Adaptsi psikologis pada kehamilan

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan terjadi karena direncanakan dan juga tidak disengaja (kecelakaan). Bisa juga terjadi kesulitan untuk hamil. Menurut Cartwright (1979), Dakley (1980) dan Bowne (1975) dari sampel beberapa wanita ada yang hamil setelah 6 bulan, ada yang 10 bulan sampai satu tahun menikah baru bisa hamil. Kecil proporsi wanita yang bermasalah dan memutuskan untuk pengobatan fertilitas. Kesejahteraan ibu hamil dan melahirkan bergantung pada kebijakan Negara, organisasi kesehatan, dan kondisi masyarakat tempat wanita tersebut tinggal. Kesehatan wanita dan kemampuannya untuk mengikuti nasihat yang dianjurkan akan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, keuangan dan kebijakan perawatan kesehatannya. Kehamilan memberikan dampak pada seluruh anggota keluarga dan masing-masing keluarga beradaptasi dan berimpretasi secara berbeda, bergantung pada budaya dan pengaruh tren sosial. Perawat/bidan harus bisa beradaptasi pada kondisi ini agar bisa berperan sesuai dengan harapan keluarga. 1

Transcript of Adaptsi psikologis pada kehamilan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan terjadi karena direncanakan dan juga tidak disengaja (kecelakaan).

Bisa juga terjadi kesulitan untuk hamil. Menurut Cartwright (1979), Dakley

(1980) dan Bowne (1975) dari sampel beberapa wanita ada yang hamil setelah 6

bulan, ada yang 10 bulan sampai satu tahun menikah baru bisa hamil. Kecil

proporsi wanita yang bermasalah dan memutuskan untuk pengobatan fertilitas.

Kesejahteraan ibu hamil dan melahirkan bergantung pada kebijakan Negara,

organisasi kesehatan, dan kondisi masyarakat tempat wanita tersebut tinggal.

Kesehatan wanita dan kemampuannya untuk mengikuti nasihat yang dianjurkan

akan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, keuangan dan kebijakan perawatan

kesehatannya. Kehamilan memberikan dampak pada seluruh anggota keluarga

dan masing-masing keluarga beradaptasi dan berimpretasi secara berbeda,

bergantung pada budaya dan pengaruh tren sosial. Perawat/bidan harus bisa

beradaptasi pada kondisi ini agar bisa berperan sesuai dengan harapan keluarga.

Periode antenatal adalah suatu kondisi yang dipersiapkan secara fisik dan

psikologis untuk kelahiran dan menjadi orang tua. Pada periode ini terutama

perempuan yang sehat akan mencari petunjuk dan perawatan secara teratur,

kunjungan antenatal biasanya dimulai segera setelah tidak mendapat haid

(menstruasi), sehingga bisa diidentifikasi diagnosis dan perawatan terhadap

kelainan yang mungkin muncul pada ibu hamil. Perawatan didesain untuk

memantau pertumbuhan dan perkembangan fetus dan ditemukan keadaan

abnormal sebagai antisipasi kelahirannya. Ibu dan keluarganya membutuhkan

dukungan karena stress dan proses belajar menjadi orang tua baru.

Kehamilan membutuhkan waktu 9 bulan kalender atau 40 minggu. Kehamilan

dibagi menjadi 3 periode, yaitu trimester I dari minggu ke-1 sampai 13, trimester

II dari minggu ke-14 sampai 26, trimester III dari minggu ke-27 sampai 38-40

1

(akhir kehamilan). Kehamilan mempengaruhi seluruh anggota keluarga, dan

setiap anggota harus beradaptasi, yang prosesnya bergantung pada budaya

lingkungan yang sedang menjadi tren masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana adaptasi psikologis ibu yang terjadi pada saat kehamilan?

2. Bagaimana peran dan hubungan ibu dengan janin pada saat hamil?

3. Bagaimana respons psikologis keluarga yang mengharapkan kehamilan?

4. Begaimana respons emosional ibu saat hamil?

5. Apa sajakah tugas-tugas psikologis ibu hamil?

6. Bagaimana psikologis keluarga menyambut kelahiran?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana adaptasi psikologis pada ibu hamil

2. Untuk mengetahui peran dan hubungan ibu dengan janin pada saat hamil

3. Untuk mengetahui respons psikologis keluarga yang mengharapkan

kehamilan

4. Untuk mengetahui respons emosional ibu saat hamil

5. Untuk mengetahui tugas psikologis ibu hamil

6. Untuk mengetahui adaptasi psokologis keluarga menyambut kelahiran

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Adaptasi Psikologis pada Kehamilan

Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan

psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya.

Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa

kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian lagi menganggap sebagai peristiwa

khusus yang sangat menetukan kehidupan selanjutnya.

Perubahan kondisi fisik dan emosional yang kompleks, memerlukan adaptasi

terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik

antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditimbulkan dari norma-norma

sosiokultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri, dapat merupakan

pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga

ke tingkat gangguan jiwa yang berat.

Dukungan psikologik dan perhatian akan memberi dampak terhadap pola

kehidupan sosial (keharmonisan, penghargaan, kasih sayang, dan empati) pada

wanita hamil dan dari aspek teknis, dapat mengurangi aspek sumber daya (tenaga

ahli, cara penyesuaian persalinan normal, akselerasi, kendali nyeri dan asuhan

neonatal).

Hubungan episode kehamilan dengan reaksi psikologis yang terjadi.

Trimester pertama : sering terjadi fluktuasi lebar aspek emosional

sehingga periode ini mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya

pertengkaran atau rasa tidak nyaman.

Trimester kedua : fluktuasi emosional sudah mulai mereda dan perhatian

wanita hamil lebih terfokus pada berbagai perubahan tubuh yang terjadi

selama kehamilan, kehidupan seksual keluarga dan hubungan batiniah

dengan bayi yang dikandungnya.

Trimester ketiga : berkaitan dengan bayangan risiko kehamilan dan

proses persalinan sehingga wanita hamil sangat emosional dalam upaya

3

mempersiapkan atau mewaspadai segala sesuatu yang mungkin akah

dihadapi.

a. Trimester I meliputi:

1) Ambivalen

2) Takut

3) Fantasi

4) Khawatir

b. Trimester II :

1) Perasaan lebih nyaman

2) Kebutuhan mempelajari perkembangan dan pertumbuhan janin

lebih meningkat

c. Trimester III :

1) Memiliki perasaan aneh

2) Sembrono

3) Lebih introvert

4) Merefleksikan pengalaman masa lalu

1. Adaptasi Maternal

Wanita segala umur selama beberapa bulan kehamilannya beradaptasi

untuk berperan sebagi ibu, suatu proses belajar ang kompleks secara sosial

dan kognitif. Pada kehamilan awal tidak ada yang berbeda. Ketika fetusnya

muali bergerak pada trimester ke-2, wanita tersebut mulai menaruh perhatian

pada kehamilannya dan menjalin percakapan dengan ibunya atau teman-

teman lain yang pernah hamil.

Kehamilan adalah suatu krisis yang mematangkan dan dapat

menimbulkan stress, tetapi imbalannya adalah wanita tersebut siap memasuki

fase baru untuk bertanggung jawab dan member perawatan. Konsep dirinya

berubah, siap menjadi orang tua dan menyiapkan peran barunya. Secara

4

bertahap ia berubah dari memperhatikan dirinya sendiri, punya kebebasan

menjadi suatu komitmen untuk bertanggung jawab kepada makhluk lain.

Perkembangan ini membutuhkan suatu tugas perkembangan yang pasti

dan tuntas yang mencakup menerima kehamilan, mengidentifikasi peran

sebagai ibu, membangun kembali hubungan dengan ibunya, dengan suaminya,

dengan bayi yang sedang dikandungnya, serta menyiapkan kelahiran anaknya

(Wayland & Tate, 1993; Zachariah, 1994). Dukungan suami secara emosional

adalah faktor yang penting untuk keberhasilan tugas perkembangan ini.

B. Peran dan Hubungan Ibu

1. Peran Ibu

Peran ibu dimulai pada kehidupan seorang perempuan menjadi

seorang ibu dari anaknya. Persepsi lingkungan sosialnya tentang aturan-

aturan peran wanita dapat mempengaruhi pilihannya antara menjadi ibu, atau

perempuan berkarier, menikah atau tetap membujang atau menjadi bebas

bukan tergantung pada orang lain. Bermain peran dengan boneka, mengasuh

bai dan mengasuh saudara dapat meningkatkan pengertian seperti apa peran

ibu. Perempuan yang mempunyai bayi atau anak-anak mempunyai motivasi

untuk menerima kehamilan dan menjadi ibu.

2. Hubungan Interpersonal

Kedekatan hubungan membuat ibu hamil lebih siap untuk berperan

sebagai ibu. Pada saat anggota keluarga menyadari peran baru mereka, bisa

terjadi konflik dan ketegangan. Diperlukan komunikasi yang efektif antara

suami dengan keluarganya. Komponen-komponen yang penting disekeliling

ibu hamil adalah ibunya sendiri, reaksi terhadap kehamilan anaknya,

menghargai kemandirian anaknya, keberadaannya dimasa lampau dan

sekarang, dan keinginan untuk mengenangnya (Mercer, 1995).

