A

download A

of 9

description

bcngkh

Transcript of A

A. DefenisiPenilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilain kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa kperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprassial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten.

Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang. Sementara Asad, (2003) mendefinisikan kinerja sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Sedangkan Yaslis Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. B. Prinsip-Prinsip PenilaianMenurut Gillies (1996), untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil, manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu:

1) Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati. Karena diskripsi kerja dan sstandar pelaksanaan kerja disajikan ke pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus diusahakan, pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang sama.

2) Sample tingkah lakku perawat yang cukup representatiif sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian haarus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku konsistennya serta guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

3) Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama.

4) Didalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer sebaiknya menunjukan segi-segi dimana pelaksanaan kera itu bias memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan. Supervisorsebaknya merujuk pada contoh-contoh khusus mengenai tingah laku yang memuaskan maupun yang tidak memuaskan supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluative.

5) Jika diperlukan, manajar sebaiknya menjelaskan area mana yang akan diprioritaskan seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja.

6) Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perwat dan manajer, diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi keduanya.

7) Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaik nya disusun denga terencana sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisa.C. Manfaat Yang Dapat Dicapai Dalam Penilaian KerjaManfaat penilaian kerja dapat dijabarkan menjadi 6, yaitu:

1) Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan RS.

2) Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya.

3) Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatakan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.

4) Membantu RS untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga RS mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan.

5) Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya atau system imbalan yang baik.

6) Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

Dengan manfaat tersebut diatas maka dapat diidentifikasi siapa saja staf yang mempunyai potensi untuk dikembangkan karirnya dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan dating atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Sedangkan bagi karyawan yang terhambat disebabkan karena kemauannya serta motivasi dan sikap yang kurang baik maka perlu diberikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung.

D. Model dan Metode Penilaian Kinerja

Mangkunegara (2009) menjelaskan model penilaian kinerja yaitu:

a. Penilaian sendiri

Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi didefinisikan sebagai sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan penilaian lainnya. Other Rating dapat diberikan oleh atasan, bawahan, mitra kerja atau konsumen dari individu itu sendiri. Penilaian sendiri biasanya digunakan pada bidang sumber daya manusia seperti: penilaian, kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri dilakukan bila personal mampu melakukan penilaian terhadap proses dan hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi.Penilaian sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman, pengetahuan dan sosio demografi seperti suku dan kependidikan. Dengan demikian tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi hal yang patut diperhatikan.

b. Penilaian atasan

Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung.

c. Penilaian mitra

Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.

d. Penilaian bawahan

Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal. Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini kurang mendapat dukungan, program penilaian bawahan terhadap manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka.

Menurut Lumbanraja dan Nizma (2010), metode penilaian prestasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Metode yang berorientasi pada masa lalu

1) Rating Scale: Pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestasi (kuantitatif dan kualitatif) yang sudah baku.

2) Checklist: Metode ini memerlukan penilaian untuk menyeleksi pernyataan yang menjelaskan karakteristik karyawan.

3) Critical Incident Method: pengukuran dilakukan berdasarkan catatan aktivitas seorang karyawan dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam perilaku positif dan negatif.

4) Field Review Method: Pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau lapangan.

5) Performance Test and Observation: Penilaian prestasi kerja dapat dilaksanakan didasarkan pada suatu test keahlian.

6) Comparative Evaluation Approach: Pengukuran dilakukan dengan membandingkan prestasi kerja seorang karyawan dengan karyawan lain.

b. Metode yang berorientasi pada masa depan

1) Self appraisal: Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi diri adalah untuk melanjutkan pengembangan diri.

2) Psycological appraisal: penilaian ini biasanya dilakukan oleh seorang psikolog, terutama digunakan untuk menilai potensi karyawan.

3) Management By Objectives: Pengukuran berdasarkan pada tujuan pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara karyawan dan atasan-nya.

4) Assesment Center: bentuk penilaian yang di standarisasi, tergantung pada tipe berbagai penilaiE. ALAT UKURBerbagai macam alat ukur telah digunakan dalam penelitian pelaksanaan kerja karyawan keperawatan. Agar efektif, alat evaluasi sebaiknya dirancang untuk mengurangi bias, meningkatkan objektifitas serta menjamin keabsaan dan ketahanan. Setiap supervisor menunjukan beberapa tingkatan bias dalam evaluasi kerja bawahan. Beberapa supervisor biasanya menilai pelaksanaan kerja perawat laki-laki terlalu tinggi dan beberapa supervisor yang lain biasanya juga mermehkan pelaksanaan kerja perawat asing. Beberapa diantaranya menaksir terlalu tinggi pengetahuan dan keterampilan dari setiap perawat itu sangat menarik, termassuk juga dalam hal kerapian dan kesopanan.Objektifitas, yaitu kemampuan untuk mengalihkan diri sendiri secara emosional dari suatu keadaan untuk mempertimbangkan fakta tapa adanya penyimpangan oleh perasaan pribadi.

