Abstrak - · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta...

11
Pengaruh Publikasi Pra Persidangan Terhadap Putusan Hukuman Melalui Mediator Atribusi 1 Ivan Muhammad Agung Fakultas Psikologi UIN Suska Riau Abstrak Penelitian ini merupakan bagian dari peneilitian tentang pengaruh publikasi pra persidangan dan status sosial ekonomi terdakwa terhadap putusan hukuman. Dalam artikel ini hanya fokus pada pengaruh publikasi pra persidangan (PPP) terhadap putusan hukuman (PH) melalui mediator atribusi. Subjek 60 mahasiswa Hukum Universitas Gadjah Mada. Mereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan berkas persidangan, kemudian membuat penilaian dan putusan hukuman terhadap terdakwa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya atribusi sumber penyebab yang menjadi mediator antara PPP dan putusan hukuman. Sementara atribusi kontrol perilaku dan tanggung jawab gagal sebagai mediator PPP dan PH. Implikasi psikologi dan hukum dibahas dalam artikel ini. Kata kunci: publikasi pra persidangan, atribusi, putusan hukuman Hukum dan media merupakan bagian tak terpisahkan. Bagaimana tidak, hampir setiap hari media massa memberitakan permasalahan hukum, terutama yang berkaitan dengan kasus besar yang melibat para pejabat, publik figure, dan pengusaha. Misalkan kasus pembunuhan Jaksa Agung, dan pembunuhan Alda pada tahun 2007. Hampir setiap hari media memberitakan, mengulas, dan menganalisis tentang kasus tersebut. Pemberitaan media terhadap kasus persidangan terutama sebelum putusan hukuman dijatuhkan disebut dengan publikasi pra persidangan (pretrial publicity). Publikasi pra persidangan merupakan sesuatu hal yang wajar, namun apabila sangat intensif berpotensi menimbulkan dampak positif atau negatif pada masyarakat. Dampak positif, yaitu sebagai sumber informasi atau pendidikan, sedangkan dampak negatif, yaitu pembentukan kesan atau citra negatif pada tersangka sehingga menimbulkan persepsi keadilan yang berbeda di masyarakat. Timbulnya persepsi tersebut berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masyarakat, seperti demonstrasi. Oleh karena itu, pemberitaan media tentang kasus pidana terutama berkaitan tentang terdakwa harus diperhatikan, jangan melanggar asas praduga tak bersalah dan etika jurnaslistik. Di Barat terutama Amerika, pemberitaan media sangat diperhatikan bahkan diatur dalam undang-undang. Asumsi yang digunakan bahwa pemberitaan yang intesif berpotensi menimbulkan prasangka sehingga dapat mempengaruhi juri dalam pengambilan keputusan. Memang diakui asumsi tersebut kurang tetap digunakan dalam hukum Indonesia, karena sistem hukum Indonesia berbeda dengan di Amerika (Pangaribuan, 2007). Namun secara psikologis pemberitaan media dapat mempengaruhi individu dalam memahami realitas termasuk kasus hukum. Misalkan, pemberitaan 1 Dipublikasi di Jurnal Psikologi, Vol 6, No 1 tahun 2010, Fak Psikologi UIN SUSKA Riau

Transcript of Abstrak - · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta...

Page 1: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

Pengaruh Publikasi Pra Persidangan Terhadap Putusan Hukuman

Melalui Mediator Atribusi1

Ivan Muhammad Agung

Fakultas Psikologi UIN Suska Riau

Abstrak Penelitian ini merupakan bagian dari peneilitian tentang pengaruh publikasi pra persidangan dan status sosial ekonomi terdakwa terhadap putusan hukuman. Dalam artikel ini hanya fokus pada pengaruh publikasi pra persidangan (PPP) terhadap putusan hukuman (PH) melalui mediator atribusi. Subjek 60 mahasiswa Hukum Universitas Gadjah Mada. Mereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan berkas persidangan, kemudian membuat penilaian dan putusan hukuman terhadap terdakwa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya atribusi sumber penyebab yang menjadi mediator antara PPP dan putusan hukuman. Sementara atribusi kontrol perilaku dan tanggung jawab gagal sebagai mediator PPP dan PH. Implikasi psikologi dan hukum dibahas dalam artikel ini. Kata kunci: publikasi pra persidangan, atribusi, putusan hukuman Hukum dan media merupakan bagian tak terpisahkan. Bagaimana tidak, hampir setiap hari media massa memberitakan permasalahan hukum, terutama yang berkaitan dengan kasus besar yang melibat para pejabat, publik figure, dan pengusaha. Misalkan kasus pembunuhan Jaksa Agung, dan pembunuhan Alda pada tahun 2007. Hampir setiap hari media memberitakan, mengulas, dan menganalisis tentang kasus tersebut. Pemberitaan media terhadap kasus persidangan terutama sebelum putusan hukuman dijatuhkan disebut dengan publikasi pra persidangan (pretrial publicity).

