A05ryu2
-
Upload
mirza-risqa -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
Transcript of A05ryu2
-
7/28/2019 A05ryu2
1/89
HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN
TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN
PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR
Yulia Rimawati
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
-
7/28/2019 A05ryu2
2/89
RINGKASAN
YULIA RIMAWATI. Hubungan Morbiditas dan Stimulasi dengan Tumbuh Kembang Anak
Balita Berstatus Gizi Baik dan Penderita Kurang Energi dan Protein (KEP) di Kota Bogor.
(Di bawah bimbingan YEKTI HARTATI EFFENDI dan DIAH KRISNATUTI PRANADJI).
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan morbiditas dan stimulasi
dengan tumbuh kembang anak balita berstatus gizi baik dan penderita KEP di Kota Bogor.
Tujuan khusus adalah : (1) Membandingkan karakteristik sosial ekonomi keluarga (sosek),
morbiditas, stimulasi yang dilakukan pengasuh dan tingkat perkembangan balita berstatus
gizi baik dan KEP, (2) Mengetahui hubungan karakteristik sosek dan morbiditas dengan
status gizi, (3) Mengetahui hubungan karakteristik sosek, morbiditas, status gizi dan tingkat
stimulasi dengan tingkat perkembangan contoh, (4) Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi dan tingkat perkembangan contoh.
Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dengan membandingkan dua
kelompok yaitu kelompok balita berstatus gizi baik dan KEP. Penelitian ini dilakukan di
Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa yang merupakan wilayah kerja
Puskesmas Merdeka. Pemilihan tempat dilakukan secarapurposif. Penelitian ini berlangsung
selama 2 bulan (Maret sampai April 2005).Contoh dalam penelitian ini adalah anak balita berstatus gizi baik dan penderita KEP
(berstatus gizi kurang dan berstatus gizi buruk) yang berumur 1-4 tahun. Ditemukan 52 orang
balita KEP yang terdiri atas 13 orang balita berstatus gizi buruk dan 39 orang balita berstatus
gizi kurang. Balita KEP yang menjadi contoh berjumlah 32 orang yang terdiri atas 8 orang
balita berstatus gizi buruk yang beralamat lengkap dan bersedia mengikuti penelitian serta 24
orang balita berstatus gizi kurang yang dipilih secara random sampling. Contoh balita
berstatus gizi baik dipilih secarapurposifdengan jumlah 32 orang dari 14 posyandu di lokasi
penelitian.
Data primer meliputi data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin dan urutan
kelahiran), karakteristik sosek keluarga (besar keluarga, pendidikan ibu dan pengeluaran
keluarga), morbiditas (jenis penyakit, lama sakit, frekuensi sakit dan pertolongan pertama),
stimulasi dan perkembangan contoh. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan
menggunakan kuesioner. Data sekunder terdiri dari data status gizi balita, profil lokasipenelitian dan profil Puskesmas Merdeka. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan
program SPSS versi 10.0 dengan jenis analisis statistik yaitu tabulasi silang, uji t dan korelasi
Rank Spearman serta uji regresi linier berganda dengan metode backward.
Pada kelompok balita berstatus gizi baik, sebanyak 59 % contoh berjenis kelamin
perempuan dan pada kelompok balita KEP sebagian besar contoh (75 %) berjenis kelamin
perempuan. Pada kedua kelompok contoh umumnya dilahirkan sebagai anak pertama ataukedua menurut urutan anak dalam keluarga (69 % pada balita berstatus gizi baik dan 66 %
pada balita KEP).
Pada kelompok balita berstatus gizi baik maupun kelompok balita KEP (63 % dan 72
%) berasal dari keluarga kecil dengan jumlah keluarga 4 orang. Pada kelompok balita
berstatus gizi baik sebanyak 44 % pengasuh contoh berpendidikan SMA sedangkan padakelompok balita KEP hanya 22 % pengasuh contoh berpendidikan SMA. Rata-rata
pendapatan keluarga contoh balita berstatus gizi baik (Rp 293.470,00) lebih tinggidibandingkan kelompok balita KEP (Rp 213. 440,00). Sebagian besar keluarga contoh (85 %
pada balita berstatus gizi baik dan 75 % pada balita KEP) berada di atas garis kemiskinan.
Faktor sosial ekonomi yang menunjukkan perbedaan antara kelompok balita berstatus gizi
baik dan KEP hanya pendapatan per kapita per bulan.
Sebagian besar (97 %) contoh pada kelompok balita berstatus gizi baik dan seluruh
(100 %) contoh pada kelompok balita KEP pernah mengalami sakit. Sebagian besar contoh
pada kedua kelompok menderita penyakit ISPA (93 % pada kelompok balita berstatus gizi
-
7/28/2019 A05ryu2
3/89
baik dan 97 % pada balita KEP). Penyakit diare, telinga, TBC dan alergi kulit lebih banyak
(47 %, 9 %, 6 % dan 9 %) dialami contoh kelompok KEP. Penyakit lain yang umumnya
diderita contoh pada kedua kelompok adalah cacar, campak, bronkhitis, sariawan, sembelit,
sakit gigi dan sakit mata. Sebanyak 69 % contoh balita berstatus gizi baik memiliki lama sakit
10 hari dengan frekuensi sakit 2 kali (75 %) sedangkan pada kelompok balita KEP
memiliki lama sakit > 10 hari (66 %) dengan frekuensi sakit > 2 kali (66 %). Terdapat
perbedaan lama sakit dan frekuensi sakit antara kelompok balita berstatus gizi baik dan balita
KEP. Lebih dari separuh (56 %) contoh balita berstatus gizi baik menggunakan jasa dokter
sebagai sarana kesehatan untuk pertolongan pertama sedangkan separuh (50 %) contoh balita
KEP menggunakan pengobatan sendiri seperti membeli obat-obat bebas yang dijual di
warung.Stimulasi yang pernah dilakukan oleh responden pada balita berstatus gizi baik Pada
kelompok umur 12-24 bulan adalah gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif,
kecerdasaan dan menolong diri sendiri sedangkan pada kelompok balita KEP adalah gerakan
kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif dan kecerdasaan. Pada kelompok umur 25-36
bulan jenis stimulasi yang pernah dilakukan responden pada balita berstatus gizi baik adalah
gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan
tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah komunikasi aktif, komunikasi pasif,
kecerdasaan, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial. Pada kelompok umur 37-48 bulanjenis stimulasi yang pernah dilakukan responden pada balita berstatus gizi baik adalah
gerakan halus, komunikasi aktif, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial sedangkan
pada balita KEP adalah gerakan halus, komunikasi aktif, konunikasi pasif dan tingkah laku
sosial.
Sebanyak 50 % contoh balita berstatus gizi baik memiliki tingkat stimulasi dengankategori kurang sedangkan pada balita KEP sebanyak 41 % contoh memiliki tingkat stimulasi
dengan kategori baik dan 25 % contoh memiliki tingkat stimulasi dengan kategori sedang.
Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat stimulasi antara kelompok balita berstatus
gizi baik dan KEP.
Pada kelompok umur 12-24 bulan jenis kemampuan perkembangan yang dapat
dilakukan oleh contoh kelompok balita berstatus gizi baik adalah gerakan halus, menolong
diri sendiri, komunikasi aktif dan tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah
gerakan halus, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial. Untuk kelompok balita berstatusgizi baik dan KEP yang berumur 25-36 bulan memiliki jenis kemampuan yang hampir
berimbang. Pada kelompok balita yang berumur 37- 48 bulan, jenis perkembangan yang
dapat dilakukan contoh balita berstatus gizi baik adalah gerakan kasar, komunikasi pasif,
komunikasi aktif, kecerdasan dan tingkah laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah
gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasan dan tingkah laku sosial.
Sebagian besar (81 %) contoh balita berstatus gizi baik memiliki tingkat
perkembangan dengan kategori baik sedangkan pada kelompok balita KEP sebanyak 44 %.
Terdapat perbedaan tingkat perkembangan antara kelompok balita berstatus gizi baik dan
balita KEP.
Faktor sosial ekonomi yang berhubungan nyata positif dengan status gizi
adalah pendidikan pengasuh dan pendapatan. Lama sakit dan frekuensi sakit
berhubungan nyata negatif dengan status gizi. Pendidikan pengasuh, pendapatan
keluarga, status gizi dan tingkat stimulasi berhubungan nyata positif dengan tingkatperkembangan sedangkan lama sakit dan frekuensi sakit berhubungan nyata negatif
dengan tingkat perkembangan. Faktor yang mempengaruhi status gizi adalah
pengeluaran pangan dan frekuensi sakit. Faktor yang mempengaruhi perkembangan
adalah frekuensi sakit dan status gizi .
-
7/28/2019 A05ryu2
4/89
JUDUL : HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI
DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA
BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG
ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR
Nama Mahasiswa : Yulia Rimawati
Nomor Pokok : A54101059
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
dr. Yekti Hartati Effendi Dr. Ir. Diah K. Pranadji, MS
NIP. 140 092 953 NIP. 131 476 543
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP. 130 422 698
Tanggal lulus :
-
7/28/2019 A05ryu2
5/89
HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN
TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN
PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Yulia Rimawati
A54101059
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
-
7/28/2019 A05ryu2
6/89
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 23 Juli 1983 dari pasangan M.
Yasin dan Retno Harnani. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menuntaskan Sekolah Dasar di SDN Lagoa 01 Jakarta pada tahun
1995. Sekolah Lanjutan Pertama diselesaikan di SMPN 84 Jakarta pada tahun 1998
dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMUN 52 Jakarta pada tahun 2001.
Tahun 2001 penulis diterima di Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN.
Selama masa kuliah, Penulis pernah aktif menjadi pengurus Forum Keluarga
Musolah GMSK (FKMG) tahun 2001-2002, Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu
Gizi Pertanian sebagai staf pengurus bidang kelembagaan dan hubungan alumni tahun
2002-2003, Bina Desa (Bindes) sebagai staf pengurus untuk periode 2002-2003,
sebagai koordinator bidang Gizi dan Kesahatan tahun 2003-2004, dan Badan
Konsultasi Gizi (BKG) sebagai staf pengurus tahun 2003-2004. Penulis pernah
menjadi asisten mata kuliah Metode Penelitian dan Penyajian Ilmiah tahun 2005.
-
7/28/2019 A05ryu2
7/89
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Yekti Hartati Effendi dan Dr. Ir. Diah K.Pranadji, MS selaku dosenpembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing
dan memberikan nasehat-nasehatnya.
2. Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pemandu seminar.3. Ir.Dodik Briawan, MCN selaku dosen penguji.4. Kepada kepala Puskesmas Merdeka dan staf khususnya Ibu Nanu Tri, Amd
sebagai kepala bagian Pojok Gizi atas izin, semangat, pengalaman dan
bantuan yang diberikan.
5. Genta Sari Luwina, Rizky Ellyana Putri dan Rizky Febriani Amelia selakupembahas seminar.
6. Kepada Bapak, Ibu, Mba Yayuk dan Imam atas cinta, dorongan dan doakepada penulis yang tiada hentinya.
7. Sahabat dan teman-teman GMSK38 serta tim Radar 47 atas persahabatan,semangat dan kebersamaan selama empat tahun.
Oktober, 2005
Penulis
-
7/28/2019 A05ryu2
8/89
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................viii
PENDAHULUAN ........................................................................................1
Latar Belakang..................................................................................1
Tujuan...............................................................................................3
Hipotesis ..........................................................................................4
Kegunaan..........................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA .................... ........................................................... 5
Pertumbuhan .....................................................................................5
Status Gizi dan KEP..........................................................................5
Perkembangan...................................................................................6
Kemampuan Perkembangan Balita ....................................................8
Morbiditas.........................................................................................10
Stimulasi ...........................................................................................11
Sosial Ekonomi Keluarga .................................................................. 12
KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................... 14
METODE .....................................................................................................16
Desain, Tempat dan Waktu................................................................16
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ...................................................16
Jenis dan Cara Pengumpulan Data........... .......................................... 18
Pengolahan dan Analisis Data ........... ................................................ 18
Definisi Operasional..........................................................................22
HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................24
Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 24
Karakteristik Contoh .........................................................................28
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ............................................. 28
Morbiditas Contoh.............................................................................31
Jenis Stimulasi Contoh ......................................................................34
-
7/28/2019 A05ryu2
9/89
Tingkat Stimulasi Contoh..................................................................35
Jenis Kemampuan Perkembangan Contoh .........................................36
Tingkat Perkembangan Contoh...................... .................................... 38
Analisis Hubungan Antar Variabel ....................................................39
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................47
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................50
LAMPIRAN .................................................................................................54
-
7/28/2019 A05ryu2
10/89
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Tahapan perkembangan anak menurut kelompok umur........................7
2 Klasifikasi kelompok contoh berdasarkan status gizi ........... ................18
3 Jenis dan cara pengumpulan data serta kategori peubah .......................20
4 Pemanfaatan lahan di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon
Kelapa.................................................................................................24
5 Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Ciwaringin,
Panaragan dan Kebon Kalapa ...............................................................25
6 Karakteristik penduduk Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan
Kebon Kelapa.......................................................................................26
7 Sumber air minum yang digunakan penduduk di Kelurahan
Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa............................................26
8 Daftar penyakit rawat jalan pasien umum Puskesmas Merdeka
tahun 2003............................................................................................27
9 Sebaran karakteristik contoh........................................... ......................28
10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .................... ......................28
11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan pengasuh...................... ..........29
12 Rata-rata pengeluaran keluarga............... .............................................30
13 Sebaran contoh berdasarkan garis kemiskinan ......................................31
14 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit selama tiga bulan terakhir ..32
15 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita selama tiga
bulan terakhir .......................................................................................32
16 Sebaran contoh berdasarkan lama sakit selama tiga bulan terakhir ........33
17 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi sakit selama tiga bulan terakhir .33
18 Sebaran contoh berdasarkan pertolongan pertama................................. 34
19 Sebaran jenis stimulasi yang diberikan responden kepada contoh
berdasarkan kelompok umur.................................................................35
20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat stimulasi .......................................35
21 Sebaran jenis kemampuan perkembangan contoh berdasarkan
kelompok umur ....................................................................................37
22 Sebaran tingkat perkembangan contoh...................................................39
23 Hubungan peubah bebas dengan status gizi contoh ................................40
24 Hubungan Peubah Bebas dengan Perkembangan Contoh.......................43
-
7/28/2019 A05ryu2
11/89
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta wilayah Kelurahan Ciwaringin .......................................................54
2 Peta wilayah Kelurahan Panaragan...................................... ................... 55
3 Peta wilayah Kelurahan Kebon Kelapa...................................... ............. 56
4 Hasil uji beda T dua sampel independen................................................. 57
5 Hasil uji korelasi rank spearman............................................................. 58
6 Hasil analisis regresi ..............................................................................59
7 Kartu kembang anak ..............................................................................63
8 Kuesioner...............................................................................................64
-
7/28/2019 A05ryu2
12/89
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan balita ...............................................................15
2 Cara penarikan contoh................................................................ 17
-
7/28/2019 A05ryu2
13/89
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa dapat dicerminkan dari tingkatkesejahteraan bangsa tersebut. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut
diperlukan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu SDM yang memiliki
fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping
penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu indikator untuk
mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Index-HDI). Tiga faktor penentu HDI adalah pendidikan,
kesehatan dan ekonomi yang erat kaitannya dengan status gizi masyarakat (Azwar
2004).
Kelompok balita merupakan salah satu kelompok umur yang perlu
mendapatkan perhatian lebih dalam upaya pengembangan SDM. Masa balita relatif
pendek namun sarat dengan proses pertumbuhan dan perkembangan oleh karena itu
masa balita menempati posisi penting dalam siklus kehidupan, termasuk kesehatan,
intelektualitas, prestasi dan produktivitas dikemudian hari pada masa remaja dan
dewasa. Kurang gizi pada masa ini akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik
dan perkembangan yang berdampak pada penurunan kualitas SDM (Utomo 1998).
Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan melanda Indonesia turut
mempengaruhi keadaan kesehatan dan gizi anak, terutama anak berusia di bawah lima
tahun (balita). Hal ini dapat ditunjukkan dengan masih tingginya kejadian kasus
Kurang Energi Protein (KEP) berat seperti kwasiorkor dan marasmus (Jusat, et.al.
2000).
Secara kasar WHO memperkirakan bahwa 100 juta anak balita menderita
defisiensi gizi berat seperti kwasiorkor dan marasmus. Sedangkan anak-anak dengan
defisiensi gizi dan gejala-gejala ringan diperkirakan meliputi jumlah yang lebih
banyak lagi. Hasil Susenas tahun 2002 menunjukkan bahwa masalah gizi kurang pada
balita di Indonesia sebesar 27, 3 % atau dengan kata lain dari 5,01 juta balita, 1,47
juta diantaranya menderita gizi buruk (Azwar 2004). Jika dilihat berdasarkan wilayah,
pada tahun 2003 di daerah perkotaan terjadi peningkatan jumlah penderita gizi kurang
dari 16,76 % menjadi 18,16 % (Badan Pusat Statistika [BPS] 2003b). Sementara itu,
-
7/28/2019 A05ryu2
14/89
berdasarkan Hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) tahun 2003 di kota Bogor,
jumlah penderita gizi kurang dan buruk sebesar 10,4 % (Dinas Kesehatan [Dinkes]
2004a).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dinkes Kota Bogor pada tahun
2003, lima penyakit utama rawat jalan pada anak dengan usia 1 sampai 4 tahun
adalah ISPA tidak spesifik (3,39 %), penyakit saluran nafas atas lainnya (1,09 %),
influenza karena virus tidak spesifik (0,94 %), diare dan gas entroentritis (0,88 %)
serta dermatitis lainnya (0,65 %). Selain itu, hasil survei tersebut juga menunjukkan
bahwa jumlah anak yang menderita tuberkulosis (TBC) paru klinis sebesar 1,67 %,
asma sebesar 0,82 % dan gangguan telinga lainnya sebesar 0,21 % (Dinkes 2004b).Parmaesih, et.al. (2000), mengemukakan bahwa status gizi sejak bayi hingga
masa anak-anak sangat mempengaruhi kondisi organ-organ seperti otak, jantung dantulang, dengan kondisi gizi yang baik organ-organ vital akan tumbuh dan
berkembang secara optimal. Sebaliknya gizi kurang akan mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan
awal dari gangguan defisiensi sistem kekebalan. Anak yang mengalami kurang gizi
akan mudah sakit dan jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama
dapat menyebabkan kematian pada anak.
Selain berdampak pada status kesehatan anak, kurang gizi dapat mengganggu
perkembangan anak. Menurut UNCEF (1998) diacu dalam Purwandani (2005)
keadaan kurang gizi pada anak menyebabkan menurunnya perkembangan mental,
kecerdasan, dan kemampuan interaksi anak dengan lingkungan dan pengasuhnya.
Kekurangan gizi pada periode kritis, yaitu masa balita terutama pada masa
bayi sampai umur dua tahun, lebih lanjut dapat mengakibatkan terganggunya
perkembangan mental dan kemampuan motorik anak. Gangguan perkembangan
tersebut sulit diperbaiki pada periode selanjutnya, bahkan dapat mengakibatkan cacat
yang permanen (Syarif 1997). Sebaliknya seorang anak yang berstatus gizi baik dan
sehat akan merespon perubahan lingkungan lebih aktif dan selanjutnya mempercepat
perkembangan mental anak (Husaini 1997, diacu dalam Anwar 2002).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Satoto (1989) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara pertumbuhan anak dan perkembangan baik pada bulan yang
sama maupun lintas bulan. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian yang
-
7/28/2019 A05ryu2
15/89
dilakukan oleh Anwar (2002), status gizi yang kurang menyebabkan anak merasa
rendah diri, pemalu dan akhirnya mengalami kesulitan dalam kontak sosial dan akan
mempengaruhi perkembangan mental, psikomotor dan perilaku anak.
Menurut Hurlock (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi pola
perkembangan selain status gizi adalah rangsangan (stimulasi). Rangsangan
(stimulasi) merupakan faktor yang dapat membantu anak untuk mencapai tingkat
perkembangan yang optimal atau sesuai dengan yang diharapkan (Departemen
Kesehatan [Depkes] 1997). Seorang anak yang diberikan stimulasi oleh orang tuanya
dapat menunjang perkembangannya. Rangsangan perkembangan fisik dan mental
yang telah berkembang sebelumnya dapat mempercepat pola perkembangan
kesehatan, dorongan, dan kesempatan belajar yang lebih baik ditambah motivasi yang
kuat dalam diri anak akan mempercepat perkembangan di semua bidang (Hurlock1997 diacu dalam Anwar 2002).
Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan morbiditas dan stimulasi dengan tumbuh kembang
anak balita berstatus gizi baik dan penderita KEP di Kota Bogor.
Tujuan Khusus
1. Membandingkan karakteristik sosial ekonomi keluarga (sosek), morbiditas,stimulasi yang dilakukan pengasuh dan tingkat perkembangan balita berstatus
gizi baik dan KEP.
2. Mengetahui hubungan karakteristik sosek dan morbiditas dengan status gizi.3. Mengetahui hubungan karakteristik sosek, morbiditas, status gizi dan tingkat
stimulasi dengan tingkat perkembangan contoh.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan tingkatperkembangan contoh.
Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara karakteristik sosek dengan status gizi anak balita2. Terdapat hubungan antara morbiditas dengan status gizi anak balita.3. Terdapat hubungan antara karakteristik sosek dengan tingkat perkembangan
anak balita.
-
7/28/2019 A05ryu2
16/89
4. Terdapat hubungan antara morbiditas dengan tingkat perkembangan anakbalita.
5. Terdapat hubungan antara stimulasi dengan tingkat perkembangan anak balita.6. Terdapat hubungan status gizi dengan tingkat perkembangan anak balita.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
membuat kebijakan bagi instansi-instansi yang terkait atau LSM yang bergerak di
bidang kesehatan dan pengembangan SDM. Selain itu hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya
penanggulangan KEP yang merupakan salah satu faktor penghambat tumbuh
kembang balita. Bagi keluarga, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikangambaran mengenai pentingnya peran serta anggota keluarga, khususnya ibu dalam
memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.
-
7/28/2019 A05ryu2
17/89
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipandang sebagai suatu prosesdinamik yang dimulai saat konsepsi dan berlanjut sampai dewasa. Pertumbuhan
berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi
tingkat sel. Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik (Asad 2000).
Baliwati, Khomsan dan Dwiriani (2004) menyatakan bahwa masa balita
merupakan masa periode emas yang sangat menentukan pertumbuhan seorang
manusia baik dilihat dari sudut fisik, emosi dan intelektual serta budi pekerti. Sel-sel
otak manusia yang telah tumbuh dan berkembang semasa janin akan mencapai
hampir 100 persen berkembang sampai dengan usia 3 tahun.Menurut Alisjahbana (1985) balita merupakan golongan yang rawan untuk
mengalami masalah gizi. Pada masa ini, kebutuhan gizi anak per satuan berat badan
lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa, karena disamping untuk
pemeliharaan juga diperlukan untuk pertumbuhan.
Status Gizi dan Kurang Energi Protein (KEP)
Menurut Beaton dan Bengoa (1976) KEP dapat didefinisikan sebagai suatu
kondisi yang muncul sebagai akibat kekurangan protein dan energi. Pada umumnya
KEP berhubungan dengan infeksi. KEP lebih sering terjadi pada balita, tetapi tidak
menutup kemungkinan orang dewasa, khususnya ibu menyusui juga dapat menderita
KEP.
KEP merupakan suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai
faktor, terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi
dan protein serta karena infeksi yang berdampak pada penurunan status gizi anak dari
bergizi baik atau normal menjadi bergizi kurang atau buruk. Kedua penyebab ini
saling berpengaruh dan merupakan penyebab langsung terjadinya KEP (Soekirman
2000).
Tanda-tanda klinis KEP adalah badan menjadi kurus, jaringan lemak mulai
terasa lunak dan otot-otot tidak kencang dan ini biasanya tampak bila paha bagian
dalam diraba. Penyusutan otot mudah terlihat pada bagian lengan atas serta bahu
bagian atas dan belakang. Biasanya KEP disertai dengan keadaan perut yang
-
7/28/2019 A05ryu2
18/89
membesar (buncit). Bayi menjadi kurang responsif dan mengarah kepada apatis, serta
perkembangan kepandaian lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang normal
(Muchtadi 2002).
Selain itu, manisfestasi KEP dapat dilihat berdasarkan hasil laboratorium.
Secara laboratorium, perubahan fisiologis tubuh yang sering ditemui pada anak yang
menderita KEP yaitu : (1) penurunan konsentrasi albumin dalam serum, (2)
penurunan kadar asam amino esensial dalam plasma dan bisa juga terjadi peningkatan
asam aminoasiduria, (3) penurunan kadar amilase, esterase, kolinsterase,
transaminase, lipase dan alkali fosfatase, serta (4) terjadi penurunan kegiatan enzim
dari pankreas dan xantin oksidase tetapi akan kembali normal segara setelah
pengobatan dilakukan (Behrman & Vaughan 1988).
KEP dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan antropometri danpemeriksaan klinis. Pemeriksaan antropometri umumnya meliputi pengukuran tinggi
badan (TB), berat badan (BB), lingkar lengan atas (LILA) dan atau lingkar kepala
(Riyadi 2001). Di Indonesia, secara nasional posyandu dan instansi kesehatan
menggunakan berat badan menurut umur (BB/U) sebagai indikator status gizi anak
berdasarkan referensi NCHS-WHO, karena indikator ini dapat dengan mudah dan
cepat dimengerti masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi
dalam jangka waktu pendek dan dapat mendeteksi kegemukan (Soekirman 2000).
Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan sebagai deretan progresif yang teratur dan
korehen. Dikatakan progresif karena perkembangan merupakan suatu proses yang
terarah, membimbing untuk maju dan bukan mundur. Teratur dan koheren
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang nyata perubahan yang terjadi dan yang
telah mendahului atau yang akan mengikuti (Hurlock 1994).
Menurut Soetjiningsih (1998) diacu dalam Asad (2002) perkembangan
adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebihkompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses
pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, organ-organ
dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
-
7/28/2019 A05ryu2
19/89
Pada masa balita, pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu sebenarnya pertumbuhan dan
perkembangan tidak dapat dipisahkan dalam hal faktor-faktor yang
mempengaruhinya (Asad 2002).
Banyak hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama
merupakan saat yang kritis bagi perkembangan anak. Tahun-tahun prasekolah, sekitar
usia 2 sampai 5 tahun, merupakan periode yang paling penting dari seluruh tahapan
perkembangan. Pada periode tersebut mulai diletakkan dasar struktur perilaku yang
kompleks yang dibangun sepanjang kehidupan anak (Hurlock 1994).
Setiap periode hidup manusia memiliki tugas perkembangan yang berbeda-
beda. Begitupun pada periode anak-anak. Setiap peningkatan usia anak dihadapkan
pada tugas perkembangan yang lebih khusus dari sebelumnya dan kecepatan atau lajupencapaian tugas perkembangan tertentu berbeda untuk setiap anak. Untuk tahapan
perkembangan anak tiap kelompok usia anak dapat dilihat pada Tabel 1
(Soetjiningsih & Ekawati 1996).
Tabel 1. Tahapan perkembangan anak menurut kelompok umurUmur (tahun)
Perkembangan0-1 1-2 2-3 3-4 4-5
Gerakan kasar Tengkurap
kepala diangkat
(4 bulan)
Berjalan
(15 bulan)
Melempar
bola
(30 bulan)
Berdiri satu kaki
dalam dua
hitungan
(42 bulan)
Berjalan mundur
(54 bulan)
Gerakan halus Menjimpit
(10 bulan)
Menyusun ke
atas 4 kubus
(23 bulan)
Menyusun ke
atas 6 kubus
Menggambar
lingkaran
(42 bulan)
Menggambar
orang tiga
bagian
(48 bulan)
Bahasa Menoleh ke
sumber suara (5
bulan)
Mengucap 4-
6 kata
(18 bulan)
Menyebut
nama sendiri
(24 bulan)
Mengenal warna
(42 bulan)
Bercerita
sederhana
(54 bulan)
Sosialisasi Tersenyum
spontan
(1,5 bulan)
Minum dari
gelas
(15 bulan)
Bermain
dengan anak
lain
(30 bulan)
Berpakaian
tanpa dibantu
(36 bulan)
Mengancing
baju sendiri (54
bulan)
Sumber : Soetjiningsih dan Ekawati (1996)
Hurlock (1994) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi penguasaan tugas perkembangan dan faktor ini dapat bersifat
mendukung ataupun menghambat. Beberapa faktor yang mendukung yaitu : (1)
-
7/28/2019 A05ryu2
20/89
perkembangan fisik yang dipercepat, (2) asupan gizi yang mencukupi, (3) lingkungan
yang merangsang anak untuk mengembangakan dirinya, (4) bimbingan belajar dari
orang tua dan guru, (5) motivasi yang kuat untuk belajar dan (6) kreativitas yang
disertai dengan kemauan untuk berbeda. Sebaliknya faktor yang dapat menghambat
adalah (1) keterlambatan dalam tingkat perkembangan, (2) kesehatan yang buruk
akibat gizi yang kurang, (3) cacat tubuh yang menggangu, (4) tidak adanya
bimbingan dalam belajar, (5) tidak adanya motivasi untuk belajar dan (6) rasa takut
untuk berbeda.
Kemampuan Perkembangan Balita
Untuk dapat mengukur perkembangan, Bina Keluarga Balita (BKB)-Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggunakan beberapa aspekkemampuan perkembangan yaitu gerakan (motorik) kasar, gerakan (motorik) halus,
komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan tingkah
laku sosial (BKKBN 1995).
Kemampuan gerakan motorik kasar dan halus
Gerakan kasar adalah gerakan yang dilakukan dengan melibatkan sebagian
besar otot tubuh dan biasanya memerlukan tenaga seperti merangkak, berjalan,
berlari, melompat, naik turun tangga. Gerakan ini harus dilatih agar dikemudian hari
anak terampil melakukan berbagai gerakan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya (BKKBN 1995).
Sedangkan gerakan motorik halus adalah gerakan yang dilakukan oleh bagian-
bagian tubuh tertentu saja dan hanya melibatkan sebagian kecil otot tubuh. Gerakan
halus tidak begitu memerlukan tenaga tetapi perlu koordinasi mata dan anggota badan
(tangan dan kaki). Mengenggam, memasukkan benda ke dalam lubang, meniru
membuat garis, menggambar, melipat dan menggunting merupakan beberapa contoh
dari gerakan ini. Sama halnya dengan gerakan motorik kasar, gerakan ini harus dilatih
agar kelak anak terampil dam cermat menggunakan jari jemari dalam kehidupan
sehari-hari khususnya untuk mengerjakan tugas sekolah (menulis, menggambar)
(BKKBN 1995).
