ACARA II_Telmi

23

Click here to load reader

Transcript of ACARA II_Telmi

Page 1: ACARA II_Telmi

ACARA II

PENENTUAN SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA LEMAK DAN MINYAK

A. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara “Penentuan Sifat Fisik, Sifat Kimia Lemak

dan minyak” ini adalah untuk menentukan sifat fisik, sifat kimia beberapa jenis

minyak yaitu berat jenis dan bilangan penyabunan,

B. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan bahan

Minyak kacang tanah merupakan minyak yang lebih baik daripada

minyak jagung, dan minyak biji kapas untuk dijadikan salad dressing,

disimpan di bawah suhu -11°C. Hal ini disebabkan karena minyak kacang

tanah jika berwujud padat berbentuk amorf, di mana lapisan padat tersebut

tidak pecah sewaktu proses pembekuan. Minyak kacang tanah yang

didinginkan pada suhu -6,6°C, akan menjadi trigliserida padat. Berdasarkan

flow test, maka fase padat terbentuk dengan sempurna. Sifat fisiko-kimia

minyak kacang tanah sebelum dan sesudah dimurnikan (Tabel 1)

Tabel 1. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kacang Tanah Sebelum dan Sesudah DimurnikanKarakteristik Sebelum dimurnikan Sesudah dimurnikan

Tipe virginia Tipe spanis Bermacam-macam varietas

Bilangan IodBilangan penyabunanBilangan PolenskeBilangan Reichert-MeisslBilangan asetilTiter (°C)Titik cairTitik asap (°C)Indeks bias nD 60°CBobot jenis

94,80187,800,290,219,5-

--

0,9136

90,10188,200,120,278,7----

0,9148

90,0 – 94,0186,0 – 192,0

0,2 – 0,70,1 – 1,09,0 – 9,128 – 30

- 5,5 – 2,2226,61,4558

0,910 – 0,915

(Ketaren, 1986).

Page 2: ACARA II_Telmi

Karakteristik minyak kacang tanah dari beberapa referensi disajikan

dalam Tabel 2 Minyak kacang tanah tanpa pemurnian bersifat lunak tetapi

sedikit langu, seperti flavor kacang yang akan dihilangkan selama pemurnian.

Tabel 2 Karakteristik kimia dan fisika minyak kacang tanahKarakteristik Nilai

Flavor dan bauWarna (visual)Warna (Gardner, maksimum)Titik lelehTitik asapBerat jenis (21°C)Asam lemak bebas (sebagai asam oleat, maks.)Bilangan IodBilangan peroksida (maksimum)

Bilangan asetilPanas peleburan (tak terhidrogenasi)Indeks bias (nD 40°C)Lemak yang tak tersabunkan

lunakkuning terang40 – 3°C229,4°C0,9150,05%82 – 10610 meq oksigen peroksida/kg minyak8,5 – 9,521,7 kal/gr1,46 – 1,4650,40%

(Gunstone, 2000).

Bau dan flavour dalam minyak selain terdapat secara alami, juga

terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan

minyak. Sedangkan bau khas dari minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh

persenyawaan beta ionone. Dan untuk titik cair minyak sawit berada dalam

kisaran suhu tertentu karena minyak sawit mengandung beberapa macam

asam lemak yang memiliki titik cair yang berbeda-beda serta wujudnya agak

kental. Titik lunaknya berkisar antara 33-340C (Tim Penulis PS, 2000)

Page 3: ACARA II_Telmi

Dari table 3 dibawah dapat dilihat bahwa minyak sawit murni

memiliki titik cair yang lebih tinggi dibanding minyak sawit kasar sehingga

wujudnya sedikit lebih kental, serta memiliki indeks bias dan bilangan Iod

yang lebih besar pula. Namun, bilangan penyabunannya ternyata lebih kecil

dibanding minyak sawit kasar.

Tabel 3. Perbandingan Sifat Fisik-Kimia Minyak Sawit Sebelum Dan Sesudah Dimurnikan

Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni

Titik Cair : Awal Akhir

21-2426-29

29,440

Bobot Jenis 150C 0,859-0,870Indeks bias D 400C 36-37,5 46-49Bilangan Iod 14,5-19 46-52Bilangan Penyabunan 224-249 196-206Bil.Reichert Meissl 5,2-6,5 -Bil.Polenske 9,7-10,7 -Bil.Krichner 0,8-1,2 -Bil.Bartya 33 -

(Ketaren, 1986).

