ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

19
Media Budidaya Air Payau Perekayasaan, (7) 2008 PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA UDANG VANAME L. vannamei SEMI-INTENSIF PADA LOKASI TAMBAK SALINITAS TINGGI Darmawan Adiwidjaya, Supito dan Iwan Sumantri Abstrak Kondisi lingkungan kawasan tambak di Indonesia mempuyai karateristik yang berbeda terutama salinitas. Udang vaname salah satu komoditas udang yang mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas, yaitu mulai dari salintas 0 hingga 50 ppt. Oleh karena itu perlu kajian budidaya udang vaname pada kawasan ta.nbak dengan salinitas yang tinggi. Tujuan kegialan ini adalah memantapkcin kajian teknologi semi intensif pada budidaya udang vaname di tambak dan sebagai acuan untuk para pelaku usaha (stake holder) budidaya udang vaname di tingkat masyarakat menengah ke bawah Kajian dilakukan pada kawasan tambak di Lombok Tengali, yang menggunakan 2 petak dengan luasan 4.000 dan dilerigkapi dengan tandon. Persiapan tambak meliputi perbaikan kontruksi, petigolahan tanah dasar. Persiapari air dilakukan dengan steriiisai air dengan klorin, aplikasi probiotik dan penumbuhan plankton. Penebaran benur vaname yang berkualitas dengan kepadatan 25 ekor/m�. Adaptasi benih terliadap salinitas dari 32 menjadi 35 ppt. Ptnngelolaan air dengan menjaga kestabilan plankton dengan pemupukan. Penambahan air dilakukan hingga umur 1 bulan pemelitiaraan sebanyak 5 %. Pnda pemeliharaan bulan ke 2 hingga ke 4 dilakukan pergantian air sebanayak 5 - 10%yhari. Pemberian pakan tambahan dimulai setelah penebaran dengan jumiah disesuaikan dengan laju konsumsi pakan. Hasil kajian menunjukkan bahwa salinitas air tambak cenderung meningkat hingga 43 ppt. Parameter air iainnya menunjukkan nilai yag masiii pada kisaran yang baik untuk pemeliharaan udang. Pertumbuhan udang vaname pada salinitas di atas 43 ppt masih cukup baik, yaitu berkisar antara 15,45 - 15,75 gram dan sintasan (SR) di atas 68,5%. Berdasarkan kajian ini, secara umum produKtivitas udang vaname (I, vannamei) masih dapat dikembangkan di tiampir semua iahan pertambakan mulai dari salinitas 0 hingga di atas 40 ppt, namun kondisi lokasl tersebut masih daiam ekosistem dan mikroklimat pantai. Tingkat produksi udang vaname yang dicapai pada kegiatan ini adalah di atas 2,000 kg/ha/MT. Kate kunci: Vaname. Semi-intensif. Salinitas tinpgi. Lombok Tenaah - NTB. APLICATION TECHNOLOGY OF SEMI-INTENSIVE WHITE SHRIMP L. va/jna/ne/CULTURE IN HIGH SALINITY POND Darmawan Adiwidjaya, Supito and Iwan Sumantri Abstract Environment condition of Indonesia ponds have characteristicly different mainly thei salinity L vannamei is one of shrimp commodities which can life and wide range salinity on 0 - 50 ppt. Therefore it need to culture with high salinity� Aim of its to find a standard technology in semi-intensive culture of L. vannamei and as a pilot to shrimp farmer at middle - low level. Thfi experiment was done at Central Lombok ponds area with usage 2 ponds as 4,000 m� each, included 2 water reservoir. Pond preparation due to culture : pond reconstruction, bottom soil pond processing {draying. etc), 54

Transcript of ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Page 1: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Media Budidaya Air Payau Perekayasaan, (7) 2008

PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA UDANG VANAME L. vannamei SEMI-INTENSIF PADA LOKASI TAMBAK SALINITAS TINGGI

Darmawan Adiwidjaya, Supito dan Iwan Sumantri

Abstrak

Kondisi lingkungan kawasan tambak di Indonesia mempuyai karateristik yang berbeda terutama salinitas. Udang vaname salah satu komoditas udang yang mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas, yaitu mulai dari salintas 0 hingga 50 ppt. Oleh karena itu perlu kajian budidaya udang vaname pada kawasan ta.nbak dengan salinitas yang tinggi. Tujuan kegialan ini adalah memantapkcin kajian teknologi semi intensif pada budidaya udang vaname di tambak dan sebagai acuan untuk para pelaku usaha (stake holder) budidaya udang vaname di tingkat masyarakat menengah ke bawah

Kajian dilakukan pada kawasan tambak di Lombok Tengali, yang menggunakan 2 petak dengan luasan 4.000 dan dilerigkapi dengan tandon. Persiapan tambak meliputi perbaikan kontruksi, petigolahan tanah dasar. Persiapari air dilakukan dengan steriiisai air dengan klorin, aplikasi probiotik dan penumbuhan plankton. Penebaran benur vaname yang berkualitas dengan kepadatan 25 ekor/m�. Adaptasi benih terliadap salinitas dari 32 menjadi 35 ppt. Ptnngelolaan air dengan menjaga kestabilan plankton dengan pemupukan. Penambahan air dilakukan hingga umur 1 bulan pemelitiaraan sebanyak 5 %. Pnda pemeliharaan bulan ke 2 hingga ke 4 dilakukan pergantian air sebanayak 5 - 10%yhari. Pemberian pakan tambahan dimulai setelah penebaran dengan jumiah disesuaikan dengan laju konsumsi pakan. Hasil kajian menunjukkan bahwa salinitas air tambak cenderung meningkat hingga 43 ppt. Parameter air iainnya menunjukkan nilai yag masiii pada kisaran yang baik untuk pemeliharaan udang. Pertumbuhan udang vaname pada salinitas di atas 43 ppt masih cukup baik, yaitu berkisar antara 15,45 - 15,75 gram dan sintasan (SR) di atas 68,5%. Berdasarkan kajian ini, secara umum produKtivitas udang vaname (I, vannamei) masih dapat dikembangkan di tiampir semua iahan pertambakan mulai dari salinitas 0 hingga di atas 40 ppt, namun kondisi lokasl tersebut masih daiam ekosistem dan mikroklimat pantai. Tingkat produksi udang vaname yang dicapai pada kegiatan ini adalah di atas 2,000 kg/ha/MT. Kate kunci: Vaname. Semi-intensif. Salinitas tinpgi. Lombok Tenaah - NTB.

APLICATION TECHNOLOGY OF SEMI-INTENSIVE WHITE SHRIMP L. va/jna/ne/CULTURE IN HIGH SALINITY POND

Darmawan Adiwidjaya, Supito and Iwan Sumantri

Abstract

Environment condition of Indonesia ponds have characteristicly different mainly thei salinity L vannamei is one of shrimp commodities which can life and wide range salinity on 0

- 50 ppt. Therefore it need to culture with high

salinity� Aim of its to find a standard technology in semi-intensive culture of L. vannamei and as a pilot to shrimp farmer at middle

- low level.

