ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM...

52
30 BAB III ABU AL A’LA AL MAUDUDI 1 , PEMIKIRAN POLITIK ISLAM DAN KONSEP SYURA A. Biografi Abu Al-A’la Al Maududi, Aktifitas, Zaman dan Karyanya Nama lengkap pemikir besar Islam kontemporer dari anak benua India itu adalah Abu Al-A’la Al Maududi, untuk selanjutnya kita sebut saja Al Maududi. 2 Al Maududi dilahirkan pada tanggal 3 Rajab 1321 H / 25 September 1903 M di Aurangabad, suatu kota terkenal dikesultanan Myderabad (Deccan), sekarang dikenal dengan Andhra Prades di India. 3 Ia adalah putra Ahmad Hasan Al Maududi (lahir, 1855), yang silsilah ayah dan kakeknya sampai pada Nabi Muhammad saw. Sedangkan ibunya, Sayyidah Ruqayyah, adalah keturunan bangsawan Turki. Keluarganya mengakui keturunan langsung dari Qutbud Din Maudud (meninggal tahun 527 M), seorang pemimpin terkenal Tarekat Khitsi yang berkembang di India. 4 Dia lahir dalam keluarga Syarif (keluarga tokoh muslim India Utara) dari Delhi, yang bermukim di Deccan. 5 1 Pada mulanya nama “Abu Al A’la” pernah menimbulkan permasalahan, karena “Abu Al A’la” artinya ayah dari “Yang Maha Tinggi”, sedangkan “Yang Maha Tinggi” adalah salah satu atribut atau sifat Tuhan. Memang demikianlah yang didapatkan dalam sejumlah ayat-ayat Al Qur’an. Namun didalam pembelaannya Al Maududi mengutip dua ayat Al Qur’an, dimana atribut “Al-A’la” dan Al-A’launa”, diberikan kepada manusia, yaitu Nabi Musa, a.s dan orang-orang yang beriman. Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran Jakarta : UI Press, Cet. ke-1, 1990, hlm. 158 2 Ibid., hlm. 157-158 3 Departemen Agama RI, Ensiklopedi islam di Indonesia, Proyek peningkatan prasarana dan sarana perguruan Tinggi Agama / IAIN Jakarta, 1992 / 1993, hlm. 731-732 4 Ensiklopedi Islam Indonesia, Ibid, hlm. 732. Artikel : Al Maududi 5 Ilyas Hasan, Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung : Mizan, Cet. ke-1, 1995, hlm. 102

Transcript of ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM...

Page 1: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

30

BAB III

ABU AL A’LA AL MAUDUDI1,

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM DAN KONSEP SYURA

A. Biografi Abu Al-A’la Al Maududi, Aktifitas, Zaman dan Karyanya

Nama lengkap pemikir besar Islam kontemporer dari anak benua India

itu adalah Abu Al-A’la Al Maududi, untuk selanjutnya kita sebut saja Al

Maududi.2 Al Maududi dilahirkan pada tanggal 3 Rajab 1321 H / 25

September 1903 M di Aurangabad, suatu kota terkenal dikesultanan

Myderabad (Deccan), sekarang dikenal dengan Andhra Prades di India.3

Ia adalah putra Ahmad Hasan Al Maududi (lahir, 1855), yang silsilah

ayah dan kakeknya sampai pada Nabi Muhammad saw. Sedangkan ibunya,

Sayyidah Ruqayyah, adalah keturunan bangsawan Turki. Keluarganya

mengakui keturunan langsung dari Qutbud Din Maudud (meninggal tahun 527

M), seorang pemimpin terkenal Tarekat Khitsi yang berkembang di India.4

Dia lahir dalam keluarga Syarif (keluarga tokoh muslim India Utara) dari

Delhi, yang bermukim di Deccan.5

1 Pada mulanya nama “Abu Al A’la” pernah menimbulkan permasalahan, karena “Abu Al

A’la” artinya ayah dari “Yang Maha Tinggi”, sedangkan “Yang Maha Tinggi” adalah salah satu atribut atau sifat Tuhan. Memang demikianlah yang didapatkan dalam sejumlah ayat-ayat Al Qur’an. Namun didalam pembelaannya Al Maududi mengutip dua ayat Al Qur’an, dimana atribut “Al-A’la” dan Al-A’launa”, diberikan kepada manusia, yaitu Nabi Musa, a.s dan orang-orang yang beriman. Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran Jakarta : UI Press, Cet. ke-1, 1990, hlm. 158

2 Ibid., hlm. 157-158 3 Departemen Agama RI, Ensiklopedi islam di Indonesia, Proyek peningkatan prasarana

dan sarana perguruan Tinggi Agama / IAIN Jakarta, 1992 / 1993, hlm. 731-732 4 Ensiklopedi Islam Indonesia, Ibid, hlm. 732. Artikel : Al Maududi 5 Ilyas Hasan, Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung : Mizan, Cet. ke-1, 1995, hlm.

102

Page 2: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

31

Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

agama, karena banyak dari nenek moyang maududi adalah syaikh-syaikh

tarekat sufi yang terkenal. Nenek moyang Maududi pindah ke anak benua

India di Chrishti pada ahir abad ke 9 H / abad 15 M. Orang pertama yang tiba

di anak benua adalah orang yang namanya sama dengan Abul A’la yaitu Abul

A’la Maududi (yang meninggal dunia pada 935 H).6

Al Maududi adalah anak yang paling dari tiga bersaudara. Setelah

memperoleh pendidikan dirumahnya, kemudian melanjutkan sekolah

menengah Madrasah Fawqaniyyah di Aurangabad, sebuah madrasah yang

menggabungkan sistem pendidikan modern barat dengan pendidikan Islam

tradisional.7 Dari sekolah tersebut ia memperoleh ijasah maulawi (sebuah

gelar akademik di India). Kemudian Al Maududi melanjutkan pendidikannya

di Perguruan Tinggi Darul Ulum, Hydrabad. Namun perkuliahannya hanya

diikuti selama enam bulan, karena ia harus merawat ayahnya yang sakit

hingga membawa kepada ajal kematiannya. Setelah itu pendidikan Al

Maududi terhenti secara formal.8

Al Maududi merupakan seorang otodidak yang berhasil. Dengan bekal

beberapa bahasa yang sudah dikuasainya sejak awal tahun 1920-an, seperti

Arab, Persia, dan Inggris, disamping bahasa Urdu, dia mampu mempelajari

segala macam ilmu yang diminatinya dengan sukses. Al Maududi mula-mula

dikenal sebagai seorang wartawan. Karir jurnalistiknya dimulai sejak usia 15

6 H.A. Mukti Ali, Alam Pikiran di India dan Pakistan, Bandung : Mizan, Cet. ke-1,

1993, hlm. 238 7 ibid, hlm. 238 8 Abul A’la Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan ,Evaluasi Kritis Atas Sejarah

Pemerintahan Islam, Muhammad Al-Baqir (ed), Bandung : Mizan, Cet. ke-1, 1984, hlm. 7

Page 3: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

32

tahun.9 Pada usia tujuh belas tahun, beliau menjadi redaktur harian Taj,

Jabalpur dan kemudian redaktur Al Jamai’at, Delhi – satu diantara surat kabar

muslim India abad ke 19/20 yang paling populer. Pada tahun 1929, dalam

usianya ke 26 tahun, beliau menerbitkan karyanya yang cemerlang dan

monumental, Al-Jihad Fi Al Islam (Perang suci dalam Islam). Karya ini belum

pernah terdapat sebelumnya dalam literature Islam dan tiada bandingannya,

sekalipun dalam bahasa Arab.10

Karya ini tidak sedikit mendapatkan pujian dari tokoh-tokoh muslim

kala itu, diantaranya Moh. Iqbal (wafat 1938 M), dan Maulana Moh Ali Jauhar

(wafat 1931 M), ia sebagai pemimpin dari gerakan khilafah dan kerajaan.11

Al Maududi kemudian pindah ke Hyderabad (Deccan). Disana pada

tahun 1932 menerbitkan sebuah majalah bulanan bernama Tarjuman Al

Qur’an. Dari majalah ini ia bisa menyampaikan pikiran-pikirannya, disamping

itu majalah tersebut telah mempunyai peranan yang penting dan baik sekali

dalam membangkitkan semangat serta kemajuan Islam di anak benua Indo-

Pakistan saat itu. Sehingga majalah Tarjuman Al Qur’an ini merupakan suatu

unsur yang tak dapat dipisahkan dari sejarah berdirinya dan perkembangan

Islam di anak benua itu.12

Kemampuan Al Maududi dalam menguasai berbagai ilmu agama dan

ilmu pengetahuan modern, yang ditopang oleh keahlian jurnalistiknya yang

9 Ensiklopedi Islam Di Indonesia, hlm. 732 10 Abul A’la Al Maududi, Hukum Dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Drs. Asep Hikmat

(penj), Bandung : Mizan, Cet. ke-1, 1990, Dalam Abul A’la Maududi : Sketsa Biografi, Khursid Ahmad (ed)

11 H. A. Mukti Ali, Alam Pikiran.,hlm. 239 12 Abu Al A’la Al Maududi, Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim, Alih Bahasa :

Osman Ralibi, Jakara : Bulan Bintang, 1967, hlm. 7

Page 4: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

33

tinggi mewujudkan dirinya sebagai seorang pengarang yang produktif.

Karangannya mencakup pelbagai ilmu agama Islam seperti tafsir, hadits,

hukum, filsafat dan sejarah. Karangannya selalu membicarakan berbagai

masalah yang dihadapi umat Islam diantaranya bidang politik, ekonomi,

sosial, kebudayaan, theology dan sebagainya.13

Disela kesibukannya dalam jurnalistik, Al Maududi masih sempat

menyampaikan ceramah melalui radio Pakistan, yang ditujukan bukan saja

kepada rakyat Pakistan, melainkan juga kepada segenap masyarakat Islam

sedunia. Ceramah tersebut mencakup lima bidang pokok kehidupan umat

Islam, yaitu moral, politik, sosial, ekonomi, dan spiritual. Kemudian ceramah-

ceramah itu diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Islamic Way Of Life

(jalan hidup muslim).14

Pertama-tama Al Maududi memusatkan perhatiannya untuk

menerangkan ide, nilai dan prinsip-prinsip dasar Islam. Lebih khusus lagi ia

memusatkan perhatiannya sekaligus membahas masalah-masalah yang timbul

dari pelbagai konflik antara pandangan Islam dan pandangan dunia barat

kontemporer. Disamping itu juga mengembangkan metodologi baru untuk

mempelajari masalah dalam konteks pengalaman barat dan dunia muslim,

yang dinilai melalui kriterium teoritis dari kebaikan dan keunggulan yang

sesuai dengan ajaran-ajaran Al Qur’an dan As Sunnah.

Selain merupakan penulis yang produktif, Al Maududi juga dalam

setiap bulannya menghasilkan beberapa puluh halaman. Dimana didalam

13 Ensiklopedi Islam Di Indonesia., hlm. 732 14 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Jakarta : Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1996, hlm. 1155. Artikel Al Maududi

Page 5: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

34

tulisannya tampak sekali nilai-nilai kecerdasan dan keilmiahannya, yang

mempersepsikan pentingnya ajaran-ajaran Al Qur’an dan As Sunnah,

demikian juga kesadaran kritis dari arah pikiran barat. Semua ini membawa

kesegaran dalam metode pendekatannya yang menyebabkan semua karya

tulisannya begitu menarik.15

Pada tahun 1938, Dr. Muhammad Iqbal mengundang Al Maududi ke

Punjab untuk bisa bekerja sama dalam merekonstrusi dan mengkodifikasi

hukum Islam. Dan mendirikan sebuah pusat akademis dan penelitian Dar Al

Islam.16

Dengan desakan Iqbal, Al Maududi pada bulan maret 1938 pindah ke

Punjab. Akhirnya disepakati untuk memimpin sebuah lembaga riset Islam

bernama Dar Al Islam.17

Pada tahun-tahun ketika gerakan Pakistan dibawah kepemimpinan liga

muslim menghimpun kekuatan, meski Al Maududi menyetujui adanya konsep

dua negara dan kaum muslim India harus diberi kebebasan guna

mengembangkan dalam pencapaian kesejahteraan dinegeri mereka sendiri.