Lemak dikenali oleh asam predominan. Lemak dari daging sapi

mengadung lemak jenuh. Kualitas penting dari semua asam lemak adalah

kemampuan menahan panas. Semakin lemak itu jenuh, maka akan semakin

kuat , karena ikatan jenuhnya lebih kuat dibandingkan dengan ikatan tak

jenuh. Lemak yang jenuh sifat fisiknya cendrung mengeras pada temperature

sedang, contohnya adalah lemak sapi. Lemak sapi (beef tallow) merupakan

bahan pakan alternatif yang dapat dicoba, khususnya karena merupakan sumber

energi yang sangat potensial, yaitu dengan energi metabolis 7010 kkal/kg

(Planck, 2006).

Minyak kelapa mengandung 92% lemak jenuh, sehingga pada kondisi

ruang berbetuk cair. Minyak kelapa bermutu prima (SQ, Special Quality)

mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada

saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak

Page 4: ACARA II_Telmi

lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan

menghasilkan rendemen minyak 22,1 % ‐ 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam

lemak bebas 1,7 % ‐ 2,1 % (terendah) (Saifudin, 2008).

Produksi daging dan konsumsinya telah membuat perubahan perubahan

dalam permintaan tipe ayam potong (broiler). Lemak pada ayam, khususnya

terbanyak berada di bagian abdomen dan sangat tidak disukai oleh konsumen,

karena selain dapat mengganggu kesehatan, juga memberi imajinasi bahwa yang

disebut daging sudah harus terbebas dari lemak arena dapat menyebabkan

obesitas (kegemukan) yang ditandai dengan banyaknya penimbunan lemak.

Selanjutnya dijelaskan, bahwa dugaan selama ini terhadap kolesterol sebagai

penyebab kematian adalah anggapan yang keliru, karena pemicu sebenamya

adalah karbohidrat. (Suhendra, dkk. 2007).

2. Teori yang mendasari

Bobot jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada

suhu 25°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat

digunakan untuk semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang

digunakan untuk penentuan ini ialah piknometer Bobot jenis dari minyak dan

lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25°C, akan tetapi dalam hal ini

dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40°C atau 60°C untuk

lemak yang titik cairnya tinggi. Pada penetapan bobot jenis, temperatur

dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek (Ketaren,

1986).

Bobot jenis merupakan perbandingan berat dari volume minyak atau

lemak pada suhu 25°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama

(Sudarmadji et. al., 1989).

Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat

molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam

lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil akan

mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan

Page 5: ACARA II_Telmi

berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil. Angka

penyabunan = bilangan penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (mg)

KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak

(Sudarmadji et. al., 1989).

Bilangan penyabunan ialah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk

menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan penyabunan dinyatakan

dalam jumlah miligram kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk

menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Besarnya bilangan penyabunan

tergantung dari berat molekul. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah

akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak

yang mempunyai berat molekul tinggi. Penentuan bilangan penyabunan dapat

dilakukan pada semua jenis minyak dan lemak (Ketaren, 1986).

Bilangan Penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang dibutuhkan

untuk menyabunkan 1 g lemak. Untuk menetralkan 1 molekul gliserida

diperlukan 3 molekul alkali:

R1COOH2 R1COOK HOCH2

+

R2COOCH + 3 KOH → R2COOK + HOCH

+

R3COOH2 R3COOK HOCH2

Pada trigliserida dengan asam lemak yang rantai C-nya pendek, akan

didapat lebih tinggi daripada asam lemak dengan rantai C panjang untuk

bilangan peroksidanya (Winarno, 2002).

