9BB84D12d01

19
Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65 47 UJI KORELASI PENGARUH LIMBAH TAPIOKA TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR Oleh : Ignasius D.A. Sutapa 1 Abstrak Pemanfaatan air sumur di desa Karadenan Kabupaten Bogor cukup tinggi, karena belum terjangkaunya wilayah tersebut oleh PDAM setempat. Pemanfaatan air tanah secara intensif serta produksi air limbah dari pabrik tapioka yang berada di desa Karadenan terus meningkat sehingga dapat menyebabkan perubahan kualitas air tanah dan dapat mengganggu pemanfaatannya. Pemanfaatan air sumur oleh penduduk desa Karadenan Kabupaten Bogor ini adalah untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat, seperti air minum, MCK, dan industri tapioka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air sumur gali penduduk sangat dipengaruhi oleh kualitas limbah tapioka di bak penampungan yang ada disekitarnya. Hal ini terlihat adanya korelasi satu arah antara kualitas limbah dan jarak terhadap sumur penduduk disatu sisi terhadap kalitas air sumur di sisi yang lain. Terlihat bahwa semakin dekat jarak sumur terhadap bak penampungan limbah tapioka maka kualitas air sumur semakin rendah. Kata kunci : limbah tapioka, kualitas air sumur, korelasi ________________________________ 1 Peneliti Puslitbang Limnologi-LIPI, Cibinong Pendahuluan Air merupakan benda alam yang mutlak dibutuhkan bagi kehi- dupan dan merupakan unsur utama setiap lingkungan hidup. Kebutuhan air masyarakat khususnya di pede- saan umumnya dipenuhi dari air tanah (air sumur). Perubahan kualitas air tanah dapat terjadi oleh proses alami yang terjadi pada daerah imbuhannya, tetapi perubahan kualitas air tanah sering terjadi karena kegiatan manusia. Pemanfaatan air sumur di desa Karadenan Kabupaten Bogor cukup tinggi, karena belum terjang- kaunya wilayah tersebut oleh PDAM setempat. Pemanfaatan air tanah secara intensif serta produksi air limbah dari pabrik tapioka yang berada di desa Karadenan terus meningkat sehingga dapat menye- babkan perubahan kualitas air tanah dan dapat mengganggu peman- faatannya. Pemanfaatan air sumur oleh penduduk desa Karadenan Kabupaten Bogor ini adalah untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat, seperti air minum, MCK, dan industri tapioka. Industri tapioka yang berada di desa Karadenan belum menggu- nakan instalasi pengolahan air limbah. Industri tapioka tersebut mengalirkan air limbahnya pada

Transcript of 9BB84D12d01

Page 1: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

47

UJI KORELASI PENGARUH LIMBAH TAPIOKA TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR

Oleh : Ignasius D.A. Sutapa1

Abstrak

Pemanfaatan air sumur di desa Karadenan Kabupaten Bogor cukup tinggi, karena belum terjangkaunya wilayah tersebut oleh PDAM setempat. Pemanfaatan air tanah secara intensif serta produksi air limbah dari pabrik tapioka yang berada di desa Karadenan terus meningkat sehingga dapat menyebabkan perubahan kualitas air tanah dan dapat mengganggu pemanfaatannya. Pemanfaatan air sumur oleh penduduk desa Karadenan Kabupaten Bogor ini adalah untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat, seperti air minum, MCK, dan industri tapioka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air sumur gali penduduk sangat dipengaruhi oleh kualitas limbah tapioka di bak penampungan yang ada disekitarnya. Hal ini terlihat adanya korelasi satu arah antara kualitas limbah dan jarak terhadap sumur penduduk disatu sisi terhadap kalitas air sumur di sisi yang lain. Terlihat bahwa semakin dekat jarak sumur terhadap bak penampungan limbah tapioka maka kualitas air sumur semakin rendah. Kata kunci : limbah tapioka, kualitas air sumur, korelasi ________________________________ 1Peneliti Puslitbang Limnologi-LIPI, Cibinong Pendahuluan

Air merupakan benda alam yang mutlak dibutuhkan bagi kehi-dupan dan merupakan unsur utama setiap lingkungan hidup. Kebutuhan air masyarakat khususnya di pede-saan umumnya dipenuhi dari air tanah (air sumur).

Perubahan kualitas air tanah dapat terjadi oleh proses alami yang terjadi pada daerah imbuhannya, tetapi perubahan kualitas air tanah sering terjadi karena kegiatan manusia. Pemanfaatan air sumur di desa Karadenan Kabupaten Bogor cukup tinggi, karena belum terjang-kaunya wilayah tersebut oleh

PDAM setempat. Pemanfaatan air tanah secara intensif serta produksi air limbah dari pabrik tapioka yang berada di desa Karadenan terus meningkat sehingga dapat menye-babkan perubahan kualitas air tanah dan dapat mengganggu peman-faatannya. Pemanfaatan air sumur oleh penduduk desa Karadenan Kabupaten Bogor ini adalah untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat, seperti air minum, MCK, dan industri tapioka.