Namun pada saat yang sama Al Maududi secara tegas menentang

komunalisme yang sama sekali tidak menghasilkan suatu apapun. Ia tidak

berhenti-hentinya mengkritik ideologi-ideologi baru yang mulai

mempengaruhi terhadap pikiran dan jiwa umat muslim. Demikian juga

berusaha untuk menunjukkan kekosongan ideologi-ideologi itu. Al Maududi

15 H. A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam., hlm. 240 16 Ensiklopedi Islam Di Indonesia., hlm. 733 17 H. Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara., hlm. 162

Page 6: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

35

mengatakan bahwa nasionalisme sangat berpotensi untuk mengarah pada hal-

hal yang bersifat bahaya. Tapi semua itu dilihatnya dari perspektif Islam.18

Pada tahun 1920 ia sibuk dengan kegiatan politik praktis. Ia aktif

dalam gerakan khalifah dan berbagai gerakan lain yang memperjuangkan

kemerdekaan India. Dan pada tahun 1941 ia ikut mendirikan organisasi

Jama’at Al Islam di Lahore dan terpilih sebagai pemimpinnya sampai tahun

1972 ketika itu ia mengundurkan diri karena alasan kesehatan.19

Pada bulan maret 1948, Al Maududi dan jama’ahnya

menyelenggarakan pertemuan akbar (kongres) di Karachi untuk merumuskan

dan mengesahkan konsepsi kenegaraan yang diperjuangkan pada majlis

konstituante Pakistan : konsep ini dikenal dengan tuntutan empat butir, yang

berbunyi :

“Mengingat bahwa mayoritas rakyat Pakistan percaya kepada prinsip-prinsip Islam, semua bertujuan untuk perjuangan dan pengorbanan dalam mendirikan negara Pakistan, agar mereka dapat menghayati pola hidup sesuai prinsip yang mereka yakini, maka muslim di Pakistan menutut kepada majlis konstituante agar berdasarkan undang-undang Pakistan atas prinsip-prinsip berikut : 1. Sesungguhnya kedaulatan di Pakistan adalah di tangan Allah swt, karena

pemerintah sebagai pelaksana kedaulatan itu tidak boleh melampaui batas

yang ditentukan oleh pemilik kedaulatan (Allah)

2. Syari’at Islam merupakan hukum dasar negara Pakistan.

3. Pembatalan terhadap semua undang-undang yang ada dan yang

bertentangan dengan syari’at Islam, kemudian menangguhkan undang-

undang yang tidak sesuai dengan syari’at Islam.

18 H. A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam., hlm. 240 19 Ensiklopedi Hukum Islam., hlm. 1155

Page 7: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

36

4. Pemerintah Pakistan harus mempergunakan kekuasaannya sesuai dengan

batas-batas yang telah di tetapkan dengan syari’at Islam.20

Al Maududi melewati kehidupan untuk masyarakat selama hampir 60

tahun. Selama tahun-tahun itu ia terus menerus aktif dan vokal dalam

bicaranya. Ia telah menulis lebih dari 120 buku dan pamflet, dan telah

memberikan ribuan pidato dan statemen disurat-surat kabar.21

Beliau di Lahore hampir 2 tahun menjabat sebagai Dekan Fakultas

Teologi Islamia Collega. Namun masih merasa kurang puas. Maka dari itu,

pada tahun 1941 ia mendirikan gerakan organisasi Islam dengan nama

Jama’ati Islami di Pathankot Punjab. Gerakan ini begitu konsekuen dalam

memperjuangkan dan mempertahankan nilai-nilai Islam. Dan bertujuan untuk

menegakkan kalimatullah di bumi ini. Akhirnya Al Maududi sendiri terpilih

sebagai pemimpinnya.22

Cita-cita Al Maududi untuk melaksanakan pembaharuan dalam hukum

Islam tidak pernah padam, bahkan semakin kuat setelah adanya kesepakatan

antara India dan Pakistan pada 3 juni 1947. Dengan itu berdirilah negara

Pakistan pada Agustus 1947, dan India pada 15 Agustus 1947. Sejak Agustus

1947 itulah Al Maududi pindah dan menetap di Pakistan. Namun dengan

berdirinya Pakistan, ternyata menimbulkan sejumlah permasalahan dalam

pelbagai aspek, yaitu ideologi, etnik, sosial, budaya dan agama. Dalam hal itu

muncullah tiga golongan. Pertama, sekularis, yang menginginkan negara

Pakistan menganut demokrasi liberal ala barat. Kedua, modernis, yang

20 H. Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara., hlm. 164 21 H. A. Mukti Ali, Alam Pikiran Modern., hlm. 242 22 Al Maududi, Pokok-Pokok Pandangan Hidup Mislim., hlm. 8

Page 8: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

37

menghendaki Pakistan untuk menerapkan hukum-hukum barat, namun tidak

meninggalkan prinsip-prisip Islam. Ketiga, golongan ulama, kelompok ini

menginginkan negara Pakistan melaksanakan syari’at Islam dan berdasarkan

Islam. Al Maududi sendiri adalah termasuk golongan yang ketiga ini.23

Al Maududi mencanangkan gerakan konstitusi Islam dan jalan

kehidupan Islam. Dengan adanya hal itu, justru ia ditahan pada 4 Oktober

1948. Kemudian ia dibebaskan pada Mei 1950, setelah dua puluh bulan ia

hidup dalam penjara.

Pada tahun 1953 beliau divonis mati dengan tuduhan menulis

selebaran gelap yang sebenarnya tidak dilarang. Tulusan tersebut oleh

pemerintah dipandang menghasut dan memecah belah rakyat Pakistan. Judul

tulisan tersebut adalah masalah Qadiani (The Qadiani Problem). Ia membuka

tabir kepalsuan kenabian Mirza Ghulam Ahmad (1255 H / 1839 M-1326 H /

1908 M). Akan tetapi atas desakan dari berbagai pihak baik dari dalam

maupun luar negeri, hukuman itu diremisi menjadi hukuman seumur hidup,

yang berarti ketat selama empat belas tahun. Pada tanggal 28 April 1955

dengan keputusan MA beliau dibebaskan.24 Walaupun sebelumnya Al

Maududi sempat berkata kepada anaknya dan para sahabatnya :

"Jika ajal bagi saya telah datang, tidak seorangpun dapat mengelakkannya, akan tetapi bila memang ajal itu belum datang, mereka tidak akan dapat menggantung saya, walaupun mereka sampai menggantung diri mereka sendiri untuk dapat menggantung saya".25

23 Ensiklopedi Hukum Islam., hlm. 1156. Artikel Al Maududi 24 Ensiklopedi Hukum Islam., hlm. 1155 25 Amin Rais “kata pengantar”, dalam Al Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, Alih Bahasa

: Muh. Al-Baqir, Bandung : Mizan, Cet. ke-4, 1993, hlm. 10

Page 9: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

38

Al Maududi sepanjang hayatnya telah mengabdikan hidupnya untuk

agama dan untuk umat Islam dunia. Selama 60 tahun, Al Maududi tidak

pernah “pensiun” dari kegiatan-kegiatannya untuk menawarkan Islam sebagai

alternatif bagi umat manusia modern yang dirundung kebingungan ideologis,

falsafi dan sosio-politik. Pemikiran-pemikiran Islam dari sub-kontinen Indo-

Pakistan, Moh. Iqbal menjadi kecil bila dihadapkan dengan Al Maududi.

Menurutnya pemikiran-pemikiran Al Maududi dewasa ini telah langsung atau

tidak langsung menggerakkan semangat kebangunan Islam di dunia muslim.

Bahkan Sayyid Qutb, seorang mufassir modern terkemuka dari Al Ikhwan,

menyediakan beberapa halaman dalam kitab tafsir Fi Dzilal Qur’an untuk

mengabadikan pendapat-pendapat dan ijtihad Al Maududi tentang jihad

dengan sangat jelas.26

Al Maududi dalam kehidupannya selalu saja ada masalah dan

rintangan tetapi beliau tidak gentar menghadapinya. Karya-karya Al Maududi

memang banyak diterjemahkan kedalam pelbagai bahasa dunia seperti Arab,

Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Persi, Tamil, Bengali, dan lainnya termasuk

bahasa Indonesia.27

Bagi Al Maududi, pintu ijtihad senantiasa terbuka bagi orang yang

mau untuk melakukannya, baik hukum Islam atau yang lain. Hukum yang

demikianlah yang pantas diterapkan dimana-mana dan di masa apapun. Ia

telah berjuang sepanjang hayatnya untuk merealisasikan cita-citanya baik

melalui diplomasi, tulisan, organisasi dan lain-lain. sampai ia menemui

26 ibid., hlm. 10 27 Ibid, hlm. 12

Page 10: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

39

ajalnya pada tanggal 23 September 1979 disalah satu rumah sakit di New

York, Amerika Serikat dan kemudian dikebumikan di negara asalnya,

Pakistan.28

Adapun karya-karyanya yang dituangkan melalui tulisannya sekitar

138 judul buku antara lain 29:

1. Al-Jihad Fi Al-Islam (Jihad Dalam Islam)

2. Islamic Law And Its Introduction (Pengantar Hukum Islam)

3. Right Of Non-Muslims In An Islamic State (Hak-Hak Non Muslim Di

Negara Islam)

4. Economics Problems And Islamic Solution (Problem Perekonomian Dan

Solusi Islam)

5. Toward Understanding Islam (Menuju Kepada Pemahaman Islam)

6. The Islamic Law And Constitution (Konstitusi Dan Undang-Undang Yang

Islami)

7. Ar Riba (Riba)

8. Tafhim Al Qur’an (Pemahaman Al Qur’an)

9. Al Hadarah Al Islamiyah

10. Al Jihad Fi Sabilillah

11. Al Khilafah Wa Al Muluk

12. Al Hijab

13. Mujaz Tarikh Tajdid Al Din Wa Ihyaih

14. Al Islam Wa Al Jahiliyah

28 EnsiklopediHukum Islam, hlm. 1157 29 Ibid, hlm. 1155

Page 11: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

40

15. Al Asas Al Akhlaqiyyah Li Al Harakah Al Islamiyyah

16. Islamic Way Of Life

17. First Principle Of Islamic State

18. A Short History Of The Revivalist Movements In Islam

19. The Process Of Islamic Revolution

20. The Laws Of Marriage And Devorce In Islam

21. Islam : A Historical Perspective

22. Human Right In Islam

23. Dan lain-lain

Demikian biografi Al Maududi, mulai dari kelahiran, pendidikan, latar

belakang keluarga hingga pada aktifitas baik dalam tulis-menulis maupun

dalam politik.

B. Faktor Sosio-Politik yang Mempengaruhi Konsep Syura Al-Maududi

Setelah penulis mendeskripsikan seputar kehidupan Al-Maududi,

baik pemikiran-pemikirannya, karya-karyanya maupun sosio-politik di

Pakistan, sehingga mempengaruhi untuk memunculkan pelbagai macam

aktivitas berupa bangunan ideologi dan gerakan organisasi sebagai upaya

pertahanan nilai-nilai Islam pada sebuah negara. Dalam hal ini, ketika

Zulfikar Ali Bhutto (berkuasa tahun 1971) yang mempunyai kecenderungan

kearah sosialisme yang merupakan bagian dari nasionalisasi dan land-reform

bagian dari rencana sosialisnya dengan slogan kerakyatan : roti, kapre,

makan (makanan, pakaian dan perumahan) yang ada di negara Pakistan.

Page 12: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

41

Sosialisme Bhutto merupakan sebagai sosialisme Islam dan lebih

diidentifikasikan dengan kepercayaan dan praktek Islam normatif dari pada

dengan sosialisme Barat. Upaya yang dilakukan mereka adalah untuk

menemukan akar kebijaksanaan dalam periode sejarah "ideal" yang pertama

yaitu dengan perasaan sosidaritas dan persamaan (Musawat) Islamnya.