Menurut Hurlock (1994) perkembangan motorik secara umum bergantung
pada kematangan otot dan saraf. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
-
7/28/2019 A05ryu2
21/89
perkembangan ini antara lain sifat dasar genetik, kondisi pralahir, kecukupan zat gizi,
tingkat kecerdasan anak (IQ) dan stimulasi.
Kemampuan komunikasi pasif dan komunikasi aktif
Komunikasi pasif merupakan kesanggupan untuk mengerti isyarat dan
pembicaraan orang lain. Beberapa contoh dari kemampuan ini adalah menengok ke
arah sumber suara, senang mendengarkan cerita, mengerti dan dapat melaksanakan
perintah dari yang sederhana hingga yang lebih sukar (BKKBN 1995).
Sedangkan komunikasi aktif adalah kemampuan menyatakan perasaan,
keinginan dan pikiran baik melalui tangisan, gerakan tubuh ataupun isyarat maupun
kata-kata. Beberapa bentuk dari kemampuan ini seperti mengucapkan kata-kata yang
mempunyai arti, menyusun kalimat, bertanya (BKKBN 1995).
Menurut Behrman dan Vaughan (1988) terdapat beberapa faktor yang dapat
menunjang kemampuan berbicara pada anak yaitu : (1) anak harus memiliki
pendengaran yang utuh semenjak kelahirannya, (2) anak harus memiliki susunan
saraf yang utuh, (3) anak harus memiliki struktur fisik serta pengendalian fisiologik
memungkinkan terjadinya kegiatan-kegiatan motorik yang cepat, terintegrasi dan
rumit yang diperlukan untuk melahirkan pembicaraan yang dapat dimengerti dan
dipahami, (4) adanya stimulasi atau dorongan dari lingkungan. Dorongan kemampuan
berbicara yang diberikan pada anak dapat menunjang keberhasilan mereka ketika
memasuki usia untuk sekolah.
Kemampuan kecerdasan
Cerdas erat kaitannya dengan kemampuan berpikir. Cerdas artinya cepat
tanggap, cepat paham, mampu dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu,
menyelesaikan masalah sesuai dengan usianya dan diharapkan mempunyai banyak
gagasan (BKKBN 1995).
Lanjut BKKBN (1995) contoh dari kemampuan ini diantaranya adalah
membedakan anggota keluarga dan orang lain, mampu menyusun menara gelang,
mengenal dan memasangkan gambar-gambar yang telah dikenal. Seperti kemampuanperkembangan lainnya, kemampuan perkembangan ini harus dilatih.
Hurlock (1994) mengemukakan bahwa bila kekurangan gizi terjadi pada
tahun-tahun pertama kehidupan anak, hal itu akan mempengaruhi sel-sel otak,
sehingga kemampuan anak untuk menagkap hal-hal yang membutuhkan kecerdasan
-
7/28/2019 A05ryu2
22/89
menjadi kurang berkembang. Apabila kekurangan gizi terjadi pada usia-usia
selanjutnya, maka kemampuan anak untuk belajar akan terganggu.
Kemampuan menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial
Menurut BKKBN (1995) menolong diri sendiri adalah kemampuan dan
keterampilan seorang anak untuk dapat melakukan sendiri kegiatan-kegiatan sehari-
hari , agar secara tahap tidak bergantung tidak terlalu bergantung pada orang lain,
misalnya menyuapkan makanan ke mulut, minum dari cangkir, membuka baju,
mencuci tangan.
Tingkah laku sosial merupakan kemampuan untuk menjalin hubungan yang
baik dengan anggota keluarga maupun dengan orang lain. Tersenyum secara spontan
kepada orang lain, bermain dengan anak-anak lain merupakan beberapa contoh
bentuk kemampuan ini (BKKBN 1995).
Morbiditas
Menurut Alisjahbana (1985) balita merupakan golongan yang rawan untuk
terkena infeksi karena segera setelah anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan
orang lain, dia akan mengikuti pergerakan disekitarnya, sehingga memperbesar
kemungkinan terjadinya penularan penyakit. Apabila kekebalan tubuhnya tidak
cukup, antara lain karena tidak mendapatkan imunisasi yang dibutuhkan, dia akan
mudah jatuh sakit. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali, lebih-lebih dalam
jangka pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang dapat mempengaruhi
proses tumbuh kembang.
Sebagian besar penyakit infeksi saling berhubungan erat dengan gangguan
gizi. Penyakit infeksi menurunkan nafsu makan, sehingga konsumsi makanan anak
menurun, padahal kebutuhan anak akan zat gizi sewaktu sakit justru meningkat.
Disamping itu, infeksi mengganggu metabolisme, membuat ketidakseimbangan
hormon dan mengganggu fungsi imunitas (Mata 1985, diacu dalam Utomo 1998).
Anak dengan gizi buruk terutama mengalami kemunduran respon imun
selulernya sehingga mudah mendapat infeksi bakteri, virus dan kuman lainnya
dengan disertai gejala limfopeni dan menurunnya hipersensitivitas tipe lambat
terhadap beberapa antigen. Juga dapat mengalami penurunan fungsi fagositosis dari
sel-sel netrofil dan makrofag walaupun jumlahnya normal (Subowo 1993 diacu dalam
-
7/28/2019 A05ryu2
23/89
Asad 2002). Infeksi kuman dan infestasi parasit lazim ditemukan pada anak yang
menderita KEP demikian juga hilangnya nafsu makan, muntah-muntah serta diare
yang berkepanjangan (Behrman & Vaughan 1988).
Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta gangguan
keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna, diserap usus dan hilang
larut begitu saja bersama tinja (Bwibo 1990 diacu dalam Utomo 1998).
Stimulasi
Pada masa balita terutama pada masa kritis perkembangan selain dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti gizi, perkembangan juga
dipengaruhi oleh stimulasi atau rangsangan. Stimulasi diperlukan agar potensi anak,
yang secara alami memang sudah ada di dalam dirinya dapat lebih berkembang
(Asad 2002).
Stimulasi adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar anak.
Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang
mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang
diandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi (Soetjiningsih
1995).
Hurlock (1994) mengemukakan bahwa lingkungan yang merangsang
merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan anak. Lingkungan yang
merangsang mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan
lingkungan yang tidak merangsang menyebabkan perkembangan anak di bawah
kemampuannya.
Pemberian stimulasi pada anak usia dini akan lebih efektif apabila
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya.
Pada awal perkembangan kognitif, anak berbeda dalam tahap sensori motorik. Pada
tahap ini keadaan kognitif anak akan memperlihatkan aktifitas-aktifitas motorik, yang
merupakan hasil dari stimulasi sensorik (Anwar 2002).Kegiatan stimulasi meliputi berbagai kegiatan untuk merangsang
perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta bergaul.
Kegiatan stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua atau keluarga setiap ada
kesempatan atau sehari-hari (Depkes 1997).
-
7/28/2019 A05ryu2
24/89
Sosial Ekonomi Keluarga
Besar Keluarga
Pada keluarga yang miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih
mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Anak-anak yang sedang
tumbuh dari suatu keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang
diantara semua keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh
oleh kekurangan pangan. Situasi semacam ini sering terjadi sebab seandainya besar
keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang. Selain itu, adanya
pengaruh budaya yang menyebabkan prioritas pemberian pangan dalam keluarga dan
seringkali prioritas ini bukan pada anak, turut mendukung terjadinya gizi kurang pada
anak (Suhardjo 1989b).
Pendidikan PengasuhMenurut Mosley dan Chen (1984) diacu dalam Satoto (1990), pendidikan ibu
merupakan determinan kuat terhadap kelangsungan hidup anak. Semakin tinggi
tingkat pendidikan ibu semakin baik pertumbuhan anaknya (Graham 1972, Baragi,
1980 diacu dalam Satoto 1990). Schultz (1984) diacu dalam Satoto (1990)
menyatakan bahwa ada beberapa efek dari tingkat pendidikan ayah dan ibu yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu peningkatan sumberdaya
keluarga, peningkatan nilai dan pendapatan keluarga dan peningkatan alokasi untuk
pemeliharaan anak, peningkatan produktivitas dan efektifitas pemeliharaan kesehatan
dan peningkatan preferensi kehidupan keluarga.
Pendapatan dan Pengeluaran Pangan
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas
makanan. Pendapatan yang meningkat sangat mendukung perbaikan kesehatan dan
gizi anggota keluarga sebaliknya pendapatan yang rendah tidak memungkinkan untuk
mengatasi peningkatan kesehatan dan gizi anggota keluarga. Hal ini berkaitan dengan
lemahnya daya beli mereka dalam penyediaan pangan yang sehat dan bergizi (Berg
1986).
Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan,
konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang
semakin mengecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan
untuk pangan semakin meningkat. Terkait dengan hukum Engel adalah penerapan
-
7/28/2019 A05ryu2
25/89
hukum Bennet yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan
individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang
lebih mahal per unit zat gizinya (Soekirman 2000).
-
7/28/2019 A05ryu2
26/89
KERANGKA PEMIKIRAN
Salah satu masalah gizi yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini
adalah Kurang Energi Protein (KEP) khususnya yang terjadi pada anak usia bawahlima tahun (balita). Kekurangan gizi pada masa anak-anak dapat berdampak terhadap
tumbuh kembang anak. Apabila hal ini terjadi dalam waktu yang cukup lama maka
akan berdampak terhadap kualitas SDM bangsa Indonesia di masa yang akan datang.
KEP pada anak merupakan suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh
berbagai faktor, terutama konsumsi yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan
energi dan protein (Soekirman 2000). Hurlock (1994) mengemukakan bahwa
kurangnya asupan gizi pada anak akan berdampak pada kemampuan
perkembangannya. Anak yang mengalami KEP cenderung mengalami keterlambatandalam perkembangannya. Anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif dan tidak mampu
berkonsentrasi.
Faktor lain yang merupakan penyebab langsung terjadinya KEP pada balita
adalah infeksi. Gangguan gizi pada anak baik tingkat berat maupun tingkat sedang
dapat meningkatkan resiko infeksi dan kematian. Anak yang mengalami gangguan
gizi memiliki kekebalan tubuh yang rendah sehingga anak mudah terinfeksi.
Sebaliknya infeksi pada anak juga dapat berdampak pada penurunan status gizi anak.
