9lilik Unsil(3).PDF
-
Upload
dewa-ab-raj -
Category
Documents
-
view
37 -
download
0
Transcript of 9lilik Unsil(3).PDF
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 20
PENURUNAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PAPARAN IKLAN SUSU FORMULA
Oleh :
Lilik Hidayanti1
1Staff Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Abstrak Pemerintah dari dulu lewat rumah bersalin sudah mengkampanyekan pemberian ASI Eksklusif bahkan program pemerintah ASI Eksklusif juga telah banyak mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli akan masa depan generasi bangsa. Akan tetapi setelah merebaknya susu formula rasa-rasanya program ASI Ekslusif yang dikampanyekan pemerintah seperti hanya omong kosong semata, pasalnya banyak sekali produsen susu formula untuk bayi telah membuat susu formula pengganti ASI. Penyebab meningkatnya penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI antara lain dikarenakan gencarnya pemasaran produk susu formula, bahkan promosi dilakukan secara berlebihan hingga melanggar The International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes yang dikeluarkan WHO pada tahun 1981, selanjutnya disebut KODE WHO. Penelitian lain yang dilakukan Arifin Siregar (2004) menyatakan bahwa kecenderungan menurunnya pelaksanaan pemberian ASI di kota-kota besar yang diakibatkan oleh gencarnya promosi iklan susu kaleng atau susu formula. Penelitian Amiruddin (2006) tentang Promosi Susu Formula menunjukkan bahwa promosi susu formula dapat menghambat pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 6-11 bulan di Kelurahan Pabaeng-baeng Makasar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilik Hidayanti dan Nur Lina (2010) di kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa paparan iklan susu formula berdampak sebesar 4 % untuk menurunkan status pemberian ASI secara eksklusif. Kesimpulan yang dihasilkan adalah pentingnya peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada bayi agar mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi, gizi buruk dan peningkatan kecerdasan anak sehingga bisa diperoleh generasi mendatang yang handal. Iklan susu formula yang berlebihan ternyata terbukti menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, disarankan agar Pemerintah menerapkan kebijakan yang tegas mengenai aturan pemasangan ilkan susu formula. Kata Kunci : ASI Eksklusif, Susu Formula, Iklan
Abstract The Government of the first maternity home has been campaigning through exclusive breast feeding Exclusive breastfeeding even government programs also have a lot of support from all parties who are concerned about the future generation. But after the outbreak of infant formula milk flavor-taste exclusive program that organized government as mere nonsense, the article of so many manufacturers of formula milk for babies has made infant formula milk substitute. The cause of the increased use of infant formula as breast milk substitutes among others due to the vigorous marketing of infant formula products, promotions and even carried to excess to violate the International Code of Marketing of Substitutes issued by WHO in 1981, hereinafter referred to as CODE WHO. Another study conducted Arifin Siregar (2004) states that the trend decline in the implementation of breast feeding in large cities caused by the incessant ad campaign canned milk or formula. Amiruddin Research (2006) about Formula Milk Promotion shows that the promotion of formula milk can prevent exclusive breast feeding in infants 6-11 months in Sub-baeng Pabaeng Napier. Results of research conducted by Lilik Hidayanti and Nur Lina (2010) in the town of Tasikmalaya indicate that exposure to advertising of formula milk affects 4% to lower the status of exclusive breastfeeding. The resulting conclusion is the importance of exclusive breastfeeding to the baby so they can avoid the various infectious diseases, malnutrition and increased intelligence of children so that future generations can be obtained are reliable. Ads excessive infant formula proved to be one cause of the decline in exclusive breastfeeding. Therefore, it is suggested that the Government implement a firm policy on the installation ilkan rule formula. Keywords: Exclusive breastfeeding, Infant Formula, Commercials
