Web viewPembahasan masing-masing pendekatan meliputi definisi, ... pemahaman yang jelas terhadap...
Transcript of Web viewPembahasan masing-masing pendekatan meliputi definisi, ... pemahaman yang jelas terhadap...
LIMA PENDEKATAN KUALITATIF
MAKALAHDisusun untuk memenuhi tugas matakuliahDesain penelitian dan Analisis data yang dibina oleh Prof.Dr. H. Dawud,M.Pd dan Dr. Imam Agus Basuki, M.Pd
Oleh
Ari Ambarwati 120211639750
UNIVERSITAS NEGERI MALANGPROGRAM PASCASARJANAPROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIASeptember 2012
LIMA PENDEKATAN KUALITATIF
Pembahasan pada bagian ini akan mengeksplorasi secara mendalam lima pendekatan
kualitatif yaitu, penelitian naratif, fenomenologi, grounded theory, etnografi, dan studi kasus.
Pembahasan masing-masing pendekatan meliputi definisi, jejak ringkas sejarah,
mengeksplorasi tipe-tipe kajian, memperkenalkan prosedur yang dilibatkan dalam
melaksanakan sebuah kajian,dan menunjukkan tantangan-tantangan potensial dalam
menggunakan pendekatan tersebut.
I. Penelitian Naratif
I.1. Definisi dan Latar Belakang
Terma naratif (narrative) muncul dari verba to narrate yang artinya
menceritakan atau mengatakan (to tell) suatu cerita secara detail. Dalam desain
penelitian naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan individu, mengumpulkan,
mengatakan cerita tentang kehidupan individu, dan menuliskan cerita atau riwayat
pengalaman individu tertentu. Jelasnya, penelitian naratif berfokus pada kajian
seorang individu.
Daiute dan Lightfoot dalam Cresswell menyatakan penelitian naratif
mempunyai banyak bentuk dan berakar dari disiplin (ilmu) kemanusiaan dan sosial
yang berbeda (2007:53). Naratif bisa berarti terma yang diberikan pada teks atau
wacana tertentu, atau teks yang digunakan dalam konteks atas cara atau bentuk
penyelidikan dalam penelitian kualitatif. Naratif dipahami sebagai sebuah teks tertulis
atau lisan yang memberikan sebuah catatan tentang suatu kejadian, peristiwa atau
rangkaian kejadian, dan rangkaian peristiwa yang dihubungkan secara kronologis.
I.2. Tipe-tipe Kajian Naratif
Jika seorang peneliti berencana melaksanakan kajian naratif maka ia perlu
mempertimbangkan tipe kajian naratif yang akan dilaksanakannya. Pendekatan
pertama yang digunakan dalam penelitian naratif adalah membedakan tipe penelitian
naratif melalui strategi analisis yang digunakan oleh pengarang (Cresswell, 2007:54).
Polkinghorne dalam Cresswell (2007: 54) menyebutkan strategi tersebut
menggunakan paradigma berpikir untuk menghasilkan deskripsi tema yang
menggenggam sekaligus melintasi cerita atau sistem klasifikasi tipe cerita. Analisis
naratif ini menekankan peneliti untuk mengumpulkan deskripsi peristiwa atau
kejadian dan kemudian mengkonfigurasikannya ke dalam cerita menggunakan sebuah
alur cerita (plot).
Chase dalam Cresswell (2007:55) menyajikan pendekatan yang tidak jauh
berbeda dengan definisi analisis naratif milik Polkinghorne. Chase menyarankan
bahwa peneliti boleh menggunakan alasan paradigmatik untuk kajian naratif, seperti
bagaimana individu dimampukan dan dipaksa oleh sumberdaya sosial, disituasikan
secara sosial dalam penampilan interaktif, dan bagaimana pencerita membangun
interpretasi.
Pendekatan kedua menekankan pada ragam bentuk yang ditemukan dalam
praktik-praktik penelitian naratif. Di bawah ini akan disajikan ragam contoh tipe
bentuk penelitian naratif yang diambil dari Cresswell (2012:504).