Industri tapioka yang berada di desa Karadenan belum menggu-nakan instalasi pengolahan air limbah. Industri tapioka tersebut mengalirkan air limbahnya pada

Page 2: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

48

kolam-kolam bertingkat sebagai penampung melalui parit kecil. Kolam-kolam penampungan dibuat bertingkat dengan maksud untuk mempermudah pengaliran limbah secara berkala sehingga dapat dimanfaatkan sebagai makanan ikan pada tingkat terakhir kolam. Pada musim kemarau permasalahan yang muncul adalah bau tidak enak, tetapi jika musim hujan tiba kolam-kolam penampungan tersebut meluap dan air limbah mengalir ke kolam-kolam yang lebih rendah letaknya. Hal ini mengakibatkan ikan-ikan di kolam tersebut mati, selain itu limbah tapioka ini juga mencemari air sungai Ciparigi yang melewati desa Karadenan.

Mengingat tingginya potensi pemanfaatan air tanah di desa Karadenan Kabupaten Bogor serta besarnya resiko pencemaran oleh kegiatan industri tapioka di desa tersebut, maka pemantauan terhadap kualitas air tanah di desa Karadenan Kabupaten Bogor sangat diperlukan agar dapat diambil langkah-langkah pengendalian.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh limbah tapioka terhadap kualitas air sumur penduduk, baik kualitas fisik maupun kualitas kimiawi. Ruang Lingkup Dan Perma-salahan

Kondisi lingkungan di desa Karadenan tidak memungkinkan untuk memperoleh alternatif peng-gunaan sumber air lain, seperti air permukaan, karena telah tercemar

limbah tapioka. Kenyataan ini menyebabkan ketergantungan pen-duduk terhadap air sumur cukup tinggi.

Jika hal tersebut dihubung-kan dengan terjadinya proses infiltrasi, perkolasi, dan dispersi yang dialami oleh bahan-bahan yang dapat terbawa oleh aliran air tanah dalam lapisan aquifer, maka masalah yang mungkin terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut : Sejauh mana kualitas limbah tapioka di bak penampungan serta jaraknya terhadap sumur gali berpe-ngaruh terhadap kualitas airnya?

Pemantauan terhadap kuali-tas air tanah di desa Karadenan Kabupaten Bogor ini dititik beratkan pada analisis kualitas fisik (Suhu, kekeruhan, dan Daya Hantar Listrik) dan kimiawi (pH, DO, BOD, COD, Sulfida, Amonia, Nitrat, Nitrit, Sianida, Besi dan kesadahan) air sumur di desa tersebut. Sampel (sampling) di ambil dari beberapa sumur pen-duduk setempat secara acak, berdasarkan jaraknya terhadap bak penampung limbah tapioka.

Metodologi

Penelitian ini adalah pene-litian kuantitatif, untuk mengetahui kualitas air sumur penduduk yang berada di sekitar pabrik tapioka. Dilakukan uji fisik dan kimiawi untuk setiap sampel air, tetapi tidak semua parameter yang diper-syaratkan dalam kriteria baku untuk air minum diukur dalam penelitian

Page 3: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

49

ini mengingat keterbatasan-keter-batasan yang ada. Parameter-parameter tersebut antara lain : pH, DO, BOD, COD, Sulfida, Sianida, Amonia, Nitrat, Nitrit, Besi dan kesadahan, serta suhu dan konduk-tifitas.

Pengambilan sample air sumur penduduk dilakukan 3 kali dengan jarak pengambilan 1 bulan sekali. Setiap sampel dianalisis dengan 3 kali pengulangan (triplo). Waktu pengambilan sampel pada siang hari.

Teknik sampling yang dila-kukan adalah Grab Sampling. Metode sampling dan analisis parameter kualitas air dapat dilihat pada tabel 1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung sejak Januari hingga Agustus 1999 (pada musim hujan), dengan pengambilan sample pada siang hari. Penelitian dilakukan di desa Karadenan Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ditetapkan de-ngan pertimbangan bahwa lokasi sumur berdekatan dengan lokasi pencemar (kolam penampungan limbah cair), sedangkan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Pengendalian Pencemaran Air Puslitbang Limnologi LIPI Cibi-nong.

Teknik Analisis Data Data dilengkapi dengan

kuisioner, wawancara, serta, obser-vasi langsung. Kualitas limbah cair tapioka diketahui dengan memba-ndingkan hasil analisis terhadap SK Menteri KLH No.51/MENKLH/10/ 1995, sedangkan kualitas air sumur dibandingkan dengan Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990 atau PPRI No.20 Tahun 1990 Tanggal 5 Juni 1990. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh jarak sumur dari sumber pencemar terhadap parameter-parameter kua-litas air yang dianalisis, digunakan analisis korelasi jenjang spearman (bertingkat), maka ditetapkan hipotesis sebagai berikut: Ho : Tidak ada korelasi antara

jarak sumur dengan sumber pencemar terhadap para-meter kualitas air.

H1 : Ada korelasi antara jarak sumur dengan sumber pen-cemar terhadap parameter kualitas air.

Aturan keputusan: Untuk α = 0,05:

Jika rs> r (0,05), maka H0 ditolak.