Publikasi pra persidangan merupakan sesuatu hal yang wajar, namun apabila sangat intensif berpotensi menimbulkan dampak positif atau negatif pada masyarakat. Dampak positif, yaitu sebagai sumber informasi atau pendidikan, sedangkan dampak negatif, yaitu pembentukan kesan atau citra negatif pada tersangka sehingga menimbulkan persepsi keadilan yang berbeda di masyarakat. Timbulnya persepsi tersebut berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masyarakat, seperti demonstrasi. Oleh karena itu, pemberitaan media tentang kasus pidana terutama berkaitan tentang terdakwa harus diperhatikan, jangan melanggar asas praduga tak bersalah dan etika jurnaslistik.

Di Barat terutama Amerika, pemberitaan media sangat diperhatikan bahkan diatur dalam undang-undang. Asumsi yang digunakan bahwa pemberitaan yang intesif berpotensi menimbulkan prasangka sehingga dapat mempengaruhi juri dalam pengambilan keputusan. Memang diakui asumsi tersebut kurang tetap digunakan dalam hukum Indonesia, karena sistem hukum Indonesia berbeda dengan di Amerika (Pangaribuan, 2007). Namun secara psikologis pemberitaan media dapat mempengaruhi individu dalam memahami realitas termasuk kasus hukum. Misalkan, pemberitaan 1 Dipublikasi di Jurnal Psikologi, Vol 6, No 1 tahun 2010, Fak Psikologi UIN SUSKA Riau

Page 2: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

negatif tentang terdakwa ternyata terdakwa direkomendasikan mendapatkan hukuman berat. Kenapa?

Pengaruh publikasi pra persidangan (PPP) terhadap putusan hukuman tidak terlepas dari proses kognitif. Dalam memproses informasi sosial, seseorang menggunakan skema kognitif. Skema merupakan pola pikiran yang menggambarkan bagaimana informasi sosial secara seleksitif diterima dan diorganisir dalam memori (Brigham, 1991). Kompleks dan banyaknya stimulus yang berasal dari lingkungan menjadikan skema kognitif sangat diperlukan guna memudahkan seseorang dalam memperoleh dan mengatur informasi sosial. Informasi tersebut berguna untuk memahami segala sesuatu baik lingkungan maupun perilaku manusia. Dalam memahami orang lain ada dua cara yang biasa digunakan, yaitu secara individual dan kategori sosial. Menurut Fiske, dkk. (dalam Brigham, 1991) seseorang cenderung menggunakan kategori sosial daripada secara individual (atribusi), karena lebih cepat dan mudah. Seseorang biasanya menggunakan kategori berdasarkan karakteristik-karakteristik yang bersifat umum, seperti jenis kelamin, agama, umur, kelompok, status sosial atau pekerjaan.

Sewaktu persidangan, seorang hakim atau juri tentunya memperoleh informasi-informasi sosial dari lingkungan termasuk dari media (massa). Informasi yang disampaikan melalui media biasanya berkaitan dengan karakteristik terdakwa, tipe dan bagaimana kejahatan terjadi, serta efeknya terhadap korban atau keluarga. Kecenderungan media dalam memberikan informasi kurang lengkap dan cenderung tidak seimbang terhadap terdakwa akan berpotensi menimbulkan prasangka (Imrich, dkk., 1995; Bruschke & Loges, 1999; Dixon & Linz, 2002) dan pra-konsepsi sebelum persidangan (Costanzo, 2006). Informasi yang menimbulkan prasangka berdampak terhadap penilaian dan persepsi terhadap terdakwa sebagai kriminal, keputusan pra persidangan dan putusan final. Bahkan informasi tidak objektif atau akurat tentang terdakwa berpotensi menjadi contempt of court dalam persidangan. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa publikasi pra persidangan negatif menimbulkan kesan terdakwa cenderung bersalah dan putusan lebih berat (Studebeker dkk, 2000; Otto, dkk., 1994; Kramer, dkk., 1990; Moran & Cutler,1991; Dexter, dkk., 1992; Hope, dkk., 2004; Ruva, dkk., 2007). Teori Atribusi Setiap individu membutuhkan informasi dalam memahami segala sesuatu termasuk perilaku seseorang. Penggunaan informasi untuk menginterpretasi dan memahami kenapa seeorang berperilaku disebut dengan atribusi (Baron & Byrne, 2003; Harvey, 1996). Atribusi merupakan salah satu cara mudah untuk menjelaskan segala fenomena seperti, kegagalan atau kesuksesan, sumber penyebab perilaku, stigma tanggung jawab, dan sebagainya. Menurut Graham, dkk (1997) atribusi memiliki tiga bentuk, yaitu sumber penyebab (internal atau eksternal), kontrol perilaku (kontrol atas perilakunya) dan stabilitas perilaku (perilaku konstan di waktu lain). Selain itu, ada atribusi tanggung jawab (Manstead & Hewstone, 1996). Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan tiga atribusi, yaitu sumber peneyebab, kontrol perilaku dan tanggung jawab sebagai uji mediator antara publikasi pra persidangan dan putusan hukuman.