Thfi experiment was done at Central Lombok ponds area with usage 2 ponds as 4,000 m� each, included 2 water reservoir. Pond preparation due to culture : pond reconstruction, bottom soil pond processing {draying. etc),

54

Page 2: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

m Media

Budidaya Air

Payau Perekayasaan,

(7)

2008

water chlorinatlon, probiotic application and culture of j3lanl<ton. Stocking density of seed around 25 pcs/m and adaption to the salinity become 35 ppt before stocking. Water stability of growth phytoplankton should be managed by fertilizing. After one month of culture, about 5% pond water should be added to the pond. Second till forth month of culture water circulation was done about 5-10 %/day. Artificial feed have given after stocking the seed and the quantity balanced by feed consumption rate,

Result of the experiment showed that salinity of ponds water have increased untill 43

- 45 ppt. Other water parameters quality still at optimum

range. Total production of shrimp around 2,697 - 2,742 kg/ha. or the size 15.45 - 15.75 gram/pcs with > 68.5% survival rate. Keywords : L vannamei. Semi-intensive. High salinity. Central Lombok - NTB.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar betakang

Usaha budidaya udang masih merupakan pilihan utama bag! para

petambak (pembudidaya) mulai dari teknologi budidaya udang sederhana hingcj super intensif. Terkait dengan animo pembudidaya tersebut, pemerintah juga turut mendukung untuk meningkatkan produksi udang nasional melalui berbagai program. BBPBAP Jepara sebagai UPT Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya selalu berusaha mengembangkan perekayrsaan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pembudidaya udang, terutama disesuaikan dengan spesifikasi lokasi. Demikian pula, SOP yang dibuat akan mengacu kepada inovasi baru dan spesifik lokasi, seliinga paket teknologi ini dapat diterapkan pada kondisi [okasi yang berbeda.

Komoditas udang secara umum dapat liidup pada toleransi salinitas yang cukup lias, yaitu mulai dari salintas 0 hingga 50 ppt. Namun untuk liidup dan berkembang secara optimal pada kisaran antara 15-30 ppt.

Beberapa jenis udang yang dikembangkan di tambak mempunyai ketahanan untuk hidup berbeda-beda (Anonim, 1985), seperti jenis udang putih lebih tahan pada salinitas tlnggi termasuk udang introduksi seperti vaname dan rostris. Potensi lahan pantai di Indonesia mempunyai variasi salinitas yang berbeda dan ini cukup berpeluang untuk pengembangan budidaya udang secara maksimal. Sehingga mempunyai peluang yang cukup besar untuk

meningkatkan produksi udang skala nasional. Terlebih dengan adanya udang introduksi jenis vaname yang sudah berkembang sejak tahun 2001 dan .3cara umum dapat dikembangkan di tambak yang bersalinitas tinggi

(Anonim, 2004). Setelah merebaknya serangan penyakit pada budidaya udang windu

{Penaeus monodon), ada kecenderungan udang introduksi seperti udang vaname (L vannamei) menjadi komoditas alternatif pada budidaya udang di tambak. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh udang vnname antara lain responsif terhadap pakan yang diberikan atau nafsu makan yang tinggi, lebih tahan terhadap serangan penyakit dan lingkungan yang kurang balk. Udang vaname juga memiliki pemasaran yang balk di tingkat internasional (Ariawan dkk, 2005).

55

Page 3: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Media Budidaya Air Payau Perekayasaan, (7) 2008

Namun tingkat produktivitas tambak udang vaname hinggi saat ini cenderung kurang menentu, bahkan sering terjadi kegagalan. Hal ini karena para pembudidaya masih kurang memperhatikan beberapa faktor kunci yang mendukung tingkat keberhasilan untuk teknologi budidaya udang vaname pola sederhana dan semi-intensif. Selama ini, pembudidaya masih menerapkan teknologi yang tidak memperhatikan kebutuhan biologis dan karakter udang vaname. Udang vaname secara umum mempunyai bihaviour yang cukup berbeda dengan jenis udang windu, terutama sifat aktif dan poia makan yang berbeda dengan udang windu. Penerapan teknologi dengan

pengendalian parameter kualitas lingkungan merupakan salah satu faktor

yang harus diperhatikan {Adiwidjaya dkk, 2001).

Salah satu potensi pertambakan di Indonesia, yaitu Kabupaten Lombok

Tengah merupakan daerah yang mempunyai potensi yang besar untuk

pengembangeii budidaya udang, walaupun secara umum mempunyai kondisi salinitas yang cukup tinggi. Hal ini dilihat dari kawasan tambak yang ada serta kondisi lingkungan yang balk. Hasil survei lapangan terdapat kawasan tambak sekitar 200 ha dl Desa Peras, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah yang hlngga saat ini belum dikelola secara optimal. Lahan terseibut berpotensi besar untuk dlkembangkan kegiatan budidaya udang.

Kawasan tambak yang ada di wilayah Kabupaten Lombok Tengah berada pada pantai selatan atau berhadapan dengan samudera Indonesia. Seperti wilayah lainnya, kondisi karaketeristik pantai selatan yang berhadapan dengan samudera Indonesia mempunyai ciri kontur tanah berbukit, mempunyai tebing yang terjal atau curam serta fluktuasi pasang surut yang tinggi. Ada beberapa kawasan dengan kontur tanah yang landai dan sangat berpontensi untuk pengembangan budidaya tambak walaupun salinitas air rolatif tinggi.

Untuk mempercepat alih teknologi budidaya tambak guna meningkatkan

pendapatan petambak diperlukan penerapan perekayasaan teknologi yang lansung di lokasi tambak rakyat. Oleh karena itu, BBPBAP Jepara bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Tengah dan Provin&i Nusa Tenggara Barat melekukan ujicoba budidaya

udang di kawasan tambak tersebut. 1.2. Tujuan

Memantapkan teknologi budidaya udang vaname pola semi-intensif di tambak dan sobagai acuan pembudidaya udang vaname di tingkat menengah ke bawah.

1.3. Sasarari

Menghasilkan paket teknologi budidaya udang vaname semiintensif di tambak dengan berat udang antara 16-17 gram/ekor dan sintasan lebih dari 65% selama pemeliharaan >100 hari.

56

Page 4: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

m Media

Budidaya Air

Payau Peretoyasaan, (7) 2008

II. BAHAN DAN METODA

2.1. Waktu dan Tempat

Kegiatari perekayasaan teknologi "Penerapan Teknologi Budidaya

Udang Vaname Pola Setni-lntensif Pada Lokasi Tambak Salinitas Tinggi" berlokasi di kawasan Desa Peras, Kecamatan Praya Timur, Kab. Lombok Tengah-NTB. Pelaksanaan kegiatan lapang dimulai bulan Juni sampai dengan Oktober 2007. Dengan lahan tambak milik pembudidaya dengan luas total sekitar 1,5 hektar dan konstruksi didesain untuk tambak sistem tertutup, 2.2, Bahan dan Alat

Unit tambak ujicoba terdiri dari 2 petak pombesaran udang, 1 petak tandon treatmen dan 1 petak tandon + biofilter. Bahan dan alat yang digunakan untuk kebutuhan satu petak/paket tercantum pada label 1 dan label 2.

