A14bar

70
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG TANGKUBAN PERAHU BERBASIS MITIGASI DI LEMBANG JAWA BARAT BAGUSTIO ARDHITYA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

description

gunung tangkuban perahu

Transcript of A14bar

Page 1: A14bar

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG TANGKUBAN PERAHU BERBASIS

MITIGASI DI LEMBANG JAWA BARAT

BAGUSTIO ARDHITYA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: A14bar
Page 3: A14bar

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Tata

Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di Lembang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Bagustio Ardhitya NIM A44090032

Page 4: A14bar

ABSTRAK BAGUSTIO ARDHITYA. Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana

Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di Lembang Jawa Barat. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.

Indonesia memiliki banyak gunung berapi di setiap pulau di Indonesia sehingga dikenal sebagai daerah cincin api. Gunung Tangkuban Perahu

merupakan gunung api yang masih aktif yang terletak di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Menurut sejarah erupsi Gunung Tangkuban Perahu, bahaya dari potensi letusan mencapai 5 km melebar keseluruh kawasan

Kecamatan Lembang. Hal itu membuat Kota Lembang menjadi kawasan rawan bencana sehingga dibutuhkan perencanaan tata ruang kota berbasis bencana.

Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi, klasifikasi, dan tata ruang Kecamatan Lembang berbasis mitigasi. Perencanaan tata ruang dengan metode analisis data spasial dengan meng overlay data spasial gunung api Tangkuban

Perahu dengan data spasial kondisi umum Kecamatan Lembang. Metode tersebut menghasilkan data spasial berupa tingkat kerentanan suatu daerah. Lalu

menentukan blockplan dengan menggunakan metode permodelan spasial. Dengan konsep dasar mitigasi, perencanaan tata ruang Kecamatan Lembang memiliki prioritas utama untuk memperkecil tingkat resiko bencana. Hasil dari penelitian

ini adalah tiga model ruang evakuasi yaitu zona evakuasi mikro, meso, dan makro.

Kata kunci : Mitigasi bencana, letusan gunung api, Tangkuban Perahu, tata ruang kota, Kota Lembang

ABSTRACT

BAGUSTIO ARDHITYA. An Arrangement Planning Of Urban Space In Vulnerability Area of Tangkuban Perahu Vulcano’s Eruption Base of Mitigation

At Lembang, West Java . Supervised by AFRA DN MAKALEW.

Indonesia has many volcanoes in every island and known as the ring of fire

area. Tangkuban Perahu is still an active volcano located in the Lembang City, Bandung Barat District. According to the eruption history of Tangkuban Perahu,

the eruption could reach 5 km widely to whole of Lembang City. It makes Lembang city into a disaster-prone areas and that is why It needs an arrangement of urban space-based disaster. The objective of this research is to identify, classify

and arrange Lembang districtbase of mitigation. The arrangement was done by analysis of spatial data with spatial that will result a vulnerability level for each

areas. Then define a blockplan by modeling spatial.With mitigation as a base concept, an arrangement planning of urban space has highly priority to to minimize disaster risk. The result of this research is evacuation space model

which are micro evacuation space, meso evacuation space, and macro evacuation space .

Keywords: Disaster mitigation, volcanic eruptions, Tangkuban Perahu, urban spatial arrangement, the City Lembang

Page 5: A14bar

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 6: A14bar
Page 7: A14bar

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG TANGKUBAN PERAHU BERBASIS

MITIGASI DI LEMBANG JAWA BARAT

BAGUSTIO ARDHITYA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

Page 8: A14bar
Page 9: A14bar

Judul Skripsi :Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan

Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di Lembang Jawa Barat

Nama :Bagustio Ardhitya NIM :A44090032

Disetujui oleh

Dr Ir Afra DN Makalew, M.Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara M.Agr

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Tanggal Lulus:

Page 10: A14bar
Page 11: A14bar

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat ilmu, rahmat, dan hidayah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

penelitian ini. Judul skripsi yang dipilih adalah Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi d i

Lembang Jawa Barat. Terimakasih penulis haturkan kepada Dr Ir Afra DN Makalew, M.Sc selaku pembimbing skripsi yang selalu senantiasa membimbing dalam penilitian ini.

Terimakasih pula kepada kedua orang tua yang selalu mendoakan yang terbaik kepada penulis sebagai anaknya. Terimakasih juga kepada teman teman

seperjuangan untuk segala motivasi yang sangat membangun dalam pengerjaan skripsi ini.

Demikian skripsi penelitian ini dibuat, semoga karya ilmiah ini bermanfaat

bagi pihak Pemerintah Kota Bogor dan pihak lain yang memerlukan.

Bogor, September 2014

Bagustio Ardhitya

Page 12: A14bar
Page 13: A14bar

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Bencana 4

Letusan Gunung Berapi 4

Bahaya Utama (Primer) 4

Bahaya Ikutan (Sekunder) 5

Sejarah Gunung Tangkuban Perahu 5

Kegiatan Gunung Tangkuban Perahu 5

Mitigasi Bencana 5

Perencanaan 6

METODOLOGI 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Alat dan Bahan Penelitian 8

Batasan Penelitian 8

Metode dan Tahap Penelitian 9

Metode Pengumpulan Data 9

Metode Pengolahan Data 11

KONDISI UMUM 18

Aspek Biofisik 19

Topografi 19

Hidrogeologi 21

Iklim 22

Kawasan Hutan 24

Tata Guna Lahan 25

Sarana dan Prasarana 26

Aspek Sosial 30

Page 14: A14bar

Kepemerintahan 30

Kependudukan 31

HASIL DAN PEMBAHASAN 34

Identifikasi Tipologi Daerah Rawan Bencana Erupsi Gunung Berapi 34

Bahaya Primer 34

Bahaya Sekunder 34

Analisis Tingkat Kerentanan (vulnerability)Bencana 36

Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya Longsor 36

Analisis Pengaruh Kemiringan Tapak Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya Longsor 38

Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya Banjir Lahar Dingin 41

Analisis Pengaruh Ketinggian Tapak Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya Banjir Lahar Dingin 41

Overlay 44

Sintesis 47

Konsep Perencanaan Tata Ruang 54

Konsep Dasar 54

Pengembangan Konsep 54

Perencanan Lanskap Berbasis Mitigasi 58

Rencana Ruang 58

Rencana Aktivitas 61

Rencana Sarana dan Prasarana 61

Rencana Sirkulasi 63

Rencana Vegetasi 64

Rencana Daya Dukung 64

SIMPULAN DAN SARAN 68

Simpulan 68

Saran 68

DAFTAR PUSTAKA 69

RIWAYAT HIDUP 70

Page 15: A14bar

DAFTAR TABEL

1. Sejarah kegiatan Gunung Berapi Tangkuban Perahu 6 2. Alat dan bahan penelitian 9

3. Tahap Penelitian 9 4. Metode pengumpulan data 10 5. Penentuan tipologi kawasan rawan bencana letusan gunung berapi 12

6. Tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor 13 7. Kemiringan tapak 13

8. Data bentuk geografis berdasarkan desa di Kecamatan Lembang 19 9. Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang 20 10. Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang 26

11. Jarak antar desa di Kecamatan Lembang 27 12. Jenis sarana dan prasarana komunikasi yang digunakan menurut desa

di Kecamatan Lembang 28 13. Jumlah sarana kesehatan yang berada di desa/kelurahan di Kecamatan

Lembang 29

14. Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut desa/kelurahan di 30 15. Jumlah RT dan RW menurut Desa di Kecamatan Lembang 31

16. Jumlah penduduk Kecamatan Lembang 32 17. Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang 33 18. Penentuan skor pada setiap kriteria analisis 44

19. Skor tingkat kerentanan bencana pada zona zona peta komposit 46 20. Rencana aktivitas dan rencana sarana dan prasarana. 62

21. Kebutuhan Ruang Terbuka Sebagai Zona Evakuasi 64

Page 16: A14bar

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir 3 2. Peta orientasi Kecamatan Lembang 8

3. Alur pengolahan data 11 4. Ilustrasi tehnik weighted overlay dan scoring 14 5. Proses permodelan spasial 16

6. Peta administrasi Kecamatan Lembang 18 7. Peta kemiringan Kecamatan Lembang 20

8. Peta geologi Kecamatan Lembang 21 9. Peta jenis tanah Kecamatan Lembang 22 10. Peta sumber air Kecamatan Lembang 23

11. Kelembaban rata–rata dari Tahun 2002–2011 23 12. Suhu rata–rata dari Tahun 2002–2011 24

13. Curah hujan rata–rata dari Tahun 2002–2011 24 14. Peta Kawasan Hutan Kecamatan Lembang 25 15. Peta sirkulasi Kecamatan Lembang 27

16. Peta Tipologi daerah rawan bencana erupsi gunung 35 17. Peta analisis pengaruh jenis tanah terhadap tingkat kepekaan bahaya

longsor 39 18. Peta analisis pengaruh kemiringan tapak terhadap tingkat kepekaan

bahaya longsor 40

19. Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat kerentanan bahaya banjir lahar dingin 42

20. Peta analisis pengaruh ketinggian tapak terhadap tingkat kerentanan bahaya banjir lahar dingin 43

21. Peta Komposit 1

22. Zonasi mitigasi Kecamatan Lembang 48 23. Peta rencana struktur bangunan 49

24. Rencana blok (block plan) Desa Lembang 50 25. Peta existing zona aman mikro 51 26. Peta existing zona aman meso 52

27. Peta existing zona aman makro 53 28. Alur konsep 54

29. Diagram konsep ruang 55 30. Konsep sirkulasi 56 31. Diagram konsep vegetasi 57

32. Rencana ruang zona aman mikro 58 33. Rencana ruang zona aman meso 59

34. Rencana ruang zona aman makro 60 35. Contoh rambu evakuasi 62 36. Rencana sirkulasi Desa Lembang 63

37. Rencana tapak zona aman mikro 65 38. Rencana tapak zona aman meso 66

39. Rencana tapak zona aman makro 67

Page 17: A14bar

18

KONDISI UMUM

Menurut Statistika Daerah Kecamatan Lembang (2013), Kecamatan Lembang berada pada Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Secara

geografis Kecamatan Lembang terletak diantara 107o 1.10’ BT — 107o 4.40’ BT dan 6o 3.73’ LS — 7o 1.031’ LS dengan luas wilayah 95.58 Km2. Wilayah Kecamatan Lembang merupakan salah satu kawasan yang berdekatan dengan

potensi hazard Gunung Tangkuban Perahu yang memiliki batas wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Subang. b) Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Kabupaten

Bandung.

c) Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Parompong d) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kota Bandung

Kondisi umum Kecamatan Lembang dibagi menjadi dua yaitu aspek biofisik dan aspek sosial. Aspek bio fisik memaparkan tentang kondisi fisik yang berkaitan dengan ruang lingkup pengembangan kawasan Kecamatan Lembang

serta menjelaskan tentang kondisi alami secara spasial yang berkaitan dengan fungsi hutan dalam upaya mitigasi. Aspek sosial memaparkan tentang kondisi

sosial yang mempengaruhi tentang perkembangan masyarakat pada Kecamatan Lembang. Secara khusus kondisi umum di Kecamatan Lembang menjelaskan keadaan kawasan yang berpengaruh kepada segi kebencanaan. Peta administrasi

Kecamatan Lembang disajikan pada Gambar 6.

Sumber: Album Peta RTRW BAPPEDA Bandung Barat. (2009).

Gambar 6 Peta administrasi Kecamatan Lembang

Page 18: A14bar

19

Aspek Biofisik

Topografi

Kecamatan Lembang adalah wilayah administrasi yang berada dalam

kawasan kaki Gunung Tangkuban Perahu. Keberadaan Gunung Tangkuban Perahu sangat mempengaruhi bentuk topografi kecamatan lembang. Bentukan geografis Kecamatan Lembang terdiri dari dua bentukan yaitu lereng atau

punggung bukit dan dataran. Bentukan geografis tersebut disajikan pada Tabel 8.

Bentukan geografis tersebut secara detil dijelaskan dalam topografi

Kecamatan Lembang. Topografi merupakan komponen dasar analisis tapak dengan tujuan untuk mendefinisikan kesesuaian lahan terhadap aktifitas manusia.

Komponen topografi yang mendasar adalah kemiringan dan ketinggian lahan yang mengandung potensi bahaya. Potensi bahaya tersebut ditentukan dengan nilai nilai pada setiap tingkatan kemiringan dan ketinggian. Secara spasial wilayah

Kecamatan Lembang memiliki kemiringan lahan yang berbeda sebagai berikut, persentase kemiringan lebih dari 40%, persentase kemiringan 15–25 dan

persentase kemiringan 0–8%. Persentase kemiringan lebih dari 40% memiliki kawasan yang paling luas sehingga menempatkan wilayah lembang sebagai daerah rawan bencana. Keadaan kemiringan Kecamatan Lembang disajikan dalam

Gambar 7. Dengan berbagai macam topografi yang ada pada bentukan kawasan di Kecamatan Lembang maka bermacam—macam pula penggunaan lahannya.

