ACT Pada Skizofenia
-
Upload
yulliza-kurniawaty-l -
Category
Documents
-
view
29 -
download
4
description
Transcript of ACT Pada Skizofenia
BAB 1
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan penyakit yang terjadi pada sekitar 1 persen dari
populasi dunia, tanpa memandang ras atau gender. Gejala yang muncul adalah
perubahan kemampuan dalam fungsi kehidupan normal, seperti pekerjaan,
sekolah, dan hubungan dengan lingkungan. Skizofrenia dapat mengganggu
kemampuan individu untuk menjaga dan memantau aktivitas kehidupan sehari-
hari. Penyakit ini sangat mempengaruhi setiap aspek kehidupan individu,
mendistorsi rasa diri seseorang dan mengubah respon individu tersebut terhadap
lingkungannya. Mereka yang terkena akan mengalami rasa kehilangan diri,
disorientasi, dan kekosongan.1
Menurut standar yang ditetapkan oleh American Psychiatric Association
dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders, edisi ke-4 (DSM-IV),
skizofrenia biasanya didiagnosa dengan beberapa gejala, biasanya disebut sebagai
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif atau psikotik meliputi halusinasi,
delusi, perilaku aneh, berbicara tidak teratur, dan perilaku menarik diri. gejala
negatif, yang kadang-kadang disebut sebagai gejala sisa atau defisit, termasuk
kehilangan terhadap aktivitas hidup. Gejala ini disertai dengan gangguan
signifikan dalam fungsi, terutama dalam hubungan interpersonal dan perawatan
diri. Dalam situasi di mana terdapat salah satu gejala maka individu tersebut dapat
dikategorikan sebagai subtipe diagnostik skizofrenia paranoid.2,3
Meskipun demikian, beberapa perkembangan penting telah terjadi selama
beberapa dekade terakhir yang memberikan peningkatan harapan bagi orang-
orang dengan penyakit. Termasuk ketersediaan obat psikotropik baru, intervensi
psikososial berbasis penekanan pada pendidikan dan rehabilitasi, dan dukungan
keluarga yang semakin aktif dalam membantu pengobatan pasien.1,3
Tiga program komprehensif yang dapat dilakukan untuk membantu
pengobatan pasien dengan gangguan skizofrenia antara lain meliputi program
pengobatan komunitas asertif atau disebut juga dengan assertive community
treatment (ACT), program psikoedukasi keluarga dalam penanganan skizofrenia,
dan terapi yang berorientasi pada individu. Baik program ACT ataupun terapi
1
individu merupakan program yang dirancang untuk pengobatan pasien itu sendiri
secara individu, sedangkan psikoedukasi keluarga dirancang untuk menawarkan
intervensi dan memberikan informasi psikoedukasi untuk seluruh keluarga agar
dapat membantu pengobatan dan pengawasan pasien.3,4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan pskiotik yang bersifat kronis yang ditandai
dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien
yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala
fundamental yang spesifik yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan
asosiasi khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lain adalah
gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah
waham dan halusinasi.1,2,3
Berdasarkan DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi dalam
durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih)
yang diikuti dengan munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak
terorganisir, dan adanya perilaku katatonik serta adanya gejala negatif.3
Berdasarkan data di AS:4
1. Setiap tahun terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut;
2. Prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel sklerosis,
pasien diabetes yang memakai insulin, dan penyakit otot (muscular
dystrophy);
3. 20%-50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10%
di antaranya berhasil (mati bunuh diri);
4. Angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka
kematian penduduk pada umumnya.