Tabel 1. Bahan (per petak)

57

No. Uraian Satuan Jumllah 1 Benih udang vaname bebas virus ekor 100.000 2 Pakan buatan/komersial kg 1.500 3 Pakan segar (ikan rucah) kg 150 4 Desinfektan hama dan Penyakit galon 25 5 Saponin kg 100 6 Kapur kg 3.000 7 Pupuk organik dan anorganik paket 1 8 Probiotik liter 40 9 Feed Additive paket 1 10 Biofilter/Bioscreen paket 1 11 Solar liter 1.500 12 Olie diesel liter 30 13 Bahan Analisa Kualitas LIngkungan paket 1

Tabs! 2. Peralatan dan sarana

No. Uraian Satuan Jumlah

1 Unit Tambak (dempond) ha 1,5 2 Pompa air (diesel) unit 3 3 Kincir berangkai (diesel) - 2 tangan unit 1 4 Peralatan Lapangan paket 1 5 Peralatn Sampling paket 1 6 Gubug/Gudang unit 1 7 Sarana/Peraiatan Pendukung lainnya paket 1

Page 5: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Meaia Buclidaya Air Payau Perekayasaan, (7) 2008

2.3. Metoda

2.3.1. Lay out dan Konstruksi Tambak

Tambak yang digunakan untuk kajian ini adalah tambak sederhana yang sudah adu, kemudian didesain dan diperbaiki konstruksinya untuk dijadikan tambak pola semiintensif sistem semi tertutup. Lay out dan tata letak dengan cara menyesuaikan konstruksi dan tata letak petakan yang sudah ada sehingga dapat digunakan secara optimal untuk budidaya udang, yaitu dengan menggunakan sistem tandon atau biofilter. Dari saluran air dimasukan ke petak pengendapan terlebih dahulu. Petak pengendapan

sekaligus berfungsi sebagai petak tandon atau biofilter. Selanjutnya air dari petak pengendapan dipompa ke petak pembesaran udang. Rekonstruksi (redesain) tambak yang dilakukan adalah perbaikan pematang dengan cara pengedapan dengan pemasangan lapisan inti dari waring. Dengan tekstur tanah pada kawasan ini adalah liat debu berpasir, sehingga kurang kompsk dan kokoh untuk bangunan pematang. Peninggian beberapa bagian pematang dilakukan agar petakan tambak dapat diisi air pada ketinggian minimal 80 cm. Perbaikan pintu pembuangan dengan membuat pintu air sistem rnonik yang terbuat dari bahan kayu atau bambu. Pintu aitr pembuangan ini sekaligus berfungsi untuk panen udang. Konstruksi pintu air

dengan ukuran lebar 80 cm air. Dengan dimensi ukuran pintu air tersebut

petakan tambak ukuran 0,5 ha dapat dikeringkan dengan cepat selama

kurang lebih 2-3 jam, sehingt�a kualitas udang dapat dipertahankan dengan baik. Konsep dan ranoangan lay out dan desain konstruksi tambak udang sistem tertutup maupun semi tertutup dapat dilihat pada Gambar 1.

PetakPembuangnn Linibah

Gambar 1. Konsep lay out tambak sistem tertutup {Sumber: Adiwidjaya dkk, 2003)

2.3.2. Persiapan Tambak

Persiapan tambak dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah dasar tambak sebagai wadah/media pemeliharaan udang. Persyaratan kualitas tanah dasar tambak yang optimul adalah, pH 6,5-7,5; Kandungan bahan

organik tanah 5-10 12 % {Boyd, 1985); Nilai Redok potensial > -50 Mev

dan

susunan C/N Ratio > 11 (Avnimelech, 1999). Kegiatan persiapan tambak

58

--—* 11

PetJik

Trcatmen

t

Petak PemeliharaaTi

Udang

1 : . Petak Tandon

dan Biofilter

—-*--

Page 6: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Media Budidaya Air Payau Perskayasaan, (7) 2008

yang dilakukan adalah pengeringan tanah dasar, pengangkatan lumpur sisa

pakan dan bahan organik, perbaikan pH tanah. Pengeringan tanah dasar bertujuan untuk mengoksidasi tanah dasar sehingga terjadi percepatan penguraian bahan organik dan menguapkan gas beracun dalam tanah. Prosedur dan tahapan persiapan tambak secara fisik dapat dilihat pada Gambar 2. Teknik pengeringan tambak yang dilakukan adalah sebagai berlkut:

- Pembuatan caren/parit keliiing dan atau caren tengah dengan kedalaman 20-30 cm dengan ukuran lebar 0,5-1 m. Tujuan pembuatan caren untuk mempercepat pengeringan bagian pelataran. Pengeringan ini dilakukan hingga tanah kering dan retak-retak {kadar air 20 %). Apabila tanah sudah kering, dilakukan penglsian air untuk membasahi tanah dasar dengan mengisi air hingga seluruh dasar tambak terendam air, sekaligus dilakukan pencucian yang bertujuan untuk melarutkan firit yang terjadi selama proses oksidasi (pengeringan). Perendaman dilakukan selama 1-2 hari, kemudian dikeringkan kembali. Peralakuan ini dapat diulang hingga persiapan air.

- Pengukuran kualitas tanah lapisan olah (hingga kedalaman 10-15 cm dari permukaan. Parameter yang diukur adalah pH, bahan organik dan redoks. Pada kajian ini tidak dilakukan pembalikan tanah dasar tambak, karena nilai parameter kualitas tanah dasar tambak hingga kedalaman 10 cm menunjukkan nilal kisaran optimum. Pengukuran parameter kualitas tanah dari beberapa tempat dalam petakan tambak yaitu : bahan organik <12 %, pH tanah >6,5 dan redoks > -50 m.V.

- Pengapuran tanah dasar hanya diberikan pada bagian tanah dasar yang tidak dapat dikeringkan dengan baik yaitu pada bagian caren tambak dengan dosis 10-20 g/m�. Hal ini mengingat nilai pH tanah dasar pada pelataran mencapai >6,5. Tujuan pengapuran dasar tambak adalah untuk menlngkatkan nilai pH tanah dasar. Jenis kapur yang ada dan digunakan adalah Ca{0H)2 yang didapatkan dari daerah Praya Lombok Tengah, Penggunaan kapur harus disesuaikan dengan kebutuhan, karena kelebihan kalsium dari kapur akan dapat mengikat pospat {P2O5) sehingga akan mengurangi kesuburan plankton.

Gambar 2. Tahapan persiapan lahan

59

Page 7: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Media Budidaya Air Payau Pereloyasaan, (7) 2008

2.3.3. Persiapan Air Media

Persiapan air media pemeliharaan di tambak sebelum dilakukan penebranan benih. Saiah satu contoh tahapan persiapan air media pemeliharaan pada budidaya udang terlihat pada Gambar 3. Kegiatan persiapa air media sebagai berikut:

- Petak pengendapan air diisi dari saluran (sungai) dan diendapkan selama minimal 1 hari. Dari petak tandon selanjutnya dimasukan ke petak pemeliharaan udang hingga ketinggian minimal 80 cm. Untuk mencegah masuknya kotoran dan hewan air lainnya, pemasukan air ke petak pemeliharaan udang menggunakan saringan kasa mesh size 1 mm.