Page 3: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

Publikasi pra persidangan (PPP) positif tentang terdakwa, maka informasi dari publikasi tersebut akan mempengaruhi penilaian dan kesan hakim terhadap terdakwa. subjek Hakim cenderung mengembangkan penilaian positif terhadap terdakwa. Hal ini dikarenakan informasi positif tentang kepribadian dan perilaku terdakwa dijadikan dasar dalam memahami perilaku terdakwa. Hakim cenderung menganggap bahwa perilaku terdakwa (membunuh) bukan disebabkan oleh faktor terdakwa (karakter atau sifat), tetapi lebih disebabkan oleh faktor situasional, seperti ancaman korban, sehingga terdakwa mendapatkan hukuman ringan.. Sebaliknya, PPP negatif berpotensi menimbulkan kesan spontanitas terhadap terdakwa. Bila kesan negatif melekat pada diri terdakwa, maka hakim cenderung mengalami atribusi internal, dan taksiran terlalu tinggi bahwa terdakwa sebagai pelaku kriminal (Liberman, 2001). Akibatnya hakim menjatuhkan hukuman berat bagi terdakwa (Graham, dkk., 1997).

PPP positif atribusi eksternal hukuman ringan PPP negatif atribusi internal hukuman berat

Hipotesis 1 : atribusi sumber penyebab sebagai mediator antara publikasi pra persidangan dan putusan hukuman

Publikasi pra persidangan positif atau negatif tentang terdakwa akan

mempengaruhi subjek (hakim) dalam memahami kontrol perilaku terdakwa. Jika PPP positif, maka hakim menilai bahwa tingkat kontrol perilaku terdakwa semakin besar (tinggi). Artinya perbuatan terdakwa (membunuh) seharus tidak terjadi. Kecil kemungkinan terdakwa melakukan pembunuhan karena memiliki kontrol perlaku yang baik. Oleh karena itu, hakim cenderung memahami bahwa perilaku terdakwa lebih disebabkan oleh faktor luar, sehingga terdakwa mendapatkan hukuman yang ringan. Sebaliknya, jika PPP negatif, maka hakim cenderung menilai bahwa kontrol terdakwa atas perilakunya rendah, sehingga diasumsikan bahwa kontrol perilaku rendah yang menyebabkan mudahnya terjadi pembunuhan dan terdakwa mendapatkan hukuman berat. PPP positif kontrol perilaku tinggi hukuman ringan PPP negatif kontrol perilaku rendah hukuman berat

Hipotesis 2: atribusi kontrol perilaku sebagai mediator antara publikasi pra persidangan

dan putusan hukuman Publikasi pra persidangan tentang terdakwa akan mempengaruhi subjek (hakim) dalam atribusi tanggung jawab terdakwa atas perilakunya. Jika PPP positif tentang terdakwa, maka terdakwa cenderung memiliki kesan positif, sehingga ketika terjadi pembunuhan terdakwa cenderung tidak dianggap bertanggung jawab atas perilakunya, karena penyebab perilakunya dipersepsikan berasal dari tekanan korban (eksternal). Hal ini menyebabkan terdakwa mendapatkan hukuman ringan. Sebaliknya, jika terdakwa dipublikasikan negatif, timbul kesan negatif pada diri terdakwa, sehingga terdakwa layak bertanggung jawab atas perilakunya dan mendapatkan hukumn berat. PPP positif tanggung jawab tinggi hukuman ringan PPP negatif tanggung jawab rendah hukuman berat.

