berdiri, menghitung jumlah usia
sekolah, orang tua/wali siswa dan masyarakat dapat mengukur seberapa keber-
hasilan sekolah dari beberapa aspek, misalnya fisik dan luas bangunannya termasuk
jumlah ruangan dan fasilitas/sarana yang ada, jumlah guru, tenaga fungsional dan
pegawainya, jumlah siswanya, jumlah dan keberhasilan alumninya dalam
melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, atau keberhasilannya dalam dunia
kerja, olah raga, kesenian, olympiade matematika, fisika, dsb. Hal ini akan menjadi
kebanggaan tersendiri bagi masyarakat khususnya orang tua/wali siswa.
Dokumen pendirian yang berupa surat keputusan pejabat yang berwenang (bagi
sekolah negeri) atau piagam yayasan penyelenggaraan pendidikan (bagi sekolah
swasta), harus ada dan tersimpan dengan baik. Jika perlu perbanyak dengan cara
fotokopi untuk menjaga kehilangan yang aslinya. Ini akan menjadi sejarah dan
162
orang akan mengingat jasa-jasa pionir tatkala sekolah masih sederhana dengan
ruangan sedikit dan sarana dan prasarana seadanya sampai kemudian berkembang
dengan baik, bahkan mungkin menjadi sekolah paforit kebanggaan masyarakat.
2. Dokumen Program Kerja.
Kegiatan perencanaan oleh kepala sekolah melalui berbagai strategi dan teknik,
menghasilkan suatu rencana, yaitu dokumen yang berisi rumusan tujuan yang
hendak dicapai, kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, hambatan-hambatan
yang mungkin timbul, alternatif-alternatif pemecahan masalah, kriteria keber-
hasilan dan keterangan-keterangan mengenai tindakan-tindakan masa datang yang
akan diambil. Rencana yang sifatnya masih umum perlu dijabarkan ke dalam
program-program rinci untuk memudahkan pelaksanaannya. Program adalah
rumusan yang lebih konkrit mengenai jenis kegiatan, tempat, waktu, dana, material,
dan orang-orang yang akan melaksanakannya.
Kepala sekolah harus membuat program kerja tahunan sekolah yang meliputi
masalah yang bersifat umum, pembangunan atau rehabilitasi gedung dan
perlengkapan sekolah, guru-guru/tenaga fungsional kependidikan, tata usaha,
siswa, kurikulum, kegiatan ekstra kurikuler siswa, hubungan sekolah dengan
masyarakat, dsb. Untuk itu perlu dibuat format isian untuk menuangkan masalah-
masalah atau kegiatan-kegiatan yang diprogramkan. Contoh format tersebut
misalnya :
PROGRAM KERJA SMA NEGERI ………………. TAHUN AJARAN 2011-2012
No. JENIS
PROGRAM TUJUAN KEGIATAN WAKTU SASARAN PELAKSANA
SUMBER DANA
KET.
1 2 3 4 5 6 7 8
163
Program tersebut di atas dapat juga dirinci per jenis kegiatan yang masing-masing
disebutkan tujuannya, pelaksananya, sasarannya, waktu mulai dan selesainya,
tempat pelaksanaan, sumber dana dan besarnya, ditambah keterangan. Contoh-
nya :
RINCIAN PROGRAM KERJA
Sekolah : ……………………………………….. Tahun : ……………………………………….. Urusan : Administrasi ……………………
No. JENIS
KEGIATAN TUJUAN PELAKSANA SARANA
WAKTU TEMPAT
BIAYA KET.
Mulai Selesai Sumber Besar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jika ingin membuat program kerja dengan penekanan pada waktunya untuk
memudahkan kepala sekolah mengingat kapan suatu kegiatan yang telah
direncanakan akan/harus dilaksanakan, dapat dibuat seperti format berikut.
JADWAL KEGIATAN PELAKSANAAN PROGRAM KERJA
Sekolah : …………………………………… Tahun : 2011-2012. Urusan : Administrasi ……………….
No. WAKTU KEGIATAN
JANUARI PEBRUARI
Dst. Minggu ke Minggu ke
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
164
3. Kalender Pendidikan.
Kalender pendidikan memuat catatan-catatan kegiatan pendidikan di sekolah
selama satu tahun ajaran. Manfaatnya, pertama, untuk menghitung jumlah minggu
dan hari-hari efektif masuk sekolah dalam satu tahun ajaran, yaitu hari-hari yang
dapat dipergunakan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan sekolah. Jumlah hari
masuk sekolah adalah jumlah hari menurut kalender dikurangi jumlah hari Minggu
dan hari-hari libur (nasional, umum, khusus, semester, akhir tahun), dan hari untuk
ulangan/ujian hasil belajar semester I dan II (UTS/UAS). Kedua, untuk memudahkan
kepala sekolah melihat kegiatan-kegiatan apa yang akan dikerjakan pada hari-hari
berikutnya yang belum tersusun dalam agenda, misalnya untuk karya wisata, lomba
olah raga, gelar/festival seni, termasuk persahabatan antar sekolah, dll.
4. Daftar Pembagian Tugas.
Kepala sekolah harus mengkoordinasikan seluruh kegiatan sekolah yang dilakukan
oleh seluruh personil yang ada sesuai dengan yang tercantum dalam susunan
organisasi sekolah, seperti : Bagian tata usaha terdiri dari seorang kepala dan
beberapa orang pegawai, wakil kepala sekolah yang membidangi urusan kesiswaan,
kurikulum, sarana dan prasarana, hubungan masyarakat, koordinator BP/BK dan
para anggotanya, serta guru-guru untuk tugas mengajar dan piket di sekolah.
Tugas-tugas yang dibebankan kepada para personil perlu dibuatkan surat tugas
resmi kepada mereka, dan sebaiknya dibuatkan juga uraian/rincian tugas secara
tertulis. Bentuk surat tugas atau uraian/rincian tugas dapat dibuat dengan berbagai
macam sesuai dengan selera kepala sekolah jika memang belum ada pedoman
resminya. Yang penting dalam surat tugas itu dimuat nama, jabatan, tugas pokok,
tugas tambahan, dan rincian tugas yang menjabarkan lebih lanjut tugas pokok dan
tugas tambahan. Untuk beberapa kegiatan, sering harus dibicarakan lebih dulu
dengan masing-masing yang bersangkutan.
5. Jadwal Pelajaran.
Jadwal pelajaran menunjukkan jam berapa ada kegiatan belajar-mengajar, mata
pelajaran apa, di kelas mana, gurunya siapa. Daftar pelajaran ini mestinya ada di
165
meja kepala sekolah atau di dinding ruang kepala sekolah, juga di ruang dewan
guru. Kutipan daftar pelajaran ini dapat juga dipasang di ruang kelas masing-masing
siswa.
6. Notula Rapat.
Merupakan dokumen sekolah yang berisi cacatan rapat yang meliputi susunan
acaranya, uraian jalannya rapat, pembicara dan yang disampaikannya (pandangan,
usul/saran), serta keputusan yang diambil. Rapat ini berfungsi ganda, dapat berupa
kegiatan administratif, dan dapat pula kegiatan supervisi. Disebut kegiatan
administratif jika tujuannya untuk mengarahkan, merencanakan sesuatu, dan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan sekolah. Disebut supervisi jika yang dibahas
adalah masalah-masalah yang dihadapi guru/tenaga kependidikan, tata usaha,
kepegawaian, siswa, dll. serta upaya pemecahannya. Karena maksudnya berbeda,
memang sebaiknya rapat ini terpisah. Yang pertama disebut notula rapat sekolah,
dan yang kedua disebut notula rapat pembinaan.
7. Buku Tamu.
Buku tamu disiapkan untuk catatan tamu yang berkunjung, secara umum berisi
hari/tanggal kunjungan, nama dan jabatan tamu, alamat, maksud kunjungan, pesan
dan kesan yang disampaikan, serta paraf atau tanda tangan. Jenis kunjungan tamu
ada yang umum dengan berbagai tujuan, ada pula yang khusus dalam rangka
pembinaan yang biasa dilakukan oleh pengawas atau supervisor. Karena itu
sebaiknya dipisah, ada Buku Tamu Umum, dan ada Buku Tamu Khusus Pembinaan.
Aspek penting dalam Buku Tamu Khusus Pembinaan adalah catatan (pesan dan
kesan) yang disampaikan berupa saran-saran masukan. Hal ini merupakan gam-
baran nilai keseluruhan penyelenggaraan sekolah, sekaligus merupakan sumbang
pikir untuk tindakan-tindakan perbaikan. Bagi sekolah-sekolah swasta, tamu untuk
maksud pembinaan ini akan datang dari dua arah, yaitu dari Dinas Pendidikan
(pemerintah) yang berkaitan dengan wewenang pembinaan teknis edukatif, dan
dari yayasan penyelenggara sekolah yang biasanya menyangkut teknis administratif,
termasuk urusan sarana/prasarana dan pembiayaan.
166
8. Daftar Keadaan Guru, Siswa dan Pegawai.
Kepala sekolah harus hafal nama-nama guru dan pegawai yang ada. Karena itu
harus ada daftar keadaan guru dan pegawai. Ini sebaiknya disusun berdasarkan
jenjang kepangkatannya (jika kalangan PNS) sehingga memudahkan dalam penyu-
sunan Daftar Urut Kepangkatan (DUK), atau bisa juga berdasarkan struktur organi-
sasi sekolah. Kepala sekolah pun harus siap jika sewaktu-waktu ada yang bertanya
jumlah siswa kelas I, II, III, demikian juga menurut jenis kelamin mereka. Juga
tentang agama mereka, asal sekolah apakah dari negeri atau swasta, berapa orang
siswa yang masuk dan keluar, dll. Karena itu daftar keadaan siswa perlu dibuat
dengan baik dalam administrasi siswa.
B. ADMINISTRASI SISWA
Yang dimaksud administrasi siswa atau murid adalah kegiatan pencatatan siswa mulai
dari proses penerimaan sampai dengan siswa tamat atau keluar dari sekolah (pindah
atau sebab lain). Catatan-catatan dimaksud meliputi : Buku Penerimaan Siswa Baru,
Buku Induk, Buku Mutasi Siswa, Buku Klapper, Buku Daftar Kelas, Buku Kumpulan Nilai,
Daftar Kelas, Buku Daftar Hadir Siswa, Buku BP/BK Siswa, dll.
1. Buku Penerimaan Siswa.
Waktu penerimaan siswa baru sudah tercantum dalam kalender pendidikan dan
program kerja sekolah. Kebijakan ini mengikuti penetapan dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, termasuk dalam upaya pemerataannya, sehingga ada
juga pengaturan tentang tanggal-tanggal penerimaan siswa baru untuk sekolah
negeri, sekolah swasta disamakan, sekolah swasta diakui, dan sekolah swasta
terdaftar. Aturan juga berupa pedoman/petunjuk tentang persyaratan-persyaratan
dan uang pendaftaran, serta proses atau tata cara pendaftarannya. Untuk itu
biasanya dibentuk tim atau panitia pendaftaran siswa baru, yang tugasnya antara
lain menyusun jadwal pendaftaran, seleksi, pengumuman penerimaan, pendaftaran
ulang, serta persyaratan-persyaratan yang harus dilengkapi oleh calon siswa.
