9lilik Unsil(3).PDF

8
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4 Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 20 PENURUNAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PAPARAN IKLAN SUSU FORMULA Oleh : Lilik Hidayanti 1 1 Staff Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi Tasikmalaya Abstrak Pemerintah dari dulu lewat rumah bersalin sudah mengkampanyekan pemberian ASI Eksklusif bahkan program pemerintah ASI Eksklusif juga telah banyak mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli akan masa depan generasi bangsa. Akan tetapi setelah merebaknya susu formula rasa-rasanya program ASI Ekslusif yang dikampanyekan pemerintah seperti hanya omong kosong semata, pasalnya banyak sekali produsen susu formula untuk bayi telah membuat susu formula pengganti ASI. Penyebab meningkatnya penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI antara lain dikarenakan gencarnya pemasaran produk susu formula, bahkan promosi dilakukan secara berlebihan hingga melanggar The International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes yang dikeluarkan WHO pada tahun 1981, selanjutnya disebut KODE WHO. Penelitian lain yang dilakukan Arifin Siregar (2004) menyatakan bahwa kecenderungan menurunnya pelaksanaan pemberian ASI di kota-kota besar yang diakibatkan oleh gencarnya promosi iklan susu kaleng atau susu formula. Penelitian Amiruddin (2006) tentang Promosi Susu Formula menunjukkan bahwa promosi susu formula dapat menghambat pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 6-11 bulan di Kelurahan Pabaeng-baeng Makasar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilik Hidayanti dan Nur Lina (2010) di kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa paparan iklan susu formula berdampak sebesar 4 % untuk menurunkan status pemberian ASI secara eksklusif. Kesimpulan yang dihasilkan adalah pentingnya peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada bayi agar mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi, gizi buruk dan peningkatan kecerdasan anak sehingga bisa diperoleh generasi mendatang yang handal. Iklan susu formula yang berlebihan ternyata terbukti menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, disarankan agar Pemerintah menerapkan kebijakan yang tegas mengenai aturan pemasangan ilkan susu formula. Kata Kunci : ASI Eksklusif, Susu Formula, Iklan Abstract The Government of the first maternity home has been campaigning through exclusive breast feeding Exclusive breastfeeding even government programs also have a lot of support from all parties who are concerned about the future generation. But after the outbreak of infant formula milk flavor-taste exclusive program that organized government as mere nonsense, the article of so many manufacturers of formula milk for babies has made infant formula milk substitute. The cause of the increased use of infant formula as breast milk substitutes among others due to the vigorous marketing of infant formula products, promotions and even carried to excess to violate the International Code of Marketing of Substitutes issued by WHO in 1981, hereinafter referred to as CODE WHO. Another study conducted Arifin Siregar (2004) states that the trend decline in the implementation of breast feeding in large cities caused by the incessant ad campaign canned milk or formula. Amiruddin Research (2006) about Formula Milk Promotion shows that the promotion of formula milk can prevent exclusive breast feeding in infants 6-11 months in Sub-baeng Pabaeng Napier. Results of research conducted by Lilik Hidayanti and Nur Lina (2010) in the town of Tasikmalaya indicate that exposure to advertising of formula milk affects 4% to lower the status of exclusive breastfeeding. The resulting conclusion is the importance of exclusive breastfeeding to the baby so they can avoid the various infectious diseases, malnutrition and increased intelligence of children so that future generations can be obtained are reliable. Ads excessive infant formula proved to be one cause of the decline in exclusive breastfeeding. Therefore, it is suggested that the Government implement a firm policy on the installation ilkan rule formula. Keywords: Exclusive breastfeeding, Infant Formula, Commercials

Transcript of 9lilik Unsil(3).PDF

Page 1: 9lilik Unsil(3).PDF

© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 20

PENURUNAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PAPARAN IKLAN SUSU FORMULA

Oleh :