Reaksi ibu terhadap anaknya yang mengandung penting sebagai

penerimaannya sebagai nenek. Bila ibu mendukung, akan bisa berdiskusi

5

dengan ibunya tentang kehamilan, melahirkan dan perasaannya apakah

merasa senang atau ada penolakan sesuai dengan pengetahuannya. Rubbin

(1975) menyatakan bahwa bila ibu dari perempuan yang mengandung terlihat

tidak senang dengan kehamilan tersebut, anak perempuanya mulai ragu

terhadap dirinya dan dapat memberikan akaknya pada orang lain. Sebaliknya,

bila ibunya menghargai otonominya, anak perempuan tersebut merasa

percaya diri. Pemikiran ibu hamil dan nenek dari calon anaknya, membantu

anak perempuan tersebut mengantisipasi dan mempersiapkan persalinannya

dengan penuh kasih sayang.

Walaupun hubungan dengan ibunya adalah penting, tetapi yang

terpenting adalah suami, atau ayah dari janinnya. Seorang perempuan yang

berhubungan harmonis dengan suaminya, akan mempunyai pengaruh

emosional dan gejala fisik lebih sedikit, termasuk komplikasi waktu

melahirkan dan penyesuaian postpartum. Ada dua kebutuhan ibu selama

hamil, perasaan dicintai, nilai-nilai dan mempunyai anak dari suaminya

(Richardson, 1983).

Tambahan anak akan mengubah hubungan dengan suami, menjadi

lebih dekat pada waktu hamil dan mereka akan menemukan peran baru suami

yang dipercaya dan mendukung serta berbagi rasa saling membutuhkan

(Mercer, 1995). Hubungan seksual selama hamil bersifat individual,

bergantung pada faktor-faktor fisik, emosional, mitos tentang seks waktu

hamil, adanya disfungsi seksual dan perubahan fisik pada ibu hamil. Mitos

tentang fungsi tubuh dan fantasi tentang pengaruh hubungan seksual terhadap

cacat janin, retardasi mental, dan kelainan-kelainan bayi lainnya. Beberapa

pasangan merasa cemas terhadap kemungkinan genitalia ibu akan berubah

drastis karena melahirkan, tetapi malu menyampaikan kepada petugas

kesehatan.

Ketidaknyamanan dalam hubungan seksual dapat menjadi tekanan

pada perut, juga penetrasi yang dalam dapat mengakibatkan kram dan sakit

bokong. Dengan berlanjutnya kehamilan, terjadi perubahan bentuk tubuh,

6

citra tubuh yang mempengaruhi suami/ istri tidak nyaman terhadap keinginan

berhubungan seksual. Selama trimester pertama, hasrat seksual bisa menurun,

terutama trimester bila ibu pengalami penegangan payudara, mual, lelah, dan

mengantuk. Pada trimester kedua ibu akan mengalami peregangan pelvis

yang dapat meningkatkan hasrat seksualnya. Pada trimester ketiga terjadi

keluhan somatik dan keluhan fisik yang menimbulkan ketidaknyamanan yang

menghilangkan hasrat seksualnya (Reynerson & Lowdermilk, 1993).

Diperlukan kebebasan untuk mengutarakan respon seksual antarpasangan,

sehingga bisa berbagi perasaan untuk menghilangkan perasaan sensitif.

Suami harus mengetahui perubahan fisik dan emosional pada ibu hamil agar

tidak merasa bingung.

3. Hubungan Ibu dengan Janin

Hubungan ibu dengan anak dimulai selama hamil, ketika ibu

mengkhayal dan memimpikan dirinya sebagai ibu (Rubbin, 1975). Ibu ingin

dekat, hangat, bercerita kepada bayinya dan mencoba membayangkan adanya

tangisan bayi, gangguan terhadap kurangnya kebebasan dan kegiatan

mengasuh anak. Hubungan ibu dan anak berkembang dalam 3 fase selama

hamil.

a. Fase 1

Ia menerima kenyataan biologis tentang kehamilan dengan pernyataan

“saya hamil” dan menyatakan ide tentang anak di dalam tubuhnya dan

gambaran dirinya sebagi berikut :

1) Pikiran terpusat pada dirinya

2) Menyadari kenyataan dirinya hamil

3) Fetus adalah bagian dari dirinya

4) Fetus seolah-olah tidak nyata.