Semua akibat infeksi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak tersebut. Anak
menjadi kurus, kuntet, lesu, kempot bahkan kematian. Kejadian sakit pada anak juga
dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas anak dalam mengamati dan
mengeksplorasi sebagai bagian dari perkembangan perilakunya.
Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, anak tidak saja
memerlukan kebutuhan fisik seperti gizi yang baik, perawatan kesehatan dasar dan
sebagainya, tetapi juga memerlukan kebutuhan akan stimulasi. Anak yang banyak
mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang atau
bahkan tidak mendapatkan stimulasi. Lingkungan yang merangsang anak untuk
mengembangkan kemampuan yang dimiliki, akan membantu anak tersebut ketika
mulai bersekolah (Soetjiningsih 1995).
Kurang diberdayakannya sumberdaya manusia, terutama sumberdaya
perempuan akibat kurangnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga
-
7/28/2019 A05ryu2
27/89
untuk dapat memecahkan masalah gizi keluarga dan masyarakat juga merupakan
salah satu faktor pemicu terjadinya KEP. Ketidakberdayaan keluarga tersebut
bersumber pada permasalahan sosial ekonomi keluarga yang meliputi besar keluarga,
pendapatan dan pengeluaran keluarga.
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
: hubungan yang diteliti
: hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan balita
Pengetahuan gizi Pola asuh makan
Karakteristik sosek keluarga :
1. Besar keluarga2. Pendidikan pengasuh3. Pendapatan
Konsumsi pangan
balita
Morbiditas anak
balita
Stimulasi
Pertumbuhan balita
(status gizi)
Perkembangan
balita
-
7/28/2019 A05ryu2
28/89
METODE
Desain, Tempat dan Waktu
Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan membandingkan dua
kelompok yang memiliki ciri yang berbeda dalam hal status gizinya. Penelitian ini
dilakukan di 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa,
Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis
Dinas (UPTD) Puskesmas Merdeka. Pemilihan wilayah contoh dilakukan secara
purposif dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2004 untuk Kotamadya Bogor,
UPTD Puskesmas Merdeka merupakan puskesmas berprestasi atas dasar jumlah jenis
pelayanan yang berjalan, pencapaian target program yang dilaksanankan dan
administrasi yang baik dengan perencanaan program yang baik (Perencanaan
Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) 2005). Hasil BPB tahun 2003 jumlah anak
balita yang menderita KEP di wilayah ini sebesar 9,1 % (Dinkes 2004a).
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan dari bulan Maret sampai April
2005. Kegiatan yang dilakukan berupa pengambilan data primer dan sekunder.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah balita berstatus gizi baik dan balita yang
menderita KEP yang berusia 12-48 bulan dan responden dalam penelitian ini adalah
pengasuh contoh (ibu atau nenek). Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh
Puskesmas Merdeka, jumlah balita yang menderita KEP sebanyak 52 orang yang
terdiri atas balita yang berstatus gizi buruk dan berstatus gizi kurang. Jumlah balita
yang berstatus gizi buruk sebanyak 13 orang, kemudian terpilih 8 orang yang
beralamat lengkap dan bersedia diwawancara menjadi contoh penelitian. Jumlah
balita berstatus gizi kurang sebanyak 39 orang kemudian diacak (random sampling)
sehingga diperoleh 24 orang dan semuanya bersedia menjadi contoh. Dengan
demikian jumlah balita KEP terpilih yang menjadi contoh sebanyak 32 orang (8
orang balita berstatus gizi buruk dan 24 orang balita berstatus gizi kurang) (Gambar
2). Menurut Mantra dan Kusro (1989), dalam melakukan analisa data untuk
membandingkan antar kelompok seperti t-test dan untuk mengetahui hubungan
(korelasi) maka jumlah contoh yang diambil telah memenuhi syarat minimal untuk
dapat dianalisis secara statistik.
-
7/28/2019 A05ryu2
29/89
Contoh pembanding adalah balita berstatus gizi baik berjumlah 32 orang.
Pemilihan contoh pembanding dilakukan secara purposif dengan pertimbangan
bahwa usia anak balita harus sama atau setidaknya mendekati usia contoh anak balita
penderita KEP. Contoh anak balita pembanding diperoleh dari 14 posyandu di
wilayah desa terpilih lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses
pengambilan data (Gambar 2).
24 orang 8 orang
Gambar 2 Cara penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan DataData yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik contoh,
karakteristik sosek, morbiditas, stimulasi dan tingkat perkembangan contoh.
Karakteristik contoh meliputi jenis kelamin dan urutan kelahiran contoh.
Karakteristik sosek meliputi besar keluarga, pendidikan pengasuh dan pendapatan
Balita gizi baik
n = 32
(pembanding balita
penderita KEP)
Balita Penderita
KEP (n = 52)
Balita gizi
kurang
n = 39
Balita gizi
buruk
n = 13
Kelompok umur :
12-24 bulan : 13 orang
25-36 bulan : 11 orang
37-48 bulan : 8 orang
Kelompok umur :12-24 bulan : 8 orang
25-36 bulan : 9 orang
37-48 bulan : 7 orang
Kelompok umur :12-24 bulan : 6 orang
25-36 bulan : 2 orang
37-48 bulan : 0 orang
Puskemas Merdeka
(Kelurahan Ciwaringin, Panaragan
dan Kebon Kela a)
Posyandu
(n = 14)
-
7/28/2019 A05ryu2
30/89
keluarga yang dihitung dari total pengeluaran pangan dan non pangan keluarga.
Morbiditas yang diukur meliputi kejadian sakit, jenis penyakit, frekuensi sakit dan
lama sakit. Stimulasi dan perkembangan contoh diukur dengan metode yang
dikembangkan dari Kartu Kembang Anak (KKA) yang diterbitkan oleh BKB-
BKKBN. Data-data ini diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner
(Tabel 3).
Data sekunder meliputi data anak balita sehat yang diperoleh dari posyandu di
lokasi penelitian, balita penderita KEP yang diperoleh dari UPTD Puskesmas
Merdeka. Penilaian status gizi didasarkan atas nilai z-score dengan indeks BB/U dan
dibandingkan dengan baku rujukan WHO-NCHS. Kemudian data status gizi balita
dikategorikan atas balita KEP dan balita berstatus gizi baik dengan kriteria sebagai
berikut :Tabel 2. Klasifikasi kelompok contoh berdasarkan status gizi
Kelompok Contoh Status Gizi Z-Score BB/U (WHO-NCHS)
Buruk z-score < -3 SDKEP
Kurang -3 SD z-score < -2 SD
Baik Baik -2 SD z-score < +2 SD
Data sekunder lain yang dikumpulkan meliputi profil puskesmas yang
diperoleh dari UPTD Puskesmas Merdeka dan profil wilayah penelitian yang
diperoleh dari kantor kelurahan lokasi penelitian (Kelurahan Ciwaringin, Panaragan
dan Kebon Kelapa) (Tabel 3).
Pengolahan dan Analisis Data
Karakteristik contoh (jenis kelamin dan urutan kelahiran) dan karakteristik
sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendidikan pengasuh dan pendapatan
keluarga) dianalisis secara deskriptif. Morbiditas contoh diukur dari kejadian sakit
selama 3 bulan terakhir, yang meliputi jenis penyakit, lama sakit dan frekuensi sakit
serta pertolongan pertama. Namun yang digunakan dalam uji statistik hanya variabel
lama sakit dan frekuensi sakit karena dengan asumsi bahwa lama sakit dan frekuensisakit merupakan indikator yang dapat menggambarkan keadaan kesehatan anak. Jenis
penyakit dikelompokkan atas diare, ISPA, infeksi telinga, asma, TBC, alergi kulit dan
lainnya. Lama sakit dikategorikan atas 10 hari dan > 10 hari. Frekuensi sakit
dikategorikan atas 2 kali dan > 2 kali. Pengelompokkan data pertolongan pertama
-
7/28/2019 A05ryu2
31/89
didasarkan atas tindakan yang diambil responden ketika contoh sakit meliputi dokter
praktek, puskesmas, pertolongan sendiri dan dukun.
Stimulasi diukur dengan mengunakan metode yang dikembangkan dari Kartu
Kembang Anak (KKA) yang diterbitkan oleh BKB-BKKBN. Jenis stimulasi yang
diukur merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pengasuh utama untuk merangsang
perkembangan anak yang meliputi tujuh jenis latihan yaitu (1) gerakan kasar, (2)
gerakan halus, (3) komunikasi aktif, (4) komunikasi pasif, (5) kecerdasan, (6)
menolong diri sendiri dan (7) tingkah laku sosial. Pengukuran stimulasi dibagi atas
kelompok umur 12-24 bulan dan 25 sampai 36 bulan dan kelompok umur 37 sampai
48 bulan. Untuk kelompok umur 12-24 bulan dan 25-36 bulan dibagi lagi per 3 bulan
dengan pertanyaan mengenai tiga dari tujuh jenis stimulasi. Untuk kelompok umur
37-48 bulan juga dibagi menjadi per 3 bulan hanya dengan satu pertanyan mengenaisatu dari tujuh jenis stimulasi. Pertanyaan yang ditanyakan ke responden disesuaikan
dengan golongan umur contoh dalam bulan untuk setiap kelompok umur.
Berdasarkan hasil pengukuran, data stimulasi untuk masing-masing pertanyaan diberi
skor 0 apabila menjawab tidak dan diberi skor 1 apabila menjawab ya. Penilaian
tingkat stimulasi yaitu dengan menjumlahkan skor dari setiap kelompok umur dan
dikategorikan atas tingkat stimulasi rendah (jika total skor 0-1), sedang (jika total
skor 2) dan tinggi (jika total skor 3) (Lampiran 8).
Pengukuran perkembangan anak balita menggunakan KKA yang
dikembangkan oleh BKB-BKKBN. Perkembangan diukur dengan tujuh kemampuan
perkembangan yaitu (1) gerakan kasar, (2) gerakan halus, (3) komunikasi pasif, (4)
komunikasi aktif, (5) kecerdasan, (6) menolong diri sendiri dan (7) tingkah laku
sosial. Pengukuran perkembangan dilakukan dengan membagi kelompok umur 12-24
bulan dan 25 sampai 36 bulan dan kelompok umur 37 sampai 48 bulan. Bagi
kelompok umur 12-24 bulan dan 25-36 bulan dibagi lagi per 3 bulan dan diukur
dengan menggunakan pertanyaan mengenai tiga dari tujuh jenis kemampuan
perkembangan. Untuk kelompok umur 37-48 bulan juga dibagi lagi atas 3 bulan dan
diukur dengan salah satu pertanyaan dari tujuh jenis kemampuan perkembangan.