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 21
PENDAHULUAN
Satu issue yang paling baru dari WHO yakni Global Strategy on Infant Young Chil Feeding
yang secara khusus menyebutkan bahwa kebijakan pemberian ASI eksklusif bagi bayi sampai usia
enam bulan serta pemberian ASI yang diteruskan hingga anak berusia dua tahun atau lebih
(http://www.health.com,20 Agustus 2004). Dewasa ini berbagai cara telah dilakukan untuk mengungkit
naiknya pemberian ASI terutama ASI eksklusif, namun meski pun mulai banyak ibu-ibu yang
kesadaran akan pemberian ASI-nya meningkat, tapi para ibu sering kali masih ragu dan tergoda
menggunakan susu formula. Penurunan pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu hal yang
diduga menjadi penyebab masih tingginya kejadian infeksi terutama diare yang akhirnya menurunkan
status gizi anak menjadi lebih buruk. Bayi yang menetek pada ibunya sampai umur 6 bulan jarang
sekali terkena diare, namun apabila bayi pada umur tersebut diberikan susu botol/formula, kadang-
kadang dapat terkena diare (husaini & husaini, 2001)
Data dari UNICEF menunjukkan bahwa di Indonesia sebanyak 30.000 bayi meninggal dunia
dan 10 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahunnya yang disebabkan karena infeksi dan gizi
buruk. Masalah tersebut dapat dicegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak tanggal
kelahirannya. Penelitian ilmiah terbaru dari UNICEF juga menyebutkan bahwa terungkap data bayi
yang diberi susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama
kelahirannya. Peluang itu 25 kali lebih tinggi dari bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif
(UNICEF, 2006). Pengaruh modernisasi dan pemasaran iklan susu formula merupakan salah
menyebabkan penurunan penggunaan ASI eksklusif oleh ibu menyusui.
DETERMINAN PEMILIHAN SUSU FORMULA
Memberikan ASI eksklusif kepada bayi sampai dengan usia 6 bulan dan diteruskan sampai usia
2 tahun dapat menjamin kesehatan dan status gizi yang optimal pada bayi karena ASI mengandung
antibodi yang dapat melindungi anak dari penyakit infeksi dan DHA yang dapat mengoptimalkan
kecerdasan anak . Selain itu, ASI juga terjamin kebersihannya sehingga anak dapat terhindar dari
kejadian diare (Soetjiningsih, 1997). Walaupun telah diketahui begitu banyak manfaat yang dapat
diperoleh dengan memberikan ASI, namun memang disadari ada beberapa hal yang menyebabkan
seorang ibu tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya karena alas an medis sehingga memberikan
penganti ASI (PASI) kepada bayinya (Nadesul, 2000). Faktor ini antara lain karena ibu sakit, ASI tidak
keluar, ibu telah kembali bekerja, alasan estetika dan gaya hidup, serta merepotkan. Penganti ASI
yang sering diberikan untuk bayi di bawah umur 6 bulan adalah susu formula yang lebih dikenal
dengan istilah formula awal. Di samping itu ada beberapa faktor yang juga dapat menghambat
pengeluaran ASI dan menghamabat reflex oksitoksin, antara lain : ibu dalam keadaan bingung, kacau,
marah, atau sedih; ibu terlalu khawatir ASI-nya tidak akan cukup untuk kebutuhan bayi; rasa sakit
pada saat menyusui, sehingga membuat ibu takut untuk menyusui lagi, ada rasa malu untuk
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 22
menyusui, dan tidak adanya dukungan dan perhatian dari keluarga terhadap ibu dan bayinya (Roesli,
2001)
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi dan anak. Tetapi akan menjadi masalah bila anak
tidak dapat mengkonsumsi ASI dengan cukup karena beberapa kondisi. Penggunaan PASI (Pengganti
ASI), seperti susu formula, menjadi alternatif yang dapat digunakan. Sayang, tak semudah itu
mengganti ASI dengan susu formula. Orang tua sering dihadapkan pada masalah pemilihan jenis susu
formula yang tepat dan baik untuk bayi. Masalah ini diperumit dengan semakin banyaknya jenis susu
formula yang beredar di pasaran dan informasi tentang pemilihan jenis susu yang didapatkan, baik dari
dokter, sales promotion di supermarket, iklan, brosur, atau dari pengalaman ibu lainnya. Informasi
yang beragam ini dapat membingungkan orang tua, karena sering sangat berbeda dan berlawanan.