Lilik Hidayanti1

1Staff Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi Tasikmalaya

Abstrak Pemerintah dari dulu lewat rumah bersalin sudah mengkampanyekan pemberian ASI Eksklusif bahkan program pemerintah ASI Eksklusif juga telah banyak mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli akan masa depan generasi bangsa. Akan tetapi setelah merebaknya susu formula rasa-rasanya program ASI Ekslusif yang dikampanyekan pemerintah seperti hanya omong kosong semata, pasalnya banyak sekali produsen susu formula untuk bayi telah membuat susu formula pengganti ASI. Penyebab meningkatnya penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI antara lain dikarenakan gencarnya pemasaran produk susu formula, bahkan promosi dilakukan secara berlebihan hingga melanggar The International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes yang dikeluarkan WHO pada tahun 1981, selanjutnya disebut KODE WHO. Penelitian lain yang dilakukan Arifin Siregar (2004) menyatakan bahwa kecenderungan menurunnya pelaksanaan pemberian ASI di kota-kota besar yang diakibatkan oleh gencarnya promosi iklan susu kaleng atau susu formula. Penelitian Amiruddin (2006) tentang Promosi Susu Formula menunjukkan bahwa promosi susu formula dapat menghambat pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 6-11 bulan di Kelurahan Pabaeng-baeng Makasar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilik Hidayanti dan Nur Lina (2010) di kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa paparan iklan susu formula berdampak sebesar 4 % untuk menurunkan status pemberian ASI secara eksklusif. Kesimpulan yang dihasilkan adalah pentingnya peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada bayi agar mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi, gizi buruk dan peningkatan kecerdasan anak sehingga bisa diperoleh generasi mendatang yang handal. Iklan susu formula yang berlebihan ternyata terbukti menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, disarankan agar Pemerintah menerapkan kebijakan yang tegas mengenai aturan pemasangan ilkan susu formula. Kata Kunci : ASI Eksklusif, Susu Formula, Iklan

Abstract The Government of the first maternity home has been campaigning through exclusive breast feeding Exclusive breastfeeding even government programs also have a lot of support from all parties who are concerned about the future generation. But after the outbreak of infant formula milk flavor-taste exclusive program that organized government as mere nonsense, the article of so many manufacturers of formula milk for babies has made infant formula milk substitute. The cause of the increased use of infant formula as breast milk substitutes among others due to the vigorous marketing of infant formula products, promotions and even carried to excess to violate the International Code of Marketing of Substitutes issued by WHO in 1981, hereinafter referred to as CODE WHO. Another study conducted Arifin Siregar (2004) states that the trend decline in the implementation of breast feeding in large cities caused by the incessant ad campaign canned milk or formula. Amiruddin Research (2006) about Formula Milk Promotion shows that the promotion of formula milk can prevent exclusive breast feeding in infants 6-11 months in Sub-baeng Pabaeng Napier. Results of research conducted by Lilik Hidayanti and Nur Lina (2010) in the town of Tasikmalaya indicate that exposure to advertising of formula milk affects 4% to lower the status of exclusive breastfeeding. The resulting conclusion is the importance of exclusive breastfeeding to the baby so they can avoid the various infectious diseases, malnutrition and increased intelligence of children so that future generations can be obtained are reliable. Ads excessive infant formula proved to be one cause of the decline in exclusive breastfeeding. Therefore, it is suggested that the Government implement a firm policy on the installation ilkan rule formula. Keywords: Exclusive breastfeeding, Infant Formula, Commercials

Page 2: 9lilik Unsil(3).PDF

© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 21

PENDAHULUAN

Satu issue yang paling baru dari WHO yakni Global Strategy on Infant Young Chil Feeding

yang secara khusus menyebutkan bahwa kebijakan pemberian ASI eksklusif bagi bayi sampai usia

enam bulan serta pemberian ASI yang diteruskan hingga anak berusia dua tahun atau lebih

(http://www.health.com,20 Agustus 2004). Dewasa ini berbagai cara telah dilakukan untuk mengungkit

naiknya pemberian ASI terutama ASI eksklusif, namun meski pun mulai banyak ibu-ibu yang

kesadaran akan pemberian ASI-nya meningkat, tapi para ibu sering kali masih ragu dan tergoda

menggunakan susu formula. Penurunan pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu hal yang

diduga menjadi penyebab masih tingginya kejadian infeksi terutama diare yang akhirnya menurunkan

status gizi anak menjadi lebih buruk. Bayi yang menetek pada ibunya sampai umur 6 bulan jarang

sekali terkena diare, namun apabila bayi pada umur tersebut diberikan susu botol/formula, kadang-

kadang dapat terkena diare (husaini & husaini, 2001)

