ACT Pada Skizofenia

23
BAB 1 PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan penyakit yang terjadi pada sekitar 1 persen dari populasi dunia, tanpa memandang ras atau gender. Gejala yang muncul adalah perubahan kemampuan dalam fungsi kehidupan normal, seperti pekerjaan, sekolah, dan hubungan dengan lingkungan. Skizofrenia dapat mengganggu kemampuan individu untuk menjaga dan memantau aktivitas kehidupan sehari-hari. Penyakit ini sangat mempengaruhi setiap aspek kehidupan individu, mendistorsi rasa diri seseorang dan mengubah respon individu tersebut terhadap lingkungannya. Mereka yang terkena akan mengalami rasa kehilangan diri, disorientasi, dan kekosongan. 1 Menurut standar yang ditetapkan oleh American Psychiatric Association dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders, edisi ke-4 (DSM-IV), skizofrenia biasanya didiagnosa dengan beberapa gejala, biasanya disebut sebagai gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif atau psikotik meliputi halusinasi, delusi, perilaku aneh, berbicara tidak teratur, dan perilaku menarik diri. gejala negatif, yang kadang-kadang disebut sebagai gejala sisa atau defisit, termasuk kehilangan terhadap aktivitas hidup. Gejala ini disertai dengan gangguan signifikan dalam fungsi, terutama dalam hubungan interpersonal dan 1

description

psikiatri

Transcript of ACT Pada Skizofenia

Page 1: ACT Pada Skizofenia

BAB 1

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan penyakit yang terjadi pada sekitar 1 persen dari

populasi dunia, tanpa memandang ras atau gender. Gejala yang muncul adalah

perubahan kemampuan dalam fungsi kehidupan normal, seperti pekerjaan,

sekolah, dan hubungan dengan lingkungan. Skizofrenia dapat mengganggu

kemampuan individu untuk menjaga dan memantau aktivitas kehidupan sehari-

hari. Penyakit ini sangat mempengaruhi setiap aspek kehidupan individu,

mendistorsi rasa diri seseorang dan mengubah respon individu tersebut terhadap

lingkungannya. Mereka yang terkena akan mengalami rasa kehilangan diri,

disorientasi, dan kekosongan.1

Menurut standar yang ditetapkan oleh American Psychiatric Association

dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders, edisi ke-4 (DSM-IV),

skizofrenia biasanya didiagnosa dengan beberapa gejala, biasanya disebut sebagai

gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif atau psikotik meliputi halusinasi,

delusi, perilaku aneh, berbicara tidak teratur, dan perilaku menarik diri. gejala

negatif, yang kadang-kadang disebut sebagai gejala sisa atau defisit, termasuk

kehilangan terhadap aktivitas hidup. Gejala ini disertai dengan gangguan

signifikan dalam fungsi, terutama dalam hubungan interpersonal dan perawatan

diri. Dalam situasi di mana terdapat salah satu gejala maka individu tersebut dapat

dikategorikan sebagai subtipe diagnostik skizofrenia paranoid.2,3

Meskipun demikian, beberapa perkembangan penting telah terjadi selama

beberapa dekade terakhir yang memberikan peningkatan harapan bagi orang-

orang dengan penyakit. Termasuk ketersediaan obat psikotropik baru, intervensi

psikososial berbasis penekanan pada pendidikan dan rehabilitasi, dan dukungan

keluarga yang semakin aktif dalam membantu pengobatan pasien.1,3

Tiga program komprehensif yang dapat dilakukan untuk membantu

pengobatan pasien dengan gangguan skizofrenia antara lain meliputi program

pengobatan komunitas asertif atau disebut juga dengan assertive community

treatment (ACT), program psikoedukasi keluarga dalam penanganan skizofrenia,

dan terapi yang berorientasi pada individu. Baik program ACT ataupun terapi

1

Page 2: ACT Pada Skizofenia

individu merupakan program yang dirancang untuk pengobatan pasien itu sendiri

secara individu, sedangkan psikoedukasi keluarga dirancang untuk menawarkan

intervensi dan memberikan informasi psikoedukasi untuk seluruh keluarga agar

dapat membantu pengobatan dan pengawasan pasien.3,4

2

Page 3: ACT Pada Skizofenia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan pskiotik yang bersifat kronis yang ditandai

dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien

yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala

fundamental yang spesifik yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan

asosiasi khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lain adalah

gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah

waham dan halusinasi.1,2,3

Berdasarkan DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi dalam

durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih)

yang diikuti dengan munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak

terorganisir, dan adanya perilaku katatonik serta adanya gejala negatif.3

Berdasarkan data di AS:4

1. Setiap tahun terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut;

2. Prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel sklerosis,

pasien diabetes yang memakai insulin, dan penyakit otot (muscular

dystrophy);

3. 20%-50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10%

di antaranya berhasil (mati bunuh diri);

4. Angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka

kematian penduduk pada umumnya.

