ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh...

55
ABSTRAK Disertasi ini berjudul Partisipasi Desa pakraman Dalam Pembentukan Peraturan Daerah”. Disertasi ini fokus pada 3 (tiga) isu utama yaitu (1) Apakah yang menjadi landasan perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Peraturan Daerah?, (2) Bagimanakah Pemerintah Daerah dan masyarakat menafsirkan partisipasi desa pakraman dalam proses pembentukan Peraturan Daerah?, (3) Bagaimanakah model partisipasi desa pakraman yang ideal dalam pembentukan Peraturan Daerah?. Ke tiga isu utama dianalisis dan dibahas dengan teori negara hukum, pluralism hukume, pembentukan legislasi dan teori partisipasi. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum. Metode penelitian hukum ini menempatkan penggunaan bersamaan penelitian doktrinal dan penelitian empirik yang dikenal dengan penelitian sosiolegal. Berdasarkan pembahasan dan analisis permasalahan maka hasil penelitian: (1) perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Peraturan Daerah dilihat dari perspektif filosofis, teoritis dan dogmatika hukum. (2) Penafsiran Pemerintah Daerah terhadap partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Pemerintah Daerah adalah penting melibatkan partisipasi desa pakraman, desa pakraman terlibat apabila Peraturan Daerah tersebut berdampak langsung, cukup diwakilkan oleh MDP, kedudukan desa pakraman di bawah MDP, menekan anggaran, keterbatasan kemampuan desa pakraman. Penafsiran masyarakat terhadap partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Peraturan Daerah adalah penting melibatkan partisipasi desa pakraman, posisi desa pakraman dibawah MDP, cukup diwakilkan oleh MDP, kurang dibuka ruang partisipasi masyarakat, dan tidak ada tatacara dan mekanisme jelas partisipasi desa pakraman. (3) Model ideal partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Peraturan Daerah adalah derajat partisipasi kemitraan (partnership) yang menempatkan desa pakraman dan pemerintah daerah serta DPRD sebagai mitra untuk melakukan kerjasama dengan berinteraksi dan berkomunikasi dua arah dalam proses pembentukan Peraturan Daerah. Berdasarkan simpulan maka saran yang direkomendasikan adalah 1) mengesahkan RUU Masyarakat Adat, PP tentang Partisipasi masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,mengesahkan Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Ham tentang Konsultasi Publik, membentuk Perda tentang Partisipasi masyarakat sebagai pengaturan lebih lanjut apabila PP tentang partisipasi masyarakat telah dibentuk. 2) meningkatkan kesadaran desa pakraman untuk berpartisipasi dalam pembentukan Peraturan Daerah. Kata Kunci : Partisipasi, Desa pakraman, Pembentukan Peraturan Daerah.

Transcript of ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh...

Page 1: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

ABSTRAK

Disertasi ini berjudul “Partisipasi Desa pakraman Dalam Pembentukan

Peraturan Daerah”. Disertasi ini fokus pada 3 (tiga) isu utama yaitu (1) Apakah

yang menjadi landasan perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Peraturan Daerah?, (2) Bagimanakah Pemerintah Daerah dan

masyarakat menafsirkan partisipasi desa pakraman dalam proses pembentukan

Peraturan Daerah?, (3) Bagaimanakah model partisipasi desa pakraman yang

ideal dalam pembentukan Peraturan Daerah?. Ke tiga isu utama dianalisis dan

dibahas dengan teori negara hukum, pluralism hukume, pembentukan legislasi

dan teori partisipasi.

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum.

Metode penelitian hukum ini menempatkan penggunaan bersamaan penelitian

doktrinal dan penelitian empirik yang dikenal dengan penelitian sosiolegal.

Berdasarkan pembahasan dan analisis permasalahan maka hasil penelitian: (1)

perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Peraturan

Daerah dilihat dari perspektif filosofis, teoritis dan dogmatika hukum. (2)

Penafsiran Pemerintah Daerah terhadap partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Pemerintah Daerah adalah penting melibatkan partisipasi desa

pakraman, desa pakraman terlibat apabila Peraturan Daerah tersebut berdampak

langsung, cukup diwakilkan oleh MDP, kedudukan desa pakraman di bawah

MDP, menekan anggaran, keterbatasan kemampuan desa pakraman. Penafsiran

masyarakat terhadap partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Peraturan

Daerah adalah penting melibatkan partisipasi desa pakraman, posisi desa

pakraman dibawah MDP, cukup diwakilkan oleh MDP, kurang dibuka ruang

partisipasi masyarakat, dan tidak ada tatacara dan mekanisme jelas partisipasi

desa pakraman. (3) Model ideal partisipasi desa pakraman dalam pembentukan

Peraturan Daerah adalah derajat partisipasi kemitraan (partnership) yang

menempatkan desa pakraman dan pemerintah daerah serta DPRD sebagai mitra

untuk melakukan kerjasama dengan berinteraksi dan berkomunikasi dua arah

dalam proses pembentukan Peraturan Daerah. Berdasarkan simpulan maka saran

yang direkomendasikan adalah 1) mengesahkan RUU Masyarakat Adat, PP

tentang Partisipasi masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah,mengesahkan Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Ham tentang

Konsultasi Publik, membentuk Perda tentang Partisipasi masyarakat sebagai

pengaturan lebih lanjut apabila PP tentang partisipasi masyarakat telah dibentuk.

2) meningkatkan kesadaran desa pakraman untuk berpartisipasi dalam

pembentukan Peraturan Daerah.

Kata Kunci : Partisipasi, Desa pakraman, Pembentukan Peraturan Daerah.

Page 2: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

ABSTRACT

This dissertation titled “Desa Pakraman Participation In Forming A Local

Regulation”. This dissertation is focused on 3 (three) main issues which are (1)

What is the basis for the necessity of Desa Pakraman participation regulation in

forming a Local Regulation? (2) How the Local Government and the society

interpreting Desa Pakraman participation in the process of the formation of Local

Regulation? (3) How is the ideal model of Desa Pakraman participation in the

formation of Local Regulation? Those three main issues are analyzed by state law

theory, legal pluralism, legislation formation and participation theory.

This research is using legal research methods. This legal research combining

doctrinal research and empirical research that known as socio-legal research.

Based on the problem analysis, the result of this research shown that (1) The

necessity of Desa Pakraman participation regulation in forming a Local

Regulation viewed from a philosophical perspective, theoretical and legal

dogmatics. (2) The interpretation of Local Government towards Desa Pakraman

participation in forming a Local Regulation is important to involving Desa

Pakraman participation, Desa Pakraman involved if that Local Regulation has a

direct impact, simply represented by MDP, the position of Desa Pakraman is

below MDP, pressing the budget, the limitation of Desa Pakraman capability. The

society interpretation towards Desa Pakraman participation in forming a Local

Regulation is important to involve Desa Pakraman participation, the position of

Desa Pakraman is below MDP, simply represented by MDP, lack of open space

for society participation and there are no clear ordinances and mechanisms of

Desa Pakraman participation. (3) The ideal model of Desa Pakraman

participation in forming a Local Regulation is a partnership participation degree

(partnership) that puts desa pakraman, Local Government and DPRD as partners

to cooperate by interacting and have a mutual communication in the process of

forming a Local Regulation. Based on the conclusion, I recommend to 1)

Authorize the Regulation Draft concerning Indigenous Communities, Government

Regulation concerning Society Participation in the Implementation of Local

Government, authorize the Ministry of Law and Human Rights Regulation Draft

concerning Public Consultation, Forming a Local Regulation concerning Society

Participation as a further regulation when the Government Regulation concerning

Society Participation formed. 2) Increasing Desa Pakraman awareness to

participate in forming a Local Regulation.

Keywords: Participation, Desa Pakraman, Local Regulation Formation

Page 3: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

RINGKASAN

Disertasi ini berjudul “Partisipasi Desa Pakraman Dalam Pembentukan

Peraturan Daerah” Di dalam mengkaji partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Peraturan Daerah terlingkup problematik yuridis, sosiologis,

filosofis, teoritik dan politik hukum. Problematik yang melingkupi partisipasi

desa pakraman dalam pembentukan Peraturan Daerah berujung pada 3 (tiga) isu

utama yaitu yaitu (1) perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Peraturan Daerah. (2) Penafsiran Pemerintah Daerah dan

masyarakat terhadap partisipasi desa pakraman dalam proses pembentukan

Peraturan Daerah. (3) Model partisipasi desa pakraman yang ideal dalam

pembentukan Peraturan Daerah.

Teori yang digunakan dalam menganalisis ke tiga isu utama tersebut

adalah teori negara hukum, teori pluralisme hukum, teori pembentukan legislasi

dan teori partisipasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

hukum dengan pendekatan sosiolegal. Pendekatan sosiolegal merupakan hibrida

penelitian hukum doktriner dan penelitian hukum empirik (mengkaji Peraturan

Perundang-undangan dan menjelaskan bekerjanya hukum dalam masyarakat).

Teknik pengumpulan bahan hukum dan data dilakukan dengan studi dokumen dan

studi lapangan selanjutnya diinterpreasi dengan hermeneutika hukum. Adapun

hasil penelitian sebagai berikut:

Pertama, perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Peraturan daerah didasarkan pada aspek filosofis, teoritis dan

dogmatika hukum. Aspek filosofis menempatkan hukum untuk manusia dalam

mencapai keadilan dan kemanfaatan hukum khususnya pada keadilan desa

pakraman. Perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam pembentukan

Peraturan Daerah dari aspek teoritis yaitu mengkaji hukum berdasarkan relevansi

teori negara hukum, pluralisme hukum, pembentukan legislasi, sosiolegal dan

hermeneutika hukum. Relevansi negara hukum dalam konteks partisipasi desa

pakraman dalam pembentukan Peraturan daerah memberi arah dan dasar

terwujudnya keadilan formal dan substantif. Relevansi teori pluralisme hukum

yang menunjukan adanya kemajemukan hukum dalam masyarakat (adanya hukum

negara, hukum adat dan hukum agama) sehingga memberi dasar dan arah dalam

proses pembentukan Peraturan Daerah untuk tetap memperhatikan ketiga tatanan

hukum tersebut serta memberi ruang dan akses partisipasi desa pakraman. Teori

pembentukan legislasi relevan digunakan dalam menganalisis proses

pembentukan Peraturan Daerah yang melibatkan partisipasi desa pakraman.

Relevansi sosiolegal dalam pembentukan Peraturan Daerah bertujuan untuk

melihat hukum secara lebih baik yaitu hukum tidak pernah lepas dari keberadaan

masyarakat. Oleh karena itu dalam proses pembentukan Peraturan Daerah perlu

melibatkan penelitian doktriner dan penelitian empirik. Relevansi hermeneutika

hukum dalam menganalisis perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Peraturan Daerah ditempatkan sebagai metode ilmiah dalam

memahami dan menjelaskan makna teks Pasal 354 UU 23/2014 dan Pasal 96 UU

12/2011 mengenai partisipasi masyarakat. Makna partisipasi masyarakat dalam

Pasal 354 UU 23/2014 dan Pasal 96 UU 12/2011 dipahami sebagai konsep,

Page 4: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

bentuk dan tatacara partisipasi masyarakat. Dalam konteks disertasi ini pengaturan

tatacara partisipasi dalam Pasal 354 UU 23/2014 dan Pasal 96 UU 12/2011 tidak

jelas, sehingga memerlukan pengaturan yang jelas mengenai tatacara partisipasi

masyarakat. Perspektif dogmatika hukum dipahami bahwa partisipasi masyarakat

dalam Peraturan Perundang-undangan telah diatur dan pemahaman partisipasi

masyarakat termasuk partisipasi desa pakraman. Hal ini menunjukan ada dasar

pengaturan partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Peraturan daerah.

Kedua, penafsiran pemerintah daerah dan masyarakat terhadap partisipasi

desa pakraman dalam pembentukan Peraturan Daerah didasarkan pada

pengamatan dan wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan

Peraturan daerah. Pihak-pihak tersebut adalah anggota DPRD, Kepala Bagian

hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun

penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi desa

pakraman sebagaimana diamanatkan UUD NRI Tahun 1945, Pasal 354 UU

23/2014 dan Pasal 96 UU 12/2011. 2) desa pakraman terlibat apabila Peraturan

daerah mempunyai dampak langsung bagi desa pakraman. 3) Cukup diwakilkan

oleh MDP. 4) Pemahaman Pemerintah bahwa posisi desa pakraman di bawah

MDP. 5) Menekan pengeluaran anggaran. 6) keterbatasan kemampuan desa

pakraman dalam memberikan masukan. Penafsiran masyarakat terhadap

pertisipasi desa pakraman dalam pembentukan Peraturan daerah adalah 1) penting

melibatkan partisipasi desa pakraman apabila berdampak langsung pada desa

pakraman. 2) cukup diwakilkan MDP. 3) kurang dibuka ruang dan akses

partisipasi masyarakat. 4) tidak ada tatacara yang jelas partisipasi desa pakraman.

5) Sikap apatis atau tidak mau tahu. Berdasarkan penafsiran pemerintah Daerah

dan masyarakat terhadap partisipasi desa pakraman dalam pembentukan

Peraturan daerah maka temuan disertasi ini menunjukan partisipasi semu, dalam

arti partisipasi semu desa pakraman dalam pembentukan Peraturan Daerah.

Ketiga, model ideal partisipasi desa pakraman dalam pembentukan

Peraturan Daerah ditempatkan pada derajat partisipasi kemitraan (partnership)

yaitu menempatkan desa pakraman, Pemerintah Daerah dan DPRD sebagai mitra

untuk melakukan kerjasama dengan berinteraksi dan berkomunikasi dua arah

untuk tercapai kesepahaman dan kesepakatan diantara mereka.