FIGURE 15.1
Examples of Types of Narrative Research Forms
•Autobiographies• Biographies
• Ethnohistories• Ethnobiographies
• Life writing• Personal accounts• Personal narratives• Narrative interviews• Personal documents• Documents of life• Life stories and life histories• Oral histories
• Autoethnographies• Ethnopsychologies• Person-centered ethnographies• Popular memories• Latin American testimonios• Polish memoirs
Kajian biografi adalah bentuk kajian naratif dimana peneliti menulis dan mencatat
pengalaman kehidupan seseorang. Autobiografi ditulis dan dicatat oleh individu sebagai
subjek kajian.Sejarah hidup (life histories) memotret seluruh kehidupan seseorang. Cerita
pengalaman seseorang adalah kajian naratif terhadap pengalaman personal seseorang yang
ditemukan dalam episode majemuk atau tunggal, situasi pribadi, atau cerita rakyat komunal
(communal folklore). Sejarah lisan terdiri dari kumpulan refleksi personal terhadap kejadian
dan sebab akibat kejadian tersebut dari satu atau beberapa individu. Kajian naratif bisa jadi
memiliki fokus kontekstual yang spesifik, seperti guru atau murid di kelas, cerita tentang
organisasi, atau cerita yang diceritakan tentang organisasi. Naratif boleh jadi dipandu oleh
lensa secara teoritis atau perspektif. Lensa tersebut bisa digunakan untuk mengadvokasi
orang-orang Amerika Latin menggunakan testimonios. Lensa feminis digunakan untuk
melaporkan cerita-cerita tentang perempuan, sebuah lensa yang menunjukkan bagaimana
suara perempuan dibungkam, digandakan, dan memunculkan kontradiksi.
I.3.Prosedur Melaksanakan Penelitian Naratif
Langkah-langkah melaksanakan penelitian kualitatif menurut Cresswell (2007:55)
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan problem penelitian atau pertanyaan terbaik yang tepat untuk
penelitian naratif. Penelitian naratif adalah penelitian terbaik untuk mennagkap
cerita detail atau pengalaman kehidupan terhadap kehidupan tunggal atau
kehidupan sejumlah individu.
2. Menyeleksi satu atau lebih individu yang memiliki cerita atau pengalaman
kehidupan untuk diceritakan, dan menghabiskan waktu (sesuai pertimbangan)
bersama mereka untuk mengumpulkan cerita mereka melalui tipe majemuk
informasi.
3. Mengumpulkan cerita tentang konteks cerita tersebut.
4. Menganalisa cerita partisipan dan kemudian restory (menceritakan ulang) cerita
mereka ke dalam kerangka kerja yang masuk akal. Restorying adalah proses
organisasi ulang cerita ke dalam beberapa tipe umum kerangka kerja. Kerangka
kerja ini meliputi pengumpulan informasi, penganalisaan informasi untuk elemen
kunci cerita (misalnya: waktu, tempat, alur, dan scene/adegan) dan menulis ulang
cerita guna menempatkan mereka dalam rangkaian secara kronologis.
5. Berkolaborasi dengan partisipan melalui pelibatan aktif mereka dalam penelitian.
Mengingat para peneliti mengumpulkan cerita, maka mereka menegosiasikan
hubungan, transisi yang halus, dan menyediakan cara yang berguna bagi
partisipan.
I.4.Tantangan
Karakteristik dan prosedur penelitian naratif yang dipaparkan di atas
memunculkan tantangan. Peneliti perlu mengumpulkan informasi yang luas tentang
partisipan. Peneliti juga perlu mempunyai pemahaman yang jelas terhadap konteks
kehidupan seorang individu. Dibutuhkan mata yang tajam untuk mengidentifikasi
sumber materi yang dikumpulkan tentang cerita tertentu yang mampu menangkap
pengalaman seorang individu.
II. Penelitian Fenomenologi
II.1.Definisi dan Latar Belakang
Kajian fenomenologi mendeskripsikan makna bagi beberapa individu terhadap
pengalaman hidup mereka sebagai sebuah konsep atau sebuah fenomena (Cresswell,
2007:57). Ahli fenomenologi mendeskripsikan apa yang dimiliki secara umum oleh
semua partisipan karena mereka mengalami sebuah fenomena (contohnya: duka cita
dialami secara universal). Tujuan utama fenomenologi adalah mereduksi pengalaman
individu dengan sebuah fenomena terhadap deskripsi esensi universal.