Jika rs < r (0,05), maka H0 diterima.

Nilai r (0,05) dari tabel statistik adalah 0,643.

Page 4: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

50

Statistika Pengujian: n

rs = 1 - 6 Σ(hi – ki) 2 i=1 N (n2 – 1)

Dimana, rs : koefisien korelasi spearman n : jumlah pengamatan hI : pangkat/jenjang bagi nilai pengamatan Xi kI : pangkat/jenjang bagi nilai pengamatan Yi

Keterangan Koefisien Korelasi: -1 ≤ rs ≤ + 1 + : menunjukkan adanya korelasi positif - : menunjukkan adanya korelasi negatif 0 : menunjukkan tidak adanya korelasi

Tabel 1. : Metode Sampling dan Analisis Parameter Kualitas Air

No Parameter Wadah Pengawetan Batasan Waktu Metode Analisis

Insitu : 1 pH P, G - Segera WQC 2 Kekeruhan P, G - Segera WQC 3 Suhu P, G - Segera WQC 4 DHL P, G - Segera WQC 5 DO P, G - Segera WQC Exsitu :

1 BOD G (BOD)

Didinginkan 4 0C 6 jam Titrimetri

2 COD P, G +H2SO4, pH < 2, 4 0C 28 hari Titrimetri 3 Kesadahan P, G +HNO3, pH < 2, 4 0C 6 bulan Titrimetri 4 Besi P, G +HNO3, pH < 2, 4 0C 6 bulan Spektrofotometri 5 Nitrat P, G +H2SO4, pH < 2, 4 0C 2 hari Spektrofotometri 6 Nitrit P, G +H2SO4, pH < 2, 4 0C 2 hari Spektrofotometri 7 Sianida P, G NaOH, pH > 2, 4 0C 2 hari Titrimetri 8 Ammonia P, G +H2SO4, pH < 2, 4 0C 7 hari Spektrofotometri

9 Sulfida P, G +ZnAsetat 4 tts/100ml +NaOH, pH > 9, 4 0C. 28 hari Titrimetri

Page 5: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

51

Hasil Dan Pembahasan 1. Kondisi Kolam Penampungan

Secara teoritis air sumur di sekitar kolam penampungan limbah tapioka berpotensi untuk tercemar limbah. Hal ini sangat memung-kinkan dengan melihat kondisi saluran pembuangan dan kolam penampungan limbah cair di lapangan. Saluran pembuangan pa-brik tapioka bersatu dengan saluran air Setu yang menuju kolam-kolam penampungan limbah dan ikan di areal seluas ± 5000 m2, sehingga saat limbah cair dari bak penge-napan pati dikeluarkan komposisi pencemar mengalami pengenceran

yang cukup besar. Saluran pembuangan limbah cair tapioka merupakan saluran terbuka beralas-kan tanah dengan kondisi yang buruk dan mengeluarkan bau busuk, seperti terlihat pada gambar 1.

Bau busuk ini terjadi akibat proses pembusukan pada selang beberapa waktu setelah limbah cair keluar dari saluran pembuangan pabrik (CIPTADI, 1976). Kondisi saluran pembuangan pabrik dapat dilihat pada gambar 2. Kolam-kolam penampungan limbah cair tapioka ini menyebarkan bau busuk dan kondisi air di dalamnya sangat buruk seperti terlihat pada gambar 3.

Page 6: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

52

Page 7: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

53

Pada gambar 4 terlihat

adanya lapisan yang menutupi sebagian permukaan kolam. Hal ini disebabkan oleh padatan tersuspensi yang tinggi sehingga mengganggu proses fotosintesis. Kolam penam-pungan yang dibuat dimaksudkan untuk memelihara ikan oleh penduduk setempat, tetapi pada kadar tertentu padatan tersuspensi dapat secara langsung mematikan ikan akibat terjadinya pengenapan berlebihan pada permukaan insang. Padatan tersuspensi yang berupa bahan-bahan organik akan mengalami pembusukan dan bahan padatnya akan mengapung oleh adanya dorongan gas yang menyebabkan bau busuk dan kotoran mengambang. Derajat ke-asaman (pH) pada kolam-kolam penampungan ini turun mungkin diakibatkan oleh pengenceran oleh air setu dan aktivitas mikro-

organisme yang mengoksidasikan bahan organik menjadi karbon-dioksida. 2. Kualitas Air Sumur

Berdasarkan penelitian ter-hadap kualitas air sumur penduduk dan kualitas limbah cair tapioka di desa Karadenan Kabupaten Bogor ini, maka hanya parameter pen-cemar dominan saja yang dibica-rakan meskipun banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas air sumur.

2.1. Parameter Fisik

Pengamatan kualitas fisik terhadap air sumur gali penduduk RT 04 RW 02 Desa Karadenan Kabupaten Bogor menunjukkan:

2.1.1. Bau, Rasa dan Warna

Hasil pengamatan di sebelas sumur gali menunjukkan sebagian

Page 8: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

54

besar air sumur berbau, berasa, dan tiga sumur lainnya menunjukkan warna kuning yang cukup jelas. Hal ini menunjukkan air sumur tersebut tidak memenuhi persyaratan kua-litas fisik air minum yang tidak boleh berbau, berasa dan berwarna. Ketentuan mengenai batas maksi-mum untuk warna (maksimum 50 Pt .Co) didasarkan pada segi estetika (ARFANDY, 1983).