Berdasarkan temuan dan hasil penelitian dapat direkomendasikan:1)

Pembentuk kebijakan, agar segera mengesahkan RUU tentang Perlindungan dan

Pengakuan Hak Masyarakat Adat, segera membahas PP tentang Partisipasi

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, segera mengesahkan

Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Ham tentang Konsultasi Publik dalam

Pembentukan Peraturan perundang-undangan, agar segera membentuk Peraturan

daerah tentang Partisipasi masyarakat sebagai pengaturan lebih lanjut apabila PP

tentang partisipasi masyarakat telah dibentuk. 2) desa pakraman, agar

meningkatkan kesadaran akan pentingnya berpartisipasi dalam proses

pembentukan Peraturan daerah, karena desa pakraman sebagai bagian dari

masyarakat mempunyai hak Konstitusional.

Page 5: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

SUMMARY

This dissertation is entitled "The Participation of Traditional Village (Desa

Pakraman) in the Drafting of Regional Regulations". The covered problems, in

reviewing the participation of desa pakraman in the drafting of regional

regulations, are the problems of juridical, sociological, philosophical, theoretical

and political law. The problems of the participation of desa pakraman in the

drafting of the Regional Regulations are resulted in 3 (three) main issues, namely

(1) the necessity of a regulation concerning the desa pakraman’s participation in

drafting the Regional Regulation. (2) The interpretation of the Regional

Government and the community concerning the said village participation in the

process of drafting Regional Regulations. (3) The ideal participation model of

desa pakraman in the drafting of Regional Regulations.

The theories used in analysing the above-mentioned issues are the theory

of legal state, the theory of legal pluralism, the theory of legislation making, and

the theory of participation. The used research methodis legal research method

with socio-legal approach. The socio-legal approach is a hybrid of doctrinal legal

research and empirical legal research (reviewing the Acts and describing its

implementation in society). The collection of legal sources and data is conducted

through document study and field study, which is followed by interpretation in the

manner of legal hermeneutics. The results of the study as follows:

First, the regulation of the participation of desa pakraman in drafting

Regional Regulation, which is based on philosophical, theoretical and legal

dogmatic aspects, is necessary. The philosophical aspect places the law for human

beings in its quest to achieving justice and legal expediency, especially in the

justice of desa pakraman. The necessity of a regulation concerning the

participation of desa pakraman in drafting the Regional Regulation from the

theoretical aspect is to study the law based on the relevance of the theory of legal

state, legal pluralism, legislation making, socio-legal and legal hermeneutic. The

relevance of the legal state in the context of the said village’s participation in

drafting the regional regulation gives direction and foundation to the realisation of

formal and substantive justice. The relevance of the legal pluralism theory shows

the existence of legal pluralism in the society (the existence of state law,

customary law and religious law) thus,it provides the basis and direction in the

process of drafting Regional Regulations to keep giving attention to these three

legal arrangements as well as providingspace and access to desa pakraman to

participate. The theory of the making of legislation is relevant to be used in

analysing the process of Regional Regulations drafting that involves desa

pakraman’s participation. The relevance of Socio-legal approach in drafting the

said regulations is intended to better see the law as it has never been separated

from the existence of society. Therefore, in the process of Regional Regulations

drafting, it is needed to implicate both doctrinal and empirical research. The

relevance of legal hermeneutics in analysing the needs for regulation of desa

pakraman’s participation in drafting Regional Regulations is considered as a

scholarly method to understand and explain the meaning of the text on Article 354

Page 6: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

of Law Number 23 of 2014 and Article 96 of Law Number 12 of 2011 concerning

community’s participation. The meanings of community's participation on Article

354 of Law Number 23 of 2014 and Article 96 of Law Number 12 of 2011 are

considered as the concept, form and procedure of community participation. In the

context of this dissertation, the regulations of participation in Article 354 of Law

Number 23 of 2014 and Article 96 of Law Number 12 of 2011 are unclear,

therefore, a clear regulation on the rules of community’s participation is required.

The legal dogmatic perspective is understood that community’s participation has

been regulated and the said participation of community includes the participation

of desa pakraman. This shows that there is a basis for regulating the said village

participation in drafting regional regulations.

Second, the interpretation of the regional government and the community

concerning the participation of desa pakraman in drafting Regional Regulations is

based on observations and interviews with the parties involved in regional

regulations drafting. These parties are members of the Regional House of

Representative, Head of Legal Affairs, the Assembly of Desa Pakraman (the

Assembly), academics and leaders of communities. The interpretation of regional

government is identified as follows: 1) the importance of involving the desa

pakraman’s participation is in accordance to the 1945 Constitution of the

Republic of Indonesia, Article 354 of Law Number 23 of 2014 and Article 96 of

Law Number 12 of 2011. 2) Desa pakraman is involved if regional regulations

have a direct impact on it. 3) Representation by the Assembly would suffice. 4)

Government understanding that the position of desa pakraman is inferior tothe

Assembly. 5) Minimising the budget expenditure. 6) The limit of the ability of

desa pakraman in giving inputs. The interpretation of the community on desa

pakraman’s participation in the drafting of regional regulations, inter alia 1) it is

important to involve the participation of desa pakraman should there be direct

impact. 2) Representation by the Assembly would suffice. 3) Less open space and

access to community participation. 4) No clear procedure for the village’s

participation. 5) Apathetic or indifferent. Based on the interpretation of regional

government and the community on the participation of desa pakraman in drafting

regional regulations, the finding of this dissertation shows a quasi-participation,

with regard to the participation of desa pakraman in drafting regional regulations.

Third, the ideal model for the participation of desa pakraman in drafting a

Regional Regulation is determined by the degree of partnership participation, to

with desa pakraman, Regional Government and Regional House of

Representative acting as partners to cooperate with all interaction and reciprocal

communication as a mean to achieve understanding and agreement.

In accordance to the findings and research results, it can be recommended:

1) Policy-makers should immediately pass the draft of law on the Protection and

Recognition of the Rights of Adat Community; immediately discuss the

Government Regulation on Community Participation in Regional Governance,

immediately approve the draft Regulation of Ministry of Law and Human Rights

on Public Consultation in Drafting Laws, immediately draft a Regional

Regulation on Community Participation as an advanced regulation when a

Government Regulation on community participation will have been established.

Page 7: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

2) Desa pakraman should raise awareness on the importance of participation in

the process of drafting regional regulations, because desa pakraman, as a part of

community, has a Constitutional right.

Page 8: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan -------------------------------------------------------------- i

Halaman Sampul Dalam -------------------------------------------------------------- ii

Halaman Persyaratan Gelar Doktor ------------------------------------------------- iii

Halaman Persetujuan Promotor/Ko Promotor ------------------------------------- iv

Pernyataan Originalitas Disertasi ---------------------------------------------------- v

Ucapan Terima Kasih ----------------------------------------------------------------- vi

Abstrak ---------------------------------------------------------------------------------- x

Abstract ---------------------------------------------------------------------------------- xi

Ringkasan ------------------------------------------------------------------------------- xii

Summary -------------------------------------------------------------------------------- xv

Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------- xvii

Daftar Matrik --------------------------------------------------------------------------- xxi

Daftar Gambar -------------------------------------------------------------------------- xxiii

BAB I PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------ 1

1.1. Latar Belakang Masalah --------------------------------------------------------- 1

1.2. Rumusan Masalah ---------------------------------------------------------------- 24

1.3. Tujuan Penelitian ----------------------------------------------------------------- 24

1.1.1. Tujuan umum -------------------------------------------------------------- 24

1.1.2. Tjuan khusus --------------------------------------------------------------- 24

1.4. Manfaat Penelitian ---------------------------------------------------------------- 25

1.5. Orisinalitas Penelitian ------------------------------------------------------------ 26

1.6. Metode Penelitian ---------------------------------------------------------------- 30

1.7. Sistimatika Penulisan Disertasi ------------------------------------------------- 38

Page 9: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

BAB II KERANGKA TEORI PARTISIPASI DESA PAKRAMAN DALAM

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH -------------------------- 41

2.1. Teori -------------------------------------------------------------------------------- 41

2.1.1. Teori Negara Hukum ----------------------------------------------------- 41

2.1.2. Teori Pluralisme Hukum ------------------------------------------------- 47

2.1.3. Teori Pembentukan Legislasi ------------------------------------------- 50

2.1.4. Teori Partisipasi ----------------------------------------------------------- 52

2.2. Konsep ----------------------------------------------------------------------------- 56

2.2.1. Konsep Partisipasi Masyarakat ----------------------------------------- 57

2.2.2. Konsep Masyarakat Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat - 64

2.2.3. Konsep Peraturan Daerah ------------------------------------------------ 67

2.2. Kerangka Berfikir ---------------------------------------------------------------- 71

BAB III LANDASAN PERLUNYA PENGATURAN PARTISIPASI

DESA PAKRAMAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN

DAERAH -------------------------------------------------------------------- 73

3.1. Perlunya Pengaturan Partisipasi Desa Pakraman dalam Pembentukan

Peraturan Daerah Perspektif Filosofis ----------------------------------------- 73

3.1.1. Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sebagai Arah

Partisipasi Desa Pakraman ---------------------------------------------- 75

3.1.2. Keterkaitan Nilai-Nilai Dasar dengan Keabsahan Berlakunya

Hukum ---------------------------------------------------------------------- 86

3.1.3. Hakikat dan Urgensi Partisipasi Desa Pakraman dalam

Pembentukan Peraturan Daerah ----------------------------------------- 108

3.2. Perlunya Pengaturan Partisipasi Desa Pakraman dalam Pembentukan

Peraturan Daerah Perspektif Teoritik ------------------------------------------ 124

3.2.1. Relevansi Negara Hukum sebagai Arah yang Melandasi Perlunya

Pengaturan Partisipasi Desa Pakraman dalam Pembentukan

Peraturan Daerah --------------------------------------------------------- 128

3.2.2. Relevansi Pluralisme Hukum sebagai Arah yang Melandasi

Perlunya Pengaturan Partisipasi Desa Pakraman dalam

Page 10: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

Pembentukan Peraturan Daerah -------------------------------------- 135

3.2.3. Urgensi Teori Pembentukan Legislasi sebagai Arah Pengaturan

Partisipasi Desa Pakraman dalam Pembentukan Peraturan

Daerah ----------------------------------------------------------------------- 142

3.2.4. Relevansi Sosiolegal sebagai Arah yang Melandasi Perlunya

Pengaturan Partisipasi Desa Pakraman dalam Pembentukan

Peraturan Daerah ---------------------------------------------------------- 146

3.2.5. Relevansi Hermeneutika Hukum sebagai Arah yang Melandasi

Perlunya Pengaturan Partisipasi Desa Pakraman dalam

Pembentukan Peraturan Daerah ---------------------------------------- 161

3.3. Perlunya Pengaturan Partisipasi Desa Pakraman dalam Pembentukan

Peraturan Daerah Perspektif Dogmatika Hukum ---------------------------- 178

3.3.1. Dogmatika Hukum sebagai Ilmu Hukum ----------------------------- 178

3.3.2. Partisipasi Desa Pakraman dalam Peraturan Hukum --------------- 181

BAB IV PENAFSIRAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT

TERHADAP PARTISIPASI DESA PAKRAMAN DALAM

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH -------------------------- 206

4.1. Hermeneutika Hukum sebagai Metode Penafsiran -------------------------- 206

4.1.1. Prinsip-Prinsip Hermeneutika Hukum --------------------------------- 206

4.1.2. Makna Hermenutika Hukum dalam Pembentukan Peraturan

Daerah Partisipatif -------------------------------------------------------- 213

4.1.3. Pengembangan Hermeneutika Hukum sebagai Arah Menemukan

Model dalam Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif ---------- 226

4.2. Partisipasi Desa Pakraman dalam Proses Pembentukan Peraturan

Daerah ------------------------------------------------------------------------------ 232

4.3. Penafsiran Pemerintah Daerah Terhadap Partisipasi Desa Pakraman

dalam Pembentukan Peraturan Daerah ---------------------------------------- 294

4.4. Penafsiran Masyarakat Terhadap Partisipasi Desa Pakraman

dalam Pembentukan Peraturan Daerah ---------------------------------------- 307

Page 11: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

BAB V MODEL IDEAL PARTISIPASI DESA PAKRAMAN

DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH -------------- 331

5.1. Derajat Partisipasi Masyarakat --------------------------------------- 331

5.2. Mekanisme Partisipasi Masyarakat --------------------------------- 347

5.3. Derajat Partisipasi Desa Pakraman sebagai Arah untuk

Menyusun Model Partisipasi Desa Pakraman yang Ideal ------- 357

5.4. Model Ideal Partisipasi Desa Pakraman dalam

Pembentukan Peraturan Daerah ------------------------------------- 362

BAB VI PENUTUP ------------------------------------------------------------------- 389

6.1. Simpulan --------------------------------------------------------------------------- 389

6.2. Saran -------------------------------------------------------------------------------- 391

Daftar Pustaka -------------------------------------------------------------------------- 393

Lampiran -------------------------------------------------------------------------------- 423

Page 12: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

Daftar Matrik

Matrik 1 Partsipasi Masyarakat dalam United Nations Declaration On

The Rights Of Indigenous Peoples…………………………………...

7

Matrik 2 Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam UUD NRI Tahun

1945………………………………………………………………

8

Matrik 3 Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam Undang-Undang

……………..................................................................................

9

Matrik 4 Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam Peraturan

Pemerintah………………………………………………………..

11

Matrik 5 Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam Peraturan

Presiden…………………………………………………………..

11

Matrik 6

Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri……………………………………………

11

Matrik 7

Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam RUU Pengakuan

dan Perlindungan Masyarakat Adat …………………………….

12

Matrik 8

Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam Peraturan

Pemerintah, Peraturan DPR RI, DPRD Provinsi Bali dan DPRD

Kabupaten/Kota………………..................................................

13

Matrik 9 Data Konsultasi Publik Tahun 2012-2015………………………. 16

Matrik 10 Orisinalitas Penelitian…………………………………………… 26

Matrik 11 Tingkatan Partisipasi Publk dalam Teori Sherry

Arnstein…………………………………………………………..