(Lumley, 1982)

7

b. Fase 2

Pada saat ini ibu merasakan sebagi berikut

1) Menerima tumbuhnya fetus yang merupakan makhluk yang berbeda

dengan dirinya (pada bulan ke-5)

2) Timbul pernyataan “saya akan mempunyai seorang bayi”

3) Tumbuh kesadaran bahwa bayinya adalah makhluk lalin yang

terpisah dari tubuhnya.

4) Terlibat dalam hubungan ibu-anak, asuhan dan tanggung jawab

5) Mengembangakan kelekatan (attachment). Perempuan yang menyulai

kehamilannya dan direncanakan akan senang dengan kehamilannya,

merasa lekat dengan bayinya yang dimulai lebih awal daripada

perempuan lain (Koniak-Griffin, 1988).

6) Menerima kenyataan, mendengar denyut jantung janin, merasakan

gerakan anak menempatkan perempuan tersebut pada kondisi yang

tenang, sehingga dapat lebih berintrospeksi dan berfantasi tentang

anaknya. Ia akan senang pada anak kecil.

c. Fase 3

Ini adalah proses kelekatan dan ibu merasakan sebagai berikut

1) Merasa realistik

2) Mempersiapkan kelahiran

3) Persiapan menjadi orang tua

4) Spekulasi mengenai jenis kelamin anak

5) Keluarga berinteraksi dengan menempelkan telinganya ke perut ibu

dan berbicara dengan fetus.

C. Respon Psikologis Keluarga yang Mengharapkan Kehamilan

Kehamilan merupakan suatu tantangan, suatu titik balik dari kehidupan

keluarga dan biasanya diikuti oleh stres dan gelisah, baik itu kehamialn yang

8

diharapkan atau tidak. Untuk keluarga pemula, kehamilan adalah periode transisi

dari masa anak-anak menjadi orang tua dengan karakteristik yang menetap dan

mempunyai tanggung jawab. Perempuan itu akan menjadi seorang ibu dan

suaminya akan menjadi seorang ayah. Hubungan mereka satu sama lain berubah,

juga dengan keluarga besar atau masyarakat yang membutuhkan penyesuaian

kembali dalam dinamika keluarga.

Bila ibu hamil tanpa suami, ia mengalami perubahan peran dan matang secara

psikologis. Ia juga menghadapi kenyataan dan merencanakan sebagai orang tua

tunggal. Bahkan kalau ia igin melepas anaknya, ia harus tetap meneruskan

kehamilannya dengan pemikiran masih ada yang tergantung kepadanya.

Perempuan tersebut memerlukan dukungan yang baik.

Ibu hamil, apapun keadaannya perlu mempersiapkan biaya, lebih-lebih yang

tanpa suami. Akankah ibu bekerja selama hamil dan kembali bekerja setelah

bayinya lahir? Harus diambil suatu keputusan yang memerlukan suatu diskusi

dan nasihat. Juga perlu diberikan pendidikan pada kelas khusus bagi ibu atau

pasangan suami-istri tentang kehamilan dan persalinan.

Persalinan merupakan ancaman yang menakutkan. Nyeri, kerusakan tubuh,

ganggungan fungsi tubuh, dan bahkan kematian adalah risiko yang mengancam

ibu. Laki-laki menghadapi risiko rusaknya tubuh, gangguan kesehatan dan

kematian istrinya. Juga ketakutan bayinya sakit atau cacat. Pasangan tersebut

merasa cemas karena tidak ada yang memberinya jaminan selamat.

Pada suatu keluarga dengan ibu hamil, perlu dipelihara keterbukaan,

keseimbangan, menjaga tudas perkembangan, mencari bantuan dan dukungan

agar tidak terjadi konflik. Selama hamil, pasangan merencakan bersama

kelahiran anak pertama mereka, mengumpulkan informasi bagaimana menjadi

orang tua. Ketersediaan dukungan sosial untuk kesejahteraan psikososial ibu

hamil adalah faktor yang penting. Jaringan sosial seringkali dipakai sebagai

sumber terbesar mendapatkan nasihat kehamilan.

Anggota keluarga yang lain, terutama anak-anak yang lain dan

kakek/neneknya juga harus menyesuaikan diri dengan ibu hamil. Untuk beberapa

9

pasangan, kehamilan dapat berkembang menjadi krisis yang merupakan

gangguan atau konflik dan tidak dapat memelihara keseimbangan. Kehamilan

merupakan kematangan dari krisis yang normal yang terjadi pada suatu keluarga.