Keabsahan diartikan sebagai tingkatan alat mengukur pokok isi serta apa yang harus diukur. Alat pengukur yang digunakan dalam menilaian pelaksanaan kerja dan tugas-tugas yang ada dalam diskripsi kerja dari kepala perwat perlu dirinci satu demi satu dan dilaksanakan secara akurat.

Jenis alat evaluasi pelaksanaan kerja perawat yang umum digunakan ada lima yaitu: laporan bebas, pengurutan yang sederhana, checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik,dan perbandingan pilihan dibuat-buat (Henderson, 1984).

1) Laporan tanggapan bebas

Pemimpin atau atasan diminta memberikan komentar tentang kullitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu. Karen tidak adnya petunjuk yang harus dievaluasi, sehingga penilaian cendrung menjadi tidak sah. Alat ni kurang objektfi karena mengabaiikan satu atau lebih aspek penting, dimana penilaian hanya berfokus pada salah satu aspek.

2) Checklist pelaksanaan kerja

Checklist terdiri dari daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir dimana nilai dapat menyatakan apakah bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak.

F. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam Melakasankan Asuhan Keperawatan Kepada KlienDalam penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keparawatan. Standar praktik keperawatan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi: (1) pengkajian, (2) diagnosa keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, (5) evaluasi.

1. Standar I: pengkajian keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemerikasaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

1) Status kesehatan klien masa lalu.

2) Status kesehatan klien saat ini.

3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual.

4) Respon terhadap terapi.

5) Harapan terahdap tingkat kesehatan yang optimal.

6) Resiko-resiko tinggi masalah.

2. Standar II: diagnose keperawatan.

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnose keperawatan. Adapun kriteria proses;

a. Proses diagnose terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien dan perumusan diagnose keperawatan.

b. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E) dan tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

c. Bekerja sama dengan klien dan petugas keseshatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

3. Standar III: perencanaan keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien.

Kriteria prosesnya meliputi:

a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

d. Mendokumentasi rencana keperawatan.4. Standar IV; implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.

Kriteria proses meliputi:

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkunngan yang digunakan.

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.5. Standar V: evaluasi keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya:

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi perencanaan.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan dan kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai. Standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien.G. MASALAH DALAM PENILAIAN PELAKSANAAN KERJADalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai permasalahan antara lain (Gillies, 1996):

a. Pengaruh haloeffectPengaruh haloeffect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alas an. Misalnya pegawai yang dekat dengan penilai keluarga dekat akan mendapat nilai tinggi dan sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah.

b. Pengaruh horn

Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang pegawai yang pelaksanaan kerja diatas tingkat rata-rata sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian pelaksanaan kerja tahunannya telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervisi pegawai, cenderung menerima penilaian lebih rendah daripada sebelumnya.

Penilaian Prestasi Kerja di Rumah Sakit Baladhika Husada Jember

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilain kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi.Penilaian kerja juga dilakukan di rumah sakit Baladhika Husada Jember. Di rumah sakit Baladhika Husada Jember, dilakukan penilaian kerja perawat oleh bagian keperawatan rumah sakit Baladhika Huada Jember sekali dalam satu tahun. DAFTAR PUSTAKA

Asad, M. 2004. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia Psikologi Industri. Edisi Keempat. Cetakan Kesembilan. Yogyakarta: Liberty.Ilyas, Yaslis. 2002. Kinerja Teori Penilaian dan Penelitian Edisi Revisi. Jakarta: Fekom UI.Gillies. DA, 1996. Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem. Philadelphia: Souders Company.Lumbanraja, Prihatin dan Cut Nizma. 2010. Pengaruh Pelatihan dan Karakteristik Pekerjaan Terhadap Prestasi Kerja Perawat di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol 12 (No. 2) hal 143.Henderson, I.R.. 1984. Performance Aprraisal. Reston: Reston Pubilising Company.PPNI. 2000. Standar Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: PPNI.Mangkunegara, A. Anwar Prabu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.