53

Matrik 12

Keterkaitan Nilai-Nilai Dasar dengan Landasan Keabsahan

Perlunya Pengaturan Partisipasi Desa Pakraman dalam

Pembentukan Peraturan Daerah………………………….………

100

Matrik 13 Paradigma dalam Ilmu Sosial dalam Konteks Kajian

Hukum……..................................................................................

154

Matrik 14 Karakteristik Penelitian Interdisipliner…………………………. 157

Matrik 15 Perkembangan Pemikiran Hermeneutika………………………... 167

Matrik 16 Esensi Hermeneutika ……………………………………………. 173

Page 13: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

Matrik 17 Partisipasi Desa Pakraman dalam Peraturan Daerah Provinsi

Bali…………...............................................................................

202

Matrik 18 Partisipasi desa pakraman dalam Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota………...............................................................

204

Matrik 19

Keterkaitan Tahap Perumusan Kebijakan dengan Tahap

Pembentukan Peraturan Daerah ………………………………....

217

Matrik 20

Pokok-Pokok Materi Muatan Peraturan Daerah Provinsi Bali

Nomor 8 Tahun 2015 tentang Arahan Peraturan Zonasi Sistem

Provinsi…....................................................................................

236

Matrik 21

Partisipasi Desa Pakraman dalam Peraturan Daerah Provinsi

Bali Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Arahan Pengaturan Zonasi

Sistem Provinsi...........................................................................

240

Matrik 22

Pandangan Umum DPRD Terkait Rancangan Perda Arahan

Pengaturan Zonasi………………………………………………..

241

Matrik 23 Materi Muatan dalam Peraturan Daerah LPD…............................ 249

Matrik 24

Materi Muatan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun

2001 Tentang Desa Pakraman sebagaimana diubah dengan

Perda Nomor 3 Tahun 2003…………………......……………….

260

Matrik 25 Materi Muatan Peraturan Daerah Subak………….........………... 265

Matrik 26 Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang

PPLH………………................................................................

269

Matrik 27 Materi Muatan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik……………………………....

273

Matrik 28 Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

PPLH………................................................................................

278

Matrik 29

Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Penyelenggaraan Kearsipan……………………………………...

283

Matrik 30 Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Penyelenggaraan Kearsipan……………………………………...

287

Matrik 31 Partisipasi Desa Pakraman dalam Pembentukan Peraturan

Daerah Provinsi Kabupaten/Kota……….………………………..

295

Page 14: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

Daftar Gambar

Gambar 1 Proses dan Metode Ilmiah........................................................ 32

Gambar 2 Alternative Rule Of Law Formulations ……………..………. 41

Gambar 3 Derajat Partisipasi…………………………………………… 53

Gambar 4 Kerangka Berfikir…………………………………………… 72

Gamabr 5 Keterkaitan Nilai-nilai dasar dan keabsahan berlaku……….. 93

Gambar 6 Model hermeneutika hukum sebagai arah pembentukan

Perda partisipatif……………………………………………..

232

Gambar 7 Tangga Partisipasi Arnstein…………………………............ 335

Gambar 8 Model Ideal Partisipasi Desa Pakraman dalam Pembentukan

Perda…………………………………………………………

384

Page 15: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Di dalam sistem negara hukum, demokrasi memiliki peran penting yaitu

sebagai kontrol atas negara hukum. Demokrasi dapat dipahami sebagai suatu

sistem pemerintahan dalam suatu negara yang mana semua warga negara

mempunyai hak, kewajiban, kedudukan dan kekuasaan baik dalam menjalankan

kehidupannya maupun dalam berpartisipasi terhadap kekuasaan negara1. Oleh

karena itu partisipasi merupakan unsur yang penting dalam mewujudkan

demokrasi. Demokrasi pada awalnya ada 2 (dua) model demokrasi yaitu

demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Demokrasi secara langsung dapat

dipahami bahwa rakyat secara langsung dapat berpartisipasi dalam pembuatan

keputusan. Demokrasi perwakilan dapat dipahami bahwa keikutsertaan rakyat

tidak menjadi prioritas, karena keinginan-keinginan rakyat hanya ditentukan oleh

wakil-wakil mereka yang dipilih dalam pemilu.2 Selanjutnya berkembang menjadi

beberapa model demokrasi, salah satunya demokrasi partisipatif. Dalam konteks

disertasi ini demokrasi yang dipahami adalah demokrasi partisipatif sebagai

bentuk keikutsertaan rakyat menentukan secara langsung setiap putusan yang

menyangkut kepentingan publik tanpa melalui perwakilannya.

1 Munir Fuady, 2010, Konsep...,op.cit, h.2.

2 Abdul Aziz Hakim, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi Di Indoesia, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, h. 197. Lihat juga Munir Fuady, 2010, Konsep Negara…, op.cit., h.34.

Page 16: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

2

Makna demokrasi juga tercermin dalam alenia IV Pembukaan UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, yang menekankan pada ”...kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan...”.

Pokok pikiran ini, dapat dipahami bahwa demokrasi mengandung ciri: (1)

kerakyatan (daulat rakyat) dan (2) permusyawaratan (kekeluargaan)3. Demokrasi

kerakyatan dimaknai sebagai peran rakyat (masyarakat) dalam proses

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah. Demokrasi

permusyaratan dimaknai sebagai adanya semangat kekeluargaan dari berbagai

pluralitas di dalam Negara Indonesia dengan mengakui kesederajatan atau

mengakui persamaan dalam suatu perbedaan. Pemahaman makna demokrasi di

atas, bahwa dalam suatu pengambilan keputusan oleh pemerintah harus memenuhi

empat (4) syarat yaitu :

(1) didasarkan pada asas rasional dan keadilan;

(2) didedikasikan untuk kepentingan orang banyak;

(3) berorientasi jauh ke depan;

(4) bersifat imparsial yaitu melibatkan semua pihak termasuk kelompok

minoritas.

Sepaham dengan di atas, Jurgen Habermas menegaskan bahwa demokrasi

menekankan pada unsur partisipasi dan kesetaraan setiap anggota masyarakat

serta melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan

keputusan-keputusan publik4.

3 Anonim, 2014, Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Sekretariat Jenderal

MPR RI, Jakarta, h.68.

4 Munir Fuady, 2010, Konsep Negara …, op.cit.,h.84.

Page 17: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

3

Pengambilan keputusan yang bercirikan demokrasi merupakan pengambilan

keputusan yang melibatkan partisipasi masyarakat (public participation) yang

dalam konteks ini adalah partisipasi masyarakat dalam pembentukan Peraturan

Daerah (selanjutnya disebut Perda).

Pembentukan Perda yang partisipatif merupakan cermin dari prinsip

demokrasi, Hal ini ditegaskan kembali oleh Jazim Hamidi5 yang menyatakan

bahwa partisipasi masyarakat merupakan wujud demokrasi. Demokrasi

merupakan pola bernegara yang diidealkan.6 Hal ini mempunyai makna bahwa

hukum yang berlaku pada suatu negara seharunya dirumuskan secara demokratis

yaitu suatu hukum yang merupakan kehendak rakyat, dalam konteks ini adalah

pembentukan Perda yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Perda yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat merupakan cerminan

hubungan timbal balik (fungsional) antara hukum dengan masyarakat. Menurut

Mahfud MD bahwa kehendak masyarakat dalam pembentukan Peraturan

Perundang-undangan menjadi sumber hukum yang mengikat7. Dengan demikian

Perda yang baik adalah Perda yang memberi perhatian yang sama antara hukum

dan kebutuhan masyarakat, oleh karena itu Perda harus dibentuk selaras dengan

nilai yang hidup dalam masyarakat. Wujud konkrit hubungan timbal balik antara

hukum dan masyarakat adalah terlaksananya partisipasi masyarakat dalam

5 Jazim Hamidi, 2008, Panduan Praktis Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif,

Prestasi Pustaka Publiher, Jakarta, h. 50.

6 Janedjri M. Gaffar, 2013, Demokrasi dan Pemilu Di Indonesia, Konstitusi Press Khasanah

Peradaban Hukum & Konstitusi, Jakarta, h.75.

7 Moh Mahfud MD., 2011, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Rajawali

Press Jakarta, h. 271.

Page 18: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

4

pembentukan Perda yaitu memberikan peranan besar dan partisipasi penuh

masyarakat dalam proses pembuatan Perda.8

Di dalam memahami partisipasi masyarakat, lebih awal perlu dipahami

difinisi konsep masyarakat itu sendiri. Lebih lanjut David C. Korten juga

mengemukakan konsep masyarakat yaitu The term community popularly implies

a group of people with common interests.9 Soerjono Soekanto menyebut bahwa

masyarakat merupakan terjemahan society, yang berarti jaringan hubungan-

hubungan antar entitas-entitas (sebuah komunitas yang interdependen/saling

tergantung satu sama lainnya).10

Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa

masyarakat merupakan kumpulan individu yang hidup dalam lingkungan

pergaulan bersama sebagai suatu community atau society.11

Selanjutnya difinisi konsep masyarakat terdapat dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran

Masyarakat Dalam Penataan Ruang (selanjutnya disebut PP 68/2010), di dalam

Pasal 1 angka 8 menyebutkan bahwa masyarakat adalah orang perorangan ,

kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, koorporasi dan/atau pemangku

8 Moh Mahfud, 2011, Politik Hukum di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.31.

Baca juga HM. Wahyudin Husein dan H. Hutron, 2008, Hukum Politik & Kepentingan, LaksBang

Pressindo Yogyakarta, h. 34.

9 David C. Korten, 1998, “Introduction Community-Based Resource Management”

Community-Based Natural Resource Management, Reading and Resources for Researchers

Volume 2, Compiled By Sam Landon, for The Community-Based Natural Resource Management

Program Initiative, IDRC, Ottawa, Ontario, Canada, page.2.

10

Nur Rohim Yunus, 2013, “Menciptakan Budaya Hukum Masyarakat Indonesia Dalam

Dimensi Hukum Progresif” dalam Dekontruksi dan Gerakan Pemikiran Hukum Progresif, Thafa

Media Yogyakarta, h. 177.

11

Jimly Asshiddiqie, 2005, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Yasif Watampone,

Jakarta (anggota IKAPI), h. 69.

Page 19: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

5

kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang. Dengan demikian

masyarakat dapat dipahami sebagai sekelompok orang yang hidup bersama dalam

suatu komunitas yang teratur. Dengan memahami konsep masyarakat di atas,

bahwa yang dimaksud masyarakat dalam penelitian ini adalah masyarakat hukum

adat atau desa pakraman.12

Desa pakraman sebagai bagian dari masyarakat negara secara

kostitusional diatur dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (selanjutnya di sebut UUD NRI 1945) yang menegaskan negara

mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta

ha-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip Negara Kesatua Republik Indonesia yang diatur dalam

undang-undang. Bunyi Pasal 18 B ayat (2) mengandung makna sebagai berikut:

pertama, tanggungjawab negara yaitu mengakui dan menghormati. Kedua,

ditentukannya persyaratan pengakuan yaitu masih hidup sesuai dengan

perkembangan masyarakat, sesuai dengan prinsip NKRI, yang diatur dalam

undang-undang. Ketiga, makna figur hukumnya yaitu berbagai undang-undang

berkenaan dengan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Keempat, makna

12

Kesatuan masyarakat adalah menunjuk pada pengertian yang organik, yang tersusun dalam

kerangka kehidupan berorganisasi dengan saling mengikatkan diri untuk kepentingan mencapai

tujuan bersama. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kesatuan masyarakat hukum adat dapat

diartikan sebagai kesatuan organisasi masyarakat yang memiliki kepemerintahan adat, sedangkan

masyarakat adat adalah isi atau warga dari kesatuan masyarakat hukum adat. Lihat Jimly

Asshiddiqie, Hukum Acara.., Ibid dan lihat Irfan Nur Rahman et.al., 2011, “Dasar Pertimbangan

Yuridis Kedudukan Hukum (Legal Standing) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Proses

Pengajuan Undang-Undang di Makamah Konstitusi”, Pusat Penelitian dan Pengkajian Sekretariat

Jendral dan Kepanitraan Makamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hal.9. Selanjutnya

Hasil penelitian ini juga dimuat dalam Jurnal Konstitusi, Volume 8 Nomor 5 Tahun 2011.

Page 20: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

6

pengakuan yaitu diakui dalam undang-undang.13

Pemaknaan pengakuan Kesatuan

Masyarakat Hukum Adat (selanjutnya disebut KMHA) merupakan pemberian

status hukum kepada KMHA beserta hak tradisionalnya termasuk hukum adatnya.

Hal ini juga ditegaskan oleh Mahfud MD14

bahwa pengakuan terhadap KMHA

dapat bertindak sebagai subjek hukum.

Di dalam konteks ini dapat dipahami bahwa desa pakraman sebagai

penyandang hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum berdasarkan UUD NRI

Tahun 1945. Status desa pakraman adalah sebagai subjek hukum. Status ini

menempatkan desa pakraman sejajar dengan subjek hukum lainnya (baik orang

maupun badan hukum lainya), sehingga desa pakraman berhak berpartisipasi

dalam pembentukan Perda.

Selanjutnya makna pengakuan dan penghormatan KMHA dalam Pasal 28

I ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 mengandung makna, negara berkewajiban untuk

mengakui, menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak KMHA sebagai hak

asasi. Hak asasi merupakan tujuan hukum yang terefleksi dalam Pembukaan UUD

NRI Tahun 1945. Hal ini dimaksud HAM sesuai dengan cita hukum (rechtsidee)

13

Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2014, “Konstitusionalitas Desa Adat : Memahami Norma

Hukum Desa Adat Dalam Undang-UNdang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”,

Makalah disampaikan pada seminar nasional “Kedudukan Desa Adat Dalam Sistem Ketata

Negaraan RI “ dalam Rangka Menyambut Jubilium Emas Fakultas Hukum Universitas Udayana,

di Denpasar 28 Juni 2014, h. 19.