Skizofrenia termasuk salah satu gangguan jiwa yang sering dijumpai dalam

masyarakat, dan termasuk penyakit yang paling menimbulkan kerusakan dalam

psikiatri. Menurut The Global Burden of Disease, a World Health Organization

(WHO), skizofrenia merupakan salah satu dari 10 penyebab kelumpuhan

kemampuan di dunia di antara umur 15-44 tahun. Dan ini tentu saja menyebabkan

kerugian secara ekonomi baik dari efek langsung yaitu biaya pengobatan dan efek

tidak langsung yaitu ketidakmampuan untuk bekerja secara produktif. Melihat

dari onset umur penderita, skizofrenia menyerang pada masa puncak mereka akan

3

Page 4: ACT Pada Skizofenia

memperoleh pertumbuhan dan produktifitas.4,5,6

Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan

dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir . Gejala yang ditimbulkan

mencakup banyak fungsi seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan

yang salah (waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia),

gangguan aktivitas motorik (katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi (afek

tumpul), tidak mampu merasakan kesenangan (anhedonia). Akan tetapi kesadaran

serta kemampuan intelektual biasanya tetap dapat dipertahankan, meskipun terjadi

defisit kognitif.6

B. Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Terdapat beberapa kriteria diagnostik skizofrenia dalam Diagnostik and

Statistical Manual of Mental Disorders-1V Text Revision (DSM-IV TR), antara

lain:3,6

1. Karakteristik gejala

Terdapat dua atau lebih dari kriteria di bawah ini Dua atau lebih dari yang

berikut ini,masing-masing muncul cukup jelas selama jangka waktu 1 bulan

(atau kurang, bila ditangani dengan baik):

- Delusi

- Halusinasi

- Pembicaraan kacau

- Tingkah laku kacau atau katatonik

- Simtom-simtom negative

2. Disfungsi sosial/okupasional.

3. Durasi. Dimana simtom-simtom gangguan ini tetap ada untuk paling sedikit 6

bulan.Periode 6 bulan ini mencakup paling tidak 1 bulan dimana simtom-

simtom muncul.

4. Tidak termasuk gangguan schizoaffectife atau gangguan mood.

5. Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis.

6. Hubungan dengan Pervasive Developmental Dissorder.

4

Page 5: ACT Pada Skizofenia

Bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan PDD lainnya, diagnosis

tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada halusinasi atau delusi yang

menonjol,selama paling tidak 1 bulan(atau kurang bila di tangani dengan baik).3,7

C. Tipe Skizofrenia

Ada beberapa tipe skizofrenia; masing-masing memiliki kekhasan tersendiri

dalam gejala-gejala yang diperlihatkan dan tampaknya memiliki perjalanan

penyakit yang berbeda-beda, antara lain:6,7

1. Skizofrenia tipe paranoid

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham yang mencolok atau

halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek

yang relatif masih terjaga. Ciri-ciri dari tipe disorganized dan katatonik

(misalnya bicara yang kacau, afek yang datar atau tidak tepat, katatonik

atau motorik yang kacau) tidak menonjol. Wahamnya biasanya adalah

waham kejar atau waham kebesaran,atau keduanya,tetapi waham dengan

tema lain(misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somatisasi)

mungkin juga muncul. Wahamnya mungkin lebih dari satu, tetapi

tersusun dengan rapi di sekitar tema utama. Halusinasi juga biasanya

berkaitan dengan tema wahamnya.

Ciri-ciri lainnya meliputi anxietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka

beragumentasi.Individu mungkin mempunyai tingkah laku superior dan

memimpin mungkin mempunyai interaksi interpersonal yang kaku,

formal atau terlalu intens.Tema waha kejar bisa menjadi predisposisi bagi

individu untuk bunuh diri,dan kombinasi antara waham kejar dengan

waham kebesaran dengan disertai kemarahan bisa menjadi predisposisi

bagi tindakan kekerasan. Onset biasanya di usia lebih lanjut

dibandingkan tipe skizofrenia lainnya, dan ciri khasnya mungkin menjadi

lebih stabil dengan berlangsungnya waktu.Individu mungkin hanya

menunjukan sedikit atau atau tidak sama sekali kerusakan dalam tes

neuropsikis ataupun tes kognitif. Beberapa bukti mendukung bahwa

prognosis untuk tipe skizofrenia ini lebih baik, terutama berkenaan

dengan fungsi mencari nafkah dan kemampuan untuk hidup mandiri.

