aa
-
Upload
theresa-evans -
Category
Documents
-
view
8 -
download
1
description
Transcript of aa
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dan proteinuria.1
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak
terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada
pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang
ringan sampai preeklampsia yang berat.1
Eklampsia
Eklampsia merupakan komplikasi serius dari kehamilan ditandai dengan
timbulnya satu atau lebih kejang yang berhubungan dengan sindrom
preeklampsia.2 Eklampsia ialah kejadian akut pada wanita hamil, dalam persalinan,
atau nifas yang ditandai dengan adanya gejala tanda tanda preeklampsi disertai
dengan kejang atau koma. Eklampsi sering timbul pada trimester akhir kehamilan
dan semakin sering terjadi apabila kehamilan mendekati aterm. Tanda khas
eklampsia yaitu adanya kejang tonik-klonik yang timbul pada wanita dengan
hipertensi dalam kehamilan. Pada kondisi seperti ini, resiko kematian maternal dan
perinatal meningkat.3
Hellp Syndrome
Sindroma HELLP adalah kelainan multisistem yang merupakan komplikasi
kehamilan dengan pemeriksaan laboratorium menandakan hemolisis, disfungsi
hepatik, dan trombositopenia. Kelainan ini pertama kali dijelaskan oleh Weinstein
pada tahun 1982, dan kemudian disebut sindroma HELLP yang merupakan
akronim dari hemolysis (H), elevated liver enzyme (EL), low platelets (LP).4
Sindroma HELLP paling sering berhubungan dengan preeklampsia berat atau
eklampsia, namun juga bisa didiagnosis tanpa diawali kelainan-kelainan tersebut.
Kelainan ini dapat berupa murni komplikasi PEB atau merupakan fenomena
sekunder pada pasien dengan adult respiratory distress syndrome (ARDS), gagal
ginjal, dan kerusakan organ multipel dengan DIC.4
B. Epidemiologi
Sindroma HELLP terjadi pada kira-kira 0,5-0,9% dari semua kehamilan dan
10 sampai 20% pada kasus dengan PEB. Sekitar 70% kasus sindrom HELLP
terjadi sebelum persalinan dengan frekuensi tertinggi pada usia kehamilan 27-37
minggu; 10% terjadi sebelum usia kehamilan 27 minggu, dan 20% setelah 37
minggu.
Rerata usia kehamilan pada wanita dengan sindrom HELLP lebih tinggi pada
wanita dengan preekalmpsia. Kebanyakan wanita kulit putih dengan sindrom
HELLP adalah multipara. Sindrom HELLP postpartum biasanya terjadi pada 48
jam pertama pada wanita dengan proteinuria dan hipertensi yang terjadi saat
persalinan. Wanita dengan sindrom HELLP biasanya disertai hipertensi dan
proteinuria, namun tidak terjadi pada 10-20% kasus. Sekitar 50% kasus sindrom
HELLP diawali dengan edem anasarka. 5
C. Faktor Resiko
Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi (Tabel 1).
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih
tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa
sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi
pada populasi kulit putih dan multipara.2
Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11%
pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar
69% pasien dan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saat
terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum.2
D. Etiopatogenesis
Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu dihubungkan
dengan preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklampsia sampai
saat ini juga belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak teori yang dikembangkan
dari dulu hingga kini untuk mengungkapkan patogenesis dari preeklampsia, namun
dalam dekade terakhir ini perhatian terfokus pada aktivasi atau disfungsi dari sel
endotel. Tetapi apa penyebab dari perubahan endotel ini belum juga diketahui
dengan pasti. Saat ini ada empat buah hipotesis yang sedang diteliti untuk
mengungkapkan etiologi dari preeklampsia, yaitu : iskemia plasenta, Very Low
Density Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas, maladaptasi imun dan
penyakit genetik.
Terjadinya sindroma HELLP merupakan manifestasi akhir kerusakan
endotel mikrovaskular dan aktivasi platelet intravaskular. Pada sindroma HELLP
terjadi anemia mikroangiopati akibat fragmentasi, sel darah merah akan lebih
mudah keluar dari pembuluh darah yang telah mengalami kebocoran akibat
kerusakan endotel dan adanya deposit fibrin. Pada gambran darah tepi akan terlihat
gambaran spherocytes, schistoscytes, triangular cell dan burr cell5
Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar. Pada gambaran
histopatologisnya terlihat nekrosis parenkim periportal atau fokal yang disertai
dengan deposit hialin dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid. Adanya
mikrotrombi dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi
aliran darah di hepar yang akan merupakan dasar terjadinya peningkatan enzim
hepar dan terdapatnya nyeri perut kwadran kanan atas. Gambaran nekrosis seluler
dan pendarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat dijumpai
adanya pendarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.