Penggunaan lahan berdasarkan desa di Kecamatan Lembang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8 Data bentuk geografis berdasarkan desa di Kecamatan Lembang

No Desa Pesisir/Tepi

laut

Bukan pesisir

Lembah/Daerah aliran sungai

Lereng/

Punggung bukit

Dataran

1 Gudang Kahuripan - - √ -

2 Wangunsari - - √ - 3 Pagerwangi - - √ - 4 Mekarwangi - - √ -

5 Langensari - - - √ 6 Kayuambon - - - √

7 Lembang - - - √ 8 Cikahuripan - - √ - 9 Sukajaya - - √ -

10 Jayagiri - - √ - 11 Cibogo - - - √

12 Cikole - - √ - 13 Cikidang - - √ - 14 Wangunharja - - √ -

15 Cibodas - - - √ 16 Suntenjaya - - √ -

Jumlah - - 11 5

Sumber : Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Page 19: A14bar

20

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 7 Peta kemiringan Kecamatan Lembang

Tabel 9 Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang

No Desa

Lahan pertanian sawah (ha) Lahan

pertanian

bukan

sawah

(Ha)

Lahan

Non

pertanian

(Ha)

Luas

Desa

(Ha)

Lahan

berpengai

ran teknis

Lahan

pertanian

nonteknis

Lahan

tidak

berpeng

airan

1 Gudang Kahuripan - - - 241.5 213.2 454.7

2 Wangunsari - - - 257.98 121.3 379.3

3 Pagerwangi - - - 257 158.5 415.5

4 Mekarwangi - - - 240.2 83.6 323.8

5 Langensari - - - 210 259.1 469.1

6 Kayuambon - - - 31.3 148.9 180.2

7 Lembang - - - 35.8 284.8 320.6

8 Cikahuripan - - - 687.8 61.4 749.2

9 Sukajaya - - - 463.3 94.6 557.9

10 Jayagiri - - - 937.9 36.1 974

11 Cibogo - - - 234.2 180.6 423.8

12 Ciko le - - - 147 195.9 342.9

13 Cikidang - - 280.8 207.6 35.4 523.8

14 Wangunharja - - - 421.5 60.9 482.4

15 Cibodas - - - 890.8 21.6 912.4

16 Suntenjaya - - - 467.8 108.7 576.5

Jumlah - - 280.8 5740.68 2064.6 8086.08

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Page 20: A14bar

21

Hidrogeologi

Keadaan geologi di Kecamatan Lembang merupakan material batuan yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu dan gunung–gunung kecil di sekitarnya.

Profil geologi tersebut meliputi tuf campuran yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Dano, tuf yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu, endapan gunung berapi, dan batuan yang berasal dari aliran lava. Tuf atau

tufa adalah batuan yang dihasilkan oleh endapan gas pyroclastic atau awan panas yang terfragmentasi selama erupsi gunung berlangsung dan memiliki struktur

berupa abu. Endapan gunung berapi yang tak dapat diuraikan adalah batuan batuan hasil dari aktivitas pendinginan magma gunung berapi dan waktu pendinginan magma yang bervariasi juga mempengaruhi variasi jenis batuan

tersebut. Batuan yang berasal dari lava terbentuk oleh aktivitas pendinginan magma yang mengalir di sepanjang jalurnya. Keadaan geologi Kecamatan

Lembang disajikan pada Gambar 8.

Tanah di Kecamatan Lembang sangat dipengaruhi pada keadaan kawasan yang merupakan kawasan vulkanis. Jenis tanah pada Kecamatan Lembang

sebagian besar adalah andosol coklat, regosol coklat, latosol coklat, regosol kelabu, dan litosol. Persebaran jenis tanah pada Kecamatan Lembang dapat disajikan pada Gambar 9.

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 8 Peta geologi Kecamatan Lembang

Page 21: A14bar

22

Secara kasat mata spasial keadaan hidrologi Kecamatan Lembang tidak

memiliki badan air yang besar dan terpusat melainkan banyak sungai kecil beserta alirannya. Pemenuhan kebutuhan air bersih rumahtangga merupakan komponen

kesejahteraan rumahtangga. Menurut Statistika Daerah Kecamatan Lembang (2013), rumahtangga yang menggunakan sumber air minum yang berasal dari air kemasan dan ledeng merupakan jumlah terbesar yaitu mencapai 15 308

rumahtangga, diikuti oleh sumur terlindung dan air tidak bersih masing—masing sebesar 12 016 rumah tangga dan 7 228 rumahtangga, mata air terlindung sebersar

6.424 rumahtangga dan Pompa air sebesar 5 271 rumahtangga. Sedangkan menurut Data Statistika Kecamatan Lembang Tahun (2012), sumber air minum rumah tangga terbesar ada pada mata air terlindung sebesar 24 674.

Sumber air penduduk di Kecamatan Lembang bertopang pada aliran air tanah yang di pengaruhi oleh kualitas kemampuan penyerapan air hujan oleh

Gunung Tangkuban Perahu. Zona sumber air yang memancar yang disajikan dalam Gambar 10.

Iklim

Kecamatan Lembang mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu rata–rata

20.04°C, persentase kelembaban rata–rata 84.63% dan curah hujan 160.58 mm selama sepuluh tahun terakhir. Keseluruhan data iklim disajikan dalam Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13.

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 9 Peta jenis tanah Kecamatan Lembang

Page 22: A14bar

23

Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).

Gambar 11 Kelembaban rata–rata dari Tahun 2002–2011

80.00

81.00

82.00

83.00

84.00

85.00

86.00

87.00

88.00

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Kele

mb

ab

an

Ra

ta R

ata

(%

)

Tahun

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 10 Peta sumber air Kecamatan Lembang

Page 23: A14bar

24

Kawasan Hutan

Kecamatan Lembang memiliki beberapa kawasan hutan yaitu hutan lindung, hutan rakyat, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Masing–masing fungsi

jenis kawasan hutan adalah untuk meningkatkan keanekaragaman hayati, sebagai habitat fauna, sebagai tempat koleksi flora dan pepohonan, sebagai tempat rekreasi masyarakat, dan lain–lain. Dalam pendekatan mitigasi, hutan bisa

menjadi buffer bencana dan juga sumber bencana sekunder, tergantung dari letak lokasi hutan pada saat erupsi gunung berapi terjadi. Kawasan hutan Kecamatan

Lembang dapat di jelaskan pada Gambar 14.

Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).

Gambar 13 Curah hujan rata–rata dari Tahun 2002–2011

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Cu

rah

Hu

jan

(m

m)

Tahun

Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).

Gambar 12 Suhu rata–rata dari Tahun 2002–2011

19.00

19.20

19.40

19.60

19.80

20.00

20.20

20.40

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Su

hu

Ra

ta–

Ra

ta (

ºC)

Tahun

Page 24: A14bar

25

Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan di Kecamatan Lembang didominasi dengan penggunaan lahan sebagai lahan pertanian. Sektor pertanian merupakan sector potensi untuk

perekonomian Kecamatan Lembang. Namun bukan sub sector tanaman pangan yang menjadi unggulan, melainkan budidaya tanaman hortikultura khususnya tanaman sayuran yang menjadi unggulan di Kecamatan Lembang. Lembang

memberikan kontribusi terhadap produksi sayur mayur yang merupakan andalan dibidang hortikultura di Kabupaten Bandung Barat.

Kecamatan Lembang juga terkenanl dengan obyek wisata agro tanaman hias. Penggunaan lahan di Kecamatan Lembang yang paling banyak adalah lahan pertanian bukan sawah lalu diikuti dengan penggunaan lahan non pertanian dan

lahan pertanian non sawah. Lahanpertanian sawah walaupun ada namun penggunaannya sudah beralih fungsi menjadi kefungsi lain karena kurangnya

sumber air. Tabel penggunaan lahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel10.

Alih fungsi lahan adalah masalah yang dikhawatirkan. Pengalihan fungsi

lahan tanpa mengindahkan peraturan yang ada maka pengalihan fungsi laha n tersebut ilegal. Dalam hal ini, Kecamatan Lembang merupakan kawasan rawan

bencana yang telah diatur dalam peraturan peraturan sehingga pengalihan fungsi lahan tanpa mengikuti aturan akan menambah tingkat resiko bencana di Kecamatan Lembang.

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 14 Peta Kawasan Hutan Kecamatan Lembang

Page 25: A14bar

26

Sarana dan Prasarana

Kecamatan Lembang memiliki jalur sirkulasi berupa jalan lokal dan jalan kolektor serta tiga terminal jenis C. Jalur sirkulasi memiliki peran sebagai jalur

evakuasi warga untuk menjauh dari bahaya. Jalur evakuasi tersebut diperoleh dari analisis daerah bahaya. Jalur sirkulasi Kecamatan Lembang disajikan dalam Gambar 15. Jalur sirkulasi Kecamatan lembang memiliki fungsi untuk mobilitas

distribusi antar desa dengan berbagai kepentingan.. Jarak antar desa di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 11.

Masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan sarana jenis transportasi darat. Menurut Kecamatan Lembang dalam angka (2013), Masyarakat Kecamatan Lembang lebih banyak menggunakan kendaraan motor roda dua yaitu sebanyak

18 252 kepala keluarga. Sedangkan, masyarakat Kecamatan Lembang yang menggunakan kendaraan bermotor roda empat hanya mencapai 2 711 kepala

keluarga. Sarana infrastruktur jalan terluas pada Kecamatan Lembang sudah menggunakan lapisan aspal dan beton. Sarana komunikasi sangat penting dalam hal mitigasi. Hal penting tersebut

menyangkut dengan distribusi pesan informasi yang berhubungan dengan peringatan dini bahaya bencana dan distribusi barang berupa bantuan ligistik dan

semacamnya untuk menunjang kegiatan evakuasi. Kegiatan koordinasi antar masyarakat tersebut sangatlah penting dalam upaya mitigasi.

Tabel 10 Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang

No Desa

Lahan pertanian sawah (ha) Lahan

pertanian

bukan

sawah

(Ha)

Lahan

Non

pertanian

(Ha)

Luas

Desa

(Ha)

Lahan

berpenga

iran

teknis

Lahan

pertani

an

nontek

nis

Lahan

tidak

berpeng

airan

1 Gudang Kahuripan - - - 241.5 213.2 454.7

2 Wangunsari - - - 257.98 121.3 379.3

3 Pagerwangi - - - 257 158.5 415.5

4 Mekarwangi - - - 240.2 83.6 323.8

5 Langensari - - - 210 259.1 469.1

6 Kayuambon - - - 31.3 148.9 180.2

7 Lembang - - - 35.8 284.8 320.6

8 Cikahuripan - - - 687.8 61.4 749.2

9 Sukajaya - - - 463.3 94.6 557.9

10 Jayagiri - - - 937.9 36.1 974

11 Cibogo - - - 234.2 180.6 423.8

12 Ciko le - - - 147 195.9 342.9

13 Cikidang - - 280.8 207.6 35.4 523.8

14 Wangunharja - - - 421.5 60.9 482.4

15 Cibodas - - - 890.8 21.6 912.4

16 Suntenjaya - - - 467.8 108.7 576.5

Jumlah - - 280.8 5740.68 2064.6 8086.08

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka 2013

Page 26: A14bar

27

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 15 Peta sirkulasi Kecamatan Lembang

Tabel 11 Jarak antar desa di Kecamatan Lembang

Jarak Antar

Desa (Km)

Gu

dan

g

Kah

uri

pan

Wan

gu

nsa

ri

Pag

erw

an

gi

Mek

arw

an

gi

Lan

gen

sari

Kay

uam

bo

n

Lem

ban

g

Cik

ah

uri

pan

Su

kaja

ya

Jay

ag

iri

Cib

ogo

Cik

ole

Cik

idan

g

Wan

gu

nh

arj

a

Cib

od

as

Su

nte

nja

ya

Gudang

Kahuripan 5.1 8.3 11.3 7.8 5.9 3.5 5.3 5.9 3.4 6.8 9.0 10.6 11.7 12.3 13.1

Wangunsari 5.1 8.8 10.2 8.8 6.9 4.4 7.3 8.1 4.7 7.8 9.8 12 13.5 13.6 14.4

Pagerwangi 8.3 8.8 7.2 5.3 4.4 4.7 7.9 8.6 4.9 5.9 8.2 10.3 10.8 11.4 12.2

Mekarwangi 11.3 10.2 7.2 3.5 5.4 7.8 10.9 11.6 7.9 8.9 10.3 9.7 7.4 7.6 8.4

Langensari 7.8 8.8 5.3 3.5 1.9 4.3 7.6 8.3 4.4 5.4 7.6 5.6 3.9 4.4 5.2

Kayuambon 5.9 6.9 4.4 5.4 1.9 2.4 5.7 6.4 2.5 3.5 5.5 7.8 5.6 6.3 7.1

Lembang 3.5 4.4 4.7 7.8 4.3 2.4 3.3 4.0 0.4 3.4 5.1 8.2 8.4 8.7 9.5

Cikahuripan 5.3 7.3 7.9 10.9 7.6 5.7 3.3 0.7 3.2 6.6 8.8 11 12.5 12.6 13.4

Sukajaya 5.9 8.1 8.6 11.6 8.3 6.4 4.0 0.7 3.9 7.3 9.5 11.7 12.6 12.7 13.5

Jayagiri 3.4 4.7 4.9 7.9 4.4 2.5 0.4 3.2 3.9 3.1 5.3 7.3 8.2 8.2 9.0

Cibogo 6.8 7.8 5.9 8.9 5.4 3.5 3.4 6.6 7.3 3.1 2.2 4.9 5.3 8.6 9.5

Cikole 9.0 9.8 8.2 10.3 7.6 5.5 5.1 8.8 9.5 5.3 2.2 2.7 3.1 5.3 6.1

Cikidang 10.6 12 10.3 9.7 5.6 7.8 8.2 11 11.7 7.3 4.9 2.7 1.2 4.2 4.8

Wangunharja 11.7 13.5 10.8 7.4 3.9 5.6 8.4 12.5 12.6 8.2 5.3 3.1 1.2 3.3 3.9

Cibodas 12.3 13.6 11.4 7.6 4.4 6.3 8.7 12.6 12.7 8.2 8.6 5.3 4.2 3.3 1.2

Suntenjaya 13.1 14.4 12.2 8.4 5.2 7.1 9.5 13.4 13.5 9.0 9.5 6.1 4.8 3.9 1.2

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Page 27: A14bar

28

Masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan telepon kabel sebagai

sarana komunikasi karena tidak adanya telepon umum. Namun, penggunaan telepon kabel pun tidak merata. Menurut Kecamatan Lembang dalam Angka

