ABSTRAK BANK SYARI’AH (KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN ) · Oleh karena itu tujuan dari penelitian dan...

12
Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015 1 ABSTRAK BANK SYARI’AH (KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN ) YAYAN ALFIAN NUGRAHA AKADEMI AKUNTANSI KEUANGAN DAN PERBANKAN INDONESIA SERANG – BANTEN Pertumbuhan bank syari’ah di Negara Indonesia sedang menggeliat, banyak bank- bank syari’ah yang bermunculan, pertumbuhan ini dilandasi karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Dengan besarnya populasi muslim itu memberikan ruang yang cukup besar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia. Kemunculan Bank Muamalat Indonesia di awal tahun 1990-an merupakan tonggak dimulainya aksi koorporasi perbankan syariah. Bank syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam. Oleh karena itu tujuan dari penelitian dan penulisan karangan ilmiah ini adalah untuk menjelaskan tentang keunggulan dan kelemahan bank syari’ah. Metode penelitian dan penulisan karangan ilmiah ini mengunakan metode pustaka yang di dapatkan dari buku-buku serta pengumpulan data dari sumber langsung. Dari hasil pembahasan ditunjukkan bahwa bank syari’ah selain memiliki keunggulan ternyata masih banyak kekurangannya terutama di bidang sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertumbuhan bank syari’ah di Negara Indonesia sedang menggeliat, banyak bank-bank syari’ah yang bermunculan, pertumbuhan ini dilandasi karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Dengan besarnya populasi muslim itu memberikan ruang yang cukup besar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia. Diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 memberikan angin segar kepada umat muslim yang merindukan bank yang berlandaskan prinsip syari’ah. Transaksi yang tidak membahayakan baik diri sendiri maupun orang lain, tidak mengandung riba, dan tidak ada penipuan. Bank Muamalat Indonesia didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah. Muamalat mulai beroperasi 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan tokoh - tokoh dan pemimpin Muslim terkemuka, beberapa pengusaha muslim dan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pendiriannya juga mendapat dukungan masyarakat berupa komitmen pembelian saham senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan Akta Pendirian Perseroan. Selanjutnya, dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor, diperoleh tambahan modal dari masyarakat Jawa Barat sebesar Rp 22 miliar sehingga menjadi Rp 106 miliar sebagai wujud dukungannya. Kemunculan Bank Muamalat Indonesia di awal tahun 1990-an merupakan tonggak dimulainya aksi koorporasi perbankan syariah. Bank syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.

Transcript of ABSTRAK BANK SYARI’AH (KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN ) · Oleh karena itu tujuan dari penelitian dan...

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

1

ABSTRAK BANK SYARI’AH

(KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN ) YAYAN ALFIAN NUGRAHA

AKADEMI AKUNTANSI KEUANGAN DAN PERBANKAN INDONESIA SERANG – BANTEN

Pertumbuhan bank syari’ah di Negara Indonesia sedang menggeliat, banyak bank-bank syari’ah yang bermunculan, pertumbuhan ini dilandasi karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Dengan besarnya populasi muslim itu memberikan ruang yang cukup besar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia. Kemunculan Bank Muamalat Indonesia di awal tahun 1990-an merupakan tonggak dimulainya aksi koorporasi perbankan syariah. Bank syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.

Oleh karena itu tujuan dari penelitian dan penulisan karangan ilmiah ini adalah untuk menjelaskan tentang keunggulan dan kelemahan bank syari’ah.

Metode penelitian dan penulisan karangan ilmiah ini mengunakan metode pustaka yang di dapatkan dari buku-buku serta pengumpulan data dari sumber langsung.

Dari hasil pembahasan ditunjukkan bahwa bank syari’ah selain memiliki keunggulan ternyata masih banyak kekurangannya terutama di bidang sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan bank syari’ah di Negara Indonesia sedang menggeliat, banyak bank-bank syari’ah yang bermunculan, pertumbuhan ini dilandasi karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Dengan besarnya populasi muslim itu memberikan ruang yang cukup besar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.

Diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 memberikan angin segar kepada umat muslim yang merindukan bank yang berlandaskan prinsip syari’ah. Transaksi yang tidak membahayakan baik diri sendiri maupun orang lain, tidak mengandung riba, dan tidak ada penipuan.

