aa

12
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Preeklampsia Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria. 1 Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat. 1 Eklampsia Eklampsia merupakan komplikasi serius dari kehamilan ditandai dengan timbulnya satu atau lebih kejang yang berhubungan dengan sindrom preeklampsia. 2 Eklampsia ialah kejadian akut pada wanita hamil, dalam persalinan, atau nifas yang ditandai dengan adanya gejala tanda tanda preeklampsi disertai dengan kejang atau koma. Eklampsi sering timbul pada trimester akhir kehamilan dan semakin sering terjadi apabila kehamilan mendekati aterm. Tanda khas eklampsia yaitu adanya kejang tonik-klonik yang timbul pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan. Pada kondisi seperti ini, resiko kematian maternal dan perinatal meningkat. 3

description

aa

Transcript of aa

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah dan proteinuria.1

Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak

terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada

pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang

ringan sampai preeklampsia yang berat.1

Eklampsia

Eklampsia merupakan komplikasi serius dari kehamilan ditandai dengan

timbulnya satu atau lebih kejang yang berhubungan dengan sindrom

preeklampsia.2 Eklampsia ialah kejadian akut pada wanita hamil, dalam persalinan,

atau nifas yang ditandai dengan adanya gejala tanda tanda preeklampsi disertai

dengan kejang atau koma. Eklampsi sering timbul pada trimester akhir kehamilan

dan semakin sering terjadi apabila kehamilan mendekati aterm. Tanda khas

eklampsia yaitu adanya kejang tonik-klonik yang timbul pada wanita dengan

hipertensi dalam kehamilan. Pada kondisi seperti ini, resiko kematian maternal dan

perinatal meningkat.3

Hellp Syndrome

Sindroma HELLP adalah kelainan multisistem yang merupakan komplikasi

kehamilan dengan pemeriksaan laboratorium menandakan hemolisis, disfungsi

hepatik, dan trombositopenia. Kelainan ini pertama kali dijelaskan oleh Weinstein

pada tahun 1982, dan kemudian disebut sindroma HELLP yang merupakan

akronim dari hemolysis (H), elevated liver enzyme (EL), low platelets (LP).4

Sindroma HELLP paling sering berhubungan dengan preeklampsia berat atau

eklampsia, namun juga bisa didiagnosis tanpa diawali kelainan-kelainan tersebut.

Kelainan ini dapat berupa murni komplikasi PEB atau merupakan fenomena

sekunder pada pasien dengan adult respiratory distress syndrome (ARDS), gagal

ginjal, dan kerusakan organ multipel dengan DIC.4

B. Epidemiologi

Sindroma HELLP terjadi pada kira-kira 0,5-0,9% dari semua kehamilan dan

10 sampai 20% pada kasus dengan PEB. Sekitar 70% kasus sindrom HELLP

terjadi sebelum persalinan dengan frekuensi tertinggi pada usia kehamilan 27-37

minggu; 10% terjadi sebelum usia kehamilan 27 minggu, dan 20% setelah 37

minggu.

Rerata usia kehamilan pada wanita dengan sindrom HELLP lebih tinggi pada

wanita dengan preekalmpsia. Kebanyakan wanita kulit putih dengan sindrom

HELLP adalah multipara. Sindrom HELLP postpartum biasanya terjadi pada 48

jam pertama pada wanita dengan proteinuria dan hipertensi yang terjadi saat

persalinan. Wanita dengan sindrom HELLP biasanya disertai hipertensi dan

proteinuria, namun tidak terjadi pada 10-20% kasus. Sekitar 50% kasus sindrom

HELLP diawali dengan edem anasarka. 5

C. Faktor Resiko

Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi (Tabel 1).

Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih

tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa

sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi

pada populasi kulit putih dan multipara.2

Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11%

pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar

69% pasien dan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saat

terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum.2

D. Etiopatogenesis

Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu dihubungkan

dengan preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklampsia sampai

saat ini juga belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak teori yang dikembangkan

dari dulu hingga kini untuk mengungkapkan patogenesis dari preeklampsia, namun

dalam dekade terakhir ini perhatian terfokus pada aktivasi atau disfungsi dari sel

endotel. Tetapi apa penyebab dari perubahan endotel ini belum juga diketahui

dengan pasti. Saat ini ada empat buah hipotesis yang sedang diteliti untuk

mengungkapkan etiologi dari preeklampsia, yaitu : iskemia plasenta, Very Low

Density Lipoprotein versus aktivitas pertahanan toksisitas, maladaptasi imun dan

penyakit genetik.