5

Page 6: ACT Pada Skizofenia

Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoidSuatu jenis skizofrenia

yang memenuhi kriteria:

a. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami

halusinasi auditorik.

b. Tidak ada ciri berikut yang mencolok: bicara kacau ,motorik kacau

atau Katatonik, afek yang tak sesuai atau datar.

2. Skizofrenia tipe Disorganized

Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau,

tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. pembicaraan

yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat

berkaitan dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku (misalnya:

kurangnya orientasi pada tujuan) dapat membawa pada gangguan yang

serius pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-

hari.

Kriteria diagnostic skizofrenia tipe disorganized Sejenis skizofrenia di

mana kriteria-kriteria berikut terpenuhi :

a. Semua gejala berikut ini cukup menonjol: pembicaraan kacau, tingkah

laku kacau, afek datar atau inappropriate.

b. Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik.

3. Skizofrenia tipe katatonik

Ciri utama pada skizofrenia tipe katatonik adalah gangguan pada

psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (motorik

immobility), aktifitas motor yang berlebihan, negativisme yang ekstrim,

mutism (sama sekali tidak tidak mau bicara dan berkomunikasi),

gerekan-gerakan yang tidak terkendali, ekolalia (mengulang ucapan

orang lain)atau echopraxia (mengikuti tingkah laku orang lain).

Motoric immobolity dapat dimunculkan berupa catalepsy (waxy

flexibility-tubuh menjadi sangat fleksibel untuk digerakan atau

diposisikan dengan berbagai cara, sekalipun untuk orang biasa posisi

tersebut akan sangat tidak nyaman).

Kriteria diagnostic skizofrenia tipe katatonik di mana gambaran klinis

didominasi oleh paling tidak dua dari yang berikut ini:

6

Page 7: ACT Pada Skizofenia

a. Motorik immobility (ketidakbergerakan motorik)sebagaimana terbukti

dengan adanya

b. catalepsy(termasuk waxy flexibility)atau stupor(gemetar).

c. Aktivitas motor yang berlebihan(yang tidak bertujuan dan tidak

dipengaruhi oleh stimuli eksternal).

d. Negativisme yang ekstrim (tanpa motivasi yang jelas, bersikap sangat

menolak pada segala instruksi atau mempertahankan postur yang kaku

untuk menolak dipindahkan) atau mutism (sama sekali diam)

e. Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali.

f. Echolalia (menirukan kata-kata orang lain).

4. Skizofrenia tipe Undifferentiated

Sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul slit untuk

digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu. Kriteria diagnostik untuk

skizofrenia tipe undifferentiated Sejenis skizofrenia dimana simtom-

simtom memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk

skizofrenia tipe Paranoid, Disorganized ataupun Katatonik.

5. Skizofrenia tipe Residual

Diagnosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana pernah ada paling

tidak satu kali episode skizofrenia, tetaip gambaran klinis saat ini tanpa

simtom positif yang menonjol. Terdapat bukti bahwa gangguan masih

ada sebagaimana ditandai oleh adanaya negatif simtom atau simtom

positif yang lebih halus.

Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe residual Sejenis skizofrenia

dimana kriteria-kriteria berikut ini terpenuhi :

a. Tidak ada yang menonjol dalam hal delusi, halusinasi, pemebicaraan

kacau atau tingkah laku katatonik.

b. Terdapat bukti keberlanjutan gangguan ini, sebagaimana ditandai oleh

adanya simtom-simtom negatif atau dua atau lebih simtom yang

terdaftar di kriteria A untuk skizofrenia, dalam bentuk yang lebih

ringan.