Data dari UNICEF menunjukkan bahwa di Indonesia sebanyak 30.000 bayi meninggal dunia

dan 10 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahunnya yang disebabkan karena infeksi dan gizi

buruk. Masalah tersebut dapat dicegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak tanggal

kelahirannya. Penelitian ilmiah terbaru dari UNICEF juga menyebutkan bahwa terungkap data bayi

yang diberi susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama

kelahirannya. Peluang itu 25 kali lebih tinggi dari bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif

(UNICEF, 2006). Pengaruh modernisasi dan pemasaran iklan susu formula merupakan salah

menyebabkan penurunan penggunaan ASI eksklusif oleh ibu menyusui.

DETERMINAN PEMILIHAN SUSU FORMULA

Memberikan ASI eksklusif kepada bayi sampai dengan usia 6 bulan dan diteruskan sampai usia

2 tahun dapat menjamin kesehatan dan status gizi yang optimal pada bayi karena ASI mengandung

antibodi yang dapat melindungi anak dari penyakit infeksi dan DHA yang dapat mengoptimalkan

kecerdasan anak . Selain itu, ASI juga terjamin kebersihannya sehingga anak dapat terhindar dari

kejadian diare (Soetjiningsih, 1997). Walaupun telah diketahui begitu banyak manfaat yang dapat

diperoleh dengan memberikan ASI, namun memang disadari ada beberapa hal yang menyebabkan

seorang ibu tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya karena alas an medis sehingga memberikan

penganti ASI (PASI) kepada bayinya (Nadesul, 2000). Faktor ini antara lain karena ibu sakit, ASI tidak

keluar, ibu telah kembali bekerja, alasan estetika dan gaya hidup, serta merepotkan. Penganti ASI

yang sering diberikan untuk bayi di bawah umur 6 bulan adalah susu formula yang lebih dikenal

dengan istilah formula awal. Di samping itu ada beberapa faktor yang juga dapat menghambat

pengeluaran ASI dan menghamabat reflex oksitoksin, antara lain : ibu dalam keadaan bingung, kacau,

marah, atau sedih; ibu terlalu khawatir ASI-nya tidak akan cukup untuk kebutuhan bayi; rasa sakit

pada saat menyusui, sehingga membuat ibu takut untuk menyusui lagi, ada rasa malu untuk

Page 3: 9lilik Unsil(3).PDF

© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 22

menyusui, dan tidak adanya dukungan dan perhatian dari keluarga terhadap ibu dan bayinya (Roesli,

2001)

ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi dan anak. Tetapi akan menjadi masalah bila anak

tidak dapat mengkonsumsi ASI dengan cukup karena beberapa kondisi. Penggunaan PASI (Pengganti

ASI), seperti susu formula, menjadi alternatif yang dapat digunakan. Sayang, tak semudah itu

mengganti ASI dengan susu formula. Orang tua sering dihadapkan pada masalah pemilihan jenis susu

formula yang tepat dan baik untuk bayi. Masalah ini diperumit dengan semakin banyaknya jenis susu

formula yang beredar di pasaran dan informasi tentang pemilihan jenis susu yang didapatkan, baik dari

dokter, sales promotion di supermarket, iklan, brosur, atau dari pengalaman ibu lainnya. Informasi

yang beragam ini dapat membingungkan orang tua, karena sering sangat berbeda dan berlawanan.

Prinsip pemilihan susu yang tepat dan baik untuk anak adalah susu sesuai dan bisa diterima

sistem tubuh anak. Pertimbangan utama pemilihan susu bukan terletak pada susu apa yang disukai

anak. Meskipun susu tersebut disukai anak, tetapi bila menimbulkan banyak gangguan fungsi dan

sistem tubuh maka akan menimbulkan banyak masalah kesehatan bagi anak. Semua susu formula

yang beredar di Indonesia dan di dunia harus sesuai dengan Standar RDA (Recommendation Dietary

Allowance). Standar RDA untuk susu formula bayi adalah jumlah energi, vitamin, dan mineral harus

sesuai dengan kebutuhan bayi untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Dengan kata lain,

apapun merk susu formula sesuai usia anak selama tidak menimbulkan gangguan fungsi tubuh adalah

susu yang terbaik untuk anak tersebut.