Kelemahan ego, kehilangan pertahanan diri, tidak tertanggulanginya masalah

yang muncul dan perubahan hubungan. Bila krisis tidak dapat ditanggulangi,

akan menghasilkan perilaku yang tidak bisa beradaptasi pada satu atau lebih

anggota keluarga dan kemungkinan keluarga pecah. Keluarga yang mampu

menanggulangi krisis akan kembali berfungsi secara normal dan bahkan terjadi

ikatan yang lebih kuat.

D. Respon Emosional Ibu Saat Hamil

Kondisi hamil menganggu citra tubuh dan juga ia perlu mengkaji kembali

perubahan peran dan hubungan sosialnya. Stres ibu hamil dipengaruhi oleh

emosinya, lingkungan sosial, latar belakang budaya, dan penerimaan atau

penolakan terhadap kehamilannya. Respons emosi dan psikologis ibu hamil

selama hamil termasuk menolak, menerima, introversi, perubahan perasaan dan

perubahan citra tubuh. Menurut teori Rubbin, perubahan psikologis terbagi

menjadi :

1. Trimester pertama

a. Ambivalen

Perasaan menolak (ambivalen) disebabkan karena ada perasaan

khawatir bahwa waktunya “salah”, bahwa kehamilan ini tidak

diinginkan, “nanti” dan “tidak sekarang” karena merasa takut dan

cemas, merasa ragu-ragu pada peran yang baru, tidak

tertanggulanginya konflik dengan ibu perempuan tersebut atau

ketakutan terhadap kehamilan dan persalinan. Akibat dari penolakan

memanjang dan lebih sering depresi, ketidaknyamanan fisik,

ketidakpuasan dengan bentuk badannya, perubahan perasaan yang

drastis dan kesulitan menerima perubahan akibat kehamilan

(Lederman, 1996).

10

Menurut Orr dan Miller (1997) perempuan dengan kehamilan

yang tidak diinginkan akan mengalami peningkatan depresi, stres,

penuruanan dukungan dari ayah dan menurunkan kepuasan hidupnya.

Pada awal-awal bulan kehamilan bisa jadi ibu hamil menginginkan

abortus terapeutik yang dapat menyebabkan perasaan bersalah telah

menyakiti bayinya.

b. Cemas

Cemas adalah suatu emosi yang sejak dulu dihubungkan dengan

kehamilan, yang hubungan ini tidak jelas. Cemas mungkin emosi

positif sebagai perlindungan menghadapi stresor, yang bida menjadi

masalah bila berlebihan. Bidan perlu memastikan :

1) Apakah cemas pada ibu hamil benar-benar timbul

2) Apakah cemas bisa menjadi stres

3) Apakah menurunkan kecemasan pada kehamilan bisa

menguntungkan atau bahkan tidak perlu

Menurut David (1961), Crandon (1979), tingginya kecemasan

pada ibu hamil dihubungkan dengan kejadian abnormal sebelumnya,

misalnya abortus, kasus-kasus yang terjadi pada akhir kehamilan.

Menurut Niven (1992) kejadian antara emosional dan khawatir telah

dicatat pada perempuan yang sebelumnya kehilangan bayi atau

melahirkan dengan kesulitan. Cemas yang teratasi sering berhubungan

dengan penyesuaian postnatal yang lebih baik (Pitt, 1968; Breen,

1973) dan cemas pada kehamilan secara konsisten tidak bergubungan

dengan komplikasi pada persalinan (Beck, 1976; Astbury, 1980). Sher

(1989) mencatat bahwa tingkat kecemasan mempunyai efek negatif

pada reaksi staf kesehatan terhadap ibu hamil.

Banyak penelitian terhadap tingkat kecemasan yang telah

dilakukan, antara lalin perbandingan tingkat kecemasan pada ibu hamil

lebih tinggi pada ibu hamil dan menurun pada ibu postpartum (Sing &

Saxena, 1991). Barclay & Barclay (1976) menemukan bahwa

11

peningkatan pengetahuan tidak menurunkan kecemasan dan juga

ditemukan bahwa perempuan yang tidak hamil menunjukan tingkat

depresi yang lebih besar pada kehamilan daripada hasil pemantauan

pada ibu hamil itu sendiri.