Umumnya persyaratan penerimaan siswa baru itu meliputi uang pendaftaran,
167
mengisi blanko yang telah disiapkan, menyerahkan fotokopi STTB yang telah
dilegalisasi, pasfoto, dll. Untuk sekolah-sekolah tertentu biasanya menghendaki
pula peringkat prestasi siswa dengan passing grade, yaitu dilihat dari NEM (Nilai
Ebtanas Murni) atau sekarang IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) dari ujian nasional.
Jadi, yang dapat diterima adalah yang NEM atau IPK-nya paling rendah sekian-
sekian. Tetapi sekarang, dengan adanya aturan dari negara tentang BOS (Biaya
Operasional Sekolah) bagi sekolah-sekolah negeri, termasuk swasta yang mendapat
jatah, ada larangan untuk tidak memungut biaya pendaftaran penerimaan siswa
baru.
Setelah seluruh kegiatan penerimaan siswa baru selesai, kepala sekolah segera
membuat laporan tentang jumlah siswa yang mendaftar, berapa yang diterima,
berapa nilai tertinggi dan terendah siswa yang diterima, berapa siswa yang berasal
dari sekolah negeri dan sekolah swasta (disamakan, diakui, dan terdaftar), berapa
siswa yang berasal dari daerah dan luar daerah, termasuk juga agama yang dianut
masing-masing siswa. Laporan ini disampaikan ke Dinas Pendidikan untuk kepen-
tingan pendataan dan perencanaan pendidikan.
2. Buku Induk Siswa.
Pengisian buku induk siswa merupakan pekerjaan pokok di sekolah. Dalam buku ini
segala macam informasi tentang seorang siswa dapat ditelusuri. Buku ini berisi
catatan siswa :
a. Nomor Induk Siswa;
b. Jenis kelamin;
c. Nama;
d. Alamat;
e. Orang tua/wali dan pekerjaannya;
f. Agama;
g. Kapan masuk sekolah ini dan di kelas berapa;
h. Bilamana naik kelas ke kelas I, II, III;
i. Kapan meninggalkan sekolah dan sebabnya;
j. Prestasi belajar dan nilai-nilai mata pelajaran pada tiap semester yang dicapai;
168
k. Keterangan-keterangan lain yang mendukung identitas siswa yang bersangkutan
(bisa jadi ada catatan kepolisian karena tindak kriminal anak-anak, dll.).
Buku induk yang lengkap akan memuat pasfoto siswa waktu masuk dan waktu
keluar sekolah. Untuk kehati-hatian dalam mengisi buku induk ini diperlukan alat
bantu berupa blanko isian yang dapat mengorek keterangan siswa yang diperlukan.
Pekerjaan ini harus cermat dan teratur, tidak menunggu selesai akhir tahun atau
kalau mau ada supervisi, sebab buku ini merupakan pegangan pokok informasi
siswa.
3. Buku Klapper.
Buku klaper tidak lain adalah pelengkap buku induk, untuk memudahkan menelu-
suri informasi siswa pada buku induk. Misalnya, seorang siswa yang sudah sekian
tahun lamanya, datang ke sekolah minta keterangan atau pengganti ijazah yang
hilang, maka perlu dicek kebenarannya. Hal ini akan mudah jika mantan siswa
bersangkutan ingat nomor induknya atau ada data berupa fotokopi/salinannya,
karena buku induk disusun berdasarkan urutan nomor. Tetapi jika tidak ingat atau
tidak ada data lain yang dibawa, maka buku klaperlah yang membantu menemu-
kannya, karena buku klaper disusun alfabetis, menurut urutan abjad nama siswa
sekaligus berisi keterangan nomor induk dan tahunnya.
4. Buku Mutasi Siswa.
Buku ini adalah buku yang dipergunakan untuk mencatat siswa yang masuk, pindah,
atau keluar pada tiap-tiap bulan. Buku ini juga merupakan alat bantu untuk mengisi
data mutasi pada buku induk dan data statistik tentang keadaan siswa di sekolah.
Contoh halaman dari buku mutasi tersebut dapat dilihat di bawah ini.
Siswa Masuk :
No. NAMA SISWA KELAS ASAL NOMOR INDUK KETERANGAN
169
Siswa Keluar :
No. NAMA SISWA KELAS NOMOR INDUK KETERANGAN
5. Buku Kelas.
Buku atau daftar kelas adalah buku yang memuat keterangan-keterangan seperti
pada buku induk, tetapi untuk masing-masing kelas. Isinya meliputi : Nomor urut
siswa, nomor induk, nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, agama,
nama orang tua/wali, alamat orang tua/wali, agama orang tua/wali, pekerjaan
orang tua/wali, prestasi siswa, bilamana naik kelas/tinggal kelas, kapan keluar dan
alasannya, serta keterangan-keterangan lainnya. Buku ini pengelolaannya menjadi
tugas dan tanggung jawab para wali kelas, karenanya harus cermat dalam
membuatnya.
6. Buku Kumpulan Nilai.
Buku ini berisi nilai masing-masing siswa tiap-tiap kelas, yang dikutip dari laporan
para guru bidang studi (mata pelajaran) setiap akhir semester. Para wali kelas wajib
berkoordinasi untuk mengumpulkan nilai-nilai dari pada guru pengampu mata
pelajaran.
7. Buku Daftar Hadir (Presensi) Siswa.
Merupakan catatan kehadiran siswa tiap-tiap hari belajar. Yang tidak hadir diberi
tanda, s = sakit, i = izin, a = alpha, artinya tanpa keterangan yang dapat diper-
tanggungjawabkan. Setiap bulan, ketidakhadiran siswa dihitung dengan rumus :
Jumlah hari tidak masuk kali 100% dibagi jumlah siswa satu kelas kali jumlah hari
masuk. Makin kecil hasil prosentase ketidakhadiran siswa dinilai makin baik,
sebaliknya makin besar prosentase ketidakhadiran makin kurang baik.
170
8. Kartu Buku dan Fotokopi STTB.
Setiap siswa yang telah menamatkan pendidikan di sekolah dibuatkan Kartu Buku
dan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Yang blankonya disediakan oleh Dinas
Pendidikan. Kartu buku berisi Nomor STTB yang dipakai, kutipan nilai pada STTB,
cap tiga jari kiri, tanda tangan dan pasfoto siswa yang bersangkutan. Kartu buku
kemudian disusun menurut urutan induk yang tamat pada tahun itu. Maksud
adanya kartu buku ini adalah untuk dokumen tentang tanda tangan, gambar, dan
cap jari siswa yang tamat, serta nilai STTB. Untuk melengkapi kartu buku umumnya
sekolah menyimpan juga fotokopi STTB untuk masing-masing siswa yang tamat,
yang disusun berdasarkan urutan nomor STTB atau nomor induk siswa, kemudian
dijilid (dibukukan). Walaupun sebenarnya tidak perlu, tetapi dipandang baik untuk
kehati-hatian dan menjaga jika dokumen di tempat lain sulit diketemukan.
9. Bimbingan dan Penyuluhan.
a. Pengertian.
Bimbingan dan Penyuluhan (BP) adalah terjemahan dari Guidance and Coun-
seling (GK), sekarang malah campur ada yang menyebut Bimbingan dan
Konseling (BK). Guidance (bimbingan) mempunyai makna yang luas, mencakup
pemberian berbagai macam bantuan kepada siswa agar lebih dapat berintegrasi
dengan program sekolah, sedangkan counseling (Penyuluhan) adalah pemberian
nasihat. Bimbingan melengkapi program-program pengajaran melalui layanan
penyusuhan (counseling service), termasuk tes individual atau kelompok untuk
diagnostik atau tujuan-tujuan penempatan, monitoring dan pencatatan kehadir-
an siswa, bantuan belajar, bantuan penempatan kerja dan kegiatan-kegiatan
tindak lanjut siswa. Penyuluhan belajar, pribadi, sosial, karier, dan pekerjaan,
sebenarnya adalah komponen pokok dari program bimbingan. Karena penyu-
luhan merupakan bagian dari bimbingan, maka dengan kata bimbingan saja
sebenarnya sudah mencakup pengertian bimbingan dan penyuluhan.
b. Tugas dan Fungsi BP.
Tugas dan tanggung jawab pembimbing (counselor), menurut James W. Guthrie
& Roodney J. Reed dalam Wijono (1989:118) adalah :
171
1) Mengetahui dan peka terhadap perbedaan-perbedaan individual dan
kelompok karena budaya, suku, atau latar belakang sosial-ekonomi;
2) Mendiskusikan hubungan siswa, staf sekolah dengan orang tua/wali siswa;
3) Memberikan nasihat dan bantuan akademis dengan penempatan dan
pemilihan program studi;
4) Membantu siswa dengan perencanaan karier dan pekerjaan;
5) Bekerja dengan siswa dan staf sekolah untuk menciptakan dan memelihara
lingkungan sekolah untuk belajar dan pertumbuhan;
6) Menyiapkan penyuluhan dan pelatihan pribadi dan sosial kepada siswa, staf
sekolah, orang tua/wali dan kelompok-kelompok masyarakat.
Fungsi bimbingan merupakan salah satu bentuk pendidikan juga, yaitu
proses bagi individu mengadakan perubahan-perubahan dalam dirinya sesuai
dengan yang dikehendakinya. Guru maupun pembimbing hanya menyediakan
kesempatan-kesempatan atau situasi-situasi yang berguna sesuai untuk me-
ngembangkan dirinya itu.
c. Program Bimbingan.
Tujuan pokok dari program bimbingan adalah membantu siswa untuk lebih
mendalami diri mereka sendiri, dan merealisasikan kemampuan mereka secara
optimal. Untuk mencapai tujuan ini program bimbingan harus menyediakan
serangkaian layanan kepada para siswa dan orang lain yang bekerja membantu
para siswa tersebut.
d. Peranan Pembimbing.
Layanan BP yang efektif berpusat pada peranan si pembimbing (konselor). Pem-
bimbing memberikan layanan program bimbingan seperti guru menyampaikan
pelajaran kepada siswa. Uraian peranan pembimbing dimaksud antara lain :
1) Tanggung jawab terhadap siswa.
- Mendemonstrasikan hormat pada nilai, martabat, dan kualitas hak asasi
siswa;
- Membantu siswa dalam merencanakan pendidikan, karier, dan perkembang-
an pribadi serta sosial;
172
- Memberi peralatan siswa untuk evaluasi dirinya sendiri, memahami dirinya
sendiri, dan mengarahkan dirinya sendiri untuk membuat keputusan yang
taat asas dengan tujuan jangka pendek maupun jangka panjang;
- Membantu siswa mengembangkan kebiasaan yang sehat dan sikap yang
positif serta nilai-nilai;
- Mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah;
- Berpartisipasi dalam perencanaan dan rancangan penelitian yang dapat
memberikan keuntungan bagi anak bimbingannya;
- Membantu siswa dalam mengembangkan kesadaran akan dunia kerja dan
dalam pemanfaatan sumber-sumber sekolah dan masyarakat untuk men-
capai tujuan;
- Membantu siswa untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang
dunia kerja melalui program-program yang berhubungan dengan dunia
kerja;
- Mendorong siswa untuk merencana dan memanfaatkan waktu luang dan
meningkatkan kepuasan pribadinya;
- Menunjukkan secara jelas kondisi mana bimbingan dapat diperoleh dengan
komunikasi yang istimewa;
- Membantu siswa menyesuaikan dirinya dengan sekolah dan mengevaluasi
kemajuan akademisnya;
- Menyerahkan sumber-sumber yang tepat apabila profesi atau peranannya
terbatas;
- Membantu siswa dalam memahami kekuatannya, kelemahannya, minat,
nilai, kemampuan dan keterbatasannya.
