ABORSI Dalam Preferensi Pro-Life Di Timor-Leste (Nina_Costa)
-
Upload
abiliosarmento8965 -
Category
Documents
-
view
159 -
download
7
description
Transcript of ABORSI Dalam Preferensi Pro-Life Di Timor-Leste (Nina_Costa)
i
ABORSI DAN PREFERENSI PRO-LIFE DI TIMOR-LESTE (Dalam Sorotan Etika, Ajaran Katolik, dan Código Penal)
Makalah
(Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Nilai Mata-Kuliah
Hukum Pidana)
Oleh:
Joanina da Costa
NIM: 11.02.01.347
FACULDADE DE DIREITO
UNIVERSIDADE DA PAZ
(UNPAZ) FILIAL MALIANA
MALIANA, TIMOR-LESTE
TAHUN AKADEMIK: 2013/2014
ii
KATA PENGANTAR
Menjelajahi keseluruhan mutatan konseptual dan seluk-beluk “Aborsi dan Preferensi
Pro-Life di Timor-Leste dalam Sorotan Etika, Ajaran Katolik, dan Código Penal”
memang bukan hal yang enteng bak membalikkan telapak-tangan. Karya-ilmiah
berbentuk Makalah ini sungguh tidak sekedar karangan-biasa yang hanya disinggahi
sambil-lalu saja. Proses pergulatan berbagai literatur ilmiah serta usaha-keras untuk
menuangkan berbagai data dan fakta yang ditemukan, sungguh didukung oleh berbagai
pihak.
Kendati pergumulan teoretis serta kinerja ilmiahnya begitu melelahkan, tapi
“Penulisan Makalah” ini akhirnya bisa dirampungkan dalam suasana lega bercampur
bangga. Rasa bangga itu tidak sekedar dihayati secara pribadi, tapi diekspresikan dalam
bentuk ucapan rasa Terima-Kasih untuk siapa saja yang punya kebaikan-hati dan
kebeningan-nurani dalam menuntun, membimbing, dan meretas jalan rasional bagi
penulis selama proses penggarapan hingga penyelesaian karya-ilmiah ini.
Jadinya, apresiasi dan cetusan rasa Terima-Kasih patut dialamatkan secara vertikal.
Pertama dan terutama, Kebaikan dan Penyertaan Ilahi adalah sebuah keniscayaan.
Karena itu, rasa Terima Kasih kepada Tuhan penulis ekspresikan dalam bentuk Puji dan
Syukur atas Terang Ilahi-Nya yang sungguh memberi cahaya bagi rasio penulis yang
sebelumnya masih dibalut gulita ketidaktahuan.
Dalam lingkup akademik, penulis juga ingin menghaturkan limpah terima-kasih
secara vertikal-hirarkis kepada:
1. Koordinator Universidade da Paz (UNPAZ) Filial Maliana yang dengan ikhlas
memberi kemudahan bagi penulis dalam menggunakan fasilitas kampus demi
menggarap dan menyelesaikan karya-ilmiah ini.
2. Dosen Mata-Kuliah “Hukum Pidana” yang in bonam partem (dengan baik-hati)
telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis
hingga Makalah ini dapat dirampungkan tepat pada waktunya.
3. Semua Dosen Fakultas Hukum UNPAZ-Filial Maliana yang turut memotivasi
dan memberikan dorongan-moril bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan
Makalah ini.
iii
4. Tak lupa pula rasa Terima-Kasih patut dialamatkan buat teman-teman sekelas
yang, dengan cara mereka masing-masing, turut menyumbang berbagai gagasan-
segar demi memperkaya penulisan ini.
Alhasil, penulis harus mengakui bahwa bobot-kandungan Makalah ini masih jauh
dari sempurna. Karena itu, berbagai masukan dan kritik-konstruktif dari para pembaca
yang budiman-budiwati, akan penulis terima dengan ikhlas-hati. Memang, seperti itulah
kata para pendekar: “Di Atas Langit, Masih Ada Langit....!”.
Semoga...!*
***
Maliana, 19 November 2013.
Penulis,
Joanina da Costa
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul .............………….........……………………………………………… i
Kata Pengantar ............................................................................................................... ii
Daftar Isi ....................................................................................................................... iv
BAB I: PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .......………………………….…………….………....……… 2
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................................ 3
BAB II: LANDASAN TEORI 4
2.1. Definisi Abortus dan Aborsi ….………...………………......………………......… 4
2.2. Jenis-Jenis Aborsi .................………..…………………….....……………...……. 4
2.2.1. Abortus Spontaneus (Keguguran) ......................................................................... 4
2.2.2. Abortus Provocatus (Pengguguran) ..……………………..……………..……… 5
2.3. Kontroversi Aborsi ................................................................................................... 6
2.3.1. Kubu Pro-Choice ................................................................................................... 6
2.3.2. Pihak Pro-Life ........................................................................................................ 6
2.4. Pandangan Etika/Moral Tentang Aborsi ……………….…..……………..……… 7
2.4.1. Hak Perempuan Hamil .........................……………….…..……………..……… 7
2.4.2. Soal Janin .............................................……………….…..……………..……… 8
2.4.3. Ikhwal Kehidupan ................................……………….…..……………..……… 9
BAB III: PEMBAHASAN 10
3.1. Melerai Kontroversi Pro-Life vs Pro-Choice …………………….........……….. 10
3.2. Preferensi Pro-Life di Timor-Leste ......................……………................………. 10
3.2.1. Ajaran Gereja Katolik .....................………………………..………......……… 11
3.2.2. Código Penal Timor-Leste (CPTL) ........………………………………........... 13
v
BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN 14
4.1. Kesimpulan ..........................……………………...……………………..…….... 14
4.2. Saran .............................................................…......…………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA ……….....……………………………………………………. 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sudah menjadi keniscayaan, bahwa masalah aborsi adalah masalah perempuan,
entah sebagai ibu maupun calon-ibu. Mengandung dan melahirkan adalah kodrat
perempuan. Cuma fetus atau janin yang dikandungnya menjadi persoalan semua orang,
walau sebagian besar keputusan tentang isi-kandungan bergantung pada sang ibu hamil.
