ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian...

57
i ABSTRAK Tesis ini berjudul “Kewenangan Partai Politik Terhadap Pemberhentian Anggota DPR Terkait Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia”.Partai politik mempunyai peran strategis dalam negara demokrasi.UUD NRI 1945 telah mengatur kedudukan partai politik dalam kehidupan bernegara di Indonesia.Partai politik adalah satu-satunya organisasi yang dapat menjadi peserta pemilu dan mengajukan calon untuk mengisi jabatan-jabatan politik.Salah satu kewenangan partai politik adalah mengajukan calon anggota DPR baik di pusat maupun di daerah.Selain mengajukan calon anggota DPR, partai politik berwenang memberhentikan anggota partai politik yang duduk di DPR. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini membahas dua pokok permasalahan yaitu yang berkaitan dengan kewenangan partai politik terhadap pemberhentian anggota DPR di Indonesia serta tentang konstruksi pengaturan terhadap ketentuan pemberhentian anggota DPR terkait tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.Hal ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan secara normatif dengan mengidentifikasi dan menganalisis kelemahan yang terdapat dalam hukum yang mengatur terkait ketentuan pemberhentian anggota DPR di Indonesia.Dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa partai politik mempunyai peran sangat penting dalam demokrasi dan penyelenggaaraan negara.Selain diberikan kewenangan untuk mengajukan calon-calon untuk mengisi jabatan-jabatan politik di eksekutif dan legislatif, partai politik juga diberikan kewenangan untuk melakukan pergantian dan pemberhentian anggota DPR.Terkait dengan pemberhentian anggota partai yang duduk di DPR seharusnya mengatur ketentuan yang sangat penting seperti masalah korupsi.Hal ini sebagai langkah pencegahan dan dalam upaya mewujudkan penyelenggara negara yang bebas KKN, sebab korupsi mempunyai dampak sangat serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Dengan demikian judicial review dalam ketentuan Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik perlu dilakukan, yang selanjutnya dilakukan direvisi. Hal ini untuk mengisi kekosongan norma hukum terkait ketentuan pemberhentian anggota partai politik di DPR yang disebabkan tindak pidana korupsi. Kata Kunci: Kewenangan, Partai Politik, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Tindak Pidana Korupsi. viii

Transcript of ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian...

Page 1: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

i

ABSTRAK

Tesis ini berjudul “Kewenangan Partai Politik Terhadap Pemberhentian

Anggota DPR Terkait Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia”.Partai politik

mempunyai peran strategis dalam negara demokrasi.UUD NRI 1945 telah mengatur

kedudukan partai politik dalam kehidupan bernegara di Indonesia.Partai politik

adalah satu-satunya organisasi yang dapat menjadi peserta pemilu dan mengajukan

calon untuk mengisi jabatan-jabatan politik.Salah satu kewenangan partai politik

adalah mengajukan calon anggota DPR baik di pusat maupun di daerah.Selain

mengajukan calon anggota DPR, partai politik berwenang memberhentikan anggota

partai politik yang duduk di DPR. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini membahas

dua pokok permasalahan yaitu yang berkaitan dengan kewenangan partai politik

terhadap pemberhentian anggota DPR di Indonesia serta tentang konstruksi

pengaturan terhadap ketentuan pemberhentian anggota DPR terkait tindak pidana

korupsi.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif.Hal ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan secara normatif

dengan mengidentifikasi dan menganalisis kelemahan yang terdapat dalam hukum

yang mengatur terkait ketentuan pemberhentian anggota DPR di Indonesia.Dalam

penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan

dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa partai politik mempunyai peran sangat

penting dalam demokrasi dan penyelenggaaraan negara.Selain diberikan kewenangan

untuk mengajukan calon-calon untuk mengisi jabatan-jabatan politik di eksekutif dan

legislatif, partai politik juga diberikan kewenangan untuk melakukan pergantian dan

pemberhentian anggota DPR.Terkait dengan pemberhentian anggota partai yang

duduk di DPR seharusnya mengatur ketentuan yang sangat penting seperti masalah

korupsi.Hal ini sebagai langkah pencegahan dan dalam upaya mewujudkan

penyelenggara negara yang bebas KKN, sebab korupsi mempunyai dampak sangat

serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Dengan demikian judicial review

dalam ketentuan Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik perlu dilakukan, yang

selanjutnya dilakukan direvisi. Hal ini untuk mengisi kekosongan norma hukum

terkait ketentuan pemberhentian anggota partai politik di DPR yang disebabkan

tindak pidana korupsi.

Kata Kunci: Kewenangan, Partai Politik, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan

Tindak Pidana Korupsi.

viii

Page 2: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

ii

ABSTRACT

The thesis is entitled “The Authority of Political Parties against Dismissal of

Member of Parliament Related to Corruption in Indonesia". Political parties have a

strategic role in a democratic country. Indonesian 1945 Constitution regulates the

status of political parties in the state life in Indonesia. Political parties are the only

organization that can become participants in the elections and nominate candidates

to fill political positions. One of the authorities of political parties is to nominate

candidates of legislators both at the central and regional levels. In addition to

nominating candidates for members of Parliament, political parties also have the

authority to dismiss members of political parties in the Parliament. Departing from

this issue, this study discusses two main problems related to the authority of political

parties against the dismissal of the members of the House of Representatives in

Indonesia as well as on construction of the arrangements for the provision of

dismissal of members of parliament tied to corruption.

The method used in this study is a normative legal research. It aims to clarify

normatively to identify and analyze the weaknesses contained in the relevant

provisions of the law governing the dismissal of members of the House of

Representatives in Indonesia. This study uses two approaches, namely legal approach

and conceptual approaches. The source of legal materials in this research is primary,

secondary and tertiary legal materials.

The study results show that political parties have a very important role in

democracy and runningthe country. In addition to the authority ofnominating

candidates to fill political positions in the executive and legislative, political parties

are also given the authority to replacement and dismissal of members of the House of

Representatives. Related to the dismissal of members of the party sitting in

Parliament, the political parties should set very important conditions such as the

problem of corruption. This serves as a precautionary measure and efforts to realize

corruption-free state officials, because corruption has a very serious impact on the

life of the nation. Thus the judicial review provided for in Article 16 of Law No. 2 of

2011 concerning the Amendment Act No. 2 of 2008 on Political Parties needs to be

done, and then revised. This is to fill the void of legal norms tied to provisions of the

dismissal of members of political parties in the House of Representatives due to

corruption.

Keywords: Authority, Political Party, House of Representatives (DPR), Corruption.

ix

Page 3: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

iii

RINGKASAN

Tesis ini berjudul “Kewenangan Partai Politik Terhadap Pemberhentian Anggota

DPR Terkait Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia” ini terbagi dalam 5 (lima) bab

pembahasan yaitu:

BAB I, merupakan awal dari bagian Tesis ini yang menguraikan tentang latar

belakang masalah yang berkaitan dengan peran penting partai politik pasca

amandemen UUD 1945.UUD NRI 1945 telah memberikan wewenang yang besar

kepada partai politik untuk mengajukan calon pada jabatan-jabatan politik. Di

samping diberikan wewenang mengajukan calon untuk mengisi jabatan-jabatan

politik, partai politik juga diberikan wewenang untuk melakukan pemberhentian

(recall) kepada anggota DPR. Dalam hal ini terdapat kekosongan norma dalam

substansi UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.2

Tahun 2008 tentang Partai Politik, dalam kaitannya dengan syarat pemberhentian

anggota DPR akibat melakukan tindak pidana korupsi. Di samping latar belakang,

pada bab ini terdapat rumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, landasan teoritis dan metode penelitian.

BAB II, bab ini berisi tentang tinjauan umum dalam Tesis ini, yang meliputi uraian

tentang partai politik, DPR dan tindak pidana korupsi. bab ini diawali dengan

menguraikan tentang perkembangan partai politik di Indonesia, yang kemudian

dilanjutkan dengan pengertian partai politik. Sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU

No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008

tentang Partai Politik, menentukan bahwa:“Partai politik adalah organisasi yang

bersifat nasional dan dibentuk olehsekelompok warga negara Indonesia secara

sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan

membela kepentinganpolitik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta

memelihara keutuhanNegara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.Tinjauan umum

x

Page 4: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

iv

partai politik ini juga menguraikan tentang jenis dan fungsi partai politik dan sistem

kepartaian.Kemudian dalam bab ini juga diuraikan tentang kedudukan DPR sebagai

lembaga perwakilan rakyat dengan tugas dan fungsinya menurut UUD NRI 1945 dan

undang-undang terkait. Bagian akhir dari bab ini menguraikan tentang tindak pidana

korupsi, yang dimulai dari pengertian tindak pidana korupsi dilanjutkan dengan

pendapat para ahli tentang penyebab tindak pidana korupsi dan konsepsi bahwa

korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

BAB III, bab ini merupakan hasil penelitian dari permasalahan pertama yang

menguraikan tentang kewenangan pemberhentian anggota DPR oleh partai politik di

Indonesia. Lebih lanjut dalam bab ini menjelaskan tentang fungsi dan hak anggota

DPR dalam sistem demokrasi perwakilan. Keberadaan lembaga perwakilan rakyat

dalam negara demokrasi adalah salah satu pilar yang sangat penting, karena lembaga

ini berfungsi untuk mewakili kepentingan-kepentingan rakyat.Didalam gagasan

demokrasi perwakilan kekuasaan tertinggi (kedaulatan) tetap ditangan rakyat, tetapi

dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat sendiri.Agar wakil-wakil

rakyat tersebut benar-benar dapat bertindak atas nama rakyat maka wakil-wakil

rakyat itu harus ditentukan sendiri oleh rakyat. Dalam menjalankan fungsinya sebagai

wakil rakyat, anggota DPR juga diberikan hak-hak tertentu yang telah diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Dalam bab ini juga di uraikan tentang kewenangan

partai politik dalam kaitan dengan pemberhentian anggota DPR. Selain mempunyai

kewenangan rekrutmen, untuk pengisian jabatan-jabatan politik, partai politik juga

diberikan kewenangan untuk mengganti dan memberhentikan keanggotaan seseorang

di partai politik sekaligus di DPR.

