repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view...

62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kecemasan pada anak-anak telah diakui sebagai masalah selama bertahun-tahun yang menyebabkan anak sering menunda dan menolak untuk melakukan perawatan. 1 Suatu penelitian di Australia memperkirakan bahwa antara 50% hingga 80 % dari seluruh kasus penyakit yang terjadi berkaitan secara langsung dengan kecemasan sebagai faktor etiologi. 2 Kecemasan perawatan gigi sering berasal di masa kecil (51%) atau remaja (22%). 3 Salah satu aspek terpenting dalam mengatur tingkah laku anak dalam perawatan gigi adalah dengan mengontrol rasa sakit, karena pengalaman yang tidak menyenangkan akan berdampak terhadap perawatan giginya dimasa depan. Penundaan terhadap perawatan dapat mengakibatkan bertambah parahnya tingkat kesehatan mulut pasien dan 1

Transcript of repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view...

Page 1: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kecemasan pada anak-anak telah diakui sebagai masalah selama

bertahun-tahun yang menyebabkan anak sering menunda dan menolak untuk

melakukan perawatan.1 Suatu penelitian di Australia memperkirakan bahwa

antara 50% hingga 80 % dari seluruh kasus penyakit yang terjadi berkaitan

secara langsung dengan kecemasan sebagai faktor etiologi.2 Kecemasan

perawatan gigi sering berasal di masa kecil (51%) atau remaja (22%).3 Salah

satu aspek terpenting dalam mengatur tingkah laku anak dalam perawatan gigi

adalah dengan mengontrol rasa sakit, karena pengalaman yang tidak

menyenangkan akan berdampak terhadap perawatan giginya dimasa depan.

Penundaan terhadap perawatan dapat mengakibatkan bertambah parahnya

tingkat kesehatan mulut pasien dan terkadang menambah ketakutan pasien

untuk berobat ke dokter gigi. 1

Perawatan gigi anak umumnya dimulai saat usia sekolah dasar, dimana

banyak diantaranya menghadapi pengalaman pertama yang kurang

menyenangkan sehingga dapat menjadi suatu kecemasan yang berkembang

menjadi ketakutan yang kemudian menetap hingga dewasa.3

1

Page 2: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan

anak. Perkembangan emosi dan sosial merupakan dasar perkembangan

kepribadian di masa datang. Setiap orang akan mempunyai emosi rasa senang,

marah, kesal dalam menghadapi lingkungannya sehari-hari. Pada tahap ini

emosi anak usia dini lebih terperinci bernuansa atau terdeferensiasi,

(Patmonodewo, 2003). Setiap anak menunjukkan ekspresi yang berbeda

sepanjang perkembangannya. Pada awal perkembangan anak, mereka telah

menjalin hubungan timbal balik dengan orang yang mengasuhnya. Menurut

Beaty (1994) yang dikutip oleh Susanto (2011) dalam sebuah buku

“Perkembangan anak usia dini” mengemukakan bahwa, ada beberapa emosi

yang umum pada anak sebagai berikut : (a) kemarahan, terjadi saat keinginan

tidak terpenuhi; (b) kasih sayang, sesuatu yang sangat dibutuhkan anak setiap

saat; (c) cemburu apabila ada hal yang dilakukan anak lain melebihi apa yang

dia lakukan; (d) takut akan sesuatu yang baru; (e) sedih, yang disebabkan

hilangnya anggota keluarga, mainan, atau teman; dan (f) senang dan malu.

Perkembangan emosi yang muncul pada setiap anak pasti berbeda antara anak

yang satu dan anak yang lainnya. Ini disebabkan karena adanya faktor-faktor

yang mempengaruhinya. Menurut Hurlock (1978), sedikitnya ada dua faktor

yang mempengaruhi emosi anak, yaitu peran kematangan dan peran belajar.4

Rasa sakit dan perawatan gigi sering disamakan persepsi oleh pasien,

terkhusus pada masalah pertumbuhan gigi yang mengharuskan untuk dilakukan

pencabutan, penyakit periodontal yang menghendaki tindakan bedah, atau gigi

yang menghendaki perawatan saluran akar. 5 Sehingga penting pada setiap

2

Page 3: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

kunjungan untuk mengurangi dan mengontrol rasa sakit. Terdapat banyak

teknik dalam mengontrol rasa sakit untuk membantu anak menanggulangi

situasi seperti ini baik sebelum perawatan dan setelah perawatan. Teknik

tersebut meliputi penggunaan anastesi lokal atau obat anti sakit.6 Anastesi

lokal adalah menghilangkan sensasi rasa nyeri sementara dibagian tubuh yang

diperoleh dari aplikasi topikal atau agen injeksi tanpa menghilangkan tingkat

kesadaran. Pencegahan nyeri selama prosedur perawatan gigi dapat

memelihara hubungan pasien dan dokter gigi, membangun kepercayaan,

menghilangkan kecemasan dan ketakutan pasien, serta memberikan sikap

positif terhadap perawatan gigi, sehingga teknik tata cara anastesi perlu

dipertimbangkan sebagai pedoman dalam mengatur tingkah laku pasien anak

selama perawatan gigi.7

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah ada perbedaan rasa cemas anak terhadap penggunaan anastesi

topikal dan non topikal pada pencabutan gigi?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui perbedaan rasa cemas anak terhadap penggunaan

anastesi topikal dan non topikal pada pencabutan gigi

3

Page 4: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Memberikan gambaran mengenai perbedaan rasa cemas anak terhadap

penggunaan anestesi topikal dan non topikal pada pencabutan gigi sehingga

dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran gigi khususnya kedokteran

gigi anak serta dapat berguna dalam aplikasi secara klinis.

4

Page 5: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KECEMASAN

Kecemasan berasal dari kata cemas yang artinya khawatir, gelisah, dan

takut. Kecemasan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kekhawatiran atau

ketegangan yang berasal dari sumber yang tidak diketahui. Dalam hal ini

kecemasan pada anak dapat dimaksudkan sebagai rasa takut terhadap

perawatan gigi. Hal ini merupakan hambatan bagi dokter gigi.8 Kecemasan

juga dapat didefenisikan sebagai tanda psikologi yang tidak menyenangkan

atau tidak nyaman disertai tanda bahwa sesuatu yang tidak diinginkan akan

terjadi.9

Kecemasan atau rasa takut pada anak merupakan suatu keadaan yang

multifaktorial. Kecemasan terhadap perawatan gigi seringkali dinyatakan

dengan penolakan perawatan gigi atau ketakutan terhadap dokter gigi. Banyak

hal yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan atau rasa takut anak