Pihak-pihak lain yang terlibat atau dilibatkan dalam aborsi adalah mereka yang
turut mempengaruhi kehamilan serta proses kehidupan janin dalam rahim. Memilih
untuk mempertahankan kehidupan janin dalam rahim atau menggugurkannya adalah
dua opsi-problematis yang senantiasa diperdebatkan.
Memang, aborsi atau pengguguran-kandungan adalah masalah serius yang
memprihatinkan berbagai kalangan di negeri ini. Kasus aborsi di Timor-Leste hampir
selalu menghiasi pemberitaan media entah TVTL, radio, maupun surat-kabar. Cuma
yang disayangkan adalah keprihatinan atas aborsi demi mendukung kehidupan janin
rupanya menjadi dilema bagi sang perempuan, terutama mereka yang hamil di luar
nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy).
Dilema unwanted pregnancy ini menyediakan tiga pilihan bagi perempuan: menjadi
ibu (orang-tua), adopsi, dan aborsi. Pilihan seperti ini sering diperdebatkan oleh
kelompok-kelompok pro-life (yang menghendaki kehidupan manusia sejak berada
dalam rahim hingga terlahir dan menjadi dewasa) dan pro-choice atau pro-aborsi (yang
menekankan hak perempuan untuk mengambil keputusan atas tubuhnya sendiri).
Terlepas dari kontroversi yang berkembang antara kubu anti-aborsi maupun pro-
pilihan, maka konteks lokal Timor-Leste menjadi menarik untuk dicermati. Terutama
dalam kaitannya dilema apakah janin dapat digugurkan demi keselamatan ibu ataukah
kehidupan janin mesti dipertahankan sebagai hak hidup yang sama seperti semua orang.
Terkait dengan judul "Aborsi dalam Preferensi Pro-Life di Timor-Leste", Makalah
ini bakal mencari-tahu alasan-alasan yang memperkuat sikap anti-aborsi, sambil
menyorotinya dari segi etika, agama (Katolik) serta Código Penal Timor-Leste (CPTL)
yang diberlakukan di negeri ini.
2
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang secara langsung bertautan dengan judul tulisan ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
Apa definisi dan jenis-jenis aborsi serta bagaimana alasan-alasan yang dikemukakan
oleh pihak anti-aborsi (pro-life) dan pro-aborsi atau pro-choice?
Bagaimana menghubungkan kasus aborsi (pengguguran kandungan) dengan
Hukum-Pidana RDTL (Código Penal Timor-Leste) serta disiplin Etika dan Ajaran
Agama Katolik di Timor-Leste?
3
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berkaca pada latar bekakang pembeberan gejala umum sebagaimana dipaparkan di atas,
dapat disebutkan beberapa tujuan penulisan yang dianggap bisa dijadikan acuan-
alternatif, antara lain:
1. Menjabarkan dan menuangkan gagasan dalam bentuk penulisan makalah agar
koherensi logis penalaran mahasiswa-mahasiswi dapat dibiasakan.
2. Melatih mahasiswa-mahasiswi untuk menulis dan menjabarkan persoalan secara
sistematis menuju pencarian solusi dan penarikan konklusi menurut metodologi dan
hukum-hukum ilmiah baku yang telah ditetapkan entah secara universal ataupun
dalam level Universidade da Paz (UNPAZ) Filial Maliana.
3. Merangsang kreativitas mahasiswa-mahasiswi untuk mengamati dan menganalisis
masalah aborsi dalam perspektif etika, hukum-pidana, serta Ajaran Agama
(Katolik), yang berimpak langsung pada kondisi hidup masyarakat lokal Timor-
Leste.
4. Membiasakan mahasiswa-mahasiswi untuk mengakrabi masalah-masalah sosial-
kemasyarakatan secara konkret serta berupaya mencari terobosan-alternatif di balik
alasan mengapa Timor-Leste berpihak pada prinsip 'pro-life' atau anti-aborsi.
5. Tulisan ini juga bertujuan menyumbang gagasan-gagasan segar sebagai referensi
bagi Pemerintah RDTL dan aparatus penegak hukum untuk terus mengontrol
perempuan calon-ibu yang berniat melakukan aborsi.