Stewart dan Mickunas dalam Cresswell menekankan empat perspektif
fenomenologi secara filosofis (2007:58):
1. Kembali pada tugas tradisional filosofi. Pada akhir abad 19, filosofi telah
dibatasi untuk mengeksplorasi dunia oleh sarana empiris, yakni yang
disebut sebagai ‘scientism’. Filosofi dikembalikan pada konsep Yunani
sebagai pencarian untuk kebijaksanaan atau kearifan.
2. Filosofi tanpa praanggapan. Pendekatan fenomenologi menangguhkan
semua pendapat tentang apa yang nyata (sikap alami/natural attitude)
sampai mereka ditemukan pada basis tentu yang lebih banyak. Oleh
Edmund Husserl penangguhan ini disebut sebagai ‘epoche’.
3. Intensionalitas terhadap kesadaran. Pendapat ini menyatakan bahwa
kesadaran selalu diarahkan terhadap objek. Realitas tentang sebuah
objek,selanjutnya, dihubungkan dan tidak dapat dilepaskan dari kesadaran
seseorang.
4. Penolakan terhadap dikotomi subjek-objek. Realitas sebuah objek hanya
ditangkap dalam makna atas pengalaman individual.
II.2.Tipe-tipe Fenomenologi
Dua pendekatan yang dikemukakan dalam diskusi ini adalah fenomenologi
hermeneutik dan fenomenologi empiris, transendental atau psikologi. Fenomenologi
hermeneutik menurut Manen dalam Creswell adalah penelitian yang berorientasi
terhadap pengalaman hidup (fenomenologi) dan menginterpretasikan ‘teks’ kehidupan
(hermeneutik) (2007:59). Dalam hal ini, peneliti memediasi antara makna yang
berbeda terhadap makna pengalaman hidup.
Sementara fenomenologi transcendental atau psikologi sedikit difokuskan
pada interpretasi peneliti dan lebih pada deskripsi pengalaman partisipan. Konsep
yang muncul dalam penelitian fenomenologi psikologi ini adalah epoche atau bracket
(pengurungan) milik Edmund Husserl. Konsep tersebut menyatakan bahwa
investigator mengesampingkan pengalaman mereka, sebanyak mungkin, guna
memperoleh perspektif yang segar terhadap fenomena yang diteliti.
II.3. Prosedur untuk melaksanakan penelitian fenomenologi
1. Peneliti menentukan masalah penelitian yang tepat menggunakan
pendekatan fenomenologi. Tipe masalah terbaik yang tepat untuk bentuk
ini adalah penelitian yang penting untuk memahami beberapa pengalaman
umum dan pengalaman bersama individual.
2. Sebuah fenomena yang menarik untuk dipelajari, seperti kemarahan,
profesionalisme, apa maknanya menjadi lebih kurus, atau apa maknanya
menjadi seorang pegulat, hal-hal tersebut diidentifikasi.
3. Peneliti mengenali dan membuat spesifikasi asumsi yang lebih luas secara
filosofis terhadap fenomenologi. Misalnya, seseorang dapat menulis
tentang kombinasi realitas objektif dn pengalaman individu.
4. Data dikumpulkan dari individu yang mempunyai pengalaman terhadap
sebuah fenomena. Seringkali pengumpulan data dalam kajian
fenomenologi terdiri dari wawancara mendalam dan wawancara majemuk
dengan partisipan.
5. Partisipan diberi pertanyaan dua pertanyaan luas dan umum. Misalnya, apa
yang telah Anda alami dalam terma fenomena ini?apa konteks atau situasi
yang secara tipikal memengaruhi dan berdampak pada pengalaman Anda?
Pertanyaan open-ended mungkin bisa juga ditanyakan, tetapi dua
pertanyaan tersebut, khususnya, fokus pada perhatian untuk memperoleh
data yang akan menuntun pada deskripsi secara berjaring dan struktural
terhadap pengalaman. Pertanyaan tersebut menyediakan sebuah
pemahaman yang kaya atas pengalaman umum partisipan.
6. Langkah-langkah analisis data fenomenologi secara umum sama dengan
semua ahli fenomenologi psikologi yang menggunakan metode tersebut.
Membangun data dari pertanyaan pertama dan kedua, analisis data
berlanjut pada data (misalnya, transkripsi wawancara) dan menonjolkan
pernyataan, kialimat, dan kutipan signifikan yang menyediakan
pemahaman bagaimana partisipan mengalami sebuah fenomena.
7. Pengalaman dan tema signifikan tersebut kemudian digunakan untuk
menulis deskripsi tentang apa yang partisipan alami (textural descriptions).