14

Moh. Mahfud MD., 2010, “Revitalisasi Masyarakat Hukum Adat Dalam Kerangka UUD

1945 Menyongsong Globalisasi”, makalah disampaikan pada acara Seminar Awig-Awig II

“Pemberdayaan Awig-Awig Desa Pakraman di Bali Dalam Mewujudkan Masyarakat Adat yang

Sejahtera”, Bali, 30 September 2010, h. 4.

Page 21: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

7

yang terkandung dalam Pembukaan UUD NRI 1945.15

Dengan demikian

partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda merupakan hak asasi, yang

harus diakui, dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh negara. Pemahaman Pasal

18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 memberikan arah

pada partisipasi desa pakraman dalam konteks pembentukan Perda.

Pemahaman partisipasi masyarakat dalam konteks legal formal telah

mendapat pengaturan baik dalam instrumen hukum Internasional maupun diatur

dalam Peraturan Perundang-undangan. Pengaturan partisipasi masyarakat tersebut

secara rinci dituangkan dalam matrik-matrik sebagai berikut:

Matrik 1

Partsipasi Masyarakat dalam United Nations Declaration On The Rights Of

Indigenous Peoples.16

Declaration on The Rights of Indigenous Peoples Catatan

Pasal 18

Masyarakat adat berhak untuk mengambil bagian

dalam pengambilan keputusan tentang hal-hal yang

berpengaruh terhadap hak-hak mereka,…

Kata ”mengambil bagian dalam

pengambilan keputusan” merupakan

dasar masyarakat adat untuk

berpartisipasi.

Pasal 19

Negara patut berkonsultasi dan bekerjasama dengan

niat baik yang saling mempercayai dengan masyarakat

adat…sebelum mengadopsi dan menerapkan tindakan-

tindakan legislatif atau administratif yang dapat

berdampak terhadap mereka.

Kata ”berkonsultasi dan bekerjasama”

merupakan dasar partisipasi

masyarakat.

Matrik 1 di atas, menunjukan bahwa dalam instrumen Internasional

mengenai Deklarasi Hak-hak Masyarakat Adat telah diatur partisipasi masyarakat

15

I Ketut Sudantra, 2013, Pengakuan Peradilan Adat Dalam Politik Hukum Kekuasaan

Kehakiman, Disertasi pada Progam Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Malang, h.3.

16

S. Karoba, 2007, Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-Hak Asasi

Masyarakat Adat, The Ndugu Research & Publishing Foundation Yogyakarta-Indonesia

bekerjasama dengan Penerbit Galangpress Yogyakarta, h.24-25. Lihat juga dalam anonim, 2005,

Inventarisasi Dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia, Makamah Konstitusi RI dan Departemen Dalam Negeri RI, h. 117.

Page 22: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

8

dalam pengambilan keputusan dan penerapan tindakan legislatif atau

administratif. Dengan demikian instrumen Internasional mengenai Deklarasi

Hak-hak Masyarakat Adat memberi arah pada partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Perda.

Matrik 2

Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam UUD NRI Tahun 1945.

UUD NRI 1945

Catatan

Pasal 27 ayat (1) menegaskan bahwa setiap

warga negara mempunyai kedudukan yang

sama dalam hukum dan pemerintahan.

Kata ”bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan” merupakan

pengakuan persamaan kedudukan masyarakat

di dalam hukum dan pemerintahan. Dengan

demikian ada dasar masyarakat untuk

berpartisipasi.

Pasal 28 C ayat (2) mengatur bahwa setiap

orang berhak untuk memajukan dirinya dalam

memperjuangkan hak-haknya secara kolektif.

Kata ”memperjuangkan haknya secara kolektif”

merupakan dasar pengakuan masyarakat untuk

ikut membangun masyarakat, bangsa dan

Negara.

Hal ini menunjukan bahwa adanya dasar yang

mengatur partisipasi masyarakat untuk

membangun masyarakat, bangsa dan Negara.

Pasal 28 D ayat (3) :setiap warga Negara

berhak memperoleh kesempatan yang sama

dalam pemerintahan.

Kata “kesempatan yang sama” merupakan dasar

pengakuan hak masyarakat menggunakan

kesempatan untuk berpartisipasi dalam

pemerintahan.

Pasal 28 E ayat (2)

Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini

kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,

sesuai dengan hati nuraninya

Kata ” menyatakan pikiran dan sikap, sesuai

dengan hati nuraninya” merupakan

salah satu refleksi keterbukaan dalam

penyampaian pikiran dan sikap. Penymapaian

dimaksud merupakan hak masyarakat untuk

berpartisipasi. Dengan demikian ada dasar

pengauran partisipasi masyarakat.

Pasal 28 E ayat (3)

Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Kata ” mengeluarkan pendapat” merupakan

salah satu hak dari masyarakat untuk terlibat

dalam pengambilan keputusan. Dengan

demikian “mengeluarkan pendapat” merupakan

dasar dalam pengaturan partisipasi masyarakat.

Pasal 28 H ayat (2)

Setiap orang berhak memperoleh kesempatan

dan manfaat yang sama untuk tercapainya

persamaan dan keadilan.

Kata ” persamaan dan keadilan”

Kata persamaan menunjukan bahwa tidak ada

perbedaan makna antara masyarakat dan

KMHA. Dengan tidak ada perbedaan makna

maka mengarah pada KMHA itu sendiri.

Page 23: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

9

Berdasarkan pada matrik di atas, dapat dipahami bahwa ada dasar

pengaturan partisipasi masyarakat (desa pakraman) dalam Konstitusi. Hal ini

dimaksud bahwa Konstitusi sebagai landasan hukum pelaksanaan partisipasi desa

pakraman yang merupakan hak dasar warga negara. Selanjutnya pengaturan

partisipasi masyarakat juga diatur dalam tataran undang-undang, untuk itu dapat

dilihat dalam matrik berikut:

Matrik 3

Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam UU

UU Norma Pasal Catatan

UU 26 /2007

Tentang

Penataan

Ruang

Pasal 65 ayat (1) :

Dalam penyelenggaraan tata ruang melibatkan peran

masyarakat.

Penjelasan Pasal 7 Ayat (3):

Hak yang dimiliki orang termasuk juga hak yang dimiliki

masyarakat adat.

Diatur partisipasi

masyarakat.

Diatur dengan

masyarakat adat.

UU 4/2009

tentang

Pertambangan,

Mineral dan

Batubara

Pasal 7 ayat (1) angka I :

pengembangan dan peningkatan peran serta masyarakat

dalam usaha pertambangan.

Diatur partisipasi

masyarakat

dalam usaha

pertambangan.

UU 32/2009

tentang

Perlindungan

dan

Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

Pasal 70 ayat (1) :

Masyarakat memiliki hak dan kesempatan untuk

berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

Diatur

partisipasi

masyarakat

UU 12/2011 Dalam Pasal 96 pada intinya ditur:

Masyarakat berhak memberikan masukan secara

lisan atau tertulis;.

Masukan masyarakat dapat dilakukan melalui rapat

dengar pendapat umum, kunjungan kerja,

sosialisasi, seminar, lokakarya dan diskusi.

Masyarakat dapat mengakses dengan mudah setiap

Rancangan Perundang-undangan..

Diatur partisipasi

masyarakat dalam

pembentukan

Peraturan

Perundang-

undangan.

Penjelasan Pasal 96 ayat (3) :

masyarakat hukum adat merupakan bagian dari

masyarakat.

Masyarakat dalam

Pasal 96 adalah

termasuk masyarakat

adat dalam konteks

ini desa pakaman.

Page 24: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

10

UU 1/2014

tentang

Perubahan atas

undang-

undang nomor

27 tahun 2007

Tentang

Pengelolaan

Wilayah

Pesisir Dan

Pulau-Pulau

Kecil

Pasal 14

Di dalam mekanisme penyusunan RSWP-3-K, RZWP-

3-K, RPWP-3-K dan RAPWP-3-K dilakukan dengan

melibatkan masyarakat.

Diatur partisipasi

masyarakat.

.

UU 6/2014

Tentang UU

Desa

Pasal 68

Masyarakat desa berhak: dalam menyampaikan aspirasi,

saran dan pendapat lisan atau tertulis tentang

penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Pasal 69

Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan

kepada masyarakat Desa.

Masyarakat Desa berhak memberikan masukkan

terhadap Rancangan Peraturan Desa.

Diatur partisipasi

masyarakat desa

dalam

penyelenggaraan

Pemerintahan

Desa.

.

Dalam Pasal ini

diatur tentang

partisipasi

masyarakat

dalam

pembentukan

Rancangan

Peraturan Desa.

UU 23/2014 Pasal 354 ayat (1) Dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah mendorong

partisipasi masyarakat.

Ayat (3) Partisipasi masyarakat mencakup penyusunan

Perda dan kebijakan Daerah yang mengatur dan

membebani masyarakat;

Diatur partsipasi

masyarakat dalam

penyusunan Perda

dan Kebijakan

Daerah

Berdasarkan pada matrik di atas, ada dasar pengaturan partisipasi

masyarakat yang mengarah pada partisipasi desa pakraman17

. Di samping itu,

17

Dalam RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat, Pasal 3 dinyatakan

bahwa… masyarakat adat agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Selanjutnya lihat Pasal

23 ayat (1) Pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan partisipasi penuh dan efektif

masyarakat adat dalam pembuatan kebijakan dan perencanaan program pembangunan yang akan

dilaksanakan di wilayah-wilayah adat dan berdampak terhadap mereka. Selanjutnya dalam

Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Ham, Pasal 3 menegaskan bahwa Masyarakat dapat

memberikan tanggapan dan/atau masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 4 menegaskan bahwa Konsultasi Publik

dilaksanakan pada setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Page 25: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

11

perlu ditelusuri kembali partisipasi masyarakat dalam tata hukum yang lebih

rendah yaitu dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan

Menteri. Untuk itu dapat dilihat dalam matrik :

Matrik 4

Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam Peraturan Pemerintah.

Aturan Pasal Catatan

PP

68/2010

Tentang

Bentuk Dan Tata

Cara Peran

Masyarakat Dalam

Penataan Ruang

Pasal 5

Peran masyarakat dalam penataan ruang

dilakukan pada tahap:

a. perencanaan tata ruang;

b. pemanfaatan ruang; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang.

Diatur partisipasi

masyarakat.

Matrik 5

Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam Peraturan Presiden

Aturan Pasal Catatan

Perpres 87/2014

Tentang

Peraturan

Pelaksanaan

Undang-Undang

Nomor 12 Tahun

2011

Tentang

Pembentukan

Peraturan

Perundang-undangan

Pasal 188

Masyarakat berhak memberikan masukan

secara lisan dan/atau tertulis dalam

Pembentukan PeraturanPerundang-

undangan.

Dilaksanakan melalui konsultasi publik.

Dalam pasal ini

diatur tentang

partisipasi

masyarakat

Matrik 6

Dasar Pengaturan Partsipasi Masyarakat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Aturan Pasal Catatan

Permendagri

56/2014

Tentang

Tata Cara Peran

Masyarakat Dalam

Perencanaan Tata

Ruang Daerah

Pasal 3

Melibatkan peran masyarakat dalam

perencanaan tata ruang daerah.

Diatur

pertisipasi

masyarakat

dalam

perencanaan tata

ruang.

.

Page 26: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

12

Di dalam tataran Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan

Menteri jelas ada dasar pengaturan partisipasi masyarakat yang termasuk juga

partisipasi desa pakraman. Dalam tataran Perda, pengaturan partisipasi

masyarakat dapat dilihat dalam beberapa Perda. Sebagai contoh, diambil 3 (tiga)

sampel produk hukum daerah sebagaimana dapat dilihat dalam matrik sebagai

berikut :

Matrik 7

Dasar pengaturan partsipasi masyarakat dalam Perda

Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor

3 Tahun 2013

Tentang

Perlindungan Buah

Lokal

Pasal 69 ayat (4)

Peran serta masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat

sebagai perorangan maupun sebagai kelompok

Ada dasar

masyarakat

berpartisipasi

Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor

3 Tahun 2001.

Pasal 5 huruf d

Desa Pakraman bersama-sama pemerintah dalam

melaksanakan pembangunan di segala bidang.

Pasal 6 huruf b

Turut serta menentukan setiap keputusan dalam pelaksanaan

pembangunan yang ada di wilayahnya terutama yang

beraitan dengan Tri Hita Karana.

Ada dasar

desa

pakraman

berpartisipasi

Peraturan Daerah

Kabupaten Badung

Nomor 15 Tahun

2013 Tentang

Perlindungan

Perempuan Dan

Anak Korban

Kekerasan.

Pasal 16 ayat (2)

Peran serta masyarakat dilakukan oleh perorangan, lembaga

sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,

lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, swasta, dan

media massa.

Ada dasar

masyarakat

berpartisipasi

Diolah dari Perda Provinsi dan Perda Kabupaten Badung

Untuk lebih memahami partisipasi masyarakat perlu ditelusuri di tingkat

peraturan DPR RI, Peraturan DPRD Provinsi Bali dan Peraturan DPRD

Kabupaten/Kota. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam matrik :

Page 27: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

13

Matrik 8

Dasar pengaturan partisipasi masyarakat dalam PP, Peraturan DPR RI, DPRD

Prov. Bali dan DPRD Kab/Kota

Pasal 116 PP 16/2010

Tentang

Pedoman Penyusunan Peraturan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Tentang Tata Tertib Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah

DPRD menerima, menampung, menyerap,

dan menindaklanjuti pengaduan dan/atau

aspirasi masyarakat yang disampaikan

secara langsung atau tertulis melalui rapat

dengar pendapat umum; rapat dengar

pendapat; kunjungan kerja; atau rapat kerja

alat kelengkapan DPRD dengan mitra

kerjanya.

Diatur tentang

partisipasi

masyarakat.

Muatan Materi

dalam PP

16/2010

digunakan

sebagai dasar

dalam

pembentukan

Peraturan DPRD.

Pasal 215

Peraturan

DPR RI No. 1/2014

Tentang

Tata Tertib

Masyarakat dapat memberikan masukan

secara lisan dan/atau tertulis kepada DPR

dalam proses penyiapan dan pembahasan

Rancangan Undang-Undang.