Namun justru dengan asas tersebut menimbulkan perlawanan dari kaum

kanan agama (Ulama Pakistan). Salah satu apapun yang paling keras

mengeluarkan kebijaksanaan adalah partainya Al-Maududi yaitu Jama'ati

Islami, dengan mengatakan bahwa hal ini bertentangan dengan Islam.30

Menurutnya, jika suatu pemerintahan di negara muslim tidak

dikontrol oleh kekuatan Islam, kemudian akan menjadikan negara itu

ditangani oleh kelompok kekuatan non-Islam. Maka dunia muslim terbentuk

sebagai nasionalisme yang sama sekali tidak mempunyai jiwa patriot ke

Islaman. Oleh karenanya, nasionalisme akan mengarah pada hal yang

bersifat chaos, anarkhi, perpecahan dan demoralisasi yang akan merusak tata

kehidupan di dunia.

Menurut hemat penulis, pembangunan politik di Pakistan dengan

pusat perhatiannya untuk menentukan dan menerapkan identitas Islam,

anggapan ini bahwa kebanyakan orang Pakistan menegaskan dan

mewujudkan sebagai rasion de etre.31 Sedangkan Al-Maududi sendiri untuk

membangun pemikirannya dalam bidang politik yaitu dengan merancang dan

30 John L. Esposito, Identitas Islam Pada Perubahan Sosial-Politik, Alih Bahasa: A.

Rahman Zainuddin, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. ke-1, 1986, hlm. 228-229. 31 John L. Esposito, Islam d an Perubahan Social-Politik di Negara Sedang Berkembang,

Alih Bahasa: Wardah Hafidz, Yogyakarta: PLP2M, Cet. ke-1, 1985, hlm. 276.

Page 13: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

42

mengatur konstitusi Islam terhadap negara Pakistan, kemudian

mempromosikannya melalui nilai-nilai Islam sekaligus memberikannya

kepada masyarakat agar berkehidupan secara Islami.

Al-Maududi termasuk tokoh lokal yang menyuarakan tentang negara

Islam ideal. Ia berkeyakinan bahwa sebuah negara Islam mesti melibatkan

pemerintahan-pemerintahan Tuhan di dalamnya sehingga keseluruhan apa

yang dikehendaki-Nya dalam sebuah negara bisa memberikan kepuasan,

kebahagiaan. Sebab dasarnya prinsip ketuhanan-kenegaraan akan

berkeadilan dan berkebijakan bagi semuanya. Dari sini, maka peran negara

benar-benar berada di bawah naungan panji-panji Islam.32

Secara politik kenegaraan, Al-Maududi berusaha mengembangkan

program komprehensif mengubah negara Islam Pakistan menjadi suatu

masyarakat Islam yang ideal.33 Kemudian mengelaborasikan teori politik

Islam dan menunjukkan bagaimana konstitusi Islam dapat dibangun atas

dasar pemikiran politik Islam.

Ada dua prinsip konstitusional menurut Al-Maududi yang sangat

penting, yaitu:

1. Status sebenarnya suatu negara Islam tidak terletak pada kedaulatan,

melainkan pada perwakilan (Khalifah).

2. Dalam suatu negara Islam, kekuasaan khalifah tidak terletak di tangan

perorangan atau keluarga atau kelompok, melainkan di tangan seluruh

32 Abdul Saini, Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam, , Raja

Grafindo Persada, Cet. ke-1, 1998, hlm. 180. 33 Ibid., hlm. 180.

Page 14: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

43

komunitas muslim, sudah tentu jika mereka dikaruniai suatu negara

merdeka.34

Dalam prinsip konstitusional menurut Al-Maududi ada dua

kesuksesan pada dirinya untuk membangun konstitusi dasar dalam sosio-

politik negara Pakistan. Pertama, ketika ia menandatangani lembaga

konstitusi Pakistan. Kedua, sejumlah ulama Pakistan, memberi kesepakatan

bulan bahwa konstitusi Pakistan berdasarkan konstitusi Islam.

Dengan demikian, secara formal yuridis, Pakistan dapat

dikualifikasikan sebagai negara Islam, sebagaimana tercantum dalam

Undang-Undang Dasar (Tanggal 1 Maret 1962, kemudian diamandir tanggal

10 Januari 1964, Tanggal 23 Maret Juni 1964 dan terakhir tanggal 12 April

1973).35

Adalah sangat tampak bahwa yang mendorong timbulnya pemikiran-

pemikiran Al-Maududi di dataran Pakistan termasuk konsep syura, yaitu

bermula dari ketegangan dan krisis yang ada pada dunia Islam ketika itu.

Sebagai misal kompetisi secara kuat dari ideologi-ideologi sekuler berupa

nasionelisme, liberalisme, sosialisme dan komunisme yang semua itu produk

pemikiran Barat. Hal senada juga dihadapi oleh negara Islam lainnya seperti

Mesir, Iran, Turki dan lain-lain, dimana mereka disebut sebagai contoh-

34 Sayyid Abul A'la Maududi, Dasar-Dasar Konstitusi Islam dalam Beberapa

Pandangan Tentang Pemerintah Islam, Salim Azzam, , Mizan, anggota IKAPI, Bandung, Cet. ke-2, 1990, hlm. 93-94.

35 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, UI Press, Jakarta: , Cet. ke-1, 1990, hlm. 163.

Page 15: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

44

contoh fundamentalisme Islam modern yang berbeda dengan jenis

tradisionalisme, sebagai contoh model negara Arab Saudi.36

Maka dari itu, bagi Al-Maududi Islam mempunyai nilai-nilai

demokrasi, sosialis dan ideologi tersendiri yang sangat berbeda dengan

ideologi-ideologi Barat. Tujuan dan pemerintah Islam adalah pertumbuhan

umat manusia yang membela dam keadilan, menyuruh orang berbuat baik

dan melarang berbuat jahat, atau lebih tepat dikatakan, umat manusia yang

bekerja untuk menciptakan dan memelihara keadaan sosial yang memberi

kemungkinan sebanyak-banyaknya kepada manusia yang hidup, baik moril

maupun fisik sesuai dengan hukum Ilahiyah dari Allah, yaitu Islam.37

Sementara itu menurut Al-Maududi, gagasan nasionalisme

merupakan sesuatu yang di impor dari barat yang tidak sesuai dengan ajaran

Islam, dan oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai dasar negara

Islam. Nasionalisme Islam, seperti halnya nasionalisme yang lain,

berpangkal pada prinsip kedaulatan rakyat dan bukan kedaulatan Tuhan dan

cenderung kepada sekulerisme dan pemisahan antara agama dan negara.38

Selain itu, sebuah negara tidak akan menjadi negara Islam, jika

mempromosikan dan menggunakan nilai demokrasi dan sekuler, karena

dalam politik negara itu tidak berdasar pada Tuhan melainkan supremasi

hukum pada rakyat.

36 Hard Enayat, Reaksi Politik Sunni dan Syi'ah: Pemikiran Politik Islam Modern

Menghadapi Abad ke-20, Alih Bahasa: Asep Hikmat, Bandung: Pustaka, Cet. ke-1, 1988, hlm. 130-131.

37 Mohammad Asad, Pemerintahan Islam dan Asas-Asasnya dalam Berbagai Pandangan Tentang Pemerintahan Islam., hlm. 74.

38 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara., hlm. 161.

Page 16: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

45

Disamping pengaruh dari ideologi dunia Barat, juga persaingan

dalam formulasi tatanan agama antara kaum muslim dan hindu di dataran

anak benua India-Pakistan yang berpusat di Kashmir dan Punjab.

Selain dari hal ini, keinginan dikeluarkannya konstitusi Islam

sebenarnya merupakan bagian dari diterimanya pemikiran dan gagasan

Eropa, karena pemerintahan yang berdasarkan UUD (konstitusinonal).

Namun untuk dapat menghasilkan sebuah institusi yang selaras dengan

prinsip-prinsip dasar syari'ah adalah hal yang tidak mungkin, selama masih

ada UU yang dapat diterima dan dipenuhi baik oleh penguasa atau rakyat.

C. Garis Besar Pemikiran Al Maududi Tentang Politik Islam

1. Ekonomi

Al maududi mengemukakan bahwa Islam telah meletakkan

berbagai prinsip dan batas-batas tertentu dalam aktifitas ekonomi.

Sehingga bentuk produksi, pertukaran dan distribusi kekayaan dan

diserupakan dengan ukuran Islam dalam hal keadilan dan persamaan.

Tujuan Islam bahwa apapun bentuk dan mekanisme dari prinsip beserta

aktifitas dalam kehidupan umat manusia yang disesuaikan dengan situasi

dan kondisi zaman.39

Umat manusia memang diperintah Allah swt untuk mengelola

segala sesuatu yang ada dimuka bumi dan yang dapat diambil manfaat.

Dalam peletakan prinsip dasar, bahwa seseorang tidak berhak secara

39 Abul A’la Maududi, Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim, hlm. 59

Page 17: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

46

bebasmengambil dan mengeksploitasi sumber daya alam dengan

sekehendak hatinya, sebagaimana juga ia tidak berhak menentukan garis

pemisah antara hak dan bathil dengan seenaknya saja.

Menurut al maududi, skema ekonomi yang dikemukakan al qur’an

secara menyeluruh didasari ide pemikiran oleh individu segala bidang.

Tidak dijumpai didalamnya gagasan yang mengusulkan diadakannya

pemisahan antara barang-barang konsumsi dan produksi, bahw hanya

barang-barang konsumsilah yang belum menjadi milik pribadi, sedang

barang-barang produksi harus dinasionalisasikan. Tujuan akhir al qur’an

yang menyatakan dan memerintahkan kepada kita adalah untuk

menentukan tatanan aturan permanen dimasa yang akan datang.40

Dengan demikian, kata al maududi, yang menginterpretasikan al

qur’an selayaknya manusia membelanjakan harta bendanya dalam rangka

memenuhi kebutuhannya dan keluarganya secara sederhana, dipergunakan

dengan baik, tidak kikir, tidak boros dan sebagainya. Karena masih ada

kewajiban-kewajiban yang diperintah Allah yang harus dilakukan sebagai

misal zakat, shadaqah, infak, yang semua itu diamalkan secara ikhlas

semata-mata karena Allah.41

2. Konstitusi

Jika kita mengatakan bahwa negara ini harus memiliki suatu

undang-undang dasar Islam, janganlah hal ini kita artikan bahwa kita

memiliki undang-undang dasar negara Islam dalam bentuk tertulis dan

40 Abul A’la Al Maududi, Esensi Alqur’an: Filsafat, Politik, Ekonomi dan Etika, Ahmad Muslim (penj), Cet.ke-7, Bandung: Mizan, 1995, hlm. 74-76

41 Ibid., hlm. 74-76

Page 18: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

47

satu-satunya hal yang harus kita lakukan adalah mengundangkannya. Apa

yang kita sebut dengan undang-undang dasar Islam dalam kenyataan

merupakan konstitusi yang tak tertulis. Ia tercantum dalam sumber-sumber

tertentu yang khas. Dari sinilah suatu undang-undang dasar yng tertulis

yang selaras dengan tuntunan negara dewasa ini. Didalam pembahasan ini

terfokus pada konsep Al Maududi tentang konstitusi.

Adapun pemikiran Al Maududi tentang konstitusi yaitu mengacu

pada sumber-sumber konstitusi Islam yang empat, yaitu : a) Al Qur’an b)

As Sunnah c) Konvensi Al Khulafa’ Al Rasyidun dan d) Doktrin atau

ketentuan para ahli hukum (fuqaha).42

Namun dalam pelbagai masalah untuk menyelesaikannnya, ada

saja kesulitan-kesulitan yang dipahaminya, antara lain : a) Kebaharuan

peristilahan, b) Penyuntingan yang ganjil, c) Kelemahan sistem

pendidikan, d) Kebodohan yang meraja lela.