Jika lemak atau minyak dipanaskan sampai suhu tertentu, dia akan

mulai mengalami dekomposisi, menghasilkan kabut berwarna biru atau

menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan

lemak dan minyak mulai berasap pada suhu di atas 200°C. Titik asap untuk

minyak jagung misalnya, adalah 232°C. Umumnya, minyak nabati

Page 6: ACARA II_Telmi

mempunyai titik asap lebih tinggi daripada lemak hewani. Dekomposisi

trigliserida menghasilkan sejumlah kecil gliserol dan asam lemak. Gliserol

mengalami dekomposisi lebih lanjut menghasilkan senyawa yang dinamakan

akrolein. Proses dekomposisi ini tidak dapat berlangsung balik (”irreversible”)

dan sewaktu menggunakan lemak atau minyak untuk menggoreng, hendaknya

suhu penggorengan agar selalu di bawah titik asap. Titik asap bermanfaat

dalam menentukan lemak atau minyak yang sesuai untuk keperluan

menggoreng. Pemanasan ulang lemak atau minyak atau terdapatnya bagian-

bagian makanan yang hangus akan menurunkan titik asap. Pemanasan ulang

juga akan mengakibatkan perubahan oksidatip dan hidrolitik pada lemak dan

mengakibatkan akumulasi substansi yang akan memberikan flavour yang

tidak disukai pada makanannya (Gaman dan Sherrington, 1992).

C. Metodologi

1. Alat

a. Piknometer

b. Timbangan

c. Pipet tetes

d. Termometer

e. Erlenmeyer 200 ml

f. Buret

g. Tabung reaksi

h. Pipet ukur 1 ml

i. Propipet

j. Pendingin balik

k. Hot plate

2. Bahan

a. Minyak kelapa pemanasan

b. Minyak kacang tanah pengempaan

Page 7: ACARA II_Telmi

Ditimbang 2 piknometer kosong yang bersih dan kering

Diisi piknometer dengan aquadest, ditutup dan dilap dengan tissue.

Ditimbang piknometer beserta isinya, dan dicatat

Diulangi pekerjaan tersebut tapi piknometer diisi dengan minyak

airberat

piknometerberat - minyak) r (piknometeberat

Ditentukan berat jenisnya pada suhu 25°C dengan mengikuti rumus:BJ 25°C = BJ pada suhu pengukuran + 0,0007 x (suhu pengukuran – 25)

c. Minyak ayam

d. Minyak sapi

e. Aquadest

f. Larutan KOH (yang dibuat dari 56 g KOH dalam 1 liter alkohol)

g. Indikator phenolphtalein (pp)

h. Larutan standar HCl 0,5 N

3. Cara kerja

a. Penentuan Berat Jenis

Page 8: ACARA II_Telmi

Ditimbang minyak sebanyak 5 g

Ditambah 50 ml larutan KOH (yang dibuat dari 56 g KOH dalam 1 liter alkohol), ditutup dengan pendingin balik, dan dididihkan selama 30 menit

(g) sampelberat

KOHMr x HCl N x ts)- (tb HCl ml penyabunan Angka

Didinginkan, ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein (pp), dan dititrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar HCl 0,5 N. Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH ini perlu dibuat titrasi blanko, yaitu dengan prosedur yang sama tanpa minyak

b. Penentuan Angka Penyabunan

Page 9: ACARA II_Telmi

D. Hasil dan Pembahasan

1. Penentuan Berat Jenis

Tabel 2.1 Hasil Penentuan Berat Jenis MinyakSampel Kel Berat jenis

Minyak kelapa pemanasan1 0,88835 0,888

Minyak kacang tanah pengempaan

2 1,166 0,827

Lemak ayam 3 0,8887 0,831

Lemak sapi4 0,8478 0,867

Sumber: Laporan sementara

Pembahasan

Berat jenis (specific gravity) adalah besaran murni tanpa dimensi

maupun satuan (Giancoli, 1997). Berat jenis suatu zat adalah beratnya per

volume satuan. Berat jenis merupakan sifat yang cocok untuk statika fluida

atau cairan dengan permukaan bebas dan merupakan bilangan tak berdimensi

yang sama dengan besarnya kerapatan ini bila dinyatakan dalam kg/L

(Streeter, 1993). Cara ini dapat digunakan untuk semua minyak dan lemak

yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan ini ialah piknometer

(Ketaren, 1986).

Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui berat jenis dari

beberapa sampel minyak yaitu minyak kelapa pemanasan, minyak kacang

tanah pengempaan, lemak ayam, dan lemak sapi. Penentuan berat jenis dari

masing-masing sampel minyak ini dilakukan dengan membandingkan antara

selisih berat (piknometer + minyak) dan berat piknometer kosong dengan

selisih berat (piknometer + air) dan berat piknometer kosong pada volume dan

suhu yang sama. Suhu air pada saat pengukuran adalah 28°C.

Pada penentuan berat jenis minyak ini diperoleh data seperti yang

tersaji dalam tabel 2.1. Menurut Ketaren (1986), berat jenis minyak kelapa

pada suhu kamar sebesar 0,900. Dan dari data yang telah diperoleh berat jenis

sampel minyak kelapa pemanasan sebesar 0,8883 dan 0,888. Walaupun berat

Page 10: ACARA II_Telmi

jenis yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan teori, namun bila hasilnya

dibulatkan tetap sesuai dengan teori.

Menurut Ketaren (1986), berat jenis minyak kacang tanah berkisar

antara 0,910 – 0,915. Dari data kelompok 2 dan 6 diketahui bahwa berat jenis

minyak kacang tanah pengempaan sebesar 1,16 dan 0,827sehingga berat jenis

yang telah diperoleh ini tidak sesuai dengan teori. Hal ini dapat disebabkan

oleh adanya partikel-partikel (misalnya kotoran) yang masuk ke dalam

minyak selama minyak disimpan dalam kondisi terbuka. Partikel-partikel ini

meskipun dalam jumlah yang sedikit tetapi akan tetap dapat mempengaruhi

berat jenis yang dihasilkan, selain itu saat proses penggorengan, penggilingan

dan pengempaan yang tidak sesuai proses juga dapat mempengaruhi berat

jenis dari minyak kacang yang didapat. Menurut Griffinind (2007) sampel

lemak ayam diperoleh berat jenis sebesar 0,840 Dari data kelompok 3 dan 7

diketahui bahwa berat jenis lemak ayam sebesar 0,888 dan 0,831 Walaupun

berat jenis yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan teori, namun hasilnya

tetap sesuai dengan teori. Dan sampel terakhir yaitu lemak sapi diperoleh dari

data kelompok 4 dan 8 diketahui bahwa berat jenis lemak pengempaan

sebesar 0,888 dan 0,831, sedangkan menurut teori yang dijelaskan Udayana

(2002) berat jenis lemak minyak sekitar 0,889-0,938, sehingga berat jenis

lemak sapi walaupun berbeda, namun perolehannya tidak jauh berbeda

dengan teori.

Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat diketahui pula bahwa

sampel dengan berat jenis terbesar hingga terkecil secara berurutan adalah

minyak kacang tanah pengempaan, minyak kelapa pemanasan, lemak ayam,

dan lemak sapi.

2. Penentuan Angka Penyabunan

Page 11: ACARA II_Telmi

Tabel 2.2 Hasil Penentuan Angka Penyabunan MinyakSampel Kel ml HCl Angka penyabunanBlanko - 63,6 -

Minyak kelapa pemanasan1

25 216,195

Minyak kacang tanah pengempaan

224 221,8

6

Lemak Ayam3

47,8 88,507

Lemak Sapi4

31,7 178,678

Sumber: Laporan sementara

Pembahasan

Bilangan penyabunan adalah mg KOH yang dibutuhkan untuk

menyabunkan 1 g lemak (Winarno, 2004). Hal serupa juga diungkapkan

Ketaren (1986) bilangan penyabunan merupakan jumlah alkali yang

dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan

penyabunan dinyatakan dalam jumlah miligram kalium hidroksida yang

dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Besarnya

bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Hal ini dapat dijelaskan,

dengan semakin panjang rantai hidrokarbon suatu minyak, maka akan

semakin kecil proporsi molar gugus karboksilat yang akan bereaksi dengan

basa.Penentuan bilangan penyabunan dapat dilakukan pada semua jenis

minyak dan lemak.