Pengaruh ketidakcocokan anak terhadap suatu susu formula bisa disebabkan karena reaksi

simpang makanan, reaksi alergi, atau reaksi nonalergi. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala

menyangkut banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi. Alergi

terhadap susu formula yang mengandung protein susu sapi merupakan suatu keadaan dimana

seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap protein dalam susu sapi.

Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi sehingga gejala-

gejala reaksi alergi pun akan muncul. Reaksi non alergi atau reaksi simpang makanan yang tidak

melibatkan mekanisme sistem imun dikenal sebagai intoleransi. Intoleransi ini bisa terjadi karena

ketidakcocokan beberapa kandungan didalam susu formula/kandungan protein susu sapi (kasein),

laktosa, gluten, zat warna, aroma rasa (vanila, coklat, strawberi, madu dll), komposisi lemak, dan

kandungan DHA.

Akan tetapi penngunaan susu formula merupakan alternative terakhir yang seharusnya dipilih

oleh seorang ibu apabila dia benar-benar tidak bisa menyusui bayinya, dan bukan karena alas an yang

diada-adakan. Perlu diketahui bahwa kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai dua tahun merupakan

hal yang sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan

cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini yang akan menjadi penerus

bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti

Page 4: 9lilik Unsil(3).PDF

© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 23

memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan

mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Nadesul, 2000). Oleh karena pemberian ASI

sangat penting bagi tumbuh kembang bayi yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya.

(Soetjiningsih, 1997)).

Penelitian yang dilakukan oleh Jumli, Lilik Hidayanti, dan Nur Lina (2010) juga menunjukkan

bahwa sebagian besar responden (78%) di Kota Tasikmalaya menggunakan susu formula untuk

anaknya. Seorang ibu perlu mempertimbangkan dengan baik dalam pemilihan susu formula awal

karena akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi serta kesehatan bayi.

Pertimbangan ini antara lain didasarkan pada pilihan susu formula awal yang humanized milk, atau

susu formula yang komposisi dan jumlah kandungan zat gizinya telah dibuat mendekati komposisi ASI,

serta diberi tambahan zat gizi yang berfungsi untuk meningkatkan kecerdasan seperti AA dan DHA,

zat-zat non gizi yang dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh bayi seperti laktoferin, serta

zat yang dapat membantu pencernaan bayi seperti FOS. Alasan yang lain adalah faktor harga dari

susu formula, kepercayaan terhadap merk tertentu, kecocokan pada anak serta kemudahan dalam

mendapatkan produk susu formula.

Penelitian Maesaroh (2003), juga menyebutkan bahwa ada berbagai determinan dapat

mempengaruhi seseorang memilih susu formula awal untuk bayinya antara lain adalah faktor budaya

dan kelas sosial; faktor pribadi seperti keluarga dan situasi; Faktor individu antara lain sumber daya

konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap dan kepribadian, gaya hidup serta

demografi. Selain itu faktor merk (Brand) juga memegang peranan penting dalam pengambilan

keputusan dalam pemilihan susu formula. Penelitian Lilik Hidayanti (2010) menunjukkan bahwa

karakteristik responden yang terbukti merupakan faktor risiko dalam penentuan kriteria pemilihan susu

formula adalah pekerjaan dan pendidikan ibu.

IKLAN SUSU FORMULA

Pemerintah dari dulu lewat rumah bersalin sudah mengkampanyekan pemberian ASI Eksklusif

bahkan program pemerintah ASI Eksklusif juga telah banyak mendapat dukungan dari semua pihak

yang peduli akan masa depan generasi bangsa. Akan tetapi setelah merebaknya susu formula rasa-

rasanya program ASI Ekslusif yang dikampanyekan pemerintah seperti hanya omong kosong semata,

pasalnya banyak sekali produsen susu formula untuk bayi telah membuat susu formula pengganti ASI.

Penyebab meningkatnya penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI antara lain dikarenakan

gencarnya pemasaran produk susu formula, bahkan promosi dilakukan secara berlebihan hingga

melanggar The International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes yang dikeluarkan WHO pada

tahun 1981, selanjutnya disebut KODE WHO.