7

Page 8: ACT Pada Skizofenia

Dari sekian banyak konsep yang disertakan pada skizofrenia, diantaranya

terhadap konsep skizofrenia menurut Kurt Scheneider (1939). Menurut

Scheneider, konsep skizofrenia, tersusun atas dua kelompok yaitu first rank

symptoms (gejala-gejala rangking pertama) dan second rank symptoms (gejala-

gejala rangking kedua). Kriteria lainnya yaitu menurut Bleuler, yang membedakan

menjadi gejala primer dan gejala sekunder utuk mendiagnosis skizofrenia. Kriteria

Kurt Scheneider dan Bleuler untuk mendiagnosis skizofrenia, yaitu:2,5,6,8

1. Kriteria Kurt Scheneider, First and Second Rank Symptoms

Definisi skizofrenia menurut Kurt Scheneider adalah merupakan gangguan

dengan (penyebab), etiologi yang tidak diketahui. Ditandai dengan adanya

gejala psikotik yang secara berarti mengganggu atau telah terjadi

disharmoni dalam proses pikir, perasaan dan perilaku.

First rank (rangking) symptoms terdiri dari :

A. Halusinasi pendengaran atau auditorik

Pada skizofrenia halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini

merupakan suatu gejala yang hamper tidak dijumpai pada keadaan lain.

Suara tersebut dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau

siulan. Misalnya : Halusinasi dengar (Third order pada skizofrenia).

Ada suara berdebat antara dua orang yang memperdebatkan penderita

atau mengomentari perilaku penderita (selaku orang ketiga) padahal tidak

ada orang lain.

B. Gangguan batas ego ( Ego boundary disturbances)

Somatic passivity

Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh kekuatan dari

luar. Contoh: seseorang merasa yakin bahwa gerakan tubuhnya

dipengaruhi oleh hal- hal yang gaib.

Thought withdrawal

Pikiran penderita diambil atau disedot keluar. Contoh: pikirannya telah

diambil keluar kepalanya.

Thought insersion

Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya itu dimasukkan

ke dalam otaknya oleh orang lain. Contoh : seseorang merasa yakin

8

Page 9: ACT Pada Skizofenia

bahwa buah pikirannya yang bukan berasal dari dirinya sendiri

dimasukkan dari luar ke dalam pikirannya.

Thought broadcasting

Pikirannya diketahui oleh orang lain atau pikirannya itu disiarkan keluar

secara umum. Contohnya: seseorang merasa yakin bahwa pikirannya

dapat disiarkan dari kepalanya ke dunia luar sehingga orang lain tahu

atau mendengarnya. Misalnya melalui televisi, radio, koran, dan lain-lain.

Made-feeling

Perasaannya dibuat oleh orang lain.

Made-impuls

Kemauannya atau tindakannya atau seolah-olah dipengaruhi oleh orang

lain.

Second rank symptoms dari Scheneider terdiri dari :

Gejala-gejala rangking kedua skizofrenia terdiri dari :

1. Kelainan persepsi

Persepsi adalah daya mengenal kualitas hubungan serta perbedaan suatu

benda melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan, yaitu

setelah panca inderanya mendapat rangsangan. Keadaan ini terjadi pada

keadaan sadar atau dalam keadaan bangun.

Gangguan persepsi terdiri dari :

a. Halusinasi

b. Ilusi

c. Derealisasi

d. Depersonalisasi

2. Ide delusional mendadak

Delusi atau waham adalah keyakinan yang patologis, tidak dapat

dikoreksi, walaupun telah ditunjukkan bukti-bukti yang nyata dan di luar

jangkauan sosial budayanya. Dasar terbentuknya wahan akibat adanya

kelainan atau penyimpangan dari proses pikir. Ide delusional mendadak

atau ide waham mendadak, masuk ke dalam kelompok waham atau

delusi menurut proses terjadinya waham dalam bentuk primer. Waham

atau delusi primer disebut juga sebagai penghayatan prime delusion),

9

Page 10: ACT Pada Skizofenia

berbentuk penghayatan terhadap suatu arti baru, yang tidak dapat

ditelusuri berdasarkan peristiwa psikologis yang mendahuluinya.

Waham primer ada tiga jenis :

Waham perasaan (delusion mood)

Merupakan suatu penghayatan baru yang muncul dan dialami oleh

pasien, tentang ada sesuatu yang terjadi si dekelilingnya oleh pasien,

tentang ada sesuatu yang terjadi di sekelilingnya serta berkaitan dengan

dirinya, namun dia sendiri tidak dapat mengetahui mengenai hal tersebut.

Waham pikiran (delusion ideas)

Waham persepsi (delusional perception)

Munculnya arti baru yang berasal dari suatu obyek, yang tidak

dimengerti dipandang dari sudut perasaan atau sikap pasien. Waham –

waham yang muncul secara mendadak, biasanya tidak bisa dikoreksi atau

tidak logis dan tanpa tilikan (insight).