2) Hubungan Pembimbing dengan Guru.
- Guru dianggap sebagai tim bimbingan;
- Bertindak sebagai “interpreter” (penerjemah) program bimbingan sekolah
kepada guru dan membiasakan diri mereka dengan layanan bimbingan yang
ada;
- Kembangkan sosial-pribadi, dan kemajuan-kemajuan sekolah secara kese-
luruhan;
173
- Menerjemahkan program-program bimbingan sekolah kepada orang tua/
wali dan membiasakannya dengan layanan bimbingan yang ada;
- Melibatkan orang tua/wali dalam kegiatan-kegiatan bimbingan dalam
sekolah.
3) Hubungan Pembimbing dengan Hal-hal lain.
- Memelihara komunikasi yang baik dengan lembaga-lembaga pemerintah,
dunia usaha (swasta), dll.
- Memelihara kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan;
- Konsultasi dengan pembimbing sebelumnya untuk mendapatkan pengetahu-
an dan pertimbangan;
- Memelihara hubungan dekat dan kerjasama dengan pembimbing sekolah
lanjutannya.
e. Dokumen-dokumen Program Bimbingan.
Dokumen-dokumen program bimbingan yang perlu ada, meliputi : Kartu pribadi
tiap siswa, catatan kasus, peta kelas, peta siswa, dan buku bimbingan.
1) Kartu pribadi siswa berisi informasi kumulatif lengkap tentang siswa yang
meliputi : Nama, tempat dan tanggal lahir, suku bangsa, agama, keluarga,
riwayat pendidikan, data tes hasil belajar, kecerdasan, bakat, kegemaran,
kegiatan di luar sekolah, kesehatan jasmani, penyakit-penyakit yang pernah
dideritanya, dll.
2) Catatan kasus adalah hasil penelitian yang dilakukan secara mendalam
kepada seseorang siswa yang menghadapi masalah agak gawat;
3) Peta kelas adalah gambaran yang menunjukkan siapa saja siswa yang selalu
mempunyai masalah dan membuat keributan dalam kelas dan tempat
duduknya;
4) Peta murid adalah gambaran yang memberikan petunjuk siapa-siapa yang
selalu mempunyai masalah atau membuat permasalahan dalam ruang lingkup
sekolah. Perlu digambarkan dalam bentuk sosiogram;
5) Buku bimbingan merupakan catatan harian kegiatan bimbingan di sekolah,
yang berisi tanggal kejadian, masalah yang terjadi, siapa yang mendapatkan
174
masalah, siapa yang menangani atau menyelesaikan, bagaimana penyelesai-
annya, serta catatan-catatan lain yang dianggap perlu.
C. ADMINISTRASI KURIKULUM Kurikulum adalah penjabaran dari kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, bukan
hanya sekedar kumpulan mata pelajaran-mata pelajaran. Kebijakan pemerintah ini
sudah menampung kehendak, harapan, dan tuntutan masyarakat, yang kemudian
dijabarkan dalam landasan dan program kurikulum yang dilaksanakan di sekolah-
sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan. Kurikulum itu terdiri dari komponen-
komponen rumusan tujuan, rincian mata pelajaran, garis besar pokok bahasan, penilai-
an, serta pedoman dan petunjuk pelaksanaannya. Jika komponen-komponen itu
dipadukan dengan waktu, tempat, sarana, dan personalia, maka akan terbentuk prog-
ram pengajaran yang dijabarkan menjadi kegiatan-kegiatan belajar-mengajar. Kegiatan
belajar-mengajar ini berkaitan dengan penyediaan perlengkapan laboratorium dan
perpustakaan. Demikianlah, maka pembicaraan administrasi kurikulum akan me-
nyangkut masalah pengelolaan program pengajaran, laboratorium, dan perpustakaan.
1. Pengelolaan Program Pengajaran.
Apa yang harus diajarkan kepada siswa dituangkan ke dalam buku yang disebut
Garis-garis Besar Program Pengajaran atau istilah sekarang Garis-garis Besar
Program Pembelajaran (GBPP). Adapun GBPP itu memuat komponen-komponen
sebagai berikut.
a. Tujuan Kurikuler :
Adalah tujuan yang pencapaiannya dibebankan pada sesuatu mata pelajaran
(bidang studi) yang mencakup kemampuan pengetahuan (kognitif), sikap (afek-
tif), dan keterampilan (psikomotor). Tujuan kurikuler harus mengacu pada
tujuan instansional, dan lebih lanjut dijabarkan pada tujuan yang lebih operasi-
onal, yaitu tujuan instruksional.
b. Tujuan Instruksional :
Adalah tujuan yang pencapaiannya dibebankan pada suatu program dari sesuatu
mata pelajaran. Tujuan instruksional umum mencakup kemampuan pengetahu-
175
an, sikap, dan keterampilan yang rumusannya masih bersifat umum, dan perlu
dijabarkan lebih lanjut ke dalam tujuan-tujuan instruksional khusus.
c. Bahan Pengajaran :
Adalah pokok bahasan beserta uraiannya yang disajikan dalam GBPP. Pokok
bahasan untuk setiap mata pelajaran merupakan serangkaian pokok bahasan inti
konsep-konsep esensial. Tata urut bahan pengajaran disesuaikan dengan
perkembangan siswa, yaitu :
1) Dari yang mudah ke yang sukar;
2) Dari yang sederhana ke yang lebih rumit (kompleks);
3) Memberikan pengalaman baru;
4) Berkorelasi antara pokok bahasan yang satu dengan pokok bahasan lainnya.
Pokok bahasan yang disajikan dalam GBPP masih bersifat umum, sehingga
guru perlu mengembangkannya (improvisasi) sesuai dengan kebutuhan dalam
proses belajar-mengajar. Di dalam GBPP umumnya setiap pokok bahasan disertai
dengan uraian, maksudnya untuk memberikan gambaran ruang lingkup (tingkat
kedalaman, tingkat keluwesan) pokok bahasan dimaksud. Uraian ini pun penting
untuk mebedakan pokok bahasan yang sama tetapi ruang lingkupnya berbeda,
sehingga tergambar dalam uraian yang isinya berbeda.
d. Program.
Program dalam kelas tertentu dalam satu semester ditetapkan alokasi waktunya
(jam pertemuannya). Untuk itu perlu diatur per semester sekaligus, sehingga
semua pokok bahasan yang perlu diajarkan mendapat jatah waktunya, terlebih
jika setiap mata pelajaran ditetapkan dengan sistem kredit. Pada dasarnya sistem
kredit bertujuan untuk memberikan batas, beban, atau makna pada suatu proses
belajar. Kredit adalah hadiah, penghargaan, atau kepercayaan atas upaya yang
telah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, tekun, dan ulet. Seorang siswa
yang telah melakukan proses belajar satu jam tatap muka (45 menit) ditambah ½
jam tugas rumah per minggu per semester, mendapatkan satu kredit.
Dengan sistem kredit, kegiatan siswa dalam proses belajar-mengajar perlu
dimonitor dengan ketat, karena hanya siswa yang secara tuntas belajar dengan
sungguh-sungguh berdasarkan beban belajar yang ditentukan, akan memperoleh
176
penghargaan berupa kredit. Oleh sebab itu mekanisme pencatatan presensi
(kehadiran) siswa dalam keikutsertaan dalam proses belajar perlu dikelola
dengan cermat dan berkesinambungan. Dalam menentukan ketuntasan belajar
secara ketat, maka siswa dituntut hadir 100% dalam seluruh pertemuan selama
satu semester. Dalam praktek ada juga yang lebih longgar misalnya 90% atau
cukup 75% kehadiran saja.
Dalam menyusun program kegiatan belajar-mengajar, guru hendaknya
mampu menjabarkan kaitan antara tujuan, pokok bahasan, dan alokasi waktu
yang tersedia. Yang harus dilakukan adalah :
1) Menentukan hari dan jam efektif pada semester yang bersangkutan. Jika
mengajar kelas paralel, cukup mengambil satu-satu kelas saja sebagai dasar;
2) Mencatat materi pelajaran yang harus diajarkan. Agar tidak terlalu banyak
pokok bahasan, dapat mengelompokkan beberapa pokok bahasan menjadi
satu-satuan bahasan yang dituangkan dalam satu pelajaran;
3) Satuan pelajaran yang telah tersusun diberi bobot waktu yang disediakan
hingga materi dapat tersampaikan secara tuntas;
4) Jika awktu yang tersedia tidak mencukupi, maka yang diajarkan dalam
kegiatan intra kurikuler materi pokok saja, sedang materi yang lain diberikan
dalam bentuk kegiatan ko-kurikuler;
5) Agar tidak ada materi yang tidak tersampaikan karena bermacam-macam
alasan, maka disediakan waktu cadangan dalam membuat program.
Untuk menyusun program semester tersebut, perlu disiapkan format-format
perhitungan jam efektif, satuan bahasan, alokasi waktu, dan analisis program
pengajaran. Adapun contoh format dimaksud adalah :
Format Perhitungan Jam Efektif :
BULAN JUMLAH MINGGU
JUMLAH HARI
JUMLAH JAM
KETERANGAN
177
Format Satuan Bahasan dan Alokasi Waktu :
No. SATUAN BAHASAN
POKOK BAHASAN
SUB POKOK BAHASAN
JUMLAH JAM
INTRA KO
Format Analisis Program Pengajaran :
I. IDENTITAS : 1. MATA PELAJARAN : ………………………………………………………
2. KELAS : ………………………………………………………
3. SEMESTER : ………………………………………………………
4. PROGRAM : ………………………………………………………
II. JATAH WAKTU : 1. YANG DITETAPKAN DALAM GBPP : …………………………. JAM.
2. YANG TERSEDIA :
a. TATAP MUKA : …………………………………………….. JAM.
b. TES SUB SUMATIF : …………………………………………….. JAM.
c. TES SUMATIF : …………………………………………….. JAM.
d. CADANGAN : …………………………………………….. JAM.