Bank Muamalat Indonesia didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh Majelis Ulama Indonesia

(MUI) dan Pemerintah. Muamalat mulai beroperasi 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan tokoh - tokoh dan pemimpin Muslim terkemuka, beberapa pengusaha muslim dan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pendiriannya juga mendapat dukungan masyarakat berupa komitmen pembelian saham senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan Akta Pendirian Perseroan. Selanjutnya, dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor, diperoleh tambahan modal dari masyarakat Jawa Barat sebesar Rp 22 miliar sehingga menjadi Rp 106 miliar sebagai wujud dukungannya.

Kemunculan Bank Muamalat Indonesia di awal tahun 1990-an merupakan tonggak dimulainya aksi koorporasi perbankan syariah. Bank syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

2

Sedangkan dalam perbankan konvensional, keuntungan diperoleh dari bunga serta biaya-biaya administrasi dan jasa yang ditawarkan.

Pada 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisinya sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa dan produk yang terus dikembangkan.1

Pembentukan Bank Islam semula memang banyak diragukan. Pertama, banyak orang beranggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga ( interest free) adalah sesuatu yang tak mungkin dan tak lazim. Kedua, adanya pertanyaan tentang bagaimana bank akan membiayai operasinya. 2

Namun fakta berbicara lain, ketika terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan 1998, para bankir melihat bahwa Bank Muamalat Indonesia (BMI) tidak terlalu terkena dampak krisis moneter. Inilah yang mempelopori berdirinya Bank Syari’ah Mandiri (BSM) pada tahun 1999, dimana Bank Syari’ah Mandiri merupakan konversi dari Bank Susila Bakti yang dibeli oleh Bank Dagang Negara yang kemudian dikonversi menjadi Bank Syari’ah Mandiri (BSM).

Bank syari’ah dikembangkan sebagai lembaga bisnis keuangan yang melaksanakan kegiatan usahanya sejalan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi islam. Tujuan ekonomi Islam bagi bank syari’ah tidak hanya terfokus pada tujuan komersial yang tergambar pada pencapaian keuntungan maksimal, tetapi juga perannya dalam memberikan

1 Hand Out Bank Muamalat tahun

2007 2 Warkum Sumitro, Asas-asas

perbankan Islam & lembaga-lembaga terkait, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

kesejahteraan secara luas bagi masyarakat.3

Dalam pandangan Islam, sesuatu yang ada didalamnya termasuk harta benda adalah milik Allah, harta yang dimiliki manusia sifatnya merupakan amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia agar dimanfaatkan sebaik-baiknya. Harta harus dijaga dan digunakan sesuai dengan syari’at Islam.

Dalam Islam pula, aktifitas ekonomi lebih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar (needs) yang tentu ada batasnya, meskipun bersifat dinamis sesuai tingkat ekonomi masyarakat pada saat itu.

Dengan demikian, ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan tujuan memperoleh Falah ( kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat). Perilaku manusia disini berkaitan dengan landasan-landasan syari’ah sebagai rujukan berperilaku dan kecendrungan-kecendrungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar-dasar nilai Ilahiah. Akibatnya masalah ekonomi dalam Islam adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara manusia agar dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai Falah di dunia dan akhirat. Hal ini berarti bahwa aktivitas ekonomi dalam Islam adalah aktivitas kolektif bukan individual.4

Selain itu pula aktivitas komersial, jasa dan perdagangan harus disesuaikan dengan prinsip islam diantaranya “ bebas bunga”. Hal inilah yang juga menjelaskan tahap awal pembentukan bank islam atau yang dikenal sebagai bank “ bebas bunga”. Walawpun demikian,

3 Khaerul Umam, Manajemen

Perbankan Syari’ah, Bandung, 2013 4 Ascarya, AKad & Produk Bank

Syari’ah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2012

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

3

perbankan syari’ah bukan sekedar bank “ bebas bunga”.

