Abses Facial

26
7/21/2019 Abses Facial http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 1/26

description

Perluasan infeksi ke daerah vital tersebut berawal dari perluasan infeksi ke spasium-spasium wajah. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena ruangan di daerah kepala dan leher satu sama lain hanya dipisahkan jaringan ikat longgar. Biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna (Daud dan Karasutisna,2001). Maka penanganan infeksi spasium wajah dengan tepat dapat mencegah perluasan infeksi ke daerah vital dan mencegah kematian penderita.

Transcript of Abses Facial

Page 1: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 1/26

Page 2: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 2/26

 

tertentu. Kematian dapat terjadi ketika infeksi mencapai daerah yang jauh dari

 prosesus alveolaris, yaitu daerah-daerah vital (Peterson, 2003).

Perluasan infeksi ke daerah vital tersebut berawal dari perluasan infeksi ke

spasium-spasium wajah. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena ruangan di daerah

kepala dan leher satu sama lain hanya dipisahkan jaringan ikat longgar. Biasanya

 pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna (Daud dan

Karasutisna,2001). Maka penanganan infeksi spasium wajah dengan tepat dapat

mencegah perluasan infeksi ke daerah vital dan mencegah kematian penderita.

Page 3: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 3/26

 

BAB II

PEMBAHASAN

Definisi

Infeksi merupakan proses masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, dan

selanjutnya mikroorganisme tersebut mengadakan penetrasi dan menghancurkan host

secara perlahan-lahan, hingga berkembang biak.  Abses merupakan infeksi yang

gambaran utamanya berupa pembentukan pus. Pus merupakan pertahanan efektif

terhadap penjalaran infeksi dan cenderung berpindah akibat pengaruh tekanan,

gravitasi, panas lokal atau lapisan otot dekat permukaan. Abses rongga mulut adalah

suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau tenggorokan yang dimulai sebagai

infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran abses dentoalveolar sering dikaitkan dengan

kerusakan yang relatif cepat dari alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan

rute penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab

virulensi organisme (Topazian, 2004)

Etiologi

Kebanyakan infeksi yang berasal dari rongga mulut bersifat campuran

(polimikrobial), umumnya terdiri dari dua kelompok mikroorganisme atau lebih.

Karena flora normal di dalam rongga mulut terdiri dari kuman gram positif dan aerob

serta anaerob gram negatif maka yang paling banyak menyebabkan infeksi adalah

kuman-kuman tersebut. Secara umum biasanya diasumsikan bahwa infeksi di rongga

mulut disebabkan oleh Streptococcus dan Staphylococcus serta mikrooganisme gram

negatif yang berbentuk batang dan anaerob (Smith, 2007).

Page 4: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 4/26

 

Patofisiologi

Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi

 biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati

ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi

kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau

meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus

masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa

mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar

 progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis

tersebut (Green et. Al. 2001). 

Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat

menyebabkan abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang

memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak

 baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan

menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah serous

 periostitis, abses subperiosteal, abses submukosa, abses subgingiva, dan abses

subpalatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses

 perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut. Gigi yang nekrosis juga

merupakan fokal infeksi penyakit ke organ lain, misalnya ke otak menjadi meningitis,

ke kulit menjadi dermatitis, ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus

maxilla menjadi sinusitis maxillaris, ke jantung menjadi endokarditis dan

 perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke persendian menjadi arthritis (Green et. al.

2001). 

Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer atau

sekunder yang terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik atau

Page 5: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 5/26

 

infeksi pasca bedah. Ciri khas dari infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi

yang merupakan suatu proses dekalsifikasi email. Suatu perbandingan demineralisasi

dan remineralisasi struktur gigi terjadi pada perkembangan lesi karies. Demineralisasi

yang paling baik pada gigi terjadi pada saat aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan

 pH yang rendah. Remineralisasi yang paling baik terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5

dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi. Sekali email

larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang mikroporus dan

langsung masuk ke dalam pulpa (Green et. al. 2001).

Di dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung

menuju apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila atau

mandibula. Infeksi tersebut kemudian dapat melobangi plat kortikal dan merusak

 jaringan superficial dari rongga mulut atau membuat saluran yang sangat dalam pada

daerah fasial. Serotipe dari  streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus)

merupakan bakteri yang utama dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut.

Tetapi meskipun lactobacilli bukan penyebab utama penyakit, mereka merupakan

suatu agen yang progresif pada karies gigi, karena mereka mempunyai kapasitas

 produksi asam yang baik (Green et. al. 2001). 