Prinsip pemilihan susu yang tepat dan baik untuk anak adalah susu sesuai dan bisa diterima
sistem tubuh anak. Pertimbangan utama pemilihan susu bukan terletak pada susu apa yang disukai
anak. Meskipun susu tersebut disukai anak, tetapi bila menimbulkan banyak gangguan fungsi dan
sistem tubuh maka akan menimbulkan banyak masalah kesehatan bagi anak. Semua susu formula
yang beredar di Indonesia dan di dunia harus sesuai dengan Standar RDA (Recommendation Dietary
Allowance). Standar RDA untuk susu formula bayi adalah jumlah energi, vitamin, dan mineral harus
sesuai dengan kebutuhan bayi untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Dengan kata lain,
apapun merk susu formula sesuai usia anak selama tidak menimbulkan gangguan fungsi tubuh adalah
susu yang terbaik untuk anak tersebut.
Pengaruh ketidakcocokan anak terhadap suatu susu formula bisa disebabkan karena reaksi
simpang makanan, reaksi alergi, atau reaksi nonalergi. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala
menyangkut banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi. Alergi
terhadap susu formula yang mengandung protein susu sapi merupakan suatu keadaan dimana
seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap protein dalam susu sapi.
Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi sehingga gejala-
gejala reaksi alergi pun akan muncul. Reaksi non alergi atau reaksi simpang makanan yang tidak
melibatkan mekanisme sistem imun dikenal sebagai intoleransi. Intoleransi ini bisa terjadi karena
ketidakcocokan beberapa kandungan didalam susu formula/kandungan protein susu sapi (kasein),
laktosa, gluten, zat warna, aroma rasa (vanila, coklat, strawberi, madu dll), komposisi lemak, dan
kandungan DHA.
Akan tetapi penngunaan susu formula merupakan alternative terakhir yang seharusnya dipilih
oleh seorang ibu apabila dia benar-benar tidak bisa menyusui bayinya, dan bukan karena alas an yang
diada-adakan. Perlu diketahui bahwa kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai dua tahun merupakan
hal yang sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan
cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini yang akan menjadi penerus
bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 23
memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan
mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Nadesul, 2000). Oleh karena pemberian ASI
sangat penting bagi tumbuh kembang bayi yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya.
(Soetjiningsih, 1997)).
Penelitian yang dilakukan oleh Jumli, Lilik Hidayanti, dan Nur Lina (2010) juga menunjukkan
bahwa sebagian besar responden (78%) di Kota Tasikmalaya menggunakan susu formula untuk
anaknya. Seorang ibu perlu mempertimbangkan dengan baik dalam pemilihan susu formula awal
karena akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi serta kesehatan bayi.
Pertimbangan ini antara lain didasarkan pada pilihan susu formula awal yang humanized milk, atau
susu formula yang komposisi dan jumlah kandungan zat gizinya telah dibuat mendekati komposisi ASI,
serta diberi tambahan zat gizi yang berfungsi untuk meningkatkan kecerdasan seperti AA dan DHA,
zat-zat non gizi yang dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh bayi seperti laktoferin, serta
zat yang dapat membantu pencernaan bayi seperti FOS. Alasan yang lain adalah faktor harga dari
susu formula, kepercayaan terhadap merk tertentu, kecocokan pada anak serta kemudahan dalam
mendapatkan produk susu formula.
Penelitian Maesaroh (2003), juga menyebutkan bahwa ada berbagai determinan dapat
mempengaruhi seseorang memilih susu formula awal untuk bayinya antara lain adalah faktor budaya
dan kelas sosial; faktor pribadi seperti keluarga dan situasi; Faktor individu antara lain sumber daya
konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap dan kepribadian, gaya hidup serta
demografi. Selain itu faktor merk (Brand) juga memegang peranan penting dalam pengambilan
keputusan dalam pemilihan susu formula. Penelitian Lilik Hidayanti (2010) menunjukkan bahwa
karakteristik responden yang terbukti merupakan faktor risiko dalam penentuan kriteria pemilihan susu
formula adalah pekerjaan dan pendidikan ibu.
IKLAN SUSU FORMULA
Pemerintah dari dulu lewat rumah bersalin sudah mengkampanyekan pemberian ASI Eksklusif
bahkan program pemerintah ASI Eksklusif juga telah banyak mendapat dukungan dari semua pihak
yang peduli akan masa depan generasi bangsa. Akan tetapi setelah merebaknya susu formula rasa-
rasanya program ASI Ekslusif yang dikampanyekan pemerintah seperti hanya omong kosong semata,
pasalnya banyak sekali produsen susu formula untuk bayi telah membuat susu formula pengganti ASI.