8. Dari deskripsi tekstural dan struktural, peneliti kemudian menuliskan
deskripsi gabungan yang menghadirkan esensi dari fenomena yang disebut
sebagai esensial, invariant structure atau esensi. Deskripsi ini utamanya
berfokus pada pengalaman umum partisipan.
II.4. Tantangan
Fenomenologi menyediakan pemahaman mendalam tentang sebuah
fenomena yang dialami oleh beberapa individu. Mengetahui beberapa
pengalaman umum menjadi berharga bagi kelompok tertentu seperti terapis,
guru, personil kesehatan, dan pembuat kebijakan. Pada sisi yang lain,
fenomenologi menuntut paling sedikit beberapa pemahaman tentang asumsi
filosofis yang luas, dan hal ini harus diidentifikasi oleh peneliti. Partisipan
dalam kajian ini perlu dipilih secara hati-hati pada individu yang mengalami
semua fenomena dalam pertanyaan, sehingga peneliti pada akhirnya dapat
menempa sebuah pemahaman. Mengurung pengalaman personal mungkin saja
sulit diimplementasikan oleh peneliti. Pendekatan antarmanusia pada
fenomenologi akan memberi sinyal bagi ketidakmungkinan tersebut.
III. Penelitian Grounded Theory
III.1. Definisi dan latar belakang
Penelitian grounded theory adalah prosedur kualitatif sistematis yang
digunakan untuk menghasilkan teori yang dipaparkan pada level konseptual
luas, proses, aksi atau interaksi terhadap topik yang substantif (Cresswell,
2012:423). Partisipan dalam kajian ini telah mengalami proses, dan
perkembangan teori mungkin membantu menjelaskan praktik atau
menyediakan kerangka kerja bagi penelitian selanjutnya. Selanjutnya,menurut
Strauss dan Corbin dalam Creswell, grounded theory adalah desain penelitian
kualitatif yang penyelidiknya menghasilkan eksplanasi umum (sebuah teori)
tentang suatu proses, aksi, atau interaksi yang dibentuk oleh pandangan
sejumlah besar partisipan.
Kapan grounded theory digunakan? Grounded theory digunakan ketika
peneliti memerlukan teori yang luas atau menjelaskan sebuah proses.
Grounded theory menghasilkan sebuah teori ketika teori yang ada tidak dapat
menjawab suatu permasalahan yang akan dipecahkan peneliti atau partisipan
yang akan diteliti. Misalnya, kajian terhadap populasi pendidikan tertentu
(anak-anak dengan gangguan perhatian), teori yang sudah ada mungkin hanya
sedikit yang dapat diterapkan pada populasi spesifik tersebut.
III.2. Tipe-tipe kajian grounded theory
Dua pendekatan popular terhadap grounded theory adalah prosedur
sistematis milik Strauss dan Corbin, dan pendekatan konstruktivis oleh
Charmaz. Pada prosedur analitik Staruss dan Corbin, penyelidik mencari
secara sistematis mengembangkan sebuah teori yang menjelaskan proses, aksi,
atau interaksi pada sebuah topic (misalnya, proses mengembangkan sebuah
kurikulum, keuntungan hasil pengobatan tes bersama secara psikologis dengan
klien). Peneliti melaksanakan 20 hingga 30 wawancara berdasarkan
beberapakali kunjungan ‘di lapangan’ untuk mengumpulkan data wawancara
guna menjenuhkan kategori tertentu (atau menemukan informasi lanjutan yang
ditambahkan pada mereka sampai tidak ada lagi yang bisa ditemukan).
Bentuk kedua dari pendekatan grounded theory adalah ditemukan
dalam tulisan konstruktivis milik Charmaz. Charmaz menyokong perspektif
konstruktivis sosial yang melibatkan penekanan dunia lokal yang beragam,
realitas majemuk, dan kompleksitas dunia tertentu, pandangan, dan aksi.
Charmaz dalam Creswell, menempatkan penekanan yang lebih terhadap
pandangan, nilai, kepercayaan, perasaan, asumsi, dan ideologi individu
daripada metode penelitian, meski ia mendeskripsikan sungguh-sungguh
praktik pengumpulan data yang kaya, pengkodekan data, pencatatan
menggunakan sampel secara teoritis (2007:67).