BAB IV, bab ini merupakan hasil penelitian dari permasalahan kedua yang

menguraikan konstruksi pengaturan terhadap pemberhentian anggota DPR terkait

tindak pidana korupsi. Pada bab ini didahului dengan uraian tentang mekanisme dan

ketentuan pemberhentian anggota DPR. Bahwa sesuai ketentuan dalam Pasal 22B

UUD NRI Tahun 1945, “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari

xi

Page 5: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

v

jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang”.Pasal

16 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang

Partai politik, telah mengatur ketentuan pemberhentian anggota partai politik

sekaligus anggota DPR. Yang menjadi persoalan bahwa dalam Pasal 16 tersebut tidak

mengatur tentang pemberhentian anggota partai di DPR karena permasalahan

korupsi, padahal kita tahu bahwa dampak korupsi ini sangat serius dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Dari uraian tersebut dalam bab ini, dijelaskan tentang

konstruksi pengaturan terhadap ketentuan pemberhentian anggota DPR dalam kaitan

dengan tindak pidana korupsi. Konstruksi ideal dan penting dalam upaya

mewujudkan penyelenggara negara yang bersih bebas KKN, yaitu dengan merevisi

UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik, khususnya Pasal 16 ayat (1) dengan mensyaratkan ketentuan pemberhentian

anggota DPR karena tindak pidana korupsi. Sebagai negara hukum tentu hukum

harus ditegakkan dengan tetap menjunjung tinggi perlindungan hak asasi manusia.

BAB V, pada bab ini merupakan bagian penutup yang berisi simpulan dan saran dari

hasil penelitian ini. Simpulan permasalahan dalam penelitian ini, bahwa dalam UUD

NRI Tahun 1945, partai politik diberikan wewenang sangat besar dalam proses

bernegara. Partai politik dalam UUD NRI Tahun 1945 adalah satunya-satunya

organisasi yang menjadi peserta pemilu untuk memilih Presiden/Wakil Presiden serta

calon anggota DPR pusat dan daerah. Selain itu partai politik juga diberikan

wewenang untuk melakukan pemberhentian anggota partai politik di DPR. Adanya

kekosongan norma pada Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2011 dalam hal pemberhentian

anggota DPR yang disebabkan melakukan tindak pidana korupsi. Dengan demikian

perlu judicial review dan merevisi Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2011 tersebut, dengan

merumuskan penambahan syarat pemberhentian anggota partai politik di DPR karena

melakukan tindak pidana korupsi.

xii

Page 6: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

vi

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ........................................................................... i

PRASYARAT GELAR MAGISTER ............................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ……. .................................................... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................ vi

ABSTRAK ...................................................................................... viii

ABSTRACT ..................................................................................... ix

RINGKASAN……............................................................................ . x

DAFTAR ISI ................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................... . 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................... . 9

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 9

1.3.1. Tujuan Umum ............................................................. 9

1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................ 9

1.4.Manfaat Penelitian ................................................................... 9

1.4.1. Manfaat Teoritis ........................................................ 9

1.4.2. Manfaat Praktis .......................................................... 10

1.5.Orisinalitas Penelitian ............................................................... 10

xiii

Page 7: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

vii

1.6. Landasan Teoritis ...................................................................... 12

1.6.1. Teori Demokrasi ......................................................... 12

1.6.2. Teori Negara Hukum .................................................. 16

1.6.3. Teori Kewenangan……………………………………. 24

1.6.4. Teori Perundang-Undangan…………………………… 30

1.6.5. Teori HAM.................................................................. 35

1.7. Metode Penelitian .................................................................... 39

1.7.1. Jenis Penelitian ........................................................... 40

1.7.2. Jenis Pendekatan ......................................................... 40

1.7.3. Sumber Bahan Hukum .............................................. 43

1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .......................... 46

1.7.5. Teknik Analisa Bahan Hukum .................................... 47

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PARTAI POLITIK

DALAM PEMBERHENTIAN ANGGOTA DPR DAN TINDAK

PIDANA KORUPSI ……………………………………………… 49

2.1. Partai Politik .......................................................................... 49

2.1.1. Pengertian Partai Politik……………………………… 54

2.1.2. Jenis dan Fungsi Partai Politik………………………. 57

2.1.2.1. Jenis Partai Politik…………………………. 57

2.1.2.2. Fungsi Partai Politik……………………….. 58

2.1.2.3. Sistem Kepartaian…………………………. 61

2.2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)…………………………….. 65

xiv

Page 8: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

viii

2.3. Tindak Pidana Korupsi………………………………………… 68

2.3.1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi…………………… 69

2.3.2. Pendapat Ahli Tentang Penyebab Tindak

Pidana Korupsi……………………………………………… 73

2.3.3. Konsepsi Tindak Pidana Korupsi Merupakan

Kejahatan Luar Biasa……………………………………….. 76

BAB III KEWENANGAN PARTAI POLITIK

TERHADAP PEMBERHENTIAN ANGGOTA DPR

TERKAIT TINDAK PIDANA KORUPSI………………………. 81

3.1. Fungsi Dan Hak Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Dalam Demokrasi Perwakilan………………………………….. 81

3.2 Kewenangan Partai Politik Terhadap Pemberhentian

Anggota DPR Di Indonesia…………………………………….. 100

BAB IV KONSTRUKSI PENGATURAN TERHADAP

KETENTUAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DPR TERKAIT

TINDAK PIDANA KORUPSI …………………………………… 121

4.1. Mekanisme dan Ketentuan Terhadap Pemberhentian Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia……………………………. 121

4.2. Konstruksi Pengaturan Terhadap Ketentuan Pemberhentian Anggota

DPR Oleh Partai Politik Terkait Tindak Pidana Korupsi…………… 139

xv

Page 9: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

ix

BAB V PENUTUP………………………………………………….. 159

5.1. Simpulan .................................................................................... 159

5.2. Saran .......................................................................................... 160

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… 161

xvi

Page 10: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pasca reformasi keberadaan partai politik sangat mewarnai kehidupan

berbangsa dan bernegara. Dalam berbagai perhelatan politik, partai politik

menjalankan peran penting yang menentukan. Amandemen UUD 1945, memberikan

ruang yang cukup besar terhadap partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Di masa orde baru hanya terdapat 3 peserta pemilu (PPP, PDI dan Golkar), era

reformasi telah membuka kran-kran kebebasan yang selama pemerintahan orde baru

dilarang. Kebebasan berpendapat, berkumpul dan berpolitik diberikan ruang yang

cukup besar kepada masyarakat.Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 mengatur bahwa:

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat”.

Partai politik mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam sistem

ketatanegaraan di Indonesia, sebab partai politik diberikan wewenang untuk

mengajukan kader-kader terbaiknya untuk dicalonkan mengisi jabatan-jabatan politik

dari pusat sampai daerah.Kewenangan yang cukup besar dan menentukan yang

diberikan oleh UUD NRI 1945 inilah yang menempatkan partai politik mempunyai

posisi sangat strategis.

Salah satu fungsi penting partai politik adalah rekrutmen politik yaitu proses

untuk pengisian jabatan-jabatan politik. Terkait dengan fungsi rekrutmen politik ini

1

Page 11: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

2

telah diatur dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun

2008 tentang Partai Politik, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Partai Politik.

Pasal 29 ayat (1) menentukan bahwa:Partai politik melakukan rekrutmen

terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi:

a. anggota Partai Politik;

b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah;

c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan

d. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan memperhatikan kedudukan partai politik yang diatur baik di dalam

UUDNRI 1945 dan UU No. 2 Tahun 2011, jelas bahwa partai politik merupakan pilar

demokrasi yang berperan penting bagi kelangsungan suatu negara. Dapat pula

dikatakan bahwa partai politik merupakan penentu bagi kemajuan atau kemunduran

suatu bangsa, sebab para pemangku kekuasaan dari pusat sampai daerah berasal dari

partai politik.

Partai politik di negara kita adalah pemasok utama legislator atau

wakilrakyat.1 Hal ini sebagaimana telah diatur dalam konstitusi kita, bahwa untuk

menjadi wakil rakyat melalui pemilihan umum harus menjadi anggota partai politik

dan melalui pencalonan yang dilakukan oleh partaipolitik.

1 Ichlasul Amal & Samsurizal Panggabean, 2012, Reformasi Sistem Multi Partai Dan

Peningkatan Peran DPR Dalam Proses Legislatif, dalam Ichlasul Amal, Dkk, Editor, Teori-Teori

Mutakhir Partai Politik, Tiara Wacana, Yogyakarta, h. 177.

Page 12: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

3

Selain diberikan kewenangan untuk mengajukan calon-calon untuk mengisi

jabatan-jabatan politik, partai politik juga diberikan kewenangan untuk melakukan

pergantian dan pemberhentian seseorang dari keanggotaanya di partai politik

sekaligus di DPR yang dikenal dengan istilah “recall”

Terkait dengan kewenangan tersebut di atas Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2011

tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, mengatur

bahwa:

(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotaannyadari Partai

Politik apabila:

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri secara tertulis;

c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau

d. melanggar AD dan ART.

(2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur di dalam AD dan ART.

(3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota

lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai

Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga

perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan tujuan secara umum partai politik sesuai ketentuan Pasal 10 huruf

a dan Pasal 10 huruf d UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang masih

berlaku saat ini adalah:

a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Page 13: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

4

Ketentuan Pasal 10 huruf a dan huruf d UU No. 2 Tahun 2008 tersebut di atas

jelas, bahwa keberadaan partai politik semata-mata untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyat dan bukan malah sebaliknya mengkorupsi uang rakyat. Banyaknya anggota

DPR yang terlibat kasus korupsi saat ini menunjukkan bahwa partai politik belum

mampu mewujudkan tujuan dari partai politik itu sendiri.