Menurut Al Maududi, timbulnya pelbagai kesulitan diatas adalah

bahwa pernyataan tidak berdasar. Ada kemungkinan propaganda yang

gigih sehingga mengakibatkan kebingungan dalam diri orang-orang yang

tidak benar-benar memahami Al Qur’an dan As Sunnah. Oleh karenanya

semakin perlu kiranya mengutip ayat-ayat Al Qur’an untuk menepis

propaganda dan menunjukkan pada sebuah konstitusi berdasar sumber-

sumber Islam yang murni.43

42 Abul A’la Al Maududi, Hukum Dan Konstiusi Sistem Politik Islam., hlm. 226-228 43 Ibid, hlm. 278

Page 19: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

48

Dalam tata kehidupan modern, kata konstitusi terdapat dua

pengertian. Pertama, digunakan untuk menggambarkan seluruh sistem

ketatanegaraan suatu negara, kumpulan peraturan-peraturan yang

mendasari dan mengatur atau mengarahkan pemerintah. Kedua, campuran

dari peraturan-peraturan dari sistem kenegaraan. Hampir disetiap negara

didunia, konstitusi dimaknai sebagai gambaran bukan seluruh kumpulan

peraturan, baik legal maupun non-legal, tetapi hasil seleksi dari peraturan-

peraturan yang terwujud dalam suatu dokumen atau dalam beberapa

dokumen yang terkait erat.

Boling Broke dalam esainya on parties : yang dimaksud konstitusi

adalah kumpulan hukum, institusi dan adat kebiasaan, yang ditarik dari

prinsip-prinsip rasio tertentu……..yang membentuk sistem umum, dengan

mana masyarakat setuju untuk diperintah. Tetapi, sejak dahulu orang

menganggap tepat dan perlu menuliskan prinsip-prinsip fundamental yang

akan menjadi dasar dan pedoman bagi pemerintahan mereka yang akan

datang dalam sebuah dokumen.44

Pada umumnya, di negara-negara modern abad dua puluh, patokan-

patokan dasar penyelenggaraan negara itu dirumuskan kedalam atau

undang-undang dasar yang bersifat tertulis. Dimuatnya aturan-aturan dasar

penyelenggaraan negara didalam konstitusi, dan bukan perincian-

perinciannya adalah suatu kesengajaan, bukan karena kealpaan para

perumus konstitusi. Para perumus konstusi menyadari bahwa masyarakat

44 K. C. Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, Muhammad Hardani (penj), Surabaya :

API (Aliansi Penerbit Independen), 2003, hlm. 1-4

Page 20: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

49

yang eksis dinegaranya bersifat dinamis dan terus berubah dari waktu ke

waktu. Secara teoritis, konstitusi dibedakan kedalam dua kategori, yaitu :

Pertama, konstitusi politik yaitu merupakan sebuah dokumen hukum yang

berisikan pasal-pasal yang mengandung norma-norma dasar dalam

penyelenggaraan negara, hubungan antara rakyat dan negara, lembaga-

lembaga negara dan sebagainya. Kedua, konstitusi sosial yaitu bukan

sekedar dokumen hukum tetapi lebih mengandung cita-cita sosial bangsa

yang menciptakannya, rumusan-rumusan filosofis tentang negara,

rumusan-rumusan sistem sosial dan sistem ekonomi, juga rumusan-

rumusan sistem politik yang ingin dikembangkan dinegara itu.

Walau bagaimanapun, konstitusi merupakan buah pikiran manusia

yang terbatas oleh ruang dan waktu. Oleh karena itu, konstitusi selalu

membuka peluang bagi amandemen, walaupun ada konstitusi yang

tergolong kaku terhadap perubahan. Disatu pihak, konstitusi memberikan

kerangka dasar tentang masalah-masalah fundamental dalam

penyelenggaraan negara, sedang dipihak lain pemahaman terhadap

konstitusi juga dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat.45

Dalam hal itu, Al Maududi memberikan interpretasi ayat-ayat Al

Qur’an sebagai prinsip konstitusional yang dapat digali. Al Qur’an

menyatakan :

ر الناس لا يعلمون أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم ولكن أكث

45 DR. Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia Kompilasi Aktual

Masalah Konstutusi Dewan Perwakilan Dan Sistem Kepartaian, Jakarta : Gema Insani Press, 1996, hlm. 17-19

Page 21: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

50

Artinya: “(Hak) perintah itu bukan milik siapapun kecuali Allah. Dia telah memerintahkan kamu untuk hanya menyembah kepada Allah. Itulah agama yang benar, namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Q. S. Yusuf: 40.46

Kemudian surat Ali Imran ayat 26 yang berbunyi :

اللهم مالك الملك تؤتي الملك من تشاء قل

Artinya: “Katakanlah : “Ya Allah! Pemilik kerajaan! Memberikan kerajaan kepada siapa yang engkau kehendaki” (Q. S. Ali Imran: 26.47

Dan surat Al Isra’ ayat 111 yang berbunyi :

لكي المف ريكش له كني لمو

Artinya: “Tiada sekutu bagi kedaulatan-Nya” (Q. S. Al-Isra’: 111)48

Dari sini sangatlah jelas, demikian kata Al Maududi, bahwa ayat-

ayat tersebut menunjukkan dan menyatakan bahwa wewenang merupakan

hak prerogatif Allah. Dari ayat-ayat tersebut diatas, bahwa suatu negara

menjadi Islam hanya jika negara tersebut mengakui sejelas-jelasnya

kedaulatan politik dan kedaulatan hukum dari Allah dan mengikat dirinya

untuk menaati-Nya serta mengakui-Nya sebagai kekuasaan tertinggi yang

perintah-perintah-Nya harus dijunjung tinggi apapun yang terjadi.49

46 Q. S. Yusuf (12) : 40 47 Q. S. Ali Imran (3) : 26 48 Q. S. Al Isra (17) : 111 49 Abul A’la Al Maududi, Hukum Dan Konstitusi., hlm. 280

Page 22: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

51

Semua rasul pada umumnya dan Rasulullah s.a.w, pada khususnya

adalah wakil kedaulatan politik dan hakim dari Tuhan. Selaras dengan hal

ini, rasul-rasul diberi hak untuk mentaati orang-orang yang mengakui

kedaulatan Tuhan atas mereka. Oleh karena itu, setiap individu,

masyarakat serta bangsa yang yakin atas kedaulatan Tuhan, memiliki

kewajiban untuk pola-pola yang disusun oleh mereka.

Prinsip ini telah dicanangkan berkali-kali dalam Al Qur’an.

Beberapa kutipan ayat yang membuktikannnya adalah antara lain :

الله أطاع ول فقدسع الرطي نم

Artinya ; “Barang siapa menaati Rasul, maka ia menaati Allah” (Q. S. an-Nisa: 80)

الله بإذن طاعيول إلا لسر نا ملنسا أرمو

Artinya : “ Tidaklah kami utus Rasul itu kecuali untuk ditaati dengan izin Allah” (Q. S. an-Nisa : 64)

إن الله قوا اللهاتوا وهتفان هنع اكمها نمو ذوهول فخسالر اكما آتمو شديد العقاب

Artinya: “Apapun yang diberikan rasul kepadamu ambillah, sebaliknya, apapun yang dilarangnya, tinggalkanlah". (Q. S. Al-Hasyr : 7)

Dari ayat-ayat ini kita menggali prinsip dasar konstitusi Islam,

yaitu bahwa konstitusi Islam ini harus juga mengakui sunah rasul sebagai

sumber hukum dan harus mencantumkan pasal khusus untuk mengatur

bahwa baik pihak eksekutif, legislatif maupun yudikatif agar

Page 23: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

52

mengeluarkan perintah atau menegakkan hukum-hukum yang

bertentangan dengan As Sunnah.50

Demikian sumber-sumber Islam yang dibuat dalam prinsip

konstitusional dalam pemerintahan Islam.

3. Khilafah

Khilafah berarti perwakilan. Menurut Islam, kedudukan manusia

yang sebenarnya adalah sebagai wakil Allah di muka bumi ini. Artinya,

dengan kekuasaan yang dilimpahkan tuhan kepadanya, ia dituntut untuk

menjalankan wewenang Tuhan di dunia ini, dalam batas-batas yang

ditentukan oleh-Nya.51

Menurut pandangan Al Maududi, khilafah merupakan bentuk

pemerintahan manusia yang benar. Menurut pandangan Al Qur’an ialah

adanya pengakuan negara akan kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan

Rasul-Nya dibidang perundang-undangan, menyerahkan segala kekuasaan

legislatif dan kedaulatan hukum tertinggi kepada keduanya dan meyakini

bahwa khilafahnya itu mewakili sang hakim yang sebenarnya yaitu Allah

swt. Kekuasaan-kekuasaannya dalam kedudukan ini terbatas, baik

kekuasaan yang bersifat legislatif, yudikatif maupun eksekutif.52

Didalam Al Qur’an menyebutkan :

50 Ibid, hlm. 280-281 51 Abul A’la Maududi, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Bandung : Pustaka, Cet. ke-1,

1976, hlm. 3 52 Abul A’la Al Maududi, Khilafah Dan Kerajaan : Evaluasi Kritis Ata Sejarah

Pemerintahan Islam, Muhammad Al-Baqir (penj), Bandung : Mizan, 1978, hlm. 63

Page 24: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

53

وأنزلنا إليك الكتاب بالحق مصدقا لما بين يديه من الكتاب ومهيمنا قالح نم اءكا جمع ماءهوأه بعتلا تو ل اللهزا أنبم مهنيب كمفاح هليع

ومنهاجالكل جعلنا منكم شرعة

Artinya: “Dan telah kami turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya (yakni kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap umat diantara kamu sekalian, kami berikan aturan dan jalan yang terang..” (Q. S. Al-Maidah : 48)

ا دلا يو قاس بالحالن نيب كمض فاحي الأريفة فلخ اكلنعا جإن وداو

مله بيل اللهس نلون عضي ينإن الذ بيل اللهس نع لكضى فيوبع الهتت

ووا يسا نبم يددش ذاباب عسالح م

Artinya: “Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khilafah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan perkara antara manusia dengan adil, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya oreang-orang yang sesat dari jalan Alah, maka bagfi mereka azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan ". (Q. S. Shaad : 26)

Doktrin tentang khilafah yang disebutkan didalam Al Qur’an Al

Karim ialah bahwa segala sesuatu diatas bumi ini berupa daya dan

kemampuan yang diperoleh seorang manusia, hanya karunia Allah swt.

Dan Allah menjadikan manusia dalam kedudukan sedemikian sehingga ia

Page 25: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

54

dapat mnenggunakan pemberian-pemberian dan karunia-karunia yang

dilimpahkan kepadanya didunia ini sesuai dengan keridhoan-Nya. Hal ini

manusia bukanlah penguasa atau pemilik dirinya sendiri, tetapi ia hanyalah

khalifah atau wakil sang pemilik yang sebenarnya.