terhadap perawatan gigi, antara lain : a) pengalaman negatif selama kunjungan

ke dokter gigi sebelumnya, b) kesan negatif dari perawatan gigi yang

didapatkan dari pengalaman keluarga atau temannya, c) perasaan yang asing

selama perawatan gigi misalnya penggunaan sarung tangan, masker, pelindu

5

Page 6: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

mata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

oleh karena keadaan kesehatan rongga mulut yang tidak baik, e) bunyi dari

alat – alat kedokteran gigi, misalnya bunyi bur, ultra skeler, dll, f) kecemasan

yang tidak diketahui penyebabnya.8 sehingga kecemasan memberikan efek

negatif terhadap prosedur perawatan yang akan dilakukan. Kecemasan dalam

praktek dokter gigi merupakan halangan yang sering mempengaruhi perilaku

pasien dalam perawatan. Kecemasan dapat menyebabkan pasien mengeluh

nyeri, walau tidak didapatkan adanya dasar patofisiologis, misalnya melakukan

preparasi gigi dengan pulpa non-vital, kadang pasien tetap mengeluh nyeri

walaupun telah dilakukan anestesi lokal. Situasi ini berhubungan erat dengan

ketakutan pasien terhadap perawatan dokter gigi, karena rasa nyeri memiliki

sifat subyektif, sehingga tidak dapat dibedakan antara nyeri karena alasan

psikologis dan nyeri karena reaksi jaringan, Karena pasien menganggap

keduanya sebagi rasa nyeri. Pasien yang tegang dan cemas lebih banyak

merasakan nyeri selama perawatan dibandingkan pasien yang rileks karena

kecemasan menciptakan harapan akan rasa nyeri, oleh karena itu pasien

dengan kecemasan yang datang untuk perawatan dengan ingatan akan rasa

nyeri yang sebelumnya pernah dialami cenderung membayangkan timbulnya

rasa nyeri selama perawatan, sehingga pasien tersebut menyaring secara

selektif setiap informasi sebelum perawatan memusatkan perhatian pada setiap

rangsangan yang menyerupai atau berhubungan dengan rasa nyeri. Kondisi

pasien yang diliputi kecemasan akan memperkuat rangsang nyeri yang

6

Page 7: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

diterimanya karena kecemasan menyebabkan zat penghambat rasa nyeri tidak

disekresikan.3 Oleh sebab itu, Dalam penanganan kecemasan pada anak, dokter

gigi memerlukan suatu pemahaman terhadap perkembangan anak dan rasa

takut yang berkaitan dengan usia, penanganan pada kunjungan pertama, dan

pendekatan selama perawatan.8

2.2 PERKEMBANGAN EMOSIONAL DAN KOGNITIF ANAK USIA 6-12

TAHUN

Perkembangan adalah perubahan mental yang berlangsung secara

bertahap dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan yang sederhana menjadi

kemampuan yang lebih sulit. Fase perkembangan dapat diartikan sebagai

penahapan atau babakan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai

ciri khusus atau pola tingkah laku tertentu.4

Fase perkembangan menurut Sumiati Ahmad yang dikutip oleh Susanto

(2011), membagi periodisasi biologis dan perkembangan emosional anak.

4,10Tahap I : mulai dari 0-1 tahun, disebut bayi. Sejak lahir, seorang individu

sudah memiliki kemampuan untuk merasakan dan memberi respon emosi

dalam bentuk tertarik pada sesuatu, merasa tertekan dan merasa jijik. Bayi

sudah bisa memberikan senyuman sosial sebagai bentuk ekpsresi emosi, pada

usia mulai 4-6 minggu. Emosi yang lain berkembang secara bertahap dan

ditunjukkan dengan semakin banyaknya respon ketika anak berkembang

seiring dengan waktu. Emosi marah, terkejut dan sedih mulai muncul pada usia

7

Page 8: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

3-4 bulan, dan anak mulai bisa merasakan takut pada usia antara 5 – 7 bulan.

Rasa malu mulai muncul pada usia 6-8 bulan, dan perasaan bersalah baru

muncul pada anak sekitar usia 1 tahun. Ketika anak belum bisa bicara, mereka

menggunakan emosi, khususnya senyuman dan tangisan untuk berkomunikasi.

Senyuman bayi mengkomunikasikan rasa senang dan nyaman kepada orang

tuanya, dan meningkatkan semakin banyaknya pernyataan cinta dan perhatian

yang disampaikan oleh orang tuanya. Sebaliknya, tangisan merupakan bentuk

komunikasi dari perasaan tertekan karena lapar, sakit atau marah.10 Tahap II :

mulai dari 1-6 tahun, disebut masa prasekolah. Secara emosional, anak usia

prasekolah sudah bisa merasakan cinta dan mempunyai kemampuan untuk

menjadi anak yang penuh kasih sayang, baik dan sangat menolong, dan pada

saat yang bersamaan bisa juga sangat egois dan agresif. Anak sudah bisa

merasakan dan menyadari jika ada anak lain yang sedih, merasa bersimpati dan

ingin menolong. Namun demikian, karena mereka belum bisa berpikir dari

sudut pandang orang lain, mereka belum bisa diharapkan untuk berempati.

Ketika anak semakin matang, mereka akan mampu untuk mengidentifikasi atau

mengenali perasaan mereka, dan menghubungkannya dengan kejadian atau

peristiwa yang spesifik. Anak usia 3 tahun bisa menceritakan perbedaan antara

reaksi senang dan sedih pada sebuah cerita, dan seiring dengan meningkatnya

kemampuan bahasa mereka, anak usia 4 dan 5 tahun sudah bisa menyampaikan

perasaan mereka pada orang lain. Anak usia ini sudah bisa mengekspresikan

emosi dasar dari rasa marah dan takut, baik dengan cara yang positif maupun

negatif. Marah sebagai bentuk pernyataan asertif, sebagai dasar dari cara anak

8

Page 9: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

mengembangkan kemampuan inisiatif, dan bisa mendorongnya kearah prestasi

dan penyelesaian masalah. Rasa takut, yang diekspresikan dalam bentuk

kecemasan yang ringan justru bisa menjadi sebuah motivator bagi mereka.

Marah juga bisa mereka ekspresikan dalam bentuk agresisivitas, biasanya hal

ini disebabkan karena mainan dan ruang bermain atau tempat untuk

bereksplorasi yang kurang, dan kecemburuan biasanya berkaitan dengan

persaingan antar saudara kandung. Anak prasekolah hanya mengekspresikan

satu emosi pada satu waktu, dan belum bisa memadukan emosi atau perasaan

dari hal-hal yang membingungkan. Karena itu, anak-anak ini menjadi bingung

dan sulit untuk membedakan emosi mereka, dan tidak tahu bagaimana cara

menyampaikan apa yang mengganggu atau apa yang mereka inginkan.10 Tahap

III : mulai dari 6-12 tahun, disebut masa sekolah. Perkembangan emosi anak

usia sekolah kurang lebih sama dengan anak usia prasekolah, namun karena

kemampuan kognitif mereka sudah lebih berkembang, hal ini memungkinkan

mereka untuk bisa mengekpresikan emosinya dengan lebih bervariasi, dan

terkadang bisa mengekpresikan secara bersamaan dua bentuk emosi yang

berbeda dan bahkan bertolak belakang, Cenderung aktif, lebih yakin dan ramah

dalam bergaul, tegas, tertarik dan senang dengan hal-hal yang baru, seperti :

keterampilan baru atau pelajaran baru. Menunjukkan ketegasan, dan jika diberi

kesempatan dapat menjadi bertahan (defensif) serta berbantah

(argumentatif).10,11 Perkembangan kemampuan kognitif mereka juga yang

membuat anak usia antara 6-8 tahun sudah mengetahui bahwa orang lain bisa

mempunyai perasaan dan pikiran berbeda mengenai suatu hal.10,12 Pada usia 8-

9

Page 10: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

10 tahun mereka bisa mempersepsikan mengenai apa yg orang lain pikir dan

rasakan, dan pada usia 12 tahun keatas mereka sudah mampu menganalisa dan

mengevaluasi cara mereka merasakan atau memikirkan sesuatu, begitu juga

orang lain, dan mereka sudah mulai bisa merasakan bentuk empati yang lebih

dalam. Pengetahuan mengenai benar atau salah dan perkembangan emosi

mengenai perasaan benar dan salah pada anak usia ini ditentukan oleh aturan

yang ada dalam keluarga, sekolah, masyarakat dan teman sebaya mereka.