Penelitian secara umum memperlihatkan bahwa intervensi pada

kecemasan mempunyai efek yang menguntungkan (Ridgeway &

Matthews, 1981; Wallace, 1984) sebagai berikut

1) Persiapan untuk kecemasan

a) Antisipasi

b) Pendidikan

c) Pengetahuan

d) Strategi

2) Penurunan kecemasan

a) Psikologis

b) Fisik

c) Lingkungan

d) Biologis

3) Pengawasan kecemasan

a) Strategi koping

b) Pendekatan

4) Penghilang stresor

a) Menghindari

b) Memeriksa kembali prosedur dan protokol

5) Penghilangan persepsi

a) Pengobatan

b) Relaksasi

c) Distraksi

Secara individu cemas dapat mengganggu, Cohen et al. (1989)

menyatakan bahwa seorang perempuan yang panik dapat mengalami

abrupsio plasenta. Menurut Reading (1983), faktor-faktor yang dapat

12

mengurangi efek dari kecemasan, penilaian kecemasan, dukungan

psikososial, dan strategi koping. Intervensi bisa dilakukan untuk

faktor-faktor tersebut. .stres yang berkelanjutan dapat meningkatkan

perilaku yang negatif, misalnya merokok atau minum alkohol.

c. Depresi

Banyak penelitian tentang depresi berfokus depresi pada

postpartum atau menilai depresi antenatal sebagai usaha untuk

memprediksi depresi postpartum. Murray & Murray (1975) dan Ellior

(1984) mencatat bahwa angka depresi tidak signifikan pada kehamilan.

2. Trimester Kedua

a. Menerima kehamilan

Langkah pertama untuk beradaptasi dengan peran sebagai ibu

adalah menerima ide untuk hamil (Mercer, 1995). Tingkat penerimaan

ini digambarkan dengan kesiapan wanita tersebut untuk hamil dan

respon emosionalnya. Banyak wanita merasa kaget mendapatkan

dirinya hamil. Penerimaan terhadap kondisi hamil sejalan dengan

penerimaan tumbuhnya anak secara nyata. Kehamilan yang tidak

diterima, tidak sama dengan menolak seorang anak. Seorang wanita

bisa tidak suka hamil, tetapi mencintai anak yang akan dilahirkan.

Wanita yang berbahagia dan senang dengan kehamilannya

memperlihatkan tidak adanya kekurangan secara biologis. Mereka

mempunyai harga diri tinggi dan percaya terhadap dirinya, bayinya,

serta kepada anggota keluarga yang lain.

Walaupun dengan kondisi yang prima, banyak wanita mengalami

kondisi yang labil secara emosional, terjadi perubahan perasaan secara

cepat, tidak dapat diprediksi. Perubahan hormonal ikut mempengaruhi

perubahan perasaan seperti menjelang menstruasi atau selama

menopause. Penanganan kondisi ini termasuk intervensi dan dukungan

yang memerlukan perhatian dan konseling seputar kelahiran, misalnya

13

cemas dan depresi pada kehamilan, baik normal ataupun abnormal.

Juga dikaji secara klinis tentang trauma emosional dan medis yang

merupakan pengalaman banyak wanita dalam melahirkan.

Banyak perempuan mendramatisir perubahan yang timbul dan

merasa sangat sensitif, tetapi ada juga yang tidak terlalu merasakan

adanya perubahan. Ada beberapa teori uang menyatakan pencetusnya

adalah biologi sosial atau psikologi. Kenyataannya, beberapa

perubahan dimungkinkan oleh banyak hal yang kompleks, hal ini telah

diteliti oleh Grimm (1961), Gorsuch dan Key (1974), Muray dan

Muray (1975). Pada beberapa penelitian melaporkan penemuan yang

berlawanan atau konflik, gagal mengontrol faktor pemicu medis

misalnya respons emosional dan kegagalan lain dalam mengulangi

atau melanjutkan penelitian. Eliot et al. (1983) menyatakan bahwa

pertimbangan perempuan bervariasi, baik hamil maupun tidak dengan

meneliti tingkat pengalaman, harus dihindarkan. Ukuran-ukuran ini

sering merupakan prediksi tentang hasil pada postnatal dengan

berbagai tingkat kekuatan.

Pada trimester kedua adalah relative tenang yang dialami, yaitu

morning sickness sudah lewat dan ancaman abortus spontang juga

sudah lewat.

b. Murung

Emosi ibu hamil mempunyai bermacam-macam karakteriktik

menangis, karena sebab-sebab yang sepele. Bila ditanya mengapa, ia

akan sulit memberi jawaban. Situasi ini mungkin tidak mengenakkan

bagi suami dan keluarganya, yang menyebabkan bingung. Karena

suami tidak bisa menangani masalah ini, ia bisa menjauh atau bersikap

tidak peduli. Karena ibu hamil membutuhkan lebih banyak kasih

sayang dan perhatian, sikap suami dapat menyebabkan ia akan merasa

tidak dicintai dan tidak didukung. Pasangan suami-istri perlu diberi

14

pengertian bahwa ini adalah karakteristik ibu hamil, agar lebih mudah

mengataasi keadaan.

c. Perubahan Citra tubuh

Perubahan tubuh ibu hamil yang berlangsung cepat, akan

menimbulkan perubahan citra tubuh. Tingkat perubahan dengan

faktor-faktor kepribadian, respons sosial dan sikap menghadapi

kehamilain. Perubahan citra tubuh adalah normal tetapi dapat

menimbulkan stres. Diperlukan penjelasan dan diskusi depada

pasangan yang dapat membantu menghilangkan stres dalam

kehamilan.