Pertanyaan yang ditanyakan ke responden disesuaikan dengan golongan umur contoh
dalam bulan untuk setiap kelompok umur (Lampiran 8). Data perkembangan yang
telah diperoleh dirujuk menurut baku KKA yang diterbitkan oleh BKB-BKKBN.
-
7/28/2019 A05ryu2
32/89
Tingkat perkembangan dikategorikan atas tingkat perkembangan kurang (jika di
bawah garis merah), sedang (jika berada di area yang berwarna kuning) dan baik (jika
berada di area yang berwarna hijau) (Lampiran 7).
Data yang sudah diolah dianalisis secara deskriptif dan inferensia
menggunakan komputer program SPSS 10.0 for windows. Analisis dilakukan
berdasarkan kelompok anak balita berstatus gizi baik dan yang menderita KEP.
Untuk menguji perbedaan nilai rata-rata variabel penelitian dilakukan uji beda t
sedangkan untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan uji korelasi Rank
Spearman dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi
dan tingkat perkembangan dilakukan uji regresi linier berganda dengan metode
backward.
Tabel 3. Jenis dan cara pengumpulan data serta kategori peubahJenis Data Sumber Cara Pengumpulan Kategori Peubah
Data Primer
Karakteristik contoh
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
Urutan kelahiran
Pengasuh
contoh
Wawancara dengan
menggunakan
kuesioner1-2
3-4
5-6
Karakteristik Sosek
Besar keluarga BKKBN (1997) :
Kecil ( 4 orang)
Besar (> 4 orang)Pendidikan pengasuh Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Pendapatan keluarga
(per kapita per bulan)
Pengasuh
contoh
Wawancara dengan
menggunakan
kuesioner
Median contoh :
Rp 230.805,00
> Rp 230.805,00
-
7/28/2019 A05ryu2
33/89
Tabel 3. (Lanjutan)Jenis Data Sumber Cara Pengumpulan Kategori Peubah
Karakteristik sosek
Pengeluaran pangan
per kapita per bulan
-
Pengeluaran non
pangan per kapita perbulan
-
Garis kemiskinan
(bedasarkan
pengeluaran keluarga)
Pengasuhcontoh Wawancara denganmenggunakan
kuesionerBPS (2003a) :
Bawah garis kemiskinan
(= Rp 149.401,00)
Morbiditas anak balita
Kejadian sakit Tidak pernah sakit
Pernah sakit
Jenis penyakit Diare
ISPA
Lainnya
Lama sakit Median contoh :
10 hari> 10 hari
Frekuensi sakit Median contoh :
2 kali
> 2 kali
Pertolongan pertama
Pengasuh
contoh
Wawancara dengan
menggunakan
kuesioner
Dokter praktek
Puskesmas
Pertolongan sendiri
Dukun
Tingkat StimulasiPengasuh
contoh
Wawancara dengan
menggunakan
kuesioner
Kurang (jumlah skor : 0-1)
Sedang (jumlah skor 2)
Baik (jumlah skor 3)
Jenis stimulasi
Pengasuhcontoh
Wawancara denganmenggunakan
kuesioner
KKA (BKB-BKKBN):Gerakan kasar
Gerakan halus
Komunikasi pasif
Komunikasi aktif
Kecerdasan
Menolong diri sendiri
Tingkah laku sosial
Tingkat PerkembanganPengasuh
contoh
Wawancara dengan
menggunakan
kuesioner
KKA (BKB-BKKBN):
Kurang (BGM)
Sedang (daerah kuning)
Baik (daerah hijau)
Jenis kemampuan
perkembangan
Pengasuh
contoh
Wawancara dengan
menggunakan
kuesioner dan
pengamatan
KKA (BKB-BKKBN):
Gerakan kasar
Gerakan halus
Komunikasi pasif
Komunikasi aktif
Kecerdasan
Menolong diri sendiri
Tingkah laku sosial
-
7/28/2019 A05ryu2
34/89
Tabel 3 (lanjutan)Jenis Data Sumber Cara Pengumpulan Kategori Peubah Bebas
Data Sekunder
Anak balita
berstatus gizi baik:balita berstatus gizi
baik
Posyandu di
KelurahanCiwaringin,
Panaragan danKebon Kelapa
Pencatatan dan
pengumpulan dokumen
-
Anak balita
penderita KEP :
balita gizi kurang dangizi buruk
berdasarkan indikator
BB/U NCHS/WHO
UPTD
Puskesmas
Merdeka
Pencatatan dan
pengumpulan dokumen
-
Gambaran umumlokasi penelitian :
profil Kelurahan
Ciwaringin,
Panaragan dan Kebon
Kelapa serta profil
Puskesmas Merdeka.
Kelurahan
Ciwaringin,
Panaragan dan
Kebon Kalapa
serta
Puskesmas
Merdeka
Pencatatan dan
pengumpulan dokumen
-
Definisi Operasional
Balita yang menderita KEP adalah anak laki-laki atau perempuan berusia antara 12-
48 bulan yang berstatus gizi kurang dan buruk berdasarkan hasil pendataan
yang dilakukan oleh puskesmas dengan menggunakan indikator berat badan
menurut umur (BB/U) dengan baku rujukan WHO/NCHS.
Balita berstatus gizi baik adalah anak laki-laki atau perempuan berusia antara 12-48
bulan tahun yang berstatus gizi baik berdasarkan hasil perhitungan nilai z-scoredengan indikator BB/U yang dibandingkan dangan baku rujukan WHO-NCHS.
Responden adalah pengasuh contoh (ibu atau nenek).
Pertumbuhan balita adalah peningkatan ukuran dan struktur tubuh yang dinilai
berdasarkan status gizi.
Status gizi balita adalah keadaan tubuh anak balita akibat konsumsi, absorbsi dan
penggunaan zat gizi yang diukur dengan indikator antropometri nilai z-score
berat badan menurut umur dengan menggunakan baku rujuakan NCHS/WHO.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak yang tinggal dalam satu rumah, hidup dari satu sumber penghasilan yang
dinyatakan dalam orang.
-
7/28/2019 A05ryu2
35/89
Pendidikan pengasuh adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh
pengasuh contoh yang dikategorikan menjadi tidak sekolah, SD, SMP, SMA
dan perguruan tinggi.
Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan per kapita per bulan berupa uang
yang dinilai dalam rupiah dan diperoleh melalui pendekatan pengeluaran
pangan dan non pangan keluarga.
Pengeluaran pangan keluarga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan keluarga yang
untuk membeli pangan per bulan yang dinyatakan dalam rupiah.
Pengeluaran non pangan keluarga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi dan
sebagainya selama satu bulan dan dinilai dalam rupiah.
Morbiditas adalah keadaan kesehatan contoh selama tiga bulan terakhir yangmeliputi jenis penyakit, lama sakit dan frekuensi sakit serta pertolongan
pertama. Data ini sepenuhnya didasarkan atas pengakuan dari responden
terhadap keluhan suatu penyakit, bukan hasil pemeriksaan dokter atau petugas
kesehatan lainnya.
Stimulasi adalah tindakan atau pengajaran yang dilakukan responden sebagai bentuk
rangsangan dapat menunjang perkembangan gerakan kasar, gerakan halus,
komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan
tingkah laku sosial anak.
Perkembangan balita adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil proses
pematangan yang meliputi gerakan kasar, gerakan halus, komunikasi pasif,
komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial
yang diukur dengan kartu kembang BKB-BKKBN.
Kemampuan perkembangan adalah kemampuan anak dalam melaksanakan tugas
perkembangan sesuai usianya yang meliputi kemampuan gerakan kasar,
gerakan halus, komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri
sendiri dan tingkah laku sosial yang diukur dengan kartu kembang yang
diterbitkan oleh BKB-BKKBN.
-
7/28/2019 A05ryu2
36/89
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Ciwaringin berbatasan dengan empat wilayah yaitu sebelah UtaraKelurahan Kedung Jaya Kecamatan Tanah Sareal, sebelah Selatan berbatasan dengan
Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Kota Bogor Barat, sebelah Timur berbatasan
dengan Kelurahan Paledeng Kecamatan Kota Bogor Tengah dan sebelah Barat
berbatasan dengan Kelurahan Ciwaringin. Luas wilayah kelurahan ini adalah 675 km2
yang terdiri dari 12 RW dan 46 RT.
Secara geografis batas wilayah Kelurahan Panaragan yaitu sebelah Utara
dengan Kelurahan Kebon Kelapa, sebelah Selatan berbatasan dengan Kali Cisadane,
sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Gunung Batu Kecamatan Kota BogorBarat, Kali Cisadane dan sebelah Barat berbatasan dengan Kali Cipakncilan.
Kelurahan ini terdiri dari 7 RW dan 34 RT.
Kelurahan Kebon Kelapa berbatasan dengan empat wilayah, yaitu sebelah
Utara dengan Kelurahan Menteng, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan
Panaragan, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Ciwaringin dan sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Kota Bogor Barat. Kelurahan ini terdiri dari 10
RW dan 45 RT.
Lahan yang terdapat di ketiga kelurahan ini digunakan untuk berbagai macam
fungsi. Pemanfaatan lahan di ketiga kelurahan ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pemanfaatan lahan di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa
KelurahanPemanfaatan Lahan Ciwaringin
(%)
Panaragan
(%)
Kebon Kelapa
(%)
Pemukiman
Pekarangan
Perkantoran
Taman
Kuburan
Prasarana umum lainnya
59,2
27,4
5,9
2,9
0
4,4
75,9
5,5
3,7
3,7
0
11,1
79
0,8
5,3
1,3
1
12,6
Sarana dan prasarana yang dimiliki Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan
Kebon Kelapa meliputi berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan
-
7/28/2019 A05ryu2
37/89
peribadatan. Secara rinci jenis sarana dan prasarana yang ada di ketiga kelurahan ini
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan
Kebon Kelapa
KelurahanJenis Sarana dan Prasarana Ciwaringin
(buah)
Panaragan
(buah)
Kebon Kelapa
(buah)
Kesehatan
Puskesmas 1 0 2
Puskesmas pembantu 1 1 1
Apotek 1 0 2
Posyandu 13 9 13
Dokter praktek 3 0 3
Toko obat 0 0 1
Pendidikan
TK 1 3 5
SD 5 6 7SLTA 4 0 4
SLTP 3 1 4
Pondok pesantren 1 0 1
PT 3 0 0
Ekonomi
Toko atau swalayan 5 7 67
Kios kelontong 85 0 412
Pasar 1 1 1
Peribadatan
Masjid 6 5 6
Musolah 5 7 13
Gereja 1 0 1
Wihara 0 1 0
Kelurahan Ciwaringin berpenduduk 6928 jiwa (3206 jiwa laki-laki dan 3422
perempuan) yang terdiri atas 1395 Kepala Keluarga (KK). Sebagian besar penduduk
tersebar pada kelompok umur 15-44 tahun (54,7 %). Kelurahan Panaragan
berpenduduk 6321 jiwa (3506 jiwa laki-laki dan 3222 perempuan) yang terdiri atas
1309 Kepala Keluarga (KK). Lebih dari separuh penduduk tersebar pada kelompok
umur 15-44 tahun (59,9 %). Kelurahan Kebon Kelapa berpenduduk 10513 jiwa (525
jiwa laki-laki dan 5258 perempuan) yang terdiri atas 2236 Kepala Keluarga (KK).