III.3. Prosedur untuk melaksanakan penelitian grounded theory
1. Peneliti perlu memulai dengan menentukan grounded theory yang
paling tepat untuk kajian masalahnya.
2. Pertanyaan penelitian yang ditanyakan penyelidik pada partipan
akan berfokus pada pengertian bagaimana individu mengalami
proses dan mengidentifikasi langkah-langkah dalam sebuah proses
(apakah proses itu? Bagaimana proses itu terbuka?).
3. Memperoleh informasi sampai pada titik jenuh. Hal ini melibatkan
sekitar 20 hingga 30 wawancara atau 50 sampai 60 wawancara.
4. Dalam pengkodean terbuka, peneliti membentuk kategori tentang
fenomena yang dikaji melalui informasi yang sesuai bagiannya.
Peneliti mendasarkan kategori pada semua data yang dikumpulkan,
seperti wawancara, observasi dan catatan peneliti. Peneliti
mengidentifikasi kategori dan subkategori.
5. Dalam fase pengkodean axial, peneliti mengumpulkan bersama
data dalam cara yang baru setelah melakukan pengkodean terbuka.
Fase ini disajikan menggunakan paradigm pengkodean atau
diagram logis (model visual) dimana peneliti mengidentifikasi
fenomena sentral, mengeksplorasi sebab-akibat, membuat
spesifikasi startegi, mengidentifikasi kondisi yang diintervensi dan
konteks dan menarik konsekuensi.
6. Dalam pengkodean selektif peneliti boleh menuliskan lini cerita
yang menghubungkan kategori. Dalam lini cerita, peneliti bisa
memeriksa bagaimana factor tertentu memengaruhi fenomena yang
menuntun penggunaan strategi yang spesifik dan hasil tertentu.
Pada tingkatan dasar, teori ini menyediakan penjelasan abstrak bagi
proses yang diteliti.
7. Akhirnya peneliti boleh mengembangkan dan memotret secara
visual matriks condisional yang menyingkap kondisi ekonomi,
historis, dan sosial memengaruhi fenomena sentral.
8. Hasil proses pengumpulan data dan analisis adalah sebuah teori,
sebuah teori tingkat substantif, ditulis oleh peneliti yang dekat
kepada masalah spesifik atau populasi orang. Theori muncul
dengan bantuan proses pencatatan, sebuah proises dimana peneliti
menuliskan idenya tentang teori yang berkembang secara gradual
melalui proses pengkodean terbuka, axial dan selektif.
IV. Penelitian Etnografis
IV.1. Definisi dan latar belakang
Desain etnografis adalah prosedur penelitian kualitatif untuk
mendeskripsikan, menganalisa, dan menginterpretasi budaya bersama
kelompok tertentu, yang mempunyai pola tindakan, kepercayaan, dan bahasa
bersama yang berkembang dari waktu ke waktu (Creswell, 2012:462).
Etnografi dimulai dari antropologi budaya komparatif yang dilaksanakan pada
awal abad 20.
Kapan penelitian etnografi dilakukan? Penelitian etnografi dilakukan
ketika kajian sebuah kelompok menyediakan pemahaman terhadap isu yang
lebih luas. Penelitian Etnografi juga dapat dilakukan ketika peneliti memiliki
kelompok budaya bersama untuk dikaji. Etnografi menyediakan gambar
peristiwa dari hari ke hari yang detail. Etnografi dijalankan ketika peneliti
memiliki akses jangka panjang terhadap kelompok yang memiliki budaya
bersama sehingga peneliti dapat membangun catatan detail tentang
kepercayaan dan perilaku dari waktu ke waktu.
IV. 2. Tipe-tipe Etnografis
1. Etnografi Realis adalah pendekatan trandisional yang digunakan oleh
antropologi budaya. Dikarakterisasikan oleh Van Maanen (1988) etnografi
realis merefleksikan cara yang diambil oleh peneliti terhadap individu
yang dikaji. Etnografi realis merupakan laporan objektif situasi, yang
ditulis dalam sudut pandang orang ketiga dan melaporkan secara objektif
informasi yang dipelajari dari partisipan pada sebuah situs.