Diibaratkan penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga tahap

yaitu:

1. Tahap elitis, bahwa korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas

dilingkungan para elit/pejabat;

2. Tahap endemik, bahwa korupsi mewabah menjangkau lapisan

masyarakat luas;

3. Tahap sistemik, tahap ini adalah tahap paling kritis, bahwa semua

individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa.2

Dari ketiga tahap tersebut boleh jadi penyakit korupsi di Indonesia telah

sampai pada tahap sistemik, dimana tidak hanya melibatkan individu, tetapi telah

mewabah di lembaga negara baik, di eksekutif, legislatif dan lembaga penegak

hukum.

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak

sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat

lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa, melainkan telah menjadi kejahatan luar

biasa. Sehingga dalam upaya pemberantasanya tidak lagi dapat dilakukan secara

biasa, tetapi dituntut dengan cara-cara luar biasa pula.

2Ermansjah, Djaja, 2010, Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika,

Jakarta, h. 21.

Page 14: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

5

Banyaknya penyelenggara negara, khususnya anggota DPR yang terlibat

kasus korupsi, mengindikasikan gagalnya pendidikan politik dan sistem rekrutmen

yang dilakukan oleh partai politik. Sebagai penyelenggara negara, anggota DPR yang

melakukan tindak pidana korupsi merupakan orang-orang yang dicalonkan oleh partai

politik.

Pasal 1 ayat (2) UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang

Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, menentukan bahwa:

“Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati asas-

asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan

nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya.”

Menurut Reydonnyzar Moenek, salah satu alasan maraknya anggota

DPR/DPRD dan Kepala Daerah tersangkut kasus hukum terutama tindak pidana

korupsi adalah adalah pelaksanaan pemilukada langsung dan model rekrutmen

terbuka.3 Dimana siapa saja dapat menjadi anggota DPR/DPRD dan Kepala Daerah,

ditambah lagi tingginya biaya pencalonan, sehingga mereka akan mencari cara untuk

mengembalikan modalnya.

Sebagai salah satu pilar demokrasi, partai politik harus bersih dari tindak

pidana korupsi. Banyaknya kader partai politik, khususnya di DPR yang terjerat

kasus korupsi mengindikasikan gagalnya sistem pengkaderan. Pemberian sanksi yang

tegas terhadap kader yang terindikasi melakukan korupsi mutlak dilakukan.

3Ruslan, Ismail Mage, 2013, Berpolitik Dengan Biaya Murah (Solusi Mencegah Politisi

Korupsi), Thafa Media, Yogyakarta, h. 250-251.

Page 15: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

6

DPR merupakan lembaga perwakilan politik yang merupakan wadah penyalur

aspirasi rakyat seluruh Indonesia, sehingga wewenang yang dijalankan hak-hak yang

dipergunakan oleh DPR adalah cermin dari kehendak rakyat. Keberadaan DPR

dimaksudkan sebagai lembaga yang harus merepresentasikan kepentingan rakyat

yang diwakili, sehingga hubungan yang harmonis antara negara dengan rakyat dapat

diwujudkan berdasarkan mekanisme yang harmonis diatas idealisme, bahwa

keberadaan negara adalah untuk mensejahterakan rakyat.

Menurut Faisal, Djabbar, korupsi adalah “milik pemegang kekuasaan”

Penanggulangan korupsi politik, dalam hal ini terhadap kader partai politik, menuntut

adanya aturan hukum dan prosedur penerapan hukum yang spesifik. Sebab hal ini

menyangkut kejahatan yang berdimensi kekuasaan politik dan pihak yang

mempunyai kekuatan ekonomi.4

Mengingat tindak pidana korupsi merupakan kategori kejahatan luar biasa,

maka pemberantasannya pun harus dengan cara-cara yang luar biasa pula.Apalagi

korupsi dilakukan oleh wakil rakyat dalam hal ini anggota DPR, maka partai politik

seharusnya dengan kewenangan yang di miliki harus berkontribusi lebih besar dalam

memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kader-kadernya di DPR.

Korupsi di DPR merupakan fenomena yang cukup serius pada periode 2009-

2014. Hal ini di mulai dengan kasus M. Nazarudin, Angelina Sondakh, Anas

Urbaningrum yang juga ketua umum Partai Demokrat dan M. Lutfi Hasan yang juga

4Sarifuddin, Suding, 2014, Perselingkuhan Hukum & Politik Dalam Negara Demokrasi,

Rangkang Education, Yogyakarta, h. 235.

Page 16: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

7

menjadi ketua umum Partai Keadilan Sejahtera, ditangkap KPK karena kasus korupsi.

mantan anggota DPR tersebut melakukan tindak pidana korupsi yang melibatkan

pihak lain dan sangat merugikan keuangan negara. Selanjutnya pada akhir 2016 KPK

juga menangkap anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti terkait tindak pidana

korupsi.

Menurut Blechinger, partai politik sering dilihat sebagai bagian dari masalah

korupsi. Partai politik telah diidentifikasi sebagai aktor kunci dalam hal

penyalahgunaan kekuasaannya dalam sistem politik.5

Dalam upaya mewujudkan penyelenggara negara yang bebas KKN, dan

mengoptimalkan pemberantasan tindak pidana korupsi khususnya yang melibatkan

anggota partai politik di DPR, maka ketentuan dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, terjadi kekosongan

norma hukum.

Terjadinya kekosongan norma hukum dalam Pasal 16 ayat (1) tentang

ketentuan terhadap syarat pemberhentian anggota partai politik di DPR terkait tindak

pidana korupsi, tentu membawa dampak masih terjadinya praktik korupsi anggota

DPR. Sebagai organisasi yang diberikan wewenang mengajukan calon-calon untuk

jabatan politik, undang-undang partai politik seharusnya ada pengaturan terkait

pemberhentian anggota partai Politik di DPR yang disebabkan tindak pidana

korupsi.Sebab korupsi tidak hanya bertentangan dengan tujuan partai politik, korupsi

juga sangat bertentangan dengan tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam

5Ibid, h. 236.

Page 17: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

8

pembukaan UUD Tahun 1945 dan bertentangan dengan fungsi DPR sebagai wakil

rakyat.

Ketentuan tentang syarat pemberhentian anggota DPR yang diatur dalam

Pasal 16 (1) UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008

tentang Partai Politik saat ini, dalam ukuran sangat umum seperti karena meninggal

dunia, pindah partai dan melanggar AD/ART. Sementara faktor pemberhentian

karena tindak pidana korupsi tidak diatur, padahal dampak korupsi sangat besar.

Akibat korupsi negara tidak akan mampu membiayai pembangunan, baik

pembangunan ekonomi dan pertahanan. Pada akhirnya negara akan lumpuh dan

rakyat menderita, serta stabilitas keamanan terganggu akibat meningkatnya

kriminalitas dan lemahnya pertahanan negara. Meskipun tindak pidana korupsi secara

khusus telah diatur dalam undang-undang tipikor, namun mengingat DPR dicalonkan

oleh partai politik, tepat apabila ketentuan terhadap syarat pemberhentian anggota

DPR karena korupsi diatur dalam undang-undang partai politik.

1.2.Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kewenangan partai politik dalam pemberhentian

anggota DPR terkait tindak pidana korupsi?

2. Bagaimanakah konstruksi pengaturan terhadap pemberhentian anggota

DPR oleh partai politik terkait tindak pidana korupsi?

Page 18: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

9

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran

tentang kewenangan yang diberikan oleh undang-undang terkait

pemberhentian keanggotaan seseorang di partai politik dan di DPR yang

melakukan tindak pidana korupsi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini sebagaimana rumusan

permasalahan di atas adalah:

1. Untuk mengkaji kewenangan partai politik terhadap

pemberhentian anggota DPR yang melakukan tindak pidana

korupsi;

2. Untuk mengkaji tentang kontruksi pengaturan terhadap

pemberhentian anggota DPR terkait tindak pidana korupsi.

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan berguna untuk pengembangan:

1. Pengembangan wawasan keilmuan penulis, serta menambah khasanah

ilmu hukum;

2. Memberikan sumbangan pemikiran terkait dengan kewenangan partai

politik dalam pemberhentian anggota DPR di Indonesia.

Page 19: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

10

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemahaman tentang kewenangan partai politik terhadap

pemberhentian anggota partai politik di DPRyang telah diatur

dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2

Tahun 2008 tentang Partai Politik.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran umumnya untuk DPR dan pemerintah dan secara

khusus untuk partai politik, terkait pengaturan kedepan tentang

pemberhentian anggota DPR yang melakukan tindak pidana

korupsi, yang belum diatur dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

1.5.Orisinalitas Penelitian

Usulan penelitian dalam bidang ilmu hukum yang diajukan penulis

merupakan hasil dari gagasan dan pemikian dari penulis sendiri, berdasarkan

pemikiran tentang fungsi penting partai politik dalam sistem ketatanegaraan.

Penulis menyadari bahwa terdapat beberapa tulisan ilmiah lain yang memiliki

bahasan hampir sama dengan penelitian ini yaitu berkaitan dengan partai politik

antara lain:

a) Tesis dengan judul “Hak Recall Partai Politik Terhadap Keanggotaan

DPR Dalam Sistem Ketetatanegaraan di Indonesia”.PenulisStevanus

Evan Setio, mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Udayana,

Page 20: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

11

tahun 2013.Dalam penelitian tersebut menekankan pembahasan pada

aspek hak recall partai politik dan konsekuensi yuridis terhadap hak

recall, yang dirumuskan dalam dua pokok permasalahan yaitu apakah

hak recall terhadap anggota DPR oleh partai politik sesuai denganprinsip-

prinsip negara demokrasi yang berdasarkan hukum dan Apakah

konsekuensi yuridis hak recall apabila tetap dipertahankan berada

ditangan kekuasaan partai politik.

b) Selanjutnya terdapat juga penelitian yang berjudul “Kebijakan

Penyederhanaan Partai Politik Di Indonesia Menuju Sistem Multi Partai

Sederhana Dalam Era Reformasi 1998-2012”. Penelitian ini dilakukan

oleh Rika Anggraini, dari Universitas Indonesia, tahun 2013.Dalam

penelitian ini hal yang dikaji adalah kebijakan penyederhanaan, akibat

hukum dan konstitusionalitas penyusunan kebijakan penyederhanaan

partai politik di Indonesia.

c) Kemudian ada penelitan tentang partai politik juga, yang berjudul

“Perkembangan Koalisi Partai Politik Di Dewan Perwakila Rakyat

Republik Indonesia Dalam Era Reformasi Tahun 1998-2002”.