III. BAHAN PENGAJARAN
No. POKOK BAHASAN
SUB POKOK BAHASAN
JUMLAH JAM
RANAH EVALUASI METODE ALAT SUMBER
INT KO K P A
178
IV. METODE
No. POKOK
BAHASAN SUB POKOK BAHASAN
INTRA KURIKULER KO-KURIKULER
METODE LANGKAH METODE LANGKAH
V. SARANA
OBYEK JUDUL BUKU NAMA PENGARANG KETERANGAN
Guru-Murid
VI. PENILAIAN
JENIS PENILAIAN POKOK BAHASAN RANAH PENILAIAN ALAT PENILAIAN
Cianjur, …………………….2012. Guru Mata Pelajaran, _________________
Program satuan pelajaran yang merupakan persiapan guru dalam pelaksanaan
program belajar-mengajar, berisi nama mata pelajaran, satuan bahasan, kelas,
semester, waktu, rumusan tujuan instruksional umum, rumusan tujuan instruk-
sional khusus, materi, kegiatan belajar-mengajar, alat, dan penilaian.
179
e. Metode.
Dalam memilih metode belajar-mengajar hendaknya memperhatikan kepenting-
an siswa, tingkat kemampuan siswa, lingkungan sekitar, mengaktifkan dan mem-
bangkitkan motivasi siswa. Berbagai metode dapat dipilih seperti ceramah, dis-
kusi, demonstrasi, pemberian tugas, karyawisata, dll.
f. Sarana/Sumber.
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan program pengajaran, biasanya
diperlukan sarana/sumber berupa buku-buku sumber, buku-buku bacaan yang
isinya sesuai dengan pokok bahasan atau materi yang diajarkan, termasuk
perlengkapan seperti gambar, lukisan, radio, televisi, komputer, dsb.
g. Penilaian.
Sistem kredit mengaitkan proses dan hasil, karenanya pengolahan penilaian hasil
belajar siswa harus dikelola secara sistematis, cermat, dan berkesinambungan.
Penilaian/evaluasi hasil belajar biasanya dijadwalkan secara terpadu dengan
jadwal pelajaran, biasanya meliputi tiga jenis, jaitu penilaian formatif (untuk
mengukur penguasaan siswa terhadap suatu tujuan instruksional), penilaian sub
sumatif (diadakan setelah satuan pelajaran dilaksanakan), dan penilaian sumatif
(diadakan pada akhir semester).
Untuk mengadakan penilaian, melalui beberapa langkah, yaitu :
1) Perencanaan, untuk menentukan TIK, membuat kisi-kisi, membuat lembar
soal dan jawaban, serta kunci jawaban, menentukan standar penilaian, dan
table penilaian;
2) Pelaksanaan, dengan tertib dan disiplin;
3) Pengolahan dan pembobotan, caranya dapat dengan cara kuantitatif, kualita-
tif, kuantitatif dan kualitatif yang dikuantitatifkan. Standar penilaian diguna-
kan standar mutlak, artinya hasil penilaian untuk mengetahui tingkat
kemampuan siswa secara perorangan dan kedudukannya dalam kelompok.
Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum diharapkan dapat
mengetahui sampai di mana atau seberapa jauh target pencapaian kurikulum
yang telah dicapai dan dapat menghitung daya serap siswa terhadap penguasaan
mata pelajaran yang diajarkan. Daya serap ini dapat dihitung dengan rumus :
180
Jumlah nilai X 100% DS = -------------------------- = ……… % Jumlah siswa X 10 Menurut kriteria penilaian untuk akreditasi SMP/SMA swasta, daya serap siswa
diharapkan lebih dari 80%.
2. Laboratorium.
Di samping kegiatan belajar-mengajar intrakurikuler yang dijadwalkan, ada juga
kegiatan ko-kurikuler. Ciri-ciri kegiatan ko-kurikuler adalah :
a. Waktu pelaksanaan di luar jam pelajaran intrakurikuler yang ditetapkan dalam
struktur program;
b. Dikerjakan kurang memerlukan kehadiran guru secara tatap muka;
c. Bertujuan menunjang kegiatan intrakurikuler;
d. Metode belajarnya berupa pemahaman masalah, inkuire, diskoveri, tugas, dan
kegiatan kelompok;
e. Kegiatan belajarnya a.l. penelitian, percobaan, dan diskusi kelompok;
f. Pokok bahasannya meliputi pokok bahasan dalam intrakurikuler yang ber-
sangkutan dengan atau bahan lain yang berkaitan atau untuk memperkaya
(elaborasi).
Salah satu sarana untuk kegiatan ko-kurikuler adalah adanya ruang laborato-
rium beserta perlengkapan/peralatannya. Kegiatan-kegiatan di laboratorium harus
diadminitrasikan dengan baik agar tujuan kegiatan dapat tercapai, dan penggunaan
baik ruang maupun perlengkapan/peralatan efektif dan efisien. Penggunaan alat-
alat praktikum harus dikelola dengan baik agar tidak terjadi pemborosan bahan,
waktu, dan tenaga. Umumnya pengadministrasian laboratorium meliputi :
a. Pengorganisasian personil laboratorium yang terdiri dari seorang kepala (koor-
dinator) dibantu oleh beberapa orang guru pembimbing praktikum dan tenaga
lainnya;
b. Untuk keselamatan penyimpanan barang, perlu dibuat buku petunjuk (penun-
tun) penyimpanan barang;
c. Untuk keselamatan para praktikan (siswa) harus dibuat aturan tata tertib a.l. ten-
181
tang berpakaian, bersikap, dan berperilaku;
d. Untuk keselamatan umum perlu adanya peralatan pemadam kebakaran;
e. Dalam menggunakan alat-alat/perlengkapan dan bahan, harus dibuatkan buku
log, yaitu buku untuk mencatat penggunaan peralatan dan bahan yang ada di
ruang laboratorium. Ada dua macam :
1) Buku log untuk mencatat masalah penerimaan dan pengeluaran peralatan
dan bahan-bahan praktikum;
2) Buku log untuk mencatat pemakaian peralatan serta jadwal dan keterangan
tentang kondisinya pada waktu akan dipergunakan serta setelah diper-
gunakan.
3. Perpustakaan.
Perpustakaan sekolah adalah suatu unit kerja yang bertugas mengelola pengadaan,
penyimpanan, pemeliharaan, dan pendayagunaan bahan pustaka untuk menunjang
program belajar-mengajar di sekolah. Mengelola pengadaan berarti merencanakan,
mengatur, dan melaksanakan usaha mendapatkan bahan pustaka. Mengelola
penyimpanan berarti mengatur bahan pustaka dengan suatu sistem tertentu
sehingga sewaktu-waktu akan dipergunakan dapat diketemukan dengan mudah dan
cepat. Mengelola pemeliharaan berarti mengatur dan memperlakukan bahan
pustaka sehingga tidak lekas rusak atau hilang. Mengelola pendayagunaan berarti
memberikan pelayanan dengan sistem tertentu kepada para pembaca (siswa, guru,
staf, dll.) untuk menggunakan bahan pustaka. Adapun yang dimaksud bahan
pustaka adalah segala bahan informasi hasil budi daya manusia baik berupa bahan
tercetak maupun noncetak, fiksi maupun nonfiksi. Contoh bahan cetak adalah buku,
majalah, surat kabar, jurnal, dll. Contoh bahan noncetak adalah kaset, compact disk
(CD), transparan, dll. Contoh fiksi adalah cerita-cerita binatang, manusia, planet, dll.
Contoh nonfiksi adalah buku-buku ilmu pengetahuan.
Perpustakaan sekolah mempunyai fungsi sebagai penunjang program kegiatan
belajar-mengajar. Karenanya koleksi bahan pustaka yang ada harus sesuai dengan
kurikulum sekolah, sehingga koleksi antar perpustakaan sekolah yang satu dengan
yang akan berbeda. Misalnya perpustakaan SD, SMP, dan SMA atau Kejuruan satu
182
sama lain akan berbeda. Agar perpustakaan sekolah berfungsi dengan baik, maka
sebaiknya dikelola oleh ahlinya, yaitu pustakawan guru (teacher librarians atau
school librarians). Mereka adalah guru yang pernah mendapatkan pendidikan dan
pelatihan atau kursus di bidang perpustakaan, biasanya waktunya sampai satu
tahun. Contohnya Teacher Training Library Certificate di Australia. Di Indonesia
memang belum ada diklat atau kursus khusus pustakawan untuk guru, tetapi di
universitas-universitas ada program studi perpustakaan.
Untuk dapat memfungsikan perpustakaan sekolah dengan baik, selain diperlu-
kan tenaga pengelola, juga pengadministrasiannya harus baik. Misalnya dari segi
perencanaan ada kegiatan pengadaan, dari segi pengorganisasian ada kegiatan
pengklasifikasian, katalogisasi, pengaturan buku dan kartu, dari segi pengawasan
ada kegiatan pemeliharaan buku, dan akhirnya ada kegiatan pelayanan kepada
pemakai (pembaca) yang menjadi tugas utamanya.
a. Pengadaan (Acquisition).
Pengadaan adalah kegiatan pemilihan dan usaha mendapatkan bahan pustaka.
Pemilihan buku merupakan pekerjaan yang penting dalam perpustakaan sekolah,
karena akan menentukan macam, kadar, dan luas cakupan pengetahuan yang
dikandung oleh koleksinya. Kegiatan pemilihan buku perpustakaan sekolah
hendaknya mengikutsertakan para guru bidang studi, guru keterampilan, dan
para siswa dalam batas tertentu, karena merekalah sebenarnya yang akan
memanfaatkan koleksi perpustakaan sekolah dimaksud.
Perpustakaan sekolah hendaknya memiliki koleksi bahan pustaka :
1) Buku-buku acuan pokok untuk sumber belajar-mengajar di kelas sesuai
dengan kurikulum yang berlaku;
2) Buku-buku pengetahuan penunjang masing-masing mata pelajaran (bidang
studi);
3) Buku-buku fiksi pengetahuan, cerita pembinaan, dan cerita-cerita hiburan;
4) Buku-buku keterampilan, sesuai dengan program-program kurikulum yang
dipilih oleh sekolah;
5) Bahan pustaka bukan buku yang menunjang program sekolah.
183
Beberapa pertimbangan dalam memilih buku, antara lain :
1) Pilihlah buku yang sesuai dengan kurikulum atau tingkat dan jenis sekolah;
2) Pilihlah buku yang banyak diminati oleh para pemakai perpustakaan (siswa,
guru, staf, dll.);
3) Pilihlah buku yang dirancang dengan wajah atau format yang bagus dan
menarik, sehingga merangsang siswa untuk membacanya;
4) Jangan memilih buku yang bertentangan dengan politik atau kebijakan
pemerintah atau yang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)
yang bisa mengakibatkan sikap negatif para siswa.