Menurut Alaerts, rasa pada air sumur dapat disebabkan oleh derajat keasamanan (pH) yang rendah sehingga dapat melarutkan Besi, sedangkan bau disebabkan oleh kadar Sulfida yang tinggi. Bau dan warna pada air minum dapat mengurangi selera konsumen, sedangkan warna yang mungkin disebabkan oleh tingginya kadar Besi dapat meninggalkan noda pada pakaian, wadah penampung air dan dinding kamar mandi. Kondisi fisik air sumur yang memperlihatkan warna dapat dilihat pada gambar 4.

2.1.2. Daya Hantar Listrik

(DHL) dan Kekeruhan Parameter DHL menunjuk-

kan nilai yang berkisar antara 0.054 – 0.121 mikromhos/cm. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air sumur gali tersebut memenuhi persyaratan kualitas air minum Permenkes No. 416/ MENKES/ PER/IX/1990. Tinggi rendahnya DHL pada air dapat menunjukkan banyaknya jumlah logam-logam yang terlarut didalam air tersebut (Langenegger, 1994). Kekeruhan air sumur gali tidak menunjukkan nilai tertentu (tidak terdeteksi) dengan

alat WQC. Hal ini menunjukkan nilai kekeruhan yang kecil (kategori air jernih) dan memenuhi persya-ratan kualitas air minum Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/MEN-KES/PER/IX/1990, yakni sebesar 25 NTU. Kekeruhan biasanya dise-babkan oleh adanya zat-zat ter-suspensi seperti bahan organik dan zat-zat halus lainnya, tetapi pada umumnya sistem pengambilan sampel air yang kurang memenuhi syarat (peralatan dan metode) dapat mengakibatkan kekeruhan yang lebih besar dari nilai seharusnya (ARFANDY, 1983). Kekeruhan dapat mengganggu kebersihan wadah penampungan air sehingga harus sering dibersihkan (Dewan Riset Nasional, 1994). 2.1.3. Suhu

Suhu air dipengaruhi oleh kedalaman perairan, komposisi sub-strat dasar, luas permukaan yang langsung mendapatkan sinar mata-hari dan tingkat penutupan daerah pemukiman perairan (LANGE-NEGGER, 1994). Suhu air pada sumur-sumur gali yang diamati pada umumnya tidak jauh berbeda, berkisar antara 26.90 – 28.59 oC. Suhu yang tidak sesuai dapat merusak keseimbangan suhu tubuh dan jika suhu lebih dari 350C, air dapat menimbulkan rasa (WIJAYA, 1991). 2.2. Parameter Kimiawi

Pengamatan kualitas kimia-wi air sumur menunjukkan adanya parameter pencemar yang dominan

Page 9: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

55

mencemari air sumur penduduk, yaitu

2.2.1. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman pada kolam penampungan berkisar antara 5.19 – 5,89. Nilai pH di kolam penampungan ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pH pada bak pengendapan pati. Hal ini disebabkan oleh karena

limbah tapioka banyak mengandung bahan organik, sehingga memung-kinkan untuk hidupnya bakteri aerobik. Adanya oksigen di dalam air dapat mengoksidasikan bahan-bahan organik tersebut menjadi CO2 yang dapat menurunkan derajat keasaman air (ALAERTS, 1987). Proses pengoksidasian bahan organik dapat digambarkan dengan reaksi berikut ini:

Bakteri

CnHaOb + O2 nCO2 + H2O

Sampel air sumur gali penduduk menunjukkan nilai pH yang berkisar antara 4.18 – 6.12. Berdasarkan persyaratan kualitas air minum Permenkes No. 416/MENKES/PER/ IX/1990 pH berkisar antara 6.5 – 9.0. Kualitas sampel air sumur penduduk yang tidak memenuhi standar kualitas air minum ini.

Rendahnya pH diperkirakan adanya pengaruh resapan dari kolam penampungan limbah tapioka yang belum dikelola dengan baik, tetapi hasil perhitungan uji korelasi jenjang Spearman antara pH air sumur terhadap jarak kolam

penampungan pada tabel 2 menu-njukkan tidak adanya korelasi antara jarak sumur terhadap kolam penam-pungan (nilai rs = 0.1318 < r(0.05) ). Hal ini mungkin disebabkan oleh sifat buffering tanah atau pH yang sangat dipengaruhi oleh suhu, aktifitas bakteri, dan banyaknya kandungan CO2 di dalam masing-masing air sumur (Wijaya, 1991). Rendahnya pH air sumur meng-akibatkan Jet Pump yang digunakan oleh warga hanya bertahan beberapa bulan saja, karena cepat mengalami kerusakan akibat korosif.