Ada dasar

masyarakat

berpartisipasi

Pasal 124 Peraturan

DPRD Prov. Bali No. 21/2014

Tentang

Tata Tertib DPRD Provinsi Bali

Dalam Pasal 124 di normakan terkait

dengan penyaluran aspirasi masyarakat.

Penyaluran aspirasi masyarakat dapat

dilakukan dengan rapat dengar pendapat

umum, kunjungan kerja dan rapat kerja

DPRD dengan mitra kerja.

Ada dasar

masyarakat

berpartisipasi

melalui

penyaluran

aspirasi.

Pasal 108 Peraturan DPRD

Kab. Klungkung No. 1/2014

Tentang Tata Tertib DPRD

Kabupaten Klungkung.

Pasal 109 Peraturan DPRD

Kab. Gianyar No.

1/2014Tentang Tata Tertib

DPRD Kabupaten Gianyar.

Pasal 124 Peraturan DPRD

Kab. Badung No. 2/2014

Tentang Tata Tertib DPRD

Kabupaten Badung.

Pasal 108 Peraturan DPRD

Kota Denpasar No. 1/2014

Tentang Peraturan Tata Tertib

DPRD Kota Denpasar.

… penyaluran aspirasi masyarakat melalui

rapat dengar pendapat umum, kunjungan

kerja dan rapat kerja DPRD dengan mitra

kerja.

Ada dasar

masyarakat

berpartisipasi

melalui

penyaluran

aspirasi.

Diolah dari Tata tertib DPR RI, DPRD Prov. Bali dan DPRD Kab/Kota.

Deskripsi matrik-matrik di atas menunjukkan bahwa ketentuan partisipasi

masyarakat (desa pakraman) telah mendapat pengaturan secara legal formal,

namun demikian dalam memahami pengaturan partisipasi masyarakat (desa

Page 28: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

14

pakraman) dalam Peraturan Perundang-undangan, perlu dipahami secara totalitas

partisipasi masyarakat itu sendiri, baik itu konsep, makna dan tata cara (prosedur)

serta model partisipasi masyarakat. Dalam deskripsi matrik-matrik di atas tidak

jelas terkait tata cara dan model partisipasi masyarakat (desa pakraman).

Selanjutnya untuk memahami partisipasi masyarakat (desa pakraman)

dalam pembentukan Perda maka perlu ditelusuri problematik-problematik yang

melingkupinya. Problematik tersebut adalah problem yuridis, problem sosiologis,

peroblem filosofis, problem teoritik dan problem politik hukum.

Diskripsi problem yuridis terkait partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Perda ada dalam sumber hukum formal yaitu Pasal 354 UU 23/2014

dan dalam pasal 96 UU 12/2011. Lebih lanjut dapat digali bahwa dasar

pengaturan partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda terdapat dalam

Pasal 354 UU 23/2014 dan dalam pasal 96 UU 12/2011, namun demikian

mengenai tata cara atau prosedur partisipasi masyarakat yang masih belum jelas

pengaturannya sampai sekarang. Walaupan dalam Pasal 354 ayat (5) UU 23/2014

mengenai partisipasi masyarakat jelas akan diatur dalam Peraturan Pemerintah

(selanjutnya di sebut PP), namun setelah ditelusuri lebih lanjut PP tentang

partisipasi masyarakat sebagai pendelegasian dari pada Pasal 354 ayat (5) UU

23/2014 belum ada. Dengan demikian pengaturan partisipasi masyarakat dalam

konteks tata cara (prosedur) partisipasi masyarakat menjadi tidak jelas, sehingga

berimplikasi pada ketidakjelasan terkait tatacara (prosedur) desa pakraman untuk

berpartisipasi dalam pembentukan Perda.

Page 29: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

15

Berbeda ketika menelaah Pasal 96 UU 12/2011, bahwa dalam Pasal 96 UU

12/2011 jelas diatur partisipasi masyarakat (desa pakraman) dalam pembentukan

Perda. Dalam penjelasannya diatur secara jelas bahwa salah satu masyarakat yang

terlibat dalam pembentukan Perda adalah desa pakraman. Hal ini menunjukan

bahwa secara materi formal, desa pakraman mempunyai dasar yuridis untuk

berpartisipasi dalam pembentukan Perda. Namun demikian dalam Pasal 96 UU

12/2011 tidak ada pengaturan yang jelas terkait dengan tatacara (prosedur)

partisipasi masyarakat. Oleh karena tidak ada pengaturan yang jelas terkait

tatacara partisipasi mengakibatkan muncul berbagai problem yang melingkupi

partisipasi masyarakat diantaranya ketidakjelasan posisi aspirasi masyarakat yaitu

tidak jelas terkait keterbukaan dalam pembentukan Perda apakah aspirasi

masyarakat (desa pakraman) tersebut diterima (dimasukan dalam norma Perda),

dijadikan bahan pertimbangan atau ditolak (tidak dimasukan dalam norma Perda).

Di dalam Perpres 87/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

tidak mengatur secara jelas mengenai tata cara partisipasi masyarakat. Dalam

Pasal 181 dan Pasal 182 hanya mengatur mengenai penyebarluasan Rancangan

Perda. Dalam Pasal 182 ditegaskan bahwa penyebarluasan Rancangan Perda

dilakukan melalui media elektronik, media cetak dan forum tatap muka (dialog

langsung). Namun demikian ketidakjelasan juga melingkupi norma Pasal 181 dan

Pasal 182 yaitu tata cara partisipasi masyarakat yang tidak jelas. Ketidakjelasan

tersebut tampak pada posisi masukan yang diberikan masyarakat, apakah masukan

tersebut diterima, dipertimbangkan atau bahkan ditolak. Ketidakjelasan tersebut

Page 30: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

16

mengakibatkan posisi aspirasi masyarakat tidak lebih hanya aspirasi yang semu

(tidak ada jaminan dari pembentuk Perda untuk mempertimbangkan aspirasi

masyarakat secara serius dalam proses-proses pembahasan berikutnya).

Ketidakjelasan norma tata cara partisipasi masyarakat berdampak pada timbulnya

problem sosiologis yaitu pengabaian hak desa pakraman untuk berpartisipasi

dalam pembentukan Perda.18

Pengabaian hak desa pakraman dalam pembentukan

Perda dapat dilihat dalam matrik berikut :

Matrik 9

Data Konsultasi Publik Tahun 2012-2017

Tahun Pembahasan (Diskusi Publik) Catatan

2012 Konsultasi Publik tentang Ranperda Kabupaten

Badung tentang Perlindungan Perempuan dan Anak

Korban Kekerasan.

Dalam diskusi publik tersebut

desa pakraman tidak terlibat

2013 Konsultasi Publik tentang Ranperda Provinsi Bali

tentang Perlindungan Anak

Desa pakraman tidak terlibat

dalam diskusi publik.

2014 Konsultasi Publik tentang Ranperda

Penyelenggaraan Kearsipan Kota Denpasar.

Desa pakraman tidak terlibat

dalam diskusi publik

2014 Konsultasi Publik tentang Ranperda Provinsi Bali

Perlestarian Kain Tenun Tradisional

Desa pakraman tidak terlibat

dalam diskusi publik

2014 Konsultasi Publik tentang Ranperda Kota Denpasar

tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban

Kekerasan

MMDP yang terlibat.

2015 Konsultasi Publik tentang Ranperda Kabupaten

Badung tentang Pelayanan Publik.

Desa pakraman tidak terlibat.

2015 Konsultasi Publik tentang Ranperda Provinsi Bali

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup

MMDP yang terlibat.

2017 Konsultasi Publik tentang Ranperda Kabupaten

Badung Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Desa pakraman tidak terlibat

Sumber diolah dari hasil-hasil konsultasi publik 2012, 2013,2014. 2015, 2017.

18

Sepaham dengan pendapat Satjipto Rahardjo yang menyatakan optik sosiologis melihat

bahwa dalam proses pembentukan hukum, keanggotaan pembentuk hukum diisi oleh golongan

menengah ke atas yang menyebabkan produk hukum yang dihasilkan berat sebelah. Lihat Satjipto

Rahardjo,2009, “Rangkuman Hukum dan Sang Legislator”, dalam Karolus Kopong Medan dan

Frans J. Rengka (editor), Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Penerbit Buku Kompas Jakarta,

h.130.

Page 31: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

17

Diskripsi di atas menunjukkan, penyerapan aspirasi masyarakat di

Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan di Provinsi Bali, desa pakraman tidak

terlibat dalam konsultasi publik, namun dalam beberapa konsultasi publik yang

terlibat adalah Majelis Madya Desa pakraman (MMDP).19

Tidak dilibatkan desa

pakraman dalam pembentukan Perda terutama Perda-Perda yang berdampak

langsung pada kehidupan desa pakraman, maka dapat mengakibatkan adanya

penolakan penerapan Perda ataupun gejolak dalam kehidupan masyarakat desa

pakraman. Sebagaimana dalam penerapan Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun

2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Bali (selanjutnya di sebut RTRW),

dalam tataran aplikasi Perda RTRW banyak terjadi penolakan-penolakan dari

masyarakat karena tidak sesuai dengan adat-istiadat dan norma agama.

Di dalam mengkaji partisipasi masyarakat perlu juga di kemukakan problem

filosofisnya. Di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, pada alenia IV tersurat

bahwa ”pembentukan Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”, pernyataan ini dapat

dimaknai bahwa tujuan Pemerintah Indonesia adalah melindungi seluruh warga

negara Indonesia secara totalitas. Totalitas dapat dipahami sebagai bentuk

perlindungan dan pengayoman terhadap kesatuan dan persatuan bangsa serta

19

Dalam Bab IX Pasal 14 Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 menegaskan bahwa

Majelis desa pakraman terdiri dari: a. Majelis utama untuk propinsi berkedudukan di ibukota

propinsi; b. Majelis madya untuk kabupaten/kota berkedudukan di kabupaten/kota; c. majelis desa

untuk kecamatan berkedudukan di di kota kecamatan. Mengenai Pembentukan Majelis Desa

pakraman diatur berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001

tentang Desa pakraman. Selanjutnya Majelis Desa pakraman Bali (MDP Bali) dikatakan sebagai

wadah desa pakraman di seluruh Bali, sebagai temapat berkomunikasi, bertukar pikiran

menemukan jawaban atas permasalahan dan tantangan yang sama dengan cara yang sama pada

waktu yang bersamaan, lihat Wayan P. Windia, 2011, “Peran Strategis MDP Bali dalam

Menjawab Tantangan Bali Masa Depan”, dalam Himpunan Hasil-Hasil Pesamuhan Agung III

MDP Bali, Penerbit Majelis Utama desa pakraman (MDP) Bali, h.14.

Page 32: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

18

perlindungan dan pengayoman terhadap bagian-bagian yang membentuk totalitas

tersebut20

. Perlindungan dan pengayoman secara totalitas adalah termasuk

perlindungan dan pengayoman masyarakat (desa pakraman) dan bagian-bagian

yang membentuk desa pakraman. Hal ini dapat dipahami, selain perlindungan dan

pengayoman terhadap desa pakraman sebagai kesatuan, juga perlindungan dan

pengayoman terhadap warga (krama) desa pakraman. Dengan demikian filsafat

negara terefleksi pada alenea IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Dengan

demikian filsafat negara mengarah pada pencapaian keadilan substansial dan

keadilan formal. Problem filosofis muncul ketika mengkaji problem yuridis dan

problem sosiologis berujung pada ketidakadilan bagi desa pakraman untuk

berpatisipasi dalam pembentukan Perda.

Problem filosofis juga melingkupi Pasal 354 UU 23/2014 dan Pasal 96

UU12/2011 yaitu bahwa ketidakjelasan pengaturan tatacara (prosedur) partisipasi

masyarakat dalam pembentukan Perda yang berimplikasi pada pengabaian hak

desa pakraman untuk berpartisipasi. Hal ini kental dipengaruhi oleh mazhab

positivisme hukum yaitu lebih mengutamakan hukum dalam bentuk formalnya.

Dalam pemahaman selanjutnya bahwa hukum hanya melihat hukum sebagai teks

formal dengan mengabaikan konteksnya21

. Pemahaman hukum hanya dilihat teks

formalnya (berujung pada keadilan formal semata), hal ini menjadi tidak sesuai

dengan semangat tujuan negara yaitu melindungi dan mengayomi secara totalitas.

20

Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, Politik Pluralisme Hukum Dalam Pengakuan

Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dengan Peraturan Daerah, Disertasi pada Progam Doktor

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, h.7.

21

Widodo Dwi Putro, 2011, Kritik Terhadap Paradigma Positivisme Hukum, Genta

Publishing, Yogyakarta, h.89.

Page 33: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

19

Selain itu, problem filosofis yang melingkupi Pasal 354 UU 23/2014 dan

Pasal 96 UU 12/2011 yaitu adanya ketegangan antara mazhab positivisme hukum

dengan mazhab sosiological jurisprudence. Ketegangan tersebut dapat dikaji dari

pendekatan yang digunakan dalam pembentukan Perda. Pendekatan yang umum

digunakan dalam pembentukan Perda adalah hanya pendekatan legalistik yang

mengarah pada positivisme hukum yaitu mengidentikan hukum dengan undang-

undang. Cara pandang positivisme hukum yang formalistik memandang bahwa

kebenaran ada dalam undang-undang. Apabila dikaitkan dengan partisipasi desa

pakraman, maka dapat dipahami bahwa sepanjang partisipasi dalam konteks tata

cara partisipasi tidak diatur dalam undang-undang maka tata cara partisipasi itu

tidak ada dan tidak dapat diterapkan (lebih mengarah pada mematikan partisipasi

itu sendiri). Memahami Pasal 354 UU 23/2014 dan Pasal 96 UU 12/2011 dengan

cara pandang positivisme hukum yang hanya mengatur partisipasi masyarakat,

maka berakibat mematikan tatacara partisipasi desa pakraman dalam konteks

pembentukan Perda. Berbeda dengan cara pandang mazhab sociological

jurisprudence yang memaknai bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai

dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).22

Cara pandang

sociological jurisprudence menunjukan adanya kompromi yang cermat antara

hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi adanya kepastian

22

Widodo Dwi Putro, 2009, “Mengkritisi Positivieme Hukum : Langkah Awal Memasuki

Diskursus Metodologis dalam Penelitian Hukum” dalam Sulistyowati Irianto &Shidarta (editor),

Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, h. 227. Lihat

juga Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, h. 19.

