A05ryu2

download A05ryu2

of 89

Transcript of A05ryu2

  • 7/28/2019 A05ryu2

    1/89

    HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN

    TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN

    PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR

    Yulia Rimawati

    PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2005

  • 7/28/2019 A05ryu2

    2/89

    RINGKASAN

    YULIA RIMAWATI. Hubungan Morbiditas dan Stimulasi dengan Tumbuh Kembang Anak

    Balita Berstatus Gizi Baik dan Penderita Kurang Energi dan Protein (KEP) di Kota Bogor.

    (Di bawah bimbingan YEKTI HARTATI EFFENDI dan DIAH KRISNATUTI PRANADJI).

    Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan morbiditas dan stimulasi

    dengan tumbuh kembang anak balita berstatus gizi baik dan penderita KEP di Kota Bogor.

    Tujuan khusus adalah : (1) Membandingkan karakteristik sosial ekonomi keluarga (sosek),

    morbiditas, stimulasi yang dilakukan pengasuh dan tingkat perkembangan balita berstatus

    gizi baik dan KEP, (2) Mengetahui hubungan karakteristik sosek dan morbiditas dengan

    status gizi, (3) Mengetahui hubungan karakteristik sosek, morbiditas, status gizi dan tingkat

    stimulasi dengan tingkat perkembangan contoh, (4) Mengetahui faktor-faktor yang

    mempengaruhi status gizi dan tingkat perkembangan contoh.

    Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dengan membandingkan dua

    kelompok yaitu kelompok balita berstatus gizi baik dan KEP. Penelitian ini dilakukan di

    Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa yang merupakan wilayah kerja

    Puskesmas Merdeka. Pemilihan tempat dilakukan secarapurposif. Penelitian ini berlangsung

    selama 2 bulan (Maret sampai April 2005).Contoh dalam penelitian ini adalah anak balita berstatus gizi baik dan penderita KEP

    (berstatus gizi kurang dan berstatus gizi buruk) yang berumur 1-4 tahun. Ditemukan 52 orang

    balita KEP yang terdiri atas 13 orang balita berstatus gizi buruk dan 39 orang balita berstatus

    gizi kurang. Balita KEP yang menjadi contoh berjumlah 32 orang yang terdiri atas 8 orang

    balita berstatus gizi buruk yang beralamat lengkap dan bersedia mengikuti penelitian serta 24

    orang balita berstatus gizi kurang yang dipilih secara random sampling. Contoh balita

    berstatus gizi baik dipilih secarapurposifdengan jumlah 32 orang dari 14 posyandu di lokasi

    penelitian.

    Data primer meliputi data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin dan urutan

    kelahiran), karakteristik sosek keluarga (besar keluarga, pendidikan ibu dan pengeluaran

    keluarga), morbiditas (jenis penyakit, lama sakit, frekuensi sakit dan pertolongan pertama),

    stimulasi dan perkembangan contoh. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan

    menggunakan kuesioner. Data sekunder terdiri dari data status gizi balita, profil lokasipenelitian dan profil Puskesmas Merdeka. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan

    program SPSS versi 10.0 dengan jenis analisis statistik yaitu tabulasi silang, uji t dan korelasi

    Rank Spearman serta uji regresi linier berganda dengan metode backward.

    Pada kelompok balita berstatus gizi baik, sebanyak 59 % contoh berjenis kelamin

    perempuan dan pada kelompok balita KEP sebagian besar contoh (75 %) berjenis kelamin

    perempuan. Pada kedua kelompok contoh umumnya dilahirkan sebagai anak pertama ataukedua menurut urutan anak dalam keluarga (69 % pada balita berstatus gizi baik dan 66 %

    pada balita KEP).

    Pada kelompok balita berstatus gizi baik maupun kelompok balita KEP (63 % dan 72

    %) berasal dari keluarga kecil dengan jumlah keluarga 4 orang. Pada kelompok balita

    berstatus gizi baik sebanyak 44 % pengasuh contoh berpendidikan SMA sedangkan padakelompok balita KEP hanya 22 % pengasuh contoh berpendidikan SMA. Rata-rata

    pendapatan keluarga contoh balita berstatus gizi baik (Rp 293.470,00) lebih tinggidibandingkan kelompok balita KEP (Rp 213. 440,00). Sebagian besar keluarga contoh (85 %

    pada balita berstatus gizi baik dan 75 % pada balita KEP) berada di atas garis kemiskinan.

    Faktor sosial ekonomi yang menunjukkan perbedaan antara kelompok balita berstatus gizi

    baik dan KEP hanya pendapatan per kapita per bulan.

    Sebagian besar (97 %) contoh pada kelompok balita berstatus gizi baik dan seluruh

    (100 %) contoh pada kelompok balita KEP pernah mengalami sakit. Sebagian besar contoh

    pada kedua kelompok menderita penyakit ISPA (93 % pada kelompok balita berstatus gizi

  • 7/28/2019 A05ryu2

    3/89

    baik dan 97 % pada balita KEP). Penyakit diare, telinga, TBC dan alergi kulit lebih banyak

    (47 %, 9 %, 6 % dan 9 %) dialami contoh kelompok KEP. Penyakit lain yang umumnya

    diderita contoh pada kedua kelompok adalah cacar, campak, bronkhitis, sariawan, sembelit,

    sakit gigi dan sakit mata. Sebanyak 69 % contoh balita berstatus gizi baik memiliki lama sakit

    10 hari dengan frekuensi sakit 2 kali (75 %) sedangkan pada kelompok balita KEP

    memiliki lama sakit > 10 hari (66 %) dengan frekuensi sakit > 2 kali (66 %). Terdapat

    perbedaan lama sakit dan frekuensi sakit antara kelompok balita berstatus gizi baik dan balita

    KEP. Lebih dari separuh (56 %) contoh balita berstatus gizi baik menggunakan jasa dokter

    sebagai sarana kesehatan untuk pertolongan pertama sedangkan separuh (50 %) contoh balita

    KEP menggunakan pengobatan sendiri seperti membeli obat-obat bebas yang dijual di

    warung.Stimulasi yang pernah dilakukan oleh responden pada balita berstatus gizi baik Pada

    kelompok umur 12-24 bulan adalah gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif,

    kecerdasaan dan menolong diri sendiri sedangkan pada kelompok balita KEP adalah gerakan

    kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif dan kecerdasaan. Pada kelompok umur 25-36

    bulan jenis stimulasi yang pernah dilakukan responden pada balita berstatus gizi baik adalah

    gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan

    tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah komunikasi aktif, komunikasi pasif,

    kecerdasaan, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial. Pada kelompok umur 37-48 bulanjenis stimulasi yang pernah dilakukan responden pada balita berstatus gizi baik adalah

    gerakan halus, komunikasi aktif, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial sedangkan

    pada balita KEP adalah gerakan halus, komunikasi aktif, konunikasi pasif dan tingkah laku

    sosial.

    Sebanyak 50 % contoh balita berstatus gizi baik memiliki tingkat stimulasi dengankategori kurang sedangkan pada balita KEP sebanyak 41 % contoh memiliki tingkat stimulasi

    dengan kategori baik dan 25 % contoh memiliki tingkat stimulasi dengan kategori sedang.

    Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat stimulasi antara kelompok balita berstatus

    gizi baik dan KEP.

    Pada kelompok umur 12-24 bulan jenis kemampuan perkembangan yang dapat

    dilakukan oleh contoh kelompok balita berstatus gizi baik adalah gerakan halus, menolong

    diri sendiri, komunikasi aktif dan tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah

    gerakan halus, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial. Untuk kelompok balita berstatusgizi baik dan KEP yang berumur 25-36 bulan memiliki jenis kemampuan yang hampir

    berimbang. Pada kelompok balita yang berumur 37- 48 bulan, jenis perkembangan yang

    dapat dilakukan contoh balita berstatus gizi baik adalah gerakan kasar, komunikasi pasif,

    komunikasi aktif, kecerdasan dan tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah

    gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasan dan tingkah laku sosial.

    Sebagian besar (81 %) contoh balita berstatus gizi baik memiliki tingkat

    perkembangan dengan kategori baik sedangkan pada kelompok balita KEP sebanyak 44 %.

    Terdapat perbedaan tingkat perkembangan antara kelompok balita berstatus gizi baik dan

    balita KEP.

    Faktor sosial ekonomi yang berhubungan nyata positif dengan status gizi

    adalah pendidikan pengasuh dan pendapatan. Lama sakit dan frekuensi sakit

    berhubungan nyata negatif dengan status gizi. Pendidikan pengasuh, pendapatan

    keluarga, status gizi dan tingkat stimulasi berhubungan nyata positif dengan tingkatperkembangan sedangkan lama sakit dan frekuensi sakit berhubungan nyata negatif

    dengan tingkat perkembangan. Faktor yang mempengaruhi status gizi adalah

    pengeluaran pangan dan frekuensi sakit. Faktor yang mempengaruhi perkembangan

    adalah frekuensi sakit dan status gizi .

  • 7/28/2019 A05ryu2

    4/89

    JUDUL : HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI

    DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA

    BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG

    ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR

    Nama Mahasiswa : Yulia Rimawati

    Nomor Pokok : A54101059

    Menyetujui :

    Pembimbing I, Pembimbing II,

    dr. Yekti Hartati Effendi Dr. Ir. Diah K. Pranadji, MS

    NIP. 140 092 953 NIP. 131 476 543

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Pertanian

    Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr

    NIP. 130 422 698

    Tanggal lulus :

  • 7/28/2019 A05ryu2

    5/89

    HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN

    TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN

    PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR

    Skripsi

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

    pada Fakultas Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    Yulia Rimawati

    A54101059

    PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2005

  • 7/28/2019 A05ryu2

    6/89

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 23 Juli 1983 dari pasangan M.

    Yasin dan Retno Harnani. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara.

    Penulis menuntaskan Sekolah Dasar di SDN Lagoa 01 Jakarta pada tahun

    1995. Sekolah Lanjutan Pertama diselesaikan di SMPN 84 Jakarta pada tahun 1998

    dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMUN 52 Jakarta pada tahun 2001.

    Tahun 2001 penulis diterima di Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

    Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN.

    Selama masa kuliah, Penulis pernah aktif menjadi pengurus Forum Keluarga

    Musolah GMSK (FKMG) tahun 2001-2002, Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu

    Gizi Pertanian sebagai staf pengurus bidang kelembagaan dan hubungan alumni tahun

    2002-2003, Bina Desa (Bindes) sebagai staf pengurus untuk periode 2002-2003,

    sebagai koordinator bidang Gizi dan Kesahatan tahun 2003-2004, dan Badan

    Konsultasi Gizi (BKG) sebagai staf pengurus tahun 2003-2004. Penulis pernah

    menjadi asisten mata kuliah Metode Penelitian dan Penyajian Ilmiah tahun 2005.

  • 7/28/2019 A05ryu2

    7/89

    PRAKATA

    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

    memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi

    ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

    1. dr. Yekti Hartati Effendi dan Dr. Ir. Diah K.Pranadji, MS selaku dosenpembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing

    dan memberikan nasehat-nasehatnya.