Page 10: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

56

Page 11: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

57

Page 12: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

58

2.2.2 Biological Oxygen Demand dan Chemical Oxygen Demand Limbah cair tapioka menga-

ndung zat-zat organik tinggi dan terurai secara biologis sehingga nilai BOD mendekati nilai COD-nya (Ciptadi,1976). Nilai BOD limbah cair tapioka di kolam penampungan berkisar antara 67,08 – 114,79 mg/l sedangkan COD berkisar antara 250 - 1250 mg/l melebihi baku mutu limbah berdasarkan Surat Kepu-tusan Menteri KLH No. 51/MEN-KLH/10/1995. Nilai BOD mak-simum limbah mutu I dan II sebesar 50 mg/l dan 150 mg/l, sedangkan nilai COD sebesar 100 mg/l dan 300 mg/l.

Nilai BOD maksimum yang dianjurkan berdasarkan Baku Mutu Air Golongan B Kep-02/MENKLH/ I/1988 sebesar 6 mg/l, tetapi nilai BOD pada sampel air sumur berkisar antara 0.15 – 1.46 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa nilai BOD pada sampel air sumur gali tersebut memenuhi persyaratan kualitas air minum.

Hasil perhitungan uji kore-lasi jenjang Spearman antara BOD air sumur terhadap jarak kolam penampungan pada tabel 2 menu-njukkan adanya korelasi negatif antara BOD dengan jarak sumur terhadap kolam penampungan (rs = -0.65), artinya semakin jauh jarak maka semakin kecil nilai BOD air sumur.

Analisis BOD sangat dipe-ngaruhi oleh pertumbuhan bakteri yang kurang dapat diatur oleh manusia, sehingga jika ada

gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme maka ketelitian dan ketepatan analisis BOD sangat kecil. Di samping itu hanya zat organik biodegradable yang dapat diuraikan oleh bakteri dalam uji BOD dan sebagian zat organik tersebut tidak terurai dalam waktu 5 hari. Analisis BOD pada umumnya menggunakan pengenceran yang dapat menye-babkan ketelitian analisis semakin buruk (ALAERTS, 1987). Oleh sebab itu nilai BOD memenuhi persya-ratan kualitas air, tetapi nilai COD tidak. Nilai COD pada sebagian besar air sumur tidak memenuhi persyaratan kualitas air minum, karena berkisar antara 8-225 mg/l melebihi Baku Mutu Air Golongan B Kep-02/MENKLH/I/ 1988, di-mana nilai COD maksimum yang dianjurkan sebesar 10 mg/l. Tinggi-nya nilai COD mungkin disebabkan oleh resapan air kolam penam-pungan limbah tapioka terhadap sebagian besar sumur. Hal ini diperkuat dengan hasil perhitungan uji korelasi jenjang Spearman antara COD air sumur terhadap jarak kolam penampungan yang menu-njukkan adanya korelasi antara COD dengan jarak sumur terhadap kolam penampungan (rs = -0.6795), artinya semakin jauh jarak maka semakin kecil nilai COD air sumur.

Analisis COD memang ber-beda dengan analisis BOD, namun perbandingan antara angka BOD5 dengan COD dapat ditetapkan. Pada tabel 4 tercantum perbandingan

Page 13: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

59

antara angka BOD5 dengan COD untuk beberapa jenis air.

Perbandingan nilai BOD terhadap nilai COD tertinggi pada sampel air sumur gali penduduk sebesar 0.004 dan air limbah tapioka di kolam penampungan sebesar 0.092, sedangkan perbandingan nilai BOD terhadap nilai COD terendah pada sampel air sumur gali penduduk sebesar 0.03 dan air limbah tapioka di kolam penam-pungan sebesar 0.268. Jika angka perbandingan air sungai dianggap

sama dengan air sumur, nilai perbandingan lebih rendah dari seharusnya (< 0.10), menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun bagi mikroorganisme yang ada di dalam masing-masing sumur. Sedangkan angka perbandingan air limbah tapioka di kolam penam-pungan lebih rendah dari seharusnya (< 0.50) menunjukkan sifat racun terhadap mikroorganisme yang ada di setiap kolam penampungan limbah cair tapioka.

Tabel 4.: Perbandingan Rata-rata Angka BOD5/COD

Jenis Air BOD5/COD

Sampel air sumur 0.004 - 0.03 Sampel air limbah tapioka 0.092 - 0.268 Air sungai * 0.10 Air buangan industri organis tanpa keracunan *

0.50 - 0.65

*Sumber: ALAERTS, 1987

2.2.3. Sulfida (S2-) Kandungan sulfida limbah

cair tapioka di kolam penampungan berkisar antara 13.02 – 28.46 mg/l melebihi baku mutu limbah ber-dasarkan Surat Keputusan Menteri KLH No. 51/MENKLH/10/1995 nilai Sulfida maksimum limbah mutu I dan II sebesar 0.05 mg/l dan 0.10 mg/l. Konsentrasi sulfida yang tinggi dan melebihi 1 mg/l ini fatal bagi kehidupan di dalam air. Sebaran hasil pengukuran sulfida air sumur yang berkisar antara 0.01 – 15.35 mg/l. Berdasarkan persyara-tan kualitas air minum Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990, sulfida maksimum diperbolehkan

ada di dalam air sebesar 0.1 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa air sumur gali penduduk tidak meme-nuhi persyaratan kualitas air minum dan telah tercemar berat Sulfida