3. Kebingungan (preplexity)

Keadaan ini merupakan suatu kondisi mental yang ditandai dengan

adanya kesadaran yang berkabut, diorientasi (meski tidak sehebat pada

kebingungan organik), dan penurunan kemampuan untuk berinteraksi.

Sering disertai dengan aktivitas yang berlebihan dan tampaknya

dicetuskan oleh stress emosional. Kebingungan semacam itu muncul dan

dapat diketemukan pada skizofrenia.

4. Perubahan alam perasaan depresif dan euforik.

Dalam alam perasaan atau keadaan afektif, merupakan suatu nada

perasaan, yang menyenangkan ataupun tidak (rasa bangga, kekecewaan,

kasih sayang yang menyertai suatu pikiran). Biasanya berlangsung lama,

bersifat menetap dan umumnya tidak disertai dengan komponen

fisiologis. Merupakan suatu kesinambungan yang normal antara sedih

dan gembira. Gangguan mood (alam perasaan), ditandai dengan perasaan

abnormal, dari depresi atau euphoria dengan gambaran psikotik yang

terkait dalam beberapa kasus berat.

10

Page 11: ACT Pada Skizofenia

D. Assertive Community Treatment (ACT)

Pengobatan asertif komunitas adalah sebuah pendekatan yang intensif dan

terintegrasi bagi pelayanan kesehatan mental masyarakat. Program ACT ini

melayani pasien rawat jalan yang memiliki kesulitan dalam menjalankan fungsi

kehidupan seperti pekerjaan, hubungan sosial, kemandirian, kesehatan dan

pengelolaan keuangan.3,7,8

Pengobatan komunitas asertif dan perlakuan program pengobatan komunitas

asertif (ACT) pertama kali dikembangkan di Wisconsin oleh Stein Leonard dan

Mary Ann pada awal tahun 1970 yang bekerja sama dengan tim profesional

kesehatan mental yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial, perawat, dan

terapis okupasional dan rekreasi.6,7,8

Sejak awal 1970-an model ACT telah dipelajari dan direplikasi di banyak

rangkaian, dan telah menjadi sarana yang sangat efektif untuk membantu individu

penderita skizofrenia untuk hidup sukses dalam masyarakat. Penilaian pada

program ACT telah menunjukkan penurunan simtom dan kemungkinan kambuh.

Peningkatan komunikasi pada komunitas, kepuasan terhadap kehidupan, dan

mengingkatkan fungsi secara keseluruhan, khususnya di bidang pekerjaan,

hubungan sosial, dan kegiatan sehari-hari, seperti kebersihan pribadi, belanja,

perjalanan, atau manajemen keuangan.3,6

Sejak akhir 1970-an, pendekatan ACT telah direplikasi dan diadaptasi

secara luas. Program Harbinger di Grand Rapids, Michigan dikenal sebagai

tempat ACT pertama kali direplikasi dan diadaptasi pada penderita skizofrenia.

ACT dan berbagai variasinya saat ini banyak dipelajari dalam kesehatan mental

masyarakat. Berbagai perubahan yang terjadi dalam perkembangan ACT

bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas dalam memberikan pelayanan

sehingga dapat membantu proses rehabilitasi dan penyembuhan bagi penderita.9

Karena memiliki sejarah panjang dalam keberhasilan penanganan

permasalahan mental masyarakat, ACT telah diadopsi dan diakui oleh berbagai

elemen pemerintahan di Amerika Serikat, seperti United States Federal

Goverment’s Substance Abuse and Mental Service Administration (SAMHSA)

dan National Alliance on Mental Illness (NAMI) serta Commission on

Accreditation of Rehabilitation Facilities (CARF).9,11

11

Page 12: ACT Pada Skizofenia

Karakteristik ACT meliputi:6,7,10

a. Fokus pada pasien yang paling membutuhkan bantuan pelayanan ini.

b. Memiliki tujuan yang jelas untuk membantu penderita mempromosikan

kemandirian dirinya, rehabilitasi, pemulihan, dan mencegah terjadinya

kekambuhan dan hal negatif lainnya.

c. Penekanan program pada kunjungan rumah penderita untuk menghilangkan

keterbatasan serta mentransfer kemampuan yang baru dipelajari penderita

pada dunia nyata.

d. Rasio penderita dan staf yang seimbang memungkinkan ACT untuk

melakukan hampir semua tugas yang diperlukan, seperti pengobatan,

rehabilitasi, dan tugas dukungan dalam masyarakat serta untuk menghindari

krisis yang mungkin terjadi selama pelaksaan pengobatan dan memberikan

intervensi yang diperlukan.

e. Semua penderita berada di bawah pengawasan petugas kesehatan mental

profesional.

f. Staf kerja meliputi spesialis kejiwaan, spesialis rehabilitasi vokasional,

terapis okupasi, pekerja sosial dan perawat jiwa.