Pelanggaran tersebut antara lain berupa penawaran produk susu formula lewat telepon

kepada ibu yang baru melahirkan. Pasal 5.5 Kode WHO secara jelas menyebutkan bahwa “Personil

Page 5: 9lilik Unsil(3).PDF

© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 24

pemasaran, dalam kapasitas bisnisnya, harusnya tidak melakukan kontak langsung atau tidak

langsung dalam bentuk apapun juga dengan perempuan hamil atau dengan ibu dari bayi atau anak

(balita).” Selain berpromosi langsung, berikut beberapa larangan pemasaran susu formula / pengganti

ASI oleh Kode WHO dalam memasarkan produknya:1. Dilarang mengiklankan susu formula dan

produk lain kepada masyarakat, 2. Dilarang memberikan sampel gratis kepada ibu-ibu, 3. Dilarang

promosi susu formula di sarana pelayanan kesehatan 4. Staf perusahaan tidak diperkenankan

memberikan nasihat tentang susu formula kepada ibu-ibu, 4. Dilarang memberikan hadiah atau

sampel kepada petugas kesehatan, 5. Dilarang membuat gambar bayi atau gambar lainnya yang

mengidealkan susu formula pada label produk, 6. Informasi kepada petugas kesehatan harus bersifat

faktual dan ilmiah, 7. Informasi tentang susu formula, termasuk pada label, harus menjelaskan

keuntungan menyusui dan biaya serta bahaya pemberian susu buatan, 8. Penjelasan tentang

penggunaan susu formula hanya dibolehkan untuk beberapa ibu yang betul-betul memerlukannya.

Di negara-negara lain, susu formula hanya boleh dijual di farmasi, bahkan di beberapa negara

tertentu pembelian susu formula harus menggunakan resep. Susu formula diberikan sebagai obat

rujukan apabila bayi berada pada kondisi tertentu. Penerapan kode etik pemasaran produk di

Indonesia harus secepatnya dilakukan. Karena menurut penelitian UNICEF, Indonesia merupakan

salah satu negara yang angka pemberian ASI eksklusifnya sangat rendah. Pelanggaran kode etik

pemasaran produk khususnya susu formula sangat luar biasa, yaitu terjadi semua media, menembus

jajaran petugas kesehatan, dan langsung ke konsumen. Untuk melawan iklan penggunaan susu

formula oleh perusahaan susu formula memang sulit. Promosi pentingnya pemberian ASI kalah jauh

dengan iklan susu formula buatan pabrik (http://www.health.com,20 Agustus 2004 ).

Berdasarkan hasil penelitian Setyowati (1998) promosi pemberian ASI eksklusif perlu

ditingkatkan, karena berdasarkan hasil penelitian praktek pemberian ASI di wilayah Jabotabek ternyata

70,4% responden tidak pernah mendengar istilah ASI eksklusif. Disebutkan juga bahwa responden

menyatakan tidak yakin bila bayinya dapat bertahan hidup dengan memberikan ASI eksklusif saja

sebagai makanan bayi selama 4-6 bulan. Penelitian lain yang dilakukan Arifin Siregar (2004)

menyatakan bahwa kecenderungan menurunnya pelaksanaan pemberian ASI di kota-kota besar yang

diakibatkan oleh gencarnya promosi iklan susu kaleng atau susu formula. Penelitian Amiruddin (2006)

tentang Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 6-11 bulan di

Kelurahan Pabaeng-baeng Makasar menunjukan bahwa ada hubungan antara promosi susu formula

dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan. Cakupan pemberian ASI eksklusif hanya 9,3%

cakupan ini masih sangat jauh dari standar nasional yang telah ditetapkan yaitu 80%. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Lilik Hidayanti dan Nur Lina (2010) di kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa

paparan iklan susu formula berdampak sebesar 4 % untuk menurunkan status pemberian ASI secara

eksklusif

Page 6: 9lilik Unsil(3).PDF

© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 25

Produksi susu formula merupakan bisnis perdagangan yang sangat besar dan menggiurkan.