Page 4: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

Hipotesis 3 : atribusi tanggung jawab sebagai mediator antara publikasi pra

persidangan dan putusan hukuman. sumber penyebab

PPP Kontrol perilaku Putusan hukuman Tanggung jawab Gambar 1. Model teoritis 1

Metode Identifikasi Variabel Publiasi pra persidangan (nilai PPP): persepsi subjek terhadap pemberitaan (positif atau negatif) dalam bentuk artikel yang berisis tentang pernyataan mengenai karakter dan perilaku terdakwa, kehidupan keluarga korban setelah kejadian, opini tentang terdakwa (polisi, keluarga dan teman terdakwa), reaksi keluarga korban dan warga yang hadir dalam persidangan, dan pengalaman kriminal terdakwa (variabel independen). Atribusi: proses kognitif untuk menjelaskan kenapa suatu perbuatan dapat terjadi dengan menggunakan informasi yang ada. Dalam hal ini atribusi meliputi, atribusi sumber penyebab, kontrol perilaku dan tanggung jawab (variabel mediator). Putusan hukuman: lamanya hukuman yang diberikan terhadap terdakwa. Subjek diminta untuk memberikan putusan hukuman kasus pembunuhan (Pasal 338 KUHP) maksimal 180 bulan (variabel dependen). Subjek

Subjek berjumlah 60 mahasiswa (36 laki-laki dan 24 perempuan) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang telah lulus matakuliah Hukum Pidana I. Rentang usia subjek antara 18 hingga 27 tahun dengan rata-rata usia 20, 23 tahun.

Prosedur

Subjek berkumpul dalam suatu ruangan atau kelas, kemudian peneliti memberikan penjelasan mengenai prosedur penelitian. Subjek mengisi surat perjanjian yang telah disiapkan. Kepada subjek dijelaskan bahwa mereka akan berperan sebagai seorang hakim dalam kasus pidana, yaitu pembunuhan. Subjek diberi sebuah transkrip kasus yang terdiri dari artikel PPP, surat dakwaan, tuntutan jaksa, dan sebagian putusan hakim. Setelah membaca transkrip, subjek diminta menjawab pertanyaan dan memberikan putusan hukuman. Materi

Kasus diambil dari materi kasus penelitian Rahayu (1996) dengan modifikasi pada nama, tempat, karakteristik kasus, dan karakteristik terdakwa. Kasus adalah dengan

Page 5: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

perkara pembunuhan dengan tuntutan Pasal 338 KUHP (maksimal hukuman 15 tahun dengan tuntutan jaksa 5 tahun). Kasus bercerita tentang seseorang yang bernama Yuda yang melakukan pembunuhan. Pada suatu hari, Yuda kedatangan temannya (Rozi), yang ingin menagih hutang kepadanya. Namun Yuda lagi belum mempunyai uang, tapi Rozi memaksa karena ia butuh uang. Setelah lama berdebat akhirnya, Rozi emosional, ia mengeluarkan kata-kata menghina harga diri Yuda. Lama-kelamaan Yuda emosional dan marah. Dia kalut, lalu mengambil pisau dan menusukkan ke leher Rozi. Yuda panik dan melarikan diri. Sebelum sempat dibawa ke rumah sakit Rozi pun meninggal

Artikel publikasi pra persidangan (PPP). Artikel PPP dimanipulasi menjadi publikasi pra persidangan positif dan negatif. Isi Artikel PPP positif dan PPP negatif tentang sikap atau pernyataan mengenai karakter dan perilaku terdakwa, kehidupan keluarga korban setelah kejadian, opini tentang terdakwa (polisi, keluarga dan teman terdakwa), reaksi keluarga korban dan warga yang hadir dalam persidangan, dan pengalaman kriminal terdakwa. (Misal, PPP positif, “Yuda dikenal sebagai orang yang ramah” dan PPP negatif “.Yuda dikenal sebgai orang pemarah. Model seperti ini pernah diaplikasikan dalam beberapa penelitian sebelumnya, seperti Ruva, dkk. (2007), Imrich, dkk. (1995), dan Otto, dkk. (1994). Pengukuran Putusan terhadap terdakwa telah ditetapkan sebelumnya, yaitu terdakwa telah dinyatakan bersalah. Tugas utama subjek adalah memberikan putusan hukuman terhadap terdakwa, Di samping itu, ada beberapa pertanyaan singkat, seperti nilai PPP digunakan skala 7 poin (1 = negatif dan 7 = positif). Pengukuran atribusi untuk menjelaskan bagaimana subjek dapat memahami perilaku terdakwa. Atribusi meliputi tiga hal, yaitu sumber penyebab perilaku Yuda (1 = situasional dan 7 = karakter terdakwa), tingkat kontrol perilaku, ( 1 = tidak dapat dikontrol dan 7 = sangat dapat dikontrol), tanggung jawab (1 = tidak bertanggung jawab semua dan 7 = sepenuhnya bertanggung jawab. Model pertanyaan ini pernah dilakukan oleh Rahayu (1996); Ruva, dkk. (2007); dan Graham, dkk. (1997).