Penelitian ini dilakukan oleh Ummi Illiyina, dari Universitas

Indonesia, tahun 2012. Dalam tesis ini yang dikaji adalah tentang

pengaruh koalisi partai politik terhadap pelaksanaan fungsi

pengawasan DPR RI.

Page 21: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

12

Dari ketika penelitian tersebut di atas, maka dalam penelitian yang penulis

lakukan mempunyai perbedaan mendasar tentang fokus kajian. Meskipun substansi

yang dibahas sama yaitu tentang partai politik, tetapi dalam penelitian ini penulis

lebih fokus pada kewenangan partai politik dalam pemberhentian anggota DPR yang

melakukan tindak pidana korupsi

1.6. Landasan Teoritis

Dalam rangka pemecahan permasalahan sebagaimana telah diuraikan dalam

rumusan masalah, maka akan dipergunakan beberapa teori dan pendapat para ahli

terkait dengan penelitian ini. Berikut ini teori-teori yang akan dipergunakan dalam

penelitian ini, yaitu: Teori Demokrasi, Teori Negara Hukum, Teori Kewenangan,

Teori Perundang-Undangan dan Teori Hak Asasi Manusia.

1.6.1. Teori Demokrasi

Pengertian demokrasi secara harfiah identik dengan makna kedaulatan rakyat

yang berarti pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah

(pemerintahan rakyat). Kedaulatan rakyat merupakan atribut negara yang

keberadaannya bersifat mutlak dan menyeluruh, artinya harus dimiliki setiap negara.

Sedangkan demokrasi adalah suatu bentuk penyelenggaraan pemerintahan, artinya

demokrasi dipandang sebagai suatu bentuk dan cara penyelenggaraan pemerintahan

terbaik oleh negara-negara yang mengklaim negara modern.6

6 Eddy Purnama, 2007, NegaraKedaulatan Rakyat, Analisis Terhadap Sistem Pemerintahan

Indonesia dan Perbandingannya Dengan Negara-negara Lain, Nusamedia, Bandung, h. 42.

Page 22: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

13

Demokrasi sendiri secara etimologis (tinjauan bahasa) terdiri dari dua kata

berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat (penduduk suatu

tempat) dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan (kedaulatan). Jadi secara

bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya

kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan

bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat, dan kekuasaan oleh rakyat.7

Menurut Harris Soche, demokrasi adalah :

“bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintahan melekat pada

diri rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak

untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan dan

pemerkosaan orang lainatau badan yang diserahi untuk memerintah.”8

C.F. Strong berpendapat bahwa, demokrasi adalah:

“Sebagai suatu sistem pemerintahan dalam hal mana mayoritas anggota dewasa

dari masyarakat politik ikut serta melalui cara perwakilan yang menjamin

bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya

kepada mayoritas itu. Dengan kata lain negara demokrasi didasari oleh sistem

perwakilan yang menjamin kedaulatan rakyat”.9

Hendry B. Mayo, sistem politik demokratis adalah :

“sistem yang menunjukkan kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas

wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan

berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan

dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.10

7 Titik Triwulan Tutik, 2010, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 67. 8 Sarifuddin Sudding, Op.Cit, h.19. 9 Eddy Purnama, Op.Cit, h.43. 10Moh. Mahfud MD, 2003, Demokrasi Dan Konstitusi Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, h.19.

Page 23: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

14

Robert A. Dahl mengemukakan delapan kriteria bagi negara demokrasi, adalah

sebagai berikut:11

1) Ada kebebasan untuk membentuk dan bergabung ke dalam organisasi

(freedom to form and join organization);

2) Ada kebebasan untuk menyatakn pendapat (freedom of expression);

3) Ada hak untuk memilih (the right to vote);

4) Ada hak untuk dipilih (eligibility for public office);

5) Ada hak bagi peserta politik untuk berkampanye guna memperoleh

dukungan suaru rakyat (the right of political leaders to compete for

support and vote);

6) Ada pilihan terhadap berbagai sumber informasi (alternative sources of

onfprmation);

7) Ada pemilihan umum yang bebas dan jujur (free and fair elections); dan

8) Ada lembaga-lembaga yang membuat kebijaksanaan pemerintah

berdasarkan kepada keinginan rakyat (institution for making government

police depend on vote and other expression of preferens).

Pandangan tentang demokrasi sebagai konsep bangsa indonesia, mencapai

titik Kristal pada saat Bung Karno menyampaikan pemikirannya tentang “Geo

Politik” di depan BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, yang berisi antara lain, bahwa dasar

kebangsaan Indonesia adalah mufakat, dasar perwakilan dan dasar permusyarawatan.

Beliau sampaikan bahwa, syarat mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia adalah

permusyawaratan perwakilan.12

Pandangan Bung Hatta tentang demokrasi Indonesia adalah harus mencakup

baik bidang politik maupun ekonomi. Lebih lanjut beliau sampaikan sebagai berikut:

“Di atas sendi yang pertama dan kedua, dapat didirikan tiang-tiang politik

daripada demokrasi yang sebenarnya satu pemerintahan negeri yang

11 Eddy Purnama, Op. Cit, h. 48. 12Ibid,h. 57.

Page 24: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

15

dilakukan oleh rakyat, dengan perantaraan wakil-wakilnya atau badan-badan

perwakilan.Sedangkan yang menjalankan kekuasaan pemerintahan senantiasa

tahluk pada kemauan rakyat.Untuk menyususn kemauan itu, rakyat

mempunyai hak yang tidak dapat dihilangkan atau dibatalkan, yaitu hak

merdeka bersuara, berserikat dan berkumpul.”13

Wujud konkrit konsep demokrasi di Indonesia, kemudian dirumuskan di

dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum amandemen), bahwa: “Kedaulatan adalah

di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

Setelah amandemen ketiga UUD 1945, perihal demokrasi diatur dalam Pasal 1 ayat

(2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar “.

Teori demokrasi dalam kaitan dengan partai politik tentu sangat terkait,

dimana dalam negara demokrasi kedaulatan ada ditangan rakyat. Rakyat mempunyai

kekuasaan untuk memilih wakil-wakilnya untuk menduduki jabatan politik di

eksekutif dan legislatif. Wakil-wakil rakyat ini dalam negara hukum demokratis

dipilih melalui sarana partai politik dalam pemilihan umum.

Dalam sistem demokrasi, penyelenggaraan negara itu harus bertumpu pada

partisipasi dan kepentingan rakyat. Hubungan antara negara hukum dan demokrasi

tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk

dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Menurut

Magnis Suseno, demokrasi yang bukan negara hukum bukan demokrasi dalam arti

13Ibid, h. 58.

Page 25: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

16

yang sesungguhnya. Demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan

kontrol atas negara hukum.14

Dari uraian tentang teori demokrasi tersebut di atas bahwa dalam negara

demokrasi, partai politik berperan penting dalam jalannya suatu negara.salah satu

contohnya adalah bahwa partai politiklah yang dapat mencalonkan para pemimpin

dari pusat sampai di daerah melalui pemilu.

1.6.2. Teori Negara Hukum

Secara konseptual istilah negara hukum di Indonesia dipadankan dengan dua

istilah dalam bahasa asing yaitu:

a) Bahasa Belanda istilahnya Rechsstaat, digunakan untuk menunjuk tipe

negara hukum yang diterapkan di negara-negara yang menganut sistem

Eropa Kontinental atau civil law system.

b) Bahasa Inggris menggunakan istilah Rule of Law, untuk menunjuk tipe

negara hukum dari negara Anglo Saxon atau negara-negara yang

menganut common law system (Inggris, Amerika, dan negara-negara

bekas jajahan Inggris). Sedangkan tipe negara hukum yang diterapkan

14Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara, Rajagrafindo, Jakarta, h. 8. (Selanjutnya

disebut Ridwan I)

Page 26: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

17

di negara-negara Sosialis-Komunis, menggunakan istilah socialist

legality, antara lain Rusia, RRC dan Vietnam.15

Adapun perbedaan Rechsstaat dan Rule of Law secara konseptual antara lain

dapat disebutkan bahwa, konsep Rechsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang

absolutisme, sehingga berwatak revolusioner. Sedangkan Rule of Law lahir dari

perkembangan yurisprudensi, sehingga bersifat evolusioner.16

Di dalam Penjelasan UUDNRI 1945, ditegaskan bahwa Indonesia adalah

negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan tidak atas dasar kekuasaan

belaka (machtstaat).Rechsstaat atau negara hukum diartikan negara yang

penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan prinsip-prinsip hukum, untuk

membatasi kekuasaan pemerintah. Sedangkan machtstaat diartikan negara yang

penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan kekuasaan belaka. Dengan demikian

segala tindakan dalam penyelenggaraan negara ini harus tunduk dan dibatasi oleh

hukum.