Beberapa alat untuk kegiatan pengadaan buku adalah :
1) Bibliografi, yaitu daftar buku yang memuat informasi tentang pengarang,
judul, edisi, kota terbit, nama penerbit, dan tahun terbit. Ada juga yang
disertai keterangan singkat isi buku yang terdaftar, disebut bibliografi ber-
anotasi;
2) Book in-print, yaitu buku yang memuat daftar buku-buku yang diterbitkan
pada suatu tahun atau periode tertentu. Keterangan-keterangan tentang buku
yang ada dalam daftar buku tersebut selain seperti tersebut di atas, juga
tentang keadaan jilid (cover), misalnya hard cover atau paper back, dengan
harganya;
3) Book review, yaitu timbangan atau resensi buku, memuat informasi tentang isi
buku beserta pertimbangan apa yang ada, misalnya kelebihan atau keku-
rangannya, sehingga dapat membantu pemikiran untuk memilih buku
dimaksud sebagai koleksinya;
4) Katalog penerbit, yaitu daftar buku-buku yang diterbitkan oleh suatu penerbit
untuk memberikan informasi kepada pembaca. Biasanya mengenai contoh
gambar sampul/jilid, harga, dan cara pemesanannya diinformasikan pula;
5) Saran pemakai perpustakaan, yaitu saran dari para guru mata pelajaran dan
para siswa mengenai buku-buku yang mereka inginkan ada di perpustakaan
yang sesuai dengan program kegiatan sekolah.
Buku-buku yang diterima/diperoleh dari kegiatan pengadaan menjadi
koleksi perpustakaan sekolah, dan harus dicatat dalam buku inventaris atau buku
184
induk perpustakaan. Buku inventaris atau buku induk perpustakaan memuat
nomor induk buku, nama pengarang, judul, penerbit, kota dan tahun terbit,
macam buku, asal buku (pembelian, hadiah, dsb.), harganya (jika hasil
pembelian), dan keterangan. Buku yang telah dicatat dalam buku inventaris atau
buku induk perpustakaan harus diberi nomor induk dan dicap (stempel) “Milik
Perpustakaan Sekolah ………..” sebagai tanda bahwa buku itu milik perpustakaan
sekolah. Pemberian nomor induk diletakkan pada halaman judul di kiri atas,
sedangkan cap dibubuhkan pada tiga tempat, yaitu di halaman judul (jangan
menutupi tulisan judu), halaman belakang, dan halaman khusus yang ditentukan
oleh pihak perpustakaan sekolah.
b. Klasifikasi.
Buku dan bahan pustaka lainnya yang telah menjadi koleksi perpustakaan
sekolah dikelompok-kelompokkan ke dalam : Kelompok buku acuan (referensi),
kelompok buku umum, kelompok buku fiksi, dan kelompok bukan buku, biasanya
alat tampak dengar atau audio-visual. Kemudian masing-masing kelompok
dikelompok-kelompokkan lagi berdasar suatu sistem klasifiksi tertentu. Yang
umum dipakai di sekolah adalah Sistem Klasifikasi Persepuluhan Dewey (Dewey
Decimal Classification atau disingkat DDC). Sistem DDC mengelompokkan bidang
ilmu pengetahuan yang ada di dunia menjadi sepuluh kelas utama, kemudian
masing-masing kelas utama dibagi-bagi lagi ke dalam sepuluh divisi, dan masing-
masing divisi dibagi-bagi lagi ke dalam sepuluh seksi, dan selanjutnya pembagian
lebih rinci diadakan dengan kelipatan bilangan sepuluh. Buku-buku perpustaka-
an diberi nomor klasifikasinya yang ditulis di halaman judul di bawah nomor
inventaris. Ada perpustakaan yang memberi nomor klasifikasi pada buku fiksi
atau cerita, tetapi juga ada perpustakaan yang hanya memberi kode C (cerita)
saja pada kolom untuk nomor klasifikasi dengan pertimbangan buku tersebut
akan lebih mudah diatur berdasarkan urutan abjad nama pengarangnya.
c. Katalogisasi.
Katalogisasi adalah kegiatan membuat katalog. Katalog adalah daftar buku yang
memuat keterangan-keterangan seperti pada bibliografi, namun lebih ditujukan
untuk mempermudah para pembaca menelusuri/menemukan buku yang dicari di
185
perpustakaan. Perbedaan antara bibliografi dan katalog adalah, yang pertama
tidak memberikan informasi di mana buku-buku yang terdaftar berada, sedang
yang kedua memberi keterangan di mana buku itu berada. Katalog perpustakaan
A akan memuat daftar buku yang ada di perpustakaan A.
Bentuk katalog ada yang berupa buku, disebut buku katalog, ada yang
berupa berkas-berkas, disebut katalog berkas (sheat catalog), ada juga yang
berupa kartu disebut katalog kartu (card catalog). Di perpustakaan sekolah
umumnya menggunakan bentuk katalog kartu, karena mudah untuk menambah
kartu jika ada tambahan buku baru, dan sebaliknya mudah mencabutnya jika
sebuah buku harus dikeluarkan dari ruang baca perpustakaan. Karena itu harus
nyata bahwa katalog yang ada di perpustakaan mesti menunjukkan bahwa buku
yang diwakili oleh katalog itu memang ada di perpustakaan. Jadi jika bukunya
tidak ada atau sudah musnah, maka katalognya pun harus dikeluarkan dari
lemari katalognya.
Kartu katalog ukurannya sudah dibuat standar untuk semua perpustakaan,
yaitu 12,5 cm panjang dan 7,5 cm lebar, di bagian tengahnya berlubang untuk
menusukkan kawat pengaman. Adapun isi informasi yang dikandungnya adalah :
1) Tanda buku (call number), terdiri dari nomor klasifikasi (baris pertama), tiga
huruf pertama nama pengarang (baris kedua), dan satu huruf pertama judul
(baris ketiga);
2) Nama pengarang (author), dengan aturan penulisan seperti pada bibliografi,
yaitu nama keluarga di depan;
3) Judul buku (title), beserta anak judulnya secara lengkap;
4) Edisi (edition), ke berapa buku tersebut;
5) Impresum atau teraan (imprint), memuat keterangan tentang kota terbit,
nama penerbit, dan tahun terbit;
6) Kolasi (collation), memuat jumlah halaman, ilustrasi dan ukuran buku;
7) Catatan (note), memuat ketarangan lain yang perlu untuk pemakai
perpustakaan;
8) Jejakan (tracing), yaitu petunjuk untuk mengadakan penelusuran buku ter-
sebut.
186
Setiap buku milik perpustakaan sekolah dibuatkan tiga macam katalog untuk
disediakan di tempat menjelang ruang baca, yaitu katalog pengarang,
merupakan katalog yang menggunakan nama pengarang sebagai tajuk (heading)-
nya; katalog judul, merupakan katalog yang menggunakan judul sebagai tajuk-
nya; dan katalog subyek, merupakan katalog yang menggunakan pokok masalah
sebagai tajuknya. Selain itu masih ada lagi jenis katalog yang disebut “self-list”
yang isinya sama dengan katalog pengarang, namun ditambah nomor inventaris
buku dan dengan warna kartu yang berbeda dengan kartu katalog. Tapi self list
ini hanya berguna untuk kepentingan perpustakaan sendiri.
d. Pengaturan Buku dan Kartu Katalog.
Buku-buku dan bahan pustaka lainnya diatur di ruang baca pada rak-rak buku
dan tempat lain yang disediakan. Buku-buku kelompok referensi diatur menurut
urutan nomor klasifikasi sesuai dengan arah putar jarum jam. Demikian halnya
dengan buku-buku umum. Sedangkan kelompok buku-buku fiksi/cerita disusun
berdasarkan urutan abjad nama pengarang. Bahan-bahan pustaka bukan buku
yang berisi informasi (nonfiksi) diatur juga menurut urutan nomor klasifikasi.
Pengaturan buku-buku dan bahan pustaka lain di runag baca ini disebut
“shelving”.
Kartu-kartu katalog yang telah dibuat disusun pada kotak katalog yang
ditempatkan pada lemari katalog. Ada dua cara penyusunannya, yaitu susunan
katalog kamus (dictionary catalog), dan susunan katalog terbagi (devided
catalog). Yang pertama, tiga macam katalog (katalog pengarang, judul, dan
subyek) dijadikan satu, kemudian disusun menurut urutan abjad. Yang kedua,
masing-masing macam katalog dipisahkan satu sama lain dan disusun menurut
urutan abjad, sehingga ada susunan katalog pengarang, katalog judul, dan
katalog subyek.
Cara menyusun kartu katalog berdasarkan abjad ada dua patokan, yaitu
patokan huruf demi huruf dan kata demi kata. Patokan pertama lebih mudah,
karena hanya memikirkan urutan huruf pertama, kedua, dan seterusnya untuk
menentukan kata mana yang didahulukan dalam susunannya. Sedangkan
patokan yang kedua, harus dipikirkan pula masing-masing kata. Contoh banding-
187
an kedua macam susunan pada kata-kata yang sama : Menurut aturan huruf demi huruf : Menurut aturan kata demi kata :
mata mata
matahari mata jarum
mata jarum mata kaki
mata kaki mata sapi
mata sapi matahari
mataram mataram
Kegiatan penyusunan kartu katalog di dunia perpustakaan disebut “filing”.
Pekerjaan filing dan shelving merupakan pekerjaan rutin perpustakaan, dan para
pembaca tidak diperkenankan menempatkan buku yang telah dibacanya kembali
ke raknya, cukup ditinggalkan di ruang baca saja.
e. Pemeliharaan Bahan Pustaka.
Bahan pustaka yang menjadi koleksi perpustakaan sekolah harus dipelihara
dengan baik agar tidak lekas rusak dimakan usia atau hilang karena kecerobohan
manusia. Beberapa faktor yang merusak buku adalah :
1) Faktor alam, berupa kelembaban udara, tekanan, air, debu, dan sinar mata-
hari. Untuk mencegahnya, hendaknya :
- Buku tidak ditumpuk, tetapi disusun tegak dengan punggung tampak;
- Buku dijauhkan dari kemungkinan terkena air hujan;
- Buku selalu dijaga agar tetap bersih dan disampul;
- Buku dijauhkan dari sinar matahari langsung.
2) Faktor biologis, seperti rengat, serangga, kecoa, dll. Untuk mencegahnya
hendaknya diberi bahan-bahan yang dapat menghalau atau mematikannya,
misalnya kapur barus (kamper);
3) Faktor kecerobohan manusia dalam menggunakan bahan pustaka, seperti
membaca sambil makan kacang goreng, merokok, memberi batas halaman
setelah membaca dengan benda tebal sehingga merusak jilid buku, melipat
setelah membaca, dsb.
188
f. Pelayanan Pembaca.
Pelayanan dapat dibedakan, yaitu pelayanan referensi dan pelayanan sirkulasi.
Yang pertama, adalah pemberian informasi kepada para pemakai baik langsung
maupun tidak langsung mengenai hal-hal yang dicarinya, dan penyajian buku-
buku atau bahan acuan yang hanya boleh dibaca di perpustakaan. Yang kedua,
adalah peminjaman dan pengembalian buku.