- Sterilisasi air pada petak pemeliharaan udang dengan kaporit (dosis 20 - 30 ppm) bertujuan untuk membunuh bakteri vibrio. Aplikasi kaporit dilakukan pada sore hari (jam 17.00) untuk meningkatkan efektiviatas daya racunnya.

- Penebaran probiotik dari jenis Bacillus sp, Rodobacter sp dan Nitrobacter sp sebagai bakteri pengurai dengan dosis 1 ppm {dari bibit bakteri dengan kepadatan > 10® sel/ml. Aplikasi probiotik dilakukan setelah 2-3 hari atau kandungan klorin sudah netral sebagai bakteri pengurai bahan organik dalam tambak.

- Penumbuhan plankton pada petak pemeliharaan udang dengan aplikasi pupuk organik (trace element) dengan dosis 0,1 ppm dan anorganik urea dan TSP perbandingan 1 : 1 dangan dosis 1-3 ppm, serta inokulasi bibit plankton Chlorella sp. Kepadatan plankton adalah pada nilai kecerahan 35-45 cm dengan warna hijau kecoklatan muda yang didominasi oleh klas Cloropiceae. Penebaran benih siap dilakukan bila persiapan air baik yang ditandai plaknton telah tumbuh dengan kecerahan 30-40 cm. Kandungan pospat dalam air minimal 0,25 ppm.

- Penebaran ikan-ikan bandeng {filter feeder) atau ikan lainnya (ikan nila, mujahir) serta penumbuhan ganggang atau tumbuhan air lainnya (rumput laut) pada petak tandon sebagai biofilter atau bioscreen.

Gambar 3. tahap penyiapan air media

60

Page 8: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

- Benih udang vaname sampai di lokasi tambak dilakukan adaptasi

m Media

Budidaya Air

Payati Perel<ayasaan, (7) 2008

2.3.4. Pemilihan dan Penebaran Benih

a. Pemilihan benih

Untuk mendapatkan benih yang mempunyai ketahanan tinggi dan bebas dari infeksi penyakit SEMBV perlu dilakukan pemilihan benih sebagai berikut:

- Melakukan uji visual meliputl keseragaman ukuran, keseragaman warna, gerakan dan bersih dari patogen. Keseragaman benih yang baik > 95 %. Ukuran benih yang digunakan adalah di atas PL-12,

- Melakukan ketahanan dan Uji PGR untuk mengetahui infeksi virus, - Benih udang yang sudah dipilih selanjutnya diadaptasikan sesuai

saiinitas air tambak untuk memperkecil resiko kematian pada adaptasi lingkungan saat penebaran.

b. Penebaran benih Berih, yang telah diuji dan penyesuaikan salinitcis media dengan

saiinitas air tambak kemudian ditebar dengan cara sebagai berikut; - Padmt tebar benih vaname yang berkualitas pada kegiatan ini

adalah sekitar 25 ekor/m� dengan jumlah petakan 2 unit (Tabel 3).

label 3. Jumlah penebaran benih vaname

suhu dengan cara mengapungkan kantong pengangkL.tan benih pada air tambak. Selanjutnya kantung dibuke. dan ditambah air tambak sedikit demi sedikit. Adaptasi suhu cukup bila benih sudah aktif berenang (Gambar 4).

- Setelah suhu air dalem kantong dan air tambak sama, selanjutnya benih dimasukan dalam ember/waskom yang benvarna cerah dan ditambah air tambak sedikit demi sedikit.

- Ember atau waskom kemudian dimiringkan. Benih yang sehat akan berenang aktif keluar ke tambak. Sebaliknya benih yang kurang baik/sehat akan pasif atau diam dalam ember. (Gambar 5)

61

Petakan Luas

(m�)

Jumlah

Tebar

(ekor)

Padat Tebar Per m�

(ekor)

Teknologi Sumber

Dana

A. 4.000 100.000 25 Semi intensif

BBPBAP

Jepara B.

1 4.000 100.000 25 Semi

inteiiisif Petani

+Pemda

Page 9: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Gambar 4. Adapatasi benih udang vaname terhadap suhu

Gambar 5. Penebaran benih udangvaname ke tambak

2.3.5. Pemeliharaan

a. Pengelolaan pakan

Pengelolaan pakan meliputi ukuran, jumlah dan frekuensi pemberian disesuaikan dengan kondisi udang di tambak. Prinsip dasar pemberian pakan adalah pakan diberikan dengan jumlah maksimum pada saat laju komsumsl harian meningkat, sebaliknya jumlah pakan harus dikurangi bila laju komsumsi harian menurun. Tingkat laju konsumsi pakan buatan dapat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan alami dalam tambak, kondisi udang. kualitas pakan dan kualitas lingkungan. Program pemberian pakan tercantum pada label 4. Teknik pemberian pakan pada kegiatan ini adalah sebagai berikut:

- Pemberian pakan tambahan mulai diberikan darl penebaran benih

dengan ukuran dan jumlah pakan disesuaikan dengan ukuran udang yang diukur tiap 7-10 hari sekali

- Pengamatan nafsu makan dilakukan setiap pemberian pakan melalui kontrol pada anco. Jumlah pakan di anco adalah 0,8 - 1% dari jumlah pemberian dengan lama waktu pengamatan 2-3 jam. Jumlah anco minimal 4 buah per petak. Bila selama periode pengamatan jumlah pakan dalam anco tidak habis, jumlah pakan berlkutnya dikurangi sebanyak 20 - 30%. Sebalikny bila pakan habis sebelum lama waktu pengamatan, jumlah pakan ditambah 10 - 20%.

- Pemberian feed additive berupa vitamin dan meneral secara

periodik 2 kali seminggu dilakukan melalui pakan untuk

62

Page 10: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

o>

1

o

o

1

o CO

Sumber: Anonim, 2004

m Media

Budidaya Air

Payau Perekayasaan, (7) i\008

meningkatkan ketahanan udang dari serangan patogen penyakit. Jenis feed aditive adalah vitamin C. Cara f'Snnberian melalui pakan segar berupa ikan rucah dengan dosis 2-3 gram/kg pakan. Teknik pengkayaan pakan segar dengan malarutkan vitamin C dalam air tawar, kemudian cacahan ikan segar dimasukan (rendam) dengan perbandingan 1 It air ; 1 kg ikan segar/rucah. Setelah sekitar 1 jam perendaman ikan segar siap diberikan ke udang.

Tabel 4. Ukuran, dosis, frekuensi pemberian dan waktu pengamatan paksn di anco.

b. Pengelolaan lingkungan air dsin lumpur dasar, Pengelolaaii air bertujuan untuk mempertahankan kualltas air yang

layak dan stabil pada petak pembesaran udang dan mencegah infeksi penyakit untuk pertumbuhan udang. Pengamatan dan peng Jkuran parameter kualitas air sebagai parameter kunci diiakukan secara rutin (Tabel 5).