Berdasarkan hasil perhitu-ngan uji korelasi jenjang Spearman pada tabel 2 antara Sulfida air sumur terhadap jarak kolam penam-pungan menunjukkan adanya kore-lasi negatif antara Sulfida dengan jarak sumur terhadap kolam penam-pungan (rs = - 0.7682), artinya semakin jauh jarak sumur maka semakin kecil konsentrasi Sulfida air sumur. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa kandungan Sulfida yang tinggi pada air sumur

Page 14: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

60

gali penduduk tersebut dimungkin-kan oleh resapan air kolam penampungan limbah tapioka terhadap air sumur penduduk di sekitarnya. Hal tersebut diperkuat oleh hasil analisis komposisi kimia ubi kayu, dimana terdapat 2.15 mg/l Sulfida per 100 g bahan (Hasil analisis terhadap ubi kayu, 1999), sehingga kandungan Sulfida pada limbah cair segar mencapai 238.92 mg/l. Jika kapasitas penggunaan ubi kayu adalah 1 ton per hari, maka akan dikeluarkan limbah cair yang mengandung 21.50 gram/l Sulfida per hari. Konsentrasi Sulfida yang melebihi 200 mg/l dapat mengga-nggu proses biologis yang ber-langsung dan jika gas H2S yang terbentuk bercampur dengan gas hasil penguraian limbah (CH4 + CO2) akan menyebabkan air bersifat korosif terhadap logam (ANO-NIMUS, 1987). 2.2.4. Besi (Fe)

Pada komposisi kimia ubi kayu terdapat 0.70 mg/l Besi per 100 g bahan (DOROTHEA, 1995), sehingga kandungan Besi pada limbah cair segar mencapai 57.47 mg/l. Jika kapasitas penggunaan ubi kayu adalah 1 ton per hari, maka akan dikeluarkan limbah cair yang mengandung 7 gram Besi per hari. Hal tersebut menyebabkan kandu-ngan Besi limbah cair tapioka di kolam penampungan berkisar antara 9.29 – 28.07 mg/l dan melebihi baku mutu limbah berdasarkan Surat Keputusan Menteri KLH No. 51/MENKLH/10/1995 nilai Besi maksimum limbah mutu I dan II

sebesar 5 mg/l dan 10 mg/l. Kandungan Besi yang sesuai dengan yang dibutuhkan dapat menunjang pertumbuhan biologis biota dan algae. Tetapi jika konsentrasi Besi tinggi kemungkinkan biota perairan akan terganggu akibat keracunan.

Berdasarkan persyaratan ku-alitas air minum Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990, kadar Besi maksimum yang diperbolehkan sebesar 1.0 mg/l, tetapi hasil pengukuran Besi air sumur berkisar antara 0.01 – 17.56 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan Besi pada sebagian besar air sumur penduduk tidak memenuhi per-syaratan kualitas air minum dan telah tercemar Besi.

Besi dapat larut pada pH rendah dan dapat menyebabkan air yang berwarna kekuningan, meni-mbulkan noda pada pakaian dan tempat berkembang biaknya bakteri Creonothrinx , oleh sebab itu kadar Besi tidak boleh melebihi 1 mg/l, karena dapat mempercepat pertu-mbuhan bakteri Besi tersebut dan dapat menimbulkan rasa serta bau. Kandungan Besi yang tinggi pada sebagian besar air sumur tersebut dimungkinkan oleh resapan air kolam penampungan limbah tapioka terhadap air sumur penduduk di sekitarnya. Hal ini diperkuat oleh hasil perhitungan uji korelasi jenjang Spearman yang menunjuk-kan adanya korelasi negatif antara Besi dengan jarak sumur terhadap kolam penampungan (rs = -0.8409). Semakin jauh jarak sumur maka semakin rendah konsentrasi Besi air sumur.

Page 15: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

61

Analisis sampel tidak hanya dilakukan terhadap parameter pencemar dominan di atas, tetapi juga terhadap beberapa pencemar lain yang walaupun tidak dominan tapi mungkin dapat mempengaruhi kualitas air sumur, yaitu: 2.2.5. Oksigen Terlarut (DO)

Nilai DO pada sampel air sumur gali cukup bervariasi, berkisar antara 2.86 – 6.10 mg/l. Nilai DO untuk air tanah tidak disyaratkan oleh Baku Mutu Air Golongan B Kep-02/MENKLH/I/ 1988 atau Permenkes. Kadar oksigen terlarut di dalam air merupakan penentu mutu air. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg/l, selebihnya tergantung kepada ketahanan orga-nisme, derajat keaktivannya, keha-diran pencemar, suhu air, dan sebagainya. DO juga sangat dipe-ngaruhi oleh suhu dan kedalaman masing-masing sumur. Hasil per-hitungan uji korelasi jenjang Spearman pada tabel 3. antara DO air sumur terhadap jarak kolam penampungan menunjukkan adanya korelasi antara DO dengan jarak sumur terhadap kolam penam-pungan. 2.2.6. Ammonia (NH4

+) Kandungan ammonia pada

sampel air sumur gali penduduk, berkisar antara 0.0 – 0.15 mg/l. Baku Mutu Air Golongan B Kep-02/MENKLH/I/1988 menetapkan kadar ammonia maksimum yang dianjurkan sebesar 0.50 mg/l,

sehingga menunjukkan bahwa ka-ndungan ammonia pada air sumur gali penduduk memenuhi persya-ratan kualitas air minum.