Allah berfirman dalam surat Al Baqarah : 30

ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفةقال وإذ

Artinya : “Ingatlah, ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat-malaikat; “sesungguhnya aku akan menjadikan seorang khalifah dimuka bumi”…(Q. S. Al-Baqarah : 30)

Al Qur’an menyebut tentang pemberian khalifah (vice gerency)

dari Tuhan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih sebagai

berikut :

وعد الله الذين آمنوا منكم وعملوا الصالحات ليستخلفنهم في الأرض

م ينالذ لفختا اسكم هملقب ن

Artinya: “Aku telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bahwa ia akan memberikan khilafah (menggantikan penguasa-penguasa yang ada) kepada mereka dimuka bumi sebagaimana ia telah memberikan khilafah itu kepada orang-orang sebelum mereka” (Q. S. An-Nur : 55)

Ayat ini melukiskan dengan jelas teori Islam tentang politik atau

teori Islam tentang negara. Dari ayat ini terdapat dua masalah fundamental

yang dapat diambil, yaitu ; Pertama, Islam mengambil kata “khilafah”

sebagai kata kunci, bukan kedaulatan atau yang lain karena kedaulatan

Page 26: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

55

sesungguhnya hanya milik Allah. Dalam hal ini, siapapun yang memegang

kekuasaan sesuai norma dan hukum Tuhan, maka dengan sendirinya ia

menjadi khalifah (pengganti). Kedua, kekuasasn untuk mengatur bumi,

untuk memakmurkannya, untuk mengelola negara dan untuk

menyejahterakan masyarakat bukan kepada seseorang atau kepada kelas

tertentu.53

Kedua masalah fundamental diatas merupakan fondasi demokrasi

dalam Islam. Paling tidak ada empat prinsip yang dapat diturunkan dari

dua pengertian fundamental tersebut. Pertama, suatu masyarakat yang

setiap orang menjadi khalifah dan menjadi partisipan sederajat dengan

khalifah, perbedaan kelas sosial didasarkan pada keturunan sama sekali

tidak dibenarkan. Kedua, dalam masyarakat seperti ini tidak ada satu orang

pun atau satu kelompok yang akan menderita karena diskriminasi

berdasarkan keturunan, status sosial atau profesi. Ketiga, Islam tidak

memberikan kesempatan bagi berlangsungnya suatu kediktatoran karena

setiap orang adalah khalifah Tuhan. Keempat, dalam masyarakat dan

negara yang mematuhi Islam, setiap muslim yang sehat jiwa dan raganya,

baik pria maupun wanita berhak sepenuhnya untuk mengemukakan

pendapatnya (freedom to express his or her opinion)54

Khilafah merupakan lembaga pemerintahan dalam Islam. Arti kata

khilafah ialah “perwakilan”, pengganti atau jabatan khilafah. Khilafah

53 Ibid, hlm. 32 54 Ibid, hlm. 33-35

Page 27: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

56

merupakan istilah yang muncul dalam sejarah pemerintahan Islam sebagai

institusi politik Islam.

Beberapa pendapat dari ulama klasik maupun kontemporer

diantaranya Ibnu Khaldun, beliau seorang sejarawan dan sosiolog Islam

menyatakan ; khilafah adalah tanggung jawab umum yang sesuai dengan

tujuan sejarah (hukum Islam) yang bertujuan untuk mewujudkan

kemaslahatan (kepentingan) dunia dan akherat bagi umat. Imam Al

Mawardi, tokoh fiqh dan politikus madzhab Syafi’i, berpendapat bahwa

khilafah bertujuan untuk mengganti fungsi kenabian guna memelihara

agama dan mengatur masalah dunia.55

Sedangkan negara khilafah Islam adalah negara yang didasarkan

kepada Islam, menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban Islam

keseluruh penjuru dunia.56

Sejarah timbulnya istilah khilafah bermula sejak terpilihnya Abu

Bakar As-Shidiq sebagai pemimpin umat Islam menggantikan Nabi

Muhammad s.a.w, sehari setelah Nabi Muhammad s.a.w, wafat. Kemudian

berturut-turut terpilih Umar Bin Al Khattab, Utsman Bin Affan Dan Ali

Bin Abi Thalib. Dalam hal khilafah sebenarnya hanya ada dua masalah

pokok, yaitu (1) Prosedur pengangkatan mereka sebagai pengganti Nabi

Muhammad s.a.w, dalam memimpin umat Islam, sementara Al Qur’an dan

As Sunnah, Nabi tidak memberikan penjelasan yang rinci terhadap hal ini.

55 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996,

hlm. 918 56 Faid Wadjali, Politik Luar Negeri Khilafah Islamiyah, Dalam Jurnal Justisia Fakultas

Syari’ah IAIN Walisongo, Edisi 28 Th XIII 2005, hlm. 110

Page 28: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

57

(2) Wewenang dan kekuasaan yang diatributkan kepada para pengganti

Nabi Muhammad s.a.w, tersebut.57

Dalam persoalan yang fundamental diatas Al Maududi

mempersoalkan kalau nanti dalam memerintah dan atau kehilangan

kepercayaan rakyat, maka rakyat dapat memecatnya. Menurut Al

Maududi, kehidupan bernegara umat Islam semasa Al Khulafa Al

Rasyidin betul-betul ideal. Hubungan antara pola pelaksanaan

pemerintahan dan rakyat demikian harmonis, diliputi oleh semangat

persaudaraan. Budaya konsultasi dan musyawarah amat menonjol dan

kebebasan menyatakan pendapat terjamin. Namun hal tersebut tidak cukup

didukung oleh kenyataan sejarah.58

4. Demokrasi dan Teo-Demokrasi

Dasar pemikiran politik Al Maududi sebenarnya tidak berbeda

dengan Hasan Al-Banna : kedua tokoh ini ingin menyampaikan kebenaran

Islam kepada masyarakat. Mereka juga menolak gagasan tentang perlunya

nasionalisme dan batasan geografis. Al Maududi dan Al Banna meyakini

Islam sebagai agama yang mengajarkan tentang hubungan antara manusia

dengan Tuhan, serta manusia dengan sesamanya. Tidak ada satu aspek

kehidupan yang tidak tercakup oleh ajaran Islam ; karena Islam adalah

sebuah petunjuk yang lengkap bagi kehidupan dan perbuatan. Segala

sesuatu diselesaikan dengan Al Qur’an, sunnah dan akal pikiran. Sikap ini

57 Ibid, hlm. 919 58 H. Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara., hlm. 169-171

Page 29: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

58

terlihat pada penolakannya terhadap gagasan nasionalisme, demokrasi

barat dan partisipasi wanita dalam politik.59

Sesungguhnya hakekat dari demokrasi – berbeda jauh dengan

definisi terminologi akademis – adalah bahwa rakyat memilih orang yang

akan memerintah dan menata persoalan mereka, tidak boleh dipaksakan

kepada mereka penguasa yang tidak mereka sukai atau rezim yang mereka

benci, mereka diberi hak untuk mengoreksi penguasa bila keliru, diberi

hak untuk mencabut atau menggantinya. Inilah demokrasi yang

sebenarnya.

Menurut Al Maududi, konsep demokrasi dan dasarnya merupakan

anti tesis bentuk pemerintahan teokratis, monarkhis dan kepausan. Karena

menurut konsep-konsep barat modern, demokrasi merupakan filsafat

organisasi politik yang didalamnya ada anggapan bahwa rakyat memiliki

kedaulatan mutlak. Dalam demokrasi sekular barat, pemerintahan dibentuk

dan diubah dengan pelaksanaan pemilihan umum. Demokrasi kita juga

memiliki wawasan yang mirip, tetapi perbedaaannya terletak pada

kenyataan bahwa kalau didalam sistem barat suatu negara demokratis

menikmati hak kedaulatan mutlak, maka demokrasi kita kekhalifahan

ditetapkan untuk dibatasi oleh batas-batas yang telah digariskan oleh

hukum Ilahi.60

59 Achmad Jainuri, “Pemikiran Al Maududi Tentang Negara Islam”, Dalam Islam

Berbagai Perspektif Didedikasikan Untuk 70 Tahun Munawir Sjadzal, Kata Pengantar : Hasan Mu’arif Ambary, Yogyakarta : LPMI, Cet. ke-1, 1995, hlm. 183

60 Abul A’la Al Maududi, Hukum Dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Drs. Asep Hikmat (penj), Bandung : Mizan, 1990, Cet. ke-1, hlm. 243

Page 30: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

59

Maka dari itu, sangat tidak setuju dengan model demokrasi.

Menurutnya bentuk negara yang paling tepat dalam syari’at Islam ialah

sistem pemerintahan Teo-Demokrasi (Demokrasi Ilahi) maksudnya adalah

tatanan yang menaungi kaum muslim untuk mengemban kedaulatan rakyat

secara terbatas dibawah pengawasan Tuhan. Lebih jelasnya, bahwa dalam

pemerintahan Teo-Demokrasi, eksekutif dibentuk berdasarkan kehendak

umum kaum muslim, demikian pula berhak membubarkannya. Semua hal-

hal yang belum diatur secara jelas dalam syari’at diselesaikan berdasarkan

mufakat bulat dan konsensus dikalangan kaum muslim. Setiap muslim

yang potensial dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum Islam diberi

hak untuk menginterpretasikan hukum itu. Dalam pengertian ini politik

Islam dapat disebut sebagai demokrasi.61

Al Maududi juga setuju dengan model teokrasi62, namun bukanlah

model teokrasi model Eropa yang pernah jaya. Karena ketika itu kelompok

pendeta diyakini sebagai suatu kelompok masyarakat khusus yang

melakukan dominasi terlalu berlebihan dalam kekuasaan dan menegakkan

hukum sendiri serta mengklaim atas nama Tuhan, akhirnya memaksakan

keilahian mereka sendiri atas rakyat. Sistem pemerintahan seperti ini justru

lebih bersifat Syaitaniyah (satanic) dari pada Ilahiyah (divine). Sedangkan

teokrasi yang dibangun Islam tidaklah dikuasai oleh kelompok keagamaan

61 Ensiklopedi Hukum Islam., hlm. 1156 62 Teokrasi : suatu bentuk pemerintahan dimana Tuhan (atau dewa) dianggap sebagai raja

atau penguasa yang tidak dapat diganggu gugat, dan hukumnya dijadikan sebagai undang-undang dasar negara tersebut. Undang-undang ini umumnya diselenggarakan oleh tatanan pendeta sebagai mentri-mentri dan oleh karenanya – secara bebas – teokrasi merupakan sistem pemerintahan oleh tatanan sekerdotal yang mengaku sebagai para perantara Ilahi.

Page 31: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

60

manapun kecuali seluruh masyarakat Islam dari segala kelompok. Seluruh

penduduk muslim menyelenggarakan pemerintahan sejalan dengan

kitabullah dan praktek Rasulullah s.a.w, yang kemudian sistem ini disebut

sebagai Teo-Demokrasi, yaitu suatu sistem pmerintahan demokrasi Ilahi,

karena naungannya kaum muslim yang diberi kedaulatan rakyat yang

terbatas dibawah pengawasan Tuhan.63

Dari pendapat dasar yang rasional bagi Al Maududi, bahwa

kedaulatan rakyat itu terbatas dan tidak mutlak. Rakyat harus tunduk pada

hukum yang lebih tinggi atau dengan maksud prinsip supremasi syari’ah

yang memang sudah diyakini secara mendasaar sekali oleh setiap

muslim.64

Namun dalam menjalankan kekuasaan ini kaum muslim harus

berpedoman pada kitab Allah dan sunnah Rasul.65

5. Eksistensi Perempuan

Menurut Al Maududi tentang eksistensi perempuan adalah bahwa

para wanita tidak dapat dipilih, baik sebagai kepala negara maupun

sebagai pembuat undang-undang, karena “sesuai dengan Islam, tugas

politik dan pemerintahan bukanlah lapangan kegiatan kaum hawa”. Hak

mereka untuk memilih pun “harus memenuhi syarat-syarat dan setidak-

tidaknya untuk saat ini dengan standar pendidikan tertentu”. Tetapi harus

ada majlis tersendiri yang terdiri atas wanita-wanita dan dipilih oleh

63 Abul A’la Al Maududi, Hukum Dan Konstitusi., hlm. 159 64 Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara., hlm. 173 65 Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, Imam Muttaqin (penj), Yogyakarta :

Pustaka Pelajar, 1984, Cet. Ke-1, hlm. 190

Page 32: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

61

wanita saja, yang memiliki juga “hak penuh untuk mengupas masalah-

masalah yang berhubungan dengan kesejahtaraan umum negara".66

Beberapa kaum fundamentalis Islam menyatakan bahwa ikatan-

ikatan moral dan etis yang mengatur hubungan antara laki-laki dan

perempuan harus ditegakkan. Perempuan dimata kaum fundamentalis

harus memiliki peranan yang berbeda dalam keluarga dan masyarakat.67

Hasan Al Banna, ideologi yang sebenarnya tidak begitu radikal,

menegaskan akan asal-usul alamiah pembagian kerja menurut jenis

kelamin. Ia menyatakan bahwa “tempat perempuan adalah dirumah, dan

peranan utamanya adalah sebagai ibu, istri dan penjaga rumah”.