Hal ini karena pandangan “ bebas bunga “ merupakan jebakan pengembangan bank syar’ah yang hanya berfokus pada aspek transaksi dan meredusir fondasi filosofinya.5

Bank sebagai intermediary financial atau lembaga perantara keuangan harus melakukan mekanisme pengumpulan dan penyaluran dana secara seimbang, sesuai dengan ketentuan – ketentuan yang berlaku. Untuk mencapai itu semua harus ada kepastian atau kejelasan sistem operasional bank.6

Bank syari’ah dengan sistem bagi hasilnya merupakan sebuah jawaban bagi masyarakat yang menginginkan sebuah kepastian dalam bertransaksi. Bagi hasil dalam perbankan syariah dilakukan dengan cara menetapkan porsi pembagian keuntungan ( nisbah ), baik antara bank dengan nasabah pemilik dana (liabiliteis) maupun dengan nasabah pengguna dana ( assets ). Sedangkan angka nominal yang akan diperoleh oleh para nasabah akan sangat tergantung pada realisasi hasil usaha.

Pekembangan dan pertumbuhan bank syari’ah di Indonesia sangat signifikan, namun sangat disayangkan perkembangan Bank Syari’ah yang sangat signifikan di Indonesia tidak dibarengi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola Bank tersebut yang memahami betul konsep syari’ah. Rata-rata dari mereka hanya mengetahui tapi tidak faham betul apa dan bagaimana seharusnya konsep syari’ah tersebut. Inilah salah satu permasalahan yang dihadapi oleh perbankan syari’ah, namun jika permasalahan ini tidak segera diatasi tidak menutup kemungkinan masyarakat muslim akan berpandangan bahwa bank syari’ah tidak ada bedanya dengan bank konvensional.

5 Khaerul Umam, Opcit, hal 17

6 Muhammad “ Sistem dan Prosedur

operasional bank syari’ah “ Cet I, 2000 UII Prass Yogyakarta

Oleh karena itu dalam tulisan karangan ilmiah ini penulis ingin membahas pengalaman dan hasil penelitian serta pengamatan penulis selama menjadi nasabah tentang beberapa permasalahan yang dihadapi oleh bank syariah yang ada di Indonesia. Selain permasalahan yang ada di bank syari’ah itu juga penulis mencoba membahas tentang bagaimana prospek perkembangan bank syari’ah di Indonesia ke depannya. B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis merumuskan permasalahan menjadi sentral dari penulisan Karangan Ilmiah ini, yaitu : 1. Apa sajakah kelemahan dan

keunggulan Bank Syari’ah ? 2. Apa yang harus dilakukan oleh Bank

Syari’ah untuk menutupi kelemahannya ?

3. Bagaimanakah prospek perkembangan Bank Syari’ah di Indonesia ?

C. Manfaat dan Tujuan Penulisan Adapun manfaat dan tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Dapat mengetahui kelemahan

dan keunggulan Bank Syari’ah di Indonesia.

2. Mengetahui Prospek dan perkembangan Bank Syari’ah di Indoneisa

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

4

BAB II PROSPEK PERKEMBANGAN BANK

SYARI’AH DI INDONESIA

A. SEJARAH PERKEMBANGAN BANK

SYARI’AH DI INDONESIA Prakarsa tentang pendirian bank

syari’ah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak lama, yaitu pada tahun 1980-an. Diawali dengan berdirinya Bank Muamalat atas inisiatif Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pemerintah, pengusaha dan Cendekiawan Muslim.

Upaya intensif pendirian bank Islam di Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun 1998, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (PAKTO) yang mengatur deregulasi industri perbankan di Indonesia. Para ulama waktu itu telah berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya penafsiran dari peraturan yang ada bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0 %. Setelah adanya rekomondasi loka karya Ulama tentang Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua Bogor pada 19 – 22 Agustus 1990, yang kemudian diikuti dengan diundangkannya UU No. 7/1992 tentang perbankan.

Peraturan Pemerintah tersebut tertuang dalam PP No 72 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Secara rinci mengatur perizinan, kepengurusan, kepemilikan, kegiatan operasional lainnya, baik bagi bank umum maupun bagi BPR.

Namun sangat disayangkan, peraturan pemerintah tersebut masih sangat sedikit sekali memberikan ruang lingkup kepada bank syari’ah. Baru pada Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, keberadaan Bank Syariah mendapatkan porsi yang cukup besar. Dalam undang-undang ini dikatakan bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil sesuai syariah Islam dengan resmi disebut bank syariah.