Untuk pelayanan sirkulasi, dibutuhkan peralatan administrasi peminjaman
dan pengembalian buku. Setiap buku, termasuk buku referensi, pada punggung-
nya sebelah bawah diberi tanda buku yang terdiri dari nomor klasifikasi, tiga
huruf pertama nama pengarang, dan satu huruf judul. Apabila punggung buku
tipis, maka tanda buku ditempatkan pada halaman muka atau cover pada bagian
bawah belakang seperti pada punggung buku tebal. Setiap buku yang dipinjam-
kan dibuatkan kartu buku yang memuat keterangan tentang nama pengarang,
judul buku, penerbit, tanda buku, nomor inventaris, dan kolom-kolom untuk
mencatat tanggal kembali dan nomor atau nama anggota peminjam. Kartu buku
itu ditempatkan pada kantung kartu buku yang ditempelkan pada kulit buku
belakang bagian dalam sebelah bawah. Di halaman terakhir buku perlu ditempel
kertas slip buku yang berguna untuk mencatat kapan buku kembali. Sedang bagi
para pemakai dibuatkan kartu peminjaman atau kartu anggota yang sekaligus
sebagai kartu peminjaman.
Cara peminjaman buku :
1) Buku yang akan dipinjam ditemukan dengan bantuan kartu katalog atau
langsung ke tempat rak buku;
2) Buku dibawa ke meja sirkulasi untuk diadministrasikan oleh petugas sirkulasi;
3) Kartu buku dicabut dari kantung kartu buku, diberi cap tanggal kembali, dan
kertas slip diberi cap tanggal kembali;
4) Kartu peminjam diisi tanda bukti buku yang dipinjam dan tanggal kembali;
5) Kartu buku ditinggal pada petugas sirkulasi bersama kartu pinjamnya, buku
dibawa oleh peminjam.
Cara pengembalian buku :
189
1) Buku yang sudah waktunya kembali dibawa ke meja sirkulasi untuk
dikembalikan;
2) Keadaan buku diperiksa petugas, apakah ada kelambatan pengembalian atau
tidak. Kalau terlambat, dikenakan sanksi seperti yang ditetapkan dalam
peraturan peminjaman. Kalau ada kerusakan, dipertimbangkan pula apakah
kena denda atau harus menukar/mengganti, sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan;
3) Kartu buku dan kartu peminjaman diketemukan kembali, dicoret catatan
tanggal kembalinya, kartu buku dimasukkan lagi ke kantung kartu bukunya
dan kartu peminjam diberikan kembali kepada peminjam;
4) Buku dikembalikan ke tempat raknya oleh petugas.
Sistem pelayanan perpustakaan dibedakan menjadi sistem pelayanan
tertutup (closed accesss) dan sistem pelayanan tebuka (open access). Dalam
sistem pelayanan tertutup, para pemakai tidak diperkenankan mengambil sendiri
buku yang akan dipinjam atau dibaca, petugaslah yang akan mengambilkan.
Dalam sistem ini susunan penempatan buku akan terjaga rapi dan keamanannya
terjamin, namun kelemahannya pemakai tidak langsung dapat menemukan buku
yang dikehendaki. Sementara dalam sistem pelayanan terbuka, para pemakai
diperkenankan mencari sendiri buku yang akan dipinjam/dibaca di rak tempat
buku berada. Dalam hal ini susunan penempatan buku mudah berubah dan
rusak, keamanannya pun kurang terjamin. Untuk mencegah itu terjadi, pada
waktu mengembalikannya tidak boleh langsung disimpan di rak buku oleh
peminjam.
Lain daripada itu pengunjung perpustakaan dilarang membawa tas dan
jacket, karenanya perlu disediakan tempat penitipan, kecuali jika perpustakaan
sudah menerapkan sistem keamanan canggih dengan adanya CCTV (Close Circuit
Television) atau signal pelacak pencurian, dsb. seperti halnya di AS.
D. ADMINISTRASI KETENAGAAN Sekolah sebagai lembaga pendidikan telah mempunyai struktur yang kuat atau mapan.
190
Struktur ini dapat dilihat dari personalia yang terdiri dari kepala sekolah, guru, pegawai
tata usaha, petugas BP, dan bimbingan karier, maupun dari sistem penyelenggaraan
sekolahnya yang menganut bentuk 6-3-3, yaitu enam tahun untuk SD, tiga tahun untuk
SLTP, dan tiga tahun untuk SLTA yang berlangsung sejak lama. Akan tetapi pengolong-
annya sekarang sudah berubah. Dulu, SD disebut pendidikan tingkat dasar, sedangkan
SLTP dan SLTA disebut tingkat menengah, sekarang ini yang disebut tingkat dasar
adalah SD dan SLTP, sedangkan tingkat menengah hanya SLTA. Jadi, yang dipro-
gramkan oleh negara tentang Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) Sembilan
tahun, maksudnya jangan ada lagi warga negara Indonesia yang tidak mengenyam
pendidikan dasar tingkat SD dan SLTP. Ke depan bahkan ada rencana setiap warga
negara pendidikan minimalnya sampai dua belas tahun, artinya sampai SLTA.
Struktur personalia sekolah relatif tetap, dalam arti, bentuk dan polanya jarang
berubah. Struktur formal sekolah adalah jabatan berdasarkan struktur organisasi
sekolah yang baku, diangkat oleh instansi yang berwenang (pemerintah atau
pemerintah daerah dhi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Dinas Pendi-
dikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, atau Pengurus Yayasan untuk sekolah-sekolah
swasta). Jadi, secara organisatoris jabatan-jabatan itu merupakan perangkat resmi dari
organisasi sekolah. Adapun personal sekolah dapat dibagi menurut bidang garapan,
yaitu personal yang digolongkan sebagai staf pengajar yang tugas pokok dan fungsinya
(tupoksi) mengajar, dan staf administratif yang tupoksinya melaksanakan kegiatan
administrasi. Yang termasuk staf pengajar adalah guru-guru, fasilitator, termasuk BP,
sedangkan staf administratif adalah tenaga tata usaha. Akan tetapi wakil kepala
sekolah, koordinator, dan wali kelas, biasanya dirangkap oleh tenaga pengajar kendati
tupoksinya sebenarnya cenderung administratif.
1. Pengadaan Personal Sekolah.
Keadaan personal guru khususnya di SLTP dan SLTA, karena setiap guru memegang
bidang studi tertentu, maka pengadaan guru dimaksud harus memenuhi keperluan
semua bidang studi yang diprogramkan, jangan sampai kelebihan untuk bidang
studi tertentu tetapi bagi yang lainnya kekurangan. Untuk mengatasi dan mempra-
kirakan kebutuhan guru di sekolah diperlukan perhitungan-perhitungan tertentu.
191
Beberapa cara perhitungan tersebut menurut Supandi dalam Wijono (1989:147),
sebagai berikut :
a. Perbandingan antara banyak kelas dengan banyak guru.
Ratio atau nisbah antara kelas dan siswa merupakan perhitungan yang paling se-
derhana. Rumusannya adalah : Jumlah guru sama banyaknya kelas ditambah
satu.
b. Perbandingan antara banyaknya siswa dengan guru.
Ukuran ini sering dipergunakan, dan yang menjadi masalah adalah berapa jumlah
guru yang ideal untuk sejumlah siswa. Ketetentuan inilah yang sukar ditetapkan.
Untuk sementara, perbandingan yang ideal seorang guru adalah untuk 25 siswa.
c. Perhitungan berdasar beban mengajar guru.
Beban guru mengajar pada SLTP dan SLTA adalah 28 jam pelajaran per minggu.
Satu jampel berlangsung antara 40-45 menit. Contoh perhitungannya : Di
sebuah SLTP kekurangan guru bahasa Inggris dengan data :
1) Jumlah kelas ada 10 dengan dengan rincian : Kelas I = 5 kelas, kelas II = 3 kelas,
dan kelas III = 2 kelas;
2) Jumlah pelajaran bahasa Ingris tiap minggu : Kelas I = 4 jam, kelas II = 3 jam,
kelas III = 2 jam;
3) Menghitung seluruh jampel bahasa Inggris yang disajikan per minggu :
- Kelas I = 5 x 4 = 20 jampel per minggu;
- Kelas II = 3 x 3 = 9 jampel per minggu;
- Kelas III = 2 x 3 = 6 jampel per minggu; ----------------------------- Jumlah ……. = 34 jampel per minggu.
4) Menghitung keperluan guru b. Inggris dengan dasar beban kerja :
34 jampel per minggu - 28 jamplel per minggu = ----------------------------- = 1,21 28 jampel per minggu
Guru yang ada seorang. Jadi, masih kurang 1,21 – 1,00 = 0,21 orang guru.
Karena 0,21 kurang dari setengah, maka kekurangan itu dapat diabaikan.
Kekurangan guru dapat juga dihitung dengan cara sebagai berikut :
- Yang harus disajikan = 34 jampel
192
- Beban guru yang ada = 1 x 28 = 28 jampel ----------------
- Selisih = 6 jampel
Selisih 6 jampel per minggu ini masih layak dibebankan kepada guru yang ada.
Karenanya tidak perlu penambahan tenaga. Tetapi ini mungkin untuk SD yang
seorang guru menangani beberapa mata pelajaran dalam kelas yang
dipegangnya, dan mungkin berbeda dengan di SLTP/SLTA karena tiap guru
memegang mata pelajaran tertentu. Perhitungan guru ini dapat pula
dipakai untuk menghitung kebutuhan-kebutuhan guru total sekolah.
Untuk menghitung kekurangan tenaga administrasi (tata usaha), didasarkan
pada lowongan formasi jabatan struktural. Status kepegawaian antara tenaga
pengajar dan tenaga administratif sama untuk PNS. Proses penerimaan, peng-
angkatan, dan penempatannya didasarkan atas kemampuan dan potensi calon
dalam rangka pengisian jabatan. Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang kepegawaian.
2. Pembinaan Ketenagaan Sekolah.
Tujuan pembinaan ketenagaan sekolah adalah agar para guru dan pegawai sekolah
lainnya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, sesuai dengan aturan yang ada.
Bagi PNS tentunya menurut peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian
yang berlaku, yaitu Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, beserta
aturan pelaksanaannya, baik dalam PP, Perpres/Keppres, Permen/Kepmen Dikbud,
BKN, termasuk juga dari Pemda.
Pembinaan kepegawaian di lingkungan PNS dilakukan melalui dua jalur, yaitu
kedinasan dan luar kedinasan. Di luar kedinasan dilakukan melalui wadah Korps
Pegawai Republik Indonesia (KORPRI). Sementara bagi yang bukan PNS (honorer,
TB, TKS, dll.) yang bertugas di sekolah-sekolah negeri, disesuaikan dengan aturan
bagi PNS, sedangkan bagi pegawai di sekolah-sekolah swasta tentu ada aturan-
aturan tersendiri yang dikeluarkan oleh Yayasan penyelenggaraan sekolah dimak-
sud.
193
Pembinaan melalui jalur kedinasan PNS dilakukan melalui penyadaran akan
kedudukan, kewajiban, hak-hak, profesi, dan kesejahteraan pegawai.
a. Penyadaran akan kedudukan bagi PNS, adalah sebagai unsur aparatur negara,
abdi negara, dan abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan
kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan. Bagi yang bukan PNS termasuk yang bertugas
di sekolah-sekolah swasta, tentu harus menyesuaikan atau ada aturan tertentu
yang dibuat oleh Yayasan penyelenggara sekolah. Secara eksplisit, selain
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, tiap sekolah pun
berwenang membuat peraturan sendiri yang berisi penjabarkan lebih lanjut
secara teknis di sekolah;
b. Penyadaran akan kewajibannya bagi PNS, tercantum dalam aturan kepegawaian,
yaitu :
1) Wajib setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah;
2) Wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh
pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;
3) Wajib memenuhi kewajiban dan menjauhi larangan. Ini tercantum dalam PP
No. 30 Tahun 1980 yang sekarang diganti dengan PP No. 53 Tahun 2010
tentang Peraturan Disiplin PNS.