2. Studi kasus bisa jadi individu tunggal, beberapa individu yang terpisah
atau dalam sebuah kelompok, sebuah program, peristiwa, atau aktivitas
(misalnya seorang guru, beberapa orang guru, atau implementasi terhadap
program matematika baru). Kasus bisa jadi merepresentasikan sebuah
proses yang meliputi serangkaian langkah-langkah (misalnya proses
kurikulum sebuah sekolah) yang membentuk rangkaian aktivitas. Peneliti
mencari untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam pada suatu
kasus dengan mengumpulkan bentuk-bentuk data majemuk (misalnya
gambar, rekaman video, dan surat elektronk). Penyediaan pemahaman
mendalam ini menuntut hanya sedikit kasus yang dikaji, karena masing-
masing kasus diperiksa, peneliti mempunyai sedikit waktu untuk
mengeksplorasi kedalaman masing-masing kasus.
3. Enografi Kritis adalah tipe penelitian etnografis dimana peneliti
menyokong keterlibatan diri terhadap kelompok yang dimarjinalkan dalam
masyarakat. Peneliti kritis secara politis memikirkan individu yang diteliti,
melalui penelitiannya menyuarakan ketidaksetaraan dan dominasi.
Misalnya peneliti Enografi Kritis mengkaji sekolah yang menyediakan hak
istimewa pada tipe siswa tertentu atau praktik-praktik bimbingan yang
melayani kebutuhan kelompok yang tidak terwakili. Komponen utama dari
etnografi kritis meliputi orientasi value-laden, pemberdayaan masyarakat
dengan memberi mereka otoritas yang lebih, menentang status quo dan
menyuarakan keprihatinan terhadap kekuasaan dan kontrol. Peneliti
etnografi akan mengkaji isu kekuasaan, pemberdayaan, ketidaksetaraan,
ketidakadilan, dominasi, represi, hegemoni, dan orang atau kelompok yang
dikorbankan.
IV.3. Prosedur untuk melaksanakan penelitian etnografi.
1. Menentukan desain etnografi yang paling tepat untuk digunakan mengkaji
masalah penelitian. Etnografi tepat digunakan jika perlu mendeskripsikan
bagaimana kelompok budaya bekerja dan mengeksplorasi isu, tindakan,
bahasa, kepercayaan, seperti kekuasaan, resistensi dan dominasi.
2. Mengidentifikasi dan menempatkan kelompok budaya bersama untuk dikaji.
Secara tipikal kelompok ini yang telah bersama-sama pada periode waktu
tertentu, sehingga mereka berbagi bahasa, pola sikap, dan perilaku telah
dimunculkan dalam pola yang dikenali. Bisa jadi ini merupakan kelompok
yang telah dipinggirkan oleh masyarakat.
3. Menyeleksi isu atau tema kultural, tentang sebuah kelompok, untuk dikaji. Hal
ini melibatkan analisis kelompok budaya bersama. Tema ini bisa jadi meliputi
topik-topik seperti enkulturasi, sosialisasi, pembelajaran, kognisi, dominasi,
ketidaksetaraan, atau perkembangan orang dewasa dan anak-anak.
4. Untuk mengkaji konsep kultural tentukan tipe etnografi yang digunakan.
Mungkin bagaimana sebuah kelompok bekerja perlu dideskripsikan atau
etnografi kritis perlu mengekspose isu seperti kekuasaan, hegemoni, dan
menyokong kelompok tertentu. Peneliti etnografi kritis, misalnya
mengamanatkan sebuah ketidakadilan dalam masyarakat atau beberapa
bagiannya, menggunakan penelitian ini untuk menyokong dan melakukan
perubahan dan membentuk isu spesifik untuk digali seperti ketidaksetaraan,
dominansi, penindasan, atau pemberdayaan.
5. Kumpulkan informasi dimana kelompok bekerja dan tinggal. Hal ini yang oleh
Wolcott dalam Creswell, disebut sebagai fieldwork (2007:71). Pengumpulan
tipe-tipe informasi tertentu dibutuhkan dalam etnografi yang melibatkan
kehadiran pada situs yang diteliti, menghormati kehidupan individu di situs
tersebut sehari-hari, dan mengumpulkan ragam material yang luas.
6. Membentuk rangkaian kerja tentang aturan dan pola sebagai produk final
sebuah analisis. Produk final ini adalah potret kultural holistic dari kelompok
yang memasukkan pandangan partisipan (emic) sebagaimana pandangan
peneliti (etic).
IV.4. Tantangan
Etnografi adalah tantangan untuk menggunakan alasan-alasan di bawah ini.