(2013),. Dengan melesatnya tingkat kacanggihan teknologi, kegiatanan distribusi penyampaian pesan dan dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi berupa telepon genggam ataupun telepon kabel. Namun, dalam hal distribusi berupa

barang ataupun dokumen penting masih menggunakan jasa pengiriman PT. Pos Indonesia (perseroan).Menurut Kecamatan Lembang dalam angka (2013), Jumlah

kantor pos,pos keliling, dan jarak ke kantor pos yang digunakan menurut desa/kelurahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 12.

Sarana dan prasana kesehatan memiliki nilai sangat penting baik dalam kebutuhan biasa maupun dalam kebutuhan yang sangat mendadak. Dalam hal yang berhubungan dengan mitigasi bencana, sarana dan prasarana kesehatan

dibutuhkan dalam keadaan mendadak untuk menampung para korban bencana letusan gunung api. Sarana dan prasarana kesehatan menyediakan bahan dan alat

medis yang mendukung minimal memiliki alat paket pertolongan pertama (First Aid Kit). Sarana dan prasarana kesehatan dalam tingkat regional kecamatan dapat berupa rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, puskesmas pembantu,

Tabel 12 Jenis sarana dan prasarana komunikasi yang digunakan menurut

desa/kelurahan di Kecamatan Lembang

No Desa/

Kelurahan

Ruta

telepon

kabel

Telepon

umum

Wartel/

kiospon Warnet

Kantor

pos

Jarak ke

Kantor

pos

Pos

keliling

1 Gudang

Kahuripan

556 - - 2 1 3 -

2 Wangunsari 263 - - 6 - 6 1

3 Pagerwangi 202 - 4 2 - 3 -

4 Mekarwangi 153 - 2 1 - 4 -

5 Langensari 156 - 1 - - 3 -

6 Kayuambon 827 - 2 8 - 2 -

7 Lembang 280 - 6 25 - - -

8 Cikahuripan 112 - - 2 - 3 -

9 Sukajaya 302 - 1 - - 4 -

10 Jayagiri 1 070 1 7 11 1 - -

11 Cibogo 172 - 3 8 - 2 -

12 Ciko le 312 - - 8 - 6 -

13 Cikidang 6 - 1 1 - 8 -

14 Wangunharja 10 - 3 2 - 9 1

15 Cibodas 80 - 1 1 - 9 -

16 Suntenjaya 311 - 1 1 - 13 -

Jumlah 4 812 1 32 78 2 75 2

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Page 28: A14bar

29

tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, posyandu, poliklinik desa (Polindes),

apotek, dan toko obat. Jumlah sarana kesehatan yang berada di desa/kelurahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 13.

Dalam ruang lingkup permukiman tedapat sarana dan prasarana umum yang dapat digunakan sebagai tempat evakuasi karena memiliki kemampuan untuk menampung massa korban bencana yang banyak. Dengan luasan tertentu, sarana

dan prasara umum dapat menjadi ruang evakuasi. Sarana dan prasarana tersebut berupa tempat olah raga yang memiliki luasan wilayah yang memadai dan

merupakan ruang terbuka yang terbebas dari gedung gedung tinggi yang berbahaya pada saat terjadinya bencana. Sarana dan prasarana tersebut nantinya akan menjadi tempat didirikannya tenda tenda pengungsian yang dapat menjadi

tempat sementara bagi pengungsi atau menjadi tempat berlindung sementara dari guncangan gempa saat erupsi. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa

lapangan sepak bola, lapangan basket, lapangan tenis, lapangan bola voli dan lapangan bulu tangkis. Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut desa/kelurahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 13 Jumlah sarana kesehatan yang berada di desa/kelurahan di Kecamatan

Lembang.

Desa/ Kelurahan

Rumah sakit

Rumah

ber salin

Poli

kli nik

Pus

kes mas

Pus

kesmas pem

bantu

Tempat

praktek dokter

Tempat

praktek bidan

Pos

yan du

Po

lin des

Apo tek

To

ko ob

att

Gudang

Kahuripan 1 - - - 1 2 4 14 - - 3

Wangunsari - - - - - 2 2 15 1 - -

Pagerwangi - - 1 - - 1 1 14 1 - --

Mekarwangi - - - - 1 - 1 9 1 - -

Langensari - - - - 1 2 4 16 - 1 -

Kayuambon - 2 1 - - 3 4 11 - - -

Lembang - 2 - 1 - 4 - 14 - 4 -

Cikahuripan - 4 - - - 1 5 10 - - -

Sukajaya - - 2 - 1 - 2 16 1 - 3

Jayagiri - 1 3 1 1 4 3 19 - 2 1

Cibogo - - 1 - - - 4 13 - - -

Cikole - - - 1 - 1 3 16 - 1 2

Cikidang - - 1 - - - 2 11 1 - -

Wangunharja - 1 - - 1 - 2 9 1 - -

Cibodas - - - 1 - - 2 17 1 - -

Suntenjaya - - 1 - - - 3 17 - - -

Jumlah 1 10 10 4 6 20 42 221 7 8 10

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Page 29: A14bar

30

Menurut Baseline Kegunung Apian Indonesia BNPB (2012), Gunung

Tangkuban Perahu memiliki daya resiko terhadap Kawasan Rawan Bencana (KRB). KRB Gunung Tangkuban Perahu memiliki radius tertentu maka dari itu

KRB meliputi beberapa wilayah administrasi dalam radius KRB Gunung Tangkuban Perahu. Penduduk yang terpapar akibat awan panas, lava, dan hujan abu 3 525 jiwa dan bangunan yang berpotensi terpapar pada KRB Gunung

Tangkuban Perahu sebanyak 2 253 unit bangunan. Dalam hal sarana dan prasarana Kecamatan Lembang, rumah masyarakat yang berpotensi terpapar

bencana letusan Gunung Tangkuban perahu sebanyak 400 unit, sarana dan prasaran pendidikan yang berpotensi terpapar sebanyak 3 unit begitu juga dengan sarana kesehatan di Kecamatan Lembang.

Aspek Sosial

Kepemerintahan

Menurut pandangan sosiologi, struktur sosial atau kepemerintahan sangat berpengaruh terhadap kepekaan penduduk terhadap bencana. Struktur sosial yang

Tabel 14 Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut desa/kelurahan di

Kecamatan Lembang

No Desa/ Kelurahan Sepakbola Bolavoli Bulu tangkis

Bola basket

Tenis lapangan

1 Gudang Kahuripan

1 6 4 - 1

2 Wangunsari - 2 2 - -

3 Pagerwangi 1 8 1 - 1

4 Mekarwangi - 5 4 - -

5 Langensari 1 - 3 - -

6 Kayuambon 3 3 3 3 3

7 Lembang 3 6 4 3 2

8 Cikahuripan 1 5 2 1 -

9 Sukajaya 1 2 2 - -

10 Jayagiri 1 8 6 3 3

11 Cibogo 1 7 - - -

12 Cikole 2 10 3 - 2

13 Cikidang - 1 2 - -

14 Wangunharja 1 1 1 1 -

15 Cibodas 1 8 4 - -

16 Suntenjaya - 1 5 - -

Jumlah 17 82 46 11 12

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Page 30: A14bar

31

kokoh akan membentuk suatu solidaritas sosial yang kokoh pula. Hal ini akan

membangun koordinasi per individu sehingga kepekaan akan terjadinya bencana sangat tinggi (pre disaster). Selain itu pula, terbentuknya struktur sosial yang

solid akan membangun mempercepat tingkat penanggulangan bencana ( post disaster ) (maarif,2010).

Menurut Stastitik Daerah Kecamatan Lembang (2013), bentuk

kepemerintahan yang dimiliki oleh Kecamatan Lembang yaitu 887 Rumah Tangga, 220 Rukun Warga, 56 Dusun, dan 16 Desa. Data statistik jumlah satuan

lingkungan Rukun Tetangga dan Rukun Warga tersebut mengalami peningkatan jumlah dari tahun 2012 ke 2013 yaitu sebesar 1.85 persen dan 1.30 persen hal ini di karenakan terjadi pemekaran wilayah satuan lingkungan setempat. Dalam hal

ini Desa Jayagiri menempati Desa teratas dengan jumlah satuan lingkungan terbanyak yaitu 19 Rukun Warga dan 96 Rukun Tetangga. Sedangkan, Desa

Kayuambon memiliki satuan lingkungan Rukun Tetangga paling sedikit yaitu 35 RT serta Desa Mekarwangi dan Wangunharja merupakan desa yang memiliki jumlah satuan lingkungan Rukun Warga paling sedikit dengan jumlah 9 RW.

Dalam hal mitigasi, dinamika kepemerintahan ini sangat penting dalam hal koordinasi dan komunikasi kesiapan menghadapi bencana yang tepat dan terarah.

Jumlah RT dan RW menurut Desa di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 15.

Kependudukan

Menurut Maarif (2010), Kerentanan penduduk merupakan satu konstruksi yang kompleks yang meliputi faktor faktor seperti tempat tinggal di daerah rawan

bencana, sumber daya materi, usia, gender, pengetahuan tentang langkah penyelamatan, modal sosial, kemampuan untuk mengakses dengan lembaga-

Tabel 15 Jumlah RT dan RW menurut Desa di Kecamatan Lembang

Desa Dusun Rukun Warga Rukun Tetangga

Gudang Kahuripan 5 14 58 Wangunsari 4 15 56 Pagerwangi 4 14 69

Mekarwangi 2 9 40 Langensari 3 16 54

Kayuambon 2 11 35 Lembang 4 14 57 Cikahuripan 3 10 58

Sukajaya 4 16 52 Jayagiri 4 19 96

Cibogo 4 13 46 Cikole 4 15 67

Cikidang 5 11 48 Wangunharja 3 9 38

Cibodas 3 17 66 Suntenjaya 2 17 47

Jumlah 56 220 887

Sumber: Statistika Daerah Kecamatan Lembang. (2013).

Page 31: A14bar

32

lembaga masyarakat utama. Kerentanan penduduk merupakan salah satu faktor

terjadinya bencana. Jumlah penduduk di Kecamatan Lembang mencapai 180 526 jiwa.Penduduk

laki laki sebanyka 92 300 jiwa sedangkan penduduk perempuan sebanyak 88 226 jiwa. Perkembangan jumlah penduduk laki laki dan penduduk relatif seimbang sehingga pencapaian suatu pembangunan daerah dalam peranan gender sangatlah

tidak membedakan gender. Dengan luas wilayah sekitar 95.56 km2 maka kepadatan penduduk Kecamatan Lembang mencapai 1 889 jiwa/km2 lebih tinggi

di bandingkan kepadatan penduduk di Kabupaten Bandung Barat itu sendiri yaitu 1 193 jiwa/km2.

Menurut Satistika Daerah Kecamatan Lembang (2013), berdasarkan jumlah

penduduk, Desa Jayagiri merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Lembang yaitu mencapai sebanyak 11 persen dari jumlah penduduk

Kecamatan Lembang atau sebanyak 19 356 jiwa dan diikuti secara berurutan dengan Desa Lembang sebanyak 10 persen, Desa Gudang Kahuripan sebanyak 8 persen. Sedangkan, Desa yang memiliki jumlah penduduk terkecil yaitu Desa

Mekarwangi sebanyak 3 persen dari jumlah penduduk Kecamatan Lembang. Dalam upaya pengurangan resiko bencana, penduduk di tempatkan pada

posisi korban bencana yang harus jamin keselamatan dan keamanannya agar mengurangi adanya resiko korban jiwa.Persebaran jumlah penduduk Kecamatan Lembang berdasarkan desa disajikan dalam Tabel 16.