Pasca amandemen ketiga UUD 1945, diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUDNRI

1945, bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini menegaskan bahwa untuk

menghindari kesewenang-wenangan dalam menjalankan kekuasaan. Dengan

15 I Dewa Gede Atmadja, 2012, Hukum Konstitusi, Problematika Konstitusi Indonesia

Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 157. (Selanjutnya disebut Atmadja I) 16Ibid

Page 27: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

18

demikian “negara hukum Indonesia” menjadi bukan suatu prinsip, tetapi benar-benar

normatif.17

Konsep negara hukum ini serupa dengan pandangan Krabbe yang

mengemukakan istilah souvereiniteit van het recht (kedaulatan hukum) yang artinya

semua harus tunduk pada hukum, baik pemerintah maupun yang diperintah (rakyat)

harus tunduk pada hukum.18

Menurut Frederich Julius Stahl ahli hukum Eropa Kontinental memberikan

ciri-ciri negara hukum menggunakan istilah rechtstaat, terdiri atas 4 (empat) unsur

pokok, yaitu:

a) pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia;

b) pembagian kekuasaan;

c) pemerintah menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang; dan

d) adanya peradilan administrasi.19

Sedangkan Rule of Law yang dikemukakan oleh A.V. Dicey memuat 3 (tiga)

unsur yaitu sebagai berikut:

a) supremasi hukum (supremacy of law);

b) persamaan dihadapan hukum (equality before the law);

c) perlindungan konstitusional terhadap hak-hak individu.20

17Ibid, h. 158. 18Djokosutono, 1982, Kuliah Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 78. 19Jazim Hamidi, dkk., 2012, Teori Hukum Tata Negara, A Turning Point Of The State,

Salemba Humanika, Jakarta, h. 144. (Selanjutnya disebut Jazim Hamidi I)

Page 28: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

19

Dalam hubungannya dengan supremacy of law A.V. Dicey menjelaskan lebih

lanjut sebagai berikut:

“The absolute supremacy or predominance of regular law as opposed to the

influence of the arbitrary power and excludes the existence of arbitrariness of

prerogative, or even wide discretionary authority on the part of the

government. Englishmen are ruled by the law, and by the law alone, a man

may with us be punished for a breach of law, but he can be punished for

nothing elase”21

(Supremasi absolut atau keunggulan hukum regular sebagai kebalikan dari

pengaruh kekuasaan sewenang-wenang dan meniadakan kesewenag-

wenangan prerogatif, atau wewenang diskresi yang luas pada pihak

pemerintah. Orang Inggris diatur oleh hukum, dan hanya oleh hukum,

seseorang barang kali dihukum bersama kami untuk suatu pelanggaran

hukum, dia boleh dihukum tetapi bukan untuk hal lain).

Menurut Brian Tamanaha, ada dua versi negara hukum dalam diskursus

tentang negara hukum, yaitu;

1) Negara hukum formal yang bersendikan: pembatasan kekuasaan

negara, pemerintahan berdasarkan hukum dan pemerintahan yang

dipilih secara demokratis;

2) Negara hukum substantif yang mengutamakan: pemenuhan hak-hak

asasi, pengutamaan manusia dan keadilan dan kesejahteraan warga

(welfare).22

Lebih lanjut Tamanaha berpendapat, bahwa prinsip negara hukum rule of law

sedikitnya memiliki enam bentuk, yaitu:

1) Rule by law;

Hukum hanya difungsikan sebagai instrumen dalam penyelenggaraan

pemerintahan.Hukum hanya dimaknai dan difungsikan sebagai

20Ibid 21Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan

Pemerintah, Alumni, Bandung, h. 121. 22Moh. Mahfud MD, dkk, 2011, Satjipto Rahardjo Dan Hukum Progresif Urgensi Dan Kritik,

Epistema Institute dan Hema, Jakarta, h. 134.

Page 29: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

20

instrumen kekuasaan belaka. Derajat kepastian dan prediktibiltasnya

sangat tinggi, sehingga sangat disukai oleh para pelaku kekuasaan,

baik kekuasaan politik maupun ekonomi, the rule of law dalam tafsir

kaum liberal;

2) Formal legality;

Dalam bentuk ini negara hukum dicirikan memiliki beberapa sifat

yang meliputi: prinsip prospektivitas dan tak boleh retroaktif, berlaku

umum, mengikat semua orang, jelas, publik, dan relatif stabil. Dalam

pengertian ini prediktibilitas hukum sangat diutamakan.

3) Democracy and legality;

Demokrasi yang dinamis diimbangi oleh hukum yang menjamin

kepastian hukum. Namun demikian, sebagai a procedural mode of

legitimation, demokrasi juga mengandung keterbatasan-keterbatasan

yang serupa dengan formal legality, sehingga bisa juga memunculkan

praktik-praktik buruk kekuasaan otoritarian.

4) Individual rights;

Adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak milik, kontrak pribadi,

dan otonomi seseorang

5) Rights of dignity; Jaminan terhadap martabat seseorang, termasuk jaminan atas hak atas

keadilan.

6) Social welfare.

Persamaan yang sifatnya mendasar dan hakiki, jaminan kesejahteraan,

dan terjaganya terpeliharanya seseorang dalam komunitasnya.23

Adapun prinsip-prinsip negara hukum menurut J.B.J.M. ten Berge adalah

sebagai berikut:

1) Asas legalitas;

2) Perlindungan hak asasi manusia;

3) Pemerintah terikat oleh hukum;

4) Monopoli pemerintah untuk menjamin penegakan hukum;

5) Pengawasan oleh hakim yang merdeka.24

Pengertian negara hukum dihubungkan dengan organisasi intern dan struktur

negara yang diatur menurut hukum. Setiap tindakan penguasa maupun rakyatnya

23 Wahyudi Djafar, 2010, Menegaskan Kembali Komitmen Negara Hukum, Jurnal Konstitusi

Volume 7 Nomor 5, h.163. 24Ridwan I, Op.Cit, h. 9.

Page 30: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

21

harus berdasarkan hukum, sekaligus dicantumkan mengenai tujuan negara hukum,

yaitu menjamin hak-hak asasi rakyatnya.

Dalam Ensiklopedia Indonesia sebagaimana dikutip A. Muktie Fadjar, negara

hukum (rechtstaat) yang dilawankan dengan negara kekuasaan (machstaat)

dirumuskan sebagai berikut:

“Negara hukum (rechtstaat), negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan

ketertiban umum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang

terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan

terganggu, agar semuanya berjalan menurut hukum. Sedangkan negara

kekuasaan (machtstaat), negara bertujuan untuk memelihara dan

mempertahankan kekuasaan semata”.25

Menurut Soepomo, dalam UUDS RI 1950, telah mengartikan istilah negara

hukum yaitu:

“….bahwa Republik Indonesia dibentuk sebagai negara hukum, artinya

negara akan tunduk pada hukum, peraturan-peraturan hukum, berlaku pula

bagi segala badan dan alat-alat perlengkapan negara. negara hukum menjamin

adanya tertib hukum dalam masyarakat, artinya memberi perlindungan hukum

pada masyarakat antara hukum dan kekuasaan ada hubungan timbal balik”.26

Sedangkan Muhammad Yamin, selain menggunakan padanan kata negara

hukum dengan rechtstaat, digambarkan juga tentang makna negara hukum itu sendiri

sebagai berikut:

“Republik Indonesia ialah suatu negara hukum (rechtstaat, government of

law) tempat keadilan yang tertulis berlaku, bukanlah negara polis atau negara

militer, tempat polisi dan prajurit memegang pemerintah dan keadilan,

25Jazim Hamidi, 2009, Teori Dan Politik Hukum Tata Negara, Total Media, Jakarta, h. 39-40.

(Selanjutnya disebut Jazim II) 26Ibid, h. 39.

Page 31: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

22

bukanlah pula negara kekuasaan (machtstaat) tempat tenaga senjata dan

kekuatan badan melakukan sewenang-wenang”.27

Philipus M. Hadjon berpendapat, latar belakang yang menopang konsep

rechtstaat maupun konsep rule of law, berbeda dengan latar belakang Negara

Republik Indonesia. Dengan demikian isi konsep negara hukum tidaklah begitu saja

dengan mengalihkan konsep rechtstaat maupun konsep rule oflaw, meskipun

kehadiran istilah negara hukum berkat pengaruh kedua konsep tersebut.28

Jadi negara hukum Indonesia, bukanlah terminologi terjemahan dari

rechtstaat dan rule of law, tetapi merupakan suatu “konsep”. Dengan demikian tepat

menurut Hadjon, negara hukum Indonesia diberi atribut “Negara Hukum

Pancasila”.29

Lebih lanjut Philipus M. Hadjon menyampaikan ciri-ciri negara hukum

Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Hubungan antara pemerintah dan rakayat berdasarkan asas kerukunan;

2) Hubungan fungsional dan proporsional antara kekuasaan-kekuasaan

negara;

3) Penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan peradilan merupakan

sarana terakhir;

4) Keseimbangan antara hak dan kewajiban.30

27Muhammad Yamin, 1952, Proklamasi Dan Konstitusi Republik Indonesia, Djambatan,

Jakarta, h. 75. 28Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, Bina Ilmu,

Surabaya, h.72. (Selanjutnya disebut Philipus I) 29Ibid 30Ibid, h. 85.

Page 32: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

23

Jimly merumuskan dua belas prinsip pokok negara hukum (rechtsstaat) yang

berlaku pada jaman sekarang. Kedua belas prinsip pokok itu merupakan pilar-pilar

utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut

sebagai negara hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang

sebenarnya.31

Kedua belas prinsip pokok negara hukum menurut Jimly tersebut adalah:

1) Supremasi hukum (supremacy of law);

2) Persamaan dalam hukum (equality before the law);

3) Asas legalitas (due process of law);

4) Pembatasan kekuasaan;

5) Organ-organ eksekutif independen;

6) Peradilan bebas tidak memihak;

7) Peradilan tata usaha negara;

8) Peradilan tata negara;

9) Perlindungan HAM;

10) Bersifat demokratis (democratische rechtsstaat);

11) Berfungsi sebagai sarana mewuju7dkan tujuan bernegara (welfare

rechtsstaat);

12) Transparansi dan kontrol sosial.32

Konsep negara hukum yang dianut di Indonesia, bahwa UUD NRI Tahun

1945 sebagai hukum tertinggi, yang menjadi pedoman untuk semua peraturan yang

ada di bawahnya. Pada tesis ini, penulis menggunakan teori negara hukum yang

menekankan pada asas legalitas serta pembatasan kekuasaan dan menjadikan hukum

sebagai pedoman dalam penyelenggaraan negara.