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan

infeksi odontogenik adalah: 

•  Jenis dan virulensi kuman penyebab.

•  Daya tahan tubuh penderita.

•  Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.

•  Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.

•  Adanya tissue space dan potential space. 

Page 6: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 6/26

 

Tahap-Tahap Infeksi 

Dari proses inflamasi dan destruksi jaringan dapat diketahui tahap-tahap

infeksi dalam perjalanan klinis infeksi odontogenik. Tahap inokulasi diawali dengan

 penyebaran awal (mungkin oleh  streptococcus) ke dalam jaringan lunak. Tahap ini

ditandai dengan pembengkakan jaringan lunak, lengket, dan agak halus yang disertai

dengan sedikit kemerahan. Selama tahap selulitis proses inflamasi mencapai puncak

dan menyebabkan pembengkakan yang berwarna sangat merah, keras, dan amat sakit

disertai  functio laesa  seperti trismus atau ketidakmampuan mendorong lidah ke

depan. Pada tahap ke tiga yaitu pembentukan abses banyak terjadi nekrosis. Istilah

fluktuasi sering disalah artikan untuk menggambarkan edema ringan. Fluktuasi adalah

 pergerakan cairan dalam lesi yang dipalpasi secara bimanual atau bidigital

menggunakan tangan atau jari. Pergerakan cairan disebabkan oleh aliran pus di dalam

kavitas abses. Tahap akhir dari infeksi odontogenik yaitu pecahnya abses yang terjadi

secara spontan atau dengan drainase terapeutik (Flyn, 2001).

Tabel 1 : Tahap-tahap infeksi

Karakteristik Inokulasi Sellulitis Abses

• Durasi

• Rasa sakit

• Ukuran

• Lokalisasi

 

Palpasi

• Warna

• Kualitas kulit

• Temperatur

 permukaan

•  Functio laesa

• Cairan jaringan

• Tingkat malaise

• 

Keparahan

•  0-3 hari

•  ringan-sedang

•  kecil

•  menyebar

 

lunak,lengket, agak halus

•  normal

•  normal

•  panas ringan

•  minimal atau tidak ada

•  edema

•  ringan

• 

ringan

•  3-7 hari

•  berat & menyeluruh

•  besar

•  menyebar

 

keras, sangat halus

•  kemerahan

•  menebal

•  panas

•  berat

•  serous, bercak pus

•  berat

• 

 berat

•  .> 5 hari

•  sedang-berat dan lokal

•  kecil

•  terbatas

 

fluktuasi, halus

•  merah pd daerah

sekitarnya

•  membulat & mengkilap

•  panas sedang

•  berat sedang

•  pus

•  sedang-berat

• 

sedang-berat

Page 7: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 7/26

 

• Bakteri

 perkutaneus•  aerobic •  gabungan •  anaerobik

Sumber : Flyn TR. The timing of incision and drainage ; Oral and maxillofacial surgery knowledge

update 2001; III. Rosemont : American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons)

Tahapan infeksi dapat digunakan sebagai acuan untuk memahami bagaimana

infeksi odontogenik berat yang tidak dirawat dapat menyebar ke rongga fasial kepala

dan leher profunda. Sebagai contoh, apabila infeksi odontogenik virulen yang berasal

dari gigi molar rahang bawah berkembang menjadi abses pada rongga mandibula

maka mungkin dapat berlanjut menjadi tahap inokulasi sampai selulitis pada daerah

rongga retropharyngeal lateral di dekatnya. Rongga retropharyngeal yang telah

terinokulasi oleh bakteri dapat berkembang menjadi edema. Konsep ini dapat

menjelaskan mengapa kegagalan prosedur insisi dan drainase yang tidak berhasil

mengeluarkan pus masih dapat menghalangi penyebaran infeksi sehingga berhasil

dalam proses penyembuhan.

Gejala Klinis 

Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus),

tidak bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan

 bernafas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari sakit

gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut

apakah hilang timbul atau terus-menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah

sudah mendapat pengobatan antibiotik sebelumnya (Ariji et. al. 2002).

Page 8: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 8/26

 

1. 

Adanya respon Inflamasi

Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada

keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan

 perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan

dalam beberapa tanda :

a.  Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan

 permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.

 b.  Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi dan

 berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.

c.  Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi

leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.

d. 

Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi.

e. 

Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya

f.  Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

2. 