6. Bagi masyarakat secara keseluruhan, penulisan makalah ini bertujuan agar dapat
menghargai dan mempertahankan kehidupan manusia mulai dari dalam rahim
(janin) hingga terlahir dan dibesarkan menjadi dewasa.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi Abortus dan Aborsi
Abortus adalah keluarnya janin dari dalam kandungan sebelum janin itu mampu hidup
mandiri.1 Hal itu berarti bahwa janin yang digugurkan itu belum mencapai usia 20
minggu. Sejalan dengan pemikiran ini, maka dapat dikatakan bahwa abortus adalah
suatu tindakan mengakhiri kehamilan sebelum masa usia 20 minggu ata sebelum janin
mencapai berat 100gr.2
Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa abortus itu dilakukan sebelum janin
mencapai usia 20 minggu adalah dengan keluarnya darah pada rahim sang ibu/wanita,
yang bila dibandingkan dengan kehamilan normal, darah itu tidak boleh keluar dari
rahim sang ibu/wanita itu.
Menurut A. Heuken SJ, abortus adalah gugurnya buah kandungan. Lebih lanjut
ia mengatakan bahwa abortus itu kalau dilakukan atau terjadi tanpa disengaja atau
dengan sendirinya, maka abortus itu dimengerti sebagai keguguran. Tapi kalau abortus
itu dilakukan dengan sengaja, dalam arti direncanakan, maka abortus itu disebut
pengguguran atau aborsi.3
Nama lain dari aborsi adalah abortus provocatus atau pengguguran kandungan
karena kesengajaan. Dalam kamus Latin-Indonesia sendiri, abortus diartikan sebagai
wiladah sebelum waktunya atau keguguran. Pengertian aborsi atau Abortus Provocatus
adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya.4
2.2. Jenis-jenis Aborsi
Ada beberapa jenis aborsi yang biasanya dilakukan antara lain:
2.2.1. Abortus Spontaneus (Keguguran)
Abortus spontaneus adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya karena faktor-faktor
alamiah. Abortus ini sering disebut pula sebagai abortus alami atau abortus natural.
1 Ensiklopedi Indonesia Jilid-1. (Jakarta: Cipta Adi Putera, 1990), hal. 22.
2 Ensiklopedi Indonesia Jilid-1. (Jakarta: Ichtiar Baru, 1980), hal. 60.
3 Adolf Heuken, SJ. Ensiklopedi Gereja. (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1991), hal. 18.
4 Kusmaryanto, SCJ., Kontroversi Aborsi. (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hal. 203.
5
Artinya yang terjadi di luar kehendak manusia atau abortus yang tidak direncanakan.
Abortus spontan ini terjadi karena adanya reaksi alam yang datang dari rahim wanita
yang sedang mengandung terhadap janinnya, yang perkembangannya terjadi sedemikian
rupa sehingga janin itu tidak mungkin dapat dipertahankan lagi.5
Adapun abortus spontaneus ini terdiri dari:
Abortus imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa
adanya dilatasi serviks.
Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih dalam uterus.
Abortus incompletus, Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Abortus completus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
2.2.2. Abortus Provocatus (Pengguguran)
Abortus provocatus adalah abortus yang terjadi karena intervensi atau campur-
tangan manusia.6 Abortus provocatus ini masih dapa dibedakan dalam 2 bentuk, yakni
abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus criminalis.
Abortus provocatus medicinalis adalah abortus provocatus yang dilakukan atas
alasan medis. Misalnya, abortus dilakukan dalam rangka pengobatan ibu. Secara tidak
langsung tindakan ini melibatkan dokter yang melakukan pengguguran atau
menganjurkan abortus dengan alasan medik dalam kasus-kasus tertentu.7
Sedangkan abortus provocatus criminalis adalah pengguguran yang dilakukan
tanpa alasan medis atau aborsi dengan alasan tidak memadai secara moral. Abortus ini
sering disebut sebagai abortus ilegal, atau pengguguran secara sembunyi-sembunyi atau
gelap.8
Sering disebut pula sebagai abortus karena ada unsur kesengajaan, karena
merupakan bentuk tindakan pengrusakan terhadap hidup manusia dalam
5 Albertus Sujoko, MSC. "Etika Biomedis, Catatan Kuliah 'Etika Sosial'. (Pineleng: 2000), hal. 38.
6 Ibid., hal. 39.
7 Kartono Momamad, Teknologi Kedokteran dan Tanggung Jawabnya Terhadap Bioetika. (Jakarta:
Gramedia, 1992), hal. 42. 8 Albertus Sujoko, MSC. "Etika Biomedis, Catatan Kuliah 'Etika Sosial'. Loc.cit.
6
perkembangannya. Dengan gagasan ini tentu hal ini diperhadapakan pada abortus
intensional, yakni abortus yang disengaja.9
2.3. Kontroversi Aborsi
2.3.1. Kubu Pro-Choice
Kubu Pro-Choice menyetujui legalisasi aborsi atas permintaan, mereka menamakan
dirinya sebagai pro-pilihan. Kelompok ini setuju pada pilihan dan cenderung percaya
bahwa fetus bukan makhluk manusiawi, atau dia (jika makhluk manusia) tidak
mempunyai hak dan kepentingan dan tidak logis dilukiskan sebagai tak bersalah atau
pun bersalah. Bahkan mereka mengatakan bahwa reproduksi manusia merupakan
masalah yang sangat serius, pada umumnya berpandangan bahwa hak wanita akan
kebebasan prokreatif bersifat mutlak dan harus tidak dihalangi.