Pemahaman konsep mitigasi pada setiap individu juga sangat penting dalam

upaya penanggulangan bencana. Keadaan pendidikan sangat mencerminkan dalam pemahaman konsep mitigasi. Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 16 Jumlah penduduk Kecamatan Lembang

Nama Desa Jumlah Penduduk

Gudang Kahuripan 13 829 jiwa

Wangunsari 10 110 jiwa Pagerwangi 9 164 jiwa

Mekarwangi 5 640 jiwa Langensari 12 308 jiwa Kayuambon 8 197 jiwa

Lembang 16 797 jiwa Cikahuripan 10 576 jiwa

Sukajaya 11 831 jiwa Jayagiri 18 587 jiwa Cibogo 10 879 jiwa

Cikole 13 047 jiwa Cikidang 7 501 jiwa

Wangunharja 7 412 jiwa Cibodas 10 113 jiwa

Suntenjaya 7 359 jiwa

Jumlah 180 526 jiwa

Sumber: Statistika Daerah Kecamatan Lembang. (2013).

Page 32: A14bar

33

Dalam upaya penanggulangan bencana sebagai upaya proaktif di butuhkan

tahap penyebar luasan informasi tentang upaya upaya pencegahan bencana. Cara terbaik dalam mengantisipasi bencana melalui pendidikan oleh lembaga lembaga

pendidikan. Kecamatan Lembang memiliki jumlah sekolah terdiri 71 TK, 63 SDN, 3 SD Swasta, 5 SLTPN, 15 SLTP Swasta, 1 SMUN, 7 SMU Swasta, 1 SMKN dan 4SMK swasta.

Tabel 17 Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang

Jenis Sekolah Status Jumlah

TK Negeri - Swasta 71

SD Negeri 63

Swasta 3

SLTP Negeri 5

Swasta 15

SMU Negeri 1 Swasta 7

SMK Negeri 4 Swasta -

AKADEMI Negeri - Swasta -

Perguruan Tinggi Negeri -

Swasta -

Ponpes / Diniyah Negeri -

Swasta 49

Sumber: Statistika Daerah Kecamatan Lembang. (2013).

Page 33: A14bar

34

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Tipologi Daerah Rawan Bencana Erupsi Gunung Berapi

Identifikasi tipologi daerah rawan bencana erupsi gunung berapi merupakan

penentuan zona rawan bencana erupsi gunung berapi berdasarkan dengan pencapaian suatu spasial bahaya bencana tersebut terhadap sua tu daerah. Menurut Hadisantono et al (2005), bahaya gunung berapi itu dapat terjadi apabila suatu

daerah pemukiman atau tata guna lahan lainnya terancam produk erupsi gunung berapi, seperti awan panas, lava, lontaran batu pijar, hujan abu, gas beracun, lahar

dan lain lain. Bahaya gunung berapi dibagi menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya

sekunder. Bahaya primer adalah bahaya sebagai akibat langsung dari pusat erupsi

gunung berapi meliputi, material freatik, lontaran batu pijar, hujan abu, hujan lumpur, gas beracun, awan panas, dan aliran lava. Bahaya sekunder adalah bahaya

ikutan atau yang terjadi setelah terjadinya erupsi bahaya tersebut berupa banjir lahar dingin. Menurut Hadisantono (2005) dalam Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung berapi Tangkuban Perahu, Kecamatan Lembang berpotensi bahaya

primer gunung berapi berupa lontaran batu pijar dan hujan abu lebat. Sedangkan bahaya sekundernya adalah banjir lahar dingin.

Bahaya Primer

Menurut Hadisantono et al (2005) Bahaya primer berupa lontaran batu pijar

dan hujan abu lebat yang akan terjadi yaitu seluas radius ± 5 km dari pusat erupsi. Data ini diperoleh dari pengamatan geologi yang juga mengungkapkan umur

aktivitas magmatis Gunung Tangkuban Perahu yang berkisar antara 17 700 hingga 8 700 tahun yang lalu. Pernyataan itu juga menyimpulkan bahwa Gunung Tangkuban Perahu adalah Gunung yang aktivitas magmatisnya termuda. Dalam

hal ini wilayah lembang yang terkena dampak bahaya primer gunung berapi adalah daerah cikole pada lereng tenggara gunung tangkuban perahu.

Bahaya Sekunder

Kawasan yang berpotensi dilanda banjir lahar dingin adalah sepanjang

sungai dengan tebing rendah terutama pada tikungan sungai. Aliran lahar ini membawa material hasil erupsi dari puncak gunung setelah terjadinya hujan lebat.

Daerah yang terkena banjir lahar dingin ini di wilayah lembang yaitu sepanjang sungai Cikole, Cibogo, Cicalung, Cikapundung, dan Cihideung serta daerah yang terkena bahaya sekunder secara keseluruhan adalah daerah Cikahuripan, Gudang

Kahuripan, Jayagiri, Cikole, Cibogo, Langensari,Mekarwangi, dan Lembang.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21/PRT/2007 yang disajikan dalam Tabel 5 sebelumnya, tipologi kawasan rawan bencana letusan gunung berapi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe yang masing masing

penentuannya dipengaruhi dengan terjadi atau tidaknya suatu bahaya bencana erupsi gunung berapi terjadi pada suatu desa. Dalam hal ini penentuan tipologi

daerah rawan bencana erupsi gunung berapi didasarkan menurut desa di Kecamatan Lembang disajikan dalam Gambar 16.

Page 34: A14bar

35

Gam

bar

16

P

eta

Tip

olo

gi dae

rah r

awan

ben

cana

erupsi

gunung

Page 35: A14bar

36

Berdasarkan penyajian Gambar 16 sebelumnya, Kecamatan Lembang tidak

memiliki daerah yang paling rawan bencana erupsi gunung berapi yaitu tipologi C. Namun, daerah tipologi B berada di Desa Cikahuripan, Desa Jayagiri, Desa

Cikole dan Desa Cibogo karena merupakan daerah jangkauan hujan abu yang paling lebat dan kemungkinan terkena batu pijar. Selain itu, desa desa tersebut berpotensi terkena banjir lahar dingin karena sungai Cikole, Cibogo, Cicalung,

Cikapundung, dan Cihideung yang mengalirkan lava. Desa yang termasuk tipologi A adalah Desa Sukajaya dan Desa Cikidang karena hanya memiliki

kemungkinan terjadi hujan abu dan batu pijar sedangkan Desa Lembang, Desa Gudang Kahuripan, Desa Mekarwangi, dan Desa Langensari hanya memiliki kerawanan terhadap aliran banjir lahar dingin dikarenakan lokasi administrasi

desa berdekatan dengan sungai Cicalung, Cikapundung, dan Cihideung. Sedangkan Desa Wangunharja, Desa Cibodass, Desa Suntenjaya, Desa Kayu

Ambon, Desa Wangunsari, dan Desa Pagerwangi tidak termasuk kedalam tipologi daerah rawan bencana erupsi gunung berapa namun tidak menutup kemungkinan bahwa keadaan lingkungan pada setiap desa tersebut memiliki resiko bencana.

Analisis Tingkat Kerentanan (vulnerability)Bencana

Bencana alam adalah suatu interaksi dari bahaya lingkungan/alam dengan kerentanan bencana (Awotona,1997). Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu keadaan yang ditentukan oleh faktor faktor atau proses proses fisik, sosial,

ekonomi dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi bahaya (hazard). Namun dalam penelitian ini, hanya aspek

spasial yang menjadi bahan analisis. Hal itu dikarenakan untuk mendukung konsep mitigasi yang tujuannya lebih di arahkan pada identifikas i daerah daerah rawan bencana, mengenali pola pola yang dapat menimbulkan kerawanan dan

melakukan mitigasi secara struktural dan non struktural. Tingkat kerentanan yang akan ditinjau adalah kerentanan alam.

Dasar dari analisis ini ditinjau dari bahaya gunung berapi yaitu bahaya primer (utama) dan bahaya sekunder (ikutan). Potensi kerentanan yang dianalisis adalah bahaya sekunder (ikutan) seperti banjir lahar yang tingkat resikonya

dipengaruhi dengan banyaknya material abu vulkanik dan bekas aliran lava yang tersapu oleh hujan lebat, longsor tanah yang disebabkan oleh gempa vulkanik

terhadap kepekaan jenis tanah di suatu kemiringan tanah tertentu atau longsor yang disebabkan oleh menumpuknya abu vulkanik yang bersifat lengang dan gempang tergerus air dalam curah hujan tertentu dan pada kemiringan tertentu

pula. Berdasarkan pernyataan diatas, terdapat variabel yang menentukan tingkat kerawanan bencana meliputi tingkat curah hujan, persentase kemiringan lahan,

tingkat ketinggian daratan dan jenis tanah. Selanjutnya variabel tersebut akan dianalisis secara deskriptif spasial.

Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya

Longsor

Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009) pada penyajian Gambar 9 sebelumnya menjelaskan bahwa Kecamatan Lembang memiliki empat kategori daerah berdasarkan jenis tanah, yaitu 1) daerah yang memiliki jenis tanah

Andosol berwarna coklat dan Regosol coklat, 2) daerah yang memiliki jenis tanah

Page 36: A14bar

37

Andosol berwarna coklat, 3) daerah yang memiliki jenis tanah Regosol kelabu dan

Litosol, dan 4) daerah yang memiliki jenis tanah Latosol coklat. Menurut Sarwono (2007), tanah Andosol merupakan tanah yang pada

umumnya berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik) dan mempunyai horizon kambik, bulk density (kerapatan limbak) kurang dari 0.85 g/cm3, banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik dan bahan

pyroclastic. Jenis tanah andosol yang ada di Kecamatan Lembang berwarna coklat sehingga jenis tanah ini berada pada epipedon mollik atau umbrik yang berada

pada lapisan atas yaitu horizon A yang mengandung bahan organik lebih dari 1% (0.6% C–Organik), tebal 18 cm atau lebih, memiliki struktur tanah granul atau remah, kejenuhan basa lebih dari 50% dan memiliki warna lembab dengan value

kurang dari 3. Menurut Munsell Soil Color Chart dalam Arsyad (1979), warna yang memiliki value kurang dari 3 adalah warna yang gelap dan dalam klasifikasi

karakteristik lahan, lapisan permukaan tanah yang berwarna coklat memiliki drainase tanah yang sangat buruk.

Menurut Sarwono (2007), tanah Latosol adalah tanah yang memiliki

struktur liat dengan tekstur gembur, gumpal, dan remah. Memiliki kejenuhan kurang dari 50% sehingga ketersediaan unsur hara sedang. Dengan tektur tanah

yang liat dan warna actual tanah di Kecamatan Lembang adalah coklat, maka pengaruh tanah latosol terhadap kepekaan longsor adalah pada drainase yang kurang baik.

Menurut Sarwono (2007), tanah Regosol adalah tanah yang memiliki tekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60%, horison pencirinya adalah

epipedon ochrik, epipedon histik dan sulfurik. Epipedon ochirk adalah horison berwarna terang value lebih dari 3, bahan organik kurang dari 1% atau keras. Epipedon histik adalah horison permukaan dengan tebal 20–40 cm yang

mengandung bahan organik tinggi, sedangkan horison bawah penciri sulfurik adalah horison yang banyak mengandung sulfat masam (cat clay) dengan ph

kurang dari 3.5 dan terdapat banyak karatan jarosit. Jenis tanah regosol yang terdapat pada Kecamatan Lembang yaitu regosol yang berwarna coklat dan kelabu. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa regosol yang berwarna

kelabu dapat di klasifikasikan kedalam horison epipedon ochirk sedangkan regosol yang berwarna coklat dapat d klasifikasikan kedalam horison epipedo n

histik dan bersifat horizon sulfurik karena daerah jenis tanah ini berdekatan pada pusat erupsi yang menghasilkan zat sulfur. Tanah Litosol adalah jenis tanah yang berada pada lapisan bawah yang merupakan endapan tua didominasi dengan

bahan mineral yang rendah akan unsur hara dan hanya memilki kedalaman kurang dari 20 cm. Di bawah lapisan ini merupakan batuan padu .

Berdasarkan analisis diatas, jenis tanah sangat berpotensi terhadap resiko bencana longsor. Hal itu dapat diketahui dari drainase tanah yang dipengaruhi dengan kemampuan daya serap air dan kerapatan partikel masing–masing jenis

tanah. Jenis tanah pada Kecamatan Lembang terbentuk dari proses pengendapan bahan bahan vulkanik dan terdapat pada horizon lapisan atas. Bahan vulkanik

yang mengendap tersebut memiliki banyak kandungan bahan organik sehingga rata–rata tekstur tanah dan strukturnya sangat peka terhadap bahaya longsor. Keberadaan jenis tanah tersebut pada horizon lapisan atas mengakibatkan

banyaknya jumlah perpindahan tanah atau longsoran tanah. Hal tersebut semakin menambah tingkat kerawanan bencana pada Kecamatan Lembang.