31Jimly Asshiddiqie, 2011, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,

h.127 (Selanjutnya disebut Jimly I). 32Ibid, h. 127-133.

Page 33: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

24

1.6.3. Teori Kewenangan

Sebagai konsekuensi dari negara hukum, wajib adanya jaminan bagi

administrasi negara sebagai alat perlengkapan negara untuk dapat menjalankan

pemerintahan, dan warga negara memiliki hak dan kewajiban mendapat jaminan

perlindungan. Oleh karena itu, kekuasaan pemerintah tidak dapat lepas dari

perkembangan asas legalitas yang dimulai sejak munculnya konsep negara hukum,

bahwa pemerintahan menurut undang-undang.

Menurut H.D. Van Wijk, pemerintahan menurut undang-undang yaitu

pemerintah mendapatkan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh undang-undang

atau undang-undang dasar.33 Secara bahasa menurut KBBI, kewenangan atau

wewenang berasal dari kata “wenang” yang berarti hak dan kekuasaan untuk

bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung

jawab kepada orang lain.34

Dalam bahasa Inggris wewenang disebut dengan authority yang antara lain

berarti:

a) The power or right to enforce obedience (kekuasaan atau hak untuk

menegakkan kepatuhan);

33Irfan fachruddin, Op.Cit. h. 44 34Departemen Pendidikan Nasional, 2014, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa

Edisi Keempat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 1560.

Page 34: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

25

b) The power to enforce laws, exact obedience, command, determine, or

judge (kekuasaan untuk menegakkan hukum, kepatuhan, perintah,

ketentuan, atau putusan hakim);

c) One that is invested with this power, especially a government or body of

governman officials (sesuatu yang diberi kekuasaan terutama

pemerintah atau badan pemerintah).35

Dalam Black’s Law Dictionary cukup banyak arti yang diberikan terhadap

kata authority ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) the right or permission to act legally on another’s behalf; esp., the

power person to affect another’s legal relation by act done in

accordance with the other’s manifestations of assent; the power

delegated by a principal to an agent also termed power over other

person

(hak atau ijin untuk bertindak secara hukum atas nama pihak lain,

terutama kekuasaan seseorang untuk mempengaruhi hubungan hukum

pihak laindengan tindakan yang dilakukan sesuai dengan manifestasi

persetujuan pihak lain; kekuasaan yang didelegasikan oleh seorang

pejabat kepada wakilnya, juga disebut kekuasaan atas orang lain);

b) governmental power or jurisdiction; a governmental agency or

corporation that administer a public enterprice. Also termed public

authority.

(kekuasaan atau yurisdiksi pemerintah, sebuah badan pemerintah, atau

korporasi yang mengelola suatu perusahaan publik. Juga disebut

otoritas publik).36

35Ridwan , 2014, Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah, FH UII Press, Yogyakarta, h. 110.

(Selanjutnya disebut Ridwan II) 36 Bryan A. Gerner, Editor, 2009, Black’s law Dictionary Ninth Edition, West Publishing Co.

USA, h. 152.

Page 35: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

26

Dalam bahasa Belanda, istilah wewenang sering menggunakan kata

bevoegdheid, penggunaan istilah ini dalam hukum publik telah sedemikan jelas

sebagaimana terlihat pada ungkapan-ungkapan berikut:

a) kewenangan merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan

hukum administrasi;

b) asas legalitas berarti bahwa kewenangan yang dilaksanakan oleh organ

pemerintah itu secara langsung atau tidak langsung harus disandarkan

pada dasar peraturan perundang-undangan;

c) pemerintah hanya dapat melakukan tindakan atas dasar kewenangan

yang diakui dan dibatasi undang-undang.37

Menurut P. Nicolai, kewenangan dapat diartikan sebagai berikut:

“Kewenangan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu

yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum,

dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum”.38

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam

setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum,

terutama negara-negara hukum dalam sistem kontinental. Dengan demikian setiap

penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi yaitu

37Ridwan II, Op.Cit, h.111. 38 Irfan Fachrudidin, Op.Cit, h. 40.

Page 36: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

27

kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Jadi substansi asas legalitas adalah

wewenang, yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.39

Menurut Indroharto asas legalitas bahwa setiap tindakan pemerintah harus

berdasarkan undang-undang,berikut rumusannya:

“tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan

perundang-undangan yang berlaku, segala macam aparat pemerintah itu tidak

akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau merubah keadaan

atau posisi hukum warga masyarakat.”40

Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam

kaitannya dengan kewenangan, bahwa kewenangan adalah apa yang disebut

kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh

undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif/administratif.41 Menurut S.F Marbun,

wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang

berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.42

Teori kewenangan menurut H.D Van Wijk/Willem Konijnenbelt, meliputi:

a) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat

undang-undang.

b) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ

pemerintahan kepada organ pemerintahan lainya.

39 Ridwan I, Op.Cit, h.94. 40Indroharto, 1993.Usaha Memahami Undang-Undang Tentang PTUN, Beberapa Pengertian

Dasar Hukum Tata Negara, Sinar Harapan, Jakarta, h,83. 41 Prajudi Admosudirjo, 1983, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.73. 42 Gayus T. Lumbun, 2006, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Perspektif

Hukum Admistrasi Negara Ditinjau Dari Aspek Kegunaan Dan Manfaat, Pidato Pengukuhan Sebagai

Guru Besar Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas

Krisna Dwipayana, Jakarta, h. 13.

Page 37: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

28

c) Mandat yaitu terjadi apabila organ pemerintahan mengijinkan

kewenangnnya dijalankan oleh organ lain atas namanya.43

H.D. van Wijk / Willem Konijnenbelt menyampaikan bahwa atribusi

merupakan cara normal pemberian wewenang kepada organ pemerintah. Sedangkan

delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan

kepada organ pemerintahan lainnya.44

F.C.M.A. Michiels mempunyai pendapat tentang atribusi sebagai berikut :

“atribusi mengenai pemberian wewenang membuat peraturan itu ditemukan

dalam UUD atau undang-undang dalam arti formal; atribusi juga dapat terjadi

untuk pemberian wewenang lainnya pada tingkat pemerintahan yang lebih

rendah. Bagaimanapun juga, wewenang untuk menciptakan dan memberikan

wewenang selalu harus didasarkan secara langsung atau tidak langsung pada

UUD atau undang-undang dalam arti formail.”45

Sedangkan teori kewenangan menurut F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek

terdiri atas :

a) Atribusi, berkenaan dengan penyerahan wewenang baru.

b) Delegasi, menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh

organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ

lain; jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi).46

Sedangkan mandat menurut menurut Stroink dan Steenbeek tidak terjadi

peralihan. Lebih lanjut keduanya berpendapat bahwa:

43Ridwan I, Op.Cit, h. 101-102. 44 Ridwan II, Op.Cit, h. 115 dan 117. 45Ibid, h. 115 46Ridwan I, Loc.Cit.

Page 38: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

29

“pada mandat tidak dibahas penyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan

wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun,

setidak-tidaknya dalam arti yuridis formal.Yang ada hanyalah hubungan

internal. Sebagai contoh menteri dengan pegawai, menteri menteri

mempunyai kewenangan dan melimpahkan kepada pegawai untuk mengambil

keputusan tertentu atas nama menteri, sementara secara yuridis wewenang dan

tanggung jawab tetap berada pada organ kementerian. Pegawai memutuskan

secara faktual, menteri secara yuridis”.47

Menurut Philipus M. Hadjon, dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat

dua cara utama untuk memperoleh wewenang pemerintahan, yaitu atribusi dan

delegasi. Sedangkan mandat ditempatkan sebagai cara tersendri, namun bukan

pelimpahan wewenang seperti delegasi.48

Lebih lanjut Philipus M. Hadjon kemukakan bahwa, “wewenang terdiri atas

sekurang-kurangnya 3 (tiga) komponen yaitu pengaruh, dasar hukum, dan

konformitas hukum”. Komponen pengaruh ialah bahwa penggunaan wewenang

dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum, komponen dasar hukum

ialah bahwa wewenang itu harus ditunjuk dasar hukumnya, dan komponen

konformitas hukum mengandung adanya standar wewenang yaitu standart hukum

(semua jenis wewenang) serta standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu).49

Indroharto, berpendapat bahwa, dari segi sifatnya wewenang dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

47Ibid. h. 108. 48Philipus M. Hadjon, dkk, Hukum Administrasi Dan Tindak Pidana Korupsi, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, h.11. (Selanjutnya disebut Philipus II) 49Ibid

Page 39: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

30

1) Wewenang yang sifatnya terikat, yakni terjadi apabila telah

dirumuskan secara jelas kapan, keadaan bagaimana wewenang tersebut

harus dilaksanakan, serta telah ditentukan bagaimana keputusan

seharusnya diambil;

2) Wewenang fakultatif bahwa, wewenang tersebut tidak wajib

dilaksanakan, karena masih ada pilihan sekalipun itu hanya dapat

dilakukan pada keadaan-keadaan tertentu sebagaimana yang dijelaskan

pada peraturan dasarnya;

3) Wewenang bebas yakni, wewenang yang dapat dilakukan ketika

peraturan dasarnya, memberikan kebebasan sendiri kepada pejabat tata

usaha negara untuk bertindak dan menentukan keputusan yang akan

diambilnya.50

Partai politik dalam UUD NRI Tahun 1945 diberikan kewenangan sangat

besar, diantaranya dapat mengajukan calon Presiden/Wakil Presiden dan mengajukan

calon anggota DPR. Kewenangan Partai Politik juga diatur dalam UU No. 2 Tahun

2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik. Selain dapat mengajukan calon Presiden/Wakil Presiden dalam UU No. 2

Tahun 2011 ini partai politik dapat mengajukan calon Kepala Daerah dan anggota

DPRD.