Penurunan jumlah platelet pada sindroma HELLP disebabkan oleh
meningkatnya komsumsi atau destruksi platelet. Meningkatnya komsumsi platelet
terjadi karena agregasi platelet yang diakibatkan karena kerusakan sel endotel,
penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah
radikal bebas.
E. Klasifikasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ada dua klasifikasi pada sindoma
HELLP. Menurut Audibert dkk, dikatakan sindroma HELLP partial apabila hanya
dijumpai satu atau lebih perubahan parameter sindroma HELLP seperti hemolysis (H),
elevated liver enzymes (EL) dan low platelet (LP). Dan sindroma HELLP murni apabila
dijumpai perubahan pada ketiga parameter tersebut. Selanjutnya sindroma HELLP partial
dapat dibagi atas beberapa sub grup, yaitu Hemolysis (H), Low Platelet counts (LP),
Hemolysis + low platelet counts (H+LP), dan hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).
Klasifikasi yang kedua hanya berdasarkan jumlah platelet. Menurut klasifikasi ini,
Martin mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kategori, yaitu: kelas I
jumlah platelet ≤ 50.000/mm3, kelas II jumlah platelet > 50.000 - ≤ 100.000/mm3 dan kelas
III jumlah platelet > 100.000 - ≤ 150.000/ mm3.1
F. Manifestasi KlinisPasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat
bervariasi, dari yang bernilai diagnostic sampai semua gejala dan tanda pada
pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP.7
Pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut
kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain bergejala
seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise
selama beberapa hari sebelum timbul tanda lain.7
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium
diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh
deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan
peningkatan berat badan yang bermakna dengan udem menyeluruh. Hal yang
penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik160 mmHg, diastolic 110 mmHg)
tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk
mempunyai tekanan darah diastolic 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah diastolic
90 mmHg.7
G. Penegakkan Diagnosa
Diagnosis sindroma HELLP yang paling pasti dengan adanya tanda-tanda
dan gejala preeklampsia-eklampsia pada pasien hamil bersama dengan tiga
serangkai kelainan laboratorium menunjukkan hemolisis mikroangiopati, disfungsi
hepar dan trombositopenia. Meskipun dianggap sebagai standar emas, biopsi hati
jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Temuan histologis umum di biopsi
tersebut meliputi perdarahan periportal dan deposit fibrin di sinusoid hati.5
Melihat progresi alaminya, tampak bahwa trombositopenia terjadi pertama
kali kemudian diikuti oleh peningkatan enzim hati, dan akhirnya hemolisis.
Tingkat penurunan trombosit biasanya 35-50% per 24 jam (rata-rata penurunan
harian 40.000). Membutuhkan hitungan kurang dari 100.000 untuk menentukan
trombositopenia yang buruk, disebut sebagai morbiditas ganda bagi ibu, ketika
pasien dengan preeklamsia berat mengalami gejala ringan trombositopenia
(trombosit = 100.000-150.000) bekerjasama dengan fungsi hati yang abnormal dan
peningkatan laktat dehidrogenase (LDH). Selain itu, patologi yang signifikan
seperti ruptur hepar atau subkapsular hematom dapat terjadi pada pasien dengan
sindroma HELLP sebelum penurunan trombosit di bawah 100.000.
H. Penatalaksanaan
Sampai saat ini penanganan sindroma HELLP masih kontroversi. Beberapa
peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan
usia kehamilan, mengingat besarnya resiko maternal serta jeleknya luaran perinatal
apabila kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain menganjurkan pendekatan
yang konservatif untuk mematangkan paru-paru janin dan memperbaiki gejala
klinis ibu . Namun semua peneliti sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan
satu-satunya terapi defenitif.8
Karena sifat progresif dari penyakit, pasien tersebut harus selalu dirawat di
rumah sakit dengan istirahat yang ketat dan perawatan dalam proses persalinan
karena potensi untuk memuburuknya kondisi ibu atau janin secara tiba-tiba. Pasien
yang didiagnosis dengan sindroma HELLP sebelum 35 minggu harus dipindahkan
ke perawatan tersier. Setelah penilaian status dan stabilisasi ibu, janin dievaluasi
dengan melacak denyut jantung janin, dan ultrasonografi.8
Penanganan sindroma HELLP lebih sulit bila dibandingkan dengan
penanganan preeklampsia, disamping itu perlu penanganan multi disiplin. Prioritas
pertama adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap tekanan darah, balans
cairan dan abnormalitas pembekuan darah. Kontrol terhadap tekanan darah yang
tinggi perlu segera dilakukan, terutama bila dijumpai tanda-tanda iritabilitas syaraf
pusat dan kegagalan ginjal.