3. Trimester Ketiga

Pada Trimester ketiga ini, ibu merasa :

a. Memiliki perasaan aneh

b. Sembrono

c. Lebih introvert

d. Merefleksikan pengalaman masa lalu

E. Tugas-Tugas Psikologis Ibu

Rubbin (1984) mengidentifikasi 4 tugas ibu hamil untuk memelihara fetusnya

dan keluarga memasukkan anak tersebut ke dalam sistem keluarga, yaitu :

1. Memastikan keamanan kehamilan dan persalinan dengan cara :

a. Mencari pemeriksaan ibu hamil yang baik

b. Mencari aktivitas merawat diri (toileting, olahraga, bahaya konsumsi

alkohol)

2. Mencari lingkungan yang menerima anaknya. Ia memerlukan dukungan

dari kelompoknya, misalnya keluarga atau bergabung pada kelompok.

Figur dsuami perlu membantu penyesuaian untuk mendapatkan

identitasnya sebagai ibu. Bila di rumah ada anak-anak yang lain ibu juga

15

perlu memastikan penerimaan mereka terhadap anak yang akan lahir.

Diperlukan hubungan eksklusif, perempuan dan suami atau ibu dengan

anak pertama yang dapat menimbulkan stres. Penerimaan sosial bagi ibu

yang remaja atau orang tua tunggal akan lebih sulit.

3. Mencari kepastian dan penerimaan diri sebagai ibu. Selama trimester

pertama keberadaan anak adalah abstrak. Dengan “quickening” anak

mulai menjadi nyata ada dan ibunya mengembangkan hubungan melalui

pengalaman atas gerakan anak dalam perutnya merupakan cara yang

eksklusif untuk merasakan cintanya. Ia lalu berfantasi membayangkan

anak yang ideal, yang akan memotivasinya untuk berperan sebagai ibu

(Mercer, 1995). Rasa cintanya itu akan meningkatkan komitmennya untuk

melindungi fetusnya termasuk setelah lahir.

F. Adaptasi Psikologis Keluarga

1. Adaptasi Ayah

Ayah seringkali kelihatan “standar” sebagai pengamat istrinya hamil.

Ia diperlukan waktu konsepsi, membayar biaya, dan menyiapkan penuntun

untuk matangnya anak. Sekarang pandangan tersebut telah berubah dan

seorang ayah sekarang diharapkan berperan secara penuh merawat, terlibat

sebagai ayah, dan pemberi nafkah sebagai respons tekanan masyarakat.

Pengaruh dari perubahan feminisme dan tekanan ekonomi menyebabkan

lebih banyak perempuan bekerja di luat rumah dan berbagi peran sebagai

orang tua. Kemudian sudah banyak laki-laki lebih terlibat dalam melahirkan

dan sebagai orang tua. Pada pria terjadi perasaan menolak. Perasaan ini yang

tergantung dari banyak faktor, misalnya apakah kehamilan itu direncakanan,

bagaimana hubungan laki-laki tersebut dengan istri/pasangannya,

pengalaman sebelumnya dengan kehamilan dan kestabilan ekonominya.

a. Sumber stress ayah

Seorang ayah mengalami stress dalam transisi menjadi orang tua, yang

disebabkan oleh :

16

1) Masalah keuangan

2) Kondisi yang tidak diinginkan selama hamil

3) Cemas bayinya tidak sehat atau normal

4) Khawatir tentang nyeri istrinya melahirkan

5) Peran selama melahirkan

Sumber stress yang lain adalah :

1) Perubahan hubungan dengan istri/pasangan

2) Hilangnya respons seksual

3) Perubahan hubungan dengan keluarga atau teman-teman laki-

lakinya

4) Kemampuan sebagai orang tua

Peran ayah berkembang sejalan dengan peran ibu. Secara umum,

ayah yang stress menyukai anak-anak, senang berperan sebagai ayah,

dan senang mengasuh anak, percaya diri dan mampu menjadi ayah,

membagi pengalaman tentang kehamilan dan melahirkan dengan

pasangannya (Jordan, 1990).