Terjadinya sindroma HELLP merupakan manifestasi akhir kerusakan

endotel mikrovaskular dan aktivasi platelet intravaskular. Pada sindroma HELLP

terjadi anemia mikroangiopati akibat fragmentasi, sel darah merah akan lebih

mudah keluar dari pembuluh darah yang telah mengalami kebocoran akibat

kerusakan endotel dan adanya deposit fibrin. Pada gambran darah tepi akan terlihat

gambaran spherocytes, schistoscytes, triangular cell dan burr cell5

Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar. Pada gambaran

histopatologisnya terlihat nekrosis parenkim periportal atau fokal yang disertai

dengan deposit hialin dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid. Adanya

mikrotrombi dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi

aliran darah di hepar yang akan merupakan dasar terjadinya peningkatan enzim

hepar dan terdapatnya nyeri perut kwadran kanan atas. Gambaran nekrosis seluler

dan pendarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat dijumpai

adanya pendarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.

Penurunan jumlah platelet pada sindroma HELLP disebabkan oleh

meningkatnya komsumsi atau destruksi platelet. Meningkatnya komsumsi platelet

terjadi karena agregasi platelet yang diakibatkan karena kerusakan sel endotel,

penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah

radikal bebas.

E. Klasifikasi

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ada dua klasifikasi pada sindoma

HELLP. Menurut Audibert dkk, dikatakan sindroma HELLP partial apabila hanya

dijumpai satu atau lebih perubahan parameter sindroma HELLP seperti hemolysis (H),

elevated liver enzymes (EL) dan low platelet (LP). Dan sindroma HELLP murni apabila

dijumpai perubahan pada ketiga parameter tersebut. Selanjutnya sindroma HELLP partial

dapat dibagi atas beberapa sub grup, yaitu Hemolysis (H), Low Platelet counts (LP),

Hemolysis + low platelet counts (H+LP), dan hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).

Klasifikasi yang kedua hanya berdasarkan jumlah platelet. Menurut klasifikasi ini,

Martin mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kategori, yaitu: kelas I

jumlah platelet ≤ 50.000/mm3, kelas II jumlah platelet > 50.000 - ≤ 100.000/mm3 dan kelas

III jumlah platelet > 100.000 - ≤ 150.000/ mm3.1

F. Manifestasi KlinisPasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat

bervariasi, dari yang bernilai diagnostic sampai semua gejala dan tanda pada

pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP.7

Pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut

kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain bergejala

seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise

selama beberapa hari sebelum timbul tanda lain.7

Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium

diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh

deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan

peningkatan berat badan yang bermakna dengan udem menyeluruh. Hal yang

penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik160 mmHg, diastolic 110 mmHg)

tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk

mempunyai tekanan darah diastolic 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah diastolic

90 mmHg.7

G. Penegakkan Diagnosa

Diagnosis sindroma HELLP yang paling pasti dengan adanya tanda-tanda

dan gejala preeklampsia-eklampsia pada pasien hamil bersama dengan tiga

serangkai kelainan laboratorium menunjukkan hemolisis mikroangiopati, disfungsi

hepar dan trombositopenia. Meskipun dianggap sebagai standar emas, biopsi hati

jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Temuan histologis umum di biopsi

tersebut meliputi perdarahan periportal dan deposit fibrin di sinusoid hati.5

Melihat progresi alaminya, tampak bahwa trombositopenia terjadi pertama

kali kemudian diikuti oleh peningkatan enzim hati, dan akhirnya hemolisis.

Tingkat penurunan trombosit biasanya 35-50% per 24 jam (rata-rata penurunan

harian 40.000). Membutuhkan hitungan kurang dari 100.000 untuk menentukan

trombositopenia yang buruk, disebut sebagai morbiditas ganda bagi ibu, ketika

pasien dengan preeklamsia berat mengalami gejala ringan trombositopenia

(trombosit = 100.000-150.000) bekerjasama dengan fungsi hati yang abnormal dan

peningkatan laktat dehidrogenase (LDH). Selain itu, patologi yang signifikan

seperti ruptur hepar atau subkapsular hematom dapat terjadi pada pasien dengan

sindroma HELLP sebelum penurunan trombosit di bawah 100.000.

H. Penatalaksanaan

Sampai saat ini penanganan sindroma HELLP masih kontroversi. Beberapa

peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan

usia kehamilan, mengingat besarnya resiko maternal serta jeleknya luaran perinatal

apabila kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain menganjurkan pendekatan

yang konservatif untuk mematangkan paru-paru janin dan memperbaiki gejala

klinis ibu . Namun semua peneliti sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan

satu-satunya terapi defenitif.8

Karena sifat progresif dari penyakit, pasien tersebut harus selalu dirawat di

rumah sakit dengan istirahat yang ketat dan perawatan dalam proses persalinan

karena potensi untuk memuburuknya kondisi ibu atau janin secara tiba-tiba. Pasien

yang didiagnosis dengan sindroma HELLP sebelum 35 minggu harus dipindahkan

ke perawatan tersier. Setelah penilaian status dan stabilisasi ibu, janin dievaluasi

dengan melacak denyut jantung janin, dan ultrasonografi.8

Penanganan sindroma HELLP lebih sulit bila dibandingkan dengan

penanganan preeklampsia, disamping itu perlu penanganan multi disiplin. Prioritas

pertama adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap tekanan darah, balans

cairan dan abnormalitas pembekuan darah. Kontrol terhadap tekanan darah yang

tinggi perlu segera dilakukan, terutama bila dijumpai tanda-tanda iritabilitas syaraf

pusat dan kegagalan ginjal.