Sebagian besar penduduk tersebar pada kelompok umur 15-44 tahun (32,7 %) (Tabel
6).
-
7/28/2019 A05ryu2
38/89
Tabel 6. Karakteristik penduduk Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon
Kelapa.Kelurahan
Jenis Sarana dan PrasaranaCiwaringin Panaragan Kebon Kelapa
Jumlah penduduk 6928 jiwa 6321 jiwa 10513 jiwa
Tingkat PendidikanSD atau sederajat 27,4 % 34,1 % 32,7 %SLTP atau sederajat 2,2 % 34,9 % 12,8 %
SLTA atau sederajat 31,3 % 25 % 12,9 %
Perguruan tinggi 8,1 % 4,7 % 0,8 %
Mata PencarianPegawai Negeri Sipil (PNS) 21,4 % 7,8 % 22 %
Buruh atau sawsta 30,9 % 10,6 % 3,3 %
Wiraswasta 5,6 % 2,7 % 0,9 %
Lainnya 9,8 % 7,4 % 2 %
Kualitas air minum baik yang berasal dari mata air, sumur gali, sumur pompa
dan PAM berada di Kelurahan Ciwaringin, Panaragan dan Kebon Kelapa dalamkondisi baik. Ada dua wilayah yang dilalui aliran sungai yaitu wilayah Kelurahan
Panaragan dan Kebon Kelapa. Sungai tersebut berada dalam kondisi tercemar
sehingga tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Untuk memenuhi
kebutuhan air minum, penduduk di ketiga kelurahan ini menggunakan PAM, mata
air, sumur pompa dan sumur gali (Tabel 7). Kelurahan yang memiliki saluran
drainase atau saluran pembuangan air limbah dalam kondisi baik adalah Kelurahan
Ciwaringin sedangkan Kelurahan Panaragan tidak memiliki saluran drainase atau
pembuangan air limbah.
Tabel 7. Sumber Air Minum yang Digunakan Penduduk di Kelurahan Ciwaringin,
Panaragan dan Kebon KelapaKelurahan
Sumber Air Minum Ciwaringin
(%)
Panaragan
(%)
Kebon Kelapa
(%)
PAM
Sumur gali
Sumur pompa
Mata air
82,6
3
6,7
7,5
90,6
2,1
1,1
4,8
91,7
1,1
1,1
1
Puskesmas MerdekaPuskesmas Merdeka berada di Kelurahan Ciwaringin, Kecamatan Bogor
Tengah, Kotamadya Bogor, Propinsi Jawa Barat. Wilayah kerja puskesmas ini terdiri
dari Kelurahan Ciwaringin, Kelurahan Panaragan dan Kelurahan Kebon Kelapa.
Adapun batas-batas wilayah kerja yaitu :
-
7/28/2019 A05ryu2
39/89
- Sebelah Barat : Kelurahan Pasir Mulya, Kelurahan Gunung Batu dan
Kelurahan Menteng Kecamatan Kota Bogor Barat.
- Sebelah Timur : Kelurahan Paledang, Kelurahan Cibogor Kecamatan Kota
Bogor Tengah.
- Sebelah Utara : Kelurahan Kedung Waringin, Kelurahan Kedung Jaya
Kecamatan Tanah Sareal.
- Sebelah Selatan : Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Kota Bogor Barat.
Puskesmas Merdeka memiliki tiga Puskesmas Pembantu (Pustu), yaitu Pustu
Cimanggu Kecil yang terletak di Kelurahan Ciwaringin, Pustu Panaragan yang
terletak di Kelurahan Panaragan dan Pustu Sindang Sari yang terletak di Kelurahan
Kebon Kelapa. Jarak Puskesmas Merdeka ke Dinas Kesehatan kota + 1 km dengan
waktu tempuh + 10 menit, jarak menuju Rumah Sakit (RS) + 1 km ke RS. KaryaBakti atau RS. Salak Bogor dengan waktu tempuh + 10 menit.
Masalah kesehatan di Puskesmas Merdeka masih didominasi oleh jenis
penyakit ISPA. Pada tahun 2003 penyakit diare sudah tidak masuk 10 besar penyakit
di puskesmas ini (Tabel 8).
Tabel 8. Daftar penyakit rawat jalan pasien umum Puskesmas Merdeka tahun 2003No Nama Penyakit Jumlah
1
2
3
45
6
7
8
9
10
Infeksi saluran pernapasan atas
Gastritis dan Duodentis
Penyakit pulpa dan periperikal
Gangguan gusi dan jaringan penunjang lainMyialgia
Diare dan gastroentritis
Hipertensi
Dermatitis
Pneumonia
Konjungtivis
10.421
2539
3829
30862145
*
3142
1702
1666
1720
* : data tidak tersedia
Tenaga kesehatan yang dimilki oleh puskesmas ini terdiri dari dua orang
dokter umum, dua orang dokter gigi, lima orang bidan, tujuh orang perawat, satu
orang perawat gigi, satu perawat tenaga gizi, satu orang asisten apoteker, satu orang
analisis dan lima orang tenaga administrasi. Berdasarkan peran serta masyarakat di
Puskesmas ini, kader aktif posyandu yang dimilki puskesmas ini berjumlah 137 orang
(42 orang di Kelurahan Ciwaringin, 45 orang di Kelurahan Panaragan dan 50 orang di
Kelurahan Kebon Kelapa).
-
7/28/2019 A05ryu2
40/89
Karakteristik Contoh
Jenis kelamin contoh pada kedua kelompok lebih banyak perempuan (59 %
pada kelompok balita berstatus gizi baik dan 75 % pada kelompok balita KEP)
dibandingkan laki-laki. Kedua kelompok contoh mayoritas dilahirkan sebagai anak
pertama atau kedua menurut urutan anak dalam keluarga (69 % pada kelompok balita
berstatus gizi baik dan 66 % pada kelompok balita KEP) (Tabel 9). Banyaknya anak
yang berada pada urutan pertama dan kedua dalam keluarga merupakan hal yang
positif berkaitan dengan besarnya perhatian terhadap aspek gizi dan kesehatan
(Krisnatuti 2004).
Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh
Baik KEPKarakteristik Contoh
n % n %
Jenis kelaminLaki-laki 13 41 8 25
Perempuan 19 59 24 75Jumlah 32 100 32 100
Urutan kelahiran1-2 22 69 21 663-4 6 19 9 28
5-6 4 22 2 6
Jumlah 32 100 32 100
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh
Besar Keluarga
Jumlah anak pada kelompok balita berstatus gizi baik berkisar antara 3-7
orang dan pada kelompok balita KEP berkisar antara 2-8 orang. Kedua kelompok
contoh balita (63 % pada balita berstatus gizi baik dan 72 % pada balita KEP) berasal
dari keluarga kecil dengan jumlah keluarga kurang dari sama dengan 4 orang (Tabel
10).
Tabel 10. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Baik KEPBesar Keluarga
n % n %
p
Keluarga kecil ( 4orang)Keluarga besar (> 4 orang)
2012
6337
239
7228 0,433
Jumlah 32 100 32 100
Menurut Suhardjo (1989a) besar keluarga merupakan salah satu faktor yang
dapat menentukan gizi anak. Dalam penelitian ini, hasil uji beda t terhadap rata-rata
-
7/28/2019 A05ryu2
41/89
besar keluarga pada kedua kelompok tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Dari
hasil ini menunjukkan bahwa pada kedua kelompok sama-sama tinggal dan menetap
bersama anggota keluarga di luar keluarga inti.
Pendidikan Pengasuh
Keterampilan seseorang sangat dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikannya. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menyerap informasi baru
sehingga makin baik dan beragam keterampilan yang dimiliki (Krisnatuti 2004). Pada
kelompok balita berstatus gizi baik sebanyak 44 % pengasuh contoh berpendidikan
SMA sedangkan pada kelompok balita KEP hanya 22 % (Tabel 11). Hasil uji beda t
terhadap rata-rata tingkat pendidikan pengasuh tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata, yang berarti tingkat pendidikan pengasuh kelompok balita berstatus gizi baiktidak berbeda dengan tingkat pendidikan pengasuh pada kelompok balita KEP.
Tabel 11. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan pengasuh
Baik KEPTingkat Pendidikan Pengasuh
n % n %
p
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
1
5
9
14
3
3
16
28
449
2
10
11
7
2
6
32
34
226
0,062
Jumlah 32 100 32 100
Pendapatan Keluarga
Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dengan jelas melalui
besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga yang bersangkutan. Mengingat
data pendapatan yang akurat sulit diperoleh maka pendapatan keluarga dihitung
melalui pendekatan pengeluaran pangan dan non pangan keluarga selama satu bulan.
Pada penelitian ini pengeluaran keluarga yang dibedakan atas jenis
pengeluaran pangan dan non pangan selama satu bulan. Jenis pengeluaran pangan
yang dihitung meliputi pengeluaran untuk membeli makanan pokok, lauk pauk,
sayuran, buah-buahan, susu dan keperluan pangan keluarga lainnya (gula pasir, teh,
kopi, garam, minyak goreng dan gula merah) serta uang jajan anak. Jenis pengeluaran
non pangan yang dihitung meliputi pengeluaran untuk membeli pakaian, kesehatan,
-
7/28/2019 A05ryu2
42/89
keperluan perumahan, pendidikan anak, transportasi, bahan bakar, pajak, rekening
telepon, air, listrik dan keperluan lainnya.