Adanya gejala infeksi

Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada

daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau

edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan

akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam,

meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau

rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan

oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau faktor

aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada akhiran saraf juga

dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan fungsi, seperti

misalnya ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan bernafas yang

Page 9: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 9/26

 

terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor

mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya

rasa sakit.

3.  Limphadenopati

Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di

sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi

kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat

inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya

 biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah

indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi

menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler

dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan memerlukan

insisi dan drainase.

Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral.

Dilakukan pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah, kepala,

leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula, dan

krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia,

trismus dan derajat dari trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang caries,

kedalaman caries, vitalitas gigi, lokalisasi pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi.

Page 10: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 10/26

 

Infeksi spasia wajah

Fascia adalah suatu balutan jaringan pengikat yang mengelilingi struktur

(seperti pelapis otot), dapat menyebabkan peningkatan spasia (space) jaringan yang

 potensial dan jalur yang menyebabkan penyebaran infeksi. Spasium wajah adalah

daerah berlapis fasia yang dapat terisi atau ditembus oleh eksudat purulen. Daerah ini

merupakan ruang potensial yang tidak ada pada orang sehat, tetapi terisi selama

infeksi. Beberapa di antaranya mengandung struktur neurovaskular dan dikenal

sebagai kompartemen. Sedangkan bagian yang diisi oleh jaringan ikat jarang disebut

celah (Peterson, 2003).

Infeksi odontogentik dapat berkembang menjadi spasia-spasia wajah. Proses

 pengikisan (erosi) pada infeksi menembus sampai ke tulang paling tipis hingga

mengakibatkan infeksi pada jaringan sekitar (jaringan yang berbatasan dengan

tulang). Penyakit odontogenik yang paling sering berlanjut menjadi infeksi spasia

wajah adalah komplikasi dari abses periapikal. Pus yang mengandung bakteri pada

abses periapikal akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya

ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah spasia wajah. Gigi yang terkena abses

 periapikal kemudian akan berkembang menentukan jenis dari spasia wajah yang

terkena infeksi. Tulang hyoid merupakan struktur anatomis yang paling penting pada

leher yang dapat membatasi penyebaran infeksi.

Spasium wajah yang langsung terlibat pertama kali dikenal sebagai spasium

wajah primer baik pada maksila maupun mandibula (tabel 2). Sedangkan perluasan

infeksi melebihi daerah spasium primer ini adalah ke daerah spasium sekunder (tabel

2).

Page 11: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 11/26

 

Tabel 2. Spasium wajah yang terlibat dalam infeksi odontogenik (Peterson, 2003)

a.  Spasium primer maksila

1.  Spasium kaninus

2.  Spasium bukal

3.  Spasium infratemporal

b.  Spasium primer mandibula

1.  Spasium submental

2.  Spasium bukal

3.  Spasium submandubular

4.  Spasium sublingal

c.  Spasium sekunder wajah

1. 

Spasium maseter

2. 

Spasium pterigomandibular

3. 

Spasium temporal superfisial dan dalam

4.  Spasium faringeal lateral

5.  Spasium retrofaringeal

6.  Spasium prevertebra

Abses

1. 

Abses periapikal

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah

 periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi

akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah

 periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi,

 pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari

 pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia). 

Gambar 1

Abses periapikal

Page 12: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 12/26

 

1.1 Abses Apikalis Akut

Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi, yang

disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan masuknya bakteri,

serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.(ingel) Abses apikalis akut

ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan

 pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak divestibulum bukal, lingual atau

 palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses apikialis akut juga

terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh,

dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan respon yang

sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak

memberikan respon.

Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif dari

nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel

serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat

 penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal.

Gambar 1.1. Gambaran radiografi dari abses periapikal akut

Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.185. 21

1.2 Abses Apikalis Kronis

Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang

 berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses

apikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan

Page 13: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 13/26

 

 periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses

adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu

kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme

 penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan

sel darah. Abses apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan

untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya.

Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif,

hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula

didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses apikalis

kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk akibat drainasi abses.

Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon non-

sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon. Gambaran radiografis

abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga kerusakan jaringan

 periradikuler dan interradikuler.

2.  Abses subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak

mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral,

warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit

yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila

 berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi

sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada

sentuhan atau tekanan.