Skizofrenia termasuk salah satu gangguan jiwa yang sering dijumpai dalam
masyarakat, dan termasuk penyakit yang paling menimbulkan kerusakan dalam
psikiatri. Menurut The Global Burden of Disease, a World Health Organization
(WHO), skizofrenia merupakan salah satu dari 10 penyebab kelumpuhan
kemampuan di dunia di antara umur 15-44 tahun. Dan ini tentu saja menyebabkan
kerugian secara ekonomi baik dari efek langsung yaitu biaya pengobatan dan efek
tidak langsung yaitu ketidakmampuan untuk bekerja secara produktif. Melihat
dari onset umur penderita, skizofrenia menyerang pada masa puncak mereka akan
3
memperoleh pertumbuhan dan produktifitas.4,5,6
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir . Gejala yang ditimbulkan
mencakup banyak fungsi seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan
yang salah (waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia),
gangguan aktivitas motorik (katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi (afek
tumpul), tidak mampu merasakan kesenangan (anhedonia). Akan tetapi kesadaran
serta kemampuan intelektual biasanya tetap dapat dipertahankan, meskipun terjadi
defisit kognitif.6
B. Kriteria Diagnostik Skizofrenia
Terdapat beberapa kriteria diagnostik skizofrenia dalam Diagnostik and
Statistical Manual of Mental Disorders-1V Text Revision (DSM-IV TR), antara
lain:3,6
1. Karakteristik gejala
Terdapat dua atau lebih dari kriteria di bawah ini Dua atau lebih dari yang
berikut ini,masing-masing muncul cukup jelas selama jangka waktu 1 bulan
(atau kurang, bila ditangani dengan baik):
- Delusi
- Halusinasi
- Pembicaraan kacau
- Tingkah laku kacau atau katatonik
- Simtom-simtom negative
2. Disfungsi sosial/okupasional.
3. Durasi. Dimana simtom-simtom gangguan ini tetap ada untuk paling sedikit 6
bulan.Periode 6 bulan ini mencakup paling tidak 1 bulan dimana simtom-
simtom muncul.
4. Tidak termasuk gangguan schizoaffectife atau gangguan mood.
5. Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis.
6. Hubungan dengan Pervasive Developmental Dissorder.
4
Bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan PDD lainnya, diagnosis
tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada halusinasi atau delusi yang
menonjol,selama paling tidak 1 bulan(atau kurang bila di tangani dengan baik).3,7
C. Tipe Skizofrenia
Ada beberapa tipe skizofrenia; masing-masing memiliki kekhasan tersendiri
dalam gejala-gejala yang diperlihatkan dan tampaknya memiliki perjalanan
penyakit yang berbeda-beda, antara lain:6,7
1. Skizofrenia tipe paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham yang mencolok atau
halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek
yang relatif masih terjaga. Ciri-ciri dari tipe disorganized dan katatonik
(misalnya bicara yang kacau, afek yang datar atau tidak tepat, katatonik
atau motorik yang kacau) tidak menonjol. Wahamnya biasanya adalah
waham kejar atau waham kebesaran,atau keduanya,tetapi waham dengan
tema lain(misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somatisasi)
mungkin juga muncul. Wahamnya mungkin lebih dari satu, tetapi
tersusun dengan rapi di sekitar tema utama. Halusinasi juga biasanya
berkaitan dengan tema wahamnya.
Ciri-ciri lainnya meliputi anxietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka
beragumentasi.Individu mungkin mempunyai tingkah laku superior dan
memimpin mungkin mempunyai interaksi interpersonal yang kaku,
formal atau terlalu intens.Tema waha kejar bisa menjadi predisposisi bagi
individu untuk bunuh diri,dan kombinasi antara waham kejar dengan
waham kebesaran dengan disertai kemarahan bisa menjadi predisposisi
bagi tindakan kekerasan. Onset biasanya di usia lebih lanjut
dibandingkan tipe skizofrenia lainnya, dan ciri khasnya mungkin menjadi
lebih stabil dengan berlangsungnya waktu.Individu mungkin hanya
menunjukan sedikit atau atau tidak sama sekali kerusakan dalam tes
neuropsikis ataupun tes kognitif. Beberapa bukti mendukung bahwa
prognosis untuk tipe skizofrenia ini lebih baik, terutama berkenaan
dengan fungsi mencari nafkah dan kemampuan untuk hidup mandiri.
5
Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoidSuatu jenis skizofrenia
yang memenuhi kriteria:
a. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami
halusinasi auditorik.
b. Tidak ada ciri berikut yang mencolok: bicara kacau ,motorik kacau
atau Katatonik, afek yang tak sesuai atau datar.