Penyebab meningkatnya penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI antara lain dikarenakan
gencarnya pemasaran produk susu formula, bahkan promosi dilakukan secara berlebihan hingga
melanggar The International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes yang dikeluarkan WHO pada
tahun 1981, selanjutnya disebut KODE WHO.
Pelanggaran tersebut antara lain berupa penawaran produk susu formula lewat telepon
kepada ibu yang baru melahirkan. Pasal 5.5 Kode WHO secara jelas menyebutkan bahwa “Personil
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 24
pemasaran, dalam kapasitas bisnisnya, harusnya tidak melakukan kontak langsung atau tidak
langsung dalam bentuk apapun juga dengan perempuan hamil atau dengan ibu dari bayi atau anak
(balita).” Selain berpromosi langsung, berikut beberapa larangan pemasaran susu formula / pengganti
ASI oleh Kode WHO dalam memasarkan produknya:1. Dilarang mengiklankan susu formula dan
produk lain kepada masyarakat, 2. Dilarang memberikan sampel gratis kepada ibu-ibu, 3. Dilarang
promosi susu formula di sarana pelayanan kesehatan 4. Staf perusahaan tidak diperkenankan
memberikan nasihat tentang susu formula kepada ibu-ibu, 4. Dilarang memberikan hadiah atau
sampel kepada petugas kesehatan, 5. Dilarang membuat gambar bayi atau gambar lainnya yang
mengidealkan susu formula pada label produk, 6. Informasi kepada petugas kesehatan harus bersifat
faktual dan ilmiah, 7. Informasi tentang susu formula, termasuk pada label, harus menjelaskan
keuntungan menyusui dan biaya serta bahaya pemberian susu buatan, 8. Penjelasan tentang
penggunaan susu formula hanya dibolehkan untuk beberapa ibu yang betul-betul memerlukannya.
Di negara-negara lain, susu formula hanya boleh dijual di farmasi, bahkan di beberapa negara
tertentu pembelian susu formula harus menggunakan resep. Susu formula diberikan sebagai obat
rujukan apabila bayi berada pada kondisi tertentu. Penerapan kode etik pemasaran produk di
Indonesia harus secepatnya dilakukan. Karena menurut penelitian UNICEF, Indonesia merupakan
salah satu negara yang angka pemberian ASI eksklusifnya sangat rendah. Pelanggaran kode etik
pemasaran produk khususnya susu formula sangat luar biasa, yaitu terjadi semua media, menembus
jajaran petugas kesehatan, dan langsung ke konsumen. Untuk melawan iklan penggunaan susu
formula oleh perusahaan susu formula memang sulit. Promosi pentingnya pemberian ASI kalah jauh
dengan iklan susu formula buatan pabrik (http://www.health.com,20 Agustus 2004 ).
Berdasarkan hasil penelitian Setyowati (1998) promosi pemberian ASI eksklusif perlu
ditingkatkan, karena berdasarkan hasil penelitian praktek pemberian ASI di wilayah Jabotabek ternyata
70,4% responden tidak pernah mendengar istilah ASI eksklusif. Disebutkan juga bahwa responden
menyatakan tidak yakin bila bayinya dapat bertahan hidup dengan memberikan ASI eksklusif saja
sebagai makanan bayi selama 4-6 bulan. Penelitian lain yang dilakukan Arifin Siregar (2004)
menyatakan bahwa kecenderungan menurunnya pelaksanaan pemberian ASI di kota-kota besar yang
diakibatkan oleh gencarnya promosi iklan susu kaleng atau susu formula. Penelitian Amiruddin (2006)
tentang Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 6-11 bulan di
Kelurahan Pabaeng-baeng Makasar menunjukan bahwa ada hubungan antara promosi susu formula
dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan. Cakupan pemberian ASI eksklusif hanya 9,3%
cakupan ini masih sangat jauh dari standar nasional yang telah ditetapkan yaitu 80%. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Lilik Hidayanti dan Nur Lina (2010) di kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa
paparan iklan susu formula berdampak sebesar 4 % untuk menurunkan status pemberian ASI secara
eksklusif
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 25
Produksi susu formula merupakan bisnis perdagangan yang sangat besar dan menggiurkan.