Hasil perhitungan uji kore-lasi jenjang Spearman antara ammonia air sumur terhadap jarak kolam penampungan yang diper-lihatkan pada tabel 3 menunjukkan tidak ada korelasi antara ammonia dengan jarak sumur terhadap kolam penampungan (rs = -0.4909 < r (0.05)). Hal ini disebabkan oleh karena ammonia merupakan salah satu senyawa yang sangat labil pada kondisi aerobik di air alam karena dapat dengan mudah terurai menjadi nitrat/nitrit (LANGENEGGER, 1994).

Kandungan ammonia limbah cair tapioka di kolam pe-nampungan berkisar antara 0.51 – 1.34 mg/l sesuai dengan baku mutu limbah berdasarkan Surat Kepu-tusan Menteri KLH No. 51/MENKLH/ 10/1995 nilai ammo-nia maksimum limbah mutu I dan II sebesar 1 mg/l dan 5 mg/l. 2.2.7. Nitrat (NO3

-) Uji korelasi jenjang Spear-

man pada tabel 3 antara nitrat air sumur terhadap jarak kolam penampungan menunjukkan adanya korelasi antara nitrat dengan jarak sumur terhadap kolam penam-pungan (rs = -0.5591). Tetapi kandungan nitrat pada sebagian besar air sumur gali penduduk memenuhi persyaratan kualitas air minum Permenkes No. 416/MEN-KES/PER/IX/1990 yaitu berkisar antara 0.05 – 11.55 mg/l,

Page 16: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

62

sedangkan nitrat maksimum yang dianjurkan sebesar 10 mg/l. Kandungan nitrat ini didukung oleh kualitas limbah cair tapioka di kolam penampungan yang berkisar antara 3.25 – 8.66 mg/l dan sesuai dengan baku mutu limbah berdasarkan Surat Keputusan Menteri KLH No. 51/MENKLH/ 10/1995 , yaitu maksimum limbah mutu I dan II sebesar 20 mg/l dan 30 mg/l. Kandungan nitrat dan ammonia pada bak pengendapan pati masing-masing sebesar 11.08 – 12.10 mg/l dan 1.02 – 5.44 mg/l, sedangkan nitrit tidak terdeteksi.

Nilai tersebut di atas lebih tinggi dibandingkan nilai yang ada pada kolam penampungan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengen-ceran air setu yang mengalir melalui kolam dan proses biotransformasi nitrogen. Proses biotransformasi nitrogen di perairan dimulai dengan terkomposisinya Nitrogen organik oleh aktifitas mikroorganisme menjadi ammonia, kemudian terurai kembali menjadi nitrit dan nitrat oleh proses nitrifikasi. Proses biotransformasi ini dijelaskan dengan reaksi sebagai berikut:

2NH3 + 3O2 2NO2

- + 2H+ +2H2O 2NO2- + O2 2NO3

- + 2NH3 + 4O2 2NO3

- + 2H+ +2H2O

Kandungan nitrat, nitrit dan ammonia ini merupakan indikator adanya pencemaran air oleh bahan-bahan organik (LANGENEGGER, 1994). 2.2.8. Kesadahan

Kadar kesadahan maksi-mum yang diperbolehkan oleh Permenkes No. 416/MENKES/PER/ IX/1990 sebesar 500 mg/l CaCO3, sedangkan kandungan kesadahan pada sampel air sumur gali berkisar antara 10.81 – 62.06 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan kesadahan pada sebagian besar air sumur gali penduduk memenuhi persyaratan kualitas air minum.

Hasil perhitungan uji korelasi jenjang Spearman pada

tabel 3 antara kesadahan air sumur terhadap jarak kolam penampungan menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara Kesadahan dengan jarak sumur terhadap kolam penampungan (rs = -0.3545). Menurut ALAERTS (1987) hal ini dapat disebabkan oleh kesadahan yang tergantung pada jumlah kation kesadahan (Ca2+ dan Mg2+), CO2 dan bikarbonat (HCO3

-) yang terlarut di dalam masing-masing air sumur.

Berdasarkan klasifikasi ke-sadahan, pada tabel 5 di bawah ini ditunjukkan bahwa air sumur termasuk ke dalam klasifikasi air yang lunak (0 – 75 mg/l CaCO3).

Page 17: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

63

Tabel 5.: Klasifikasi Kesadahan

Kesadahan

(mg/l CaCO3) Klasifikasi Air

0 – 75 Lunak 75 – 150 Cukup Lunak 150 – 300 Keras

> 300 Sangat Keras Sumber: LANGENEGGER, 1994

Tabel 6.: Kualitas Air Sumur Wilayah Pembanding

No.