2. Skizofrenia tipe Disorganized
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau,
tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. pembicaraan
yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat
berkaitan dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku (misalnya:
kurangnya orientasi pada tujuan) dapat membawa pada gangguan yang
serius pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-
hari.
Kriteria diagnostic skizofrenia tipe disorganized Sejenis skizofrenia di
mana kriteria-kriteria berikut terpenuhi :
a. Semua gejala berikut ini cukup menonjol: pembicaraan kacau, tingkah
laku kacau, afek datar atau inappropriate.
b. Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik.
3. Skizofrenia tipe katatonik
Ciri utama pada skizofrenia tipe katatonik adalah gangguan pada
psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (motorik
immobility), aktifitas motor yang berlebihan, negativisme yang ekstrim,
mutism (sama sekali tidak tidak mau bicara dan berkomunikasi),
gerekan-gerakan yang tidak terkendali, ekolalia (mengulang ucapan
orang lain)atau echopraxia (mengikuti tingkah laku orang lain).
Motoric immobolity dapat dimunculkan berupa catalepsy (waxy
flexibility-tubuh menjadi sangat fleksibel untuk digerakan atau
diposisikan dengan berbagai cara, sekalipun untuk orang biasa posisi
tersebut akan sangat tidak nyaman).
Kriteria diagnostic skizofrenia tipe katatonik di mana gambaran klinis
didominasi oleh paling tidak dua dari yang berikut ini:
6
a. Motorik immobility (ketidakbergerakan motorik)sebagaimana terbukti
dengan adanya
b. catalepsy(termasuk waxy flexibility)atau stupor(gemetar).
c. Aktivitas motor yang berlebihan(yang tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal).
d. Negativisme yang ekstrim (tanpa motivasi yang jelas, bersikap sangat
menolak pada segala instruksi atau mempertahankan postur yang kaku
untuk menolak dipindahkan) atau mutism (sama sekali diam)
e. Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali.
f. Echolalia (menirukan kata-kata orang lain).
4. Skizofrenia tipe Undifferentiated
Sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul slit untuk
digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu. Kriteria diagnostik untuk
skizofrenia tipe undifferentiated Sejenis skizofrenia dimana simtom-
simtom memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk
skizofrenia tipe Paranoid, Disorganized ataupun Katatonik.
5. Skizofrenia tipe Residual
Diagnosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana pernah ada paling
tidak satu kali episode skizofrenia, tetaip gambaran klinis saat ini tanpa
simtom positif yang menonjol. Terdapat bukti bahwa gangguan masih
ada sebagaimana ditandai oleh adanaya negatif simtom atau simtom
positif yang lebih halus.
Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe residual Sejenis skizofrenia
dimana kriteria-kriteria berikut ini terpenuhi :
a. Tidak ada yang menonjol dalam hal delusi, halusinasi, pemebicaraan
kacau atau tingkah laku katatonik.
b. Terdapat bukti keberlanjutan gangguan ini, sebagaimana ditandai oleh
adanya simtom-simtom negatif atau dua atau lebih simtom yang
terdaftar di kriteria A untuk skizofrenia, dalam bentuk yang lebih
ringan.
7
Dari sekian banyak konsep yang disertakan pada skizofrenia, diantaranya
terhadap konsep skizofrenia menurut Kurt Scheneider (1939). Menurut
Scheneider, konsep skizofrenia, tersusun atas dua kelompok yaitu first rank
symptoms (gejala-gejala rangking pertama) dan second rank symptoms (gejala-
gejala rangking kedua). Kriteria lainnya yaitu menurut Bleuler, yang membedakan
menjadi gejala primer dan gejala sekunder utuk mendiagnosis skizofrenia. Kriteria
Kurt Scheneider dan Bleuler untuk mendiagnosis skizofrenia, yaitu:2,5,6,8
1. Kriteria Kurt Scheneider, First and Second Rank Symptoms
Definisi skizofrenia menurut Kurt Scheneider adalah merupakan gangguan
dengan (penyebab), etiologi yang tidak diketahui. Ditandai dengan adanya
gejala psikotik yang secara berarti mengganggu atau telah terjadi
disharmoni dalam proses pikir, perasaan dan perilaku.