Page 14: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 14/26

 

Gambar 2

a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di daearah lingual

 b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal

Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

3.  Abses submukosa

Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses

subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah

 periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan

 pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan

ekstra oral kadang-kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada

 palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas

maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang

 pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan

sakit pada palpasi.

!#

Page 15: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 15/26

 

Gambar 3

a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan lokalisasi didaerah bukal.

 b. Tampakan klinis Abses Submukosa

Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

4.  Abses fosa kanina

Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang

atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya

akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada

muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga

tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang

tegang berwarna merah.

Gambar 4 a. Ilustrasi abses Fossa kanina

 b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer  

! #

! #

Page 16: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 16/26

 

5. 

Abses spasium bukal

Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m.

Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot

 pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses

dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam

spasium bukal.

Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke

arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi

negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat

turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak

 pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan.

Gambar 5

a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses lateral ke muskulus buccinator

 b. Tampakan KlinisSumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer  

6.  Abses spasium infratemporal

Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering

menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah

dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus

mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh

!  #

Page 17: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 17/26

 

m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula,

milohioid, lingual, businator, dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus

 pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.

Gambar 6

a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga infratemporal

 b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer

7.  Abses spasium submasseter

Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot

masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah

sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian

tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter

 bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh

lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi

molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas

spasium ini.

Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian

dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat,

! #

Page 18: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 18/26

 

toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar

dan sakit pada penekanan.

a b

Gambar 7

a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke daerah submasseter

 b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

8.  Abses spasium submandibula

Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya

dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang

mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior

oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke

dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian

luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri

submaksilaris eksterna.

Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses

 periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar

mandibula.

Page 19: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 19/26

 

a b

Gambar 8

a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah submandibular di bawah muskulus mylohyoid.

 b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

9. 

Abses sublingual

Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas

m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh

 permukaan lingual mandibula.

Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah

terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak

menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan

mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.

a b

Page 20: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 20/26

 

Gambar 9

a. Perkembangan abses di daerah sublingual

 b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan elevasi lidaj ke arah berlawanan

Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer  

10. 

Abses spasium submental

Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya

melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses

kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat

 berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau

 premolar.

Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir

akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan

intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi

 penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat

menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

a b

Gambar 10

a. Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental

 b. Tampakan klinis

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

Page 21: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 21/26

 

11. 

Abses spasium parafaringeal

Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks

 bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid

interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh

glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur

yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi

arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal,

glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.

Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina

menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis

atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung

karotis sampai mediastinuim.

Penatalaksanaan Abses Odontogenik  

Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik. Perawatan

lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan perawatan sistemik

terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik, dan terapi

 pendukung. Walaupun kelihatannya pasien memerlukan intervensi lokal dengan

segera, tetapi lebih bijaksana apabila diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk

mengurangi kemungkinan terjadinya bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai

akibat sekunder dari manipulasi (perawatan) yang dilakukan.

Abses periodontal dan perikoronal sering disertai pernanahan (purulensi), yang

 bisa dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila abses

mempunyai dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi periapikal,

Page 22: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 22/26

 

maka palpasi digital yang dilakukan perlahan-lahan terhadap lesi yang teranestesi bisa

menunjukkan adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya pernanahan.

Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa

diperiksa/dicari dengan menggeser jaringan yang menutupinya yaitu papila

interdental atau operkulum. Pada daerah tersebut biasanya juga terdapat debris

makanan, yang merupakan benda asing yang dapat mendukung proses infeksi.

Alat dan Bahan 

1. 

Jarum 18 atau 20 gauge

2.  Spoit disposibel 3ml

Insisi dan Drainase

Abses fluktuan dengan dinding yang tertutup, baik abses periodontal maupun

 periapikal, dirawat secara lokal yaitu insisi dan drainase, maka anestesi yang

dilakukan sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi sudah dianggap cukup

untuk melanjutkan tindakan ini. Lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah

daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan

memanfaatkan pengaruh gravitasi. Seperti pada pembuatan flap, biasanya kesalahan

yang sering dilakukan adalah membuat insisi yang terlalu kecil. Insisi yang agak lebih

 besar mempermudah drainase dan pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain

yang dipakai adalah suatu selang karet dan di pertahankan pada posisinya dengan

 jahitan. 