Page 37: A14bar

38

Berdasarkan penyajian Tabel 6 sebelumnya mengenai tingkat kepekaan

jenis tanah terhadap bahaya longsor, setiap jenis tanah yang terdapat pada Kecamatan Lembang memiliki tingkat kepekaan yang berbeda–beda. Pada

kategori daerah jenis tanah Andosol coklat dan Regosol coklat memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya longsor yang sangat peka. Pada kategori daerah jenis tanah Andosol coklat memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya longsor yang

peka. Pada kategori daerah jenis tanah Latosol coklat memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya longsor yang agak peka. Kemudian pada kategori daerah jenis

tanah Regosol kelabu dan Litosol memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya longsor yang sangat peka. Tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor tersebut mempersempit setiap kategori daerah jenis tanah menjadi tiga kategori

daerah tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor. Hal itu juga dapat disimpulkan bahwa pada kategori daerah jenis tanah Andosol coklat dan Regosol

coklat dan pada kategori daerah jenis tanah Regosol kelabu dan Litosol memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang tinggi. Pada kategori daerah jenis tanah andosol coklat memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang sedang, dan

pada kategori daerah jenis tanah Latosol coklat memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang rendah. Peta analisis pengaruh jenis tanah terhadap tingkat

kepekaan bahaya longsor disajikan dalam Gambar 17.

Analisis Pengaruh Kemiringan Tapak Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya

Longsor

Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009) pada penyajian

Gambar 5 sebelumnya bahwa Kecamatan Lembang memiliki tiga kategori kemiringan tapak yaitu >40%, antara 15–25%, dan 0–8%. Daerah yang memiliki kemiringan tapak >40% berada dari sebelah Barat Laut menyusuri tengah

Kecamatan Lembang hingga di sebelah tenggara Kecamatan Lembang meliputi sebagian Desa Jayagiri, Desa Cikahuripan, Desa Cikole, Desa Cikidang, Desa

Cibogo, Desa Langensari, Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Wangunharja dan Desa Suntenjaya. Daerah yang memiliki kemiringan tapak antara 15–25% berada di hampir seluruh Kecamatan Lembang baik meliputi sebagian luas desa

maupun seluruh luas desa. Daerah yang memiliki kemiringan tapak antara 0–8% sebagian berada Desa Cibodas, Desa Wangunharja, Desa Lembang, Desa Gudang

Kahuripan, Desa Sukajaya, dan Cikahuripan. Berdasarkan penyajian Tabel 7 sebelumnya mengenai kelas kemiringan

tapak, persentase kemiringan tapak mewakili berapa derajat kemiringan suatu

tapak dari puncak lereng hingga kaki lereng. Ketiga kategori kemiringan tapak yang masing masing memiliki keterangan datar, agak curam, dan sangat curam.

Hal itu dapat menyimpulkan bahwa pada kategori kemiringan tapak >40% memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang tinggi, pada kategori kemiringan tapak antara 15–25% memiliki tingkat tingkat kerentanan terhadap

bencana yang sedang, dan pada kategori kemiringan tapak antara 0–8% memiliki tingkat tingkat kerentanan terhadap bencana yang rendah. Peta analisis pengaruh

kemiringnan tapak terhadap tingkat kepekaan bahaya longsor disajikan dalam Gambar 18.

Page 38: A14bar

39

Gam

bar

17 P

eta

analisi

s pen

garu

h j

enis

tan

ah t

erh

adap

tin

gkat

kep

ekaa

n b

ahay

a lo

ng

sor

Page 39: A14bar

40

Gam

bar

18

Pet

a an

alisi

s pen

garu

h k

emir

ingan

tap

ak t

erhad

ap t

ingkat

kep

ekaa

n b

ahay

a lo

ngso

r

Page 40: A14bar

41

Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya

Banjir Lahar Dingin

Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009), Kecamatan Lembang

menjadi tiga kategori curah hujan berdasarkan jumlahnya yaitu 1500–2000 mm/tahun, 2000–2500 mm/tahun, dan 2500–3000 mm/tahun. Curah hujan sebanyak 1500–2000 mm/jam tersebar di sebelah Barat, Barat Daya, dan Selatan

Kecamatan Lembang meliputi Desa Gudang Kahuripan, Desa Wangunsari, Desa Pagerwangi, dan Desa Mekarwangi. Curah hujan sebanyak 2000–2500 mm/jam

tersebar di sebelah Barat, Tengah, dan Tenggara Kecamatan Lembang meliputi Desa Sukajaya, Desa Cikahirupan, Desa Lembang, Desa Jayagiri, Desa Cibogo, Desa Kayuambon, Desa Langensari, dan Desa Mekarwangi. Curah hujan

sebanyak 2500–3000mm/jam tersebar di Utara, Timur Laut, dan Timur Kecamatan Lembang meliputi Desa Jayagiri, Desa Cibogo, Desa Cikole, Desa

Cikidang, Desa Wangunharja, Desa Suntenjaya, Desa Cibodass, sebagian Desa Cikahuripan dan Desa Sukajaya.

Menurut grafik curah hujan yang disajikan dalam Gambar 13 sebelumnya,

menjelaskan bahwa terjadinya peningkatan curah hujan pada tahun ke tahun, mengingat bahwa isu global pemanasan suhu bumi yang menyebabkan perubahan

cuaca ekstrim sehingga tidak menutup kemungkinan curah hujan akan ada pada tingkat ekstrim. Maka dari itu secara spasial daerah curah hujan yang memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana tinggi adalah daerah yang memiliki curah

hujan antara 2500–3000mm/tahun, tingkat kerentanan terhadap sedang adalah daerah yang memiliki curah hujan antara 2000–2500mm/tahun dan daerah yang

tingkat kerentanan terhadap bencana rendah adalah daerah yang memiliki curah hujan 1500–2000mm/tahun. Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat kerentanan bahaya banjir lahar dingin disajikan dalam Gambar 19.

Analisis Pengaruh Ketinggian Tapak Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya

Banjir Lahar Dingin

Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009), Kecamatan Lembang dikelompokan menjadi tiga kategori ketinggian yaitu antara 1500–2000 m dpl,

antara 1000–1500 m dpl, dan antara 500–1000 m dpl. Daerah yang memiliki ketinggian antara 1500–2000 m dpl berada di sebelah Barat Laut Kecamatan

Lembang meliputi Desa Jayagiri, Desa Cikahuripan, dan Desa Sukajaya serta dekat dengan pusat erupsi Gunung Tangkuban Perahu. Daerah yang memiliki ketinggian antara 1000–1500 m dpl berada di hampir seluruh Kecamatan

Lembang. Daerah yang memiliki ketinggian antara 500–1000 m dpl berada di sebelah selatan Kecamatan Lembang yaitu Desa Mekarwangi.

Pola ketinggian yang di deskripsikan secara spasial pada gambar yaitu ketinggian tertinggi ada pada pusat erupsi yaitu Gunung Tangkuban Perahu yang berada di sebelah barat laut, lalu menurunkan ketinggian secara menyebar menuju

arah Timur, Tenggara, dan Selatan Kecamatan Lembang. Pola ketinggian tersebut menjelaskan tentang acuan secara spasial bahwa aliran lahar baik dari pusat

erupsi maupun banjir luapan sungai hasil aliran lahar memiliki orientasi dari arah Barat Daya menyebar menuju arah Timur, Tenggara, dan Selatan Kecamatan Lembang. Peta analisis pengaruh ketinggian tapak terhadap tingkat kerentanan

bahaya banjir lahar dingin disajikan pada gambar 20.

Page 41: A14bar

42

Gam

bar

19

P

eta

analisi

s p

engaru

h c

ura

h h

uja

n terh

adap

tin

gkat

ker

enta

nan

bah

aya

ban

jir

lahar

din

gin

Page 42: A14bar

43

Gam

bar

20

Pet

a an

alisi

s pen

garu

h k

etin

ggia

n t

apak

ter

had

ap t

ingkat ker

enta

nan

bah

aya

ban

jir

lahar

din

gin

Page 43: A14bar

44

Penyajian Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat kerentanan

bahaya banjir lahar dingin dalam Gambar 20 sebelumnya menunjukan Tingkat kerentanan terhadap bencana pada aspek ketinggian ini juga sangat dipengaruhi

dengan kondisi curah hujan pada suatu daerah. Keterkaitan aspek ketinggian dan aspek curah hujan ini sangat menentukan nilai resiko bencana pada daerah tersebut. Menurut Lavigne dkk (2000), resiko bencana tertinggi pada aliran lahar

yaitu pada ketinggian antara 600–450 m dpl. Oleh karena itu tingkat kerentanan terhadap bencana tertinggi ada pada daerah dengan ketinggian antara 500–1000 m

dpl, tingkat kerentanan terhadap bencana sedang terdapat pada daerah dengan ketinggian antara 1000–1500 mdpl, dan daerah yang memiliki tingkat kerentanan terhadap rendah adalah daerah dengan ketinggian antara 1500–2000 m dpl.

Overlay

Hasil analisis tingkat kerentanan terhadap bencana menghasilkan beberapa informasi melalui dari metode deskriptif spasial. Masing–masing informasi tersebut merupakan parameter dari kriteria analisis yang dibedakan berdasarkan

tingkat resiko bencana yang nantinya akan dikonversikan ke dalam angka (skor). Penentuan skor pada setiap kriteria analisis disajikan pada Tabel 18. Hal itu akan

mempermudah proses overlay. Pada proses overlay semua informasi dalam bentuk skor akan saling dikomposisikan menjadi suatu komposisi informasi spasial yang baru yaitu peta komposit.

Peta komposit adalah suatu data spasial yang memiliki beragam informasi yang berkaitan dengan parameter analisis yang telah memalui proses overlay atau

tumpang tindih. Peta komposit terdiri dari zonasi zonasi baru yang selanjutnya akan dikategorikan ke bentuk yang sederhana berdasarkan total skor yang disajikan pada Tabel 19. Penyederhanaan tersebut akan menghasilkan data spasial

yang baru yang berupa blok plan pada proses sintesis. Peta komposit disajikan dalam Gambar 21.

Tabel 18 Penentuan skor pada setiap kriteria analisis

No Kriteria Parameter Skor Keterangan

1 Pengaruh jenis tanah terhadap tingkat resiko bencana

Daerah jenis tanah andosol coklat dan regosol coklat

3 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―tinggi‖ karena jenis tanah sangat peka terhadap bahaya longsor

Daerah jenis tanah litosol dan regosol kelabu

3 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―tinggi‖ karena jenis tanah sangat peka terhadap bahaya longsor

Daerah jenis tanah andosol coklat

2 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―sedang‖ karena jenis tanah peka terhadap bahaya longsor

Daerah jenis tanah latosol coklat

1 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―rendah‖ karena jenis tanah agak peka terhadap bahaya longsor

Page 44: A14bar

45

Lanjutan Tabel 18 Penentuan skor pada setiap kriteria analisis No Kriteria Parameter Skor Keterangan 2 Pengaruh

kemiringan tapak terhadap tingkat resiko bencana

daerah dengan persentase kemiringan >40%

3 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―tinggi‖ karena kemampuan meningkatkan laju aliran permukaan (run off) sangat tinggi dan kemungkinan terjadinya longsor tinggi

daerah dengan persentase kemiringan antara 15 –5%

2 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―sedang‖ karena kemampuan meningkatkan laju aliran permukaan (run off) agak tinggi dan kemungkinan terjadinya longsor kecil

daerah dengan persentase kemiringan antara 0–8%

1 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―rendah‖ karena kemampuan meningkatkan laju aliran permukaan (run off) rendah dan kemungkinan terjadinya longsor tidak ada

3 Pengaruh curah hujan terhadap tingkat resiko bencana

Daerah yang memiliki curah hujan antara 2500–3000 mm/tahun

3 Memiliki tingkat kerentanan bahaya yang ―tinggi ― karena menghasilkan debit air tinggi sehingga memiliki kemampuan tinggi untuk membawa partikel pasca erupsi

Daerah yang memiliki curah hujan antara 2000–2500 mm/tahun

2 Memiliki tingkat kerentanan bahaya ―sedang ― karena menghasilkan debit air sedang sehingga namun memiliki kemampuan untuk membawa partikel pasca erupsi dan

Daerah yang memiliki curah hujan 1500–2000 mm/tahun

1 Memiliki tingkat kerentanan bahaya yang ―rendah‖ karena menghasilkan Debit air rendah sehingga memiliki kemampuan rendah untuk membawa partikel pasca erupsi

4 Pengaruh Ketinggian terhadap tingkat resiko bencana

Daerah dengan ketinggian antara 500–1000 mdpl

3 Memiliki tingkat kerentanan bencana yang ―tinggi― karena merupakan tempat terendah yang menjadi arah aliran lahar atau luapan banjir akibat sedimentasi lahar pada sungai dan penumpukan partikel pasca erupsi yang terbawa dari dataran tertinggi

Daerah dengan ketinggian antara 1000–500 mdpl

2 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―sedang‖ karena pada ketinggian ini menjadi aliran banjir tingkat menengah karena terus mengalir menuju daratan yang lebih rendah

daerah dengan ketinggian antara 1500–2000 mdpl

1 Memiliki kerentanan bencana yang ‖rendah‖ karena pada ketinggian ini menjadi awal mengalirnya lava dan belum menjadi bahaya lahar dan banjir yang meluas.