Sejak saat itu semua bank baik itu bank umum maupun BPR diwajibkan mencantumkan kata “syariah” pada nama banknya.

Kemudian pada tanggal 16 Juli 2008 terbitlah Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. Dengan terbitnya undang-undang tersebut, maka pengembangan industri perbankan nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.

Dengan proses perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65 % pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syari’ah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin siginifkan.

Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syari’ah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syari’ah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yang meliputi aspek-aspek strategis, yaitu : Penetapan Visi 2005 – 2015 sebagai industry perbankan syari’ah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syari’ah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syari’ah lebih dari sekedar bank.7

Pesatnya pertumbuhan Bank-bank Islam mengilhami bank-bank konvensional untuk meniru dan menawarkan produk-produk bank Islam. mereka menawarkan produk bank Islam semata-mata bersifat komersial, yaitu karena melihat besarnya pasar umat Islam yang pertumbuhannya diperkirakan 15 % per tahun. Hal ini

7 Sri Indah Nikensari, Perbankan

Syari’ah Prinsip, Sejarah dan Aplikasinya, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

5

tercermin dari tindakan beberapa bank konvensional yang membuka “ Islamic Windows “ didalam bank masing-masing dengan menawarkan produk-produk bank Islam.

B. PROSPEK PERKEMBANGAN BANK

SYARI’AH DI INDONESIA Perkembangan industri keuangan

syariah Indonesia lebih cepat dibanding negara lain. Saat ini pangsa pasar perbankan syariah tanah air belum besar sehingga masih memungkinkan untuk terus tumbuh., terlihat dengan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) yang telah mencapai 11 unit dan Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai 24 unit. Memang, jumlah ini tidak mengalami perubahan sejak tahun 2011. Namun, jumlah jaringan kantor semakin meningkat. Jika pada Bulan April 2012 jumlah kantor mencapai 1.457 unit, pada bulan yang sama di tahun 2013 jumlah ini bertambah menjadi 1.858 unit. Perluasan jaringan kantor tersebut juga telah mampu meningkatkan pengguna bank syariah. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah total rekening pembiayaan sebesar 3,31 juta rekening. Jumlah rekening di tahun sebelumnya tercatat 10,83 juta rekening dan tahun ini meningkat menjadi 14,14 juta rekening.

Dari data statistik perbankan syariah BI, per April 2013 total aset perbankan syariah telah menembus angka Rp. 207,800 triliun. Dibandingkan periode satu tahun seblumnya, aset perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan sebesar 44%. Angka pembiayaan telah mencapai Rp.163,407 triliun. Penghimpunan dana pihak ketiga telah mencapai Rp.158,519 triliun. Fungsi intermediasi perbankan syariah pun semakin meningkat. FDR per April 2013 mencapai 103,08%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 95,39%. Secara total, pangsa

pasar perbankan syariah telah mencapai 4.86%.8

Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia. Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non - bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan.9

Ditambah dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam, menjadikan Indonesia sebagai peluang besar bagi perkembangan Bank Syari’ah di dunia. Oleh karena itu tidak bisa dibantah lagi, bahwa perbankan syari’ah mempunyai potensi dan prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan di Indonesia . Prospek yang baik ini setidaknya ditandai oleh lima hal : 10 1. Jumlah penduduk Indonesia yang

mayoritas beragama Islam merupakan pasar potensial bagi pengembangan bank syari’ah di Indonseia. Sampai saat ini, pangsa pasar yang besar itu belum tergarap secara signifikan.

2. Perkembangan lembaga pendidikan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah semakin pesat, baik S1, S2, S3 juga D3. Dalam lima tahun ke depan akan lahir sarjana-sarjana ekonomi Islam yang memiliki paradigma, pengetahuan dan wawasan ekonomi syariah yang

8 Diunduh dari Detik.com pada

tanggal 30 Juni 2014 9 Diunduh dari www.bi.go.id pada

tanggal 29 Juni 2014 10 Basuki, MS, Hari, Perbankan

Islam” konsep dan operasionalnya, Makalah

disampaikan pada “Masa’ilul Fiqiyah” UIN

Ayarif Hidayatullah, Jakarta, 2003.