Pada praktikum ini bertujuan untuk menentukan angka penyabunana

dari beberapa sampel minyak yaitu minyak kelapa pemanasan, minyak kacang

tanah pengempaan, lemak ayam, dan lemak sapi. Penentuan angka

penyabunan ini dilakukan dengan cara menimbang sampel minyak sebanyak 5

gr dalam erlenmeyer 200 ml, ditambah 50 ml larutan KOH (yang dibuat dari

56 gr KOH dalam 1 liter alkoho). Setelah itu ditutup dengan pendingin balik,

dididihkan dengan hati-hati selama 30 menit. Selanjutnya didinginkan dan

ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein (pp) dan dititrasi kelebihan

KOH dengan larutan standar HCl 0,5 N. Untuk mengetahui kelebihan larutan

Page 12: ACARA II_Telmi

KOH maka dibuat titrasi blanko, yaitu dengan prosedur yang sama tetapi

tanpa sampel minyak. Kemudian ditentukan besarnya angka penyabunan

minyak tersebut.

Penentuan angka penyabunan pada beberapa minyak dan lemak

diperoleh data yang tercantum dalam tabel 2.2. Berdasarkan hasil yang telah

diperoleh maka dapat diketahui bahwa untuk semua sampel baik berupa

minyak sawit pemanasan minyak kacang tanah dengan pengempaan, lemak

ayam dan lemak sapi hasil perolehan bilangan penyabunan yang besarnya

belum sesuai dengan teori. Menurut Suhardiyono (1988), bilangan

penyabunan untuk minyak kelapa sekitar 255 – 265 mgr KOH/gr sampel.

Sedangkan bilangan penyabunan minyak kelapa pemanasan yang diperoleh

sebesar 216,19 mgr KOH/gr sampel. Menurut Carolina (2008), bilangan

penyabunan untuk minyak kacang tanah sekitar 185 – 195 mgr KOH/gr

sampel. Akan tetapi, bilangan penyabunan untuk sampel minyak kacang tanah

pengempaan yang diperoleh sebesar 221,8 mgr KOH/gr sampel. Selanjutnya

menurut Anonim b (2010), bilangan penyabunan untuk lemak ayam 138 mgr

KOH/gr sampel. Sedangkan bilangan penyabunan dari data pratikum

diperoleh 88,50 mgr KOH/gr sampel. dan untuk bilangan penyabunan sampel

lemak sapi dengan sumber yang sama Anonim b (2010) yaitu sebesar 140 mgr

KOH/gr sampel tidak sesuai dengan teori, karena hasil perolehan bilangan

penyabunan hasil praktikum untuk lemak sapi 178,67 mgr KOH/gr sampel.

Sehingga untuk sampel minyak kelapa pemanasan, dan lemak ayam

mempunyai bilangan penyabunannya jauh lebih rendah dari teori yang telah

ada, dan untuk sampel Minyak kacang tanah dengan pengempaan serta lemak

sapi mempunyai bilangan penyabunannya jauh lebih tinggi dari teori yang

telah ada,

Perbedaan perolehan angka penyabunan antara data praktikum dengan

teori adalah Hal ini dimungkinkan karena proses ekstraksi minyak dilakukan

Page 13: ACARA II_Telmi

dengan adanya kotoran yang ikut dalam proses sehingga dapat mempengaruhi

besarnya bilangan penyabunan yang dihasilkan.

Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat diketahui pula bahwa

sampel dengan bilangan penyabunan terbesar hingga terkecil secara berurutan

adalah minyak kacang tanah pengempaan, minyak kelapa pemanasan, lemak

sapi, dan lemak ayam. Menurut Sudarmadji et. al. (1989), angka penyabunan

dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak

secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti

mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan

yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai

angka penyabunan relatif kecil.

Menurut Ketaren (1986), minyak kelapa berdasarkan kandungan asam

lemak mengandung 84% trigliserida dengan tiga molekul asam jenuh, 12%

trigleserida dengan 2 asam lemak jenuh dan 4% trigliserida 1 asam lemak, dan

digolongkan dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya

paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Menurut

Sudarmadji et. al. (1989), bobot molekul untuk asam laurat C12H24O2 sebesar

200. Sedangkan pada sampel kacang tanah pengempaan memiliki bilangan

penyabunan yang paling besar. Menurut Ketaren (1986), minyak kacang tanah

mengandung 76 – 82 persen asam lemak tidak jenuh, yang terdiri dari 40 – 45

persen asam oleat dan 30 – 35 persen asam linoleat. Karena kandungan asam

linoleat yang terbesar maka minyak kacang tanah tergolong dalam minyak

asam linoleat. Menurut Sudarmadji et. al. (1989), bobot molekul untuk asam

linoleat sebesar 278.