First rank (rangking) symptoms terdiri dari :
A. Halusinasi pendengaran atau auditorik
Pada skizofrenia halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan suatu gejala yang hamper tidak dijumpai pada keadaan lain.
Suara tersebut dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau
siulan. Misalnya : Halusinasi dengar (Third order pada skizofrenia).
Ada suara berdebat antara dua orang yang memperdebatkan penderita
atau mengomentari perilaku penderita (selaku orang ketiga) padahal tidak
ada orang lain.
B. Gangguan batas ego ( Ego boundary disturbances)
Somatic passivity
Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh kekuatan dari
luar. Contoh: seseorang merasa yakin bahwa gerakan tubuhnya
dipengaruhi oleh hal- hal yang gaib.
Thought withdrawal
Pikiran penderita diambil atau disedot keluar. Contoh: pikirannya telah
diambil keluar kepalanya.
Thought insersion
Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya itu dimasukkan
ke dalam otaknya oleh orang lain. Contoh : seseorang merasa yakin
8
bahwa buah pikirannya yang bukan berasal dari dirinya sendiri
dimasukkan dari luar ke dalam pikirannya.
Thought broadcasting
Pikirannya diketahui oleh orang lain atau pikirannya itu disiarkan keluar
secara umum. Contohnya: seseorang merasa yakin bahwa pikirannya
dapat disiarkan dari kepalanya ke dunia luar sehingga orang lain tahu
atau mendengarnya. Misalnya melalui televisi, radio, koran, dan lain-lain.
Made-feeling
Perasaannya dibuat oleh orang lain.
Made-impuls
Kemauannya atau tindakannya atau seolah-olah dipengaruhi oleh orang
lain.
Second rank symptoms dari Scheneider terdiri dari :
Gejala-gejala rangking kedua skizofrenia terdiri dari :
1. Kelainan persepsi
Persepsi adalah daya mengenal kualitas hubungan serta perbedaan suatu
benda melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan, yaitu
setelah panca inderanya mendapat rangsangan. Keadaan ini terjadi pada
keadaan sadar atau dalam keadaan bangun.
Gangguan persepsi terdiri dari :
a. Halusinasi
b. Ilusi
c. Derealisasi
d. Depersonalisasi
2. Ide delusional mendadak
Delusi atau waham adalah keyakinan yang patologis, tidak dapat
dikoreksi, walaupun telah ditunjukkan bukti-bukti yang nyata dan di luar
jangkauan sosial budayanya. Dasar terbentuknya wahan akibat adanya
kelainan atau penyimpangan dari proses pikir. Ide delusional mendadak
atau ide waham mendadak, masuk ke dalam kelompok waham atau
delusi menurut proses terjadinya waham dalam bentuk primer. Waham
atau delusi primer disebut juga sebagai penghayatan prime delusion),
9
berbentuk penghayatan terhadap suatu arti baru, yang tidak dapat
ditelusuri berdasarkan peristiwa psikologis yang mendahuluinya.
Waham primer ada tiga jenis :
Waham perasaan (delusion mood)
Merupakan suatu penghayatan baru yang muncul dan dialami oleh
pasien, tentang ada sesuatu yang terjadi si dekelilingnya oleh pasien,
tentang ada sesuatu yang terjadi di sekelilingnya serta berkaitan dengan
dirinya, namun dia sendiri tidak dapat mengetahui mengenai hal tersebut.
Waham pikiran (delusion ideas)
Waham persepsi (delusional perception)
Munculnya arti baru yang berasal dari suatu obyek, yang tidak
dimengerti dipandang dari sudut perasaan atau sikap pasien. Waham –
waham yang muncul secara mendadak, biasanya tidak bisa dikoreksi atau
tidak logis dan tanpa tilikan (insight).
3. Kebingungan (preplexity)
Keadaan ini merupakan suatu kondisi mental yang ditandai dengan
adanya kesadaran yang berkabut, diorientasi (meski tidak sehebat pada
kebingungan organik), dan penurunan kemampuan untuk berinteraksi.
Sering disertai dengan aktivitas yang berlebihan dan tampaknya
dicetuskan oleh stress emosional. Kebingungan semacam itu muncul dan
dapat diketemukan pada skizofrenia.