Bagi yang pro-aborsi (pro-choice) berpandangan bahwa perempuan mempunyai
hak penuh atas tubuhnya. Ia berhak untuk menentukan sendiri mau hamil atau tidak,
mau meneruskan kehamilannya atau menghentikannya.
2.3.2. Pihak Pro-Life
Sementara kelompok pro-life anti dan menentang aborsi. Kelompok ini memandang
bahwa fetus manusia merupakan makhluk yang tidak bersalah dan tidak boleh dibunuh
dalam situasi apa pun. Bagi mereka, fetus memiliki hak atas kehidupan yang tidak boleh
dilanggar oleh siapa pun, sama seperti membunuh orang yang tidak bersalah tidak bisa
dibenarkan, karena ia berhak atas kehidupan.
Kelompok pro-life berpandangan bahwa hak wanita akan kebebasan prokreatif
tidak mutlak. Maka aborsi dalam lingkup tertentu boleh jadi kurang jahat dibanding
kejahatan lainnya. Akan tetapi tidak ada kejahatan, betapa pun kurang, yang secara
moral netral.
Bagi yang kontra aborsi (PRO-LIFE), wacana hak ini dikaitkan dengan janin.
Bagi mereka aborsi adalah pembunuhan kejam terhadap janin. Padahal ia juga manusia
yang punya hak hidup. Namun akhir-akhir ini, wacana mengenai hak ibu semakin
menguat bersamaan dengan isu-isu kesehatan reproduksi. Dikatakan pula bahwa
pelayanan aborsi yang aman adalah hak atas kesehatan reproduksi.
9 Eduaart Bone, Bioteknologi dan Bioetika. (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 53.
7
2.4. Pandangan Etika/Moral tentang Aborsi
Berikut ini hendak dipaparkan pola argumentasi etika/moral yang secara kritis
digunakan dalam memperjuangkan pelaksanaan atau penolakan praktek aborsi.
2.4.1. Hak Perempuan Hamil
Bagi pihak yang menyetujui aborsi, pendekatan hak adalah jalur pemikiran yang
paling banyak ditempuh. Mereka menekankan bahwa perempuan hamil mempunyai hak
untuk menguasai tubuhnya sendiri. Perempuan berhak untuk mengambil keputusan mau
melanjutkan kehamilannya, atau sebaliknya mau menghentikannya, artinya
menggugurkan kandungannya. Orang lain tidak boleh ikut campur dalam keputusan ini.
Jika argumentasi ini dikemukakan dengan cara ekstrim, hak atas aborsi ini sering
dimengerti sebagai suatu hak mutlak. Tetapi, jika argumentasi dikemukakan dengan
lebih moderat, hak atas aborsi bisa dipertimbangkan lagi terhadap faktor-faktor lain.10
Banyak hal dapat dikatakan tentang argumentasi ini.
Pertama, tentu tidak benar bahwa perempuan hamil boleh melakukan apa saja
dengan tubuhnya. Dalam arti, ia tidak menguasai tubuhnya sendiri secara penuh.11
Kedua, karena kondisi kehamilan diakibatkan oleh hubungan seksual,
perempuan hamil tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab atas kondisinya
tersebut. Tetapi segera perlu ditambahkan, tanggung jawab tersebut menyangkut kedua
insan yang melibatkan diri dalam hubungan seksual, laki-laki maupun perempuan.
Mereka tidak bertanggung jawab bila melibatkan diri dalam hubungan ini, tetapi
serentak juga tidak acuh terhadap akibatnya. Tanggung jawab ini tidak berlaku dalam
kasus di mana kehamilan terjadi di luar kehendak perempuan bersangkutan, seperti
akibat perkosaan.
Ketiga, dan yang paling penting, janin dalam kandungan bukan merupakan
sebagian tubuh perempuan hamil (pars viscerum matris). Janin tersebut adalah manusia
baru dan karena itu harus dihormati juga sebagai manusia. Memang benar, janin belum
dapat hidup tanpa ibunya.
10
K. Bertens, Aborsi Sebagai Masalah Etika. (Jakarta: PT Grasindo, 2002), hal. 26-34. 11
Thomson secara berbeda menggarisbawahi bahwa aborsi adalah hak asasi wanita yang mengalir dari
otonominya untuk mengatur tubuhnya, yakni menentukan apa yang boleh dan tidak boleh terjadi di dalam
tubuhnya. Sekalipun janin itu adalah persona, akan tetapi karena janin itu melanggar hak otonomi dan
penentuan diri si wanita, maka janin kehilangan hak untuk hidup (CB. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi,
(Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 159).
8
Dalam semua sistem oraganis yang vital (peredaran darah, pernapasan, nutrisi,
dan lain-lain) ia tergantung dari ibunya. Baru setelah kira-kira dua pertiga periode
kehamilan lewat, pada prinsipnya ia dapat hidup di luar rahim ibunya (berarti, kira-kira
setelah minggu ke-24), tetapi hanya kalau didukung oleh kondisi perawatan yang
optimal (seperti inkubator) dan dalam keadaan itu pun keberhasilan untuk bertahan
hidup tidak selalu terjamin.