Tabel 5. KIsaran parameter kualitas air dan tanah yang optimal

Setiap penambahan air baru dari saluran, harus dikondisikan pada petak tandon/biofilter selama tidak kurang dari 2 harl, Untuk antlsipasi salinitas yang semakin tinngi diperlukan pengelolaan penggantlan air merupakan salah satu teknik yang diterapkan. Persentase penggantian air harian menjadi solus! untuk membuat air media dalam kondisi optimal dan salinitas tidak terlalu

tinggi. Penggantian air yang baru dari air sumber (dari luar dimasukan ke petak tandon terlebuh dahulu) dapat mencapai 50% pada kondisi darurat.

63

No Umur Est. Ukuran Dosis Frekuensi Pengamata

Bobot (Diet) Pakan Pemberia n pada (9') (%) n Anco (X) (iam)

1 Bulan 1 >4 D-l 10-20 2 2-3 2 Bulan 11 5-10 D-l + D-ll

3 2 3 Bulan 111 11 -21 D-ll + D-lll 4-6 4 1,5-2 4 Bulan IV 22 - 33 D-lll 2-4 4-5 1 -1,5

No. Parameter air/tanah Kisaran Optimal Keterangan 1 Suhu oC 28-32 2 Salinitas (ppt) 5-30 Fluktuasi harian < 5 ppt 3 pHAir 7.8 - 8,2 Fluktuasi harian < 0,5 4 Alkalinltas (ppm) 90-150 5 Kecerahan (cm)

6 Ketinggian Air (cm) 100-150 Sesuai teknologi 7 TOM (ppm) < 150 8 Oksigen Terkarut (ppm) >3,5 9 Redoks P. Tanah (m.V) >-100 10 pH Tanah 6,0-8,0 11 Bahan Organik Tanah (%) 6,0-9.0

Page 11: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Media Budidaya Air Payau Perekayasaan, (7) 2008

c. Pengamatan pertumbuhan dan kondisi udang Pengamatan kondisi kesehatan udang meliputi gerakan, warna, kondisi

usus dan nafsu makan dilakukan setiap hari. Pengamatan dan pengukuran laju pertumbuhan udang dan perhitungan pakan dilakukan setiap 7-10 hari sekali. Pengambilan sampei udang dengan menggunakan jala tebar.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Produksi

Produksi udang pada kedua petak tambak ujicoba dengan kondisi unit

tambaknya yang sudali mengalami perubahan desain konstruksi dan berada pada area kawasan salinitas air sumber di atas 38 ppt. Diperoleli tingkat keberhasilan produksi dari kedua petak yang bersalinitas tinggi adalah cukup baik dan mencnpai target yang dlhiarapkan. yaitu > 2.500 kg/ha/MT (label 6). Dari tingkat produksi pada kegiatan ini dapat dikatakan cukup optimal, karena target produksi pada teknologi budidaya udang vaname pola semi-intensif minimal 2.000 kg/ha/MT (Anonim 2004). 3.2. Pertumbuhan

Laju pertumbuhan udang yang dihasilkan pada kajian budidaya udang vaname {Litopenaeus vannamei) semiintensif di lahan salinitas tinggi adalah sedikit lebih rendah dari laju pertumbuhan yang normal. Pertumbuhan pertambahan berat individu udang vaname rata-rata pada kondisi salinitas optimal yang dipelihara selama 105 hari berkisar antara 15,5 - 17,5 gram.

Sedangl�an hasii berat rata-rata pada salinitas > 43 ppt pada kegiatan ini berkisar antara 15,45 - 15,75 gram. Pertumbuhan normal udang vaname pola intensif pada salinitas antara 15-30 ppt berkisar antara 17 0 - 20,0 gram dengan umur pemeliharaan 120 hari (Anonim, 2004).

Kurang optimalnya pertumbahan disebabkan salinitas air tambak pemeliharaan udang yang tinggi pada kedua petak, yaitu berkisar 43 - 45 ppt. Dengan proses pergantian antara 10 - 20% per hari (air sumber berkisar antara 37 - 40 ppt) dapat mempertahankan kestabilan salinitas di tambak antara 43 - 45 ppt. Pada salinitas yang tinggi diduga banyak energi yang diberikan dari pakan tambahan dimanfaatkan untuk proses metabolisme udang. Laju pertumbuhan udang yang tinggi pada kisaran salinitas air payau antara 5-30 ppt (Anonim, 2004). Untuk mendapatkan salinitas yang optimal perlu dilakukar. pengaturan musim tebar, yaitu pemeliharaan udang pada kawasan tambak ini lebih optimal dilakukan pada musim penghujan sehingga masih mendapatkan air tawar dari pengaruh hujan. Hal ini mengingat sumber air pada kawasan tambak ini tidakterdapat sungai air tawar.

Secara umum jenis udang akan tumbuh baik dan optimal dengan cara

dipelihara pada lokasi air sumber yang bersalinitas optimal, yaitu < 30 ppt

(Anonim, 1985). Ada beberapa kasus pertumbuhan optimal dan normal pada salinitas di atas 40 ppt dengan persyaratan parameter kualitas air lainnya harus mendukung, sebagai contoh kandungan bahan organik (TOM)

< 150

64

Page 12: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

J y. �--- I -----..... I...... Catalan: Periode pemeliharaan antara Juli s/d Oktober 2007

m Media

Budidaya Air

Payau Pereitayasaan,

(7) 2008

ppm, suhu 28 - 32°C, fluktuasi pH harian antara pagi dan sore tidak lebih dari nilai 0,4 dan oksigen terlarut > 3,5 ppnn (Anonim, 2004). 3.3. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate — Sinl�san)

Kelangsungan hidup udang vananne pada kegiatan ujicoba ini

menunjukkan nilai yang cukup balk yaitu pada Petak-A 68,5 % dan Petak-B 71,0%. Tingginya slntasan (SR) udang diduga disebabkan oleh faktor penebaran dan pengelolaan lingkungan yang optinnal dan dijaga stabilitasnya. Tabel 6. Produksi hasil kajian perekayasaan pada budidaya udang vaname

di tambak {Desa Peras, Kec. Praya Timur, Lonnbok Tengah-NTB)

16 Pr-''

§ 2 ZMTZZZZteSI � i 10 � 11 5

1 6 'iKHZOfl 111 I a � , 11 ip I

Q Petak-A m Petak-B □ Kontrol

;rrilmmliMitli 1 30 45 60 75 90 105

Umur Pemeliharaan (harl)

Gambar 5. Grafik pertumbuhan udang vaname pada salinitas tinggi

65

No.

Komponen

Petak-A (Salinitas Tinggi) )-

Tek. Semiintensif

Petak-B

(Salinitas Tmggi)-Tek. Semiintensif

Tambak Intensif

(Salinitas Optimal)

(Anonim, 2004) 1 Luas Petakan (in2) 4.000 4.000 4.000 2 Julah Tebar (ekor) 100.000 100.000 300.000

3

Padat Tebar (ekor/m2)

25

25

75

4 Umur Pemeliharaan 105 105 105 5 Bobot Rataan (g) 15,75 15,45 17,1 6 Size (ekor/kg) 63 65 57,8 7 Kelasunpan hidup (%) 68,5 71,0 65,22 8 Biomass (kg) 1,078,9 1.097,0 4.423 9 Jumlah Pakan (kg) 1.525 1.575 6.990 10 FCR 1,41 1,44 1,58 11 Produksi/ha 2.697 2.742 11.057

12

Biaya Produksi/kg (Rp)

23.500,-

23.500,-

28.500,-

13 Harga Juai/kg (Rp) 34.250,- 33.750,- 35.660,- 14 Keuntungan/kg (Rp) 10.750,- 10.250,- 7.160,-

Page 13: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Ket: Ketinggian air diukur dari plataran tambak (caren dalamnya sekitar 30 cm).