Selanjutnya adanya hubungan timbal balik antar hukum dan masyarakat sebagai cerminan

sociological jurisprudence juga dapat dilihat dalam Widodo Dwi Putro, 2009, ”Hukum Dalam

Senjakala Ideologi”, dalam Antonius Cahyadi dan Donny Danardono (editor), Sosiologi Hukum

Dalam Perubahan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, h. 202.

Page 34: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

20

hukum dengan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya

partisipasi masyarakat dalam pembentukan hukum. Dalam konteks ini problem

filosofis muncul ketika desa pakraman sebagai wujud the living law tidak terlibat

dalam pembentukan Perda, yang dalam pandangan sociological jurisprudence

lebih mengutamakan kompromi hukum tertulis dengan kebiasaan-kebiasaan yang

hidup dalam suatu masyarakat, dengan kata lain memberikan perhatian yang sama

antara hukum dan masyarakat. Apabila dikaitkan denggan partisipasi masyarakat

maka dapat dipahami bahwa cara pandang sociological jurisprudence

memungkinkan tumbuhnya partisipasi yang dalam konteks ini partisipasi desa

pakraman dalam pembentukan Perda. Dengan demikian pengaruh cara pandang

terhadap hukum juga sangat menentukan keadilan terkait dengan partisipasi desa

pakraman.

Problem teoritis juga dapat digali melalui tahapan pembentukan Perda, di

mana dalam pembentukan Perda yang hanya mengedepankan kajian legalistik dan

mengabaikan kajian ilmu sosial termasuk penggunaan ilmu-ilmu interdisipliner

(kajian sosiolegal). Perlu dipahami bahwa kajian ilmu hukum dalam perspektif

legalistik yaitu ilmu hukum yang bebas nilai dan objektif, pemahaman yang

normologis (ilmu hukum semata-mata mempelajari norma-norma positif yang

bebas dari pengaruh multidisipliner dan interdisipliner). 23

Oleh karena itu secara

aksiologi, kepastian hukum merupakan tujuan akhir. Di sisi lain kajian ilmu

hukum perspektif sosiolegal merupakan kajian hukum dengan menggunakan

23

Widodo Dwi Putro, 2009, “Mengkritisi …”, Ibid., h. 23.

Page 35: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

21

pendekatan ilmu-lmu sosial (melibatkan interdisipliner)24

. Sehingga secara

aksiologi, kemanfaatan hukum menjadi tujuan akhir. Problem teoritik terkait

dengan pelibatan kajian yang legalistik dan kajian sosiolegal dalam pembentukan

Perda perlu dikaji lebih lanjut, terutama pengaruh penggunaan dari masing-

masing kajian tersebut terhadap partisipasi desa pakraman.

Selanjutnya dalam norma partisipasi masyarakat yang diatur dalam Pasal

354 UU 23/2014 dan Pasal 96 UU12/2011 dilingkupi ketegangan antara konsep

pluralisme hukum dengan sentralisme hukum. Pluralisme hukum sebagaimana di

tegaskan oleh Griffiths25

yang mengakui ko-eksistensi antar bidang-bidang sistem

hukum dalam lapangan sosial atau dalam kehidupan masyarakat yang sangat

menonjolkan adanya dikotomi antara hukum negara dengan berbagai macam

sistem hukum rakyat. Hal ini mendapat penegasan oleh Nurjaya26

bahwa

sentralisme hukum yang mengedepankan implementasi politik unifikasi dan

kodifikasi hukum negara (state rule-centered) yang cenderung mematisurikan

keberadaan hukum adat (adat law/customary law) dan juga hukum agama

(religious law). Pemahaman konsep pluralisme hukum dan sentralisme hukum

berimplikasi pada memungkinkan dan mematisurikan partisipasi desa pakraman

dalam pembentukan Perda.

24

Sulistyowati Irianto, 2009, Memperkenalkan Studi Sosiolegal dan Implikasi

Metodologisnya, dalam Sulistyowati Irianto & Shidarta (editor), Metode Penelitian Hukum

Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta h.174.

25

Sulistyowati Irianto, 2009, “Pluralisme Hukum Dalam Perspektif Global” dalam

Sulistyowati Irianto (editor), Hukum Yang Bergerak Tinjauan Antropologi Hukum, Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta, h 29.

26

I Nyoman Nurjaya, 2008, “Reorientasi Paradigma Pembangunan Hukum Negara dalam

Masyarakat Multikultural : Perspektif Antropologi Hukum” dalam Pengelolaan Sumber Daya

Alam dalam Perspektif Antropologi Hukum, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, h.30.

Page 36: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

22

Partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda juga dilingkupi

problem politik hukum. Untuk memahami problem politik hukum, terlebih dahulu

perlu dijelaskan tentang arah politik hukum Provinsi Bali yang dapat dilihat dalam

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Bali Tahun

2005-2025 yang diatur dengan Perda Nomor 6 Tahun 2009. Di dalam arah

pembangunan Bali, partisipasi masyarakat merupakan point penting dalam usaha

untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk

partisipasi masyarakat adalah dalam pengambilan keputusan. Hal ini dipahami,

dalam setiap pembangunan, masyarakat diberi akses untuk melibatkan diri

(berpartisipasi) dalam proses pengambilan keputusan atas pelaksanaan

pembagunan di daerah, selanjutnya dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Bali (RPJMD) menengaskan bahwa salah satu tujuan RPJMD

adalah mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan peningkatan kesadaran

partisipasi masyarakat serta membuat perencanaan pembangunan yang aspiratif.

Hal ini menandakan bahwa salah satu point penting dalam mewujudkan

pembangunan daerah adalah partisipasi masyarakat. Pengaturan partisipasi

masyarakat dalam RPJPD dan RPJMD Provinsi Bali memberikan arah yang pasti

terhadap partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda.

Politik hukum partisipasi masyarakat juga dilihat di dalam konsideran

menimbang huruf b UU 23/2014 yang dengan tegas mengatur mengenai

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diarahkan untuk mempercepat

tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan, dan peranserta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah

Page 37: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

23

yang memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan

daerah. Dengan demikian dapat dipahami mendasarkan pada RPJPD dan RPJMD

serta UU23/2014 memberikan arah yang jelas terhadap politik hukum partisipasi

masyarakat.

Problem Politik hukum muncul ketika dalam pengaturan partisipasi

masyarakat tidak tuntas dalam UU 23/2014 dan UU 12/2011. Tidak tuntas

dimaksud adalah tidak ada pengaturan yang jelas terkait dengan tata cara dan

prosedur masyarakat untuk berpartisipasi. Ketidakjelasan norma tersebut menjadi

alasan dalam politik hukum kedepan untuk perlunya dikonstruksi sebuah norma

baru dengan model partisipasi yang ideal terkait dengan partisipasi masyarakat

(desa pakraman) dalam pembentukan Perda.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, isu sentral yang ingin dikaji

lebih lanjut adalah landasan perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan sebuah Perda, baik Perda yang berdampak langsung maupun tidak

berdampak langsung terhadap kehidupannya dan penafsiran Pemerintah Daerah

dan masyarakat mengenai partisipasi desa pakraman tersebut, serta model ideal

yang cocok untuk mengatur partisipasi desa pakraman sehingga terjamin keadilan

formal dan keadilan substansi dalam sebuah produk hukum. Berdasarkan pada isu

sentral tersebut penelitian ini menjadi relevan untuk di kaji dalam kaitannya

dengan partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda.

Page 38: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

24

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan dalam latar belakang masalah, maka dapat diajukan

rumusan masalah yaitu :

1. Apakah yang menjadi landasan perlunya pengaturan partisipasi desa

pakraman dalam pembentukan Peraturan Daerah?

2. Bagimanakah Pemerintah Daerah dan masyarakat menafsirkan partisipasi

desa pakraman dalam proses pembentukan Peraturan Daerah?

3. Bagaimanakah model partisipasi desa pakraman yang ideal dalam

pembentukan Peraturan Daerah?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu hukum,

terutama berkaitan dengan partisipasi desa pakraman dalam pembentukan

Perda. Berdasarkan pada problem hukum yuridis, sosiologis, filosofis,

teoritik dan problem politik hukum yang telah diuraikan dalam latar

belakang, maka tujuan umum yang hendak dicapai adalah menemukan dan

membentuk model ideal partisipasi desa pakraman dalam pembentukan

Perda.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan penelitian ini secara khusus yaitu :

1. Mengkaji dan menganalisis landasan perlunya pengaturan partisipasi

desa pakraman dalam pembentukan Perda.

Page 39: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

25

2. Untuk mengkaji dan menganalisis penafsiran Pemerintah Daerah dan

masyarakat terkait partisipasi desa pakraman dalam proses

pembentukan Perda.

3. Untuk menemukan dan membentuk model partisipasi desa pakraman

yang ideal dalam pembentukan Perda.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis:

1. Manfaat teoritis adalah bahwa hasil penelitian ini bermanfaat terhadap

perkembangan ilmu hukum terkait dengan partisipasi desa pakraman

dalam pembentukan Perda berkenaan dengan 1) landasan perlunya

pengaturan desa pakraman dalam pembentukan Perda. 2) untuk

mengetahui penafsiran Pemerintah Daerah dan masyarakat terkait

partisipasi desa pakraman dalam proses pembentukan Perda. 3) model

partisipasi desa pakraman yang ideal dalam pembentukan Perda.

2. Manfaat praktis adalah bahwa hasil penelitian ini bermanfaat bagi

kalangan praktisi terutama para perancang undang-undang dan para

perancang Perda khususnya dalam penormaan partisipasi desa

pakraman serta memberikan pemahaman kepada desa pakraman

bahwa desa pakraman berhak untuk berpartisipasi dalam pembentukan

Perda dan dijamin secara filosofis, sosiologis dan yuridis.

Page 40: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

26

1.5.Orisinalitas Penelitian

Penelitian dengan tema partisipasi masyarakat sudah banyak dilakukan

sebelumnya. Untuk menunjukan orisinalitas dalam penelitian ini dapat diuraikan

sebagai berikut:

Matrik 10

Orisinalitas Penelitian

Nama Hasil Penelitian

M.R. Khairul

Muluk27

Buku yang berjudul “Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah

(Sebuah Kajian Administrasi Publik dengan Pendekatan Berpikir Sistem”

merupakan hasil penelitian disertasi yang telah dipertahankan pada Program

Pascasarjana FISIP Universitas Indonesia.

Dalam Hasil disertasi tersebut ada 4 (empat) rumusan masalah yaitu :

1. Bagaimanakah gambaran aktual partisipasi masyarakat dalam pemerintahan

daerah dewasa ini?

2. Bagaiamanakah derajat efektivitas partisipasi masyarakat dalam

pemerintahan daerah?

3. Bagaiamanakah model dengan basis berfikir sistem bagi partisipasi

masyarakat dalam pemerintahan daerah?

4. Bagaimanakah alternatif percepatan partisipasi yang dapat dilakukan?

Pembahasan :

1. Secara umum partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah mengalami

peningkatan. Peningkatan partisipasi masyarakat mengacu pada pola kurve S

yang berarti peningkatan dalam tahap awal, namun secara perlahan

peningkatan ini mengalami perlambatan hingga suatu saat mengalami

stagnasi. Akan tetapi, partisipasi masyarakat telah berada dalam derajat yang

lebih tinggi dari pada periode pertumbuhan partisipasi sebelumnya.

Selanjutnya mekanisme partisipasi masyrakat dalam pemerintahan daerah

juga berkembang. Mekanisme partisipasi masyarakat dapat dibagi dua (2)

yaitu, pertama, mekanisme partisipasi yang berasal dari dan disediakan

berdasarkan ketentuan daerah yang ada seperti : musyawarah perencanaan

pembangunan, masa reses DPRD, rukun tetangga dan rukun warga, lembaga

pemberdayaan masyarakat kelurahan, kontak publik via situs internet Pemkot

Malang, kunjungan kerja DPRD, dan konsultasi publik. Kedua, mekanisme

yang berasal dari inisiatif masyarakat dan tidak diatur sebagai mekanisme

resmi partisipasi masyarakat. Hal ini bermakna bahwa mekanisme alternatif

ini tidak berasal dari saluran resmi penyelenggara Pemerintahan Kota

Malang, seperti : suara publik melalui media massa baik cetak maupun

elektronik, berbagai unjuk rasa yang dilakukan masyarakat dalam berbagai

bentuk.

2. Efektifitas partisipasi masyarakat pada dasarnya ditentukan dari kepuasan

para pihak yang terlibat terhadap proses partisipasi yang sudah dijalani.

Partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah telah mencapai derajat

27

M.R. Khairul Muluk, 2007, Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan

Daerah (Sebuah Kajian Administrasi Publik dengan Pendekatan Berpikir Sistem, Bayumedia

Publishing, Lembaga Penerbitan dan Dokumentasi FIA-UNIBRAW.