Page 23: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 23/26

 

Gambar 11Ilustrasi gambar untuk insisi Abses

Sumber : Oral Surgery, Frgaiskos Fragiskos D, germany, Springer

Gambar12

Ilustrasi gambar setelah dilakukan insisi Abses

Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, germany, Springer

Perawatan Pendukung

Pasien diberi resep antibiotik (Penicillin atau erythromycin) dan obat-obatan

analgesik (kombinasi narkotik/non-narkotik). Perlu di tekankan kepada pasien bahwa

mereka harus makan dan minum yang cukup. Apabila menganjurkan kumur dengan

larutan saline hangat, onsentrasinya 1 sendok teh garam dilarutkan dalam 1 gelas air,

Page 24: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 24/26

 

dan dilaukan paling tidak seiap selesai makan. Pasien dianjurkan untuk

memperhatikan timbulnya gejala-gejala penyebaran infeksi yaitu demam,

meningkatnya rasa sakit dan pembengkakan, trismus/disfagia. 

Page 25: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 25/26

 

BAB III

RINGKASAN

Dari penjabaran diatas dapatlah disimpulkan bahwa penyebab utama infeksi yang

terdapat pada kepala dan leher adalah yang bersifat odontogenik. Artinya infeksi berasal dari

sekitar gigi baik dari gigi itu sendiri yang terserang karies sehingga menyebabkan pulpitis

terus menjadi infeksi apikalis atau dari jaringan periodontal sekitar gigi yang menimbulkan

infeksi periodontal. Infeksi odontogenik pada umumnya bersifat ringan dan mudah

 penanganannya dengan tindakan pemberian antibiotik bila diperlukan dan kemudian

dilakukan tindakan pembuangan atau pencabutan dari gigi penyebab. Tindakan yang sangat

sederhana sekali dan dapat dilakukan dirnana saja oleh seorang dokter gigi.

Tetapi adakalanya infeksi ini berkembang sangat cepat dan sangat agresif sehingga

memerlukan tindakan bedah intensif, segera dan agresif karena dikhawatirkan infeksi ini

 berkembang lebih jauh lagi dan membahayakan nyawa pasien. Hal ini dapat terjadi karena

kontaminasi virus, jamur dan bakteri atau pernberian tindakan yang tidak sempurna pada

awal infeksi tersebut, sehingga terjadi komplikasi yang membahayakan. Untuk itulah perlu

diingatkan bahwa sekecil apapun infeksi pada kepala dan leher khususnya yang berasal dari

odontogenik, hendaklah ditangani dengan tepat dan akurat, sehingga tidak terjadi penyesalan

dikernudian hari.

Prinsip perawatan pada infeksi spasium wajah pada dasarnya meliputi :

 pemberian obat ( Analgesik dan antibiotik), tindakan operasi (Pencabutan gigi, insisi

dan drainase), perawatan gigi (Perawatan saluran akar), dan kombinasi dari ketiganya.

Prognosis dari abses Odontogenik adalah baik terutama apabila diterapi

dengan segera menggunakan antibiotika yang sesuai. Apabila menjadi bentuk kronik,akan lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk dan

kemungkinan amputasi lebih besar.

Page 26: Abses Facial

7/21/2019 Abses Facial

http://slidepdf.com/reader/full/abses-facial 26/26

DAFTAR PUSTAKA

•  Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh M, Kurita K,Natsume N, Ariji E.

2002. Odontogenic Infection Pathway to The Submandibular Space: Imaging

 Assessment. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi

•  Malik N. A., 2011. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd

 edition. India.

Jaypee. Pp/714-716

•  Peterson L. J, Edward Ellis III, James R. Hupp, Myron R. Tucker. 2003.

Contemporaray Oral ad Maxillofacial Surgery. 4th

 edition. Missouri. Mosby. Pp/

186-188

•  Topazian R.G., Morton H. Goldberg, James R. Hupp. 2002. Oral and

Maxillofacial Infections. 4th edition. Philadelphia. W.B. Saunders Company. Pp/

171-173, 142-144

•  Mustaqimah DN.  Masalah nyeri pada kasus penyakit periodontal dan cara

mengatasinya. Jurnal Kedokteran gigi FKG UI 2009;7:315-9.

•  Ingel J.I, Bakland LK. Endodontisc 5th ed . London: BC. Decker; 2002. p. 178-86. 

•  A. W. Green, E. A. Flower dan N. E. New .. 2001.  Mortality Associated with

Odontogenic Infection!. British Dental journal.

http://www.nature.com/bdj/journal/vigo/n10/full/48010244.html

•  Smith, AG. 2007. Maxillofacial Surgery. Editor: Booth, PW. Mosby. St. Louise. p 1553.