Dalam menjabarkan kewajiban tersebut di atas, hendaknya kepala sekolah dan
segenap pegawai yang ada, secara operasional harus :
1) Mendalami kurikulum;
2) Menyusun program semester;
3) Menyusun satuan pelajaran dan agenda guru;
4) Menyiapkan prasarana dan sarana mengajar;
5) Menyusun kisi-kisi;
6) Menyusun soal-soal tes;
7) Melaksanakan proses belajar-mengajar;
8) Mengevaluasi hasil tes;
9) Memantau daya serap;
194
10) Menyusun dan melaksanakan perbaikan pengajaran;
11) Menyelenggarakan administrasi;
12) Mengembangkan profesi.
c. Pelayanan akan hak-hak PNS, yaitu gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan
tanggung jawabnya, cuti, perawatan jika ditimpa kecelakaan karena dan dalam
menjalankan tugas kewajibannya, dll. Gaji adalah balas jasa atau penghargaan
atas hasil kerja seseorang, sedangkan cuti adalah tidak masuk kerja yang
diizinkan dalam jangka waktu tertentu yang meliputi cuti tahunan, cuti sakit, cuti
besar, cuti bersalin (bagi perempuan), cuti karena alasan penting, dan cuti di luar
tanggungan negara.
d. Pembinaan profesional, dimaksudkan sebagai serangkaian usaha memberian
bantuan kepada guru yang berwujud pembinaan professional yang dilakukan
oleh kepala sekolah, pengawas, dan mungkin pembina sesama guru lainnya
untuk meningkatkan proses dan hasil belajar-mengajar. Bimbingan profesional
adalah kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan guru dalam proses
belajar-mengajar, juga sebagai usaha terlaksananya sistem kenaikan pangkat
dalam jabatan profesional guru. Sasaran pembinaan adalah guru bidang studi
dan petugas BP, dengan prioritas guru baru. Adapun ruang lingkupnya meliputi :
1) Penanaman kesadaran profesi guru;
2) Peningkatan mutu pengelolaan proses belajar-mengajar dan mutu hasil
belajar siswa;
3) Peningkatan wawasan wiyata mandala;
4) Penanaman sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam bidang pengabdian
kemasyarakatan dan kemanusiaan dalam rangka meningkatkan proses
belajar-mengajar.
e. Kesejahteraan pegawai, meliputi tabungan asuransi sosial, asuransi kesehatan,
dsb. Di kalangan guru malah ada perhatian khusus dari negara, yaitu :
1) Tunjangan jabatan pendidikan;
2) Perpanjangan batas usia pensiun dari 56 menjadi 60 tahun;
3) Kesempatan untuk menjadi guru teladan sehingga dimungkinkan untuk men-
Dapatkan kepangkatan yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih pen-
195
dek dari umumnya, dan bebas mengikuti ujian dinas;
4) Kenaikan pangkat yang lebih terbuka.
Jam kerja kantor di lingkungan pemerintahan umumnya 37,5 jam per minggu.
Untuk guru pengalokasian waktu dimaksud adalah :
1) Wajib mengajar per minggu 24 jam pelajaran;
2) Kegiatan selain mengajar :
- Mempelajari materi/mencari sumber;
- Menyusun program semester;
- Menyiapkan prasarana dan sarana;
- Menyusun kisis-kisi;
- Menyusun soal-soal tes;
- Memberikan tugas rumah siswa dan memeriksanya;
- Memeriksa hasil tes;
- Menyusun rencana perbaikan dan pengayaan;
- Menyusun dan menganalisis daya serap;
- Menyelenggarakan administrasi;
- Mengembangkan profesi;
- Pengabdian masyarakat.
E. ADMINISTRASI SARANA/PRASARANA Nama lain dari administrasi sarana adalah administrasi peralatan/perbekalan, atau
juga administrasi material, yaitu segenap proses penataan yang bersangkut-paut
dengan pengadaan, pendayagunaan, dan pengelolaan sarana agar tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Adapun sarana pendidikan
adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar-mengajar, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat
berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
Prasarana, secara etimologis adalah alat yang sebelumnya harus sudah ada/siap,
dan tidak langsung berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dalam pendidikan,
misalnya lokasi/tempat, akses jalan, tanah, bangunan, lapangan olah raga, tempat
196
parkir kendaraan, dll. Sedangkan sarana adalah alat-alat yang langsung berkaitan
dengan tujuan, misalnya buku-buku, media pengajaran, laboratorium, alat peraga, dsb.
Pengertian sarana yang dimaksud oleh Tim Penyusun Pedoman Pembakuan Media
Pendidikan, Depdikbud mencakup pengertian prasarana juga. Sarana dan prasarana
pendidikan terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu :
1. Bangunan dan perabot sekolah.
2. Alat pelajaran yang terdiri dari buku, alat-alat peraga, dan alat-alat laboratorium.
3. Media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audiovisual yang mengguna-
kan alat penampil (OHP=Pewayang Pandang dan Terawangan, LCD Projector, dll.),
dan media yang tidak menggunakan alat penampil.
Dalam kaitan dengan penilaian untuk akreditasi SMP/SMA swasta, yang termasuk
sarana dan prasarana sekolah adalah status tanah, status bangunan gedung, kesesuai-
an luas ruang kelas dengan jumlah siswa, ruang praktikum, ruang keterampilan, ruang
laboratorium bahasa, ruang perpustakaan, ruang BP, ruang khusus kepala sekolah,
ruang khusus dewan guru, ruang tata usaha, gudang, ruang ibadah (masjid/mushola),
kamar kecil (WC), kondisi tanah, kondisi gedung, perabot dan perlengkapan tiap ruang
kelas, dan fasilitas olah raga. Sarana dan prasarana sekolah ini perlu diadministrasikan
dengan baik, mulai dari proses perencanaan, pengaturan, sampai dengan pengawas-
annya.
1. Perencanaan.
Kepala sekolah bersama staf menyusun daftar kebutuhan sarpras dan mempersiap-
kan prakiraan tahunan untuk diusahakan pengadaannya. Untuk itu langkah-
langkahnya dilakukan melalui :
a. Mengadakan analisis terhadap materi pelajaran, mana yang membutuhkan alat
atau media dalam penyampaiannya, dan kebutuhan alat-alat lain. Kemudian
dibuatkan daftar kebutuhan alat-alat dan media dimaksud;
b. Mengadakan perhitungan taksiran biayanya;
c. Jika taksiran biaya untuk pengadaan sarpras lebih besar dari dana yang tersedia,
maka perlu disusun skala prioritas;
d. Prioritas-prioritas kebutuhan yang berada pada urutan bawah, dapat ditunda un-
197
tuk anggaran tahun berikutnya;
e. Menugaskan kepada staf urusan perbekalan untuk proses pengadaan sarpras
tersebut. Untuk ini staf harus benar-benar terampil dan jeli akan kualitas dan
harga barang-barang yang akan dibeli, dsb. di samping tentu saja jujur. Jika perlu,
dibentuk tim atau panatia pengadaan barang dan pemeriksa barang.
2. Pengaturan dan Penggunaan.
Pengaturan dan penggunaan sarpras pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan karena dilaksanakan silih berganti. Terdapat dua kategori sarpras :
a. Alat-alat yang langsung digunakan dalam proses belajar-mengajar, seperti alat
pelajaran, alat peraga, dan media pendidikan lainnya;
b. Alat-alat yang tidak langsung terlibat dalam proses belajar-mengajar, seperti
bangunan sekolah, meja guru, perabot sekolah, dsb. yang disebut prasarana.
Kegiatan pertama setelah pengadaan adalah pencatatan, pemberian nomor
kode barang/inventaris, dan pencatatan ke dalam buku induk barang/inventaris.
Kemudian pengaturan tempat penyimpanannya. Pengaturan yang dilakukan
sebelum alat-alat digunakan disebut pengaturan awal, meliputi :
a. Memberikan identitas pada alat, yaitu nomor inventaris dengan kode tertentu
untuk jenis tertentu;
b. Pencatatan ke dalam buku inventaris, yaitu buku yang dipergunakan untuk
mencatat semua kekayaan sekolah. Buku ini berfungsi untuk memudahkan
pengontrolan barang-barang milik sekolah;
c. Penempatan barang ke dalam lemari atau rak yang juga sudah diberi kode.
Untuk sekolah besar dan mempunyai banyak alat/barang, pemisahan didasarkan
atas pemisahan dalam lemari, sedangkan untuk sekolah kecil dan jika
alat/barangnya hanya sedikit, pemisahannya berdasarkan penempatan pada rak.
Setelah pengaturan awal, maka alat-alat sudah siap digunakan. Pengaturan
alat diperhitungkan atas empat faktor, yaitu :
a. Banyaknya alat untuk tiap macam;
b. Banyaknya kelas yang menggunakan alat;
c. Banyaknya siswa pada setiap kelas;
198
d. Banyaknya ruangan/lokal yang ada di sekolah.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, pengaturan alat dapat dikerjakan
sebagai berikut :
a. Alat pelajaran untuk kelas tertentu. Jika banyaknya alat mencukupi banyaknya
kelas yang membutuhkan, maka alat-alat tersebut dapat disimpan di kelas yang
menggunakan;
b. Alat pelajaran untuk beberapa kelas. Jika jumlah alat terbatas sedangkan yang
membutuhkan banyak, maka alat-alat tersebut dipergunakan secara bergantian
dan penyimpanannya di ruang tertentu;
c. Alat pelajaran untuk semua siswa. Penempatan alat-alat untuk semua kelas
seharusnya di ruang tertentu yang penggunaannya diatur dengan suatu tata ter-
tib penggunaan.
Beberapa prinsip penyimpanan alat yang perlu diperhatikan agar tidak lekas rusak :
a. Semua alat dan perlengkapan sekolah harus disimpan di tempat yang bebas dari
faktor-faktor perusak seperti panas, lembab, pelapukan, dan gangguan serangga;
b. Harus mudah dikerjakan untuk menyimpan maupun mengeluarkan alat-alat;
c. Mudah diketemukan jika sewaktu-waktu akan dipergunakan;
d. Semua penyimpanan harus diadministrasikan menurut ketentuan bahwa
persediaan yang lama harus lebih dahulu dipergunakan;
e. Harus diadakan pemeriksaan secara berkala;
f. Tanggung jawab untuk pelaksanaan yang tepat dari riap-tiap penyimpanan harus
dirumuskan secara rinci dan difahami dengan jelas oleh semua pihak yang
berkepentingan.
3. Penyusutan.
Jika sekolah selalu menambah pengadaan barang-barang sementara tempat
penyimpanannya kurang atau tidak memadai, maka perlu ada kegiatan penyusutan.