Setelah ia lahir secara normal dan semua organ tubuhnya berfungsi sendiri, ia
masih membutuhkan asuhan orang tua atau orang lain, supaya dapat hidup. Tetapi
kendati seluruh ketergantungan yang mendasar ini, sejak permulaaannya janin adalah
manusia baru, dan harus diperlakukan serta dihormati sebagai manusia, sekalipun amat
banyak potensinya belum terealisasi.
2.4.2. Soal Janin
Di sisi lain, wacana hak bisa dipakai juga untuk menolak aborsi sebagai hal yang tidak
etis. Sebab, bukan saja ibu hamil mempunyai hak, janin dalam kandungan pun
mempunyai hak, yaitu hak untuk hidup. Argumentasi ini memang banyak dipakai untuk
menolak aborsi. Tetapi argumentasi ini juga tidak luput dari kesulitan.
Pertama, tidak dapat dikatakan bahwa janin mempunyai hak legal. Tidak ada
sistem hukum yang mengakui hak-hak janin dalam arti hukum, walaupun hukum di
banyak negara melindungi kehidupan insani yang belum dilahirkan (dengan banyak
variasi), dan sulit dibayangkan bahwa hukum dapat memberikan hak seperti itu.
Kedua, kalau kita berbicara tentang hak janin untuk hidup, yang dimaksud
hanyalah hak moral (bukan hak legal). Hak moral merupakan hak dalam arti yang
sesungguhnya juga, biarpun tidak dapat dituntut melalui jalur hukum, seperti halnya hak
legal. Jawaban atas pertanyaan, “Apakah janin mempunyai hak (moral) untuk hidup,”
tentu tergantung pada status moral yang diakui bagi janin. Masalah ini berkaitan erat
dengan pandangan tentang permulaan hidup manusia. Mereka yang berpendapat bahwa
embrio merupakan manusia dalam arti sepenuhnya sejak saat konsepsi, secara logis
harus juga mengakui hak janin sejak saat itu.12
12
Secara negatif Jenny Teichman mengungkapkan, “Jika” ... berpandangan menghancurkan individu
manusia sebelum kelahiran tidak salah, maka tidak salah juga menghancurkan bayi-bayi muda sesudah
lahir. Jenny Teichman, Etika Sosial, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm.117.
9
2.4.3. Ikhwal Kehidupan
Hormat untuk kehidupan merupakan suatu tuntutan etis yang secara khusus disadari di
zaman sekarang, saat lingkungan hidup mendapat perhatian istimewa dan memang
pantas diberi perhatian demikian.
Mengapa kehidupan kita harus dihormati? Karena kehidupan merupakan suatu nilai
yang paling mendasar untuk kita semua. Dengan menghormati kehidupan, kita
menghormati kondisi kehidupan kita sendiri. Jika kehidupan dalam salah satu
bentuknya terancam, berarti eksistensi kita sendiri ikut terancam.
Hormat untuk kehidupan merupakan suatu norma moral yang sangat aktual bagi
zaman kita dan bagi masa depan planet kita. Norma ini berlaku untuk semua manusia,
tetapi secara khusus untuk orang beragama yang mengakui Tuhan sebagai Pencipta.
Bagi orang beragama, memelihara kehidupan berarti mengemban tugas yang
dipercayakan Tuhan kepadanya. Dalam rangka agama, manusia dianggap sebagai wakil
Tuhan atau steward karena kepadanya dipercayakan pemeliharaan alam.
Hormat untuk kehidupan manusia merupakan suatu norma moral yang paling
fundamental. Tentang hormat untuk kehidupan manusia ada alasan tambahan, yakni kita
semua termasuk masyarakat manusia. Kita harus menghormati kehidupan manusia,
karena kita sendiri boleh mengharapkan dan bahkan menuntut agar orang lain
menghormati kehidupan kita juga.
Dalam konteks masalah aborsi, pikiran ini tidak dapat diterapkan secara
langsung, karena janin belum merupakan anggota masyarakat seperti manusia lain yang
kita jumpai setiap hari. Tetapi dalam arti lebih luas janin termasuk masyarakat juga,
karena kita semua masuk ke dunia dengan cara yang sama seperti janin ini. Karena itu
ibu hamil yang merencanakan pengguguran kandungannya selalu bisa bertanya apakah
dia menyetujui, bila ibunya sendiri melakukan hal itu terhadap dia dulu.13
Secara negatif, wacana ini dapat dirumuskan sebagai larangan, “Jangan
membunuh.” Pembunuhan manusia merupakan suatu kejahatan paling besar. Tapi,
bagaimanapun, hormat untuk kehidupan bukan merupakan suatu norma absolut. Tetap
ada pengecualiannya. Berarti, tidak setiap killing merupakan murder juga.
13
The golden rule (hukum emas) yang berlaku di masyarakat pada umumnya menyatakan, “Perbuatlah
apa yang ingin orang lain perbuat bagi diri anda, dan janganlah berbuat apa yang tidak anda kehendaki
orang lain perbuat bagi diri anda” (CB. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi, hlm. 162).