4. Perubahan alam perasaan depresif dan euforik.
Dalam alam perasaan atau keadaan afektif, merupakan suatu nada
perasaan, yang menyenangkan ataupun tidak (rasa bangga, kekecewaan,
kasih sayang yang menyertai suatu pikiran). Biasanya berlangsung lama,
bersifat menetap dan umumnya tidak disertai dengan komponen
fisiologis. Merupakan suatu kesinambungan yang normal antara sedih
dan gembira. Gangguan mood (alam perasaan), ditandai dengan perasaan
abnormal, dari depresi atau euphoria dengan gambaran psikotik yang
terkait dalam beberapa kasus berat.
10
D. Assertive Community Treatment (ACT)
Pengobatan asertif komunitas adalah sebuah pendekatan yang intensif dan
terintegrasi bagi pelayanan kesehatan mental masyarakat. Program ACT ini
melayani pasien rawat jalan yang memiliki kesulitan dalam menjalankan fungsi
kehidupan seperti pekerjaan, hubungan sosial, kemandirian, kesehatan dan
pengelolaan keuangan.3,7,8
Pengobatan komunitas asertif dan perlakuan program pengobatan komunitas
asertif (ACT) pertama kali dikembangkan di Wisconsin oleh Stein Leonard dan
Mary Ann pada awal tahun 1970 yang bekerja sama dengan tim profesional
kesehatan mental yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial, perawat, dan
terapis okupasional dan rekreasi.6,7,8
Sejak awal 1970-an model ACT telah dipelajari dan direplikasi di banyak
rangkaian, dan telah menjadi sarana yang sangat efektif untuk membantu individu
penderita skizofrenia untuk hidup sukses dalam masyarakat. Penilaian pada
program ACT telah menunjukkan penurunan simtom dan kemungkinan kambuh.
Peningkatan komunikasi pada komunitas, kepuasan terhadap kehidupan, dan
mengingkatkan fungsi secara keseluruhan, khususnya di bidang pekerjaan,
hubungan sosial, dan kegiatan sehari-hari, seperti kebersihan pribadi, belanja,
perjalanan, atau manajemen keuangan.3,6
Sejak akhir 1970-an, pendekatan ACT telah direplikasi dan diadaptasi
secara luas. Program Harbinger di Grand Rapids, Michigan dikenal sebagai
tempat ACT pertama kali direplikasi dan diadaptasi pada penderita skizofrenia.
ACT dan berbagai variasinya saat ini banyak dipelajari dalam kesehatan mental
masyarakat. Berbagai perubahan yang terjadi dalam perkembangan ACT
bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas dalam memberikan pelayanan
sehingga dapat membantu proses rehabilitasi dan penyembuhan bagi penderita.9
Karena memiliki sejarah panjang dalam keberhasilan penanganan
permasalahan mental masyarakat, ACT telah diadopsi dan diakui oleh berbagai
elemen pemerintahan di Amerika Serikat, seperti United States Federal
Goverment’s Substance Abuse and Mental Service Administration (SAMHSA)
dan National Alliance on Mental Illness (NAMI) serta Commission on
Accreditation of Rehabilitation Facilities (CARF).9,11
11
Karakteristik ACT meliputi:6,7,10
a. Fokus pada pasien yang paling membutuhkan bantuan pelayanan ini.
b. Memiliki tujuan yang jelas untuk membantu penderita mempromosikan
kemandirian dirinya, rehabilitasi, pemulihan, dan mencegah terjadinya
kekambuhan dan hal negatif lainnya.
c. Penekanan program pada kunjungan rumah penderita untuk menghilangkan
keterbatasan serta mentransfer kemampuan yang baru dipelajari penderita
pada dunia nyata.
d. Rasio penderita dan staf yang seimbang memungkinkan ACT untuk
melakukan hampir semua tugas yang diperlukan, seperti pengobatan,
rehabilitasi, dan tugas dukungan dalam masyarakat serta untuk menghindari
krisis yang mungkin terjadi selama pelaksaan pengobatan dan memberikan
intervensi yang diperlukan.
e. Semua penderita berada di bawah pengawasan petugas kesehatan mental
profesional.
f. Staf kerja meliputi spesialis kejiwaan, spesialis rehabilitasi vokasional,
terapis okupasi, pekerja sosial dan perawat jiwa.