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

6

komprehensif, tidak seperti sekarang, banyak yang masih menolak ekonomi syariah karena belum memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ekonomi syariah.

3. Bahwa fatwa MUI tentang keharaman bunga bank, bagaimanapun akan tetap berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan syari’ah. Pasca fatwa MUI tersebut, terjadi shifting dana masyarakat dari bank konvensional ke bank syari’ah secara signifikan yang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya. Menurut data Bank Indonesia, dalam waktu satu bulan pasca fatwa MUI, dana pihak ketiga yang masuk ke perbankan syari’ah hampir Rp 1 trilyun. Fatwa ini semakin mendapat dukungan dari para sarjana ekonomi Islam.

4. Harapan kita kepada sikap pemerintah cukup besar untuk berpihak pada kebenaran, keadilan dan kemakmuran rakyat. Political will pemerintah untuk mendukung pengembangan perbankan syari’ah di Indonesia tinggal menunggu waktu, lama kelamaan mereka akan sadar juga dan melihat keunggulan bank syariah. Sejumlah PEMDA di daerah telah mendukung dan bergabung membesarkan bank-bank syariah. Bank Indonesia pun diharapkan akan benar-benar mendukung bank yang menguntungkan negara dan menyelamatkan negara dari kehancuran. Bank Indonesia yang selama ini terkesan hanya mengandalkan modal dengkul dalam mengembangkan bank syariah akan berubah dengan mengandalkan modal riil yang lebih besar. Memang banyak peran Bank Indonesia dalam mendorong pertumbuhan bank syariah, khususnya dalam regulasi. Namun kegiatan sosialisasi dan

pencerdasan bangsa masih relatif kecil dilaksanakan dan didukung Bank Indonesia.

5. Masuknya lembaga-lembaga keuangan internasional ke dalam jasa usaha perbankan syari’ah di Indonesia sesungguhnya merupakan indikator bahwa usaha perbankan syari’ah di Indonesia memang prospektif dan dipercaya oleh para investor luar negeri. Potensi dana Timur Tengah sangat besar. Dana-dana yang selama ini ditempatkan di Amerika dan Eropa, pasca 11 September WTC, mulai ditarik oleh investor Arab untuk ditempatkan di Asia.

BAB III

KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN BANK SYARI’AH

A. KELEMAHAN BANK SYARI’AH

Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah, disebutkan bahwa Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah (UUS), mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Bank Syari’ah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan pinsip syari’ah. Bank syari’ah merupakan bank yang kegiatannya mengacu pada hukum Islam, dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan yang dibayarkan kepada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian antara nasabah dan bank. Perjanjian (akad) yang terdapat di perbankan syari’ah harus tunduk pada syarat dan rukun akad sebagaimana diatur dalam syari’at Islam.

Karakteristik sistem perbankan

syari’ah yang beroperasi berdasarkan

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

7

prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi.

Kendati secara prinsip bank syariah memiliki advantege, namun dalam realitasnya bank syariah menghadapi beberapa kendala dan kelemahan yang memang harus diakui perlu pembenahan dan peningkatan secara kualitas dan kuantitas antara lain: Pertama, masalah jaringan kantor layanan. Rasanya perbankan syariah tidak perlu terus cengeng mempermasalahkan perubahan pola dual banking system, yang dikembangkan BI dengan membina bank konvensional untuk membuka unit usaha syariah, dengan system windows murni seperti di Malaysia, Sudan ataupun Bahrain, meski harus diakui pola ini berpotensi meningkatkan jaringan bank syariah. Banyak cara yang bisa dikembangkan bank syariah dalam merambah setiap kota di nusantara, boleh dengan aliansi strategis seperti cara kancil yang dilakukan Bank Muamalat dengan PT Pos Indonesia melalui Gerai Muamalat-nya, ataupun mendekati BPD serta BPRS yang berjumlah sedikitnya 84 buah untuk dikonversi menjadi unit usaha syariah. Kedua, jasa layanan dan inovasi produk. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mudah menjangkau seluruh lapisan masyarakat, sehingga mereka tidak merasa punya perbedaan dengan layanan dari perbankan konvensional. Ketiga, masih terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai kegiatan usaha jasa keuangan syariah [bank, asuransi, dana pensiun, reksa dana dan indeks syariah]. Keterbatasan pemahaman ini menyebabkan banyak masyarakat memiliki persepsi yang kurang tepat mengenai operasi jasa keuangan syariah.