Setiap hari kita disuguhi promosi susu formula yang demikian gencar. Semua produsen susu
berlomba-loba mengangkat isu kecerdasan dengan mengandalkan AA, DHA, Spingomielin dan
sebagainya. Karena promosi “susu kecerdasan” ini sangat gencar, banyak orangtua menolak bila susu
anaknya tidak mengandung AA dan DHA. Penambahan AA, DHA, Spingomielin pada susu formula
sebenarnya tidak merupakan pertimbangan utama pemilihan susu yang terbaik. Banyak hasil
penelitian yang masih bertolak belakang dalam menyikapi pendapat tersebut. Beberapa penelitian
menunjukkan pemberian AA dan DHA pada penderita prematur lebih bermanfaat. Sedangkan
pemberian pada bayi cukup bulan (bukan prematur) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna
mempengaruhi kecerdasan. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan pemberian AA dan DHA
hanya pada bayi prematur saja (Medicastore, 2010).
Menurut Roesli (2008), gempuran produk susu formula yang tidak hanya merambah
masyarakat, tapi juga menyelinap di sentra-sentra pelayanan kesehatan. Roesli (2008), juga
menyebutkan bahwa ia tidak menampik, terkadang ada cara-cara pemasaran yang tidak etis yang
dilakukan produsen susu. Keuntungan produsen, memang tergantung dari bagaimana pemasaran
sebuah produk. Sebagai gambaran dengan memperpanjang masa ASI ekslusif dari 4 bulan menjadi 6
bulan, industri susu di Amerika akan mengalami kerugian sekitar US$ 1 milyar. Namun, apabila susu
formula diberikan makan ini juga merupakan pilihan yang salah dan akan membawa dampak jangka
panjang bagi seorang anak yang saat ini tidak mengerti apapun, yang bahkan tidak bisa menentukan
apapun untuk hidupnya. Menurut Roesli dalam Kompas (2011) penjualan susu formula mencapai 11
milyar dollar AS setiap tahunnya. Hal ini merupakan jumlah yang sangat besar dan menggiurkan bagi
produsen susu.
KEBIJAKAN PELARANGAN IKLAN SUSU FORMULA
kebijakan terbaru pemerintah melalui Menteri kesehatan mulai tahun depan akan melarang iklan
susu formula secara menyeluruh, mulai dari media massa hingga rumah bersalin. Iklan yang dilarang
adalah susu formula untuk bayi berusia satu tahun ke bawah. Menurut Menkes, larangan iklan susu
formula itu masuk dalam rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penggunanaan Air Susu Ibu (ASI).
Saat ini, aturan RPP tersebut masih dibahas diantara kementerian lain yang ditargetkan akan selesai
pada tahun 2011.
Larangan iklan susu formula bagi bayi satu tahun ke bawah tersebut untuk mendorong
pemberian ASI eksklusif. Pihak yang dilarang mengiklankan susu formula tersebut di antaranya media
massa, dokter, bidan, perawat, serta rumah bersalin. Untuk memastikan ibu melahirkan memberi ASI
ketika masih di rumah sakit, pemerintah akan melakukan inspeksi mendadak dan akan memberikan
sanksi bagi rumah sakit yang melanggar berupa sanksi administrative. Adapun sanksi bagi produsen
susu belum ada peraturan yang jelas dari Kementrian Kesehatan. Namun diperkirakan karena
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 26
produsen susu formula pada umumnya adalah perusahaan internasional yang menyatakan mau
bekerja sama dengan kebijakan baru tersebut.
Susu formula banyak diminati masyarakat karena cenderung praktis. Sedangkan penggunaan
ASI kerap dianggap terlalu merepotkan. Namun, kendati sesibuk apapun wanita atau ibu hendaknya
tetap memprioritaskan pemberian ASI untuk anaknya dari pada susu formula. Ini karena ASI memiliki
banyak keunggulan, di antaranya adalah meningkatkan imun atau ketahanan tubuh bayi dari berbagai
jenis penyakit dan mampu meningkatkan kecerdasan IQ anak. Guna meningkatkan pemberian ASI
bagi anak, maka Menteri KPP dan PA menerbitkan peraturan No 3 Tahun 2010 tentang Penerapan
Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui. Sepuluh langkah itu adalah pertama sarana
pelayanan kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan peningkatan pemberian ASI tertulis yang secara
rutin dikomunikasikan kepada semua petugas. Kedua, melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal
pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Ketiga, menjelaskan kepada
semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan,
masa bayi sampai umur dua tahun termasuk mengatasi kesulitan menyusui.