Page 41: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

27

partisipasi warga (citizen participation), namun belum mencapai derajat ideal

yakni citizen control. Dalam derajat partisipasi warga , berarti masyarakat

Kota Malang telah dapat memasukkan berbagai aspirasi dan kepentingannya

sepanjang tidak mengubah pakem kebijakan yang telah disusun oleh

penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Dengan menggunakan pedekatan berfikir sistem dipahami bahwa sistem

partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah merupakan sistem yang

cukup kompleks karena tersusun dari berbagai sub sistem yag memiliki

kekhasan masing-masing berupa kejadian, pola, dan struktur sistemis. Aktor

yang terlibat dalam sistem ini adalah Pemerintah Daerah, DPRD,

masyarakat, elit lokal dan organisasi lokal, sedangkan aktor lain yang tidak

terlibat langsung namun memiliki pengaruh kuat terhadap sistem ini adalah

Pemerintah pusat. Penggunaan analisis sistem yang dinamis menunjukan

bahwa pengungkit dalam sistem partisipasi masyarakat dalam pemerintahan

daerah adalah peran elit lokal. Peran elit lokal merupakan variable paling

sesnsitif bagi kinerja sistem partisipasi masyarakat. Apabila peran elit lokal

terancam dalam mempengaruhi kebijakan daerah akibat kehadiran partisipasi

masyarakat maka kemampuannya untuk menahan laju partisipasi semakin

kuat. Begitu pula sebaliknya jika partisipasi masyarakat tidak mengancam

elit lokal maka dukungan terhadap partisipasi semakin menguat. Simulasi

model dengan melakukan intervensi terhadap peran elit lokal membuktikan

bahwa laju partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan dengan mengurangi

hambatan yang berasal dari elit lokal.

4. Alternatif percepatan partisipasi yang dapat dilakukan adalah lebih

memperhatikan pengungkit sebagai unsur yang paling sensitif dalam sistem

sangat diperlukan sehingga dengan sedikit perubahan akan memperoleh hasil

yang terbesar. Selain itu diperlukan juga perhatian terhadap limiting factor

yaitu dukungan pemerintah pusat karena factor ini merupakan pembatas bagi

terjadinya peningkatan partisipasi masyarakat sampai pada derajat maksimal,

citizen control.

Saifudin28

Buku ini pada mulanya adalah Disertasi Penulis dengan judul “Proses

Pembentukan Undang-Undang Studi tentang Partisipasi Masyarakat dalam

Proses Pembentukan Undang-Undang di Era Reformasi” yang telah

dipertahankan di Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UI Jakarta

pada Juli 2009.

Pembahasan :

Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan perundang-undangan.

Dipilihnya tema partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan perundang-

undangan ini mengingat produk perundang-undangan pada masa Orde Baru lebih

merupakan proses yang top down sehingga pada gilirannya banyak produk

perundang-undangan yang merugikan masyarakat namun tetap harus diterima

oleh bangsa Indonesia dan berakhir pada adanya reformasi 1998. Sementara itu,

pasca reformasi 1998 tuntutan proses pembentukan perundang-undangan yang

partisipatif terasa meningkat seiring dengan terjadinya dinamika proses politik

yang semakin demokratis. Proses pembentukan perundang-undangan di masa

yang akan datang akan terus meningkat sejalan dengan tingkat kesadaran

berdemokrasi dan kompleksitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara di Indonesia.

Adapun dalam buku tersebut disiimpulkan bahwa, proses pembentukan UU di

28

Saifudin, 2009, Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan, FH UII Press, Yogyakarta.

Page 42: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

28

era reformasi dapat dilihat dalam empat aspek, yaitu: aspek kelembagaan, aspek

masyarakat, aspek pengaturan dan aspek pembahasan. Adanya empat aspek

tersebut, secara bersama-sama telah mendorong proses pembentukan UU di era

reformasi yang melahirkan adanya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas

yang pada gilirannya bermuara pada demokratisasi dalam pembentukan UU.

Oleh karena itu, proses pembentukan UU di era reformasi telah menghasilkan

produk UU –meskipun belum sepenuhnya mendekati rasa keadilan dalam

masyarakat.

Hartoyo29

Penelitian ini berjudul “Dinamika Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia”. Pemilihan judul tersebut dengan pertimbangan warganegara

merupakan salah satu syarat pembentukan negara, kebijakan di bidang

kewarganegaraan merupakan amanat Konstitusi, permasalahan kewarganegaraan

terkait langsung dengan kepentingan masyarakat, dan merupakan salah satu

bentuk pembaruan kebijakan.

Dalam penelitian ini ada 2 (dua) rumuasan masalah yaitu :

1. Bagaimanakah dinamika partisipasi masyarakat dalam pembentukan Undang-

Undang Kewarganegaraan?

2. Apakah faktor-faktor yang mendorong partisipasi masyarakat dalam

pembentukan Undang-Undang Kewarganegaraan?

Pembahasan :

1. partisipasi masyarakat dalam pemerintahan diperlukan dalam rangka

meningkat kualitas demokrasi. Intensitas dinamika partisipasi masyarakat

terjadi pada tahap persiapan, formulasi, dan paska pembentukan Undang-

Undang Kewarganegaraan. Proses interaksi partisipasi mengikuti pola

siklus kebijakan.

2. Faktor-faktor yang mendorong partisipasi masyarakat adalah aktor, media

massa, lobi, solidaritas masyarakat, dinamika masyarakat, dan keterbukaan.

Yuliandri30

Penelitian ini berjudul “Pengkajian Hukum Tentang Partisipasi Masyarakat

Dalam Penentuan Arah Kebijakan Prioritas Penyusunan Peraturan Perundang-

undangan” yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Dan Pengembangan

Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian

Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI.

Adapun rumusan masalahnya adalah :

1. Bagaimana arah kebijakan prioritas penyusunan Peraturan Perundang-

undangan?

2. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan

Peraturan Perundang-undangan?

Pembahasan:

1. Kebijakan prioritas penyusunan maupun pengembangan Peraturan Perundang-

undangan mesti mencakup penguatan stuktur hukum dalam rangka

memantapkan organisasi dan profesionalitas aparatur, perbaikan substansi

29

Hartoyo, 2010, Dinamika Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2006 tentang KewargaNegaraan Republik Indonesia, Disertasi pada Program

Doktor Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.

30

Yuliandri, 2014, “Pengkajian Hukum Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penentuan

Arah Kebijakan Prioritas Penyusunan Peraturan Perundang-undangan”, Laporan Penelitian pada

Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI.

Page 43: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

29

hukum melalui perencanaan, penyusunan, peninjauan dan penaataan kembali

berbagai Peraturan Perundang-undangan agar sesuai dengan arah

pembangunan serta mengakomodir kebutuhan hukum masyarakat, dan

membenahi budaya hukum melalui peningkatan perwujudan kesadaran hukum

dan pastisipasi masyarakat dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum.

2. Dalam pelaksanaannya, ruang partisipasi yang dibuka dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 hanya diwujudkan dalam bentuk konsultasi publik

semata. Padahal, partisipasi tidak hanya sebatas konsultasi publik. Selain itu,

dalam penyusunan peraturan perundang-undang, masyarakat juga tidak dapat

berpartisipasi pada saat bagaimana draf Peraturan Perundang-undangan

dibahas dan diperdebatkan di lembaga perwakilan. Agar berbagai kelemahan

tersebut dapat di atasi, maka berbagai bentuk partisipasi sebagai berikut perlu

diakodomodir:

a. Mengikutsertakan anggota masyarakat yang dianggap ahli dalam tim kerja

penyusunan Peraturan Perundang-undangan;

b. Melakukan public hearing melalui seminar, lokarya dan forum-forum

lainnya yang melibatkan banyak pihak;

c. Melakukan uji shahih draf Peraturan Perundang-undangan dengan

melibatkan masyarakat;

d. Melibatkan masyarakat dalam rapat-rapat dengar pendapat umum,

sekaligus membuka ruang untuk ikut berpartisipasi proses pembahasan dan

perdebatan pembentukan Peraturan Perundang-undangan di dalam panitia

kerja lembaga perwakilan;

e. Membuka ruang tanggapan terhadap peraturan perundang-undang melalui

media massa;

f. Memanfaatkan keberadaan kelompok-kelompok masyarakat untuk

mendapatkan masukan yang lebih luas terhadap suatu produk Peraturan

Perundang-undangan.

Akmal

Boedianto31

Buku ini berjudul “Hukum Pemerintahan Daerah Pembentukan Perda APBD

Partisipatif” yang merupakan disertasi yang telah dipertahankan pada Ujian

Doktor Terbuka pada Program Doktor Universitas Brawijaya Malang tanggal 25

November 2008.

Dalam disertasi ini ada permasalahan pokok yang dirumuskan sebagai berikut :

Bagaimanakah pengaturan hukum tentang pengelolaan keuangan daerah yang

mencerminkan prinsip-prinsip good financial governance?

Pembahasan :

Dalam pembahasan disertasi ini dihasilkan temuan bahwa mekanisme

pembentukan Peraturan Daerah tentang APBD belum mencerminkan partisipasi

publik dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah baik secara normatif

maupun praktis. Peraturan Daerah tentang APBD yang partisipastif memiliki

ligitimasi demokrasi yang kuat apabila mekanisme pembentukannya memberikan

kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan

keputusan (decicion making-process) dalam penuangan norma hukumnya dan

prosedur pembentukannya

Berdasarkan kajian disertasi dan buku yang bertemakan partisipasi

sebagaimana diuraikan dalam matrik di atas, menunjukan bahwa penelitian ini

31

Akmal Boedianto, 2010, Hukum Pemerintahan Daerah Pembentukan Perda APBD

Partisipatif, LaksBang Pressindo, Yogyakarta.

Page 44: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

30

fokus pada partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda yang tentunya

sangat berbeda dengan hasil disertasi dan buku di atas.

1.6.Metode Penelitian

1.6.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian32

dalam disertasi ini merupakan jenis penelitian hukum

yang menggunakan pendekatan sosiolegal. Pendekatan sosiolegal dilakukan

dengan langkah-langkah penelitian dimulai dari mengkaji teks hukum dalam arti

teks Peraturan Perundang-undangan dan melihat bekerjanya hukum dalam

masyarakat. Terkait dengan hal di atas, Sulistyowati Irianto menekankan pada

penggunaan kombinasi antara metode penelitian hukum doktriner dan penelitian

hukum empirik (yang meminjam metode ilmu sosial).33

Sejalan dengan

Sulistyowati Irianto, Soetandyo Wignjosoebroto menggunakan pendekatan seperti

ini secara bersama dan saling mendukung antara penelitian doktrinal dan

penelitian nondoktrinal34

.

Pemahaman doktrinal yang dimaksud oleh kedua penulis di atas adalah

melakukan penelitian kajian Peraturan Perundang-undangan, sedangkan

nondoktrinal dipahami sebagai penelitian empirik (lapangan). Sulistyowati Irianto

32

Suatu penelitian adalah suatu bangunan logika, yang dari awal sampai akhir harus

merupakan rangkaian yang saling menjelaskan satu sama lain. Hal ini dapat dipahami bahwa

dalam suatu penelitian harus ada suatu kesatuan alur yang bersumber dari thesis yang dibuat dari

awal sampai akhir.

33

Sulistyowati Irianto, 2009, “Praktik Penelitian Hukum Perspektif Sosiolegal” dalam

Sulistyowati Irianto dan Shidarta (editor), Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, h. 299.

34

Soetandyo Wignjosoebroto, 2009, “Ragam-Ragam Penelitian Hukum” dalam Metode

Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, h. 121.

Page 45: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

31

memahami penelitian doktrinal sebagai studi dokumen.35

Pemahaman konsep

penelitian hukum di atas, dalam penelitian ini peneliti melakukan studi dokumen

yang disertai dengan studi lapangan.

Di dalam melakukan studi dokumen, peneliti mengkaji pasal-pasal yang

terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan serta menganalisis secara kritis

yang selanjutnya dijelaskan makna dan implikasi pada subjek hukum (apakah

merugikan atau menguntungkan bagi subjek hukum). Selanjutnya dalam

melakukan studi lapangan, peneliti melakukan pengamatan dan wawancara.

Dengan demikian posisi penelitian hukum dalam penelitian ini adalah hibrida

ilmu hukum dan ilmu sosial yang lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu tidak

hanya cukup menggunakan Peraturan Perundang-undangan sebagai landasan

untuk menganalisis, namun hasil amatan atas realitas sosial dan hasil wawancara

(kenyataan-kenyataan terdapat dalam masyarakat) juga menjadi objek kajian

terkait partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda.

Penggunaan jenis penelitian hukum yang menggunakan pendekatan

sosiolegal sesuai dengan metode ilmiah yang dikenal sebagai proses logico-

hypothetico verifikasi. Proses logico-hypothetico verifikasi merupakan perkawinan

35

Dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu, yang bisa berupa tulisan, gambar,

atau karya monumental. Lihat Sugiyono, 2005, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta

Bandung, h. 82. Selanjutnya tujuan studi dokumen adalah 1) mengiventarisasi hukum positip, 2)

mengetahui konsistensi Peraturan Perundang-undangan berdasarkan hirarkhinya, 3) mengetahui

apakah suatu peraturan perundangan berbenturan dengan peraturan perundangan lain, 4)

memahami falsafah yang mendasari suatu Peraturan Perundang-undangan atau pasal-pasalnya.

Lihat Sulistyowati Irianto, 2009, Memperkenalkan … loc.cit.

Page 46: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

32

yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi.36

Selanjutnya visual jenis

penelitian yang berkesinambungan deduksi dan induksi sebagai berikut:

Gambar 1

Proses dan Metode Ilmiah

TEORI

Verifikasi teori penggunaan logika

deduksi

GENERALISASI HIPOTESIS

Penggunaan penggunaan teknik

Logika induksi penelitian lapangan

DATA

Berdasarkan penggunaan proses dan metode ilmiah sebagaimana gambar

di atas menunjukkan bahwa penelitian disertasi ini menggunakan kombinasi

penelitian doktriner dan penelitian empirik. 37

Dengan demikian penelitian hukum

tidak hanya terkungkung menjadi penelitian dogmatis namun sekaligus juga tidak

liar menjadi penelitian non-hukum. Penggunaan jenis penelitian hukum ini

ditujukan untuk menjawab persoalan-persoalan hukum agar hukum benar-benar

hadir untuk mendatangkan keadilan bagi semua kalangan, terutama bagi kalangan

marjinal yang realitasnya sering terabaikan.