Seperti penanganan preeklampsia, pemberian sulfas magnesikus masih

merupakan pilihan utama. Transfusi dan pemberian trombosit sering diperlukan

untuk membrantas anemi ataupun koagulopati, tetapi pemberian transfusi darah

harus hati-hati dengan memperhitungkan keseimbangan cairan, apalagi pada

penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Pemberian trombosit dapat

dipertimbangkan apabila kadar trombosit kurang dari 50.000 /mm3, apalagi jika

seksio sesarea akan dilakukan.

Kadang-kadang hasil pemeriksaan laboratorium tidak menggambarkan

jauhnya kerusakan yang terjadi pada jaringan hepar, jumlah penumpukan fibrin,

perdarahan dan lobular nekrosis. Itulah sebabnya beberapa peneliti seperti

Weinstein kurang menyetujui penanganan konservatif dan lebih menganjurkan

untuk segera melakukan terminasi kehamilan.8

Sindroma HELLP dianggap sebagai sindrom respon inflamasi sistemik,

mirip dengan kondisi inflamasi pada preeklamsia berat, antiinflamasi atau agen

imunosupresif seperti kortikosteroid diberikan sebagai pertimbangan untuk

pengobatannya. Tidak ada konsensus mengenai penggunaan steroid dosis tinggi

seperti dexamethasone (10mg setiap 12 jam IV) pada kelas 1 dan 2 sindroma

HELLP atau kelas 3 sindrom HELLP yang rumit, selain untuk indikasi membantu

kematangan paru-paru janin.5

Sindroma HELLP bukan merupakan indikasi untuk operasi caesar.

Persalinan pervaginam diupayakan pada pasien dengan kehamilan di atas 32

minggu, atau adanya persalinan aktif atau pecah ketuban. Pada pasien dengan usia

kehamilan kurang dari 30 minggu dengan serviks yang kurang baik (Bishop skor

<5) dan tidak adanya persalinan aktif, operasi caesar merupakan pilihan yang lebih

baik. Seksio sesaria elektif juga dianjurkan untuk pasien dengan retardasi

pertumbuhan janin atau oligohidramnion.

Magnesium sulfat harus diberikan selama proses persalinan dan awal

postpartum untuk profilaksis terhadap kejang tanpa memandang tekanan darah. Ini

dimulai pada awal periode observasi, terus berlanjut sampai periode intrapartum,

dan kemudian selama 24-48 jam postpartum. Regimen standar termasuk dosis awal

6 gram magnesium lebih dari 20 menit diikuti dengan dosis pemeliharaan dua

gram per jam secara intravena. Pemantauan serial tekanan darah diindikasi pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal dengan serum kreatinin lebih dari 1 mg / dl.

Seperti pada pasien dengan preeklamsia berat, antihipertensi yang

digunakan untuk tekanan darah sistolik di atas 160, dan atau tekanan diastolik lebih

dari 105 untuk menghindari pendarahan intraserebral. Antihipertensi yang menjadi

pilihan adalah hydralazine, labetalol dan nifedipin. Tekanan darah harus diperiksa

setiap 15 menit selama pemberian terapi antihipertensi, dan setelah stabil daat

dievaluasi setiap jam.5

I. Komplikasi Komplikasi terhadap ibu

Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%

berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress

syndrome, kegagalan hepatorenal, udem paru, hematom subkapsular, dan

rupture hati.3

Komplikasi terhadap bayi

Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta,

hipoksi intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin

berupa pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom

gangguan pernafasan (RDS).3

J. PrognosisPenderita HELLP mempunyai kemungkinan 19 – 27% untuk mendapat

resiko sindroma ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko sampai

43% untuk mendapat preeklampsia pada kehamilan berikutnya. Sindroma HELLP

kelas 1 merupakan resiko terbesar untung berulang.

Sibak dkk melaporkan angka kematian ibu pada sindroma HELLP 1.1%.

dengan komplikasi seperti DIC ( 21%), solusio plasenta (16%), gagal ginjal akut

( 7,7%), udema pulmonum (6%), hematom subkapsular hepar (0,9%) dan ablasio

retina (0,9%).

Angka morbiditas dan mortalitas pada anak berkisar 10 – 60% tergantung

dari keparahan penyakit ibu. Anak yang ibunya menderita sindroma HELLP

mengalami perkembangan janin terhmbat ( IUGR) dan sindroma kegagalan

pernapasan.6