Keempat, membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang
dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu
sadar. Kelima, membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan
menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis. Keenam, tidak memberikan makanan atau
minuman apabila apapun selain ASI kepada bayi baru lahir. Ketujuh, melaksanakan rawat gabung
dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari. Kedelapan, membantu ibu menyusui semau
bayi, tanpa pembatasan terhadap lama da frekuensi menyusui. Kesembilan, tidak memberikan dot
atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI. Kesepuluh, mengupayakan terbentuknya kelompok
pendukung ASI dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari RS/SPK. Melalui
penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, diharapkan tingginya penggunaan susu
formula dapat direduksi sehingga dapat mengurangi angka kematian balita karena gizi buruk (AIMI,
2010).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dihasilkan adalah pentingnya peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada bayi agar
mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi, gizi buruk dan peningkatan kecerdasan anak
sehingga bisa diperoleh generasi mendatang yang handal. Iklan susu formula yang berlebihan
ternyata terbukti menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan pemberian ASI eksklusif. Oleh
karena itu, disarankan agar Pemerintah menerapkan kebijakan yang tegas mengenai aturan
pemasangan ilkan susu formula .
DAFTAR PUSTAKA AIMI, Ulasan poling pelanggaran marketing susu formula. / http://aimi-asi.org
© FKM - UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 27
Amiruddin, Ridwan (2007). Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada bayi 6–11 bulan. (http://ridwanamiruddin.wordpress.com. Diakses tanggal 8 juni 2007).
Diakses tanggal 8 Juni 2007. Hendrawan Nadesul, Makanan Sehat Untuk Bayi, Puspa Swara, 2000 http://www.health.com,20 Agustus 2004 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0302/25/utama/2011 Husaini, Husaini, Makanan Bayi Bergizi, UGM, 2000 Jumli, Lilik Hidayanti, dan Nur Lina, Studi Beberapa Karakteristik Keluarga dalam Penggunaan Susu
Formula untuk Balita di Kota Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia, FKM UNSIL, ISSN 1693-9654 Vol 6 No 1 Maret 2010
Lilik Hidayanti dan Nur Lina, Dampak Paparan Iklan terhadap Status Pemberian ASI Eksklusif Jurnal
Kesehatan Komunitas Indonesia, FKM UNSIL, ISSN 1693-9654 Vol. 6 No. 2, September 2010 Lilik Hidayanti, Karakteristik Keluarga dalam penentuan Kriteria Pemilihan Susu Formula untuk Balita
di Kota Tasikmalaya, Prosiding Seminar Nasional “Membangun Masyarakat Sehat, Produktif dan Sejahtera : tantangan dan Strategi Pencapaiannya” ISBN : 978-602-96943-0-7, 19 Mei 2010
Oetami Roesli, Anugerah Tuhan yang Terabaikan, Prominensia, Edisi Agustus 2008 (Vol 8 no 1) Oetami Roesli, Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif, Elex Media Komputindo, 2001 Roesli, Utami (2001). Mengenal ASI Eksklusif . Jakarta : Trubus Agriwidya. Setyowati, T. dkk, (1998). Pemberian ASI dan Pemberian Minuman/Makanan pada Bayi. Buletin
Penelitian Kesehatan, No. 26. Siregar, Arifin (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu melahirkan.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin.pdf. Siti Maesaroh, Analisis Prilaku Konsumen dalam pemilihan susu formuladi Rumah Sakit Ibu dan Anak
Hermina Jatinegara, (Tesis) Program Studi Magister Manajemen Agribisnis, Program Pasca Sarjana IPB Bogor, 2003
Soetjiningsih (1997). ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Soetjiningsih, ASI petunjuk untuk Tenaga Kesehatan, EGC, 1997
Sumber: http://www.medicastore.com/asi_susuformula/,2010
UNICEF, (2006). Kesehatan Ibu dan Anak. Pernyataan UNICEF : ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia. (http://isti19cantix.wordpress.com/2007/06/28/asi-eksklusif-tekan-angka-kematian-bayi/ Diakses tanggal 16 Juli 2007).