Sumber: Album Peta RTRW BAPPEDA Bandung Barat. (2009), Sarmono(2007) ,Lavigne

dkk (2000) dan Permenpu (2007)

Page 45: A14bar

46

Tabel 19 Skor tingkat kerentanan bencana pada zona zona peta komposit

Zona

Skor Tingkat Kerentanan Bencana

Total Skor Pengaruh jenis tanah

Pengaruh kemiringan tapak

Pengaruh ketinggian

Pengaruh Curah Hujan

C1 3 3 1 3 10 C2 3 2 1 3 9

C3 3 1 1 3 8 C4 3 1 1 2 7

C5 3 3 1 2 9 C6 2 2 1 3 8

C7 2 2 2 3 9 C8 2 1 1 2 6

C9 2 3 1 2 8

C10 2 3 1 2 8 C11 2 2 2 2 8

C12 2 2 1 2 7 C13 2 3 2 3 10

C14 2 1 2 2 7 C15 2 3 2 2 9

C16 2 2 2 2 8 C17 2 2 2 2 8

C18 2 2 2 2 8 C19 2 3 2 2 9

C20 2 3 2 3 10 C21 3 3 2 3 11

C22 3 2 2 3 10 C23 2 1 2 1 6

C24 2 2 2 1 7 C25 2 1 2 1 6

C26 2 1 2 2 7

C27 2 2 2 2 8 C28 2 3 2 2 9

C29 2 2 2 3 9 C30 2 1 2 2 7

C31 2 1 2 3 8 C32 2 2 2 3 9

C33 3 1 2 3 9 C34 2 2 2 3 9

C35 2 3 2 3 10 C36 3 3 2 3 11

C37 1 2 2 1 6 C38 1 2 2 2 7

C39 1 2 3 1 7 C40 1 3 2 2 8

C41 1 2 3 2 8

C42 1 2 3 1 7

Page 46: A14bar

Gambar 21 Peta

Komposit

Page 47: A14bar

47

Sintesis

Berdasarkan hasil overlay, pada Tabel 19 menunjukan bahwa setiap akumulasi parameter analisis menghasilkan total skor kerentanan terhadap

bencana. Tahap salanjutnya adalah melakukan uji kecendrungan untuk menginterpretasikan data. Tahap ini memperoleh rata rata skor yang dibandingkan dengan skor ideal untuk selanjutnya interval skor yang didapatkan kemudian

dikategorikan dalam interpretasi tingkat kerentanan terhadap bencana. Interpretasi tingkat kerentanan terhadap bencana merupakan klasifikasi skor dari total skor

tersebut. Rumus klasifikasi skor menggunakan rumus metode uji statistika

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑋 =(𝑋𝑚𝑎𝑘𝑠 +𝑋𝑚𝑖𝑛 )

2, 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑖 =

(𝑋𝑚𝑎𝑘𝑠 −𝑋𝑚𝑖𝑛 )

6

dengan X maks merupakan total skor maksimum ideal yaitu 12 (dua belas) dan X min merupakan total skor minimum ideal yaitu 1 (satu). Interpretasi untuk

klasifikasi skor yaitu, apabila 𝑋 + 1.5 𝑆𝑖 > 𝜇 sehingga nilai µ memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana, apabila 𝑋 − 0.5 𝑆𝑖 < 𝜇 > 𝑋 + 0.5 (𝑆𝑖)

sehingga nilai µ memiliki tingkat kerentanan sedang terhadap bencana dan apabila

𝜇 < 𝑋 − 1.5(𝑆𝑖) sehingga nilai µ memiliki tingkat kerentanan rendah terhadap bencana dengan µ merupakan total skor aktual yan dihasilkan dari data komposit.

Penerapan rumus klasifikasi skor, 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑋 =(12+1)

2= 6.5

dan 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑖 =(12−1)

6= 1.84 maka interpretasi klasifikasi skor

adalah apabila 6.5 + 1.5 1.84 > 𝜇 ,9.26 > 𝜇 sehingga nilai µ memiliki tingkat

kerentanan tinggi terhadap bencana, apabila 6.5 − 0.5 1.84 < 𝜇 > 6.5 +0.5 (1.84) , 5.58 < 𝜇 > 7.42 sehingga nilai µ memiliki tingkat kerentanan

sedang terhadap bencana, dan apabila 𝜇 < 6.5 − 1.5(1.84) , 𝜇 < 3.74 sehingga nilai µ memiliki tingkat kerentanan rendah terhadap bencana.

Berdasarkan hasil penerapan rumus klasifikasi skor tersebut, Kecamatan lembang memiliki skor tingkat resiko bencana sedang hingga tinggi tanpa skor

rendah karena range total skor dalam data komposit hanya memiliki total skor 6 hingga 11. Skor tersebut dapat ditafsirkan kedalam zona mitigasi dan zona non mitigasi. Zona mitigasi merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana

―sedang‖ sehingga memiliki cukup ruang untuk berlindung dan evakuasi sedangkan Zona non mitigasi merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana

yang tinggi sehingga tidak terdapat fungsi untuk berlindung serta hanya dapat dimanfaatkan sebagai tempat budidaya. Hasil penilaian overlay dibagi menjadi dua kelompok yaitu zona mitigasi dan non mitigasi berdasarkan desa yang ada di

Kecamatan Lembang yang disajikan pada Gambar 22. Penentuan zona mitigasi dan zona non mitigasi akan mememudah tahap

permodelan spasial. Tahap permodelah spasial mengacu pada rencana wilayah pengembangan Lembang yang disajikan pada Gambar 23 dimana Kecamatan Lembang menjadi pusat pengembangan wilayah. Setelah itu penyederhanaan

model spasial tersebut berlanjut kepada wilayah nodal atau pusat di Kecamatan Lembang yaitu Desa Lembang selain itu juga terbukti bahwa Gambar 24 Desa

Lembang termasuk kedalam zona mitigasi. Tahap selanjutnya adalah penentuan blockplan atau rencana blok sebagai acuan untuk melakukan perencanaan dalam penelitian ini.

48

Page 48: A14bar

48

G

ambar

22 Z

onas

i m

itig

asi K

ecam

ata

n L

emban

g

49

Page 49: A14bar

49

G

ambar

23

Pet

a re

nca

na

stru

ktu

r b

angunan

50

Page 50: A14bar

50

Rencana blok pada Gambar 24 menjelaskan tentang area area yang dapat

direncanakan dan tidak dapat direncanakan. Area yang dapat direncanakan ditandai dengan warna blok hijau yang merupakan ruang terbuka atau yang

memiliki potensi sebagai tempat evakuasi sementara seperti lahan perkebunan dan unit-unit spasial yang memiliki fungsi penting dalam mitigasi bencana seperti, unit pemadam kebakaran, kantor komunikasi, kantor kepemerintahan dan lain lain.

Sedangkan area yang tidak dapat direncanakan ditandai dengan warna blok merah yang merupakan daerah terbangun permanen baik sebagi bangunan pemukinan

maupun bangunan perdagangan dan juga memiliki kerentanan resiko tinggi.

Gambar 24 Rencana blok (block plan) Desa Lembang

51

Page 51: A14bar

51

Berdasarkan rencana blok (block plan) dipilih tiga lokasi yang mewakili

perencanaan tata ruang berbasis mitigasi, yang terdiri atas : 1) Zona mikro

Zona aman mikro yang telah dipilih diketahui berupa sebuah area parkir sebelah belakang Hotel Pesona Bambu. Area ini memiliki akses menuju tempat peribadatan umat kristiani yaitu Gereja Karamel sehingga jalan sepanjang tapak

ini bernama jalan Karamel. Jalan Karamel merupakan jalan lokal yang kurang lebih memiliki lebar jalan dua meter. Jalan Karamel terhubung langsung dengan

Jalan Raya Lembang. Peta existing zona aman mikro disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25 Peta existing zona aman mikro

52

Page 52: A14bar

52

2) Zona meso

Zona aman meso merupakan alun alun masjid besar Lembang. Tapak terletak di pusat Kecamatan Lembang yang dikelilingi dengan pusat perkantoran,

perdagangan dan sarana prasarana umum lainnya. Alun alun tersebut sering di gunakan sebagai taman bermain dan berolahraga yang ditandai dengan terdapat area permainan lapangan badminton dan jogging track. Tapak tersebut dekat

dengan Jalan Raya Lembang dengan arus kendaran satu arah yang menuju jalan raya gunung Tangkuban Perahu. Tapak tersebut pun merupakan perbatasan antara

Desa Lembang dan Desa Jayagiri. Peta existing zona aman meso disajikan pada Gambar 26.

Gambar 26 Peta existing zona aman meso

53

Page 53: A14bar

53

3) Zona makro

Zona aman makro merupakan sebuah lapangan sepakbola yang bernama Lapangan Bentang yang terletak di Jalan Baruadjak yang terhubung dengan jalan

Grand Hotel. Tapak merupakan ruang terbuka yang terluas di Desa Lembang sehingga dapat menampung pengungsi lebih dari kapasitas pengungsi area yang berpotensi sebagai zona aman mikro dan meso. Lapangan sepakbola ini dikelilingi

dengan lahan usaha perkebunan yang sangat berpotensi sebagi area perluasan zona aman apabila volume pengungsi mengalami penambahan secara mendadak

saat terjadinya bencana. Zona aman makro disajikan pada Gambar 27.

Gambar 27 Peta existing zona aman makro

54

Page 54: A14bar

54

Konsep Perencanaan Tata Ruang

Konsep Dasar

Konsep dasar adalah merencanakan tata ruang dengan mempertimbangkan

resiko bahaya bencana sebagai upaya mitigasi. Konsep dasar mengacu pada hasil proses analisis dan sintesis dalam model zona mitigasi. Pengembangan konsep mengacu pada zona mitigasi, sehingga perencanaan lebih menitik beratkan disaat

terjadinya bencana. Pengembangan konsep dalam rencana tata ruang ini meliputi konsep ruang, konsep aktivitas, konsep saran dan prasarana, konsep sirkulasi, dan

konsep vegetasi. Berikut adalah alur konsep yang disajikan pada Gambar 28.

Pengembangan Konsep

Konsep ruang Berdasarkan konsep dasar, pengembangan konsep ruang harus mengacu

kepada masa terjadinya bencana. Oleh karena itu, konsep ruang yang akan dikembangkan adalah konsep ruang mitigasi. Konsep ruang mitigasi memiliki 3 ruang penting yaitu, ruang aman (safe zone), ruang penyelamatan (escape zone),

dan ruang panik (panic zone). Ruang aman (safe zone) adalah ruang evakuasi para pengungsi untuk berlindung dari bencana. Ruang penyelamatan (escape zone)

adalah ruang pengungsi untuk menyelamatkan diri menuju ruang aman (safe zone) berupa jalur jalur evakuasi. Ruang panik (panic zone) adalah ruang dimana pengungsi masih merasakan bahaya dan mempersiapkan diri segala sesuatu untuk

menyelamatkan diri berupa zona zona aktivitas normal biasa terjadi seperti pemukiman perdagangan dan lain lain. Konsep ruang disajikan kedalam diagram

konsep. Diagram konsep akan menjelaskan tentang keterkaitan pada setiap konseptual ruang . Diagram ruang disajikan pada Gambar 29.

Gambar 28 Alur konsep

55

Page 55: A14bar

55

Ruang evakuasi berupa luasan ruang terbuka pada zona permukiman yang

termasuk kedalam zona lindung. Ruang evakuasi dibagi menjadi 3 yaitu ruang evakuasi mikro yang menampung sementara warga pada setiap rukun tetangga

(RT), ruang evakuasi meso yang menampung sementara warga pada setiap rukun warga (RW) dan ruang evakuasi makro yang merupakan ruang evakuasi akhir berada pada pusat desa. Pembagian ruang evakuasi tersebut ditujukan untuk

mempermudah mekanisme dan koordinasi evakuasi serta mempermudah distribusi bantuan evakuasi.

Konsep Aktivitas

Aktivitas atau kegiatan yang terjadi pada masa terjadinya bencana

merupakan turunan dari konsep ruang yaitu aktivitas saat berada di ruang panik (panic zone), aktivitas saat berada di ruang penyelamatan (escape zone), dan

aktivitas saat berada di ruang aman (safe zone). Aktivitas alami akan terjadi pada saat di setiap ruang mitigasi tersebut. Namun secara konsepsional, penelitian ini merekomendasikan terhadap aktivitas atau kegiatan yang dianjurkan pada setiap

ruang mitigasi. Adapun aktivitas yang akan terjadi saat terjadinya bencana adalah berlari, berjalan dan berkendaraan pada ruang penyelamatan dan duduk, tidur,

P3K, mandi, memasak dll terdapat pada ruang aman.