Setiap hari kita disuguhi promosi susu formula yang demikian gencar. Semua produsen susu

berlomba-loba mengangkat isu kecerdasan dengan mengandalkan AA, DHA, Spingomielin dan

sebagainya. Karena promosi “susu kecerdasan” ini sangat gencar, banyak orangtua menolak bila susu

anaknya tidak mengandung AA dan DHA. Penambahan AA, DHA, Spingomielin pada susu formula

sebenarnya tidak merupakan pertimbangan utama pemilihan susu yang terbaik. Banyak hasil

penelitian yang masih bertolak belakang dalam menyikapi pendapat tersebut. Beberapa penelitian

menunjukkan pemberian AA dan DHA pada penderita prematur lebih bermanfaat. Sedangkan

pemberian pada bayi cukup bulan (bukan prematur) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna

mempengaruhi kecerdasan. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan pemberian AA dan DHA

hanya pada bayi prematur saja (Medicastore, 2010).

Menurut Roesli (2008), gempuran produk susu formula yang tidak hanya merambah

masyarakat, tapi juga menyelinap di sentra-sentra pelayanan kesehatan. Roesli (2008), juga

menyebutkan bahwa ia tidak menampik, terkadang ada cara-cara pemasaran yang tidak etis yang

dilakukan produsen susu. Keuntungan produsen, memang tergantung dari bagaimana pemasaran

sebuah produk. Sebagai gambaran dengan memperpanjang masa ASI ekslusif dari 4 bulan menjadi 6

bulan, industri susu di Amerika akan mengalami kerugian sekitar US$ 1 milyar. Namun, apabila susu

formula diberikan makan ini juga merupakan pilihan yang salah dan akan membawa dampak jangka

panjang bagi seorang anak yang saat ini tidak mengerti apapun, yang bahkan tidak bisa menentukan

apapun untuk hidupnya. Menurut Roesli dalam Kompas (2011) penjualan susu formula mencapai 11

milyar dollar AS setiap tahunnya. Hal ini merupakan jumlah yang sangat besar dan menggiurkan bagi

produsen susu.

KEBIJAKAN PELARANGAN IKLAN SUSU FORMULA

kebijakan terbaru pemerintah melalui Menteri kesehatan mulai tahun depan akan melarang iklan

susu formula secara menyeluruh, mulai dari media massa hingga rumah bersalin. Iklan yang dilarang

adalah susu formula untuk bayi berusia satu tahun ke bawah. Menurut Menkes, larangan iklan susu

formula itu masuk dalam rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penggunanaan Air Susu Ibu (ASI).

Saat ini, aturan RPP tersebut masih dibahas diantara kementerian lain yang ditargetkan akan selesai

pada tahun 2011.

Larangan iklan susu formula bagi bayi satu tahun ke bawah tersebut untuk mendorong

pemberian ASI eksklusif. Pihak yang dilarang mengiklankan susu formula tersebut di antaranya media

massa, dokter, bidan, perawat, serta rumah bersalin. Untuk memastikan ibu melahirkan memberi ASI

ketika masih di rumah sakit, pemerintah akan melakukan inspeksi mendadak dan akan memberikan

sanksi bagi rumah sakit yang melanggar berupa sanksi administrative. Adapun sanksi bagi produsen

susu belum ada peraturan yang jelas dari Kementrian Kesehatan. Namun diperkirakan karena

Page 7: 9lilik Unsil(3).PDF

© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 26

produsen susu formula pada umumnya adalah perusahaan internasional yang menyatakan mau

bekerja sama dengan kebijakan baru tersebut.

Susu formula banyak diminati masyarakat karena cenderung praktis. Sedangkan penggunaan

ASI kerap dianggap terlalu merepotkan. Namun, kendati sesibuk apapun wanita atau ibu hendaknya

tetap memprioritaskan pemberian ASI untuk anaknya dari pada susu formula. Ini karena ASI memiliki

banyak keunggulan, di antaranya adalah meningkatkan imun atau ketahanan tubuh bayi dari berbagai

jenis penyakit dan mampu meningkatkan kecerdasan IQ anak. Guna meningkatkan pemberian ASI

bagi anak, maka Menteri KPP dan PA menerbitkan peraturan No 3 Tahun 2010 tentang Penerapan

Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui. Sepuluh langkah itu adalah pertama sarana

pelayanan kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan peningkatan pemberian ASI tertulis yang secara

rutin dikomunikasikan kepada semua petugas. Kedua, melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal

pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Ketiga, menjelaskan kepada

semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan,

masa bayi sampai umur dua tahun termasuk mengatasi kesulitan menyusui.