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Melerai Kontroversi Pro-Life vs Pro-Choice
Terdapat dua argumentasi kontradiktif perihal aborsi, yakni pihak pro-life dan kubu pro-
choice. Pihak pro-life berpendirian bahwa melakukan aborsi adalah tindakan terlarang,
haram dan tidak bermoral. Argumentasi mereka adalah janin yang dikandung dalam
rahim seorang wanita merupakan makhluk yang mempunyai hak untuk hidup dan wajib
dijaga kehidupannya. Melakukan aborsi berarti membunuh manusia, yang berarti tidak
hanya melanggar hak azasi, tetapi lebih dari itu melanggar hak hidup manusia.
Sebaliknya, kubu pro-choice berpendirian bahwa melakukan aborsi adalah halal,
dan melarang aborsi berarti melanggar hak-hak asasi manusia,terutama hak asasi wanita
hamil. Gerakan justru pro-choice beranggapan bahwa wanita yang hamil bertanggung
jawab terhadap dirinya dan mempunyai hak untuk memilih, menentukan sekaligus
menguasai apapun yang terjadi pada tubuhnya. Karena mempunyai hak terhadap
dirinya, seorang wanita hamil berhak menentukan apakah akan terus melanjutkan
kehamilannya atau ingin menghentikan kehamilannya (melakukan aborsi).
Alasan pihak pro-choice sebenarnya mudah dipatahkan dengan tiga alasan.
Pertama, janin bukan bagian dari tubuh wanita. Kedua, kehamilan bukan hasil karya
sendiri. Ketiga, hak atas diri bukan hak yang mutlak. Tidak dari sisi moral yang
menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat manusia, karena sesungguhnya
umat manusia itu adalah umat yang mulia dan membunuh satu nyawa berarti
membunuh semua orang. Sebaliknya, menyelamatkan satu nyawa berarti
menyelamatkan nyawa semua orang. jadi aborsi adalah perlakuan yang membunuh
nyawa, berarti melakukan suatu amoral.
3.2. Preferensi Pro-Life di Timor-Leste
Bagaimanapun juga, debat-kusir tentang konsep etika antara dua kubu 'Pro-Life' dan
'Pro-Choice', Timor-Leste tetap berpihak pada prinsip 'Pro-Life/Anti-Aborsi'
(mendukung kehidupan) janin yang ada dalam rahim. Hal ini dengan jelas tercantum
dalam Ajaran Gereja Katolik maupun Código Penal Timor-Leste (CPTL).
11
3.2.1. Ajaran Gereja Katolik
Ajaran Gereja Katolik Timor-Leste tentang kehidupan sejalur dengan Kebijakan
Vatikan (Roma). Mengenai aborsi, Gereja Katolik bersikap „pro- life„ karena Tuhan
mengajarkan kepada kita untuk menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak
masa konsepsi (pembuahan) antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia
terbentuk pada saat konsepsi, karena bahkan dalam ilmu pengetahuan-pun diketahui,
“Sebuah zygote adalah sebuah keseluruhan manusia yang unik.”14
Gereja Katolik juga mendasarkan diri pada analisis science menyimpulkan
bahwa fertilisasi bukan suatu “proses” tetapi sebuah kejadian yang mengambil waktu
kurang dari satu detik. Selanjutnya, dalam 24 jam pertama, persatuan sel telur dan
sperma bertindak sebagai sebuah organisme manusia, dan bukan sekedar sel manusia.15
Masalahnya, orang-orang yang “pro-choice” tidak menganggap bahwa yang ada
di dalam kandungan itu adalah manusia, atau setidaknya mereka menghindari kenyataan
tersebut dengan berbagai alasan. Padahal science sangat jelas mengatakan terbentuknya
sosok manusia adalah pada saat konsepsi (pembuahan sel telur oleh sel sperma).
Pada saat itulah Tuhan „menghembuskan‟ jiwa kepada manusia baru ciptaan-
Nya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya, dapat lahir dan berkembang sebagai
manusia dewasa. Adalah suatu ironi untuk membayangkan bahwa kita manusia berasal
dari „fetus‟ yang bukan manusia. Logika sendiri sesungguhnya mengatakan, bahwa apa
yang akan bertumbuh menjadi manusia layak disebut sebagai manusia.
Sejak abad pertama Gereja telah menyatakan abortus sebagai kejahatan moral.
Ajaran itu belum berubah dan tidak akan berubah. Abortus langsung, artinya abortus
yang dikehendaki baik sebagai tujuan maupun sebagai sarana, merupakan pelanggaran
berat melawan hukum moral:
"Engkau tidak boleh melakukan abortus dan juga tidak boleh membunuh anak yang
baru dilahirkan" (Didache 2,2) Bdk. Surat Barnabas 19,5; Diognet 5,5; Tertulianus,
apol. 9..
"Allah, Tuhan kehidupan, telah mempercayakan pelayanan mulia melestarikan hidup
kepada manusia, untuk dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan
14
Landrum B. Shettles, M.D. and David Rorvik, “Human Life Begins at Conception,” in Rites of Life
(Grand Rapids, MI: Zondervan, 1983) cited in Abortion: Opposing Viewpoints (St. Paul, MN:
Greenhaven Press, 1986), p. 16. 15
"Life Begins at Fertilization", dalam: http://www.princeton.edu/~prolife/articles/embryoquotes2.html.
12
sejak saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat. Pengguguran dan
pembunuhan anak merupakan tindakan kejahatan yang durhaka" (GS 51,3).