    2. Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pemandu seminar.3. Ir.Dodik Briawan, MCN selaku dosen penguji.4. Kepada kepala Puskesmas Merdeka dan staf khususnya Ibu Nanu Tri, Amd

    sebagai kepala bagian Pojok Gizi atas izin, semangat, pengalaman dan

    bantuan yang diberikan.

    5. Genta Sari Luwina, Rizky Ellyana Putri dan Rizky Febriani Amelia selakupembahas seminar.

    6. Kepada Bapak, Ibu, Mba Yayuk dan Imam atas cinta, dorongan dan doakepada penulis yang tiada hentinya.

    7. Sahabat dan teman-teman GMSK38 serta tim Radar 47 atas persahabatan,semangat dan kebersamaan selama empat tahun.

    Oktober, 2005

    Penulis

  • 7/28/2019 A05ryu2

    8/89

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ........................................................................................vi

    DAFTAR GAMBAR....................................................................................vii

    DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................viii

    PENDAHULUAN ........................................................................................1

    Latar Belakang..................................................................................1

    Tujuan...............................................................................................3

    Hipotesis ..........................................................................................4

    Kegunaan..........................................................................................4

    TINJAUAN PUSTAKA .................... ........................................................... 5

    Pertumbuhan .....................................................................................5

    Status Gizi dan KEP..........................................................................5

    Perkembangan...................................................................................6

    Kemampuan Perkembangan Balita ....................................................8

    Morbiditas.........................................................................................10

    Stimulasi ...........................................................................................11

    Sosial Ekonomi Keluarga .................................................................. 12

    KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................... 14

    METODE .....................................................................................................16

    Desain, Tempat dan Waktu................................................................16

    Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ...................................................16

    Jenis dan Cara Pengumpulan Data........... .......................................... 18

    Pengolahan dan Analisis Data ........... ................................................ 18

    Definisi Operasional..........................................................................22

    HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................24

    Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 24

    Karakteristik Contoh .........................................................................28

    Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ............................................. 28

    Morbiditas Contoh.............................................................................31

    Jenis Stimulasi Contoh ......................................................................34

  • 7/28/2019 A05ryu2

    9/89

    Tingkat Stimulasi Contoh..................................................................35

    Jenis Kemampuan Perkembangan Contoh .........................................36

    Tingkat Perkembangan Contoh...................... .................................... 38

    Analisis Hubungan Antar Variabel ....................................................39

    KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................47

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................50

    LAMPIRAN .................................................................................................54

  • 7/28/2019 A05ryu2

    10/89

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1 Tahapan perkembangan anak menurut kelompok umur........................7

    2 Klasifikasi kelompok contoh berdasarkan status gizi ........... ................18

    3 Jenis dan cara pengumpulan data serta kategori peubah .......................20

    4 Pemanfaatan lahan di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon

    Kelapa.................................................................................................24

    5 Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Ciwaringin,

    Panaragan dan Kebon Kalapa ...............................................................25

    6 Karakteristik penduduk Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan

    Kebon Kelapa.......................................................................................26

    7 Sumber air minum yang digunakan penduduk di Kelurahan

    Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa............................................26

    8 Daftar penyakit rawat jalan pasien umum Puskesmas Merdeka

    tahun 2003............................................................................................27

    9 Sebaran karakteristik contoh........................................... ......................28

    10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .................... ......................28

    11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan pengasuh...................... ..........29

    12 Rata-rata pengeluaran keluarga............... .............................................30

    13 Sebaran contoh berdasarkan garis kemiskinan ......................................31

    14 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit selama tiga bulan terakhir ..32

    15 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita selama tiga

    bulan terakhir .......................................................................................32

    16 Sebaran contoh berdasarkan lama sakit selama tiga bulan terakhir ........33

    17 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi sakit selama tiga bulan terakhir .33

    18 Sebaran contoh berdasarkan pertolongan pertama................................. 34

    19 Sebaran jenis stimulasi yang diberikan responden kepada contoh

    berdasarkan kelompok umur.................................................................35

    20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat stimulasi .......................................35

    21 Sebaran jenis kemampuan perkembangan contoh berdasarkan

    kelompok umur ....................................................................................37

    22 Sebaran tingkat perkembangan contoh...................................................39

    23 Hubungan peubah bebas dengan status gizi contoh ................................40

    24 Hubungan Peubah Bebas dengan Perkembangan Contoh.......................43

  • 7/28/2019 A05ryu2

    11/89

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1 Peta wilayah Kelurahan Ciwaringin .......................................................54

    2 Peta wilayah Kelurahan Panaragan...................................... ................... 55

    3 Peta wilayah Kelurahan Kebon Kelapa...................................... ............. 56

    4 Hasil uji beda T dua sampel independen................................................. 57

    5 Hasil uji korelasi rank spearman............................................................. 58

    6 Hasil analisis regresi ..............................................................................59

    7 Kartu kembang anak ..............................................................................63

    8 Kuesioner...............................................................................................64

  • 7/28/2019 A05ryu2

    12/89

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

    perkembangan balita ...............................................................15

    2 Cara penarikan contoh................................................................ 17

  • 7/28/2019 A05ryu2

    13/89

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Keberhasilan pembangunan suatu bangsa dapat dicerminkan dari tingkatkesejahteraan bangsa tersebut. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut

    diperlukan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu SDM yang memiliki

    fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping

    penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu indikator untuk

    mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia

    (Human Development Index-HDI). Tiga faktor penentu HDI adalah pendidikan,

    kesehatan dan ekonomi yang erat kaitannya dengan status gizi masyarakat (Azwar

    2004).

    Kelompok balita merupakan salah satu kelompok umur yang perlu

    mendapatkan perhatian lebih dalam upaya pengembangan SDM. Masa balita relatif

    pendek namun sarat dengan proses pertumbuhan dan perkembangan oleh karena itu

    masa balita menempati posisi penting dalam siklus kehidupan, termasuk kesehatan,

    intelektualitas, prestasi dan produktivitas dikemudian hari pada masa remaja dan

    dewasa. Kurang gizi pada masa ini akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik

    dan perkembangan yang berdampak pada penurunan kualitas SDM (Utomo 1998).

    Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan melanda Indonesia turut

    mempengaruhi keadaan kesehatan dan gizi anak, terutama anak berusia di bawah lima

    tahun (balita). Hal ini dapat ditunjukkan dengan masih tingginya kejadian kasus

    Kurang Energi Protein (KEP) berat seperti kwasiorkor dan marasmus (Jusat, et.al.

    2000).

    Secara kasar WHO memperkirakan bahwa 100 juta anak balita menderita

    defisiensi gizi berat seperti kwasiorkor dan marasmus. Sedangkan anak-anak dengan

    defisiensi gizi dan gejala-gejala ringan diperkirakan meliputi jumlah yang lebih

    banyak lagi. Hasil Susenas tahun 2002 menunjukkan bahwa masalah gizi kurang pada

    balita di Indonesia sebesar 27, 3 % atau dengan kata lain dari 5,01 juta balita, 1,47

    juta diantaranya menderita gizi buruk (Azwar 2004). Jika dilihat berdasarkan wilayah,

    pada tahun 2003 di daerah perkotaan terjadi peningkatan jumlah penderita gizi kurang

    dari 16,76 % menjadi 18,16 % (Badan Pusat Statistika [BPS] 2003b). Sementara itu,

  • 7/28/2019 A05ryu2

    14/89

    berdasarkan Hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) tahun 2003 di kota Bogor,

    jumlah penderita gizi kurang dan buruk sebesar 10,4 % (Dinas Kesehatan [Dinkes]

    2004a).

    Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dinkes Kota Bogor pada tahun

    2003, lima penyakit utama rawat jalan pada anak dengan usia 1 sampai 4 tahun

    adalah ISPA tidak spesifik (3,39 %), penyakit saluran nafas atas lainnya (1,09 %),

    influenza karena virus tidak spesifik (0,94 %), diare dan gas entroentritis (0,88 %)

    serta dermatitis lainnya (0,65 %). Selain itu, hasil survei tersebut juga menunjukkan

    bahwa jumlah anak yang menderita tuberkulosis (TBC) paru klinis sebesar 1,67 %,

    asma sebesar 0,82 % dan gangguan telinga lainnya sebesar 0,21 % (Dinkes 2004b).Parmaesih, et.al. (2000), mengemukakan bahwa status gizi sejak bayi hingga

    masa anak-anak sangat mempengaruhi kondisi organ-organ seperti otak, jantung dantulang, dengan kondisi gizi yang baik organ-organ vital akan tumbuh dan

    berkembang secara optimal. Sebaliknya gizi kurang akan mengakibatkan gangguan

    pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan

    awal dari gangguan defisiensi sistem kekebalan. Anak yang mengalami kurang gizi

    akan mudah sakit dan jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama

    dapat menyebabkan kematian pada anak.

    Selain berdampak pada status kesehatan anak, kurang gizi dapat mengganggu

    perkembangan anak. Menurut UNCEF (1998) diacu dalam Purwandani (2005)

    keadaan kurang gizi pada anak menyebabkan menurunnya perkembangan mental,

    kecerdasan, dan kemampuan interaksi anak dengan lingkungan dan pengasuhnya.

    Kekurangan gizi pada periode kritis, yaitu masa balita terutama pada masa

    bayi sampai umur dua tahun, lebih lanjut dapat mengakibatkan terganggunya

    perkembangan mental dan kemampuan motorik anak. Gangguan perkembangan

    tersebut sulit diperbaiki pada periode selanjutnya, bahkan dapat mengakibatkan cacat

    yang permanen (Syarif 1997). Sebaliknya seorang anak yang berstatus gizi baik dan

    sehat akan merespon perubahan lingkungan lebih aktif dan selanjutnya mempercepat

    perkembangan mental anak (Husaini 1997, diacu dalam Anwar 2002).

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Satoto (1989) menunjukkan bahwa

    terdapat hubungan antara pertumbuhan anak dan perkembangan baik pada bulan yang

    sama maupun lintas bulan. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian yang

  • 7/28/2019 A05ryu2

    15/89

    dilakukan oleh Anwar (2002), status gizi yang kurang menyebabkan anak merasa

    rendah diri, pemalu dan akhirnya mengalami kesulitan dalam kontak sosial dan akan

    mempengaruhi perkembangan mental, psikomotor dan perilaku anak.

    Menurut Hurlock (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi pola

    perkembangan selain status gizi adalah rangsangan (stimulasi). Rangsangan

    (stimulasi) merupakan faktor yang dapat membantu anak untuk mencapai tingkat

    perkembangan yang optimal atau sesuai dengan yang diharapkan (Departemen

    Kesehatan [Depkes] 1997). Seorang anak yang diberikan stimulasi oleh orang tuanya

    dapat menunjang perkembangannya. Rangsangan perkembangan fisik dan mental

    yang telah berkembang sebelumnya dapat mempercepat pola perkembangan

    kesehatan, dorongan, dan kesempatan belajar yang lebih baik ditambah motivasi yang

    kuat dalam diri anak akan mempercepat perkembangan di semua bidang (Hurlock1997 diacu dalam Anwar 2002).