Penyusutan adalah memusnahkan atau menghapuskan barang-barang yang sudah
tidak dapat dimanfaatkan lagi, sehingga tempatnya dapat dipergunakan untuk
penyimpanan barang-barang baru atau yang masih dapat dipergunakan. Untuk
199
menghapuskan barang-barang milik Negara dari buku inventaris di sekolah ada
aturannya, yang salah satunya memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Keadaan barang rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki atau dipergunakan
lagi;
b. Perbaikan akan menelan biaya besar sekali sehingga merupakan pemborosan;
c. Secara teknis dan ekonomis kegunaannya tidak seimbang dengan biaya peme-
liharaan;
d. Sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini, misal mesin hitung diganti
dengan kalkulator, mesin tulis biasa diganti dengan IBM atau komputer;
e. Barang lebih, yang jika disimpan lebih lama akan rusak dan tidak dapat dipakai
lagi;
f. Ada penurunan efektivitas kerja, misal dengan mesin tulis baru sebuah konsep
dapat diselesaikan lima hari, tetapi dengan mesin tulis yang rusak lebih lama lagi;
g. Dicuri, dibakar, diselewengkan, musnah akibat bencana alam, dsb.
Adapun tahap-tahap penghapusan/pemusnahan barang-barang inventaris
adalah :
a. Pemilihan/penyeleksian barang-barang yang akan dihapuskan;
b. Memperhitungkan faktor-faktor penghapusan ditinjau dari nilai uang;
c. Membuat surat pemberitahuan atau mohon izin kepada atasan yang berwenang.
Izin hanya diperlukan bagi barang-barang yang nilainya cukup besar;
d. Melaksanakan penghapusan dengan cara :
- Pelelangan (umum atau terbatas);
- Dihibahkan kepada orang/badan;
- Dibakar.
e. Proses penghapusan, jika besar, harus melalui pantia penghapusan yang diben-
tuk khusus dan disaksikan oleh atasan serta dibuatkan berita acaranya.
4. Pemeriksaan dan Pengawasan.
Kepala sekolah selaku manajer harus selalu melaksanakan pemeriksaan dan peng-
awasan atas barang-barang secara berkala, paling tidak satu kali pada setiap akhir
tahun ajaran. Hal ini penting untuk mengetahui keadaan dan kondisi barang-barang
200
untuk kepentingan sekolah sekaligus untuk bahan perencanaan serta pengang-
garannya.
F. ADMINISTRASI KEUANGAN Keuangan atau modal pembiayaan merupakan masalah penting bagi terselenggaranya
segala sesuatu kegiatan termasuk sekolah. Kegiatan keuangan meliputi tiga hal, yaitu
penyusunan anggaran (budgeting), pembukuan (accounting), dan pemeriksaan (audi-
ting).
1. Penyusunan Anggaran.
Di sekolah harus ada kegiatan penyusunan anggaran, yang hasilnya adalah Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Hal ini dibuat dengan melibat-
kan Komite untuk diterapkan dalam periode satu tahun anggaran, yang mengikuti
tahun ajaran. Dalam RAPBS, uang masuk dalam satu tahun, dan dari mana sumber-
nya harus ditentukan, demikian juga pengeluaran untuk apa saja dan berapa
besarnya. Biasanya uang masuk atau pendapatan didapat dari bantuan pemerintah
(sekarang BOS), dari Yayasan (untuk sekolah swasta), Sumbangan Penyelenggaraan
Pendidikan (SPP) dari siswa, dan dari pendapatan lain-lain. Adapun pengeluaran
untuk belanja sekolah umumnya untuk :
a. Gaji dan honorarium guru/pegawai sekolah;
b. Pemeliharaan bangunan sekolah;
c. Alat-alat pelajaran dan pemeliharaannya;
d. Perlengkapan administrasi sekolah termasuk ATK;
e. Kegiatan-kegiatan pengajaran;
f. Transportasi;
g. Kesejahteraan;
h. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat;
i. Pengembangan profesi guru;
j. Kegiatan olah raga;
k. Tes hasil belajar;
l. Kegiatan penelitian;
201
m. Evaluasi (ulangan/ujian akhir);
n. Lain-lain.
Untuk masing-masing pos anggaran pengeluaran perlu ada cadangan biaya,
agar dalam pelaksanaannya tidak mengalami hambatan dan atau kekurangan
perhitungan.
2. Pembukuan.
Pengurusan pembukuan meliputi dua hal, yaitu pertama, yang menyangkut kewe-
nangan menentukan kebijakan menerima dan mengeluarkan uang; dan kedua,
menyangkut urusan tindak lanjut dari urusan yang pertama, yaitu menerima,
menyimpan, dan mengeluarkan uang. Urusan kedua inilah yang disebut urusan per-
bendaharaan. Berdasarkan ICW (Indische Comptabiliteits Wet) yang kemudian
diubah menjadi Indonesische Comptabiliteits Wet, kemudian Undang-Undang Per-
bendaharaan Negara, Peraturan Akuntasi, dll., bendahara adalah orang atau badan
yang oleh negara diserahi tugas menerima, mencatat, menyimpan, dan membayar/
menyerahkan uang atau surat berharga dan barang-barang, sehingga dengan
jabatannya itu ia atau mereka mempunyai kewajiban mempertanggungjawabkan
apa yang menjadi urusannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
3. Pemeriksaan.
Pemeriksaan (auditing) adalah semua kegiatan yang menyangkut pertanggung-
jawaban penerimaan, penyimpanan, dan pembayaran atau penyerahan uang/
barang yang dilakukan oleh bendaharawan kepada pihak-pihak yang berwenang.
Bagi unit-unit dalam lingkungan kementerian/departemen, pertanggungjawaban
pengurusan keuangan ini kepada BPK melalui kementerian/departemennya masing-
masing. Pemeriksaan sangat penting dan bermanfaat paling tidak untuk empat
pihak :
a. Bagi bendaharawan, dapat mengetahui dengan jelas batas wewenang dan kewa-
jibannya, serta ada kontrol bagi dirinya;
b. Bagi lembaga/institusi (kementerian/departemen/unit kerja) memungkinkan ada
nya sistem kepemimpinan terbuka dan tidak menimbulkan rasa curiga-
202
mencurigai, serta ada arah yang jelas dalam penggunaan uang yang diterima;
c. Bagi atasan, mengetahui bagian anggaran yang telah dilaksanakan dan tingkat
keterlaksanaan, serta kendala yang dihadapi yang berguna sebagai bahan untuk
penyusunan anggaran tahun ajaran berikutnya;
d. Bagi BPK, ada patokan yang jelas dalam melakukan pengawasan terhadap uang
milik negara, dan ada dasar yang tegas untuk mengambil tindakan jika terjadi
penyimpangan/penyelewengan.
G. ADMINISTRASI HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT Bahwa sekolah adalah organisasi yang hidup di tengah-tengah lingkungan masyarakat.
Organisasi sekolah bersifat terbuka, dalam arti program dan kegiatannya dipengaruhi
oleh lingkungan di mana sekolah berada. Karenanya sekolah juga merupakan anggota
dari lingkungan masyarakat, yang mau tidak mau perlu menjalin hubungan dengan
masyarakat. Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan untuk saling mengisi
antara apa yang diinginkan sekolah dari masyarakat, dan apa yang diinginkan
masyarakat dari sekolah. Di sinilah perlunya peran “humas” sekolah. Humas dapat
terjadi di internal sekolah maupun eksternal, dengan berbagai wadah atau forum.
Ditinjau dari kepentingan sekolah dan kebutuhan masyarakat, hubungan sekolah
dengan masyarakat ini menurut T. Sianipar (1984:2-3) mempunyai tujuan :
1. Bagi Sekolah :
a. Memelihara kelangsungan hidup sekolah;
b. Meningkatkan mutu pendidikan sekolah;
c. Memperlancar proses belajar-mengajar;
d. Memperoleh bantuan dan dukungan dari masyarakat yang diperlukan dalam
pelaksanaan dan pengembangan program sekolah.
2. Bagi Masyarakat :
a. Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam hal
mental-spiritual;
b. Memperoleh bantuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang diha-
203
dapi masyarakat;
c. Menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan masyarakat;
d. Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang makin meningkat
kemampuannya.
204
DAFTAR KEPUSTAKAAN A. BUKU-BUKU : Atmodiwirio, Soebagio. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Cetakan Pertama.
Jakarta : PT. Ardadizya. Daryanto, H. 1999. Evaluasi Pendidikan. Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Gibson, James L., Ivancevich, John M., Donnelly, James H. Jr. 1996. Organisasi : Perilaku,
Struktur, Proses. Jilid I. Alih bahasa Nunuk Adiarni. Edisi Kedelapan. Jakarta : Binarupa Aksara.
Hasbullah. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada. Hasibuan, Malayu S.P. 2004. Manajemen : Dasar, Pengertian, dan Masalah. Edisi Revisi.
Cetakan ketiga. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Ihsan, Fuad. 1996. Dasar-dasar Kependidikan. Cetakan Pertama. Jakarta : Rineka Cipta. Kartono, Kartini. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah Pemimpin Abnormal itu?
Edisi Baru. Cetakan kedelapan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Cetakan pertama. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada. Nawawi, Hadari dan Martini. 1994. Ilmu Administrasi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta : Rineka Cipta. --------------------. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Edisi Revisi. Cetakan Kedua.
Jakarta : Rineka Cipta. Purwanto, Ngalim. 1998. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Cetakan kedelapan.
Bandung : Remaja Rosdakarya. Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Cetakan ke-1. Bandung : Alfabeta. Sagala, H. Syaiful. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.
Cetakan Kesatu. Bandung : Alfabeta. Sa’ud, Udin Syaefudin dan Syamsuddin Makmun, Abin. 2007. Perencanaan Pendidikan :
205
Suatu Pendekatan Komprehensif. Cetakan ketiga. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Siagian, Sondang P. 1996. Filsafat Administrasi. Cetakan kedua puluh empat. Jakarta : PT.
Toko Gunung Agung. Silalahi, Ulbert. 2033. Studi Tentang Ilmu Administrasi : Konsep, Teori, dan Dimensi.
Cetakan Kelima. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Sjam, Mardjiin. 1966. Kepemimpinan dalam Organisasi. Surabaya : Yayasan Pendidikan
Practice. Soetopo, Hendiyat dan Soemanto, Wasty. 1988. Kepemimpinan dan Supervisi
Pendidikan. Cetakan kedua. Jakarta : Bina Aksara. Sutarto. 2006. Dasar-dasar Organisasi. Cetakan ke-21. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. Sutisna, Oteng. 1989. Administrasi Pendidikan. Edisi Kelima. Bandung : Angkasa. Terry, George R. dan Leslie W. Rue. 2005. Dasar-dasar Manajemen. Alih bahasa G.A.
Ticoalu. Cetakan kesembilan. Jakarta : Bumi Aksara. Tilaar, H.A.R. 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Edisi Revisi. Cetakan
Kedua. Jakarta : Rineka Cipta. Wahjosumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Cetakan pertama. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada. Wijono, 1989. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta : Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikti Depdikbud. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.