Keterlibatan aktif dalam suatu abortus adalah suatu pelanggaran berat. Gereja
menghukum pelanggaran melawan kehidupan manusia ini dengan hukuman Gereja
ialah ekskomunikasi. "Barang siapa yang melakukan pengguguran kandungan dan
berhasil terkena ekskomunikasi" (CIC, can. 1398), "(ekskomunikasi itu) terjadi dengan
sendirinya, kalau pelanggaran dilaksanakan" (CIC, can. 1314) menurut syarat-syarat
yang ditentukan di dalam hukum (Bdk. CIC, cane. 1323-1324.). Dengan itu, Gereja
tidak bermaksud membatasi belas kasihan; tetapi ia menunjukkan dengan tegas bobot
kejahatan yang dilakukan, dan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi, yang terjadi
bagi anak yang dibunuh tanpa kesalahan, bagi orang-tuanya dan seluruh masyarakat.
Kitab Suci juga mengajarkan bahwa manusia sudah terbentuk sebagai manusia
sejak dalam kandungan ibu: Yes 44:2: “Beginilah firman TUHAN yang menjadikan
engkau, yang membentuk engkau sejak dari kandungan dan yang menolong engkau…”
Allah sendiri mengatakan telah membentuk kita sejak dari kandungan, artinya,
sejak dalam kandungan kita sudah menjadi manusia yang telah dipilih-Nya. Ayb 31: 15:
“Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga?
Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?” Ayub menyadari bahwa ia
dan juga orang-orang lain telah diciptakan/ dibentuk oleh Allah sejak dalam kandungan.
Perintah Allah "Jangan Membunuh" secara jelas tercantum dalam Kitab Suci
(Kel 20: 13; Ul 5:17; Mat 5:21-22; 19:18).” Mat 22:36-40; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom
13:9, Gal 5:14: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. 1 Yoh 3:15
“Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan
kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di
dalam dirinya.”
Suatu permenungan: seandainya kita adalah janin itu, tentu kitapun tak ingin
ditusuk dan dipotong-potong sampai mati. Maka, jika kita tidak ingin diperlakukan
demikian, janganlah kita melakukannya terhadap bayi itu. Atau, kalau kita mengatakan
bahwa kita mengimani Kristus Tuhan yang hadir di dalam mahluk ciptaan-Nya yang
terkecil itu, maka sudah selayaknya kita tidak menyiksanya apalagi membunuhnya! Kita
malah harus sedapat mungkin memeliharanya dan memperlakukannya dengan kasih.
13
3.2.2. Código Penal Timor-Leste (CPTL)
Dalam Pasal 141 Ayat 1-3 Código Penal Timor-Leste (CPTL)16 dengan jelas dinyatakan
bahwa:
Pasal 1: Quem, por qualquer meio e sem consentimento da mulher grávida, a fizer
abortar é punido com pena de prisão de 2 a 8 anos. (=Barangsiapa, dengan berbagai cara
dan tanpa sepengetahuan wanita hamil, melakukan abosi diancam dengan pidana penjara
dua tahun sampai delapan tahun).
Pasal 2: Quem, por qualquer meio e com consentimento da mulher grávida, a fizer
abortar é punido com pena de prisão até 3 anos. (=Barangsiapa, dengan berbagai cara
dan dengan sepengetahuan wanita hamil, melakukan abosi diancam dengan pidana penjara
sampai tiga tahun).
Pasal 3: A mulher grávida que der consentimento ao aborto praticado por terceiro,
ou que, por facto próprio ou alheio, se fizer abortar, é punida com pena de prisão até 3
anos. (=Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara sampai tiga
tahun).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelarangan aborsi di Timor-Leste
berdasarkan pertimbangan bahwa janin adalah orang, jadi aborsi adalah pembunuhan
dan melanggar hukum. Nyawa seseorang boleh dicabut demi melindungi nyawa orang
lain; tapi kita tidak berhak membawa maut ke dalam suatu situasi di mana tidak ada
maut dan ancaman maut. Hal tersebut bisa diartikan bahwa aborsi tidak boleh dilakukan
mengingat embrio atau janin itu hidup, walaupun janin tersebut nantinya akan
dilahirkan dengan ‟cacat parah‟.
Jika sang ibu dan janin masih bisa diselamatkan, aborsi tidak layak dilakukan.
Separah apapun apa yang disebut cacat oleh manusia, Tuhan punya rencana bagi setiap
orang karena Tuhanlah yang merancang kita. Tidak ada seorang pun yang dapat
menentukan kualitas hidup seseorang. Namun dalam kasus kehamilan ektopik
terganggu, dimana kematian embrio dilakukan untuk menyelamatkan sang ibu, hal
tersebut nampaknya merupakan pengecualian karena jika tidak, maka maut akan
menimpa keduanya.
16
Cláudio Ximenes, Código Penal - 2a Edição. (Dili: Tribunal de Recurso, 2010), pp. 91-92.
14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Darai penjabaran konseptual dalam keseluruhan Makalah ini dapat dperoleh beberapa
titik-simpul berikut:
Pertama, aborsi adalah penghentian kehamilan dimana janin berusia kurang
dari 20 minggu. engguguran kandungan alias aborsi (abortus, bahasa Latin) secara
umum dapat dipilah dalam dua kategori, yakni aborsi alami (abortus natural) dan aborsi
buatan (abortus provocatus), yang termasuk di dalamnya abortus provocatus criminalis,
yang merupakan tindak kejahatan dan dilarang di Timor-Leste.