Hasil

Analisis Deskriptif Nilai PPP untuk PPP negatif (M = 5,23) dan PPP negatif (M = 2,80). Hasil ini

menunjukkan bahwa subjek yang mendapatkan PPP positif menilai terdakwa memiliki karakter dan perilaku positif dibandingkan subjek yang mendapatkan PPP negatif. Untuk putusan hukuman menunjukkan bahwa PPP negatif mendapatkan hukuman lebh berat dari pada PPP positif (lihat Tabel 1).

Tabel 1

Rerata nilai PPP dan putusan hukuman

Publikasi pra persidangan (PPP) Positif Negatif Positif Negatif

Nilai PPP Putusan hukuman 5,23 2,80 54,43 92,10

Page 6: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

Tabel 2 Rerata Atribusi

Publikasi pra persidangan (PPP)

Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif

Sumber penyebab Kontrol perilaku Tanggung jawab

2,50 4,23 4,77 4,63 5,00 4,57

Atribusi sumber penyebab perilaku terdakwa cenderung dipahami berbeda antara

PPP positif dengan PPP negatif (lihat Tabel 2). Kelompok PPP negatif memahami bahwa perilaku terdakwa disebabkan oleh karakter terdakwa internal). Sementara itu, kelompok PPP positif mengatribusi bahwa sumber penyebab perilaku terdakwa bersifat eksternal atau situasional. Artinya, perilaku terdakwa (membunuh) disebabkan oleh situasi, seperti ancaman dan hinaan korban.

Adapun untuk tingkat kontrol perilaku, di antara dua kelompok tidak memiliki banyak perbedaan dalam melihat kemampuan terdakwa dalam mengontrol perilakunya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek menganggap bahwa perilaku terdakwa (membunuh) seharusnya dapat dikontrol. Artinya, perilaku terdakwa (membunuh) seharusnya tidak terjadi. Demikian pula untuk skor atribusi tanggung jawab tidak memiliki banyak perbedaan dalam melihat tanggung jawab terdakwa atas perilakunya. Hal ini menunjukkan bahwa terdakwa bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Analisis Mediasional Tujuan utama penelitian ini adalah menjelaskan pengaruh PPP terhadap putusan hukuman melalui mediator atribusi (sumber penyebab, kontrol perilaku dan tanggung jawab). Untuk menguji mediasional digunakan model X M Y (X = nilai PPP, M = variabel mediator, dan Y = putusan hukuman) (Baron & Kenny, 1986). Baron dan Kenny (1986) menyarankan penggunaan tiga persamaan regresi dalam membangun model. Pertama, model regresi yang menghubungkan putusan hukuman dengan nilai PPP (X Y) dan secara statistik signifikan, β = - 0,435, t(58) = -3,676, p < 0,01. Kedua, persamaan regresi atribusi sumber penyebab terhadap nilai PPP (X M) dan secara statisitik signifikan, β = - 0,359, t(58) = -2,926, p < 0,01. Ketiga, persamaan regresi putusan hukuman terhadap nilai PPP dan atribusi sumber penyebab, dan secara statistik signifikan, β = - 0,330 dan 0,292, t(57) = -2,710 dan 2,398, p < 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa atribusi sumber penyebab sebagai mediator antara PPP dan putusan hukuman. Analisis mediasional lainnya tetap menggunakan model X M Y (X = nilai PPP, M = atribusi kontrol perilaku, dan Y = putusan hukuman) (Baron & Kenny, 1986). Pertama, model regresi yang menghubungkan putusan hukuman dengan nilai PPP (X Y) dan secara statistik signifikan, β = - 0,435, t(58) = -3,676, p < 0,01. Kedua, persamaan regresi atribusi kontrol perilaku terhadap nilai PPP (X M) dan secara statisitik tidak signifikan, β = 0,085, t(58) = 0,651, p > 0,05, dan ketiga, persamaan regresi putusan