Peneliti perlu memiliki dasar dalam antropologi budaya dan makna system sosial
cultural sebagaimana konsep yang dieksplorasi oleh seorang etnografis. Waktu
mengoleksi data luas, melibatkan waktu yang diperpanjang di lapangan. Ada
kemungkinan bahwa peneliti akan ‘menjadi pribumi’ dan tidak mampu
menyelesaikan kajian atau berkompromi dalam kajian tersebut. Pada titik tersebut,
sensivitas yang diperlukan pada kajian individu, menjadi penting. Peneliti perlu
mengakui dampak yang dihasilkannya pada masyarakat dan tempat yang dikaji.
V. Penelitian Studi Kasus
V.1. Definisi dan latar belakang
Penelitian studi kasus melibatkan kajian isu yang dieksplorasi melalui
satu atau lebih kasus dalam sistem yang terikat (Creswell, 2007:73). Penelitian
studi kasus adalah pendekatan kualitatif dimana peneliti mengeksplorasi
sebuah sistem yang terikat (kasus) atau sistem majemuk yang terikat (kasus-
kasus) dalam suatu waktu melalui koleksi data yang detail dan mendalam,
melibatkan sumber informasi majemuk (misalnya, observasi, wawancara,
materi audiovisual, dokumen, dan laporan).
Pendekatan studi kasus cukup dikenal pada ilmu pengetahuan soasial
karena ketenarannya dalam psikologi (Freud), ilmu kedokteran (analisa kasus
terhadap sebuah masalah), hokum (kasus hukum), dan ilmu politik (kasus
pelaporan). Penelitian studi kasus memiliki sejarah panjang yang berbeda,
melintasi banyak disiplin ilmu.
V.2. Tipe-tipe studi kasus
Ada tiga tipe pendekatan penelitian studi kasus, yaitu studi kasus
instrumental tunggal, studi kasus majemuk atau kolektif dan studi kasus
intrinsik. Dalam yaitu studi kasus instrumental tunggal, peneliti berfokus pada
isu atau keprihatinan terhadap sesuatu, kemudian menyeleksi satu kasusu
terikat untuk mengilustrasikan kasus ini. Pada studi kasus majemuk atau
kolektif, satu isu atau keprihatinan diseleksi lagi, tetapi penyelidik menyeleksi
untuk mengkaji beberapa program dari beberapa situs penelitian atau program
majemuk dalam situs tunggal. Sedangkan studi kasus intrinsik berfokus pada
kasus itu sendiri (misalnya, mengevaluasi program, atau mengkaji siswa yang
mempunyai kesulitan) karena kasus menunujukkan situasi yang unik dan tidak
biasa.
V.3. Prosedur untuk melaksanakan studi kasus
1. Peneliti menentukan pendekatan studi kasus tepat untuk masalah
yang diteliti. Studi kasus adalah pendekatan yang baik ketika
penyelidik dapat mengidentifikasi kasus secara jelas dalam batas
tertentu, mencari untuk menyediakan pemahaman mendalam terhadap
kasus atau perbandingan beberapa kasus.
2. Peneliti perlu mengidentifikasi kasus atau kasus-kasus mereka.
Kasus ini mungkin melibatkan individu, beberapa individu, sebuah
program, kejadian, atau sebuah aktivitas.
3. Pengumpulan data dalam penelitian studi kasus luas, menarik
sumber informasi majemuk, seperti observasi, wawancara, dokumen,
materi audiovisual.
4. Tipe analisis data dapat berupa analisis holistik keseluruhan kasus
atau analisis yang ditanamkan pada aspek spesifik sebuah kasus.
5. Dalam fase interpetatifi final, peneliti melaporkan makna kasus, baik
makna datang dari pembelajaran tentang isu sebuah kasus atau
pembelajaran tentang situasi yang tidak umum (kasus intrinsik).
V.4. Tantangan
Satu tantangan yang melekat dalam perkembangan studi kasus
kualitatif adalah bahwa peneliti harus mengidentifikasi kasusnya
sendiri. Tidak ada solusi jelas untuk tantangan ini.
Daftar Pustaka
Creswell, John.W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design. California: Sage
Publication,Inc.
Creswell, John. W. 2012. Educational Research. Boston: Pearson.
(http://www.pearsonhighered.com), diakses 10 September 2012.