Media Budidaya Air Payau Perei<ayasaan, (7) 2008

Dan faktor lainnya seperti benih vaname yang ditebar cukup berkualitas dan bebas virus. Pengelolaan air selama penneliharaan diatur agar tetap kondisi yang stabil. Peningkatan salinitas harian tidak iebih dari 2 ppt. Dengan

pegelolaan air tambak yang baik menyebabkan fluktuasi parameter harian yang rendah dapat mengurangi stres pada udang. 3.4. Parameter Kualitas Lingkungan

Parameter kualitas lingkungan pada media pemeliharaan beberapa jenis

udang harus terpenuhi, demikian pula halnya dengan jenis udang vaname. Dari hasil pengamatan selama kegiatan berlangsung. terlihat ada beberapa parameter terukur pada kualitas lingkungan yang kurang optimal dan cukup berdarnpak negatlf terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup komoditas udang vaname yang dipelihara. Data parameter kualitas lingkungan pada kegiatan ujicoba terlihat padaTabel 7.

Tabel 7. Kisaran parameter kualitas lingkungan air media selama pemeliharaan

3.4.1. Suhu Suhu air merupakan salah satu faktor pembatas yang nyata dalam

kehidupan udang di tambak. Seringkall didapatkan udang mengalami stres dan bahkan rnati disebabkan oleh perubahan suhu yang fluktuatif. Keadaan seperti ini aerir.g terjadi pada tambak dengan kedalaman kurang dari sUu meter atau kondisi cuaca yang tidak menentu. Sebagai contoh n'.usim kemarau (musim bediding) dan perbedaan suhu yang sangat mencolok antara slang dan malam hari. Berdasarkan hasil penelitian, terbukti bahwa pad£i suhu rendah metabolisme udang menjadi rendah dan secara nyata berpengaruh terhadap nafsu makan udang menurun (Byod, 1989). Sementara dan hasil pengamatan pengamatan pada kedua petak ujicoba berkisar antara 27,5 - 31,0 °C. Kondisi suhu seperti ini dapat dikatakan masih dalarn kisaran optimal untuk kegiatan budidaya udang. Sedangkan nilai suhu optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan udang berkisar antara 28,0 - 31,5 °C (Anonim, 1985 dan Ahmad, 1991). Untuk

66

Mo. Parameter air/tanah Petak-A Petak-B 1 Suhu °C 27,5-31,5 27,5-31,0 2 Salinitas (pp*:) 43-45 43-45 3 pH Air 7,7 - 8,5 7,8-8,4 4 Alkalinitas (ppm) 92 " 135 91 - 136 5 Kecerahan (cm) 36-44 34-45 6 Ketinggian air (cm) 70-80 70-80 7 TOM (ppm) < 140 < 138 8 Oksigen Terkarut (ppm) >3,5 > 3,5 9 RedoksTanah (m.V) >-150 >- 148

10 jdH Tanah 6,6-7,8 6.5-7,9 11 Bahan Organik Tanah (%) 9,8-10,9 9,7-10,6

Page 14: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Media Budidaya Air Payau Perekayasaan, (7) 2008

mengantisipasi kondisi musim tanam kaitannya dentjan kondisi suhu yang fluktuatif diperlukan strategi musim tanam komoditas budidaya tambak yang tepat (Adiwidjaya dan Murdjani, 2005).

3.4.2. Salinitas

Setiap organisme (biota) air payau mempunyai toleransi yang berbeda

terhadap kandungan salinitas (kadar garam). Salinitas air media pemeliharaan pada umumnya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang (Anonim, 1985 dan Ahmad, 1991). Jenis udang pada umumnya dapat hidup dan mempunyai tolerarsi pada salinitas antara 0-50 ppt (Anonim, 1985). Namun untuk tumbuh dan berkembangnya organisme yang dibudidayakan mempunyai toleransi optimal. Kandungan salinitas air terdiri dari garam-garam mineral yang banyak rnanfaatnya untuk kehidupan organisme air payau di tambak. Udang vaname yang dipelihara di tambak akan tumbuh baik (optimal) pada kisaran salinitas antara 5-30 ppt (Anonim, 2004). Ncjmun apabila salinitas di bawah 5 ppt dan di atas 30 ppt biasanya pertumbuhan udang windu relatif lambat, Ini terkait dengan proses osmoregulasi dimana akan mengalami gangguan, terutama pada saat udang sedang ganti kulit dan proses metabolisme.

Dari hasil pengamatan selama masa pemeliharaan terhadap parameter salinitas air pada kedua petak terukur berkisar antara 43,0 - 45,0 ppt, ini

menunjukkan nilai kisaran yang kurang optimal untuk perkembangan udang vaname. Kondisi salinitas seperti ini secara langsung dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkat kelangsungan hidup udang yang dipelihara. Sebagai contoh salinitas di atas kisaran optimal dapat menyebabkan pertambahan berat udang vaname akan terhambat, yaitu akan terjadi proses metabolisme yang kurang seimbang dan banyak energi yang hilang untuk mempertahankan hidup akibat penyesuaian terhadap salinitas air media (Anonim, 1985 dan Anonim, 2004).

3.4.3. pHAir Nilai pH perairan dengan variasi terkecil memiliki penganjh yang besar

terhadap ekosistem perairan, karena nilai pH perairan sangat berperan dalam mempengaruhi proses dan kecepatan reaksi kimia didalam air maupun reaksi biokimia di dalam tubuh organisme serta dapat mempengaruhi daya racun suat'- senyawa terhadap organisme air. Untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik organisme air (ikan dan udang) memerlukan medium dengan kisaran pH antara 6.8 - 8.5 (Ahmad, 1991 dan Boyd, 1992). Pada pH dibawah 4,5 atau diatas 9,0 ikan atau udang akan rnudah sakit dan lemah, dan nafru makan menurun bahkan udang cenderung keropos dan berlumut.

Apabila nila pH yang lebih besar dari 10 akan bersifat lethal bagi ikan

maupun udang (Anonim, 1985 dan Ahmad, 1991).

Hasil pengamatan pada kedua petak ujicoba terukur kandungan nilai pH air media pemeliharaan berkisar antara 7,7 - 8,5. Kondis.i nilai pH pada

kegiatan Ini termasuk dalam kategori kisaran yang optimal untuk pemelihraan udang vaname. Nilai pH Ini dipertahankan selama masa pemeliharaan atas dasar perlakuan aplikasi kapur (dolomit) dengan dosis antara 5 - 15 ppm.