Page 7: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

hukuman terhadap nilai PPP dan atribusi kontrol perilaku dan secara statistik signifikan untuk nilai PPP, β = - 0,421, t(57) = -3,575 dan tidak siginifikan untuk atribusi kontrol perilaku, β = - 0,166, t(57) = -1,409, p > 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa atribusi kontrol perilaku gagal menjadi mediator antara PPP dan putusan hukuman. Analisis mediasional ketiga, yaitu X M Y (X = nilai PPP, M = atribusi tanggung jawab, dan Y = putusan hukuman) (Baron & Kenny, 1986). Pertama, model regresi yang menghubungkan putusan hukuman dengan nilai PPP (X Y) dan secara statistik signifikan, β = - 0,435, t(58) = -3,676, p < 0,01. Kedua, persamaan regresi atribusi tanggung jawab terhadap nilai PPP (X M) dan secara statisitik tidak signifikan, β = 0,162, t(58) = 1,253, p > 0,05 dan ketiga, persamaan regresi putusan hukuman terhadap nilai PPP dan atribusi tanggung jawab dan secara statistik signifikan untuk nilai PPP, β = - 0,404, t(57) = -3,416 dan tidak siginifikan untuk atribusi tanggung jawab, β = - 0,190, t(57) = -1,605 p > 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa atribusi tanggung jawab gagal menjadi mediator antara PPP dan putusan hukuman. Sumber penyebab - 0,359 0,292

PPP - 0,435 putusan hukuman

Kontrol perilaku Tanggung jawab Gambar 2. Model teoritis 2

Diskusi

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh publikasi pra persidangan (PPP) terhadap putusan hukuman melalui mediator atribusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya atribusi sumber penyebab yang menjadi mediator antara PPP dan putusan hukuman. Sementara atribusi kontrol perilaku dan tanggung jawab gagal sebagai mediator PPP dan putusan hukuman. Dengan demikian hipotesis pertama diterima dan hipotesis kedua dan ketiga ditolak. Hasil analisis menunjukkan bahwa atribusi sumber penyebab dapat menjadi mediator yang menghubungkan antara PPP dengan putusan hukuman. Hasil ini konsisten dengan penelitian Graham, dkk (1997) bahwa atribusi sumber penyebab dapat mempengaruhi putusan hukuman. Dalam hal ini subjek yang mendapatkan PPP negatif cenderung memahami bahwa perilaku membunuh terdakwa disebabkan oleh karakter diri terdakwa (pemarah dan emosional), sedangkan subjek yang mendapatkan PPP positif cenderung memahami perilaku terdawka disebabkan oleh faktor situasional (ancaman dan hinaan korban). Perbedaan pemahaman dalam atribusi (internal atau eksternal) terhadap perilaku terdakwa mempengaruhi subjek dalam memberikan hukuman terhadap terdakwa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek yang mengalami atribusi

Page 8: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

internal memberikan hukuman lebih berat dari pada subjek yang mengalami atribusi eksternal (Lihat Tabel 1). Menurut Rahayu (2001) informasi positif atau negatif tentang personal terdakwa (kepribadian, karakter dan perilaku) dapat menjadi pertimbangan dalam memberikan putusan hukuman. Jadi, dapat dikatakan bahwa informasi positif atau negatif tentang terdakwa dijadikan dasar dan alasan subjek untuk memberikan putusan hukuman. Berkaitan dengan atribusi kontrol perilaku menunjukkan bahwa atribusi kontrol perilaku gagal menjadi mediator yang menghubungkan antara PPP dengan putusan hukuman. Artinya, pengaruh nilai PPP terhadap putusan hukuman bersifat langsung, tanpa dimediasi oleh atribusi kontrol perilaku. Hasil ini dapat diartikan bahwa PPP positif atau negatif tentang terdakwa (misalkan, terdakwa suka berkelahi, ramah atau suka menolong) tidak mempengaruhi subjek dalam mengatribusi kontrol perilaku terdakwa (membunuh). Tampaknya subjek menilai bahwa pembunuhan merupakan suatu perilaku negatif, yang tidak pantas dilakukan oleh siapapun dan dengan alasan apapun. Hal ini dapat terlihat dari hasil rerata atribusi kontrol perilaku antara PPP positif dan PPP negatif relatif sama (lihat Tabel 2). Artinya subjek tidak memiliki perbedaan dalam mengatribusi kontrol perilaku terdakwa. Dengan kata lain, subjek menilai bahwa perilaku terdakwa (membunuh) seharus dapat dikontrol atau tidak terjadi.