    Tujuan

    Tujuan Umum

    Mengetahui hubungan morbiditas dan stimulasi dengan tumbuh kembang

    anak balita berstatus gizi baik dan penderita KEP di Kota Bogor.

    Tujuan Khusus

    1. Membandingkan karakteristik sosial ekonomi keluarga (sosek), morbiditas,stimulasi yang dilakukan pengasuh dan tingkat perkembangan balita berstatus

    gizi baik dan KEP.

    2. Mengetahui hubungan karakteristik sosek dan morbiditas dengan status gizi.3. Mengetahui hubungan karakteristik sosek, morbiditas, status gizi dan tingkat

    stimulasi dengan tingkat perkembangan contoh.

    4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan tingkatperkembangan contoh.

    Hipotesis

    1. Terdapat hubungan antara karakteristik sosek dengan status gizi anak balita2. Terdapat hubungan antara morbiditas dengan status gizi anak balita.3. Terdapat hubungan antara karakteristik sosek dengan tingkat perkembangan

    anak balita.

  • 7/28/2019 A05ryu2

    16/89

    4. Terdapat hubungan antara morbiditas dengan tingkat perkembangan anakbalita.

    5. Terdapat hubungan antara stimulasi dengan tingkat perkembangan anak balita.6. Terdapat hubungan status gizi dengan tingkat perkembangan anak balita.

    Kegunaan

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk

    membuat kebijakan bagi instansi-instansi yang terkait atau LSM yang bergerak di

    bidang kesehatan dan pengembangan SDM. Selain itu hasil penelitian ini juga

    diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya

    penanggulangan KEP yang merupakan salah satu faktor penghambat tumbuh

    kembang balita. Bagi keluarga, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikangambaran mengenai pentingnya peran serta anggota keluarga, khususnya ibu dalam

    memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.

  • 7/28/2019 A05ryu2

    17/89

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pertumbuhan

    Pertumbuhan dan perkembangan anak dipandang sebagai suatu prosesdinamik yang dimulai saat konsepsi dan berlanjut sampai dewasa. Pertumbuhan

    berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi

    tingkat sel. Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik (Asad 2000).

    Baliwati, Khomsan dan Dwiriani (2004) menyatakan bahwa masa balita

    merupakan masa periode emas yang sangat menentukan pertumbuhan seorang

    manusia baik dilihat dari sudut fisik, emosi dan intelektual serta budi pekerti. Sel-sel

    otak manusia yang telah tumbuh dan berkembang semasa janin akan mencapai

    hampir 100 persen berkembang sampai dengan usia 3 tahun.Menurut Alisjahbana (1985) balita merupakan golongan yang rawan untuk

    mengalami masalah gizi. Pada masa ini, kebutuhan gizi anak per satuan berat badan

    lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa, karena disamping untuk

    pemeliharaan juga diperlukan untuk pertumbuhan.

    Status Gizi dan Kurang Energi Protein (KEP)

    Menurut Beaton dan Bengoa (1976) KEP dapat didefinisikan sebagai suatu

    kondisi yang muncul sebagai akibat kekurangan protein dan energi. Pada umumnya

    KEP berhubungan dengan infeksi. KEP lebih sering terjadi pada balita, tetapi tidak

    menutup kemungkinan orang dewasa, khususnya ibu menyusui juga dapat menderita

    KEP.

    KEP merupakan suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai

    faktor, terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi

    dan protein serta karena infeksi yang berdampak pada penurunan status gizi anak dari

    bergizi baik atau normal menjadi bergizi kurang atau buruk. Kedua penyebab ini

    saling berpengaruh dan merupakan penyebab langsung terjadinya KEP (Soekirman

    2000).

    Tanda-tanda klinis KEP adalah badan menjadi kurus, jaringan lemak mulai

    terasa lunak dan otot-otot tidak kencang dan ini biasanya tampak bila paha bagian

    dalam diraba. Penyusutan otot mudah terlihat pada bagian lengan atas serta bahu

    bagian atas dan belakang. Biasanya KEP disertai dengan keadaan perut yang

  • 7/28/2019 A05ryu2

    18/89

    membesar (buncit). Bayi menjadi kurang responsif dan mengarah kepada apatis, serta

    perkembangan kepandaian lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang normal

    (Muchtadi 2002).

    Selain itu, manisfestasi KEP dapat dilihat berdasarkan hasil laboratorium.

    Secara laboratorium, perubahan fisiologis tubuh yang sering ditemui pada anak yang

    menderita KEP yaitu : (1) penurunan konsentrasi albumin dalam serum, (2)

    penurunan kadar asam amino esensial dalam plasma dan bisa juga terjadi peningkatan

    asam aminoasiduria, (3) penurunan kadar amilase, esterase, kolinsterase,

    transaminase, lipase dan alkali fosfatase, serta (4) terjadi penurunan kegiatan enzim

    dari pankreas dan xantin oksidase tetapi akan kembali normal segara setelah

    pengobatan dilakukan (Behrman & Vaughan 1988).

    KEP dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan antropometri danpemeriksaan klinis. Pemeriksaan antropometri umumnya meliputi pengukuran tinggi

    badan (TB), berat badan (BB), lingkar lengan atas (LILA) dan atau lingkar kepala

    (Riyadi 2001). Di Indonesia, secara nasional posyandu dan instansi kesehatan

    menggunakan berat badan menurut umur (BB/U) sebagai indikator status gizi anak

    berdasarkan referensi NCHS-WHO, karena indikator ini dapat dengan mudah dan

    cepat dimengerti masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi

    dalam jangka waktu pendek dan dapat mendeteksi kegemukan (Soekirman 2000).

    Perkembangan

    Perkembangan dapat diartikan sebagai deretan progresif yang teratur dan

    korehen. Dikatakan progresif karena perkembangan merupakan suatu proses yang

    terarah, membimbing untuk maju dan bukan mundur. Teratur dan koheren

    menunjukkan bahwa adanya hubungan yang nyata perubahan yang terjadi dan yang

    telah mendahului atau yang akan mengikuti (Hurlock 1994).

    Menurut Soetjiningsih (1998) diacu dalam Asad (2002) perkembangan

    adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebihkompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses

    pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, organ-organ

    dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

    memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah

    laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

  • 7/28/2019 A05ryu2

    19/89

    Pada masa balita, pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan

    perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu sebenarnya pertumbuhan dan

    perkembangan tidak dapat dipisahkan dalam hal faktor-faktor yang

    mempengaruhinya (Asad 2002).

    Banyak hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama

    merupakan saat yang kritis bagi perkembangan anak. Tahun-tahun prasekolah, sekitar

    usia 2 sampai 5 tahun, merupakan periode yang paling penting dari seluruh tahapan

    perkembangan. Pada periode tersebut mulai diletakkan dasar struktur perilaku yang

    kompleks yang dibangun sepanjang kehidupan anak (Hurlock 1994).

    Setiap periode hidup manusia memiliki tugas perkembangan yang berbeda-

    beda. Begitupun pada periode anak-anak. Setiap peningkatan usia anak dihadapkan

    pada tugas perkembangan yang lebih khusus dari sebelumnya dan kecepatan atau lajupencapaian tugas perkembangan tertentu berbeda untuk setiap anak. Untuk tahapan

    perkembangan anak tiap kelompok usia anak dapat dilihat pada Tabel 1

    (Soetjiningsih & Ekawati 1996).

    Tabel 1. Tahapan perkembangan anak menurut kelompok umurUmur (tahun)

    Perkembangan0-1 1-2 2-3 3-4 4-5

    Gerakan kasar Tengkurap

    kepala diangkat

    (4 bulan)

    Berjalan

    (15 bulan)

    Melempar

    bola

    (30 bulan)

    Berdiri satu kaki

    dalam dua

    hitungan

    (42 bulan)

    Berjalan mundur

    (54 bulan)

    Gerakan halus Menjimpit

    (10 bulan)

    Menyusun ke

    atas 4 kubus

    (23 bulan)

    Menyusun ke

    atas 6 kubus

    Menggambar

    lingkaran

    (42 bulan)

    Menggambar

    orang tiga

    bagian

    (48 bulan)

    Bahasa Menoleh ke

    sumber suara (5

    bulan)

    Mengucap 4-

    6 kata

    (18 bulan)

    Menyebut

    nama sendiri

    (24 bulan)

    Mengenal warna

    (42 bulan)

    Bercerita

    sederhana

    (54 bulan)

    Sosialisasi Tersenyum

    spontan

    (1,5 bulan)

    Minum dari

    gelas

    (15 bulan)

    Bermain

    dengan anak

    lain

    (30 bulan)

    Berpakaian

    tanpa dibantu

    (36 bulan)

    Mengancing

    baju sendiri (54

    bulan)

    Sumber : Soetjiningsih dan Ekawati (1996)

    Hurlock (1994) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat

    mempengaruhi penguasaan tugas perkembangan dan faktor ini dapat bersifat

    mendukung ataupun menghambat. Beberapa faktor yang mendukung yaitu : (1)

  • 7/28/2019 A05ryu2

    20/89

    perkembangan fisik yang dipercepat, (2) asupan gizi yang mencukupi, (3) lingkungan

    yang merangsang anak untuk mengembangakan dirinya, (4) bimbingan belajar dari

    orang tua dan guru, (5) motivasi yang kuat untuk belajar dan (6) kreativitas yang

    disertai dengan kemauan untuk berbeda. Sebaliknya faktor yang dapat menghambat

    adalah (1) keterlambatan dalam tingkat perkembangan, (2) kesehatan yang buruk

    akibat gizi yang kurang, (3) cacat tubuh yang menggangu, (4) tidak adanya

    bimbingan dalam belajar, (5) tidak adanya motivasi untuk belajar dan (6) rasa takut

    untuk berbeda.

    Kemampuan Perkembangan Balita

    Untuk dapat mengukur perkembangan, Bina Keluarga Balita (BKB)-Badan

    Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggunakan beberapa aspekkemampuan perkembangan yaitu gerakan (motorik) kasar, gerakan (motorik) halus,

    komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan tingkah

    laku sosial (BKKBN 1995).

    Kemampuan gerakan motorik kasar dan halus

    Gerakan kasar adalah gerakan yang dilakukan dengan melibatkan sebagian

    besar otot tubuh dan biasanya memerlukan tenaga seperti merangkak, berjalan,

    berlari, melompat, naik turun tangga. Gerakan ini harus dilatih agar dikemudian hari

    anak terampil melakukan berbagai gerakan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri

    dengan lingkungannya (BKKBN 1995).

    Sedangkan gerakan motorik halus adalah gerakan yang dilakukan oleh bagian-

    bagian tubuh tertentu saja dan hanya melibatkan sebagian kecil otot tubuh. Gerakan

    halus tidak begitu memerlukan tenaga tetapi perlu koordinasi mata dan anggota badan

    (tangan dan kaki). Mengenggam, memasukkan benda ke dalam lubang, meniru

    membuat garis, menggambar, melipat dan menggunting merupakan beberapa contoh

    dari gerakan ini. Sama halnya dengan gerakan motorik kasar, gerakan ini harus dilatih

    agar kelak anak terampil dam cermat menggunakan jari jemari dalam kehidupan

    sehari-hari khususnya untuk mengerjakan tugas sekolah (menulis, menggambar)

    (BKKBN 1995).