67

Page 15: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Media Budidaya Air Payau Perekayasaan, (7) 2008

Karena untuk memporoleh nilai pH yang optimal diperlukan apiikasi kapur pada saat masa pemeliharaan udang di tambak (Boyd, 1982 dan Adwidjaya dkk, 2001), yaitu menggunakan beberapa jenis kapur yang dianjurkan dengan dosis nntara 5-20 ppm (sesuaikan dengan jenis kapur yang diaplikasikan).

3.4.4. AlkeJinitas Aikalinitas adalah kumpulan seluruh anion di dalam badan air. Alkalinitas

menggambarkan kapasilas buffer air yang dinyatakan dalam mg/l dari CaC03. Semakin sadah air, semakin baik bagi usaha budidaya ikan maupun udany dengan nilai optlmalnya 120 mg/l dan nilai maksimumnya 200 mg/l. Ketiadahan total merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proporsi ion magnesium dan kalsium (Anonim., 1985 dan Ahmad., 1991). Parameter ini diukur untuk menyediakan tambak udang dengan kondisi yang identik dengan lingkungan alaminya. Perairan dengan alkalinitas rendah mempunyai daya penyangga (buffer capacity) yang renda i terhadap perubahan pH. Aikalinitas air sangat erat kaitannya dengan tersedianya karbondioksida (CO2) untuk proses fotosintesis tumbuhan air terutama fitoplankton.

Kondisi alkalinitas yang didapat dari hasil pengamatan dari kedua petak

sample memberikan gambaran yang cukup optimal, yaitu .berkisar antara 91,0

- 136,0 ppm. Dengan kondisi alkalinitas seperti ini dapat dikatakan

bahwa untuk kegiatan budidaya udang atau ikan sangat optimal, sementara alkalinitas yang optimal untuk kegiatan budidaya udang vaname berkisar antara 90 - 150 ppm (Anonim, 2004). Untuk menjaga kondisi alkalinitas stabif dan optimal sebagai bufl'er pH diperlukan apiikasi kapur dengan jenis, dosis dan waktu yang tepat (Boyd, 1982 dan Adwidjaya dkk, 2001), dan apabila nilai alkalinitcs di atas 150 ppm diperlukan pengenceran salinitas dan kepekatan plankton seita oksigenasi yang cukup (Adiwidjaya dkk, 2003).

3.4.5. TOM Air (Bahan Organik Total) Kandungan bahan organik, baik pada perairan umum maupjn petakan

tambak dalam jumlah yang tinggi merupakan hambatan bagi kehidupan organisme yang dipelihara. Hal ini akan mengalami pengendapan dan terdekomposisi menjadi senyawa yang bersifat racun bagi udang dan organisme lainnya, seperti gas beracun berupa amonia (NH3), d m Nitrit (NO2). Kisara i yang optimal kandungan bahan organik (TOM) pada air media pemeliharaan udang adalah kurang dari 150 ppm (Anonim, 2002). Bahan organik yang diukur ini merupakan akumulasi dari berbagai macam sumber bahan yaitu bahan organik yang berasal dari limbah biota air yang mati maupun tanaman berupa fitoplankton dan tanaman lain, atau sisa pakan serta organisme yang masih hidup.

Data totcil kandungan bahan organik dari hasil pengamatan pada kedua

petak pemeliharaan udang vaname Ini berkisar antara 138 - 140 ppm, dari

data total bahan organik ini termasuk dalam kisaran yang optimal. Hasil yang

optimal ini dapat dieiiminir dengan teknik penggunaan tandon air biofilter sebelum air dimasukkan ke petak pemelihraan udang vaname. Karena

penggunaan tandon air dalam proses pemeliharaan udang pada saat

68

Page 16: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

m Media

Budidaya Air

Payau Perekayasaan,

(7) 2008

sekarang merupakan hal yang dibutuhkan, Sebagai contoh air sumber yang akan digunakan hams melalui petak tandon pengendapan dan aplikasi biofilter multispecies (Adiwidjaya dkk, 2001 dan Ahmad, 1991).

3.4.6. Oksigen Terlarut Kelarutan oksigen dalam air media pemeliharaan merupakan parameter

kunci dalam setlap kehidupan organisme air (Boyd, 1989). Konsentrasi maksimum oksigen di air sangat tergantung pada tekanan atmosfir, konsentrasi garam, dan temperatur. Konsentrasi oksigen yany rendah, dibawah 1,5 mg/l bersifat lethal bagi ikan maupun udang. Sedangkan kondisi ideal bagi pertumbuhan ikan dan udang adalah pada konsrsntrasi di atas 3.5 mg/l hingga konsentrasi saturasi (Anonim, 1991 dan Anonim, 2004).

Hasil pengamatan dari kegiatan ini selama kurun waktu pemeliharaan udang vaname pada kedua petak terukur di atas 3,5 ppm. Dari data oksigen terlarut pada kedua petak pemeliharaan ini cukup layak untuk mendukung pertumbuhan dan tingkat kelangsungan udang vaname, karena usaha untuk meningkatkan kahdungan oksigen di atas 3,5 ppm dalam air media pemeliharaan udang dapat dilaksanakan dengan cara pergantian/sirkulasi air dan penambahan baik jumlah mapun jam operasional kincir air (Adiwidjaya dkk, 2003). Sehingga pada akhirnya dapat mengatasi kondisi kelarutan oksigen yang opotimal dalam air media pemeliharaan udang.

3.4.7. Redoks Potensial Redoks potensi&l pada sedimen dasar tambak adalah menggambarkan

intensitas oksidasi dan reduksi yang terjadi. Suatu substansi dapat terakumulasi dan tidak teroksidasi oleh oksigen karena keterbatasan cadangan oksigen. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan substansi tersebut. melepaskari eiektron yang selanjutnya mengakibatkEin senyawa lain tereduksl. Limbah organik yang mengalami transformasi secara biokimiawi oleh bakteri selalu melibatkan proses oksidasi dan reduksi. Bahan organik yang ada di dasar harus dioksidasi melalui proses pengeringan yang cukup (bila perlu dengan pembalikan dan atau pengangkatan lapisan tanah dasar). Cukup tidaknya proses oksidasi dapat dilihat dari nilai pengukuran Redoks Potensial (Reduksi-Oksidasi). Bila bahan-b�han tereduksi sudah teroksidasi

(termasuk bahan organik) maka nilai Potensial Redoks (ORP == Oxydatlon- Reduction Potential) positif. Potensial redoks tanah dasar tambak untuk

budidaya udang tidak lebih dari minus 150 m.V seiarna masa pemeliharaan

(Boyd, 1992), sementara kisaran optimal tanah dasar tambak adalah antara nilai plus s/d minus 200 m.V.

Kondisi redoks potensial selama kegiatan ini berlangsung diukur setiap 1 bulan sekali dengan hasil berkisara antara -148 s/d -150 m.V. Hasll

pengamatan dan analisa potensial redoks ini termasuk pada kondisi yang

optimal. Hal ini diduga kondisi kandungan bahan organik yang terakumulasi di dasar tambak masih relatif baik. Karena pada dasarnya kondisi potensial redoks tanah dapat diperbaiki dengan cara mengendaluort bahan organik yang dapat terakumulasi di dasar tambak dan pengoksidasian yang cukup (Adwidjaya dkk, 2001 dan Anonim, 2004).