Sementara itu, atribusi tanggung jawab juga gagal menjadi mediator yang menghubungkan antara nilai PPP dengan putusan hukuman. Artinya, pengaruh nilai PPP terhadap putusan hukuman bersifat langsung, tanpa dimediasi oleh atribusi tanggung jawab. Hasil ini dapat diartikan bahwa PPP positif atau negatif tentang terdakwa (misalkan, terdakwa suka berkelahi, ramah atau suka menolong) tidak mempengaruhi subjek dalam mengatribusi tanggung jawab perilaku terdakwa (membunuh). Tampaknya subjek menilai bahwa perilaku terdakwa harus dipertanggungjawabkan, tanpa memperhatikan apakah terdakwa memiliki kesan positif atau negatif. Hal ini dapat terlihat dari hasil rerata atribusi tanggung jawab antara PPP positif dan PPP negatif relatif sama (Lihat Tabel 2). Artinya, subjek menilai bahwa terdakwa harus bertanggungjawab atas perilakunya.

Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat perbedaan besar hukuman pada PPP positif (M = 54,43) dan PPP negatif (M = 92,10). Jika dibandingkan dengan tuntutan jaksa (60 bulan), maka rentang atau jarak hukuman PPP negatif lebih besar (32,10 bulan) dari PPP positif (5,57 bulan) dari tuntutan jaksa. Hal ini menandakan bahwa informasi negatif memiliki kekuatan berbeda dengan informasi positif. Informasi negatif lebih kuat dalam mempengaruhi penilaian subjek terhadap terdakwa daripada informasi positif (Rozin & Royzman, 2001). Informasi negatif dapat menimbulkan reaksi emosi yang lebih kuat daripada informasi netral atau positif (Downey & Christensen, 2006). Informasi negatif tentang terdakwa mampu membangkitkan reaksi emosi, berupa kemarahan dan kebencian sehingga dapat mempengaruhi putusan hukuman yang diberikan terhadap terdakwa.

Menurut Wilson dan Brekke (dalam Baron & Byrne, 2003) informasi emosional dapat menimbulkan kontaminasi mental, yaitu suatu proses penilaian, emosi, dan perilaku dipengaruhi oleh pemrosesan mental yang tidak disadari dan tidak terkontrol. Hasil penelitian Edwards dan Bryan (1997) menunjukkan bahwa juri (hakim) yang diberi informasi negatif tentang perilaku terdakwa cenderung memutuskan bersalah dan merekomendasikan hukuman lebih berat dibandingkan yang diberikan informasi netral.

Page 9: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

Hasil eksperimen ini menujukkan bahwa subjek dapat saja terkontaminasi oleh informasi negatif tentang terdakwa, yang pada akhirnya mempengaruhi emosi subjek dan berdampak pada penilaian, interpretasi, dan putusan hukuman.

Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya atribusi sumber penyebab yang menjadi mediator antara PPP dan putusan hukuman, sedangkan atribusi kontrol perilaku dan tanggung jawab gagal menjadi mediator antara PPP dan putusan hukuman.Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa PPP mempengaruhi putusan hukuman secara langsung. PPP negatif menyebabkan terdakwa diberikan hukuman lebih berat dari PPP positif. Ini dapat diartikan bahwa publikasi tentang terdakwa mampu memperberat atau mengurangi hukuman terdakwa dari tuntutan jaksa.

Implikasi teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pengaruh publikasi pra persidangan terhadap putusan hukuman melalui atribusi, sehingga menginspirasi penelitian selanjutnya. Secara praktis, hasil penelitian belum mampu menjelaskan fenomena hukum yang sesungguhnya khusunya dalam pengambilan putusan hukuman. Namun demikian hasil ini dapat menggambarkan bagaimna proses kognitif individu dalam memahami perilaku seseorang. Artinya, individu sering menggunakan informasi dari media untuk dijadikan pedoman dalam menilai dan memahami perilaku seseorang secara keseluruhan. Hal ini berbahaya jika digunakan dalam konteks hukum, karena media (massa) berpotensi mempengaruhi opini atau cara berpikir seseorang (hakim) dalam memahami terdakwa. Oleh karena itu, media massa dituntut memberikan informasi yang objektif, netral dan akurat.