    Menurut Hurlock (1994) perkembangan motorik secara umum bergantung

    pada kematangan otot dan saraf. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

  • 7/28/2019 A05ryu2

    21/89

    perkembangan ini antara lain sifat dasar genetik, kondisi pralahir, kecukupan zat gizi,

    tingkat kecerdasan anak (IQ) dan stimulasi.

    Kemampuan komunikasi pasif dan komunikasi aktif

    Komunikasi pasif merupakan kesanggupan untuk mengerti isyarat dan

    pembicaraan orang lain. Beberapa contoh dari kemampuan ini adalah menengok ke

    arah sumber suara, senang mendengarkan cerita, mengerti dan dapat melaksanakan

    perintah dari yang sederhana hingga yang lebih sukar (BKKBN 1995).

    Sedangkan komunikasi aktif adalah kemampuan menyatakan perasaan,

    keinginan dan pikiran baik melalui tangisan, gerakan tubuh ataupun isyarat maupun

    kata-kata. Beberapa bentuk dari kemampuan ini seperti mengucapkan kata-kata yang

    mempunyai arti, menyusun kalimat, bertanya (BKKBN 1995).

    Menurut Behrman dan Vaughan (1988) terdapat beberapa faktor yang dapat

    menunjang kemampuan berbicara pada anak yaitu : (1) anak harus memiliki

    pendengaran yang utuh semenjak kelahirannya, (2) anak harus memiliki susunan

    saraf yang utuh, (3) anak harus memiliki struktur fisik serta pengendalian fisiologik

    memungkinkan terjadinya kegiatan-kegiatan motorik yang cepat, terintegrasi dan

    rumit yang diperlukan untuk melahirkan pembicaraan yang dapat dimengerti dan

    dipahami, (4) adanya stimulasi atau dorongan dari lingkungan. Dorongan kemampuan

    berbicara yang diberikan pada anak dapat menunjang keberhasilan mereka ketika

    memasuki usia untuk sekolah.

    Kemampuan kecerdasan

    Cerdas erat kaitannya dengan kemampuan berpikir. Cerdas artinya cepat

    tanggap, cepat paham, mampu dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu,

    menyelesaikan masalah sesuai dengan usianya dan diharapkan mempunyai banyak

    gagasan (BKKBN 1995).

    Lanjut BKKBN (1995) contoh dari kemampuan ini diantaranya adalah

    membedakan anggota keluarga dan orang lain, mampu menyusun menara gelang,

    mengenal dan memasangkan gambar-gambar yang telah dikenal. Seperti kemampuanperkembangan lainnya, kemampuan perkembangan ini harus dilatih.

    Hurlock (1994) mengemukakan bahwa bila kekurangan gizi terjadi pada

    tahun-tahun pertama kehidupan anak, hal itu akan mempengaruhi sel-sel otak,

    sehingga kemampuan anak untuk menagkap hal-hal yang membutuhkan kecerdasan

  • 7/28/2019 A05ryu2

    22/89

    menjadi kurang berkembang. Apabila kekurangan gizi terjadi pada usia-usia

    selanjutnya, maka kemampuan anak untuk belajar akan terganggu.

    Kemampuan menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial

    Menurut BKKBN (1995) menolong diri sendiri adalah kemampuan dan

    keterampilan seorang anak untuk dapat melakukan sendiri kegiatan-kegiatan sehari-

    hari , agar secara tahap tidak bergantung tidak terlalu bergantung pada orang lain,

    misalnya menyuapkan makanan ke mulut, minum dari cangkir, membuka baju,

    mencuci tangan.

    Tingkah laku sosial merupakan kemampuan untuk menjalin hubungan yang

    baik dengan anggota keluarga maupun dengan orang lain. Tersenyum secara spontan

    kepada orang lain, bermain dengan anak-anak lain merupakan beberapa contoh

    bentuk kemampuan ini (BKKBN 1995).

    Morbiditas

    Menurut Alisjahbana (1985) balita merupakan golongan yang rawan untuk

    terkena infeksi karena segera setelah anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan

    orang lain, dia akan mengikuti pergerakan disekitarnya, sehingga memperbesar

    kemungkinan terjadinya penularan penyakit. Apabila kekebalan tubuhnya tidak

    cukup, antara lain karena tidak mendapatkan imunisasi yang dibutuhkan, dia akan

    mudah jatuh sakit. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali, lebih-lebih dalam

    jangka pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang dapat mempengaruhi

    proses tumbuh kembang.

    Sebagian besar penyakit infeksi saling berhubungan erat dengan gangguan

    gizi. Penyakit infeksi menurunkan nafsu makan, sehingga konsumsi makanan anak

    menurun, padahal kebutuhan anak akan zat gizi sewaktu sakit justru meningkat.

    Disamping itu, infeksi mengganggu metabolisme, membuat ketidakseimbangan

    hormon dan mengganggu fungsi imunitas (Mata 1985, diacu dalam Utomo 1998).

    Anak dengan gizi buruk terutama mengalami kemunduran respon imun

    selulernya sehingga mudah mendapat infeksi bakteri, virus dan kuman lainnya

    dengan disertai gejala limfopeni dan menurunnya hipersensitivitas tipe lambat

    terhadap beberapa antigen. Juga dapat mengalami penurunan fungsi fagositosis dari

    sel-sel netrofil dan makrofag walaupun jumlahnya normal (Subowo 1993 diacu dalam

  • 7/28/2019 A05ryu2

    23/89

    Asad 2002). Infeksi kuman dan infestasi parasit lazim ditemukan pada anak yang

    menderita KEP demikian juga hilangnya nafsu makan, muntah-muntah serta diare

    yang berkepanjangan (Behrman & Vaughan 1988).

    Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta gangguan

    keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna, diserap usus dan hilang

    larut begitu saja bersama tinja (Bwibo 1990 diacu dalam Utomo 1998).

    Stimulasi

    Pada masa balita terutama pada masa kritis perkembangan selain dipengaruhi

    oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti gizi, perkembangan juga

    dipengaruhi oleh stimulasi atau rangsangan. Stimulasi diperlukan agar potensi anak,

    yang secara alami memang sudah ada di dalam dirinya dapat lebih berkembang

    (Asad 2002).

    Stimulasi adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar anak.

    Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang

    mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang

    diandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi (Soetjiningsih

    1995).

    Hurlock (1994) mengemukakan bahwa lingkungan yang merangsang

    merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan anak. Lingkungan yang

    merangsang mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan

    lingkungan yang tidak merangsang menyebabkan perkembangan anak di bawah

    kemampuannya.

    Pemberian stimulasi pada anak usia dini akan lebih efektif apabila

    memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya.

    Pada awal perkembangan kognitif, anak berbeda dalam tahap sensori motorik. Pada

    tahap ini keadaan kognitif anak akan memperlihatkan aktifitas-aktifitas motorik, yang

    merupakan hasil dari stimulasi sensorik (Anwar 2002).Kegiatan stimulasi meliputi berbagai kegiatan untuk merangsang

    perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta bergaul.

    Kegiatan stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua atau keluarga setiap ada

    kesempatan atau sehari-hari (Depkes 1997).

  • 7/28/2019 A05ryu2

    24/89

    Sosial Ekonomi Keluarga

    Besar Keluarga

    Pada keluarga yang miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih

    mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Anak-anak yang sedang

    tumbuh dari suatu keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang

    diantara semua keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh

    oleh kekurangan pangan. Situasi semacam ini sering terjadi sebab seandainya besar

    keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang. Selain itu, adanya

    pengaruh budaya yang menyebabkan prioritas pemberian pangan dalam keluarga dan

    seringkali prioritas ini bukan pada anak, turut mendukung terjadinya gizi kurang pada

    anak (Suhardjo 1989b).

    Pendidikan PengasuhMenurut Mosley dan Chen (1984) diacu dalam Satoto (1990), pendidikan ibu

    merupakan determinan kuat terhadap kelangsungan hidup anak. Semakin tinggi

    tingkat pendidikan ibu semakin baik pertumbuhan anaknya (Graham 1972, Baragi,

    1980 diacu dalam Satoto 1990). Schultz (1984) diacu dalam Satoto (1990)

    menyatakan bahwa ada beberapa efek dari tingkat pendidikan ayah dan ibu yang

    mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu peningkatan sumberdaya

    keluarga, peningkatan nilai dan pendapatan keluarga dan peningkatan alokasi untuk

    pemeliharaan anak, peningkatan produktivitas dan efektifitas pemeliharaan kesehatan

    dan peningkatan preferensi kehidupan keluarga.

    Pendapatan dan Pengeluaran Pangan

    Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas

    makanan. Pendapatan yang meningkat sangat mendukung perbaikan kesehatan dan

    gizi anggota keluarga sebaliknya pendapatan yang rendah tidak memungkinkan untuk

    mengatasi peningkatan kesehatan dan gizi anggota keluarga. Hal ini berkaitan dengan

    lemahnya daya beli mereka dalam penyediaan pangan yang sehat dan bergizi (Berg

    1986).

    Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan,

    konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang

    semakin mengecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan

    untuk pangan semakin meningkat. Terkait dengan hukum Engel adalah penerapan

  • 7/28/2019 A05ryu2

    25/89

    hukum Bennet yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan

    individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang

    lebih mahal per unit zat gizinya (Soekirman 2000).

  • 7/28/2019 A05ryu2

    26/89

    KERANGKA PEMIKIRAN

    Salah satu masalah gizi yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini

    adalah Kurang Energi Protein (KEP) khususnya yang terjadi pada anak usia bawahlima tahun (balita). Kekurangan gizi pada masa anak-anak dapat berdampak terhadap

    tumbuh kembang anak. Apabila hal ini terjadi dalam waktu yang cukup lama maka

    akan berdampak terhadap kualitas SDM bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

    KEP pada anak merupakan suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh

    berbagai faktor, terutama konsumsi yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan

    energi dan protein (Soekirman 2000). Hurlock (1994) mengemukakan bahwa

    kurangnya asupan gizi pada anak akan berdampak pada kemampuan

    perkembangannya. Anak yang mengalami KEP cenderung mengalami keterlambatandalam perkembangannya. Anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif dan tidak mampu

    berkonsentrasi.

    Faktor lain yang merupakan penyebab langsung terjadinya KEP pada balita

    adalah infeksi. Gangguan gizi pada anak baik tingkat berat maupun tingkat sedang

    dapat meningkatkan resiko infeksi dan kematian. Anak yang mengalami gangguan

    gizi memiliki kekebalan tubuh yang rendah sehingga anak mudah terinfeksi.

    Sebaliknya infeksi pada anak juga dapat berdampak pada penurunan status gizi anak.

    Semua akibat infeksi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak tersebut. Anak

    menjadi kurus, kuntet, lesu, kempot bahkan kematian. Kejadian sakit pada anak juga

    dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas anak dalam mengamati dan

    mengeksplorasi sebagai bagian dari perkembangan perilakunya.

    Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, anak tidak saja

    memerlukan kebutuhan fisik seperti gizi yang baik, perawatan kesehatan dasar dan

    sebagainya, tetapi juga memerlukan kebutuhan akan stimulasi. Anak yang banyak

    mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang atau

    bahkan tidak mendapatkan stimulasi. Lingkungan yang merangsang anak untuk

    mengembangkan kemampuan yang dimiliki, akan membantu anak tersebut ketika

    mulai bersekolah (Soetjiningsih 1995).

    Kurang diberdayakannya sumberdaya manusia, terutama sumberdaya

    perempuan akibat kurangnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga

  • 7/28/2019 A05ryu2

    27/89

    untuk dapat memecahkan masalah gizi keluarga dan masyarakat juga merupakan

    salah satu faktor pemicu terjadinya KEP. Ketidakberdayaan keluarga tersebut

    bersumber pada permasalahan sosial ekonomi keluarga yang meliputi besar keluarga,

    pendapatan dan pengeluaran keluarga.

    Keterangan :

    : variabel yang diteliti

    : variabel yang tidak diteliti

    : hubungan yang diteliti

    : hubungan yang tidak diteliti

    Gambar 1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

    perkembangan balita

    Pengetahuan gizi Pola asuh makan

    Karakteristik sosek keluarga :

    1. Besar keluarga2. Pendidikan pengasuh3. Pendapatan

    Konsumsi pangan

    balita

    Morbiditas anak

    balita

    Stimulasi

    Pertumbuhan balita

    (status gizi)

    Perkembangan

    balita

  • 7/28/2019 A05ryu2

    28/89

    METODE

    Desain, Tempat dan Waktu

    Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan membandingkan dua

    kelompok yang memiliki ciri yang berbeda dalam hal status gizinya. Penelitian ini

    dilakukan di 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa,

    Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis

    Dinas (UPTD) Puskesmas Merdeka. Pemilihan wilayah contoh dilakukan secara

    purposif dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2004 untuk Kotamadya Bogor,

    UPTD Puskesmas Merdeka merupakan puskesmas berprestasi atas dasar jumlah jenis

    pelayanan yang berjalan, pencapaian target program yang dilaksanankan dan

    administrasi yang baik dengan perencanaan program yang baik (Perencanaan

    Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) 2005). Hasil BPB tahun 2003 jumlah anak

    balita yang menderita KEP di wilayah ini sebesar 9,1 % (Dinkes 2004a).

    Penelitian ini dilakukan selama dua bulan dari bulan Maret sampai April

    2005. Kegiatan yang dilakukan berupa pengambilan data primer dan sekunder.

    Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

    Contoh dalam penelitian ini adalah balita berstatus gizi baik dan balita yang

    menderita KEP yang berusia 12-48 bulan dan responden dalam penelitian ini adalah

    pengasuh contoh (ibu atau nenek). Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh

    Puskesmas Merdeka, jumlah balita yang menderita KEP sebanyak 52 orang yang

    terdiri atas balita yang berstatus gizi buruk dan berstatus gizi kurang. Jumlah balita

    yang berstatus gizi buruk sebanyak 13 orang, kemudian terpilih 8 orang yang

    beralamat lengkap dan bersedia diwawancara menjadi contoh penelitian. Jumlah

    balita berstatus gizi kurang sebanyak 39 orang kemudian diacak (random sampling)

    sehingga diperoleh 24 orang dan semuanya bersedia menjadi contoh. Dengan

    demikian jumlah balita KEP terpilih yang menjadi contoh sebanyak 32 orang (8

    orang balita berstatus gizi buruk dan 24 orang balita berstatus gizi kurang) (Gambar

    2). Menurut Mantra dan Kusro (1989), dalam melakukan analisa data untuk

    membandingkan antar kelompok seperti t-test dan untuk mengetahui hubungan

    (korelasi) maka jumlah contoh yang diambil telah memenuhi syarat minimal untuk

    dapat dianalisis secara statistik.

  • 7/28/2019 A05ryu2

    29/89

    Contoh pembanding adalah balita berstatus gizi baik berjumlah 32 orang.

    Pemilihan contoh pembanding dilakukan secara purposif dengan pertimbangan

    bahwa usia anak balita harus sama atau setidaknya mendekati usia contoh anak balita

    penderita KEP. Contoh anak balita pembanding diperoleh dari 14 posyandu di

    wilayah desa terpilih lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses

    pengambilan data (Gambar 2).

    24 orang 8 orang

    Gambar 2 Cara penarikan contoh

    Jenis dan Cara Pengumpulan DataData yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

    sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik contoh,

    karakteristik sosek, morbiditas, stimulasi dan tingkat perkembangan contoh.

    Karakteristik contoh meliputi jenis kelamin dan urutan kelahiran contoh.

    Karakteristik sosek meliputi besar keluarga, pendidikan pengasuh dan pendapatan

    Balita gizi baik

    n = 32

    (pembanding balita

    penderita KEP)

    Balita Penderita

    KEP (n = 52)

    Balita gizi

    kurang

    n = 39

    Balita gizi

    buruk

    n = 13

    Kelompok umur :

    12-24 bulan : 13 orang

    25-36 bulan : 11 orang

    37-48 bulan : 8 orang

    Kelompok umur :12-24 bulan : 8 orang

    25-36 bulan : 9 orang

    37-48 bulan : 7 orang

    Kelompok umur :12-24 bulan : 6 orang

    25-36 bulan : 2 orang

    37-48 bulan : 0 orang

    Puskemas Merdeka

    (Kelurahan Ciwaringin, Panaragan

    dan Kebon Kela a)

    Posyandu

    (n = 14)

  • 7/28/2019 A05ryu2

    30/89

    keluarga yang dihitung dari total pengeluaran pangan dan non pangan keluarga.

    Morbiditas yang diukur meliputi kejadian sakit, jenis penyakit, frekuensi sakit dan

    lama sakit. Stimulasi dan perkembangan contoh diukur dengan metode yang

    dikembangkan dari Kartu Kembang Anak (KKA) yang diterbitkan oleh BKB-

    BKKBN. Data-data ini diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner

    (Tabel 3).

    Data sekunder meliputi data anak balita sehat yang diperoleh dari posyandu di

    lokasi penelitian, balita penderita KEP yang diperoleh dari UPTD Puskesmas

    Merdeka. Penilaian status gizi didasarkan atas nilai z-score dengan indeks BB/U dan

    dibandingkan dengan baku rujukan WHO-NCHS. Kemudian data status gizi balita

    dikategorikan atas balita KEP dan balita berstatus gizi baik dengan kriteria sebagai

    berikut :Tabel 2. Klasifikasi kelompok contoh berdasarkan status gizi

    Kelompok Contoh Status Gizi Z-Score BB/U (WHO-NCHS)

    Buruk z-score < -3 SDKEP

    Kurang -3 SD z-score < -2 SD

    Baik Baik -2 SD z-score < +2 SD

    Data sekunder lain yang dikumpulkan meliputi profil puskesmas yang

    diperoleh dari UPTD Puskesmas Merdeka dan profil wilayah penelitian yang

    diperoleh dari kantor kelurahan lokasi penelitian (Kelurahan Ciwaringin, Panaragan

    dan Kebon Kelapa) (Tabel 3).

    Pengolahan dan Analisis Data

    Karakteristik contoh (jenis kelamin dan urutan kelahiran) dan karakteristik

    sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendidikan pengasuh dan pendapatan

    keluarga) dianalisis secara deskriptif. Morbiditas contoh diukur dari kejadian sakit

    selama 3 bulan terakhir, yang meliputi jenis penyakit, lama sakit dan frekuensi sakit

    serta pertolongan pertama. Namun yang digunakan dalam uji statistik hanya variabel

    lama sakit dan frekuensi sakit karena dengan asumsi bahwa lama sakit dan frekuensisakit merupakan indikator yang dapat menggambarkan keadaan kesehatan anak. Jenis

    penyakit dikelompokkan atas diare, ISPA, infeksi telinga, asma, TBC, alergi kulit dan

    lainnya. Lama sakit dikategorikan atas 10 hari dan > 10 hari. Frekuensi sakit

    dikategorikan atas 2 kali dan > 2 kali. Pengelompokkan data pertolongan pertama

  • 7/28/2019 A05ryu2

    31/89

    didasarkan atas tindakan yang diambil responden ketika contoh sakit meliputi dokter

    praktek, puskesmas, pertolongan sendiri dan dukun.

    Stimulasi diukur dengan mengunakan metode yang dikembangkan dari Kartu

    Kembang Anak (KKA) yang diterbitkan oleh BKB-BKKBN. Jenis stimulasi yang

    diukur merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pengasuh utama untuk merangsang

    perkembangan anak yang meliputi tujuh jenis latihan yaitu (1) gerakan kasar, (2)

    gerakan halus, (3) komunikasi aktif, (4) komunikasi pasif, (5) kecerdasan, (6)

    menolong diri sendiri dan (7) tingkah laku sosial. Pengukuran stimulasi dibagi atas

    kelompok umur 12-24 bulan dan 25 sampai 36 bulan dan kelompok umur 37 sampai

    48 bulan. Untuk kelompok umur 12-24 bulan dan 25-36 bulan dibagi lagi per 3 bulan

    dengan pertanyaan mengenai tiga dari tujuh jenis stimulasi. Untuk kelompok umur

    37-48 bulan juga dibagi menjadi per 3 bulan hanya dengan satu pertanyan mengenaisatu dari tujuh jenis stimulasi. Pertanyaan yang ditanyakan ke responden disesuaikan

    dengan golongan umur contoh dalam bulan untuk setiap kelompok umur.

    Berdasarkan hasil pengukuran, data stimulasi untuk masing-masing pertanyaan diberi

    skor 0 apabila menjawab tidak dan diberi skor 1 apabila menjawab ya. Penilaian

    tingkat stimulasi yaitu dengan menjumlahkan skor dari setiap kelompok umur dan

    dikategorikan atas tingkat stimulasi rendah (jika total skor 0-1), sedang (jika total

    skor 2) dan tinggi (jika total skor 3) (Lampiran 8).

    Pengukuran perkembangan anak balita menggunakan KKA yang

    dikembangkan oleh BKB-BKKBN. Perkembangan diukur dengan tujuh kemampuan

    perkembangan yaitu (1) gerakan kasar, (2) gerakan halus, (3) komunikasi pasif, (4)

    komunikasi aktif, (5) kecerdasan, (6) menolong diri sendiri dan (7) tingkah laku

    sosial. Pengukuran perkembangan dilakukan dengan membagi kelompok umur 12-24

    bulan dan 25 sampai 36 bulan dan kelompok umur 37 sampai 48 bulan. Bagi

    kelompok umur 12-24 bulan dan 25-36 bulan dibagi lagi per 3 bulan dan diukur

    dengan menggunakan pertanyaan mengenai tiga dari tujuh jenis kemampuan

    perkembangan. Untuk kelompok umur 37-48 bulan juga dibagi lagi atas 3 bulan dan

    diukur dengan salah satu pertanyaan dari tujuh jenis kemampuan perkembangan.