Keempat, masih terbatasnya jaringan kantor cabang jasa keuangan syariah. Keterbatasan kantor cabang ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan pelayanan terhadap masyarakat yang menginginkan jasa keuangan syariah. Kelima, masih belum lengkapnya peraturan dan ketentuan pendukung kegiatan usaha jasa keuangan syariah seperti standar akuntansi, standar prinsip kehati-hatian, standarfatwa. Pproduk investasi syariah serta peraturandanketentuanpendukunglainnya. 11 Kemudian pendapat Karnaen Perwataatmadja dan M Syafi’I Antonio dalam buku “Apa Dan Bagaimana Bank Islam” adalah sebagai berikut : 1. Kelemahan utama bank Islam adalah bahwa bank dengan sistem ini terlalu berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam bank Islam adalah jujur. Dengan demikian bank Islam sangat rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik, sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi nasabah yang menerima pembiayaan dari bank Islam. 2. Sitem bagi hasil memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung bagian laba nasabah yang kecil-kecil dan yang nilai simpanannya di bank tidak tetap.Dengan demikian kemungkinan salah hitung setiap saat bias terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar dari bank konvensional. 3. Karena bank ini membawa misi bagi hasil yang adil,maka bank Islam lebih memerlukan tenaga-tenaga profesionan yang andal dari pada bank konvensional. Kekeliruan dalam menilaui proyek yang akan dibiayai bank dengan system bagi hasil akan membawa akibat yang lebih besar daripada yang dihadapi bank konvensional yang hasil pendapatannya sudah tetap dari bunga.

11

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

8

Selain itu pula, yang tidak kalah pentingnya dari kelemahan bank syari’ah adalah Perkembangan perbankan syari’ah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya manusia yang selama ini terlibat dalam institusi syari’ah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan mempengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syari’ah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya manusia yang mampu mengamalkan ekonomi syari’ah di semua lini karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya manusiai yang baik pula . Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Ahmad Eko Adi (Kepala Cabang Pembantu BNI Syari’ah Serang) bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua Bank Syari’ah di Indonesia. Sehingga permasalahan SDM ini harus segera diatasi sehingga Bank Stari’ah akan terjaga kredibilitasnya di hadapan masyarakat muslim Indonesia.

B. KEUNGGULAN BANK SYARI’AH DIBANDINGKAN DENGAN BANK KONVENSIONAL

Pada akhir tahun 1990-an,

Indonesia dilanda oleh krisis moneter yang memporak-porandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional dilanda oleh kredit macet segmen korposari. Bank Muamalat pun terimbas dampak dari krisis moneter ini. Namun secara perlahan Bank Muamalat mampu bangkit dari keterpurukannya dan

mencatatkan keuntungan yang luar biasa.

Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum untuk memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Disamping itu, antara bank syariah dan bank konvensional memiliki perbedaan yang sangat prinsipil, yakni menyangkut akad-akad yang ditetapkan, aspek legalitas, struktur organisasi, bidang usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja.

Berikut ini adalah kelebihan bank syariah daripada bank konvensional.

1. Akad dan aspek legalitas

Di dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekwensi duniawi dan ukrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan ketentuan syari’at Islam. Di dalam perbankan syariah, apabila pihak-pihak yang melakukan akad atau transaksi melanggar kesepakatan / perjanjian yang telah disepakati dan ditandatangani, maka konsekwensi hukum yang akan diterima tidak hanya ketika hidup di dunia saja tetapi juga kelak di hari kiamat. Semua hal dan pihak-pihak, baik barang, jasa maupun pelaku-pelaku yang terlibat dalam setiap akad transaksi perbankan syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan syari’ah sebagai berikut: a. Rukun : penjual, pembeli, barang, harga dan akad (ijab-qabul / transaksi).

1. Barang dan jasa harus halal. Karena itu segala bentuk akad / transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal / harm demi syari’ah.