Gambar 29 Diagram konsep ruang

56

Page 56: A14bar

56

Konsep Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang upaya mitigasi adalah ruang evakuasi dan fasilitas penunjang mitigasi. Di dalam Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No.6/PRT/M/2009 tentang Pedoman Perencaan Umum Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Rawan Tsunami dijelaskan mengenai fasilitas pelayanan penting yang harus siap di saat kritis bencana alam. Peraturan

tersebut dapat diterapkan dalam pembangunan fasilitas penunjang evakuasi. Hal–hal tersebut yaitu kantor polisi, kantor pemadam kebakaran, sarana kesehatan,

shelter kendaraan angkutan masal, jaringan komunikasi, pembangkit tenaga cadangan dan tangki penyimpanan air. Beberapa fasilitas penunjang tersebut ada yang sudah berada pada ruang evakuasi seperti tangki penyimpanan air, shelter

kendaraan angkutan massal dan pembangkit tenaga cadangan. Selain itu juga ada fasilitas penunjang yang bersifat mobil dan operasional yaitu seperti kantor

pemadam kebakaran, kantor polisi dan rumah sakit. Kantor polisi dan kantor pemadam kebakaran tersebar di beberapa titik Kecamatan Lembang yang bersifat koordinatif yang di lengkapi dengan jaringan komunikasi. Sementara itu sarana

kesehatan harus tersebar dengan merata pada setiap daerah kawasan pemukiman mengingat tingginya kepentingan rumah sakit dalam keadaaan yang

kritis. Konsep Sirkulasi

Gambar 30 Konsep sirkulasi

57

Page 57: A14bar

57

Konsep sirkulasi disajikan pada Gambar 30 diatas .Konsep sirkulasi

mengembangkan fungsi sirkulasi sebagai jalur evakuasi dan jalur distribusi. Sebagai jalur evakuasi, sirkulasi harus menjadi jalur masyarakat dalam

menyelamatkan diri bergerak menuju ke tempat evakuasi. Area evakuasi berada pada daerah pemukiman, maka pola arah yang tepat bagi jalur evakuasi adalah pola grid yang memiliki bentuk geometrik yang saling berhubungan. Pola tersebut

dibantu dengan sarana dan prasarana evakuasi sebagai penuntun arah bagi para korban menuju tempat evakuasi. Sebagai jalur distribusi, sirkulasi memiliki peran

penting dalam kegiatan pemulihan atau pasca bencana. Hal itu menyangkut pendistribusian bantuan korban bencana menuju tempat pengungsian atau evakuasi. Hal yang harus diperhatikan dalam penempatan sikulasi adalah

penempatan jalan sebagai infrastruktur sirkulasi harus menjauh dari bencana sehingga tidak memiliki kemungkinan rusak akibat bencana dan tidak

membahayakan keselamatan masyarakat yang sedang evakuasi. Rute yang mengharuskan sirkulasi melewati sungai harus memiliki beberapa alternatif dan infrastruktur jembatan penyebrangan harus menjauh sejauh mungkin dari pusat

erupsi. Tujuan dari pengembangan konsep sirkulasi ini adalah meningkatkan kemampuan secara structural dengan mengatur jalur evakuasi dengan pembagian

jalur yang merata sehingga meminimalisir terjadinya kemacetan pada saat pengungsi melakukan penyelamatan diri menuju tempat evakuasi.

Konsep Vegetasi Berdasarkan konsep dasar, vegetasi memiliki dua fungsi yaitu fungsi

pengarah dan fungsi pelindung. Dalam mitigasi vegetasi memiliki fungsi pengarah untuk mengarahkan masyarakat ke area evakusi dan mempertegas jalur evakuasi. Jenis vegetasi pengarah memiliki bentuk arsitektur menjulang tinggi dan tidak

memiliki arsitektur tajuk yang terlalu lebar. Vegetasi pelindung diterapkan di daerah evakuasi yang berfungsi untuk melindungi para pengungsi dari terik

matahari dan partikel yang jatuh ke area vegetasi. Penerapan konsep vegetasi berada pada ruang terbuka dan sirkulasi evakuasi pada area mitigasi yang telah ditentukan sesuai konsep ruang. Diagram konsep vegetasi disajikan dalam

Gambar 31.

Gambar 31 Diagram konsep vegetasi

58

Page 58: A14bar

58

Perencanan Lanskap Berbasis Mitigasi

Rencana Ruang

Rencana ruang aman mikro (micro safe zone), Penataan ruang vegetasi di

tempatkan secara fungsional agar dapat menyediakan tempat pengungsian yang teduh untuk berlindung dari terik matahari dan partikel partikel abu vulkanik dan ruang vegetasi tersebut ditempatkan agar di saat pengungsi lari menyelamatkan

diri dari bahaya dapat mengenali bahwa itu adalah zona aman dengan ciri vegetasi pengarah dan tinggi. Hal penting lainnya adalah peletakan blok atau ruang ruang

parker tersebut guna memperluas area terbuka (open space) agar dapat menjadi tempat mendirikan fasilitas evakuasi sementara bahaya masih berlangsung. Rencana ruang aman mikro (micro safe zone) disajikan pada Gambar 32.

Gambar 32 Rencana ruang zona aman mikro

59

Page 59: A14bar

59

Adapun Gambar 33 diatas merupakan rencana ruang aman meso (meso safe

zone), ruang aman meso yang dipilih merupakan ruang terbuka publik yang berupa alun alun kota di Kecamatan Lembang. Selain itu Alun alun kota tersebut

merupakan pelataran Masjid Besar Lembang yang memiliki area parker yang luas. Perencanaan ruang yang dilakukan pada tapak ini adalah penaan ruang vegetasi secara fungsional yang meningkatkan nilai fungsi pelindung dan pengarah

maupun identitas sebagai zona aman karena zona aman meso ini terdapat di pinggir jalan kolektor yaitu Jalan Raya Lembang. Dengan menata ruang atau blok

vegetasi tersebut, maka dapat memperluas ruang terbuka yang direncanaakan akan menjadi tempat pengungsi berlindung dan bertahan sementara dari bahaya yang sedang berlangsung.

Rencana ruang aman makro (macro safe zone),tapak yang dipilih merupakan lapangan olahraga sepak bola yaitu Stadion Bentang Lembang.

Gambar 33 Rencana ruang zona aman meso

60

Page 60: A14bar

60

Perencanaan ruang dalam tapak ini adalah penataan ruang atau blok vegetasi yang

berada di sisi tepi lapangan dengan nilai fungsional vegetasi pelindung dan pengarah serta penataan luasan ruang terbuka (open space) yang telah terbentuk

oleh lapangan olahraga sepakbola itu sendiri yang dapat menampung berbagai macam kegiatan evakuasi. Berdasarkan Perda Kabupaten Bandung (2004), zona aman makro harus memiliki luas ± 4.7ha namun pada tapak yang terpilih karena

paling luas ini hanya memiliki luas ±1,1ha. Oleh karena itu, perencanaan ruang aman makro ini akan memanfaatkan ruang ruang yang berpotensi di sekitar yaitu

lahan lahan perkebunan yang ada di sekitar untuk meningkatkan kapasitas penampungan pengungsi disaat darurat bahaya berlangsung. Rencana ruang aman makro disajikan pada Gambar 34.

Gambar 34 Rencana ruang zona aman makro

61

Page 61: A14bar

61

Rencana Aktivitas

Rencana aktivitas terbentuk untuk mengisi ruang ruang yang telah di bentuk dalam perencanaan ruang. Rencana aktivitas yang terjadi di ruang aman (safe

zone) meliputi, duduk, tidur (mendirikan tenda), memasak (mendirikan dapur darurat), mandi cuci kakus (MCK), dan melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). adapun aktivitas pada ruang penyelamatan (escape zone)

adalah aktivitas menyelamatkan diri dari bahaya yang sedang berlangsung dan aktivitas in terjadi di jalur sirkulasi yaitu aktivitas berjalan, berlari, dan

berkendaran motor roda dua dan tiga. Adapun aktivitas yang terjadi pada ruang panik (panic zone) adalah mengumpulkan anggota keluarga, menyelamatkan barang dan document penting serta bersegera untuk menyelamatkan diri ke zona

evakuasi. Rencana Sarana dan Prasarana

Rencana sarana dan prasarana terbentuk untuk menyediakan tempat sarana yang berkapasitas untuk menampung aktivitas yang telah di jelaskan pada rencana aktivitas. Dalam rencana sarana dan prasarana memiliki dua scope perencanaan

yaitu, scope sampel ruang aman (safe zone) dan scope model zona mitigasi. Scope sampel ruang aman (safe zone) merupakan sarana dan prasarana yang yang

jangkauannya hanya di butuhkan berdasarkan ruang lingkup zona aman saja sedangkan scope model zona mitigasi merupakan sarana dan prasarana yang di butuhkan dengan jangkauan ruang lingkup setaraf daerah administrasi desa yaitu

pada model zona mitigasi tersebut namun tetap memiliki titik tengah pada zona aman.

Adapun rencana sarana dan prasarana dengan scope sampel ruang aman (safe zone) terbagi menjadi tiga tapak yang telah terpilih yaitu ruang aman mikro meso dan makro. Rencana sarana dan prasarana pada ruang aman mikro meliputi

tersedianya kamar mandi, ruang P3K, tenda pengungsi dan dapur darurat. Rencana sarana dan prasarana pada ruang aman meso meliputi tersedianya kamar

mandi, ruang P3K (posyandu & Apotek), tenda pengungsi dan dapur darurat, menara pandang, genset, dan mobil operasional evakuasi. Rencana sarana dan prasarana pada ruang aman makro meliputi tersedianya kamar mandi, ruang P3K,

tenda pengungsi, dapur darurat dan menara pemancar komunikasi. Adapun rencana sarana dan prasarana dengan scope model zona mitigasi

meliputi ketiga zona aman. Pada ruang aman mikro tersedia sarana dan prasarana Kantor Polisi Sektor Lembang dengan radius ±140m, Gereja Karamel dengan radius ±168m. Pada ruang aman meso tersedia sarana dan prasarana Posyandu

Melati 2 dengan radius ±40m, Apotek Lembang Farma dengan redius ±90m, Kantor Pemadam Kebakaran, Kantor Pos Indonesia, Kantor Telkomsel dengan

radius ±250m. Pada ruang aman makro tersedia sarana dan prasarana RSIA Buah Hati yang memiliki fasilitas mobil operasional dengan radius ±100m dan Komplek Pemerintahan Desa Lembang dengan radius ±150m.

Rencana sarana dan prasarana pada ruang penyelamatan (escape zone) meliputi arah evakuasi dengan tersedianya marka jalan yang memiliki kontras

yang sesuai sehingga dapat jelas dilihat penggunanya dengan ukuran tulisan yang sesuai dengan jarak pandang serta kecepataan pengguna. Standar tinggi karakter huruf pada rambuArah evakuasi yang dituju oleh pengungsi adalah daerah yang

paling aman dan juga sebagai tempat berlindung sehingga marka evakuasi

62

Page 62: A14bar

62

mengarah ke ruang evakuasi dan menjauh dari pusat bencana. Contoh rambu

penunjuk jalan disajikan pada Gambar 35. Rencana sarana dan prasarana pada ruang panik (panic zone) petunjuk

penyelamatan yang dapat berupa pamphlet selebaran dari pemerintah setempat atau poster pengumuman pada madding warga masyarakat setempat.

Rencana aktivitas dan rencana sarana prasarana disajikan pada Tabel 20.

Gambar 35 Contoh rambu evakuasi

Tabel 20 Rencana aktivitas dan rencana sarana dan prasarana.

Perencanaan

Tata Ruang

Lanskap

Berbasis Mitigasi

Rencana

Aktivitas

Rencana Sarana & Prasarana

Scope Ruang Aman Scope Desa Lembang

Ruang Aman Duduk, tidur

(mendirikan tenda),

Memasak

(mendirikan dapur

darurat), mandi cuci

kakus, P3K.

Mikro Kamar Mandi,

Ruang P3K, Tenda

Pengungsi dan

dapur darurat.

Kantor Polisi Sektor

Lembang dengan radius

±140m, Gereja Karamel

dengan radius ±168m,

Meso Kamar Mandi,

Ruang P3K

(posyandu &

Apotek), Tenda

Pengungsi dan

dapur darurat,

menara pandang,

genset, Mobil

operasional

evakuasi.

Posyandu Melati 2 dengan

radius ±40m, Apotek

Lembang Farma dengan

redius ±90m, Kantor

Pemadam Kebakaran,

Kantor Pos Indonesia,

Kantor Telkomsel dengan

radius ±250m.

Makro Kamar Mandi,

Ruang P3K, Tenda

Pengungsi dan

dapur darurat, dan

menara pemancar

komunikasi.