Daftar pustaka

Baron, R. A., & Byrne, D. (2003). Social Psychology. (10th ed.). Boston: Allyn and Bacon.

Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The moderator–mediator variable distinction in social psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality of Social Psychology, 51, 1173–1182.

Brigham, C. (1991). Social Psychology. (2nd ed.). New York: Harper Collins Publisher. Bruschke, J., & Loges, W. E. (1999). Relationship between pretrial publicity and trial

outcomes. Journal of Communication, 49(4), 104-120. Costanzo, M. (2006). Aplikasi Psikologi dalam Sistem Hukum. Penerjemah Helly Prajitno

Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Page 10: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

Dixon,T. L., & Linzs, D. (2002). Television news, prejudicial pretrial publicity, and the depiction of race. Journal of Broadcasting & Electronic Media, 46(1), 112-136.

Downey, J. L & Christensen, L. (2006). Belief persistence in impression formation. North American Journal of Psychology, 8(3), 479-488.

Edwards, K., & Bryan, T. S. (1997). Judgmental biases produced by instruction to

disregard: the (paradoxical) case of emotional information. Personality and Social Psychology,23(8), 649-864.

Graham, W., Weiner, B., & Zucker, G. S. (1997). An attributional analysis of punishment

goals and public reaction to O. J. Simpson. Personality and Social Psychology Bulletin, 23(4), 331-346.

Harvey,LA. (1996). Account in.Manstead, A.S.R & Hewstone, M. (Eds). The Blackwell

encyclopedia of social psychology.Massachusetts, Blackwell publisher. Hope, L., Memon, A., & McGeorge, P. (2004). Understanding pretrial publicity:

predecisional distortion of evidence by mock jurors. Journal of Experimental Psychology: Applied , 10(2), 111–119.

Imrich, D. J., Mullin, C., & Linz, D. (1995). Measuring the extent of prejudicial pretrial

publicity in major American newspapers: A content analysis. Journal of Communication, 45(3), 94-117.

Kramer, G. P., Kerr, N. L., & Carroll, J. S. (1990). Pretrial publicity, judicial remedies,

and jury bias. Law and Human Behavior, 14(5), 409-438. Liberman, J. D. (2001). Understanding the limits of limiting instructions: social

psychological explanations for the failures of instructions to disregard pretrial publicity and other inadmissible evidence. Psychology, Public Policy, and Law. 6(3), 677-711.

Manstead, A. S. R & Hewstone, M. (1996). The Blackwell Encyclopedia Of Social Psychology.Massachusetts, Blackwell Publisher.

Moran, G., &. Cutler, B.(1991). The Prejudicial Impact of Pretrial Publicity. (Abstract) Journal of Applied Social Psychology, 21, 5. Diterima tanggal 17 Oktober 2006, dari http://www.blackwell-synergy.com/doi/abs/10.1111/.

Otto, A. L., Penrod, S. D., & Dexter, H. R. (1994). The biasing impact of pretrial

publicity on juror judgments.. Law and Human Behavior, 18, 453-469. Pangaribuan, L.M. P. (2007). Contemp of court or contemp of power: satu catatan kritis

dari perspektif konsep keadilan. Diterima tanggal, 29 November 2007,dari www. Pemantauanperadilan.com.

Page 11: Abstrak -   · PDF fileMereka membaca artikel fiktif tentang kasus pembunuhan dan ... serta efeknya terhadap korban atau keluarga. ... Subjek mengisi surat perjanjian

Rahayu, Y. P. (1996). Peranan etnik dan daya tarik wajah terdakwa terhadap putusan hukuman. Jurnal Pascasarjana UGM (2A) 298-311.

Rahayu, Y. P. (2001). Rekuisitor jaksa penuntut umum dan kepribadian otoritarian hakim

dalam proses pemindanaan Indonesia. Disertasi. Tidak diterbitkan. Program Doktor Psikologi Univesitas Gadjah Mada.

Rozin, P., & Royzman, E. B. (2001). Negativity bias, negativity dominance, and

contagion. Personality and Social Psychology Review, 5(4), 296–320 Ruva, C., McEvoy, C., & Bryant, J. B. (2007). Effects of pre-trial publicity and jury

deliberation on juror bias and source memory errors. Applied Cognitive Psychology, 21(1), 45-67.

Studebaker, C. A., Robbennolt J. K., Pathak-Sharma, M. K., & Penrod, S. D. (2000). Assessing pretrial publicity effect: integrating content analytic results. Law and Human Behavior; 24(3), 317-336.