Pembaruan sosial antara laki-laki dan perempuan dilarang. Abul Al A’la

Al Maududi, menegakan bahwa salah satu hak asasi manusia adalah

penghormatan terhadap kesucian perempuan ; untuk menjaga kesucian,

perempuan harus ditempatkan dirumah dan memakai cadar. Demikian

juga Khomeini, pada tahun 1962, menyatakan bahwa memberikan

perempuan persamaan hukum dalam hal waris serta perceraian serta

memberikan kesempatan bagi perempuan untuk menjadi hakim

bertentangan dengan ajaran-ajaran Al Qur’an. Ia juga menyerukan para

ulama agar menyatakan penolakan atas persamaan hak bagi perempuan

dan masuknya (dekhalat) perempuan dalam kehidupan publik, karena

menurutnya, tanpa terhindarkan akan menyebabkan kerusakan moral.

66 Edwar Mortimer, Islam Dan Kekuasaan, Bandung : Mizan, Cet. ke-1, 1984, hlm. 190 67 Nurun Nisa’, dalam Haiden Moghissi :Menolak Fundamentalisme ( Islam ) Yang Tidak

Ramah Perempuan, Dalam Jurnal Justisia, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Edisi 29 th XIV/2006, hlm. 120

Page 33: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

62

Kaum fundamentalisme menjadikan Al Qur’an sebagai satu-

satunya landasan hidup mengabsahkannya dalam sebuah tata perundangan.

Atas dasar itu, perempuan dipinggirkan dan di nomor duakan tanpa merasa

melakukan kekeliruan atau ketidak adilan. Mereka berdalih bahwa

demikianlah kodrat perempuan dalam Islam. Dalam teks-teks selalu

menyebut keunggulan laki-laki atas perempuan bukan sebaliknya.

Afirmasi ini semakin kuat dengan dukungan riwayat para sahabat.68

Diantara dasar teologis yang dijadikan rujukan adalah Q. S. An

Nisa’ : 34 yang berbunyi :

ل اللها فضاء بمسلى النون عامال قوجا الربمض وعلى بع مهضعب

ظ اللهفا حب بميلغل ظاتافح اتقانت اتحالفالص همالوأم نفقوا مأن

واللاتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في المضاجع

ه كان عليا كبريا تبغوا عليهن سبيلا إن اللواضربوهن فإن أطعنكم فلا

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian yang lain (laki-laki) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shaleh adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri dibalik pembelakangan suaminya. Oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasehatilh mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka. Kemudin jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkanny. Sesugguhnya Alah Maha Tinggi dan Maha Besar. (Q. S. An Nisa’ : 34)

68 Ibid, hlm. 121

Page 34: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

63

Para ahli tafsir memberi penjelasan beraneka ragam tentang kata

qawwamun. Al Tabari menjelaskan bahwa laki-laki bertanggung jawab

dalam mendidik dan membimbing istri agar menunaikan kewajibannya

kepada Allah maupun terhadap suami. Ibn Abbas mengartikan dengan

pihak yang memiliki kekuasan atau wewenang untuk mendidik wanita. Al

Zamakhsari mengartikan kaum laki-laki berkewajiban melaksanakan amar

ma’ruf nahi munkar kepada wanita sebagaimana penguasa kepada

rakyatnya. Rasyid Ridha mengartikan sebagai pemimpin tetapi cara yang

dipilih bukanlah pemaksaan, melainkan bimbingan dan penjagaan.

Sedangkan Muhammad Asad mengartikannya hampir sama dengan Rasyid

Ridha tetapi wujud penjagaan tersebut meliputi fisik maupun moral.69

Islam merupakan suatu konsep yang menginginkan perubahan

dibidang I’tikad dan akhlak serta berbagai kondisi masyarakat dan pihak

penguasa. Apabila kegiatan keagaamaan bisa dianggap sebagai kegiatan

sosial, maka hal itu tidak lain karena gerakannya hanya terbatasa antara

individu dalam masyarakat. Adapun jika kegiatannya berbenturan dengan

kebijakan pihak penguasa, lalu mengambil sikap oposisi, maka dalam

istilah itu dianggap sebagai kegiatan politik.70

Fredda Hasan membagi sejarah perkembangan pengikut Nabi

Muhammad s.a.w, kedalam dua periode yaitu sejarah Islam (Islamic

History) dan sejarah muslim (Moslem History) atau Islam semu (Islamic

69 Mohammad Harir Muzakki, Tafsir Wanita : Sebuah Tinjauan Histories, Dalam Jurnal

Kajian Hukum Dan Sosial Justisia ISLAMICA, Jurusan Syari’ah STAIN Ponorogo, Vol.2/No.1/Jan-Juni 2005, hlm. 72-73

70 Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, Jakarta : Gema Insani Press, 1999, hlm. 491-492

Page 35: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

64

Speudo). Menurutnya, sejarah Islam yang terjadi pada masa pewahyuan Al

Qur’an dan masa Muhammad s.a.w merupakan tampilnya modal

perempuan muslim saat itu. Sedangkan pada masa sejarah muslim atau

Islam semu yaitu Islam diformulasikan untuk melegitimasi kepentingan

elit penguasa. Tegasnya, pada saat ini Islam membolehkan institusi

membatasi hak-hak perempuan dan membungkam suara mereka demi

kepentingan kelas feodal.71

Perbincangan tentang perempuan pada saat ini sangat komplek dan

seolah tidak pernah kering dari tema. Mulai dari urusan rumah tangga

sampai pada urusan sosial politik. Agama Islam tidak mengenal istilah

“pembedaan” dalam ranah apapun, Islam hanya mengenal sebuah relasi

“perbedaan” dalam kehidupan. “Pembedaan” dan “perbedaan” adalah

dua kata kunci untuk menjelaskan tentang diskriminasi tentang hak politik

perempuan ini. Istilah “pembedaan” merujuk pada pola pikir dan aktivitas

yang membedakan secara tegas fungsi dan peran perempuan dan laki-laki

diwilayah politik. Laki-laki dan perempuan memang dicipta dalam kondisi

berbeda tetapi hal itu bukanlah untuk mengalahkan atau meletakkan yang

lain pada posisi subordinat, tetapi sebagai penyeimbang serta pelengkap

atas kekurangan masing-masing.72

Ayat Al Qur’an yang sering dijadikan dalil untuk mendiskreditkan

perempuan dalam ranah politik jika dilihat dari sudut pandang Q. S. An

71 Harir Muzakki, Tafsir Wanita : Sebuah Tinjauan Histories ., hlm. 80 72 Hj. Aminah Sahal, Marjinalisasi Perempuan Diwilayah Politik, Dalam Jurnal Kajian

Hukum Dan Sosial JUSTITIA ISLAMICA, Jurusan Syari’ah STAIN Ponorogo, Vol.2/No.1/Jan-Juni 2005, hlm. 85-87

Page 36: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

65

Nisa’ : 34. sedangkan jika melihat penafsiran yang tidak diskriminatif

yakni penafsiran pandangan hidup Al Qur’an “pembebasan” maka,

perempuan bisa menjadi pemimpin sesuai dengan ayat yang lain seperti

surat Al Taubah : 71

والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض يأمرون بالمعروف وينهون

ولهسرو ون اللهيعطيكاة وون الزتؤيلاة وون الصيمقيكر ونن المع

زيزع إن الله الله مهمحريس كأولئ يمكح

Artinya: “Dan orang yang beriman, laki-laki dan perempuan sebagian mereka adalah awliya’ bagi yang lain, mereka menyuruh mengerjakan yang baik dan mencegah yang tidak baik, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesunguhnya Allah Maha Perkasa lagi maha Bijaksana". (Q. S. Al Taubah : 71)73

Setiap muslim yang menjadi warga masyarakat senantiasa

mempunyai kedudukan tertentu dan berperan menurut kedudukannya.

Kedudukan dan peranan tidak mungkin dipisah-diceraikan, karena peranan

adalah aspek dinamis dari kedudukan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan

dan tidak ada kedudukan tanpa peranan yang memberikan hak dan

kewajiban kepada orang yang bersangkutan.74 Hal ini tentunya

bersangkutan dengan peran dan kedudukan antara laki-laki dan

perempuan.

73 Ibid., hlm. 93-96 74 Prof. H. Muhammad Daud Ali, S. H, dan Hj. Habibah Daud, S. H, Lembaga-Lembaga

Islam Di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. ke-1, 1995, hlm. 197

Page 37: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

66

Sebagai salah satu tujuan pencitraan manusia adalah untuk

menyembah kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam Q. S. Al-

Dhariyat : 56

وندبعيإلا ل سالإنو الجن لقتا خمو

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan mereka menyembah-Ku". (Q. S. Al Dhariyat : 56)

Hal ini, kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan

antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai peluang yang sama

untuk menjadi hamba yang ideal. Dalam Al Qur’an biasanya diistilahkan

dengan orang-orang yang bertaqwa (muttaqin) dan untuk mencapai derajat

ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin.75

Dalam teks ke-kinian, persamaan prinsip hak antara laki-laki dan

perempuan sebagaimana terkandung dalam piagam PBB, mengakui bahwa

setiap orang mempunyai hak untuk mengambil bagian dalam

pemerintahan negaranya, secara langsung atau secara tidak langsung

melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas, dan mempunyai hak serta

akses yang sama pada pelayanan publik dinegaranya, dan dengan maksud

75 Mardiyah Yunus, Perempuan Dalam Perspektif Gender (Upaya Memberdayakan

Dalam Segala Bidang), Dalam Jurnal Menara Tebuireng, Lembaga Pusat Pengkajian, Penelitian Dan Pengabdian Pada Masyarakat (LP4M) Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKADA) Tebuireng, Jombang, Vol.1 No.2 Th 1, Maret 2005, hlm. 103

Page 38: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

67

untuk menyetarakan status laki-laki dan perempuan dalam memperoleh

dan menjalankan hak-hak politik.76

Untuk menganalisis kondisi perempuan di Indonesia adalah

menggunakan perspektif agama, budaya dan keluarga. Ketiga faktor

tersebut, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan konstitusi

masyarakat yang meneguhkan ideologi gender bias. Doktrin agama sering

kali dijadikan legitimasi untuk membenarkan tindakan tidak adil dan

bahkan tindakan kekerasan terhadap perempuan. Doktrin agama dianggap

sebagai sesuatu yang baku dan tidak bisa ditafsiri, sehingga posisi

marginal perempuan dalam agama dianggap takdir yang tidak dapat

diubah. Allah membebaskan manusia, laki-laki dan perempuan untuk

menampakkan citranya dalam diri mereka masing-masing tanpa

memandang jenis kelamin. Budaya ini membentuk struktur keluarga

dengan menempatkan laki-laki sebagai pemimpinnya.77

Islam mempraktekkan perempuan dalam posisi yang tinggi.

Beberapa pranata sosial Arab Jahiliyah yang diskriminatif, bahkan

cenderung tidak menghargai perempuan. Dalam bidang politik, banyak

wanita muslimah yang ikut dalam kegiatan tersebut. Seperti dalam

pertempuran, Ummu Aiman dan ‘Aisyah tercatat sebagai anggota regu

penolong korban yang terluka dan menyiapkan kebutuhan makan dan

minum pasukan. Dalam sejarah, banyak pula para wanita yang memimpin

76 DR. Muhadjir M. Darwin, MPA, Negara dan Perempuan Reorientasi Kebijakan

Publik, Yogyakarta : Kerjasama Graha Guru dan Media Wacana, 2005, hlm. 71 77 A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender ( Perempuan Indonesia Dalam Prespektif Agama,

Budaya, Dan Keluarga), Yogyakarta : Adikarya IKAPI Magelang, 2004, hlm. V

Page 39: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

68

negara sebagai kepala negara. Diantaranya Sajarat Al-Dar (Mesir),

Padishah Khatun (Dinasti Mogol), Sultanat Taj Al-Alam Safiafaddin Shah

(Aceh), Ratu Balqis, dan Megawati (Indonesia).78

D. Pemikiran Al Maududi Tentang Syura

1. Lembaga Pemerintahan Legislatif, Yudikatif, Dan Eksekutif.

Setelah diatas penulis menguraikan beberapa pokok mengenai Al

Maududi dari masalah biografi, aktifitas sosial politik, hingga pada

pemikiran-pemikirannya, yang berkenaan dengan konstitusi, demokrasi

dan Teo-Demokrsi, khilafah dan eksistensi perempuan, maka berikut ini

penulis akan mendeskripsikan pemikiran Al Maududi tentang kosep syura

dalam politik Islam, yang memang menjadi pokok bahasan dari sebuah

penelitian ini.