Pada sampel lemak ayam bilangan penyabunan yang paling kecil

sehingga berat molekulnya yang paling besar. Menurut Muchtadi (2008),

lemak ayam mengandung 31 persen asam lemak jenuh (palmitat dan stearat),

47 persen lemak mono tidak jenuh (palmitoleat dan oleat), dan 22 % lemak

poli tidak jenuh (linoleat dan stearat). Karena kandungan asam oleat yang

Page 14: ACARA II_Telmi

terbesar maka lemak ayam tergolong dalam minyak asam oleat. Menurut

Sudarmadji et. al. (1989), bobot molekul untuk asam oleat sebesar 283.

Sedangkan pada sampel lemak sapi juga memiliki bilangan penyabunan yang

paling terkecil kedua. Menurut Muchtadi (2008), lemak sapi mengandung 52

persen asam lemak jenuh (palmitat dan stearat), 44 persen lemak mono tidak

jenuh (palmitoleat dan oleat), dan 4 % lemak poli tidak jenuh (linoleat dan

stearat). Karena kandungan asam palmitat dan stearat yang terbesar maka

lemak sapi akan memadat pada suhu ruang. Menurut Sudarmadji et. al.

(1989), bobot molekul untuk asam palmitat sebesar 256.

Faktor yang mempengaruhi angka penyabunan adalah berat molekul,

kandungan asam-asam lemak yang terkandung didalamnya, semakin besar

berat molekulnya semakin kecil perolehan angka penyabunan, seperti dalm

data praktikum lemak ayam yang mengandung lemak paling rendah, namun

ada perbedaan untuk minyak kacang tanah yang memiliki angka penyabunan

yang besar, karena di dalam minyak kacang tanah mengandung linoleat yang

tinggi sehingga dapat menurunkan kestabilan minyak kacang tanah, sehingga

untuk minyak kacang tanah berat molekul tidak begitu berpengaruh.

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: ACARA II_Telmi

Anonim a. 2010. Saponification home.pacific.net.au/~thambilton/Saponification.html . Diakses pada 28 April 2010.

Carolina, Desy. 2008. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan Iodin dari Minyak Hasil Ekstraksi Minyak Kacang Tanah Dengan Pelarut n-Heksana. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 19992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. UGM Press. Yogyakarta.

Griffinind. 2007. Material safety Data Sheet Chicken Fat griffinind.com/FPS-ChickenFat.php. Diakses pada 28 April 2010.

Giancoli, Douglas C. 1997. Fisika Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta

Gunstone, Frank D. 2000. Vegetables Oils in Food Technology Compotition, Properties and Uses. CRC Press LLC. USA.

Ketaren. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta

Planck, Nina. 2006. Real Food: What to Eat and Why. Bloomsbury Publishing. New York.

Saifudin Umar. 2008. Analisa Lemak dan Minyak Kelapa feeds.feedburner.com/food4healthy . Diakses pada 28 April 2010.

Steeter, L. Victor. 1993. Mekanika Fluida Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta.

Sudarmadji, Slamet, et. al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Suhendra P., E.J. Tandi, L. Muslimin dan L. Agustina. 2007. Pemberian Tipe dan Jenis Karbohidrat Ransu Terhadap Modifikasi Pembentukan Lemak Abdomen Broiler Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3. No 2 ISSN 1858-4330. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Suhardiyono, L. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.

Tim Penulis PS. 2000. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Udayana, Alit. I.D.G. 2002. Pengaruh Penggunaan Lemak Sapi Dalam Ransum Sebagai Pengganti Sebagian Energi Jagung Terhadap Berat Badan Akhir Dan Prosentase Karkas Itik Bali Jurnal Perternakan Vol. 3 No. 2 Mei 2002. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Bali.

Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia . Jakarta