b. Cauvade

Secara tradisional, cauvade adalah ritual atau tabu oleh lai-laki

dalam transisi menjadi ayah. Ini berhubungan secara biofisik dan

psikososial dengan istri dan anak. Misalnya, dilarang makan makanan

tertentu, dilarang membawa senjata sebelum anaknya lahir, timbul

gejala-gejala fisik berupa lelah, nafsu makan meningkat, susah tidur,

depresi, sakit kepala, sakit punggung. Penelitian menunjukkan bahwa

laki-laki yang memperlihatkan sindrom cauvade, ingin

mempersiapkan peran sebagai ayah yang lebih tinggi dan terlibat lebih

aktif dalam persiapan mempunyai anak (Longobucco & Freston,

1989).

c. Menyiapkan Kelahiran

17

Banyak aktivitas yang dilakukan untuk menyambut kelahiran

dengan membaca buku, melihat film, mengikuti kelas-kelas

pendidikan menjadi orang tua, dan berdiskusi dengan wanita-wanita

lain. Mereka mencari tahu cara perawatan-perawatan yang

memungkinkan (Patterson et al, 1990).

Para multipara, mereka telah mempunyai riwayat sendiri

tentang melahirkan yang mempengaruhi persiapan persalinannya.

Cemas bisa timbul karena perhatian tentang jalan lahir yang aman

selama proses (Mercer, 1995; Rubbin, 1975). Rasa cemas tersebut

kadang-kadang tidak dikeluarkan, tetapi bidan perlu tahu isyarat/ tanda

tersebut. Banyak wanita takut terhadap nyeri melahirkan atau

pengguntingan perineum, karena mereka tidak mengerti anatomi dan

proses melahirkan. Ibu perlu diberi pendidikan bagaimana perilaku

yang betul selama melahirkan. Persiapan yang terbaik untuk

melahirkan adalah menyadari kenyataan secara sehat tentang nyeri,

menyeimbangkan risiko dengan rasa senang, dan keinginan tentang

hadiah akhir berupa bayi (Laderman, 1984). Menghadapi akhir

trimester III, ibu hamil mengalamani sulit bernafas dan gerakan fetus

lebih keras yang mengganggu tidur, sakit punggung, sering kencing,

susah defekasi dan varises, selama ini dapat menjadi masalah.

Membesarnya tubuh ibu mempengaruhi kemampuan ibu untuk

mengasuh anak-anak yang lain, melaksanakan pekerjaan rutin dan

memerlukan posisi yang nyaman untuk tidur dan istirahat. Saat ini

wanita tersebut menjadi pasien yang akan melahirkan, yang memiliki

perasaan senang, takut, atau campuran perasaan. Keinginan kuat untuk

mengalami berakhirnya kehamilan membuat wanita tersebut siap

untuk menghadapi kelahiran.

18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan :

19

1. Dukungan psikologik dan perhatian akan memberi dampak terhadap pola

kehidupan sosial (keharmonisan, penghargaan, kasih sayang, dan empati)

pada wanita hamil dan dari aspek teknis, dapat mengurangi aspek sumber

daya (tenaga ahli, cara penyesuaian persalinan normal, akselerasi, kendali

nyeri dan asuhan neonatal).

2. Hubungan ibu dengan anak dimulai selama hamil, ketika ibu mengkhayal dan

memimpikan dirinya sebagai ibu (Rubbin, 1975).

3. Pada suatu keluarga dengan ibu hamil, perlu dipelihara keterbukaan,

keseimbangan, menjaga tudas perkembangan, mencari bantuan dan dukungan

agar tidak terjadi konflik.

4. Respons emosi dan psikologis ibu hamil antara lain; ambivalen, cemas,

depresi, menerima kehamilan, murung, perubahan citra tubuh.

B. Saran

1. Bidan harus dapat memberikan asuhan pada ibu hamil dan keluarganya

dengan benar, agar adaptasi psikologisnya tidak begitu berdampak negative

bagi ibu, janin, maupun keluarganya.

2. Bidan juga harus mengerti keadaan psikologis setiap ibu hamil, agar dapat

memberikan solusi yang terbaik untuk pasiennya.

DAFTAR PUSTAKA

Sarwono Prawirhardjo. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka.

20

Rusmiati, SKM., Dra. Maryanah, A.Md.Keb, M.Kes., Dra. Susanti Ni Nengah,

M.Kes. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Bobak, Jensen, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawata Maternitas. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hj. Saminem, SKM. 2009. Kehamilan Normal. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

21