Begitu anak-anak tumbuh dan berkembang, mereka semakin matang untuk

membentuk aturan dan nilai-nilai mereka sendiri dalam kerangka sosial dan

budaya yang lebih luas. Anak pada usia 6-7 tahun mengetahui adanya aturan,

dan menganggap hal tersebut tidak bisa diubah, dan mereka selalu memikirkan

mengenai hukuman yang akan mereka dapat jika mereka melanggar aturan.

Mulai usia 10 tahun keatas, mereka mulai bisa mempertimbangkan antara

tujuan tingkah laku dan konsekuensinya, mereka juga menyadari bahwa sebuah

tingkah laku bisa memiliki makna berbeda tergantung sudut pandangnya.

Mereka juga tahu bahwa aturan bisa diubah dan dikompromikan.10

Jean Piaget (1954) mengemukakan teori mengenai “Tahapan

Perkembangan Kognitif” yang membagi fase perkembangan anak menjadi 4

tahapan, yaitu: Sensory-motor Stage (0-2 tahun) yaitu keadaan dimana seorang

anak mulai menyadari keberadaan dirinya dan mulai melakukan suatu tindakan

secara terarah, tahap selanjutnya adalah Preoperative Stage (2-7 tahun), yaitu

fase diamana seorang anak mulai belajar menggunakan bahasa, kata-kata dan

mengenal gambar dan simbol. Pada tahap ini, sifat seorang anak masih

10

Page 11: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

egosentris. Tahap ketiga adalah Concrete Operasional Stage ( 7-11 tahun),

merupakan tahap diamana seorang anak mulai berpikir secara logis mengenai

benda-benda dan kejadian disekitarnya dan terkadang pemikirannya masih

bersifat konkrit atau harafiah. Formal Operational Stage, yaitu tahapan dimana

seorang anak dapat berpikir secara konkrit dan abstrak. Mereka mulai dapat

berpikir tentang masa depan, membuat hipotesis, dan sebagainya (11 tahun ke

atas). 4

2.3 PERTUMBUHAN GIGI ANAK USIA 6-12 TAHUN

Pertumbuhan gigi dimulai dengan munculnya gigi sulung sejak usia 6

bulan sampai 2 tahun. Gigi sulung ini akan digantikan oleh gigi tetap yang

tumbuh mulai usia 6-12 tahun.13 Saat anak berusia 6-7 tahun gigi sulung akan

tercabut untuk digantikan dengan gigi tetap. 14 Gigi tetap yang pertama muncul

dalam rongga mulut adalah gigi geraham tetap yang mulai muncul diusia

sekitar 6 tahun, gigi ini tidak menggantikan gigi sulung. 15 Dilanjutkan gigi seri

rahang bawah dan rahang atas sekitar usia 6-9 tahun, kemudian gigi geraham

kecil rahang bawah dan rahang atas pada usia 10-12 tahun, sedangkan gigi

taring tumbuh pada usia sekitar 9-12 tahun.14 Seperti pada gambar di bawah ini

terdapat gambaran urutan pertumbuhan gigi geligi tetap.

11

Page 12: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

Gambar 1.. Erupsi gigi tetap. Itjingningsih. Anatomi gigi. Jakarta : EGC. 1991.

2.4 ANESTESI LOKAL PADA ANAK

Umumnya hanya sedikit anak-anak yang menyukai untuk dilakukan

perawatan gigi, terutama bila perawatan tersebut mengharuskan dilakukan

anastesi. Namun sebenarnya hanya sedikit anak-anak menolak analgesia lokal

dalam perawatan gigi, bila analgesia digunakan secara tepat. Meskipun

anestesi lokal merupakan alat bantu dalam mendapat kerja sama pasien anak,

anestesi sebaiknya baru diberikan bila anak merasa sakit atau kurang nyaman.16

2.4.1 ANASTESI TOPIKAL :

Anastesi topikal yaitu pengolesan analgetik lokal diatas selaput

mukosa. Anestesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anestesi

tertentu pada daerah kulit maupun membran mukosa yang dapat

dipenetrasi untuk memblok ujung-ujung saraf superfisial. Semua agen

anestesi topikal sama efektifnya sewaktu digunakan pada mukosa dan

menganestesi dengan kedalaman 2-3 mm dari permukaan jaringan jika

digunakan dengan tepat. 17

Anastesi topikal tersedia dalam bentuk :

12

Page 13: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

1. Semprotan (spray form) yang mengandung agen anestesi lokal

tertentu dapat digunakan untuk tujuan ini karena aksinya berjalan

cukup cepat. Bahan aktif yang terkandung dalam larutan adalah

lignokain hidroklorida 10% dalam basis air yang dikeluarkan dalam

jumlah kecil kontainer aerosol. Penambahan berbagai rasa buah-

buahan dimaksudkan untuk membuat preparat tersebut lebih dapat

ditolerir oleh anak, namun sebenarnya dapat menimbulkan masalah

karena merangsang terjadinya salivasi berlebihan. Bila anestesi

dilakukan dengan menggunakan semprotan, larutan umumnya

dapat didistribusikan dengan lebih mudah dan efeknya akan lebih

luas daripada yang kita inginkan. Waktu timbulnya anastesi adalah

1 menit dan durasinya adalah sekitar 10 menit. 16

2. Salep yang mengandung lignokain hidroklorida 5% juga dapat

digunakan untuk tujuan yang sama, namun diperlukan waktu 3-4

menit untuk memberikan efek anastesi. Beberapa industri farmasi

bahkan menyertakan enzim hialuronidase dalam produknya dengan

harapan dapat membantu penetrasi agen anastesi lokal dalam

jaringan. Amethocaine dan benzocaine umumnya juga ditambahkan

dalam preparat ini. Salep sangat bermanfaat bila diaplikasikan

pada gingiva lunak sebelum pemberian tumpatan yang dalam. 16

3. Emulsi yang mengandung lignokain hidroklorida 2% juga dapat

digunakan. Emulsi ini akan sangat bermanfaat bila kita ingin

mencetak seluruh rongga mulut dari pasien yang sangat mudah

13

Page 14: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

mual. Sesendok teh emulsi dapat digunakan pasien untuk kumur-

kumur disekitar rongga mulut dan orofaring dan kemudian

dibiarkan satu sampai dua menit, sisanya diludahkan tepat sebelum

pencetakan. Emulsi ini juga dapat bermanfaat untuk mengurangi

rasa nyeri pascaoperatif seperti setelah gingivektomidan tidak

berbahaya bila tertelan secara tidak disengaja. 16

4. Etil klorida, disemprotkan pada kulit atau mukosa akan menguap

dengan cepat sehingga dapat menimbulkan anastesi melalui efek

pendinginan. Manfaat klinis hanya bila semprotan diarahkan pada

daerah terbatas dengan kapas atau cotton bud sampai timbul uap es.