Keempat, membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang

dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu

sadar. Kelima, membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan

menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis. Keenam, tidak memberikan makanan atau

minuman apabila apapun selain ASI kepada bayi baru lahir. Ketujuh, melaksanakan rawat gabung

dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari. Kedelapan, membantu ibu menyusui semau

bayi, tanpa pembatasan terhadap lama da frekuensi menyusui. Kesembilan, tidak memberikan dot

atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI. Kesepuluh, mengupayakan terbentuknya kelompok

pendukung ASI dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari RS/SPK. Melalui

penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, diharapkan tingginya penggunaan susu

formula dapat direduksi sehingga dapat mengurangi angka kematian balita karena gizi buruk (AIMI,

2010).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dihasilkan adalah pentingnya peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada bayi agar

mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi, gizi buruk dan peningkatan kecerdasan anak

sehingga bisa diperoleh generasi mendatang yang handal. Iklan susu formula yang berlebihan

ternyata terbukti menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan pemberian ASI eksklusif. Oleh

karena itu, disarankan agar Pemerintah menerapkan kebijakan yang tegas mengenai aturan

pemasangan ilkan susu formula .

DAFTAR PUSTAKA AIMI, Ulasan poling pelanggaran marketing susu formula. / http://aimi-asi.org

Page 8: 9lilik Unsil(3).PDF

© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4

Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 27

Amiruddin, Ridwan (2007). Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada bayi 6–11 bulan. (http://ridwanamiruddin.wordpress.com. Diakses tanggal 8 juni 2007).

Diakses tanggal 8 Juni 2007. Hendrawan Nadesul, Makanan Sehat Untuk Bayi, Puspa Swara, 2000 http://www.health.com,20 Agustus 2004 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0302/25/utama/2011 Husaini, Husaini, Makanan Bayi Bergizi, UGM, 2000 Jumli, Lilik Hidayanti, dan Nur Lina, Studi Beberapa Karakteristik Keluarga dalam Penggunaan Susu

Formula untuk Balita di Kota Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia, FKM UNSIL, ISSN 1693-9654 Vol 6 No 1 Maret 2010

Lilik Hidayanti dan Nur Lina, Dampak Paparan Iklan terhadap Status Pemberian ASI Eksklusif Jurnal

Kesehatan Komunitas Indonesia, FKM UNSIL, ISSN 1693-9654 Vol. 6 No. 2, September 2010 Lilik Hidayanti, Karakteristik Keluarga dalam penentuan Kriteria Pemilihan Susu Formula untuk Balita

di Kota Tasikmalaya, Prosiding Seminar Nasional “Membangun Masyarakat Sehat, Produktif dan Sejahtera : tantangan dan Strategi Pencapaiannya” ISBN : 978-602-96943-0-7, 19 Mei 2010

Oetami Roesli, Anugerah Tuhan yang Terabaikan, Prominensia, Edisi Agustus 2008 (Vol 8 no 1) Oetami Roesli, Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif, Elex Media Komputindo, 2001 Roesli, Utami (2001). Mengenal ASI Eksklusif . Jakarta : Trubus Agriwidya. Setyowati, T. dkk, (1998). Pemberian ASI dan Pemberian Minuman/Makanan pada Bayi. Buletin

Penelitian Kesehatan, No. 26. Siregar, Arifin (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu melahirkan.

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin.pdf. Siti Maesaroh, Analisis Prilaku Konsumen dalam pemilihan susu formuladi Rumah Sakit Ibu dan Anak

Hermina Jatinegara, (Tesis) Program Studi Magister Manajemen Agribisnis, Program Pasca Sarjana IPB Bogor, 2003

Soetjiningsih (1997). ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Soetjiningsih, ASI petunjuk untuk Tenaga Kesehatan, EGC, 1997

Sumber: http://www.medicastore.com/asi_susuformula/,2010

UNICEF, (2006). Kesehatan Ibu dan Anak. Pernyataan UNICEF : ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia. (http://isti19cantix.wordpress.com/2007/06/28/asi-eksklusif-tekan-angka-kematian-bayi/ Diakses tanggal 16 Juli 2007).