69

Page 17: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Km Media

Budidaya Air

Payau Pemkayasaan, (7) 2008

3.4.8. pH Tanah

Derajat kesaman (pH) tanah banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor pembentuknya, antara lain bahan organik dan berbagai jenis organisme air yang mengalami pembusukan, logam berat (besi, timah dan boukslt, dll). Biasanya pH tane h dasar tambak yang rendah diikuti tingginya kandungar. bahan organik tanah yang terakumulasi dan tidak terjadi oksidasi yL,ig sempurna. Sedangkan pH tanah yang rendah cenderung dipengaruhi oleh kandungan logam berat seperti besi, timah dan logam lainnya. pH tanah yang optimal untuk kegiatan budidaya udang dan ikan berkisar antara 6,5 - 8,0

(Anonim, 1986 dan Boyd, 1995). Lahan-lahan yang memiliki pH rendah dan

pirit yang tinggi, kadar phosphat harus dijaga agar tetap tinggi dengan tujuan untuk menjaga kestabllan plankton. Apabila pH turun, phosphat terikat oleh besi maka akan mengganggu kemelimpahan dan kestabilan plankton. Bila plankton mati, maka pH cenderung turun dan udang akan keracunan zat besi.

Hasil pengukuran pH tanah selama masa pemeliharaan pada kedua petak (Petak-A dan Petak Petak-B) berkisara antara 6,5 - 7,9. Dengan kondisi pH tanah seperti ini dapat dikatakan cukup mendukung untuk budidaya udang vaname. Terjaganya kondisi pH tanah yang stabii dikarenakan selama masa pemeliharaan dilakukan aplikasi kapur secara periodik dengan dosis antara 5-20 ppm pada setiap kondisi pH mengalami penurunan kurang dari 6,5.

3.4.9. Bahan Organik Tanah

Kandungan bahan oganik tanah adalah merupakan sumber polutan di lingkungan perairan, khususnya lingkungan tambak untuk budidaya adang. Limbah kotoran udang dan sisa pakan serta organisme yang mati akan mengalami akumulasi di dasar tambak. sehingga dalam proses dekomposisinya akan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat racun dan dapat berdampak negatif, bahkan dapat pula mematikan udang yang dipelihara. Secara umum bahan organik tanah dapat dikendalikan dengan cara mengoptimal pada saat proses persiapan awal dan selama masa pemeliharaan. Bahan organik tanah yang optimal berkisar antara 6 - 9% (Anonim, 1985 dan Boyd, 1995). Data lain mensyaratkan bahwa kandungan bahan organik tanah maksimal 12% (Ahmad, 1991 dan Anonim, 2004).

Dari hasil pengamatan terhadap kadar bahan organik tanah pada kedua petak tambak berkisar antara 9,7 - 10,6%. Data ini terlihat adanya kandungan bahan organik tanah sedikit melebihi batas optimal yang dipersyaratkan, namun masih pada kondisi batas maksimai. Untuk mengeliminir bahan organik tanah dapat dilakukan beberapa cara, yaitu melakukan proses pengerlngan yang optimal, pembuangan sisa kotoran

(pengupasan) lapisan tanah dasar, pencucian, pembalikan/pengolahan dan pengapuran secukupnya (Adiwidjaya dkk, 2001).

70

Page 18: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

Media Budidaya Air Payau Perel<ayasaan, (7) 2003

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari hasil kegiatan perekaysaan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: - Pertumbuhan udang masih dapat tumbuh pada salinita tinggi (43 -

45 ppt) walaupun (aju pertumbuhan di bawah kond'si normal, - Dengan tingginya salinitas cenderung berpengaruh terhadap

naiknya tingkat konsumsi pakan tambahan yang diberikan, yaitu FCR di atas 1,4 : 1,

- Tingkat kelangsungan hidup (sintasan) udang vaname cukup baik yaitu lebili dari 68 %, sehingga cukup memberikan tingkat produktivitas lahan bersaiinitas tinggi,

- Salah satu keberhasilan produktivitas tambak pada budidaya udang vaname di lokasi salinitas tinggi adalah frekuensi dan persentase penggantian air. Sirkulasi dan penggantian ini dapat menekan iaju peningkatan salinitas pada air media pemeliharaan udang dan dapat mengeliminir parameter lainnya yang berbahaya bagi kehidupan udang vaname.

4.2. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukan pada kegiatan ini sebagai berikut:

- Hasii pengamatan parameter kualitas lingkungan pada kawasan tambak di Kec. Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengan - NTB mempunyai potensi yang besar dan layak untuk dilakukan usaha budidaya tambak dengan penerapan teknologi yang tepat Untuk dapat menghasilkan produksi yang optimal periu dilakukan pengaturan musim penebaran yang tepat sesuai dengan kondisi musim,

- Untuk memperoleh hasil yang optimal pada produksi udang vaname di lokasi yang salinitasnya tinggi diperlukan ganti air yang cukup, sistem penggunaan tandon biofilter dan penjagaan parameter kualitas lingkangan yang stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaya, D., Coco K., Supito, 2001. Teknis Operasional Budidaya Udang Ramah Lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara. 29 halaman.

Adiwidjaya D., Erik, S. dan Dwi S. 2003. Produktifitas F'ada Budidaya Udang Windu Sistim Tertutup: Peluang Usaha UntuK Mencari Nilai Tambah

Bagi Petambak. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. Pertemuan Pra Lintas UPT Budidaya Air Payau dan Laut, Ditjen. Perikanan Budidaya, Jepara September 2003. 39 halams�n.

71

Page 19: ADIWIDJAYA, 2009_NoRestriction

, 2004.

, 193G, Water

, 1995, Bottom

Media Budidaya Air Payau Perekayasaan, (7) 2008

Adiwidjaya, D., dan M. Murdjani, 2005. Strategi Musim Tanam Komoditas Budidaya di Tarribak yang Berkelanjutan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangsn Budidaya Air Payau Jepara. 7 halaman.

Ahmad, T., 1991. Pengelolaan Peubah Mutu Air yang Penting dalam Tambak Udang Intensif. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros.

'

Anonim, 1985. Pedoman Budidaya Tambak. Deptan., Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta. Balai Budidaya Air Payau - Jepara. 225 halaman.

----------Budidaya Udang Vaname {Litopenaeus vannamei) yang Ramah Lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara. 39 halaman.

Ariawan, K., Puspito DCL dan Poniran. 2005, Penerapan Budidaya Udanr Vaname (L. vannamei) ,Pola semi-lntensif di Tambak. Lapc'.n Tahunan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara. 13 halaman,

Boyd, C.E., 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Dv, In Aquaculture and Fish Science, Vol. 9. Elsevier Scientific, Pub. Comp.

----------------Quality Management and Aeration ini Shrimp Farming. Fisheries and Allied Aquacultures Departement Series No. 2. Alabama Agramicultural Experiment Station. Auburn University, Alabama.

----------------soils, sediment, and pond Aquaculture.

Department of Fisheries and Allied Aquaculture. Auburn University. Alabama. 348 halaman.

72