Namun tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk

menghindari terstimulasinya pulpa gigi-gigi tetangga dan inhalasi

uap oleh pasien. Manfaat teknik ini memang terbatas tetapi kadang-

kadang dapat digunakan untuk mendapat anastesi permukaan

sebelum insisi dari abses fluktuan. 16-

2.4.1.1 Cara melakukan anastesi topikal adalah :

1. Membran mukosa dikeringkan untuk mencegah larutnya

bahan anastesi topikal. 17

2. Bahan anastesi topikal dioleskan melebihi area yang akan

disuntik ± 15 detik (tergantung petunjuk pabrik) kurang dari

waktu tersebut, obat tidak efektif.17

3. Anastesi topikal harus dipertahankan pada membran mukosa

minimal 2 menit, agar obat bekerja efektif. Salah satu

14

Page 15: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

kesalahan yang dibuat pada pemakaian anastesi topikal

adalah kegagalan operator untuk memberikan waktu yang

cukup bagi bahan anastesi topikal untuk menghasilkan efek

yang maksimum.17

2.4.2 ANASTESI INFILTRASI

Sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang

bawah, mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasinya pada anak cukup

dalam karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu kompak. 17 Anestesi

infiltrasi digunakan untuk menunjukkan tempat dalam jaringan dimana larutan

anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf yang berhubungan

dengan periosteum bukal dan labial. Pada anak, bidang alveolar labio-bukal

yan tipis umumnya banyak terdapat saluran vaskular dari pembuluh darah,

maka teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk mendapat efek

anestesi pada gigi-gigi susu atas dan bawah. Infiltrasi 0,5-1,0 ml larutan

anestesi lokal cukup untuk menganestesi pulpa dari kebanyakan gigi anak.

Penyuntikan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kesalahan

insersi jarum yang terlalu dalam ke jaringan.16

2.4.2.1 Cara melakukan Anastesi Infiltrasi

Kasa atau kapas steril diletakkan diantara jari dan

membran mukosa mulut, tarik pipi atau bibir serta membran

mukosa yang bergerak kearah bawah untuk rahang atas dan

15

Page 16: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

kearah atas untuk rahang bawah sehingga membran mukosa

menjadi tegang, untuk memperjelas daerah lipatan muk

mukobukal atau mukolingual. Aplikasikan terlebih dahulu

anestesi topikal jika diperlukan sebelum insersi jarum. Suntik

jaringan pada lipatan mukosa dengan bevel jarum mengarah ke

tulang dan sejajar bidang tulang. Setelah posisi jarum tepat,

lanjutkan insersi jarum menyelusuri periosteum sampai

ujungnya mencapai setinggi akar gigi lalu larutan dideposit.

Suntikan dengan perlahan-lahan agar memperkecil atau

mengurangi rasa sakit, anastesi akan berjalan dalam waktu lima

menit. 17

Gambar 2. Anastesi infiltrasi. Sjaril Nurdin. Penatalaksanaan Pemberian anastesi Lokal pada Gigi Anak. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2000.

2.4.2.2 Teknik Anastesi infiltrasi

1. Suntikan submukosa. Istilah ini diterapkan bila larutan

didepositkan tepat dibalik membran mukosa. Walaupun

cenderung tidak menimbulkan anastesi pada pulpa gigi,

16

Page 17: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

suntikan ini sering digunakan baik untuk menganastesi saraf

bukal panjang sebelum pencabutan molar bawah.16

2. Suntikan supraperiosteal. Pada beberapa daerah seperti

maksila, bidang kortikal bagian luar dari tulang alveolar

biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vaskular

yang kecil. Pada daerah-daerah ini bila larutan anastesi

didepositkan di luar periosteum, larutan akan terinfiltrasi

melalui periosteum, bidang kortikal, tulang dan medularis ke

serabut saraf.16

3. Suntikan subperiosteal. Pada teknik ini, larutan anastesi

didepositkan antara periosteum dibidang kortikal. Karena

struktur ini terikat erat suntikan tentu terasa sangat sakit.

Karena itu, suntikan ini hanya digunakan bilsa tidak ada

alternatif lain atau bila anastesi superfisial dapat diperoleh

dari suntikan supraperiosteal. 16

Gambar 3 Penyuntikan supraperiosteal. Howe L, Whitehead. Anestesi Lokal. 3rd Ed. 1990.

17

Page 18: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

4. Suntikan intraoseus. Seperti terlihat dari namanya, pada

teknik ini larutan didepositkan pada tulang medularis.

Larutan anastesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang

medularis dari tulang. Jumlah larutan tersebut biasanya cukup

untuk sebagian besar prosedur perawatan gigi. Teknik

suntikan intraoseus akan memberikan efek anatesi yang baik

disertai dengan gangguan sensasi jaringan lunak yang

minimal.16

Gambar 4 . Teknik intraoseus. Howe L, Whitehead. Anestesi Lokal. 3rd Ed. 1990.5. Suntikan intraseptal. Merupakan versi modifikasi dari teknik

intraoseus yang kadang-kadang digunakan bila anastesi yang

menyeluruh sulit diperoleh. Larutan didepositkan dengan

tekanan dan berjalan melalui tulang medularis serta jaringan

periodontal untuk memberi efek anastesi. Teknik ini hanya

dapat digunakan setelah diperoleh anastesi superfisial. 16

18

Page 19: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

6. Suntikan intraligamen atau ligamen periodontal. Teknik ini

menggunakan syringe konvensional yang pendek dan

lebarnya 27 gauge atau syringe yang didesain khusus untuk

tujuan tersebut, seperti Ligmaject, Rolon atau Peripress, yang

digunakan bersama jarum 30 gauge. 16

2.5 PENGUKURAN TINGKAT KECEMASAN

Kecemasan merupakan masalah yang menyebabkan anak sering

menolak untuk melakukan perawatan.1 Kecemasan dalam praktek dokter gigi

merupakan halangan yang sering mempengaruhi perilaku pasien dalam

perawatan, dapat menimbulkan sikap yang tidak kooperatif, memberikan efek

negatif terhadap prosedur perawatan yang akan dilakukan sehingga akan

menghambat proses perawatan gigi.2,8 Untuk mencegah terjadinya masalah

ini, sebaiknya digunakan teknik manajemen bagi anak-anak untuk

mengidentifikasi kecemasan dalam perawatan gigi pada usia sedini mungkin.