1.6.4. Teori Perundang-Undangan

Dalam kerangka menghindari adanya kekuasaan yang tidak terbatas maka

dalam suatu negara diperlukan pranata hukum yang mengatur kehidupan berbangsa

dan bernegara yang disebut dengan undang-undang dasar atau konstitusi.

Menurut Sri Soemantri, tidak ada satupun negara di dunia sekarang ini, yang

tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Sementara menurut A. Hamid

50Ridwan I, Op.Cit, h.110.

Page 40: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

31

S.Attamimi, bahwa dalam abad ini tidak suatu negara pun yang menganggap sebagai

negara modern tanpa menyebutkan dirinya negara berdasar hukum.51

Fockema Andrea mengemukakan secara teoritis istilah perundang-undangan

atau legislation mempunyai dua pengertian yaitu:52

1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan /proses

membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun

di tingkat daerah;

2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan

hasil pembentukan peraturan-peraturan baik di tingkat pusat maupun

di tingkat daerah.

Dalam kaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan di

Indonesia berpedoman pada UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, sebagai berikut: Pasal 1 ayat (1) menentukan bahwa,

“Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan

Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,

pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan”. Pasal 2 menentukan

bahwa, “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”.Pasal 3 ayat

(1) menentukan bahwa, “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan”.

51Yuliandri, 2011, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik,

RadjaGrafindo Perkasa, Jakarta, h. 26. (Selanjutnya disebut Yuliandri I) 52Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan),

Kanisius, Yogyakarta, h.10.

Page 41: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

32

Menurut Bagir Manan, agar pembentukan undang-undang menghasilkan suatu

undang-undang yang tangguh dan berkualitas, dapat digunakan tiga landasan dalam

penyusunannya, yaitu landasan yuridis, landasan sosiologis dan landasan filosofis.53

Dalam lampiran IV UU No. 12 Tahun 2011, mengatur tentang landasan dalam

pembentukan undang-undang sebagai berikut:

a) Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan

pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana

kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari

Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b) Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.Landasan sosiologis

sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan

masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

c) Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi

53Yuliandri I, Op.Cit, h. 29.

Page 42: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

33

permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau

yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat.

Secara operasional landasan yuridis, sosiologis, dan filosofis dalam

merancang peraturan perundang-undangan yang baik, dapat dilakukan dengan

menggunakan pendekatan ROCCIPI, yang merupakan metodologi pemecahan

masalah dalam merancang peraturan perundang-undangan yang baik.54

Ann Seidman dan Robert Seidman, mengemukakan bahwa ROCCIPI

merupakan materi pemecahan dalam rangka Legislative Drafting antara lain

menempatkan hukum (peraturan) sebagai unsur strategis yang menentukan

keberlakuan hukum secara baik.

Adapun pendekatan ROCCIPI dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1) Rule (peraturan), bahwa dari perspektif normatif apabila pengaturan

mengenai implementing agency lembaga pemerintah tidak jelas

mengenai: 1) wewenang; 2) hak dan kewajiban; 3) Prosedur; 4)

pengawasan dan koordinasi yang tidak jelas dan; 5) sanksi yang tidak

jelas. Kelima hal tersebut di atas mengakibatkan munculnya tindakan

penyalahgunaan wewenang, kesewenang-wenangan dan KKN

(korupsi, kolusi dan nepotisme).

2) Opportunity (kesempatan), bahwa pengaturan yang tidak jelas

mengenai wewenang, birokrasi, pengawasan, sanksi, dsb, memberi

kesempatan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) maupun

pelanggaran hukum (perdata) dan administrasi oleh pejabat

pemerintahan, sebagai akibat tidak jelasnya norma hukum dalam suatu

peraturan perundang-undangan.

54 Yohanes Usfunan, 2004, Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik

Menciptakan Pemerintahan Yang Bersih Dan Demokratis, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

Tetap Dalam Bidang Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 25.

Page 43: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

34

3) Capacity (kemampuan), bahwa timbulnya perilaku bermasalah dalam

bentuk KKN dari oknum pejabat pemerintahan, disebabkan memiliki

kemampuan/wewenang yang terlalu luas, disertai adanya birokrasi

yang berbelit-belit.

4) Interest (kepentingan), bahwa kelemahan pengaturan mengenai sanksi,

dsb, memungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang, karena hal

tersebut sebagai pendorong untuk memenuhi keinginan dalam bentuk

dana maupun materi lainnya.

5) Process (proses), bahwa pemberian wewenang terlampau luas maupun

tidak jelas, berpotensi menimbulkan pengambilan keputusan secara

sepihak (sewenang-wenang) oleh oknum pejabat pemerintahan.

6) Ideology (perilaku), bahwa perilaku menyimpang dari oknum pejabat

pemerintahan selalu muncul, manakala peraturan tidak jelas.55

Kemudian untuk menghasilkan undang-undang yang berkualitas harus sesuai

dengan asas-asas pembentukan undang-undang yang baik dan materi muatan tidak

boleh bertentangan dengan UUDNRI 1945 sehingga dapat berlaku berkelanjutan.

Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 mengatur ketentuan asas-asas pembentukan

peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

a) kejelasan tujuan;

b) kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c) kesesuaian antara jenis;

d) hierarki, dan materi muatan;

e) dapat dilaksanakan;

f) kedayagunaan dan kehasilgunaan;

g) kejelasan rumusan; dan

h) keterbukaan.

Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011, menentukan bahwa: Materi muatan Peraturan

Perundang-undangan harusmencerminkan asas:

a) pengayoman;

b) kemanusiaan;

c) kebangsaan;

d) kekeluargaan;

55Ibid, h. 27.

Page 44: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

35

e) kenusantaraan;

f) bhinneka tunggal ika;

g) keadilan;

h) kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i) ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain itu dalam proses legislasi yang baik harus didahului dengan adanya

naskah akademik. Pasal 1 angka 11 UU No. 12 Tahun 2011, menentukan bahwa:

“Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil

penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam

suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan

dan kebutuhan hukum masyarakat.”

Dari uraian di atas maka, untuk mendapatkan peraturan perundang-undangan

yang baik tentu harus sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 2011.Selain

itu pendekatan ROCCIPI juga penting sebagai pedoman untuk membuat peraturan

perundang-undangan yang baik.

1.6.5. Teori Hak Asasi Manusia

Salah satu unsur negara hukum adalah adanya perlindungan terhadap hak

asasi manusia. John Locke menyatakan bahwa, HAM adalah hak-hak yang diberikan

langsung oleh Tuhan sebagai hak yang kodrati.56 Oleh karenanya tidak ada kekuasaan

56 Jazim II, Op.Cit, h.270.

Page 45: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

36

apapun di dunia yang dapat mencabutnya.Hak ini sifatnya sangat fundamental bagi

hidup dan kehidupan manusia.

Ide HAM sendiri bermula dari Inggris, yang pada abad ke -17 sudah

mempunyai tradisi perlawanan terhadap kekuasaan raja yang mutlak.Pada tahun

1215, apara bangsawan sudah mampu memaksa raja untuk memberikan Magna

Charta Libertatum, yang melarang penahanan, penghukuman dan perampasan benda

dengan sewenang-wenang.57

Pada saat Inggris dalam kekuasaan Raja William III, pada tahun 1689 disusun

Declaration and Bill of Rights, yang berisi pengakuan bahwa hak-hak rakyat dan

anggota parlemen tidak boleh diganggu gugat (dituntut) atas dasar ucapan-ucapannya.

Declaration Bill of Rights merupakan awal menuju ke monarkhi konstitusional.58

Perkembangan lahirnya HAM selanjutnya terjadi di Amerika Serikat, dimana

pada tahun 1776 disusun Piagam Bill of Rights (Virginia), yang merupakan

kesepakatan 13 negara Amerika Serikat yang pertama. Dalam Piagam ini memuat

antara lain bahwa semua manusia karena kodratnya, bebas merdeka serta memiliki

hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dengan sifat kemnausiaannya. Hak tersebut

adalah: hak hidup/kebebasan, hak memiliki, hak kebahagiaan dan hak keamanan.59

57Ibid 58 Jimly Assidiqqie, 2015,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, RadjaGrafindo Persada,

Jakarta, h. 344 (Selanjutnya disebut Jimly II) 59Idrus Affandi, Karim Suryadi, 2008, Hak Asasi Manusia, Universitas terbuka, Jakarta, h.16

Page 46: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

37

Pengakuan tentang hak asasi manusia di Amerika Serikat tersebut pada tahun

1941 dipertegas lagi oleh Presiden Roosevelt, yang dikenal dengan four freedoms,

yang isinya:

a) Kebebasan (kemerdekaan ) berbicara (freedom to speech);

b) Kebebasan beragama (freedom to religion);

c) Kebebasan dari kemiskinan (freedom from want);

d) Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).60

Pentingnya perlindungan HAM mencapai puncaknya pada tahun 1948 ketika

PBB memproklamasikan sebuah Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia

(DUHAM). Deklarasi ini menandai tonggak bersejarah sebuah moral dalam sejarah

komunitas bangsa-bangsa.61

Secara umum dinamika pemikiran HAM diklasifikasikan dalam empat

generasi, yaitu:

1) Generasi pertama, fokus gagasannya berkutat pada ranah hukum dan

politik;

2) Generasi kedua, yang fokusnya pada hak-hak sosial ekonomi, politik

dan budaya. Generasi kedua melahirkan dua covenant yaitu

60 Antonio Cassese, 2005, Hak Asasi Di Dunia Yang Berubah, Yayasan Obor Indonesia,

Jakarta, h. 34. 61 Jimly, Asshiddiqie, 2012, Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar Demokrasi, Sinar Grafika,

Jakarta, h.199 (Selanjutnya disebut Jimly III)

Page 47: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

38

International Covenant on Civil Economic, Social and Culture Right

dan International Covenant on Civil and Political Rights.