Kedua, masalah aborsi menimbulkan kontroversi antara dua kubu: pro-life dan
pro-choice. Kelompok pro-life berargumen bahwa setiap manusia termasuk yang belum
lahir memiliki hak untuk hidup , dan hak seseorang untuk hidup merupakan bagian dari
Hak Asasi Manusia universal. Janin mempunyai hak hidup yang tidak boleh dirampas
oleh siapapun termasuk ibu yang mengandungnya.
Sementara kubu pro-choice beranggapan bahwa seorang perempuan berhak
menentukan pilihan atas tubuhnya, dan hak menentukan pilihan tersebut adalah hak
asasi manusia yang harus dilindungi. Keputusan menggugurkan atau mempertahankan
kandungan adalah hak mutlak ibu yang mengandung. Pandangan ini berawal dari
keinginan untuk mengurangi angka kematian ibu akibat aborsi. Karena dengan
melarang aborsi, ternyata ibu akan melakukan aborsi menggunakan jasa-jasa aborsi
yang tidak aman (unsafe abortion) sehingga banyak ibu meninggal karena aborsi.
Ketiga, dalam kasus aborsi, Timor-Leste menganut prinsip pro-life atau anti-
aborsi. Hal ini secara jelas diatur dalam Pasal 141 Código Penal maupun dalam Ajaran
Gereja Katolik di Timor-Leste. Fokus utama adalah kehidupan manusia sebagai
totalitas, mulai dari dalam rahim hingga terlahir dan menjadi dewasa. Dari sudut
pandang ilmu pengetahuan murni (kode genetik DNA), juga terbukti bahwa saat
pembuahan terjadi, seorang manusia yang baru dan unik tercipta sehingga hak untuk
hidup bukan saja dimiliki seseorang saat dia berada di luar rahim. Jadi, janin adalah
manusia yang otonom dan memiliki hak hidup. Menggugurkan janin adalah membunuh
seorang manusia yang akan dilahirkan dan menjadi dewasa seperti kita semua.
15
4.2. Saran
Kandungan Paper ini akhirnya menyisakan segelintir sumbang-saran berikut:
Menjelaskan masalah aborsi kepada semua lapisan masyarakat.
Kalangan kampus UNPAZ Filial Maliana, khususnya mahasiswa-mahasiswi dan
para dosen Fakultas Hukum serta Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM),
hendaknya lebih rutin memperdalam serta menganalisis masalah aborsi untuk
dikaitkan dengan konteks lokal negeri ini.
Pihak medis Timor-Leste, perlu membuka diri terhadap dialog yang lebih terbuka
menghadapi kasus ini bila ingin merancang Kode Etik Kedokteran RDTL yang
bakal mengatur juga tentang aborsi.
Pihak yuridis serta aparatus hukum negeri ini perlu mendiskusikan serta
mensosialisasikan masalah aborsi bila ingin merancang dekrit-hukum atau peraturan
perundang-undangan tertentu yang mengatur tentang aborsi.
Perlu adanya sosialisasi akan bahaya aborsi.
Perlu adanya sosialisasi untuk membela hidup manusia.
Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat akan betapa pentingnya hidup manusia
yang bermula dari dalam rahim (janin) hingga terlahir dan menjadi dewasa.
Etika medis bakal dirancang dan ditetapkan di negeri harus menjunjung tinggi
kehidupan manusia sebagai sebuah totalitas pribadi yang utuh.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. B. Shettles, Landrum M.D. and David Rorvik, “Human Life Begins at
Conception,” in Rites of Life (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1983) cited in
Abortion: Opposing Viewpoints. St. Paul, MN: Greenhaven Press, 1986.
2. Bertens, K. Aborsi Sebagai Masalah Etika. Jakarta: PT Grasindo, 2002.
3. Bone, Eduaart. Bioteknologi dan Bioetika. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
4. Ensiklopedi Indonesia Jilid-1. Jakarta: Ichtiar Baru, 1980.
5. Ensiklopedi Indonesia Jilid-1. Jakarta: Cipta Adi Putera, 1990.
6. Heuken, Adolf, SJ. Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1991.
7. Kusmaryanto, CB. Kontroversi Aborsi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2002.
8. "Life Begins at Fertilization". Dikutip secara bebas dalam situs Internet:
http://www.princeton.edu/~prolife/articles/embryoquotes2.html.
9. Momamad, Kartono. Teknologi Kedokteran dan Tanggung Jawabnya Terhadap
Bioetika. Jakarta: Gramedia, 1992.
10. Sujoko, Albertus, MSC. "Etika Biomedis", Catatan Kuliah 'Etika Sosial'. Pineleng:
2000.
11. Teichman, Jenny. Etika Sosial. (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm.117.
12. Ximenes, Cláudio. Código Penal - 2a Edição. Dili: Tribunal de Recurso, 2010.
***************************************
♠♦♣♥
Maliana, 19 November 2013.
Oleh:
Joanina da Costa NIM: 11.02.01.347
Mahasiswi Semester V, UNPAZ Maliana