Untuk mengukur tingkat kecemasan, dapat digunakan macam

kuesioner, skala atau derajat dengan tingkat validitas dan reabilitas yang

berbeda-beda. Secara garis besar metode untuk mengukur derajat kecemasan

tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua. Metode pengukuran langsung,

yaitu dimana si anak diminta untuk mengisi secara langsung kuesioner yang

diberikan. Metode ini mempunyai kelemahan dapat menunjukkan hasil yang

bias karena kemungkinan anak tidak mengerti isi kuesioner atau ada perasaan

malus erta takut unyuk mengisi kuesioner secara jujur. Metode pengukuran

19

Page 20: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

tidak langsung, yaitu melalui pengamatan penelitian terhadap anak tersebut

atau melalui interview terhadap pihak ketiga (orang tua, dokter gigi anakyang

bersangkutan, atau orang-orang dalam lingkungan anak si anak). Pada

metode ini anak sama sekali tidak melakukan pengisian survey karena

pengisian survey langsung dilakukan oleh peneliti.1

Untuk menilai kecemasan dalam perawatan gigi, banyak teknik

pengukuran yang dapat digunakan. Dalam menilai kecemasan atau ketakutan

pada anak, dibedakan menjadi dua tipe teknik penilaian : teknik yang

berdasarkan observasi eaksi anak (misal penilaian perilaku dan psikologis)

dan teknik yang berdasar pada beberapa bentuk dari verbal-cognitive sel-

report (misal kuesioner).1 The Venham Picture Test (VPT). VPT merupakan

skala pengukuran tingkat kecemasan yang menggunakan teknik gambar

dalam menjawab dan terdiri dari delapan jenis yang menggambarkan situasi

atau keadaan dari kecemasan. Anak diwakili delapan pasang gambar anak

kecil yang memperlihatkan emosi yang bervariasi dan diminta untuk memilih

gambar yang mencerminkan emosi anak itu sendiri. Skor yang dihasilkan

dapat bervariasi dari 0 hingga 8. VPT juga dapat digunakan sebagai alat ukur

kecemasan situasional yang dapat memprediksi tingkah laku anak selama

perawatan, namun reabilitas VPT masih memerlukan studi lanjut.1, Face

Images Scale (FIS) merupakan skala pengukuran tingkat kecemasan yang

terdiri dari lima baris ekspresi wajah yang menggambarkan situasi atau

keadaan dari kecemasan, mulai dari ekspresi wajah sangat senang hingga

sangat tidak senang. Skala ini menunjukkan dari skor satu yaitu

20

Page 21: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

menunjukkan ekspresi yang paling positif (sangat senang) sampai skor lima

pada bagian wajah yang paling menunjukkan ekspresi negatif (sangat tidak

senang). FIS dapat digunakan untuk mengukur tinkat kecemasan anak karena

reliabilitas, stabilitas dan validitasnya cukup baik.1

Pada penelitian ini akan diamati perbedaan rasa cemas anak terhadap

penggunaan anestesi topikal dan non topikal pada pencabutan gigi dengan

menggunakan pendekatan ekspresi wajah yaitu skala pengukuran tingkat

kecemasan dengan menggunakan Face Image Scale.

Gambar 5. Facial Image Scale with image. scores, 1–5. Buchannan H, Niven H. Validation of a facial Image Scale to assess child dental anxiety. Int J Paediatr Dent. 200

2002

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 KERANGKA KONSEP

21

Page 22: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

3.2 HIPOTESIS

1. Terdapat perbedaan rasa cemas anak terhadap penggunaan anastesi topikal

dan non topikal pada pencabutan gigi.

22

Anak usia 6-12 tahun

Perkembangan emosional

Perkembangan kognitif

Perawatan gigi

(Pencabutan gigi)

Jenis anastesi Jenis kelamin Latar belakang mental Kunjungan ke

dokter gigi Lokasi rahang

(Rahang atas dan rahang bawah)

Regio rahang (anterior dan posterior)

Kecemasan

Page 23: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

2. Terdapat perbedaan rasa cemas anak normal dan anak keterbelakangan

mental terhadap penggunaan anastesi topikal dan non topikal pada

pencabutan gigi .

3.3 VARIABEL

1. Variabel Bebas : Penggunaan anestesi topikal dan non topikal pada

pencabutan gigi

2. Variabel Terikat : Rasa cemas anak

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik.

23

Page 24: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

4.2 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian dilakukan di klinik dan di SLB-D Yayasan Pembinaan Anak Cacat

(SLB-D YPAC), dengan study Cross-Sectional (Transversal)

4.3 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di klinik Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Hj.

Halimah Daeng Sikati (RSGMP) Tamalanrea dan di SLB-D YPAC, pada

Bulan Mei sampai Juli 2012.

4.4 SUBYEK PENELITIAN

Pada anak yang melakukan perawatan pencabutan gigi sulung pada anak usia

6-12 tahun.

4.5 DATA PENELITIAN

a. Jenis Data : Data Primer

b. Pengelolaan Data : Perhitungan menggunakan program SPSS 16,

c. Penyajian Data : Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi

4.6 DEFENISI OPERASIONAL

1. Pasien anak : Anak berusia 6-12 tahun yang melakukan pencabutan gigi

sulung.

2. Anestesi Topikal : Pengolesan atau penyemprotan analgesik lokal diatas

membran mukosa, menghilangkan sensasi rasa nyeri sementara, pencegahan

24

Page 25: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

nyeri selama prosedur perawatan gigi yang diperoleh dari aplikasi topikal

tanpa menghilangkan tingkat kesadaran. 17,18

3. Anestesi Non topikal : Anestesi yang dilakukan dengan teknik penyuntikan

larutan analgesik lokal pada jaringan lunak, sehingga menimbulkan efek

anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf.17

4. Rasa Cemas : Harapan negatif yang sering dikaitkan dengan pengalaman-

pengalaman traumatis sebelumnya, takut sakit, trauma dan persepsi dari

gagal atau perawatan gigi yang menyakitkan sebelumnya.

4.7 LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

1. Melakukan pemilihan subyek dengan cara Convenience Sampling dan

sesuai kriteria subyek penelitian

2. Mencatat data subyek penelitian : Jenis kelamin, usia, kunjungan ke dokter

gigi, dan latar belakang mental.

3. Mengamati pemberian anestesi pada pencabutan gigi, baik yang

menggunakan anestesi topikal dan non topikal

4. Mengamati ekspresi yang ditimbulkan saat pemberian anestesi

4.8 ALUR PENELITIAN

25

Pembuatan proposal

Penentuan populasi (subyek penelitian)

Page 26: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

BAB V

HASIL PENELITIAN

26

Pengambilan sampel penelitian di SLB-D YPAC

(anak keterbelakangan mental)

Pengambilan sampel penelitian di klinik RSGMP Tamalanrea

(anak normal)

Pengolahan data

Laporan hasil penelitian

Page 27: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

Dari penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional yang

dilakukan di klinik RSGMP Tamalanrea dan di SLB-D YPAC pada bulan Mei

hingga juli 2012 dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan rasa cemas anak

terhadap penggunaan anastesi topikal dan non topikal pada pencabutan gigi, didapat

data distribusi frekuensi subyek penelitian dengan berbagai tingkat kecemasan.

Subyek penelitian berumlah 45 anak yang terbagi atas 11 anak keterbelakangan

mental dan 34 sisanya adalah anak normal.

Rasa cemas pada penelitian ini diukur menggunakan Face Images Scale atau

FIS yang merupakan skala pengukuran berjenis likert untuk mengukur tingkat

kecemasan yang terdiri atas lima baris ekspresi wajah mulai dari ekspresi wajah

sangat senang (skor satu) hingga sangat tidak senang (skor lima). Anastesi topikal

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penggunaan etil klorida, sedangkan

anastesi non topikal dalam penelitian ini adalah penggunaan infiltrasi.