Seperti penanganan preeklampsia, pemberian sulfas magnesikus masih
merupakan pilihan utama. Transfusi dan pemberian trombosit sering diperlukan
untuk membrantas anemi ataupun koagulopati, tetapi pemberian transfusi darah
harus hati-hati dengan memperhitungkan keseimbangan cairan, apalagi pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Pemberian trombosit dapat
dipertimbangkan apabila kadar trombosit kurang dari 50.000 /mm3, apalagi jika
seksio sesarea akan dilakukan.
Kadang-kadang hasil pemeriksaan laboratorium tidak menggambarkan
jauhnya kerusakan yang terjadi pada jaringan hepar, jumlah penumpukan fibrin,
perdarahan dan lobular nekrosis. Itulah sebabnya beberapa peneliti seperti
Weinstein kurang menyetujui penanganan konservatif dan lebih menganjurkan
untuk segera melakukan terminasi kehamilan.8
Sindroma HELLP dianggap sebagai sindrom respon inflamasi sistemik,
mirip dengan kondisi inflamasi pada preeklamsia berat, antiinflamasi atau agen
imunosupresif seperti kortikosteroid diberikan sebagai pertimbangan untuk
pengobatannya. Tidak ada konsensus mengenai penggunaan steroid dosis tinggi
seperti dexamethasone (10mg setiap 12 jam IV) pada kelas 1 dan 2 sindroma
HELLP atau kelas 3 sindrom HELLP yang rumit, selain untuk indikasi membantu
kematangan paru-paru janin.5
Sindroma HELLP bukan merupakan indikasi untuk operasi caesar.
Persalinan pervaginam diupayakan pada pasien dengan kehamilan di atas 32
minggu, atau adanya persalinan aktif atau pecah ketuban. Pada pasien dengan usia
kehamilan kurang dari 30 minggu dengan serviks yang kurang baik (Bishop skor
<5) dan tidak adanya persalinan aktif, operasi caesar merupakan pilihan yang lebih
baik. Seksio sesaria elektif juga dianjurkan untuk pasien dengan retardasi
pertumbuhan janin atau oligohidramnion.
Magnesium sulfat harus diberikan selama proses persalinan dan awal
postpartum untuk profilaksis terhadap kejang tanpa memandang tekanan darah. Ini
dimulai pada awal periode observasi, terus berlanjut sampai periode intrapartum,
dan kemudian selama 24-48 jam postpartum. Regimen standar termasuk dosis awal
6 gram magnesium lebih dari 20 menit diikuti dengan dosis pemeliharaan dua
gram per jam secara intravena. Pemantauan serial tekanan darah diindikasi pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal dengan serum kreatinin lebih dari 1 mg / dl.
Seperti pada pasien dengan preeklamsia berat, antihipertensi yang
digunakan untuk tekanan darah sistolik di atas 160, dan atau tekanan diastolik lebih
dari 105 untuk menghindari pendarahan intraserebral. Antihipertensi yang menjadi
pilihan adalah hydralazine, labetalol dan nifedipin. Tekanan darah harus diperiksa
setiap 15 menit selama pemberian terapi antihipertensi, dan setelah stabil daat
dievaluasi setiap jam.5
I. Komplikasi Komplikasi terhadap ibu
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%
berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress
syndrome, kegagalan hepatorenal, udem paru, hematom subkapsular, dan
rupture hati.3
Komplikasi terhadap bayi
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta,
hipoksi intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin
berupa pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom
gangguan pernafasan (RDS).3
J. PrognosisPenderita HELLP mempunyai kemungkinan 19 – 27% untuk mendapat
resiko sindroma ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko sampai
43% untuk mendapat preeklampsia pada kehamilan berikutnya. Sindroma HELLP
kelas 1 merupakan resiko terbesar untung berulang.
Sibak dkk melaporkan angka kematian ibu pada sindroma HELLP 1.1%.
dengan komplikasi seperti DIC ( 21%), solusio plasenta (16%), gagal ginjal akut
( 7,7%), udema pulmonum (6%), hematom subkapsular hepar (0,9%) dan ablasio
retina (0,9%).
Angka morbiditas dan mortalitas pada anak berkisar 10 – 60% tergantung
dari keparahan penyakit ibu. Anak yang ibunya menderita sindroma HELLP
mengalami perkembangan janin terhmbat ( IUGR) dan sindroma kegagalan
pernapasan.6