2. Harga barang dan jasa harus jelas.

3. Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

9

berdampak pada biaya transportasi.

4. Barang yang menjadi obyek transaksi harus sepenuhnya dalam kepemilikan yang sah. Tidak diperbolehkan oleh syari’ah melakukan akad / transaksi jual beli atas barang atau sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai, seperti yang terjadi pada transaksi short sale di pasar modal.

2. Lembaga Penyelesaian Sengketa

Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terjadi perselisihan antara bank dan nasabahnya, maka kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di Pengadilan Negeri, tetapi di Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Lembaga inilah yang mengatur penyelesaian sengketa yang terjadi antara perbankan syariah dan nasabahnya. Lembaga ini didirikan atas kerjasama antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majlis Ulama Indonesia (MUI). Karena itu, BASYARNAS dalam menyelesaikan sengketa yang menyangkut perbankan syariah mengacu kepada hukum materi syari’ah. Penyelesaian sengeketa melalui BASYARNAS sesuai dengan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 yang berbunyi:” Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesain sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad”. Maka jika dalam akad dituangkan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase, hal ini dimungkinkan terjadi sesuai dengan kesepakatan para pihak yaitu bank dan nasabah. Selain itu dengan amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, maka penyelesaian sengketa dapat diselesaikan di Pengadilan Agama.

Hal ini dimungkinkan karena undang-undang tersebut secara eksplisit dalam Pasal 49 menyebutkan bahwa Pengadilan Agama dapat menyelesaiakan sengketa ekonomi Islam. Hal ini juga dituangkan dalam Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 yang berbunyi: “Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”.

3. Struktur Organisasi

Bank syariah diperkenankan untuk memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya adanya dewan komisaris dan direksi. Namun, di sisi lain terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara struktur organisasi yang dimiliki bank syariah dan bank konvensional. Perbedaan yang mendasar itu adalah bahwa di dalam struktur organisasi perbankan syariah harus ada Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas pendapat atau opini yang dikemukakan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Struktur organisasi tersebut terbagi atas: a. Dewan Pengawas Syariah (DPS) Fungsi utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah mengawasi jalannya operasional bank syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan petunjuk dan ketentuan-ketentuan syari’at Islam. Hal ini, karena akad / transaksi yang berlaku di dalam sistem perbankan syariah sangat berbeda dengan akad / transaksi yang

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

10

berlaku di dalam perbankan konvensional. Dalam kaitan ini, dalam sistem perbankan syariah diperlukan garis-garis panduan (guidelines) yang berbeda pula dengan sistem perbankan konvensional. Garis panduan ini disusun dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Dalam pada itu, Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya setiap tahun) bahwa bank syariah yang diawasi telah berjalan sesuai atau tidak sesuai dengan syari’at Islam. Pernyataan DPS ini disampaikan dalam buku laporan tahunan (annual raport) bank yang bersangkutan. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah meneliti dan membuat rekomendasi atas produk baru bank syariah yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertama atas produk yang telah diteliti dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. b. Dewan Syariah Nasional (DSN) Dewan Syariah Nasional (DSN) dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi dari Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonomi di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan dipimpin oleh Ketua Umum MUI dan seorang sekertaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional (DSN) ini dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekertaris serta beberapa anggota. Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syari’at Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi perbankan syariah, tetapi juga mengawasi lembaga-lembaga keuangan syariah lain, seperti asuransi, reksadana, modal ventura dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam. Garis

panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah yang terdapat di setiap lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar acuan dalam pengembangan produk-produknya. Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi kepada para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah tertentu. Dewan Syariah Nasional dapat memberikan teguran kepada lembaga keuangan syariah yang dipandang telah menyimpang dari garis panduan perbankan syariah dan petunjuk syari’at Islam. Hal ini dilakukan setelah menerima dan mendapat laporan dari Dewan Pengawas Syariah lembaga keuangan atau perbankan syariah yang bersangkutan. Jika lembaga keuangan atau perbankan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan saksi hukum yang berlaku agar lembaga keuangan atau perbankan syariah tersebut tidak melakukan tindakan-tindakan yang lebih jauh dari ketentuan dan petunjuk syari’ah. 4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Perbankan Syariah. Di dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari ketentuan dan petunjuk syari’ah. Karena itu, bank syariah tidak diperkenankan membiayai bisnis dan usaha yang diharamkan oleh syari’ah. Lembaga keuangan syariah dan perbankan syariah tidak akan memperhatikan permohonan pembiayaan dari suatu usaha atau bisnis sebelum mendapatkan kejelasan dan kepastian akan beberapa hal pokok sebagai berikut:

a. Apakah obyek pembiayaan itu halah atau haram?