Rata-rata pengeluaran pangan keluarga balita berstatus gizi baik dan balita
KEP lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran non pangan (Tabel 12).
Hasil uji beda t terhadap rata-rata pengeluaran keluarga pada kedua kelompok
menunjukkan perbedaan yang nyata (p
-
7/28/2019 A05ryu2
43/89
Tabel 13. Sebaran pengeluaran keluarga contoh berdasarkan garis kemiskinan
Baik KEPPengeluaran Keluarga
n % n %
Bawah garis kemiskinan
Atas garis kemiskinan
5
27
15
85
7
25
21
79
Jumlah 32 100 32 100
Morbiditas Contoh
Kejadian Sakit
Sebagian besar penyakit infeksi saling berhubungan erat dengan gangguan
gizi. Penyakit infeksi menurunkan nafsu makan, sehingga konsumsi makanan anak
menurun, padahal kebutuhan anak akan zat gizi sewaktu sakit justru meningkat (Mata
1985 diacu dalam Utomo 1998).
Pada kelompok balita berstatus gizi baik hampir seluruhnya (97 %)
mengalami sakit sedangkan pada balita KEP seluruh (100 %) contoh pernah
mengalami sakit. Kejadian sakit contoh selama tiga bulan terakhir dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit selama tiga bulan terakhir
Baik KEPKejadian Sakit
n % n %
Tidak pernah sakit
Pernah sakit
1
31
3
97
0
32
0
100
Jumlah 32 100 32 100
Alisjahbana (1985) mengemukakan bahwa golongan usia balita merupakan
golongan yang rawan, karena segera setelah anak dapat bergerak sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dia akan mengikuti pergerakan disekitarnya, sehingga
memperbesar kemungkinan terjadinya penularan penyakit. Apabila kekebalan tubuh
anak tidak cukup, antara lain karena tidak mendapatkan imunisasi yang dibutuhkan,
maka anak akan mudah jatuh sakit. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali,
lebih-lebih dalam jangka pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang
dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang.
Jenis Penyakit
Jenis penyakit yang diderita contoh meliputi diare, ISPA, infeksi pada telinga,
asma, TBC, alergi pada kulit dan lainnya. Penyakit lainnya meliputi penyakit cacar,
campak, bronkhitis, sariawan, sembelit, sakit mata dan sakit gigi.
-
7/28/2019 A05ryu2
44/89
Penyakit diare, telinga, TBC dan alergi kulit lebih banyak (47 %, 9 %, 6 %
dan 9 %) dialami contoh kelompok KEP. Sebagian besar contoh (93 % pada
kelompok balita berstatus gizi baik dan 97 % pada balita KEP) menderita penyakit
ISPA (Tabel 15).
Tabel 15. Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita selama tiga
bulan terakhir
Baik
N = 32
KEP
N = 32Jenis Penyakit
n % n %
Diare
ISPA (panas, batuk dan pilek)
Infeksi pada telinga
Asma
TBC
Alergi pada kulit
Lainnya
9
30
0
2
0
2
7
28
93
0
6
0
6
21
15
31
3
2
2
3
7
47
97
9
6
6
9
21
Penyakit lainnya yang umumnya diderita contoh pada kedua kelompok adalah
cacar, campak, bronkhitis, sariawan, sembelit, sakit gigi dan sakit mata. Penyakit
diare, infeksi pada telinga, TBC dan alergi pada kulit lebih banyak diderita oleh
kelompok balita KEP (Tabel 15). Menurut Subowo (1993) diacu dalam Asad (2002)
anak dengan gizi buruk terutama mengalami kemunduran respon imun selulernya
sehingga mudah mengalami infeksi bakteri, virus dan kuman lainnya.
Hampir seluruh contoh (93 % pada kelompok balita sehat dan 97 % pada
balita KEP) menderita penyakit ISPA. Selain status gizi, hal ini mungkin juga dapat
terjadi karena faktor kesehatan lingkungan, mengingat tempat penelitian merupakan
tempat yang padat penduduk. Kondisi rumah yang padat dengan sirkulasi udara yang
kurang baik menyebabkan mikroorganisme penyebab penyakit berkembang lebih
baik.
Lama Sakit dan Frekuensi Sakit
Pada kelompok balita berstatus gizi baik rata-rata lama sakit adalah 13 hari
dengan kisaran 0-104 hari dan pada kelompok balita KEP rata-rata lama sakit 23 hari
dengan kisaran 2-96 hari. Pada kelompok balita berstatus gizi baik memiliki lama
sakit 10 hari (69 %) sedangkan pada kelompok balita KEP lama sakit contoh > 10
-
7/28/2019 A05ryu2
45/89
hari (66 %) (Tabel 16). Hasil uji beda t terhadap rata-rata lama sakit kedua kelompok
menunjukkan hasil yang nyata (p 10 hari
22
106931
11
21
34
66 0,005
Jumlah 32 100 32 100
Frekuensi kejadian sakit dihitung berdasarkan kekerapan (jumlah kali) sakit
yang pernah diderita contoh selama 3 bulan terakhir. Pada kelompok balita berstatus
gizi baik frekuensi sakit berkisar antara 0-5 kali dengan rata-rata 2 kali. Sementara itu
pada kelompok balita KEP berkisar antara 1-12 kali dengan rata-rata 3 kali. Sebagian
besar (75 %) contoh pada kelompok balita berstatus gizi baik memiliki frekuensi sakit 2 kali sedangkan pada kelompok balita KEP hampir sebagian besar (66 %) contoh
memiliki frekuensi sakit > 2 kali (Tabel 17). Hasil uji beda t terhadap rata-rata
frekuensi sakit kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang nyata (p 2 kali
24
87525
11
21
34
66 0,001
Jumlah 32 100 32 100
Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama merupakan tindakan yang diambil responden jika contoh
mengalami sakit. Tindakan yang diambil responden sebagai bentuk pertolongan
pertama didasarkan atas keparahan penyakit yang diderita contoh. Jika responden
menilai penyakit yang diderita contoh tidak terlalu parah, maka responden lebih
cenderung mengobati sendiri dengan obat warung yang dijual bebas atau
memanfaatkan jasa mantri, sebaliknya jika responden menilai sakit yang diderita
contoh parah maka responden lebih memanfaatkan puskesmas dan dokter praktek
untuk pertolongan pertama.
Sebanyak 56 % contoh kelompok balita berstatus gizi baik berobat ke dokter
sedangkan sebanyak 44 % contoh kelompok balita KEP berobat ke puskesmas dan 50
% contoh kelompok balita KEP berobat sendiri dengan mengunakan obat bebas yang
-
7/28/2019 A05ryu2
46/89
banyak dijual di warung-warung (Tabel 18). Gangguan situasi ekonomi akan
mengganggu aksesibilitas masyarakat dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan
(Utomo 1998).
Tabel 18. Sebaran contoh berdasarkan penggunaan sarana kesehatan
Baik
N = 32
KEP
N = 32Sarana Kesehatan
n % n %
Dokter praktekPuskesmas
Pertolongan sendiri
Mantri
189
11
2
56
28
34
6
1514
16
1
47
44
503
Stimulasi Contoh
Jenis Stimulasi Contoh
Stimulasi diberikan berdasarkan kemampuan anak yang sesuai dengan tugasperkembangan untuk usia tertentu. Jenis stimulasi ini meliputi beberapa kepandaian
atau kemampuan perkembangan, yaitu kemampuan gerakan kasar, kemampuan
gerakan halus, kemampuan komunikasi aktif, komunikasi pasif, kecerdasan,
menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial.
Jenis stimulasi yang pernah dilakukan responden pada contoh balita berstatus
gizi baik dengan kelompok umur 12-24 bulan adalah gerakan kasar, komunikasi
pasif, komunikasi aktif, kecerdasan dan menolong diri sendiri sedangkan pada contoh
balita KEP adalah gerakan kasar, komunikasi aktif, komunikasi pasif, dan kecerdasan
(Tabel 19).
Pada kelompok umur 25-36 bulan , jenis stimulasi yang pernah dilakukan
responden pada kelompok balita berstatus gizi baik adalah gerakan kasar, komunikasi
pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial
sedangkan pada balita KEP adalah komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan,
menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial (Tabel 19).
Pada kelompok umur yang 37-48 bulan jenis stimulasi yang pernah dilakukan
responden adalah gerakan halus, komunikasi aktif, menolong diri sendiri dan tingkah
laku sosial sedangkan pada balita KEP adalah gerakan halus, komunikasi aktif,
komunikasi pasif dan tingkah laku sosial (Tabel 19).
-
7/28/2019 A05ryu2
47/89
Tabel 19. Sebaran jenis stimulasi yang diberikan responden kepada contoh
berdasarkan kelompok umur
12-24 bulan 25-36 bulan 37-48 bulan
Baik
n=13
KEP
n=14
Baik
n=11
KEP
n=11
Baik
n=8
KEP
n=7
Jenis Stimulasi
% % % % % %Gerakan kasar
Gerakan halus
Komunikasi pasif
Komunikasi aktif
Kecerdasan
Menolong diri sendiri
Tingkah laku sosial
46
0
77
23
46
15
0
21
0
42
50
50
0
0
9
0
9
64
45
36
9
0
0
18
64
54
27
18
0
25
0
12
0
37
12
0
14
14
14
0
0
14
Tingkat Stimulasi Contoh
Stimulasi adalah perangsangan dan latihan-latihan terhadap kepandaian anak
yang datangnya dari lingkungan di luar anak. Tujuan dari stimulasi adalah untuk
membantu agar anak mencapai tingkat perkembangan yang baik dan optimal sesuai
dengan kemampuan genetiknya (Soetjiningsih & Ekawati 2000).
Stimulasi diukur dengan menggunakan Kartu Kembang Anak (KKA) yang
diterbitkan oleh BKB-BKKBN. Pada balita berstatus gizi baik stimulasi berada pada
kategori kurang (50 %) sedangkan pada kelompok balita KEP stimulasi berkisar pada
kategori baik (41 %) dan sedang (34 %) (Tabel 20).
Tabel 20. Sebaran contoh berdasarkan tingkat stimulasiBaik KEP
Tingkat Stimulasin % n %
p
Kurang
Sedang
Baik
16
4
12
5012
38
8
11
13
25
34
41
0,096
Jumlah 32 100 32 100
Hasil uji t terhadap rata-rata stimulasi tidak menunjukkan perbedaan yang
n