Berdasarkan perkembangan kehidupan Al Maududi, maka ia

mengartikan syura sebagai pelaksanaan musyawarah untuk memutuskan

segala persoalan yang berkaitan dengan kemaslahatan umat dalam

menjalankan sebuah negara dan pemerintahan. Musyawarah tersebut dapat

dilaksanakan oleh orang-orang yang telah dipercayai umat tentang ilmu,

ketaqwaan, amanat dan kejernihan pikiran mereka serta keahlian mereka

diberbagai bidang.79 Hal ini dianjurkan dalam Al Qur’an sebagai berikut :

78 Dra. Hj. Sri Suhanjati Sukri, Perempuan Sebagai Kepala Negara, Dalam Pemahaman

Islam Dan Tantangan Keadilan Gender, Edisi II, Yogyakarta : Pusat Studi Jender (PSJ) IAIN WS Dengan Gema Media, hlm. 114

79 Al Maududi, Khilafah Dan Kerajaan., hlm. 215-216

Page 40: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

69

مهرأمومهنيى بورش

Artinya: “Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka. (Q. S. Asy Syura : 38)80

Demikianlah semua urusan mereka selalu dimusyawarahkan

diantara mereka. Ini bersifat umum meliputi semua urusan, tidak terbatas

pada sistem pemerintahan saja, juga meliputi seluruh urusan kaum

muslim.81

Menurutnya, setiap muslim haruslah dipandang mempunyai hak

untuk menduduki jabatan apapun dalam pemerintahan negara Islam tanpa

memandang ras, warna kulit ataupun kelas sosialnya.82

Lebih jauh lagi, untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan, Al

Maududi menunjuk tiga lembaga pemerintahan yaitu legislatif, yudikatif

dan eksekutif. Dimana masing-masing lembaga memiliki kekuasaan serta

fungsi sendiri-sendiri, demikian pula operasional dilapangan.83

Al Maududi juga menyatakan bahwa pembentukan lembaga

legislatif atau konsultatif, merupakan bagian terpenting dan dalam hal ini

sangat diutamakan. Ia menyamakan antara lembaga legislatif yang ada

didunia modern dengan lembaga konsultatif pada masa Nabi dan para

80 Q. S. Asy Syura : 38 81 Hussain Bin Muhammad Bin Ali Jabir, M. A, Menuju Jama’atul Muslimin, Telaah

Sistem Jama’ah Dalam Gerakan Islam, Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (penj), Jakarta : Robani Press, Cet. ke-1, 1990, hlm. 69

82 Abul A’la Maududi, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Bandung : Pustaka, Cet. ke-1, 1985, hlm. 10

83 Achmad Jaenuri “Pemikiran Al Maududi Tentang Negara Islam” Dalam Islam Berbagai Perspektif., hlm. 192. Tiga lembaga ini lazim disebut Trias Politika (legislatif, eksekutif dan yudikatif) yang hal tersebut merupakan produk politik barat dan bagian dari sistem demokrasi. Lihat Munawir sjadzali, Islam Dan Tata Negara., hlm. 174

Page 41: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

70

Khulafa Al Rasyidin yang disebut syura (konsultasi). Ini menjelaskan

bahwa menurut istilah Islam, lembaga legislatif ini bisa disamakan dengan

Ahl Al-Hal Wa Al ‘Aqd.84

Selain itu, bentuk pemerintahan yang paling benar untuk umat

manusia menurut Al Qur’an adalah suatu pemerintahan yang didalamnya

negara menempatkan undang-undang dasarnya dibawah hukum-hukum

Allah dan Rasul-Nya. Serta meletakkan kepala negaranya (khalifah)

dibawah pengawasan Allah, penguasa yang maha adil. Sehingga didalam

Hal ini, semua kekuasaan legislatif, eksekutif maupun yudikatif dari suatu

negara harus ditempatkan pada batasan-batasan dan sunah rasul.85

Sekalipun para yuridis sunni dengan gigih mempertahankan teori

tentang pemilihan, mekanismenya tetap tidak jelas. Siapa sebenarnya Ahl

Al Hal Wa Al ‘Aqd, dalam hal ini para yuris berbeda pendapat. Secara

umum, definisi yang diberikan Abduh sedikit membantu kita memahami

konsep yang kabur ini. Menurutnya Ahl Al Hal Wa Al 'Aqd adalah para

amir (penguasa militer daerah), para hakim, ulama, komandan-komandan

militer, dan semua penguasa dan pemimpin yang dijadikan rujukan oleh

umat dalam masalah kebutuhan dan urusan publik mereka. 86

Para teoretisi sunni menekankan watak pemilihan jabatan khalifah

dan bahwa fungi khalifah hanya brtindak sebagai eksekutif puncak umat.

Sekalipun berbeda mengenai beberapa jumlah orang yang menjadi dewan

pemilih yang efektif untuk mengangkat seorang khalifah, mereka

84 Ibid, hlm. 193 85 Abul A’la Al Maududi, Esensi Al Qur’an., hlm. 87 86 Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam Dan Masalah Kenegaraan., hlm. 30

Page 42: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

71

berpegang teguh pada prinsip pemilihan. Orang-orang yang dipercayai

untuk memilih dan menasehati khalifah pada umumnya adalah orang-

orang yang berpengaruh dan disegani dalam masyarakat. Mereka disebut

orang-orang yang melepaskan dan mengikat (Ahl Al Hal Wa Al ‘Aqd).87

Berdasarkan terminologi fiqh “Ahl Al Hal Wa Al ‘Aqd” disebut

sebagai “lembaga penengah dan pemberi fatwa”. Cukup jelas bahwa suatu

negara yang didirikan dengan dasar kedaulatan Dejure Tuhan tidak dapat

melakukan legislasi yang bertolak belakang dengan Al Qur’an dan As

Sunnah, sekalipun konsensus rakyat menuntutnya.88

Legislasi dalam negara Islam juga dibatasi dalam batas-batas yang

ditetapkan oleh syari’at. Perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya harus

dijunjung tinggi dan dipatuhi, tak satupun lembaga-lembaga legislatif yang

boleh melakukan perubahan-perubahan didalamnya, atau membuat hukum

yang bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya.89

Legislatif dalam suatu negara memiliki sejumlah fungsi yang harus

dilakukannya, fungsi tersebut antara lain :

a. Jika terdapat pedoman-pedoman yang tidak jelas dari Tuhan dan

Rasulullah s.a.w, meskipun legislatif tidak dapat mengubah atau

menggantinya, maka maka legislatiflah yang kompeten untuk

menegakkannya dalam susunan dan bentuk pasal demi pasal sampai

serinci-rincinya.

87 Fazlurrahman, Cita-Cita Islam., hlm. 167 88 Abul A’la Al Maududi, Hukum Dan Konstitusi., hlm. 245 89 Abul A’la Maududi, Hak Asasi Manusia Dalam Islam.,hlm. 13

Page 43: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

72

b. Jika pedoman-pedoman Al Qur’an dan As Sunnah mempunyai

kemungknan interpretasi lebih dari satu, maka legislatif lah yang

berhak memutuskan penafsiran mana yang ditempatkan dalam undang-

undang dasar. Hal ini legislatif harus mengumpulkan orang-orang

terpelajar yang memiliki kemampuan dan kapasitas untuk menafsirkan

persoalan tersebut.

c. Jika tidak ada isyarat yang jelas dalam Al Qur’an dan sunnah,

fungsinya adalah untuk menegakkan hukum-hukum yang berkaitan

dengan masalah yang sama, tentunya tetap menjaga jiwa hukum Islam.

d. Jika dalam masalah apapun Al Qur’an dan sunnah tidak memberikan

pedoman yang sifatnya dasar sekalipun atau masalah ini tidak ada

dalam konvensi Al Khulafa Al Rasyidun, maka harus mengartikan

bahwa Tuhan telah membebaskan kita melakukan legislasi mengenai

masalah ini menurut apa yang terbaik.90

Selanjutnya kita sampai pada lembaga eksekutif. Dalam suatu

negara Islam, tujuan sebenarbnya dari lembaga eksekutif adalah untuk

menegakkan pedoman-pedoman Tuhan yang disampaikan melalui Al

Qur'an dan As Sunnah serta menyiapkan masyarakat agar mengakui dan

menganut pedoman ini untuk dijalankan dalam kehidupan mereka sehari-

hari.91

Adapun orang yang memegang kekuasan lembaga eksekutif adalah

para pemimpin wilayah, panglima militer, penarik pajak, pengatur

90 Abul A’la Al Maududi, Hukum Dan Konstitusi, hlm. 246-247 91 Ibid, hlm. 247

Page 44: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

73

keamanan dan semua aparat pemerintahan. Pada waktu itu aktivitas dalam

pemerintahan Islam diatur tanpa prosedur yang jelas. Seperti Yahya Ibn

Aktam, pernah ditugaskan di pengadilan dan pasukan militer disebagian

peperangan dan penguasan menjaga keamanan diwilayah perang dan

didaerah yang rawan. Yang sangat terpengaruh dengan kerancuan

kekuasaan peradilan ini dalam membantu kekuasaan lembaga eksekutif

dalam bidang hukum adalah kewibawaan pada kepribadian seorang

hakim.92

Karakteristik lembaga eksekutif suatu negara muslim inilah yang

membedakan dengan negara non-muslim. Kata Ulul-Amri dan Umara

digunakan masing-masing didalam Al Qur'an dan hadits untuk

menyatakan lembaga eksekutif. Berdasarkan Al Qur'an dan hadits, kaum

muslim diperintahkan untuk menaatinya dengan syarat bahwa lembaga

eksekutif ini menaati Tuhan dan Rasul-Nya.93 Al Qur'an menjelaskan :

وه عباتكرنا وذ نع هاغفلنا قلب نم عطال تطااوفر هركان امو ه

Artinya: "Dan janganlah kamu mentaati orang yang hatinya telah kami alpakan dari mengingat kami, orang yang hanya menuruti hawa nafsunya saja! Orang yang demikian itu telah melampaui batas" (Q. S. Al-Kahfi : 28)

نيرفسالم روا أميعطلا تون . وحلصلا يض وي الأرون ففسدي ينالذ

92 Abdul Wahab Khallaf, Politik Hukum Islam., hlm. 37-38 93 Op cit, hlm. 247

Page 45: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

74

Artinya: "Dan janganlah kamu manaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan dimuka bumi dan tidak mengadakan perbaikan. (Q. S. asy-Syu'araa : 151-152)

Setelah kita membahas tentang lembaga legislatif, eksekutif maka

selanjutnya pembahasan lembaga yudikatif. Rung lingkup lembaga

yudikatif (dalam terminology hukum Islam dikenal sebagai "qadha") juga

disiratkan maknanya oleh pengakuan atas kedaulatan dejure dari Tuhan

Yang Maha Kuasa. Ketika Islam menegakkan negaranya sesuai dengan

prinsip-prinsip abadinya, Rasulullah s.a.w sendirilah yang menjadi hakim

pertama negara tersebut dan beliau melaksanakan fungsi ini dengan sangat

selaras dengan hukum Tuhan.94

Dalam Islam, kekuasaan yudikatif tidaklah diletakkan dibawah

pengawasan eksekutif. Ia langsung memperoleh wewenangnya langsung

dari syari'at, dan bertanggung jawab langsung hanya kepada Allah.

Hakim-hakim yang ditunjuk oleh pemerintah, jika seorang hakim sudah

menduduki jabatannya ia harus melaksanakan peradilan sesuai hukum

Allah dengan cara yang tidak memihak.95

Dalam menjalankan roda pemerintahan yang ideal maka hubungan

antar lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif berbeda peranannya.