Hasil penelitian kemudian dikumpulkan dan akan dilakukan analisis dat

Tabel 1. Distribusi karakteristik sampel penelitian (N=45)Karakteristik subjek penelitian Frekuensi (n) Persen (%)Jenis kelamin

Laki-laki 23 51.1Perempuan 22 48.9

Latar belakang mentalAnak normal 34 75.6Anak berkebutuhan khusus 11 24.4

27

Page 28: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

AnastesiAnastesi topical 21 46.7Anastesi non topical 24 53.3

Riwayat ke dokter gigiPernah ke dokter gigi 18 40Belum pernah ke dokter gigi 27 60

Lokasi rahang yang dianastesiRahang atas 14 31.1Rahang bawah 31 68.9

Letak pemberian anastesiAnterior 15 33.3Posterior 30 66.7

Klasifikasi rasa cemas (FIS)Sangat senang 6 13.3Senang 0 0Biasa-biasa saja 16 35.6Tidak senang 11 24.4Sangat tidak senang 12 26.7

Tabel 1 menunjukkan distribusi karakteristik sampel penelitian yang secara

keseluruhan berjumlah 45 orang (100%). Hasil penelitian yang dijabarkan pada tabel

1 menunjukkan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak daripada perempuan, yaitu 23

laki-laki (51.1%) dan 22 perempuan (48.9%). Selain itu, sampel juga terbagi dalam

dua latar belakang mental, yaitu anak normal, yang berjumlah 34 orang (75.6%), dan

anak yang berkebutuhan khusus, yang berjumlah 11 orang (24.4%). Penggunaan

anastesi dibagi dalam dua kelompok seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu

anastesi topikal dan anastesi non topikal, dengan jumlah 21 topikal (46.7%) dan 24

non-topikal (53.3%). Selain itu, terdapat dua kelompok anak dengan riwayat ke

dokter gigi, yaitu kelompok anak yang pernah ke dokter gigi dan kelompok anak

yang belum pernah sama sekali ke dokter gigi. Kelompok anak yang pernah ke

dokter gigi lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok anak yang belum pernah

sama sekali ke dokter gigi, yaitu 27 orang (53.3%) anak yang belum pernah ke

dokter gigi dan 18 orang (40%) anak yang pernah ke dokter gigi.

28

Page 29: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

Adapun, dari segi lokasi rahang yang dianastesi, terbagi atas rahang atas dan

rahang bawah. Rahang yang paling banyak dianastesi adalah rahang bawah dengan

jumlah 31 orang (68.9%), sedangkan rahang atas hanya 14 orang (31.1%).

Berdasarkan letak pemberian anastesi, pada daerah posterior lebih banyak dari

daerah anterior, dengan jumlah 30 penggunaan anastesi pada bagian posterior

(66.7%), dan 15 penggunaan anastesi pada bagian anterior (33.3%). Hasil jawaban

kuesioner FIS diklasifikasikan menjadi lima kategori tingkat rasa cemas, yaitu sangat

senang, senang, biasa-biasa saja, tidak senang, dan sangat tidak senang. Kategori rasa

cemas yang paling tinggi adalah kategori biasa-biasa saja dengan jumlah 16 anak

(35.6%), yang diikuti dengan kategori sangat tidak senang yang berjumlah 12 anak

(26.7%). Tidak terdapat seorang anak pun pada kategori senang dan hanya enam

orang (13.3%) yang berada pada kategori sangat senang.

Tabel 2. Distribusi penggunaan anastesi berdasarkan karakteristik subjek

Karakteristik subjek penelitian Penggunaan Anastesi TotalTopikal Non-topikalJenis kelamin

Laki-laki 10 (47.6%) 13 (54.2%) 23 (51.1%)Perempuan 11 (52.4%) 11 (45.8%) 22 (48.9%)

Latar belakang mentalAnak normal 20 (95.2%) 10 (41.7%) 11 (24.4%)Anak berkebutuhan khusus 1 (4.8%) 14 (58.3%) 34 (75.6%)

Riwayat ke dokter gigiPernah ke dokter gigi 8 (38.1%) 10 (41.7%) 18 (40%)Belum pernah ke dokter gigi 13 (61.9%) 14 (58.3%) 27 (60%)

Lokasi rahang yang dianastesiRahang atas 6 (28.6%) 8 (33.3%) 14 (31.1%)Rahang bawah 15 (71.4%) 16 (66.7%) 31 (68.9%)

Letak pemberian anastesiAnterior 9 (42.9%) 6 (25%) 15 (33.3%)Posterior 12 (57.1%) 18 (75%) 30 (66.7%)

Klasifikasi rasa cemas (FIS)Sangat senang 1 (4.8%) 5 (20.8%) 6 (13.3%)Senang 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)Biasa-biasa saja 9 (42.9%) 7 (29.2%) 16 (35.6%)

29

Page 30: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

Tidak senang 5 (23.8%) 6 (25%) 11 (24.4%)Sangat tidak senang 6 (28.6%) 6 (25%) 12 (26.7%)

Total 21 (46.7%) 24 (53.3%) 45 (100%)

Tabel 2 menunjukkan distribusi penggunaan anastesi berdasarkan

karakteristik subjek penelitian. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih banyak

diberi anastesi topikal (11 anak), sedangkan laki-laki lebih banyak diberi anastesi

non topikal (13 anak). Dari segi latar belakang mental anak tersebut, ternyata anak

normal lebih banyak diberi anastesi topikal (20 anak) dibandingkan anak

berkebutuhan khusus, di mana penggunaan anastesi non-topikal lebih banyak

digunakan (14 anak). Adapun, berdasarkan riwayat ke dokter gigi, anak-anak yang

pernah ke dokter gigi lebih memilih diberikan anastesi non-topikal, yaitu dengan

jumlah 10 orang (41.7%). Pada kelompok anak yang belum pernah ke dokter gigi,

hanya berbeda satu orang pada pemberian anastesi. Lokasi rahang yang berikan

anastesi baik topikal maupun non-topikal yang paling banyak adalah rahang bawah.

Dari segi letak pemberian anastesi, baik topikal maupun non-topikal, yang paling

banyak adalah pada daerah posterior. Berdasarkan klasifikasi rasa cemas, anak-anak

sangat senang diberikan anastesi non-topikal dibandingkan topikal, yaitu 5 orang

(20.8%) untuk non-topikal dan 1 orang untuk topikal (4.8%). Pada kategori sangat

tidak senang, jumlah penggunaan anastesinya seimbang.