Dalam menjalani pengobatan komunitas secara asertif, penderita perlu

menjalani program perilaku asertif dan komukasi asertif dengan bantuan petugas

kesehatan mental secara profesional.

Perilaku Asertif

Gaya berkomunikasi (style of communication) juga sangat berpengaruh

terhadap perilaku atau tingkah laku dalam komunitas.  Tingkah laku yang tumbuh

dalam diri menggunakan perilaku asertif antara lain:9,11

a. Menjelaskan tentang perasaan, kebutuhan dan tujuan yang dapat diterima

oleh pihak-pihak yang berhubungan.

b. Mampu berkomunikasi secara sabar tanpa bermaksud menyerang orang lain.

c. Tegas dalam menentukan pilihan tanpa memaksakan kehendak kepada orang

lain.

d. Bermain dalam ketentuan yang jelas dan rasional

e. Mengatakan kebenaran dalam mempertahankan tujuan walaupun muncul

konflik tetapi selalu menjaga perasaan orang lain.

12

Page 13: ACT Pada Skizofenia

f. Tetap berpandang positif dan baik dalam menghadapi suatu permasalahan.

g. Percaya diri dan terbuka

h. Mampu memberi dan menerima umpan balik hal-hal positif dan negatif

i. Cara pandang yang positif dan optimis

j. Mengerti tentang bernegoisasi diantara perbedaan-perbedaan pendapat orang

lain.9,11

Teknik komunikasi asertif

Terdapat beberapa teknik yang berkaitan dan berhubungan dalam

komunikasi asertif antara lain:

a. Menggunakan ekspresi yang nyaman untuk dipandang, selalu menjaga

pandangan mata secara baik.

b. Menjaga intonasi dalam memberikan ketegasan tapi dapat menyenangkan

orang lain.

c. Mendengarkan secara baik lawan bicara yang sedang mengatakan sesuatu

d. Menanyakan pertanyaan apabila membutuhkan penjelasan

e. Selalu memandang untuk menemukan solusi yang terbaik dalam

menyelesaikan suatu masalah.9

13

Page 14: ACT Pada Skizofenia

BAB III

KESIMPULAN

Skizofrenia adalah gangguan pskiotik yang bersifat kronis yang ditandai

dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien

yang terkena. Salah satu penanganan dari skizofrenia adalah dengan pengobatan

asertif komunitas yang merupakan sebuah pendekatan yang intensif dan

terintegrasi bagi pelayanan kesehatan mental masyarakat. Program ACT ini

melayani pasien rawat jalan yang memiliki kesulitan dalam menjalankan fungsi

kehidupan seperti pekerjaan, hubungan sosial, kemandirian, kesehatan dan

pengelolaan keuangan.

14

Page 15: ACT Pada Skizofenia

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, I.S., 2006, Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien, Refika

Aditama, Bandung.

2. Hawari, D., 2003, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia,

Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

3. Kaplan HI, Sadock BJ. (2010) Synopsis of Psychiatry. 7th Ed., Baltimore;

Williams & Wilkins.

4. Isaacs, A, 2005. Mental Health and Psychiatric Nursing. Alih Bahas : Dian

Patri Rahayuningsih. EGC. Jakarta.

5. Keliat, B.A., 2001. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan

Jiwa. EGC. Jakarta.

6. Steinberg, M., Cicchetti, D., Buchanan, J., Rakfeldt, J., & Rounsaville, B.,

2006. Distinguishing between multiple personality disorder and schizophrenia

using the structured clinical interview for DSM-IV dissociative disorders.

Journal of Nervous and Mental Disease, 182, 495-502.

7. Maslim, R., 1997. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. PT

Nuh Jaya. Jakarta.

8. Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B., 2003. Psikologi Abnormal

(Terjemahan: Tim Fakultas Psikologi UI). Edisi 5 Jilid 2. Penerbit Erlangga.

Jakarta.

9. Joint Commission International Center for Patient Safety. 2006. Patient

Safety Practices. An online resource for improving patient safety:

Communication. Retrieved August 19.

10. Maramis W.F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya, Airlangga

University Press.

11. Marnat, G.G., 1999. Handbook of Psychological Assessment. 3rd Ed. New

York: John Wiley & Sons, Inc.

15