Tetapi, dibawah kepala negara. Ketiga lembaga tinggi negara ini berfungsi

secara terpisah serta mandiri satu sama lainnya.

Lembaga yang disebut Ahl Al Hall Wa Al 'Aqd bertugas untuk

memberikan nasehat kepada kepala negara mengenai masalah-masalah

94 Abul A'la Al Maududi, Hukum Dan Konstitusi., hlm. 248 95 Abul A'la Maududi, Hak Asasi Manusis Dalam Islam., hlm. 14

Page 46: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

75

hukum, pemeritahan dan kebijaksanaan negara merupakan kesatuan yang

terpisah. Kemudian pejabat eksekutif bekerja langsung dibawah khalifah.

Pejabat eksekutif tidak mengurus masalah-masalah yudisial yang diurus

secara terpisah dan mandiri oleh para hakim (qadhi)96

2. Pemilihan Majlis Syura Dan Kriterianya.

Dalam melaksanakan administrasi negara, majlis permusyawaratan

berdampingan dengan kepala negara dimana kepala negara untuk

melaksanakan urusan negara tentunya harus berkonsultasi dengan majlis

permusyawaratan tersebut dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh

syari'at. Sedangkan warga negara atau rakyat mempunyai hak untuk

mengkritik pemerintahan, jika tidak sesuai atau terjadi penyelewengan

dalam menjalankan pemerintahannya, sehingga mencapai pemerintahan

yang sehat dan bersih (clean government)97

Didalam memilih ulil amri, harus diperhatikan beberapa hal untuk

dapat melaksanakan tatanan negara. Mengenai cara pemilihan anggota

Dewan Permusyawaratan (majlis syura) bahwa ada kesimpulan yang

keliru bahwa pada zaman khalifah anggota-anggota majlis

permusyawaratan ini tidak dipilih melalui pemilihan umum yang

terorganisasikan, maka tidak ada tempat bagi pemilihan umum dalam

Islam, dan siapa saja yang diminta musyawarah adalah tergantung

sepenuhnya kepada para khalifah itu sendiri. Kekeliruan itu disebabkan

96 Op cit, hlm. 249-250 97 Al Maududi, Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim., hlm. 70-71

Page 47: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

76

karena adanya kenyataan bahwa preseden-preseden dizaman itu diterapkan

kepada zaman modern tanpa menunjuk kepada kondisi-kondisi yang pada

saat itu tegas berlaku. Yang benar adalah bahwa kita harus menerapkannya

dengan merujuk kepada situasi dan kondisi yang saat itu ada.

Islam bangkit di Makkah sebagai suatu gerakan ideologis. Dan

gambaran keideologisan adalah bahwa orang-orang yang pertama

mengakui gerakan tersebut dianggap sebagai sahabat-sahabat dan rekan

sejati sekaligus sebagai para penasehat para pemimpin gerakan ini. Oleh

karenanya didalam Islam, orang-orang yang pertama-tama sekali

bersekutu dengan Rasulullah s.a.w dan gerakan beliau, secara alamiah dan

otomatis menjadi para penasehat beliau yang perlu diajaknya

bermusyawarah dalam semua kasus jika Al qur'an tidak atau belum

mengungkapkan perintah atau petunjuk yang jelas dan pasti. Tetapi, jika

kemudian darah baru yang dipadukan dengan batang tubuh politik Islam

untuk perjuangan melawan kekuatan lawan meningkat, orang-orang

mengabdikan diri melalui pengorbanan-pengorbanan, wawasan dan

hikmahnya secara alamiah menjadi terkemuka tanpa mereka sadari

melakukan usaha untuk menjadi terkemuka. Oleh karenanya, pemilihan ini

terlaksana bukan dengan cara pemungutan suara tetapi melalui ujian

praktek dan pelaksanaan kerja yang tak pelak lagi menjadi metode alamiah

yang handal.

Jadi, ada dua jenis kelompok orang yang menjadi angota majlis

permusyawaratan ini, yaitu : a) Orang-orang yang bersekutu dengan

Page 48: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

77

Rasulullah s.a.w, sejak permulaan sekali. b) Orang-orang yang kemudian

menjadi terkemuka karena wawasan serta kemampuan mereka.

Setelah wafatnya Rasulullah s.a.w, secara alamiah rakyat

menganggap Al Khulafa Al Rasyidin merupakan orang-orang yang paling

diandalkan dalam masalah-masalah tersebut. Jadi, kedua kelompok orang

tersebut juga terpilih melalui proses seleksi alamiah dan secara otomatis

termasuk dalam majlis permusyawaratan didalam Negara dimana

pemegang eksekutifnya adalah pengganti Rasulullah s.a.w. Konvensi-

konvensi konstitusional yang mengatur agar calon-calon baru dijadikan

anggota-anggota majlis permusyawaratan karena pengabdian, pengalaman

dan atribut intelektual mereka yang unggul secara otomatis menerima

persetujuan publik. Inilah kelompok orang yang dikenal dengan nama Ahl

Al-Hall Wa Al-'Aqd.98

Jadi jelas pada zaman itu, orang-orang yang disebut sebagai Ahl

Al-Hall Wa Al-'Aqd secara terus menerus memegang kedudukan yang

sangat dipercaya selama jangka waktu lama dan dengan demikian diberi

hak untuk mengambil keputusan-keputusan bersama mengenai semua

masalah penting yang menyangkut umat. Oleh karenanya tidak ada alasan

yang masuk akal yang mengajukan bahwa khalifah dapat mengundang

musyawarah dari siapapun yang dikehendakinya dan behwa siapa

sebenarnya yang bertindak sebagai Ahl Al-Syura yang diberi hak untuk

98 Abul A'la Al Maududi, Hukum Dan Konstitusi, hlm. 259-262

Page 49: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

78

memberi saran-saran kepadanya mengenai masalah-masalah penting yang

mempengaruhi hajat orang banyak, tidak diketahui secara umum.99

Hal ini Al Maududi menegaskan, ada beberapa persyaratan dalam

memilih orang-orang yang bertanggung jawab. Sifat-sifat tersebut adalah :

a. Mesti percaya pada prinsip-prinsip, yang dalam prinsip tersebut harus

mengendalikan segala urusan negara. Jelas sekali bahwa dalam sebuah

sistem ideologi tidak dapat berjalan dengan baik apabila dikendalikan

oleh orang-orang yang tidak memegang prinsip ideologi.

كمنر مي الأمأولول وسوا الريعأطو وا اللهيعوا أطنآم ينا الذها أيي Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah

Rasulmu dan ulil amri diantara kamu…(Q. S. an-Nisa : 59) b. Bukan orang kafir, lalim, otoriter, bahkan sebaliknya harus

mempunyai sifat jujur, dapat dipercaya, shaleh dan bertakwa kepada

Allah dan Rasul-Nya.

99 Disini timbul pertanyaan : mengapa Ahl Al Hall Wa Al-'Aqd hanya berisi orang-orang

Madinah saja, meskipun tapal batas Negara Islam ini telah meluas melewati Arabia, sampai ke Afghanistan di timur serta Afrika Utara di barat. Selama periode Al Khulafa Al Rasyidin dan mengapa para wakil setia dari berbagai bagian Negara tersebut diundang untuk tujuan ini? Jawabannya adalah bahwa hal ini disebabkan oleh dua alas an yang sah, yaitu : a) Negara Islam bukan sekedar Negara-bangsa saja. Negara Islam tercipta dengan cara yang

unik. Dengan melalui propaganda ideology Islam dalam diri serta moral orang-orang, maka terbentuklah suatu masyarakat ideal yang kemudian menjadi suatu Negara cita-cita. Dalam Negara semacam ini, wajarlah jika kiranya poros semua pengabdian tertuju kepada orang yang telah mengorbankan dan kemudian menuntaskan revolusi tersebut. Sesudah itu, lembaga sahabat-sahabat serta tangan kakanya kemudian menjadi penampung semua kepercayaan umum. Dengan demikian kepemimpinan semacam ini menjadi sangat alamiah dan tidak satupun orang lain dari kalangan masyarakat yang memiliki kemungkinan untuk memperoleh kepercayaan masyarakat dalam peringkat yang lebih tinggi dari itu. Inilah tepatnya yang menjadi alas an mengapa dibalik kebebasan mengemukakan pendapat yang benar-benar bebas – sekalipun dizaman tersebut – tak seorang pun yang mengeluarkan suara menantang pemilihan rakyat hanya hanya didasarkan atas kalangan Madinah untuk dimasukkan sebagai anggota majlis permusyawaratan.

b) Kedua, dalam kondisi yang kemudian ada, tidaklah mustahil jika diselenggarakan pemilihan umum diwilayah sepanjang Afghanistan sampai ke Afrika Utara, dan sesudahnya mengharapkan bahwa semua anggota permusyawaratan terpilih untuk dapat mengikuti semua rapat dengar pendapat.

Page 50: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

79

نيرفسالم روا أميعطلا تون . وحلصلا يض وي الأرون ففسدي ينالذ

Artinya: "Dan janganlah kamu manaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan dimuka bumi dan tidak mengadakan perbaikan. (Q. S. asy-Syu'araa : 151-152).

c. Terdidik, cerdas, bijaksana da sehat baik jasmani maupun rohani untuk

mengendalikan negara

ينوي الذتسل يأولو قل ه ذكرتا يمون إنلمعلا ي ينالذون ولمعي

الألباب

Artinya: "…Katakanlah : "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran"(Q. S. az-Zumar : 9)

d. Bersikap tulus, mengutamakan hati nurani dan mendapatkan legitimasi

rakyat, sehingga rakyat dapat mempercayakan amanatnya dengan

aman.100

اهللانا أ يمكرام نتؤالو اادم نتاىل ا هلاه

Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya….(Q. S. an-Nisa : 58)101

Kemudian secara garis besar, menurut Al Maududi untuk menjadi

kepala negara (eksekutif) dan majlis permusyawaratan (legislatif), ada

empat syarat yang harus dipenuhi. Syarat tersebut adalah sebagai berikut :

a. Harus seorang muslim

100 Al Maududi, Esensi Al Qur'an : Filsafat, Politik, Ekonomi Dan Etika., hlm. 88-89 101 Al Maududi, Khilafah Dan Kerajaan.,hlm. 69-72

Page 51: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

80

كمنر مي الأمأولول وسوا الريعأطو وا اللهيعأط

"Hai orang –orang yang beriman! Taatilah Allah dan Rasul-Nya…(Q. S. an-Nisa : 59)

b. Seorang laki-laki

الرجال قوامون على النسآء

"Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita" (Q. S. an-Nisa : 34)

c. Dalam keadaan dewas serta sehat jasmani dan rohani

ولا تؤتوا السفهاء أموالكم التي جعل الله لكم قياما وارزقوهم فيها

واكسوهم وقولوا لهم قولا معروفا

"Dan janganlah kamu serahkan pada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekusaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Q. S. an-Nisa : 5)

d. Harus sebagai warga negara dari negara Islam.102

والذين آمنوا ولم يهاجروا ما لكم من ولايتهم من شيء حتى

يهاجروا

"Dan mereka yang telah masuk Islam tetapi tidak berhijrah (ke negara mereka), tidak memperoleh perlindunganmu sampai mereka berhijrah (Q. S. al-Anfal : 72)

102 Abul A'la Al Maududi, Hukum Dan Konstitusi., hlm. 266-267

Page 52: ABU AL A’LA AL MAUDUDI1 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · 31 Keluarga Al Maududi mempunyai tradisi lama sebagai pemimpin

81

Jadi secara hukum, keempat kualifikasi ini bisa menentukan kelayakan

seseorang untuk menduduki jabatan kepala negara Islam atau badan

pertimbangan atau permusyawaratan103.

Demikianlah pemikiran Al Maududi tentang konsep syura

(musyawarah) dalam tatanan politik Islam, yang sudah barang tentu

dipengaruhi oleh sosio-politik dinegaranya Pakistan.

103 Prof. DR. H. Hasan Muarif Ambary, Islam Berbagai Perspektif., hlm. 192