36

Jujun S. Suriasumantri, 2007, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar

Harapan Jakarta, h.125.

37

Gambar proses dan Metode ilmiah diadopsi dari materi kuliah Metode Penelitian Hukum

dari Tjok Istri Putra Astiti, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Kebenaran Rasional

Kebenaran Empirik

Page 47: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

33

1.6.2. Jenis Pendekatan

Fungsi pendekatan dalam suatu penelitian adalah sebagai langkah dalam

pemecahan masalah (problem solution)38

. Jenis pendekatan yang digunakan

untuk studi dokumen dalam penelitian ada empat pendekatan yaitu 1) pendekatan

konseptual (conceptual approach), 2) pendekatan Peraturan Perundang-undangan

(statue approach), 3) pendekatan filsafat (philosophical approach) dan 4)

pendekatan sejarah (historis approach).39

Selanjutnya di dalam studi empririk

(lapangan) digunakan pendekatan sosiologis (sociological approach).

Uraian metode pendekatan yang digunakan sebagai berikut :

1. Pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan untuk mengkaji dan

membangun konsep-konsep yang berkaitandengan permasalahan penelitian

antara lain konsep demokrasi dan partisipasi.

2. Pendekatan Peraturan Perundang-undangan (statue approach) digunakan

untuk mengkaji teks Peraturan Perundang-undangan dan mengkaitkan dengan

kontekstual.

3. Pendekatan filsafat (philosophical approach) digunakan untuk mengkaji

landasan filosofis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

4. Pendekatan sejarah (historis approach) yaitu untuk mengkaji latar belakang

dan perkembangan Peraturan Perundang-undangan sampai pada berlakunya

Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud.

38

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti

Bandung, h.101-102.

39

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media Jakarta, h.92.

Page 48: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

34

5. Pendekatan sosiologis (sosiological approach) digunakan untuk mengkaji

bekerjanya hukum dalam masyarakat dengan cara menggali pandangan

DPRD, Pemerintah Daerah dan masyarakat.

Penggunaan kelima pendekatan dalam penelitian disertasi ini dipahami dengan

metode pendekatan sosiolegal.40

1.6.3. Jenis Data

Di dalam penelitian yang mengunakan pendekatan sosiolegal atau yang

merupakan kombinasi penelitian doktriner dan penelitian empirik, jenis data yang

digunakan adalah data primer dan data sekunder.

1.6.3.1. Data primer merupakan data lapangan diperoleh dengan cara pengamatan

langsung dan wawancara dengan informan yaitu anggota DPRD, staf

birokrasi, pengurus MDP dan tokoh masyarakat terkait dengan

permasalahan yang diangkat dalam disertasi ini.

1.6.3.2. Data sekunder berupa bahan kepustakaan yang diperoleh dari studi

dokumen. Studi dokumen dilakukan dengan mengemukakan dokumen-

dokumen apa saja yang digunakan serta untuk tujuan apa dilakukan studi

dokumen. Dokumen dapat berupa berupa dokumen hukum dan dokumen

40

Sosiolegal sesungguhnya merupakan konsep payung yang memayungi segala pendekatan

terhadap hukum, proses hukum maupun sistem hukum. Identifikasi dalam kajian sosiolegal tidak

sebatas teks, melainkan pendalaman terhadap konteks yang mencakup proses dalam pembentukan

hukum dan implementasi hukum. Lihat Elfi Indra, 2016, “Perkembangan Studi Kebijakan Publik

Dalam Perspektif Socio-Legal” dalam Tutut Ferdiana Mahita Paksi dan Rian Achmad Perdana

(editor), Penelitian Hukum Interdisipliner:Sebuah Pengantar Menuju Sosio-Legal, Thafamedia,

Yogyakarta, h. 120. Lihat juga Candra Kusuma, 2013, Penelitian Interdisipliner tentang Hukum,

Epistema Institute Jakarta, h. 80.

Page 49: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

35

non hukum.41

Dokumen hukumyang digunakan berupa Peraturan

Perundang-undangan yang terkait dengan rumusan masalah yang dikaji.

Dokumen non hukum berupa semua publikasi seperti buku-buku teks,

risalah, jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, kamus besar bahasa

Indonesia42

dan Blacks law dictionary43

dan lain sebagainya.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Data

1.6.4.1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Data primer dikumpulkan dengan melakukan studi lapangan. Studi

lapangan dilakukan untuk mendapatkan data lapangan. Data lapangan

diperoleh dengan cara pengamatan langsung dalam proses pembentukan

Perda dan wawancara dengan berbagai pihak diantaranya 1) DPRD baik

Ketua pansus dan anggota pansus. 2) Birokrasi Pemerintah Daerah

diantaranya Kepala Bagian Peraturan Perundang-undangan Provinsi

41

Dokumen hukum dikatakan sebagai dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum,

sehingga dokumen hukum dipahami sebagai Peraturan Perundang-undangan. Lihat C.F.G.

Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni

Bandung, h.151. Pemahaman dokumen hukum dalam Peter Mahmud Marzuki disebut sebagai

bahan hukum. Lihat Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian.... Sebutan lain dari dokumen

hukum yaitu sebagai data hukum, lihat Rikardo Simarmata, 2013, “Penelitian Socio-Legal dalam

Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam Pengalaman Penelitian di Delta Mahakam, Kutai Kerta

Negara, Kalimantan Timur”, Jurnal Digest Epistema Berkala Isu Hukum dan Keadilan Eko-sosial,

Volume 3/2013, Jakarta,h. 33. Lihat juga Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2017, “Metodelogi

Penelitian Hukum Dalam Penyusunan Naskah Akademis” Makalah disampaikan pada Kegiatan

Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan Di Daerah Tahun Anggaran 2017

Diselenggarakan di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Bali, Denpasar, h.19.

42

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia

Edisi Ke Tiga, Balai Pustaka Jakarta. Kamus dalam pemahaman Soerjono Soekanto termasuk

dalam bahan hukum tertier. Lihat Soerjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum,

Universitas Indonesia Press, Jakarta, h. 52.

43

Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, West Thomson business,

Printed in the United Staes of America.

Page 50: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

36

Bali, Kepala Bagian Hukum Kabupaten/Kota, Kepala Sub Bagian Kajian

Peraturan Perundang-undangan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas

Kebudayaan 3) MDP 4) Akademisi dan 5) tokoh-tokoh masyarakat.

Wawancara dilakukan di Provinsi Bali, Kabupaten Badung dan Kota

Denpasar, sehingga informan semuanya berjumlah 19 orang.

1.6.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Tekni pengumpulan data sekunder yang berupa dokumen hukum dan

dokumen non hukum menggunakan teknik snowball.44

Langkah-langkah

pengumpulan dokumen hukum dengan teknik snowball dimulai dari

mengkaji UUD NRI Tahun 1945 dan diikuti dengan Peraturan

Perundang-undangan di bawahnya. Pengumpulan dokumen non hukum

juga dilakukan dengan teknik snowball dengan menempuh langkah-

langkah sebagai berikut : mencari literatur yang berkaitan dengan

permasalahan, kemudian melihat daftar pustaka dari buku tersebut untuk

mendapatkan beberapa literatur yang berkaitan dengan rumusan masalah.

Langkah ini dilakukan 2 sampai 3 kali sehingga ditemukan sejumlah

literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Kamus-kamus

digunakan apabila dalam Peraturan Perundang-undangan dan

44

Teknik snowball adalah suatu metode untuk mengidentifikasi, memilih dan mengambil

sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus. Teknik snowball ini didasarkan

pada analogi bola salju, yang dimulai dengan bola salju yang kecil kemudian membesar secara

bertahap karena ada penambahan salju ketika digulingkan dalam hamparan salju. Lihat Neuman,

W. L., 2003, Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches, Fifth Edition,

Boston: Pearson Education, page.275.

Page 51: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

37

literature/buku tidak ditemukan penjelasan-penjelasan mengenai suatu

konsep yang diperlukan.

1.6.5. Teknik Analisis Data

1.6.5.1. Teknik analisis data primer yang berupa data lapangan didahului dengan

cara mengkatogorikan atau mengklasifikasikan data yang sesuai dengan

permasalahan penelitian. Selanjutnya dikonfirmasi dengan konsep, teori

serta pandangan sarjana atau doktrin. Pada tahapan ini terjadi dialektika

teori dan data.

1.6.5.2. Teknik analisis data sekunder yang berupa dokumen hukum dilakukan

dengan hermeneutika hukum dengan cara mengggali makna (meaning)

dan memahami (understanding) teks Peraturan Perundang-undangan.

Dalam disertasi ini, teknik analisa dokumen hukum dilakukan dengan

menafsirkan teks Pasal 354 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah

dan Pasal 96 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan terkait dengan partisipasi masyarakat. Penafsiran teks Pasal

354 UU 23/2014 dan Pasal 96 UU 12/2011 dilakukan untuk memahami

makna dan implikasi terhadap desa pakraman apakah merugikan atau

menguntungkan bagi desa pakraman. Teknik analisis dokumen non

hukum dilakukan dengan mengkatagorikan dan mengklasifikiasi

literature, buku, risalah, jurnal hukum, catatan-catatan proses

pembentukan Perda berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini.

Page 52: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

38

Berdasarkan penggunaan teknik analisis data primer dan data sekunder,

secara singkat dapat diuraikan bahwa data lapangan, dokumen hukum dan

dokumen non hukum yang telah dikumpulkan kemudian diidentifikasi,

dikatagorikan, dan diklasifikasikan berdasarkan permasalahan dalam penelitian

ini yang selanjutnya diolah dan dianalisis secara deskriptif serta diinterpretasikan

dengan menggunakan hermeneutika hukum. Hermeneutika hukum yaitu suatu

metode interpretasi atas teks hukum atau memahami suatu naskah normatif45

.

Lebih lanjut teknik dalam menafsirkan suatu teks hukum, dilakukan secara

holistik dalam bingkai keterkaitan teks dan konteks46

. Hal ini dapat dipahami

bahwa dalam mengkaji partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda

memberi peluang kepada para pengkaji hukum untuk tidak hanya berkutat hanya

dengan menggunakan paradigma positivisme dan metode logis formal saja

melainkan para pengkaji hukum dapat menggali dan meneliti makna-makna

hukum dari perspektif Pemerintah Daerah dan para pengguna (masyarakat) serta

menganalisis bekerjanya hukum dalam masyarakat.

1.7. Sistimatika Penulisan Disertasi

Rancangan sistimatika disertasi dituangkan dalam beberapa Bab sebagai

arahan untuk penulisan lebih lanjut. Secara garis besar rancangan sistematika

disertasi sebagai berikut :

45

Jazim Hamidi, 2011, Hermeneutika Hukum Sejarah-Filsafat dan Metode Tafsir, Universitas

Brawijaya Press Malang, h. 97.

46

Jazim Hamidi, 2011, Hermeneutika …, Ibid., h. 94.

Page 53: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

39

Bab I : Pendahuluan, dalam pendahuluan terdiri latar belakang masalah yang

menguraikan berbagai problem yang melingkupi partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Perda. Problem-problem tersebut adalah problem yuridis,

sosiologis, filosofis, teoritik dan problem politik hukum. Berdasarkan problem-

problem tersebut maka dirumuskan 3 (tiga) rumusan masalah yaitu yang berkaitan

denggan landasan perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman, penafsiran

Pemerintah Daerah dan masyarakat terkait dengan partisipasi desa pakraman dan

menemukan model ideal terkait dengan partispasi desa pakraman dalam

pembentukan Perda. Selanjutnya diuraikan tujuan penelitian, manfaat penelitian,

orisinalitas penelitian, dalam orisinalitas penelitian diuraikan penelitian-penelitian

terdahulu yang mengkaji partisipasi masyarakat dan menunjukan ada perbedaan

kajian dalam penelitian ini. Dalam kerangka berfikir dibuat dalam bentuk gambar

tentang kajian dalam penelitian ini. Metode penelitian yang digunakan adalah

jenis penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan Peraturan Perundang-

undangan, pendekatan filsafat, pendekatan sejarah dan pendekatan sosiolegal.

Teknik analisa yang digunakan adalah hermeneutika hukum.

Bab II : Kerangka Teoritik Partisipasi Desa pakraman Dalam Pembentukan

Peraturan Daerah. Dalam kerangka teoritik akan menguraikan kajian teoritik dan

landasan teoritik secara mendalam serta mengkaji relevansi landasan teoritik

dengan permasalahan yang diteliti.

Page 54: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

40

Bab III: Landasan perlunya pengaturan partisipasi desa pakraman dalam

pembentukan Perda. Dalam bab ini dijelaskan perlunya pengaturan partisipasi

desa pakraman perspektif filosofis, teoritik dan dogmatika hukum.

Bab IV : Penafsiran Pemerintan Daerah dan masyarakat terhadap partisipasi desa

pakraman dalam pembentukan Perda. Dalam Bab IV ini dijelaskan mengenai

penafsiran Pemerintah Daerah sebagai lembaga pembentuk Perda dan penafsiran

masyarakat sebagai pengguna Perda terkait dengan partisipasi desa pakraman.

Dengan demikian dapat dijelaskan apakah Pemerintah Daerah dan masyarakat itu

terdapat perbedaan atau persamaan penafsiran terkait dengan partisipasi desa

pakraman dalam pembentukan Perda.

Bab V : Model ideal partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda.

Setelah dijelaskan landasan pengaturan partisipasi desa pakraman dan penafsiran

Pemerintah Daerah dan penafsiran masyarakat terkait partisipasi desa pakraman

dalam pembentukan Perda maka dalam bab ini ditemukan dan dibentuk model

ideal partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda.

Bab VI : Penutup. Bab Penutup akan berisikan simpulandan saran berkaitan

dengan partisipasi desa pakraman dalam pembentukan Perda.

Page 55: ABSTRAK - Universitas Udayana · 2017. 11. 15. · hukum, para MDP, para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun penafsiran pemerintah daerah adalah 1) penting melibatkan partisipasi

41