    Pertanyaan yang ditanyakan ke responden disesuaikan dengan golongan umur contoh

    dalam bulan untuk setiap kelompok umur (Lampiran 8). Data perkembangan yang

    telah diperoleh dirujuk menurut baku KKA yang diterbitkan oleh BKB-BKKBN.

  • 7/28/2019 A05ryu2

    32/89

    Tingkat perkembangan dikategorikan atas tingkat perkembangan kurang (jika di

    bawah garis merah), sedang (jika berada di area yang berwarna kuning) dan baik (jika

    berada di area yang berwarna hijau) (Lampiran 7).

    Data yang sudah diolah dianalisis secara deskriptif dan inferensia

    menggunakan komputer program SPSS 10.0 for windows. Analisis dilakukan

    berdasarkan kelompok anak balita berstatus gizi baik dan yang menderita KEP.

    Untuk menguji perbedaan nilai rata-rata variabel penelitian dilakukan uji beda t

    sedangkan untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan uji korelasi Rank

    Spearman dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi

    dan tingkat perkembangan dilakukan uji regresi linier berganda dengan metode

    backward.

    Tabel 3. Jenis dan cara pengumpulan data serta kategori peubahJenis Data Sumber Cara Pengumpulan Kategori Peubah

    Data Primer

    Karakteristik contoh

    Jenis kelamin Laki-laki

    Perempuan

    Urutan kelahiran

    Pengasuh

    contoh

    Wawancara dengan

    menggunakan

    kuesioner1-2

    3-4

    5-6

    Karakteristik Sosek

    Besar keluarga BKKBN (1997) :

    Kecil ( 4 orang)

    Besar (> 4 orang)Pendidikan pengasuh Tidak sekolah

    SD

    SMP

    SMA

    Perguruan Tinggi

    Pendapatan keluarga

    (per kapita per bulan)

    Pengasuh

    contoh

    Wawancara dengan

    menggunakan

    kuesioner

    Median contoh :

    Rp 230.805,00

    > Rp 230.805,00

  • 7/28/2019 A05ryu2

    33/89

    Tabel 3. (Lanjutan)Jenis Data Sumber Cara Pengumpulan Kategori Peubah

    Karakteristik sosek

    Pengeluaran pangan

    per kapita per bulan

    -

    Pengeluaran non

    pangan per kapita perbulan

    -

    Garis kemiskinan

    (bedasarkan

    pengeluaran keluarga)

    Pengasuhcontoh Wawancara denganmenggunakan

    kuesionerBPS (2003a) :

    Bawah garis kemiskinan

    (= Rp 149.401,00)

    Morbiditas anak balita

    Kejadian sakit Tidak pernah sakit

    Pernah sakit

    Jenis penyakit Diare

    ISPA

    Lainnya

    Lama sakit Median contoh :

    10 hari> 10 hari

    Frekuensi sakit Median contoh :

    2 kali

    > 2 kali

    Pertolongan pertama

    Pengasuh

    contoh

    Wawancara dengan

    menggunakan

    kuesioner

    Dokter praktek

    Puskesmas

    Pertolongan sendiri

    Dukun

    Tingkat StimulasiPengasuh

    contoh

    Wawancara dengan

    menggunakan

    kuesioner

    Kurang (jumlah skor : 0-1)

    Sedang (jumlah skor 2)

    Baik (jumlah skor 3)

    Jenis stimulasi

    Pengasuhcontoh

    Wawancara denganmenggunakan

    kuesioner

    KKA (BKB-BKKBN):Gerakan kasar

    Gerakan halus

    Komunikasi pasif

    Komunikasi aktif

    Kecerdasan

    Menolong diri sendiri

    Tingkah laku sosial

    Tingkat PerkembanganPengasuh

    contoh

    Wawancara dengan

    menggunakan

    kuesioner

    KKA (BKB-BKKBN):

    Kurang (BGM)

    Sedang (daerah kuning)

    Baik (daerah hijau)

    Jenis kemampuan

    perkembangan

    Pengasuh

    contoh

    Wawancara dengan

    menggunakan

    kuesioner dan

    pengamatan

    KKA (BKB-BKKBN):

    Gerakan kasar

    Gerakan halus

    Komunikasi pasif

    Komunikasi aktif

    Kecerdasan

    Menolong diri sendiri

    Tingkah laku sosial

  • 7/28/2019 A05ryu2

    34/89

    Tabel 3 (lanjutan)Jenis Data Sumber Cara Pengumpulan Kategori Peubah Bebas

    Data Sekunder

    Anak balita

    berstatus gizi baik:balita berstatus gizi

    baik

    Posyandu di

    KelurahanCiwaringin,

    Panaragan danKebon Kelapa

    Pencatatan dan

    pengumpulan dokumen

    -

    Anak balita

    penderita KEP :

    balita gizi kurang dangizi buruk

    berdasarkan indikator

    BB/U NCHS/WHO

    UPTD

    Puskesmas

    Merdeka

    Pencatatan dan

    pengumpulan dokumen

    -

    Gambaran umumlokasi penelitian :

    profil Kelurahan

    Ciwaringin,

    Panaragan dan Kebon

    Kelapa serta profil

    Puskesmas Merdeka.

    Kelurahan

    Ciwaringin,

    Panaragan dan

    Kebon Kalapa

    serta

    Puskesmas

    Merdeka

    Pencatatan dan

    pengumpulan dokumen

    -

    Definisi Operasional

    Balita yang menderita KEP adalah anak laki-laki atau perempuan berusia antara 12-

    48 bulan yang berstatus gizi kurang dan buruk berdasarkan hasil pendataan

    yang dilakukan oleh puskesmas dengan menggunakan indikator berat badan

    menurut umur (BB/U) dengan baku rujukan WHO/NCHS.

    Balita berstatus gizi baik adalah anak laki-laki atau perempuan berusia antara 12-48

    bulan tahun yang berstatus gizi baik berdasarkan hasil perhitungan nilai z-scoredengan indikator BB/U yang dibandingkan dangan baku rujukan WHO-NCHS.

    Responden adalah pengasuh contoh (ibu atau nenek).

    Pertumbuhan balita adalah peningkatan ukuran dan struktur tubuh yang dinilai

    berdasarkan status gizi.

    Status gizi balita adalah keadaan tubuh anak balita akibat konsumsi, absorbsi dan

    penggunaan zat gizi yang diukur dengan indikator antropometri nilai z-score

    berat badan menurut umur dengan menggunakan baku rujuakan NCHS/WHO.

    Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan

    anak yang tinggal dalam satu rumah, hidup dari satu sumber penghasilan yang

    dinyatakan dalam orang.

  • 7/28/2019 A05ryu2

    35/89

    Pendidikan pengasuh adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh

    pengasuh contoh yang dikategorikan menjadi tidak sekolah, SD, SMP, SMA

    dan perguruan tinggi.

    Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan per kapita per bulan berupa uang

    yang dinilai dalam rupiah dan diperoleh melalui pendekatan pengeluaran

    pangan dan non pangan keluarga.

    Pengeluaran pangan keluarga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan keluarga yang

    untuk membeli pangan per bulan yang dinyatakan dalam rupiah.

    Pengeluaran non pangan keluarga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan keluarga

    untuk memenuhi kebutuhan sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi dan

    sebagainya selama satu bulan dan dinilai dalam rupiah.

    Morbiditas adalah keadaan kesehatan contoh selama tiga bulan terakhir yangmeliputi jenis penyakit, lama sakit dan frekuensi sakit serta pertolongan

    pertama. Data ini sepenuhnya didasarkan atas pengakuan dari responden

    terhadap keluhan suatu penyakit, bukan hasil pemeriksaan dokter atau petugas

    kesehatan lainnya.

    Stimulasi adalah tindakan atau pengajaran yang dilakukan responden sebagai bentuk

    rangsangan dapat menunjang perkembangan gerakan kasar, gerakan halus,

    komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan

    tingkah laku sosial anak.

    Perkembangan balita adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi

    tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil proses

    pematangan yang meliputi gerakan kasar, gerakan halus, komunikasi pasif,

    komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial

    yang diukur dengan kartu kembang BKB-BKKBN.

    Kemampuan perkembangan adalah kemampuan anak dalam melaksanakan tugas

    perkembangan sesuai usianya yang meliputi kemampuan gerakan kasar,

    gerakan halus, komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri

    sendiri dan tingkah laku sosial yang diukur dengan kartu kembang yang

    diterbitkan oleh BKB-BKKBN.

  • 7/28/2019 A05ryu2

    36/89

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Kelurahan Ciwaringin berbatasan dengan empat wilayah yaitu sebelah UtaraKelurahan Kedung Jaya Kecamatan Tanah Sareal, sebelah Selatan berbatasan dengan

    Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Kota Bogor Barat, sebelah Timur berbatasan

    dengan Kelurahan Paledeng Kecamatan Kota Bogor Tengah dan sebelah Barat

    berbatasan dengan Kelurahan Ciwaringin. Luas wilayah kelurahan ini adalah 675 km2

    yang terdiri dari 12 RW dan 46 RT.

    Secara geografis batas wilayah Kelurahan Panaragan yaitu sebelah Utara

    dengan Kelurahan Kebon Kelapa, sebelah Selatan berbatasan dengan Kali Cisadane,

    sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Gunung Batu Kecamatan Kota BogorBarat, Kali Cisadane dan sebelah Barat berbatasan dengan Kali Cipakncilan.

    Kelurahan ini terdiri dari 7 RW dan 34 RT.

    Kelurahan Kebon Kelapa berbatasan dengan empat wilayah, yaitu sebelah

    Utara dengan Kelurahan Menteng, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan

    Panaragan, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Ciwaringin dan sebelah

    Barat berbatasan dengan Kecamatan Kota Bogor Barat. Kelurahan ini terdiri dari 10

    RW dan 45 RT.

    Lahan yang terdapat di ketiga kelurahan ini digunakan untuk berbagai macam

    fungsi. Pemanfaatan lahan di ketiga kelurahan ini dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Pemanfaatan lahan di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa

    KelurahanPemanfaatan Lahan Ciwaringin

    (%)

    Panaragan

    (%)

    Kebon Kelapa

    (%)

    Pemukiman

    Pekarangan

    Perkantoran

    Taman

    Kuburan

    Prasarana umum lainnya

    59,2

    27,4

    5,9

    2,9

    0

    4,4

    75,9

    5,5

    3,7

    3,7

    0

    11,1

    79

    0,8

    5,3

    1,3

    1

    12,6

    Sarana dan prasarana yang dimiliki Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan

    Kebon Kelapa meliputi berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan

  • 7/28/2019 A05ryu2

    37/89

    peribadatan. Secara rinci jenis sarana dan prasarana yang ada di ketiga kelurahan ini

    dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5. Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan

    Kebon Kelapa

    KelurahanJenis Sarana dan Prasarana Ciwaringin

    (buah)

    Panaragan

    (buah)

    Kebon Kelapa

    (buah)

    Kesehatan

    Puskesmas 1 0 2

    Puskesmas pembantu 1 1 1

    Apotek 1 0 2

    Posyandu 13 9 13

    Dokter praktek 3 0 3

    Toko obat 0 0 1

    Pendidikan

    TK 1 3 5

    SD 5 6 7SLTA 4 0 4

    SLTP 3 1 4

    Pondok pesantren 1 0 1

    PT 3 0 0

    Ekonomi

    Toko atau swalayan 5 7 67

    Kios kelontong 85 0 412

    Pasar 1 1 1

    Peribadatan

    Masjid 6 5 6

    Musolah 5 7 13

    Gereja 1 0 1

    Wihara 0 1 0

    Kelurahan Ciwaringin berpenduduk 6928 jiwa (3206 jiwa laki-laki dan 3422

    perempuan) yang terdiri atas 1395 Kepala Keluarga (KK). Sebagian besar penduduk

    tersebar pada kelompok umur 15-44 tahun (54,7 %). Kelurahan Panaragan

    berpenduduk 6321 jiwa (3506 jiwa laki-laki dan 3222 perempuan) yang terdiri atas

    1309 Kepala Keluarga (KK). Lebih dari separuh penduduk tersebar pada kelompok

    umur 15-44 tahun (59,9 %). Kelurahan Kebon Kelapa berpenduduk 10513 jiwa (525

    jiwa laki-laki dan 5258 perempuan) yang terdiri atas 2236 Kepala Keluarga (KK).