RSIA Buah Hati yang

memiliki fasilitas mobil

operasional dengan radius

±100m dan Komplek

Pemerintahan Desa

Lembang dengan radius

±150m.

Ruang

Penyelamatan

Berjalan, berlari,

berkendaraan roda

2&4

Rambu arah ruang

evakuasi.

-

Ruang Panik Menyelamatkan

barang dan

dokumen berharga,

mengumpulkan

anggota keluarga.

Petunjuk

penyelamatan diri

di mading

kediaman warga.

-

63

Page 63: A14bar

63

Rencana Sirkulasi

Rencana sirkulasi berada pada ruang penyelamatan (escape zone) dan dalam perencanaannya terbagi atas dua bagian yaitu, jalur evakuasi dan jalur distribusi

bantuan logistic. Rencana sirkulasi jalur evakuasi dibagi menjadi dua yaitu, jalur evakuasi local yang merupakan jalan kecil dengan ukuran ±3meter dan jalur evakuasi kolektor yang merupakan Jalan Raya Lembang yang memiliki luas jalan

±9 m. Sedangkan Jalur distribusi bantuan logistik merupakan jalur yang menghubungkan ke setiap tempat evakuasi yaitu Jalan Raya Lembang yang

memiliki luas ± 9 m. Rencana sirkulasi akan disajikan pada Gambar 36.

Gambar 36 Rencana sirkulasi Desa Lembang

64

Page 64: A14bar

64

Rencana Vegetasi

Berdasarkan konsep pengembangan vegetasi, fungsi vegetasi yang

ditekankan pada perencanaan ini adalah sebagai pelindung (shading) dan sebagai pengarah.. Rekomendasi tanaman yang berfungsi sebagai pelinding atau shading Casuarina junghuhniana (Mountain ru) dengan akar yang kuat dan tajuk

bertekstur jarum yang mereduksi 70% air hujan jatuh bebas ke tanah sehingga mereduksi terjadinya erosi dan longsor. Sedangkan vegetasi yang memiliki fungsi

sebagai pengarah harus memiliki tegakan arsitektur batang yang menjulang tinggi sehingga membentuk suatu koridor apabila disusun secara sekuen berjajar di sepanjang sirkulasi menuju arah ruang evakuasi. Hal itu mempermudah pengunsi

dalam mengetahui lokasi ruang evakuasi. Rekomendasi tanaman yang berfungsi sebagai pengarah adalah jenis tanaman palem paleman, Polyalthea longifolia

(glodongan tiang) dan Palem Raja (Roystenia Regia).

Rencana Daya Dukung

Kebutuhan luas setiap ruang terbuka disesuaikan dengan daya tampung tenda pengungsian. Tenda pengungsi yang umum digunakan di Indonesia adalah

tenda tenda tentara yang terdiri dari tenda komando berkapasitas 10 orang dengan ukuran 24 m2, tenda regu berkapasitas 20 orang dengan ukuran 36 m2, dan tenda peleton berkapasitas 45 orang dengan ukuran 70 m2. Tabel 14 menjelaskan

kebutuhan ruang terbuka sebagai zona evakuasi beserta kemampuan daya tampung. Penerapan konsep pembagian ruang terbuka sebagai zona evakuasi

berdasarkan satuan ketetanggan dilakukan dengan mengadaptasi Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No.12 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan disajikan pada Tabel 21.

Berdasarkan rencana aktivitas, kegiatan pengungsi yang memiliki nilai standar satuan kebutuhan maksimum adalah tidur yaitu menghabiskan ruang

sekitar 2m2/ jiwa. Oleh karena itu ruang aman mikro yang memiliki luas 1 487 m2 memiliki daya dukung pengungsi sebanyak 744 jiwa, ruang aman meso yang memiliki luas 4 259 m2 memiliki daya dukung pengungsi sebanyak 2 130 jiwa,

dan ruang aman makro yang memiliki luas 11 000 m2 memiliki daya dukung pengungsi sebanyak 5 500 jiwa.

Dalam rencana tapak (siteplan) zona aman mikro, tapak dapat menampung

kapasitas tenda pleton yang memiliki luas 70 m2 sebanyak enam buah beserta

tenda dapur darurat. Dengan hal tersebut maka tapak tersebut layak menjadi zona aman mikro karena telah memiliki luas area lebih dari 350 m2. Pengungsi yang

menyelamatkan diri memiliki maksimum kebutuhan luas sebesar 2m2 per individu maka dari itu, daya dukung sehingga zona aman mikro ini dapat menampung lebih dari 175 individu. Dari segi sarana dan prasarana memiliki cukup kebutuhan air

Tabel 21 Kebutuhan Ruang Terbuka Sebagai Zona Evakuasi

Zona Lokasi Luas Daya Tampung Mikro Meso Makro

RT RW Desa

350 m2

3850 m2

4,7 ha

60 KK / 250 jiwa / 5 tenda peleton 625 KK / 2500 jiwa / 55 tenda peleton

7500 KK / 30.000 jiwa / 667 tenda peleton

Sumber : Perda Kab. Bandung. (2004).

65

Page 65: A14bar

65

bersih dari bangunan permanen seperti mushola yang dapat dijadikan ruangan

gawat darurat apabila ada pengungsi terluka yang membutuhkan penanganan segera. Rencana tapak (siteplan) zona aman mikro disajikan pada Gambar 37.

Dalam rencana tapak (siteplan) zona aman meso kapasitas tenda pleton

mencapai 980 m2. Secara luasan area, tapak ini tidak memenuhi persyaratan namun letak tapak ini memiliki nilai yang sangat strategis dari segi fasilitas. untuk

luasan bisa ditambah dengan luasan area terbuka tanpa tenda dan luasan Masjid Besar Lembang. Letak alun alun ini berdekatan dengan fasilitas kesehatan seperti Apotek dan Posyandu. Selain itu, alun alun telah disediakan menara pandang di

masjid, genset dan tower serta mobil operasional masjid yang akan membantu mobilisasi proses evakuasi. Maka dari itu skala yang kecil dapat di tutupi dengan

Gambar 37 Rencana tapak zona aman mikro

66

Page 66: A14bar

66

prasarana yang lengkap. Rencana tapak (siteplan) zona aman meso disajikan pada

Gambar 38.

Dalam zona evakuasi makro, tapak yang terpilih adalah tapak yang memiliki

kandidat area paling besar pada model zona mitigasi. Namun secara luasan area masih belum memenuhi kategori untuk zona aman makro. Lapangan sepakbola

Bentang ini memiliki luas lebih dari 1190 m2 yang dapat dihitung dari jumlah tenda pleton. Sedangkan, syarat zona aman makro harus memiliki kurang lebih 4.7ha. Namun dari segi prasarana sangat terpenuhi ditambah dengan adanya dua

menara jaringan komunikasi. Namun, krisis luasan ruang tersebut dapat di pecahkan dengan pengkonversian daerah sekitar tapak yang merupakan lahan

Gambar 38 Rencana tapak zona aman meso

67

Page 67: A14bar

67

usaha perkebunan disaat keadaan sangat darurat. Rencana tapak (siteplan) zona

aman makro disajikan pada Gambar 39.

Gambar 39 Rencana tapak zona aman makro

68

Page 68: A14bar

68

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis daerah kerentanan, Kecamatan Lembang

memiliki tingkat kerentanan dari ―sedang‖ hingga ―tinggi‖ terhadap bencana letusan Gunung Tangkuban Perahu. Bencana tersebut baik dapat berupa bencana erupsi utama atau primer atau bencana ikutan atau sekunder. Oleh karena itu

perencanaan tata ruang Kecamatan Lembang memiliki konsep dasar mitigasi yaitu dengan mengurangi tingkat kerentanan agar memperkacil tingkat resiko bencana.

Konsep tersebut berkembang menjadi rencana tata ruang, rencana sarana dan prasarana, rencana aktivitas, rencana sirkulasi dan rencana vegetasi.

Rencana tata ruang memiliki prioritas dalam memanfaatkan ruang terbuka

yang berpotensi untuk menjadi tempat evakuasi. Rencana sarana dan prasarana meliputi penentuan sarana dan prasarana yang mendukung ruang evakuasi dan

memanfaatkan fasilitas yang telah tersedia. Rencana aktivitas memiliki peran sebagai penuntun kewaspadaan dan kesiapan masyarakat Kecamatan Lembang dalam mempersiapkan dan menghadapi bencana letusan Gunung Tangkuban

Perahu. Perencanaan sirkulasi di Kecamatan Lembang diatur dengan arah yang mempermudah dalam mencapai area evakuasi dan menjauh dari sumber bencana.

Perencanaan vegetasi didasarkan atas fungsi sebagai pengarah yaitu untuk mempermudah para korban bencana menemukan area evakuas i dan vegetasi berfungsi sebagai pelindung yaitu melindungi masyarakat Kecamatan Lembang

melalui pencegahan bencana ikutan atau sekunder.

Saran

Perencanaan tata ruang ini dikembangkan atas dasar sumber bencana yang berada pada kawasan pembangunan. Maka dari itu, pembangunan yang sedang

atau yang telah direncanakan oleh pemerintah setempat harapannya dapat mempertimbangkan perencanaan tata ruang yang berbasis mitigasi ini, demi

keselamatan dan kelangsungan hidup penduduk Kecamatan Lembang. Dengan mulai mengantisipasi pengalihan fungsi lahan lahan terbuka dengan mempertimbangkan kembali daerah yang berpotensi sebagai ruang evakuasi agar

disaat terjadi bencana, tidak mengalami kekurangan ruang evakuasi untuk menampung pengungsi. Hal itu dikarenakan bencana letusan gunung berapi

adalah bencana yang memiliki tingkat kerusakan tinggi dan bisa terjadi kapan saja. Hasil perencanaan ini diharapkan dapat menjadi model ruang evakuasi dari eksisting ruang terbuka yang dapat diterapkan pada desa lainnya di Kecamatan

Lembang yang berpotensi dalam pengembangan ruang evakuasi seperti perbatasan Desa Wangunharja dan Desa Cibodas, Desa Pagerwangi, Desa

Wangunsari, Desa Cibogo, dan Desa Kayuambon. Pengembangan ruang evakuasi tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan menyediakan sarana prasarana mitigasi yang juga dapat membangun kesadaran bagi masyarakat akan

pentingnya mitigasi.

69

Page 69: A14bar

69

DAFTAR PUSTAKA

[BAPPEDA] Badan Pembangunan dan Perencanaan Daerah. 2012. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat. Bandung Barat [ID]. [BAKORNAS PB] Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana.

Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.

Jakarta [ID]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Daerah Kecamatan Lembang Tahun

2013. Bandung Barat [ID]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Lembang Dalam Angka Tahun

2013. Bandung Barat [ID].

[DESDMBG] Departemen Energi dan Sumber Daya Manusia Badan Geologi. 2007. Laporan Peringatan Dini Bahaya Gunungapi G. Tangkuban

Parahu, Jawa Barat. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung [ID].

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman Penataan Ruang Kawasan

Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Jakarta [ID].

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Jakarta [ID].

Gold, SM. 1980.Recreation and Design. McGraw Hill Book Co. New York [US].

Handisantono RD, Sumpena AD, Warsito P dan Martono A. 2005. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Tangkuban Perahu, Provinsi Jawa Barat .

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung [ID]. Hardjowigeno S.2007. Ilmu Tanah. Jakarta [ID] : Akademika Pressindo. Maarif, S. 2010. Bencana dan Penanggulangannya : Tinjauan Drai Aspek

Sosiologis. Jakarta [ID]. Noor, D. 2011. Geologi Untuk Perencanaan. Bogor [ID]: Graha Ilmu.

Rustiadi E, Saefulhakim S, dan Panuju D.2011.Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Daerah. Jakarta [ID] : Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Simonds JO. 1983. Landscape Architecture: A Manual of Side Planning and Design. New York [US]: The McGraw-Hill Companies, Inc.

70

Page 70: A14bar

70

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumatera Selatan pada tanggal 22 Agustus 1991 dari ayah Asep Riswanda dan Adhi Narni. Penulis adalah putera kedua dari empat

bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 4 OKU Sumatera Selatan pada Tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di

Departemen Arsitektur Lansekap, Fakultas Pertanian. Dalam masa perkuliahan, penulis aktif dari masa Mahasiswa Tingkat

Persiapan Bersama (TPB) sebagai Ketua RT Lorong 8 Gedung C3 Asrama TPB. Penulis juga aktif menjadi asisten dosen mata kuliah surve i dan pemetaan pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga sangat aktif dalam kegiatan Himpunan

Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Pada tahun 2010/2011 penulis menjadi ketua dalam kegiatan Masa Perkenalan Departemen Arsitektur Lansekap

dalam kegiatan HIMASKAP. Pada tahun 2011/2012 sebagai Badan Pengawas HIMASKAP. Penulis juga aktif dalam kegiatan Departemen Arsitektur Lanskap seperti Pengelepasan Program Sarjana dan Pasca Sarjana Wisuda dari berbagai

tahap dan Workshop Nasional Mahasiswa Arsitektur Lansekap 2010 sebagai panitia dan pengisi acara.

71