Parameter

Desa Cikaret

Desa Kd. Halang

Standar Baku Mutu

Satuan

1 Suhu 26.50 28 ± 30 0 C 2 pH 6.60 6.10 6.50 - 9 - 3 DHL 0.079 0.090 - mhos/c

m 4 Kekeruhan tt tt 25 NTU 5 DO 5.56 5.40 - mg/l 6 BOD 0.42 0.53 6 mg/l 7 Nitrit tt tt 1 mg/l 8 Nitrat 0.98 1.87 10 mg/l 9 Sianida tt tt 0.05 mg/l 10 Sulfida 0.01 0.02 0 mg/l 11 Ammonia tt tt 0.50 mg/l 12 COD 4.67 7.12 10 mg/l 13 Besi 0.05 0.12 1 mg/l 14 Kesadahan 52.85 45.10 500 mg/l

Kandungan kesadahan lim-bah cair tapioka di kolam penam-pungan berkisar antara 63.51 – 31.71 mg/l sesuai dengan baku mutu limbah berdasarkan Surat Kepu-tusan Menteri KLH No. 51/MEN-KLH/10/1995. Nilai kesadahan

maksimum limbah mutu I dan II sebesar 1 mg/l dan 5 mg/l.

Berdasarkan hasil di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas air sumur di RT 04 RW 02 Desa Karadenan Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh limbah cair tapio-ka di kolam penampungan. Hal ini

Page 18: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

64

dibuktikan oleh uji korelasi yang telah dilakukan, selain itu juga dapat dibuktikan dengan membandingkan kualitas air sumur tersebut dengan kualitas air sumur di tempat lain yang jauh dari pengaruh kegiatan industri. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan terhadap kualitas air sumur di desa Cikaret dan Komplek perumahan Graha Indah Desa Kedung Halang Bogor. Kualitas air sumur kedua tempat tersebut dapat dilihat pada tabel 6.

Kesimpulan Dan Perspektif

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap kualitas air sumur penduduk Desa Karadenan Kabupaten Bogor, diketahui bahwa sebagian besar air sumur telah tercemar oleh Sulfida (0.1 – 15.35 mg/L), Besi (1.10 – 17.56 mg/L), COD (11 – 225 mg/L) serta derajat keasaman yang rendah (4.18 – 6.12). Buruknya kualitas air sumur ini disebabkan oleh limbah cair tapioka yang belum dikelola dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan uji korelasi untuk menentukan hubu-ngan jarak kolam penampungan terhadap kualitas air sumur, dimana didapatkan korelasi parameter yang dominan sebagai pencemar, yaitu pH, COD dan BOD, Sulfida, dan Besi terhadap air sumur. Selain itu dapat juga dibuktikan dengan kualitas air wilayah pembanding yang kualitas air sumurnya lebih baik. Besarnya pengaruh limbah cair tapioka dapat diketahui dengan cara mencari persamaan matematis

hubungan jarak kolam dan kualitas air kolam terhadap kualitas air sumur. Berdasarkan persamaan matematis yang dihasilkan, akan dapat ditentukan variable inde-penden yang mempengaruhi kualitas air sumur tersebut yang dapat diprediksikan antara lain jarak dan parameter pH, COD, Sulfida, dan Besi.

Daftar Pustaka ARFANDY M. (1983): "Teknik Penyediaan Air Bersih Untuk Daerah Pedesaan, Skala Prioritas Pemilihan Sumber Air.”. Proceedings Kursus Penyediaan Air di Pedesaan Bandung, Lembaga Fisika Nasional. LIPI. DEPARTEMEN KESEHATAN RI (1990) : "Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/BIRHUMAS/I/1990, Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum". Jakarta. DRN Kel. II Sumber Daya Alam dan Energi (1994).: "Kebutuhan Riset dan Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia.". Jakarta.(34-61). LANGENEGGER O. (1994) : "Groundwater Quality and Handpump Corrosion in West Africa." Wasingthon DC: UNDP – Word Bank Water and Sanitation. (p. 141)

Page 19: 9BB84D12d01

Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 1/Feb. 2000; 47-65

65

SALIM E. (1993) : "Pembangunan Berwawasan Lingkungan." Pustaka LP3S Indonesia. Jakarta, (187-198). SRI LESTARI A. (1994) : "Proses Alam dan Eksplorasi Air Tanah." Fakultas Teknik Sipil Universitas Parahyangan Katholik, Bandung: (5-14). SUTAPA I. (1999) : "Pemantauan Kualitas air Sumur Di Desa Karadenan Kabupaten Bogor." Jurnal Studi Pembangunan,

Kemasyarakatan & Lingkungan, Tahun I/1999, No.2 Teknik Analisa Cemaran Kimia dalam Air Limbah Industri (1997) : Laboratorium Spektroskopi, Water Quality Checker (WQC)-20A. Puslitbang Kimia Terapan-LIPI. Bandung. WIJAYA A., TRESNA S. (1991) : "Pencemaran Lingkungan." Rineka Cipta. Jakarta, (83-116).