    Sebagian besar penduduk tersebar pada kelompok umur 15-44 tahun (32,7 %) (Tabel

    6).

  • 7/28/2019 A05ryu2

    38/89

    Tabel 6. Karakteristik penduduk Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon

    Kelapa.Kelurahan

    Jenis Sarana dan PrasaranaCiwaringin Panaragan Kebon Kelapa

    Jumlah penduduk 6928 jiwa 6321 jiwa 10513 jiwa

    Tingkat PendidikanSD atau sederajat 27,4 % 34,1 % 32,7 %SLTP atau sederajat 2,2 % 34,9 % 12,8 %

    SLTA atau sederajat 31,3 % 25 % 12,9 %

    Perguruan tinggi 8,1 % 4,7 % 0,8 %

    Mata PencarianPegawai Negeri Sipil (PNS) 21,4 % 7,8 % 22 %

    Buruh atau sawsta 30,9 % 10,6 % 3,3 %

    Wiraswasta 5,6 % 2,7 % 0,9 %

    Lainnya 9,8 % 7,4 % 2 %

    Kualitas air minum baik yang berasal dari mata air, sumur gali, sumur pompa

    dan PAM berada di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa dalamkondisi baik. Ada dua wilayah yang dilalui aliran sungai yaitu wilayah Kelurahan

    Panaragan dan Kebon Kelapa. Sungai tersebut berada dalam kondisi tercemar

    sehingga tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Untuk memenuhi

    kebutuhan air minum, penduduk di ketiga kelurahan ini menggunakan PAM, mata

    air, sumur pompa dan sumur gali (Tabel 7). Kelurahan yang memiliki saluran

    drainase atau saluran pembuangan air limbah dalam kondisi baik adalah Kelurahan

    Ciwaringin sedangkan Kelurahan Panaragan tidak memiliki saluran drainase atau

    pembuangan air limbah.

    Tabel 7. Sumber Air Minum yang Digunakan Penduduk di Kelurahan Ciwaringin,

    Panaragan dan Kebon KelapaKelurahan

    Sumber Air Minum Ciwaringin

    (%)

    Panaragan

    (%)

    Kebon Kelapa

    (%)

    PAM

    Sumur gali

    Sumur pompa

    Mata air

    82,6

    3

    6,7

    7,5

    90,6

    2,1

    1,1

    4,8

    91,7

    1,1

    1,1

    1

    Puskesmas MerdekaPuskesmas Merdeka berada di Kelurahan Ciwaringin, Kecamatan Bogor

    Tengah, Kotamadya Bogor, Propinsi Jawa Barat. Wilayah kerja puskesmas ini terdiri

    dari Kelurahan Ciwaringin, Kelurahan Panaragan dan Kelurahan Kebon Kelapa.

    Adapun batas-batas wilayah kerja yaitu :

  • 7/28/2019 A05ryu2

    39/89

    - Sebelah Barat : Kelurahan Pasir Mulya, Kelurahan Gunung Batu dan

    Kelurahan Menteng Kecamatan Kota Bogor Barat.

    - Sebelah Timur : Kelurahan Paledang, Kelurahan Cibogor Kecamatan Kota

    Bogor Tengah.

    - Sebelah Utara : Kelurahan Kedung Waringin, Kelurahan Kedung Jaya

    Kecamatan Tanah Sareal.

    - Sebelah Selatan : Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Kota Bogor Barat.

    Puskesmas Merdeka memiliki tiga Puskesmas Pembantu (Pustu), yaitu Pustu

    Cimanggu Kecil yang terletak di Kelurahan Ciwaringin, Pustu Panaragan yang

    terletak di Kelurahan Panaragan dan Pustu Sindang Sari yang terletak di Kelurahan

    Kebon Kelapa. Jarak Puskesmas Merdeka ke Dinas Kesehatan kota + 1 km dengan

    waktu tempuh + 10 menit, jarak menuju Rumah Sakit (RS) + 1 km ke RS. KaryaBakti atau RS. Salak Bogor dengan waktu tempuh + 10 menit.

    Masalah kesehatan di Puskesmas Merdeka masih didominasi oleh jenis

    penyakit ISPA. Pada tahun 2003 penyakit diare sudah tidak masuk 10 besar penyakit

    di puskesmas ini (Tabel 8).

    Tabel 8. Daftar penyakit rawat jalan pasien umum Puskesmas Merdeka tahun 2003No Nama Penyakit Jumlah

    1

    2

    3

    45

    6

    7

    8

    9

    10

    Infeksi saluran pernapasan atas

    Gastritis dan Duodentis

    Penyakit pulpa dan periperikal

    Gangguan gusi dan jaringan penunjang lainMyialgia

    Diare dan gastroentritis

    Hipertensi

    Dermatitis

    Pneumonia

    Konjungtivis

    10.421

    2539

    3829

    30862145

    *

    3142

    1702

    1666

    1720

    * : data tidak tersedia

    Tenaga kesehatan yang dimilki oleh puskesmas ini terdiri dari dua orang

    dokter umum, dua orang dokter gigi, lima orang bidan, tujuh orang perawat, satu

    orang perawat gigi, satu perawat tenaga gizi, satu orang asisten apoteker, satu orang

    analisis dan lima orang tenaga administrasi. Berdasarkan peran serta masyarakat di

    Puskesmas ini, kader aktif posyandu yang dimilki puskesmas ini berjumlah 137 orang

    (42 orang di Kelurahan Ciwaringin, 45 orang di Kelurahan Panaragan dan 50 orang di

    Kelurahan Kebon Kelapa).

  • 7/28/2019 A05ryu2

    40/89

    Karakteristik Contoh

    Jenis kelamin contoh pada kedua kelompok lebih banyak perempuan (59 %

    pada kelompok balita berstatus gizi baik dan 75 % pada kelompok balita KEP)

    dibandingkan laki-laki. Kedua kelompok contoh mayoritas dilahirkan sebagai anak

    pertama atau kedua menurut urutan anak dalam keluarga (69 % pada kelompok balita

    berstatus gizi baik dan 66 % pada kelompok balita KEP) (Tabel 9). Banyaknya anak

    yang berada pada urutan pertama dan kedua dalam keluarga merupakan hal yang

    positif berkaitan dengan besarnya perhatian terhadap aspek gizi dan kesehatan

    (Krisnatuti 2004).

    Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh

    Baik KEPKarakteristik Contoh

    n % n %

    Jenis kelaminLaki-laki 13 41 8 25

    Perempuan 19 59 24 75Jumlah 32 100 32 100

    Urutan kelahiran1-2 22 69 21 663-4 6 19 9 28

    5-6 4 22 2 6

    Jumlah 32 100 32 100

    Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh

    Besar Keluarga

    Jumlah anak pada kelompok balita berstatus gizi baik berkisar antara 3-7

    orang dan pada kelompok balita KEP berkisar antara 2-8 orang. Kedua kelompok

    contoh balita (63 % pada balita berstatus gizi baik dan 72 % pada balita KEP) berasal

    dari keluarga kecil dengan jumlah keluarga kurang dari sama dengan 4 orang (Tabel

    10).

    Tabel 10. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

    Baik KEPBesar Keluarga

    n % n %

    p

    Keluarga kecil ( 4orang)Keluarga besar (> 4 orang)

    2012

    6337

    239

    7228 0,433

    Jumlah 32 100 32 100

    Menurut Suhardjo (1989a) besar keluarga merupakan salah satu faktor yang

    dapat menentukan gizi anak. Dalam penelitian ini, hasil uji beda t terhadap rata-rata

  • 7/28/2019 A05ryu2

    41/89

    besar keluarga pada kedua kelompok tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Dari

    hasil ini menunjukkan bahwa pada kedua kelompok sama-sama tinggal dan menetap

    bersama anggota keluarga di luar keluarga inti.

    Pendidikan Pengasuh

    Keterampilan seseorang sangat dipengaruhi oleh latar belakang

    pendidikannya. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menyerap informasi baru

    sehingga makin baik dan beragam keterampilan yang dimiliki (Krisnatuti 2004). Pada

    kelompok balita berstatus gizi baik sebanyak 44 % pengasuh contoh berpendidikan

    SMA sedangkan pada kelompok balita KEP hanya 22 % (Tabel 11). Hasil uji beda t

    terhadap rata-rata tingkat pendidikan pengasuh tidak menunjukkan perbedaan yang

    nyata, yang berarti tingkat pendidikan pengasuh kelompok balita berstatus gizi baiktidak berbeda dengan tingkat pendidikan pengasuh pada kelompok balita KEP.

    Tabel 11. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan pengasuh

    Baik KEPTingkat Pendidikan Pengasuh

    n % n %

    p

    Tidak Sekolah

    SD

    SMP

    SMA

    Perguruan Tinggi

    1

    5

    9

    14

    3

    3

    16

    28

    449

    2

    10

    11

    7

    2

    6

    32

    34

    226

    0,062

    Jumlah 32 100 32 100

    Pendapatan Keluarga

    Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dengan jelas melalui

    besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga yang bersangkutan. Mengingat

    data pendapatan yang akurat sulit diperoleh maka pendapatan keluarga dihitung

    melalui pendekatan pengeluaran pangan dan non pangan keluarga selama satu bulan.

    Pada penelitian ini pengeluaran keluarga yang dibedakan atas jenis

    pengeluaran pangan dan non pangan selama satu bulan. Jenis pengeluaran pangan

    yang dihitung meliputi pengeluaran untuk membeli makanan pokok, lauk pauk,

    sayuran, buah-buahan, susu dan keperluan pangan keluarga lainnya (gula pasir, teh,

    kopi, garam, minyak goreng dan gula merah) serta uang jajan anak. Jenis pengeluaran

    non pangan yang dihitung meliputi pengeluaran untuk membeli pakaian, kesehatan,

  • 7/28/2019 A05ryu2

    42/89

    keperluan perumahan, pendidikan anak, transportasi, bahan bakar, pajak, rekening

    telepon, air, listrik dan keperluan lainnya.