Dalam menjalani pengobatan komunitas secara asertif, penderita perlu
menjalani program perilaku asertif dan komukasi asertif dengan bantuan petugas
kesehatan mental secara profesional.
Perilaku Asertif
Gaya berkomunikasi (style of communication) juga sangat berpengaruh
terhadap perilaku atau tingkah laku dalam komunitas. Tingkah laku yang tumbuh
dalam diri menggunakan perilaku asertif antara lain:9,11
a. Menjelaskan tentang perasaan, kebutuhan dan tujuan yang dapat diterima
oleh pihak-pihak yang berhubungan.
b. Mampu berkomunikasi secara sabar tanpa bermaksud menyerang orang lain.
c. Tegas dalam menentukan pilihan tanpa memaksakan kehendak kepada orang
lain.
d. Bermain dalam ketentuan yang jelas dan rasional
e. Mengatakan kebenaran dalam mempertahankan tujuan walaupun muncul
konflik tetapi selalu menjaga perasaan orang lain.
12
f. Tetap berpandang positif dan baik dalam menghadapi suatu permasalahan.
g. Percaya diri dan terbuka
h. Mampu memberi dan menerima umpan balik hal-hal positif dan negatif
i. Cara pandang yang positif dan optimis
j. Mengerti tentang bernegoisasi diantara perbedaan-perbedaan pendapat orang
lain.9,11
Teknik komunikasi asertif
Terdapat beberapa teknik yang berkaitan dan berhubungan dalam
komunikasi asertif antara lain:
a. Menggunakan ekspresi yang nyaman untuk dipandang, selalu menjaga
pandangan mata secara baik.
b. Menjaga intonasi dalam memberikan ketegasan tapi dapat menyenangkan
orang lain.
c. Mendengarkan secara baik lawan bicara yang sedang mengatakan sesuatu
d. Menanyakan pertanyaan apabila membutuhkan penjelasan
e. Selalu memandang untuk menemukan solusi yang terbaik dalam
menyelesaikan suatu masalah.9
13
BAB III
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan pskiotik yang bersifat kronis yang ditandai
dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien
yang terkena. Salah satu penanganan dari skizofrenia adalah dengan pengobatan
asertif komunitas yang merupakan sebuah pendekatan yang intensif dan
terintegrasi bagi pelayanan kesehatan mental masyarakat. Program ACT ini
melayani pasien rawat jalan yang memiliki kesulitan dalam menjalankan fungsi
kehidupan seperti pekerjaan, hubungan sosial, kemandirian, kesehatan dan
pengelolaan keuangan.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif, I.S., 2006, Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien, Refika
Aditama, Bandung.
2. Hawari, D., 2003, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
3. Kaplan HI, Sadock BJ. (2010) Synopsis of Psychiatry. 7th Ed., Baltimore;
Williams & Wilkins.
4. Isaacs, A, 2005. Mental Health and Psychiatric Nursing. Alih Bahas : Dian
Patri Rahayuningsih. EGC. Jakarta.
5. Keliat, B.A., 2001. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa. EGC. Jakarta.
6. Steinberg, M., Cicchetti, D., Buchanan, J., Rakfeldt, J., & Rounsaville, B.,
2006. Distinguishing between multiple personality disorder and schizophrenia
using the structured clinical interview for DSM-IV dissociative disorders.
Journal of Nervous and Mental Disease, 182, 495-502.
7. Maslim, R., 1997. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. PT
Nuh Jaya. Jakarta.
8. Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B., 2003. Psikologi Abnormal
(Terjemahan: Tim Fakultas Psikologi UI). Edisi 5 Jilid 2. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
9. Joint Commission International Center for Patient Safety. 2006. Patient
Safety Practices. An online resource for improving patient safety:
Communication. Retrieved August 19.
10. Maramis W.F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya, Airlangga
University Press.
11. Marnat, G.G., 1999. Handbook of Psychological Assessment. 3rd Ed. New
York: John Wiley & Sons, Inc.
15