3) Generasi ketiga, menitikberatkan terhadap hak ekonomi dalam arti

pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama.

4) Generasi keempat, fokusnya mengkritik peranan negara yang dominan

dalam proses pembangunan, yang terfokus pada pembangunan

ekonomi, yang dampaknya terabaikannya kesejahteraan rakyat.62

Di Indonesia sendiri, gagasan tentang hak asasi manusia telah dituangkan

dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 pada alinea pertama, yaitu bahwa

kemerdekaan itu ialah hak setiap bangsa. Sebagai negara hukum, Indonesia telah

mengatur tentang HAM dalam Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945.

Ketentuan Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945, ditindak lanjuti dengan

dikeluarkannya UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Selain telah mempunyai

undang-undang tentang HAM, Indonesia juga telah meratifikasi International

Covenant on Civil and Political Rights.Ratifikasi ini dituangkan dalam UU No. 12

Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights

(Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik).

Di negara-negara maju, seorang anggota partai, sering berbeda pendapat

bahkan menentang kebijaksanaan keputusan partainya secara terbuka. Sebaliknya di

62Jazim I, Op.Cit, h.271-273.

Page 48: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

39

negara berkembang belum nampak jelas, hal ini karena adanya hak “recall” partai

politik yang mengganggu hak individu tersebut.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa, kebebasan bicara harus lewat

partainya, hal ini menunjukkan adanya keutuhan dan keyakinan akan kebenaran

keputusan-keputusan yang telah disepakati. Sedangkan pendapat yang lain bahwa,

ketentuan tersebut mengebiri kebebasan individual, yang menunjukkan adanya

mekanisme yang tidak berjalan dengan baik, yang akhirnya tidak menumbuhkan

sikap kiritis yang diperlukan dalam kebebasan berpolitik.

Teori HAM, digunakan dalam penelitian ini agar setiap keputusan yang diambil

partai politik sesuai kewenangannya tidak melanggar HAM, terutama dalam kaitan

dengan pemberhentian keanggotaan seseorang dari partai politik di DPR.Hal ini

penting agar hak seseorang semaksimal mungkin dapat dilindungi dan mencegah

terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh partai politik, yang berdampak pada

pelanggaran hak anggota partai politik.

1.7. Metode Penelitian

Soerjono Soekanto mengemukakan penelitian hukum adalah “kegiatan ilmiah

yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan

untuk mempelajari beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.63

63Salim HS, Erlis Septiana Nurbani. 2013. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis

Dan Disertasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 5-6.

Page 49: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

40

Penentuan terhadap metoda penelitian yang tepat sangat penting dalam sebuah

penelitian.

1.7.1 Jenis Penelitian

Suatu penelitian dilakukan sebagai suatu usaha untuk menemukan,

mengembangkan, menguji kebenaran dan mencari kembali suatu pengetahuan dan

menggunakan metode-metode ilmiah.Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.

Soerjono Soekanto dan Sri Pamudji menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.64

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan secara normatif

dengan mengidentifikasi dan menganalisis faktor hukum yang menjadi kelemahan

lembaga perwakilan rakyat dalam kaitan dengan penyelanggaraan negara yang bersih

dan bebas korupsi, menurut prinsip-prinsip negara hukum dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD

dan DPRD serta berbagai peraturan lainnya.

1.7.2. Jenis Pendekatan

Pendekatan adalah cara pandang peneliti dalam memilih spektrum ruang

bahasan yang diharap mampu memberi kejelasan uraian dari suatu substansi karya

ilmiah. Pada umumnya pendekatan dalam penelitian hukum normatif terdiri dari:

64 Soerjono, Soekanto, Sri Pamuji. 2011. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

Rajagrafindo, Jakarta, h. 13-14.

Page 50: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

41

1) pendekatan perundang-undangan (statute approach);

2) pendekatan konseptual (conceptual approach);

3) pendekatan sejarah (historical approach);

4) pendekatan kasus (case approach)dan;

5) pendekatan perbandingan (comparative approach).65

Dalam penelitian ini dengan jenis pendekatan tersebut di atas, maka penelitian

ini menggunakan pendekatan;

1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach);

Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan

perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan

hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu

penelitian.66Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut

paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.Hasil dari telaah tersebut

merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.67

2. Pendekatan konseptual (conceptual approach)

Pendekatan koseptual biasanya digunakan untuk menguraikan dan

menganalisis permasalahan penelitian yang beranjak dari adanya

65I Made Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Dalam Justifikasi

Teori Hukum), Prenada Media Group, Jakarta, h.156-165. 66 Johnny Ibrahim, 2013, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi),

Bayumedia Publising, Malang, h. 303. 67 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada MediaGroup, Jakarta,

h. 93.

Page 51: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

42

norma kosong.68 Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu

hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang

melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan

asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.69

3. Pendekatan sejarah (history approach)

Pendekatan sejarah dilakukan dengan menelusuri aturan hukum yang

dibuat pada masa lampau, baik berupa aturan tertulis maupun tidak

tertulis, yang masih ada relevansinya dengan masa kini. Penelusuran

sejarah aturan hukum terutama berkaitan dengan permasalahn

penelitian yang beranjak dari adanya kekosongan norma.70 Pendekatan

ini sangat membantu peneliti untuk memahami filosofi dari aturan

hukum dari waktu ke waktu. Selain itu peneliti juga dapat memahami

perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum

tersebut.71

4. Pendekatan kasus (case approach)

Pendekatan kasus dalam penelitian hukum normatif bertujuan untuk

mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang

68Pasek Diantha, Op.Cit, h. 159. 69 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, h.95. 70 Ibid, h.159-160. 71 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, h. 126.

Page 52: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

43

dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang

telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi

terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian.72

1.7.3. Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, oleh karena itu sumber

bahan hukumnya adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.73

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki peraturan

perundang-undangan, yaitu:

1) Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945).

2) Peraturan Dasar;

i. Batang tubuh UUD NRI Tahun 1945

ii. Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat.

3) Peraturan Perundang-Undangan;

i. Undang-undang dan Peraturan setaraf

72 Johnny Ibrahim, Op.Cit, h. 321. 73Program Studi Magister (S2) llmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,

2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis ProgramStudi Magister (S2)

Ilmu Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, h. 30.

Page 53: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

44

ii. Peraturan Pemerintah dan Peraturan yang setaraf

iii. Keputusan Presiden dan Peraturan yang setaraf

iv. Keputusan menteri dan Keputusan yang setaraf

v. Peraturan Daerah

4) Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan;

5) Yurisprudensi;

6) Traktat;

7) Bahan hukum dari jaman kolonial yang sampai saat ini masih

dipergunakan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP).74

Berdasarkan petunjuk dari sumber bahan hukum primer tersebut di atas, maka

bahan hukum primer yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945);

2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD Dan DPRD (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 182);

3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012

Nomor 117);

4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82);

74Johnny Ibrahim, Op.Cit, h. 295-296.

Page 54: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

45

5) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008

Tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2011 Nomor 2);

6) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008

tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 2);

7) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999

tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas DariKorupsi,

KolusiDan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 75);

8) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 39 Tahun1999

tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999 Nomor 165);

9) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008

tentangPengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang

Pemilihan UmumAnggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah;

10) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU-VIII/2010 tentang

Pengujian Pasal 213 ayat (2) huruf e dan huruf h Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah;

11) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 008/PUU-IV/2006 tentang

pengujian Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan

MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Pasal 12 huruf b Undang-undang

Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum penunjang yang

berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi yang meliputi buku-buku teks yang

membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum,

Page 55: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

46

termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, jurnal-jurnal hukum.

Selain itu juga mencakup majalah dan makalah serta bahan hukum

bidang pemerintahan yang diperoleh diinternet. Fungsi bahan hukum

sekunder adalah try to explain and analyze the law.75

3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder seperti : kamus hukum, ensiklopedia.76

1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum berisi uraian logis prosedur pengumpulan

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, serta

bagaimana bahan hukum tersebut diinventarisasi dan diklasifikasi dan menyesuaikan

dengan masalah yang dibahas.77

Langkah yang dilakukan untuk mendapatkan sumber bahan hukum tersebut,

yaitu diawali dengan melakukan identifikasi bahan-bahan hukum ke dalam suatu

sistem informasi yang konprehensif, yang memudahkan untuk melakukan

penelusuran terhadap bahan hukum yang diperlukan.

75Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 1992, Legal Research In a Nutshell, West Publishing

Co., United State of America h. 8. 76Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13. 77 Johnny Ibrahim, Op.Cit, h. 297.

Page 56: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

47

1.7.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang telah diperoleh, baik bahan hukum primer maupun

bahan hukum sekunder, kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan

argumentasi akhir yang merupakan jawaban terhadap permasalahan penelitian.78

Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dapat

digunakan berbagai teknik analisis yaitu: deskripsi, kontruksi, evaluasi, argumentasi,

interpretasi dan sistimatisasi.79 Dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang

berupa peraturan perundang-undangan maupun bahan-bahan pustaka dan hasil

penelitian lainnya berupa bahan atau pendapat pakar hukum, jurnal-jurnal hukum,

para pakar di bidang politik, tentang demokrasi dan negara hukum. Selanjutnya

diklasifikasi kemudian disusun secara sistematis dan dianalisa secara evaluatif

terhadap norma-norma hukum yang terkait dengan peraturan hukum yang mengatur

tentang kewenangan partai politik, disamping itu juga dilakukan dengan teknik

argumentasi dan teknik sistematisasi.

Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena

penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.80

Sedangkan sistematisasi yaitu berupaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum

antara peraturan perundang-undangan yang diteliti yang berkaitan dengan

78Pasek Diantha, Op.Cit, h. 152. 79Program Studi Magister (S2) llmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Op.Cit, h. 30-31. 80Ibid, h.32.

Page 57: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dan pendekatan konseptual.Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. ...

48

kewenangan partai politik.Dari hasil tersebut diharapkan dapat memperoleh simpulan

atas masalah yang diangkat dalam penelitian ini.