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

11

b. Apakah proyek yang akan dibiayai itu menimbulkan madharat atau tidak?

c. Apakah proyek yang akan didanai berkaitan dengan perbuatan zina / asusila lainnya?

d. Apakah proyek itu berkaitan dengan perjudian?

e. Apakah proyek yang akan dibiyai itu berkaitan dengan pembuatan senjata ilegal?

f. Apakah proyek itu dapat merugikan syi’ar Islam, baik secara langsung atau tidak langsung?

Mengenai jenis dan kegiatan usaha bank syariah diatur dalam Pasal 18-23 UU No. 21 Tahun 2008. sedangkan bagi Bank Syariah diatur dalam Pasal 24-26.12

Selain itu pula bank syari’ah

memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bank konvensional diantaranya adalah : 1. Kegiatan usaha dilakukan secara

profesional, namun tetap realistis, seraya mengakui keterbatasan manusia yang tidak selalu dapat memperoleh hasil sebagaimana yang diinginkannya. Sama halnya dengan Bank

konvensional, prinsip prudential maupun profesionalitas juga diterapkan dalam perbankan syariah.

Bank syariah tidak memastikan besaran return dalam menjalankan usahanya, dan karenanya tidak mengenal “bunga” sebagai parameter balas jasa finansial

..........Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui ( dengan pasti ) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat

12

http://nasrulloh-one.blogspot.com/2009/03/kelebihan-bank-syariah-daripada-bank.html

mengetahui di bumi mana dia akan mati .............Q.S. luqman (31):34 .

2. Bagi hasil dalam perbankan syariah dilakukan dengan cara menetapkan porsi pembagian keuntungan ( nisbah ), baik antara bank dengan nasabah pemilik dana (liabiliteis) maupun dengan nasabah pengguna dana ( assets ). Sedangkan angka nominal yang akan diperoleh oleh para nasabah akan sangat tergantung pada realisasi hasil usaha.

3. Perbedaan dengan bank konvensional, pendekatan usaha yang dilakukan perbankan syariah adalah pada sisi assets terlebih dahulu, baru kemudian sisi liabilities. Artinya, tingkat produktivitas assets akan sangat menentukan return bagi para pemilik dana yang pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan sisi liabilities

4. Bank syariah tidak akan pernah mengalami negative spread. Kerugian hanya akan terjadi bila pendapatan dari transaksi bagi hasil dan jual – beli maupun pendapatan lainnya operasional bank.

5. Pelaksanaan aktivitas usaha dilakukan atas dasar prinsip kesetaraan ( equality ). Keadilan ( fairness ) dan keterbukaan ( transparancy ).

BAB IV

PENUTUP A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dengan ini

penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. B. SARAN

Akademi Akuntansi Keuangan dan Perbankan Indonesia Jurnal Ilmiah Revenue ISSN : 2442 - 8493 Vol. 1 No. 1, Juni 2015

12

Bank Syari’ah yang tumbuh pesat di Negara Indonesia ini tentunya merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi umat muslim di Negara ini, namun pertumbuhan itu haruslah dibarengi dengan Sumber Daya Manusia yang handal dan berkwalitas dibidangnya. Oleh karena itu dengan ini Penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Untuk mengurangi kelemahanya di bidang Sumber Daya Manusia

(SDM), hendaknya Bank SYari’ah merekrut karyawan yang sesuai dengan bidangnya yang memahami konsep syari;ah itu sendiri.

2. Dalam mengambil peluang yang ada, Bank Syari’ah harus Sering melakukan pelatihan untuk karyawannya sehingga dapat meningkatkan kwalitasnya, yang mana akan berdampak positif terhadap bank itu sendiri.