    Rata-rata pengeluaran pangan keluarga balita berstatus gizi baik dan balita

    KEP lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran non pangan (Tabel 12).

    Hasil uji beda t terhadap rata-rata pengeluaran keluarga pada kedua kelompok

    menunjukkan perbedaan yang nyata (p

  • 7/28/2019 A05ryu2

    43/89

    Tabel 13. Sebaran pengeluaran keluarga contoh berdasarkan garis kemiskinan

    Baik KEPPengeluaran Keluarga

    n % n %

    Bawah garis kemiskinan

    Atas garis kemiskinan

    5

    27

    15

    85

    7

    25

    21

    79

    Jumlah 32 100 32 100

    Morbiditas Contoh

    Kejadian Sakit

    Sebagian besar penyakit infeksi saling berhubungan erat dengan gangguan

    gizi. Penyakit infeksi menurunkan nafsu makan, sehingga konsumsi makanan anak

    menurun, padahal kebutuhan anak akan zat gizi sewaktu sakit justru meningkat (Mata

    1985 diacu dalam Utomo 1998).

    Pada kelompok balita berstatus gizi baik hampir seluruhnya (97 %)

    mengalami sakit sedangkan pada balita KEP seluruh (100 %) contoh pernah

    mengalami sakit. Kejadian sakit contoh selama tiga bulan terakhir dapat dilihat pada

    Tabel 14.

    Tabel 14. Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit selama tiga bulan terakhir

    Baik KEPKejadian Sakit

    n % n %

    Tidak pernah sakit

    Pernah sakit

    1

    31

    3

    97

    0

    32

    0

    100

    Jumlah 32 100 32 100

    Alisjahbana (1985) mengemukakan bahwa golongan usia balita merupakan

    golongan yang rawan, karena segera setelah anak dapat bergerak sendiri, tanpa

    bantuan orang lain, dia akan mengikuti pergerakan disekitarnya, sehingga

    memperbesar kemungkinan terjadinya penularan penyakit. Apabila kekebalan tubuh

    anak tidak cukup, antara lain karena tidak mendapatkan imunisasi yang dibutuhkan,

    maka anak akan mudah jatuh sakit. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali,

    lebih-lebih dalam jangka pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang

    dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang.

    Jenis Penyakit

    Jenis penyakit yang diderita contoh meliputi diare, ISPA, infeksi pada telinga,

    asma, TBC, alergi pada kulit dan lainnya. Penyakit lainnya meliputi penyakit cacar,

    campak, bronkhitis, sariawan, sembelit, sakit mata dan sakit gigi.

  • 7/28/2019 A05ryu2

    44/89

    Penyakit diare, telinga, TBC dan alergi kulit lebih banyak (47 %, 9 %, 6 %

    dan 9 %) dialami contoh kelompok KEP. Sebagian besar contoh (93 % pada

    kelompok balita berstatus gizi baik dan 97 % pada balita KEP) menderita penyakit

    ISPA (Tabel 15).

    Tabel 15. Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita selama tiga

    bulan terakhir

    Baik

    N = 32

    KEP

    N = 32Jenis Penyakit

    n % n %

    Diare

    ISPA (panas, batuk dan pilek)

    Infeksi pada telinga

    Asma

    TBC

    Alergi pada kulit

    Lainnya

    9

    30

    0

    2

    0

    2

    7

    28

    93

    0

    6

    0

    6

    21

    15

    31

    3

    2

    2

    3

    7

    47

    97

    9

    6

    6

    9

    21

    Penyakit lainnya yang umumnya diderita contoh pada kedua kelompok adalah

    cacar, campak, bronkhitis, sariawan, sembelit, sakit gigi dan sakit mata. Penyakit

    diare, infeksi pada telinga, TBC dan alergi pada kulit lebih banyak diderita oleh

    kelompok balita KEP (Tabel 15). Menurut Subowo (1993) diacu dalam Asad (2002)

    anak dengan gizi buruk terutama mengalami kemunduran respon imun selulernya

    sehingga mudah mengalami infeksi bakteri, virus dan kuman lainnya.

    Hampir seluruh contoh (93 % pada kelompok balita sehat dan 97 % pada

    balita KEP) menderita penyakit ISPA. Selain status gizi, hal ini mungkin juga dapat

    terjadi karena faktor kesehatan lingkungan, mengingat tempat penelitian merupakan

    tempat yang padat penduduk. Kondisi rumah yang padat dengan sirkulasi udara yang

    kurang baik menyebabkan mikroorganisme penyebab penyakit berkembang lebih

    baik.

    Lama Sakit dan Frekuensi Sakit

    Pada kelompok balita berstatus gizi baik rata-rata lama sakit adalah 13 hari

    dengan kisaran 0-104 hari dan pada kelompok balita KEP rata-rata lama sakit 23 hari

    dengan kisaran 2-96 hari. Pada kelompok balita berstatus gizi baik memiliki lama

    sakit 10 hari (69 %) sedangkan pada kelompok balita KEP lama sakit contoh > 10

  • 7/28/2019 A05ryu2

    45/89

    hari (66 %) (Tabel 16). Hasil uji beda t terhadap rata-rata lama sakit kedua kelompok

    menunjukkan hasil yang nyata (p 10 hari

    22

    106931

    11

    21

    34

    66 0,005

    Jumlah 32 100 32 100

    Frekuensi kejadian sakit dihitung berdasarkan kekerapan (jumlah kali) sakit

    yang pernah diderita contoh selama 3 bulan terakhir. Pada kelompok balita berstatus

    gizi baik frekuensi sakit berkisar antara 0-5 kali dengan rata-rata 2 kali. Sementara itu

    pada kelompok balita KEP berkisar antara 1-12 kali dengan rata-rata 3 kali. Sebagian

    besar (75 %) contoh pada kelompok balita berstatus gizi baik memiliki frekuensi sakit 2 kali sedangkan pada kelompok balita KEP hampir sebagian besar (66 %) contoh

    memiliki frekuensi sakit > 2 kali (Tabel 17). Hasil uji beda t terhadap rata-rata

    frekuensi sakit kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang nyata (p 2 kali

    24

    87525

    11

    21

    34

    66 0,001

    Jumlah 32 100 32 100

    Pertolongan Pertama

    Pertolongan pertama merupakan tindakan yang diambil responden jika contoh

    mengalami sakit. Tindakan yang diambil responden sebagai bentuk pertolongan

    pertama didasarkan atas keparahan penyakit yang diderita contoh. Jika responden

    menilai penyakit yang diderita contoh tidak terlalu parah, maka responden lebih

    cenderung mengobati sendiri dengan obat warung yang dijual bebas atau

    memanfaatkan jasa mantri, sebaliknya jika responden menilai sakit yang diderita

    contoh parah maka responden lebih memanfaatkan puskesmas dan dokter praktek

    untuk pertolongan pertama.

    Sebanyak 56 % contoh kelompok balita berstatus gizi baik berobat ke dokter

    sedangkan sebanyak 44 % contoh kelompok balita KEP berobat ke puskesmas dan 50

    % contoh kelompok balita KEP berobat sendiri dengan mengunakan obat bebas yang

  • 7/28/2019 A05ryu2

    46/89

    banyak dijual di warung-warung (Tabel 18). Gangguan situasi ekonomi akan

    mengganggu aksesibilitas masyarakat dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan

    (Utomo 1998).

    Tabel 18. Sebaran contoh berdasarkan penggunaan sarana kesehatan

    Baik

    N = 32

    KEP

    N = 32Sarana Kesehatan

    n % n %

    Dokter praktekPuskesmas

    Pertolongan sendiri

    Mantri

    189

    11

    2

    56

    28

    34

    6

    1514

    16

    1

    47

    44

    503

    Stimulasi Contoh

    Jenis Stimulasi Contoh

    Stimulasi diberikan berdasarkan kemampuan anak yang sesuai dengan tugasperkembangan untuk usia tertentu. Jenis stimulasi ini meliputi beberapa kepandaian

    atau kemampuan perkembangan, yaitu kemampuan gerakan kasar, kemampuan

    gerakan halus, kemampuan komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasan,

    menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial.

    Jenis stimulasi yang pernah dilakukan responden pada contoh balita berstatus

    gizi baik dengan kelompok umur 12-24 bulan adalah gerakan kasar, komunikasi

    pasif, komunikasi aktif, kecerdasan dan menolong diri sendiri sedangkan pada contoh

    balita KEP adalah gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif, dan kecerdasan

    (Tabel 19).

    Pada kelompok umur 25-36 bulan , jenis stimulasi yang pernah dilakukan

    responden pada kelompok balita berstatus gizi baik adalah gerakan kasar, komunikasi

    pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial

    sedangkan pada balita KEP adalah komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan,

    menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial (Tabel 19).

    Pada kelompok umur yang 37-48 bulan jenis stimulasi yang pernah dilakukan

    responden adalah gerakan halus, komunikasi aktif, menolong diri sendiri dan tingkah

    laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah gerakan halus, komunikasi aktif,

    komunikasi pasif dan tingkah laku sosial (Tabel 19).

  • 7/28/2019 A05ryu2

    47/89

    Tabel 19. Sebaran jenis stimulasi yang diberikan responden kepada contoh

    berdasarkan kelompok umur

    12-24 bulan 25-36 bulan 37-48 bulan

    Baik

    n=13

    KEP

    n=14

    Baik

    n=11

    KEP

    n=11

    Baik

    n=8

    KEP

    n=7

    Jenis Stimulasi

    % % % % % %Gerakan kasar

    Gerakan halus

    Komunikasi pasif

    Komunikasi aktif

    Kecerdasan

    Menolong diri sendiri

    Tingkah laku sosial

    46

    0

    77

    23

    46

    15

    0

    21

    0

    42

    50

    50

    0

    0

    9

    0

    9

    64

    45

    36

    9

    0

    0

    18

    64

    54

    27

    18

    0

    25

    0

    12

    0

    37

    12

    0

    14

    14

    14

    0

    0

    14

    Tingkat Stimulasi Contoh

    Stimulasi adalah perangsangan dan latihan-latihan terhadap kepandaian anak

    yang datangnya dari lingkungan di luar anak. Tujuan dari stimulasi adalah untuk

    membantu agar anak mencapai tingkat perkembangan yang baik dan optimal sesuai

    dengan kemampuan genetiknya (Soetjiningsih & Ekawati 2000).

    Stimulasi diukur dengan menggunakan Kartu Kembang Anak (KKA) yang

    diterbitkan oleh BKB-BKKBN. Pada balita berstatus gizi baik stimulasi berada pada

    kategori kurang (50 %) sedangkan pada kelompok balita KEP stimulasi berkisar pada

    kategori baik (41 %) dan sedang (34 %) (Tabel 20).

    Tabel 20. Sebaran contoh berdasarkan tingkat stimulasiBaik KEP

    Tingkat Stimulasin % n %

    p

    Kurang

    Sedang

    Baik

    16

    4

    12

    5012

    38

    8

    11

    13

    25

    34

    41

    0,096

    Jumlah 32 100 32 100

    Hasil uji t terhadap rata-rata stimulasi tidak menunjukkan perbedaan yang

    n