Tabel 3. Perbedaan nilai rasa cemas berdasarkan karakteristik subjek

Karakteristik subjek penelitian Usia Nilai rasa cemas (FIS)Mean ± SD Mean ± SD p-value

Jenis kelaminLaki-laki 9.17 ± 1.74 3.57 ± 1.30 0.774*Perempuan 9.27 ± 1.38 3.45 ± 1.26

Latar belakang mentalAnak normal 8.82 ± 1.19 3.35 ± 1.32 0.145*Anak berkebutuhan khusus 10.45 ± 1.96 4.00 ± 1.00

30

Page 31: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

AnastesiAnastesi topikal 8.57 ± 1.24 3.71 ± 1.05 0.778*Anastesi non topikal 9.79 ± 1.61 3.33 ± 1.43

Riwayat ke dokter gigiPernah ke dokter gigi 9.11 ± 1.18 3.44 ± 1.33 0.322*Belum pernah ke dokter gigi 9.30 ± 1.79 3.56 ± 1.25

Lokasi rahang yang dianastesiRahang atas 9.43 ± 1.50 3.07 ± 1.59 0.120*Rahang bawah 9.13 ± 1.60 3.71 ± 1.07

Letak pemberian anastesiAnterior 8.87 ± 1.40 3.40 ± 1.35 0.684*Posterior 9.40 ± 1.63 3.57 ± 1.25

Total 9.22 ± 1.56 3.51 ± 1.27*Independent sample t-test: p>0.05; not significant

Pada tabel 3 terlihat perbedaan nilai rasa cemas berdasarkan karakteristik

subjek penelitian yang terdiri atas jenis kelamin, latar belakang mental, penggunaan

anastesi, riwayat ke dokter gigi, lokasi rahang yang dianastesi, dan daerah pemberian

anastesi. Nilai rasa cemas diukur berdasarkan Face Imaging Scale (FIS). Pada jenis

kelamin, ternyata nilai rasa cemas laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

Adapun, anak-anak yang berkebutuhan khusus memiliki rasa cemas yang lebih tinggi

dibandingkan anak yang normal. Dari segi pemberian anastesi, anastesi topikal

ternyata menimbulkan rasa cemas yang lebih tinggi dibandingkan anastesi non-

topikal. Berdasarkan riwayat ke dokter gigi, terlihat jelas bahwa anak-anak yang

belum pernah ke dokter gigi memiliki rasa cemas yang lebih tinggi. Lokasi rahang

bawah dan letak pemberian anastesi pada daerah posterior menimbulkan kecemasan

yang lebih besar. Tabel 3 juga menunjukkan hasil uji statistik independent sampel t-

test, dan dari hasil uji ini terlihat nilai p untuk semua karakteristik subjek, termasuk

penggunaan anastesi, menunjukkan p>0.05, yang berarti tidak terdapat perbedaan

rasa cemas yang signifikan antara karakteristik subjek.

Tabel 4. Perbedaan rasa cemas antara anastesi berdasarkan lokasi rahang

31

Page 32: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

Lokasi Rahang Penggunaan Anastesi Nilai rasa cemas (FIS)Mean ± SD p-value

MaksilaAnastesi topical 3.33 ± 1.506 0.614*Anastesi non topikal 2.88 ± 1.727Total 3.07 ± 1.59

MandibulaAnastesi topical 3.87 ± 0.834 0.439*Anastesi non topikal 3.56 ± 1.263Total 3.71 ± 1.07

*Independent sample t-test: p>0.05; not significant

Tabel 4 menunjukkan perbedaan rasa cemas antara penggunaan anastesi dari

segi lokasi rahang. Pada tabel 4 ini, sampel telah dikelompokkan menjadi dua bagian,

yaitu lokasi pemberian anastesi pada maksila dan mandibula. Dari setiap kelompok,

akan dibedakan rasa cemas berdasarkan penggunaan anastesinya. Terlihat pada tabel

4, pada lokasi rahang maksila yang dianastesi, penggunaan anastesi topikal

menimbulkan rasa cemas yang lebih tinggi dibandingkan anastesi non topikal. Akan

tetapi, hasil uji beda statistik menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan rasa cemas

yang signifikan antara anastesi topikal dan non-topikal pada rahang maksila. Pada

rahang mandibula yang dianastesi, penggunaan anastesi topikal tetap menimbulkan

rasa cemas yang lebih tinggi dibandingkan anastesi non-topikal. Akan tetapi, sejalan

dengan hasil pada rahang maksila, hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan

rasa cemas tersebut tidak signifikan.

Tabel 5. Perbedaan rasa cemas antara anastesi berdasarkan lokasi rahang

Letak Anastesi Anastesi Nilai rasa cemas (FIS)Mean ± SD p-value

AnteriorAnastesi topical 3.89 ± 1.054 0.086*Anastesi non topikal 2.67 ± 1.506Total 3.40 ± 1.35

PosteriorAnastesi topical 3.58 ± 1.084 0.954*Anastesi non topical 3.56 ± 1.381Total 3.57 ± 1.25

32

Page 33: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

*Independent sample t-test: p>0.05; not significant

Bila pada tabel 4, kelompok sampel dibagi dalam lokasi rahang yang

dianastesi, maka pada tabel 5, kelompok sampel dibagi berdasarkan daerah yang

dianastesi, yaitu pada daerah anterior dan daerah posterior. Terlihat pada tabel 5 hal

yang serupa dengan tabel 4, yaitu baik pada daerah anastesi anterior maupun

posterior, rasa kecemasan pada anak yang diberi anastesi topikal lebih tinggi

dibandingkan pada anak yang diberikan anastesi non-topikal. Pada daerah anastesi

anterior, nilai kecemasan anastesi topikal mencapai 3.89 dan pada daerah anastesi

posterior, nilai kecemasan anastesi topikal mencapai 3.58. Akan tetapi, hasil uji

statistik, baik pada daerah anastesi anterior maupun posterior, menunjukkan tidak

terdapat perbedaan yang signifikan.

BAB VI

PEMBAHASAN

Rasa cemas pada penelitian ini diukur menggunakan Face Images Scale atau

FIS yang merupakan skala pengukuran berjenis likert untuk mengukur tingkat

33

Page 34: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

kecemasan yang terdiri atas lima baris ekspresi wajah mulai dari ekspresi wajah

sangat senang (skor satu) hingga sangat tidak senang (skor lima). Menurut

Buchannan (2002), FIS dipakai untuk menilai prevalensi kecemasan anak dalam

perawatan gigi pada anak-anak di Inggris, FIS juga telah diusulkan sebagai skala

pengukuran yang stabilitas serta validitas yang cukup baik.1

Penelitian ini mengambil anak usia 6-12 tahun sebagai subyek penelitian

dengan pertimbangan bahwa anak pada usia ini mengalami erupsi gigi permanen dan

memperlihatkan kuantitas serta kualitas pengalaman perawatan gigi yang

berpengaruh terhadap tingkat kecemasan.

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan penggunaan

anastesi topikal dan non topikal pada pencabutan gigi baik berdasarkan usia, jenis

kelamin maupun berdasarkan latar belakang mental menunjukkan perbedaan, tetapi

tidak signifikan. Hal ini juga ditunjukkan dari penelitian di Inggris oleh Buchannan

(2002) dan Rantavuori (2002) di Finland yang meneliti tentang kecemasan dengan

tujuan perawatan gigi, 1,19 sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Amin dan

Hamila (2004) yang menyebutkan bahwa jenis kelamin secara signifikan tidak

berpengaruh terhadap tingkat kecemasan.

Menurut penelitian Liddell dan Murray (1989) yang menyebutkan bahwa

anak yang pernah mendapatkan pengalaman dalam perawatan gigi sebelumnya

cenderung tidak begitu cemas dibandingkan dengan anak yang sebelumnya belum

pernah sama sekali mengalami pengalaman perawatan ke dokter gigi.20 Hal ini

34

Page 35: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

dikuatkan dengan pengamatan Locker dan Liddell (1999) yang mengemukakan

bahwa terdapat status kecemasan perawatan gigi dan pengalaman negatif misalnya

rasa sakit.21 Dari hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda

dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Sedangkan penelitian yang

berkaitan dengan lokasi rahang yang dianastesi ternyata terdapat perbedaan yang

bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zwain (2006) di

Baghdag.23

Kelemahan yang terdapat pada penelitian ini adalah tidak disertai dengan

pemeriksaan secara fisiologis (misalnya tekanan darah, denyut nadi).

BAB VII

PENUTUP

7.1 SIMPULAN

35

Page 36: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

1. Pada jenis kelamin, nilai rasa cemas laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan. Anak-anak yang berkebutuhan khusus memiliki rasa cemas

yang lebih tinggi dibandingkan anak yang normal. Dari segi pemberian

anastesi, anastesi topikal ternyata menimbulkan rasa cemas yang lebih

tinggi dibandingkan anastesi non-topikal, berdasarkan riwayat ke dokter

gigi, terlihat jelas bahwa anak-anak yang belum pernah ke dokter gigi

memiliki rasa cemas yang lebih tinggi. Lokasi rahang bawah dan letak

pemberian anastesi pada daerah posterior menimbulkan kecemasan yang

lebih besar. Dari hasil uji antara karakteristik subjek tersebut tidak terdapat

perbedaan rasa cemas yang signifikan.

2. Penggunaan anastesi topikal pada lokasi rahang maksila menimbulkan rasa

cemas yang lebih tinggi dibandingkan anastesi non topikal. Akan tetapi,

hasil uji beda statistik menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan rasa

cemas yang signifikan antara anastesi topikal dan non-topikal pada rahang

maksila. Pada rahang mandibula yang dianastesi, penggunaan anastesi

topikal tetap menimbulkan rasa cemas yang lebih tinggi dibandingkan

anastesi non-topika

Akan tetapi, sejalan dengan hasil pada rahang maksila, hasil uji statistik

menunjukkan bahwa perbedaan rasa cemas tersebut tidak signifikan.

36

Page 37: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

3. Pada daerah anastesi anterior maupun posterior, rasa kecemasan pada anak

yang diberi anastesi topikal lebih tinggi dibandingkan pada anak yang

diberikan anastesi non-topikal. Akan tetapi, hasil uji statistik, baik pada

daerah anastesi anterior maupun posterior, menunjukkan tidak terdapat

perbedaan yang signifikan.

7.2 SARAN

1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan subyek yang lebih

banyak.

2. Penelitian ini belum memberikan hasil yang maksimal sehingga diperlukan

penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode dan pengolahan sampel

yang lebih baik.

3. Cara menentukan ekspresi ditentukan oleh sampel untuk menunjukkan hasil

yang lebih objektif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buchannan H, Niven H. Validation of a facial Image Scale to assess child dental anxiety. Int J Paediatr Dent. 2002;12:47-52.

2. Prasetyo EP. Peran musik sebagai fasilitas dalam praktek dokter untuk mengurangi kecemasan pasien. Majalah Kedokteran Gigi. 2005;38;41-44.

37

Page 38: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

3. Nicolas E, Bessadet M, Collado V, Carrasco P, Roger L. Factor affecting dental fear in french children aged 5-12 years. Int J Paediatr Dent. 2010;20;366-373.

4. Susanto A. Perkembangan anak usia dini. Ed.I. Jakarta : Kencana. 2011.

5. Bahl R. Local anesthesia in Dentistry. American Dental Society of Anesthesiology. 2004; 138-142.

6. McDonald, Avery, Dean. Dentistry for the Child and Adolescent. 8 th ed. Washington : The c.v Mosby Company; 1988.

7. Council on Clinical Affairs. Guideline on Use of local Anesthesia for Pediatric Dental Patients. American Academy of Pediatric Dentistry. 2009;11-12.

8. Soeparmin, Surjaya, Tyas. Peranan musik dalam mengurangi kecemasan anak selama perawatan gigi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

9. Biltucci, RDH, MA. Fear and anxiety in dental environment. [Monograph on the internet]. [cited 20 Dec 2011]. Available from: URL: http://www.rdhmag.com/index/display/article-display/4669445151/articles/rdh/volume-31/issue-7/features/fear-and-anxiety-in-the-dental-environm,ent.html..

10. Sholihat N. Memahami Perkembangan dan Masalah Emosi Anak. [Monograph on the internet]. [cited 20 Oct 2012]. Available from: URL: http://www.Memahami/Perkembangan/dan/Masalah/Emosi/Anak/c2/AB/Neni/Sholihat/world.html

11. Rachman, Nugraha. Perkembangan sosial dan emosional Anak usia dini. .[Monograph on the internet]. [cited 20 Oct 2012]. Available from: URL: http://www.Perkembangan-sosial-dan-emosional-anak-usia-dini.html.

12. Oesterreich L. Age and Stage six through eight years old. [Monograph on the internet]. [cited 20 Dec 2011]. Available from: URL: http://www.capitalhealth.ca/nr/rdonlyres/e55gswjsufs35y4ok2iq5k33qyftfoscb5d45yuj3eihddmfidfhf2gp3glacy2wtdmm66lmvafnif5elcjnsup3oe/6normalchilddevelopment.pdf

38

Page 39: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

13. Evy. Pertumbuhan gigi geligi. [Monograph on the internet]. [cited 20 Oct 2012]. Available from: URL: http://www.PERTUMBUHAN%20GIGI%20GELIGI%20%C2%AB%20SENYUM%20itu%20SEHAT.html.

14. Artikel Kesehatan Anak. Pertumbuhan Gigi Balita. [Monograph on the internet]. [cited 20 Oct 2012]. Available from: URL: http://www.pertumbuhan-gigi-balita.html.

15. Itjingningsih. Anatomi gigi. Jakarta : EGC. 1991

16. Howe L, Whitehead. Anestesi Lokal. 3th Ed. Ahli bahasa : Lilian Yuwono. Butterworth-heinermann (Oxford). 1990.

17. Anastesi Lokal Pada Anak. [internet] Available from URL: http://www.scribd.com/doc/76682421/Anestesi-lokal-pada-anak-makalah]. diakses 20 Desember 2011.

18. Ogston. R, Harty. F.J. Kamus Kedokteran Gigi. Alih bahasa : Narlan Sumawinata. Jakarta : EGC. 1995.

19. Rantavuori. K. Aspects and Determinants of Children’s Dental Fear. University of Oulu, Finland. 2008

20. Murray. P,Liddell. A, et.al. A Longitudinal Study of Contribution of Dental Experience to Dental Anxiety in Children between 9 and 12 years of age. Journal of Behaviour Medicine. 1989;12(3);309-320.

21. Liddell. A, Murray. P. Age and sex differency in Children’s reports of Dental Anxiety and Self-Eficacy Relating to Dental Visits. Journal Behaviour science. 1989;21(3):207-9

22. Amin. HE, Hamila. NAAA. Dental Anxiety and Its Relationship to Dental and Non Dental Background variables among 6-12 Years Old Pedodontic Patients. Egyptian Dental Journal. 2004;50:851-63.

39

Page 40: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

23. Zwain. A. Local Anasthetic Quality in Pedodontic Department. J. Bagh Coll Dentistry. 2006;18(2);96-8.

40

Page 41: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3285... · Web view repository.unhas.ac.idmata oleh dokter gigi, takut jarum suntik, dll, d) merasa diejek atau disalahkan

LAMPIRAN-LAMPIRAN

41