9.1. Simpulan Penelitian - digilib.its.ac.id · (412 jiwa/ha) dan kecamatan Benowo merupakan...
Transcript of 9.1. Simpulan Penelitian - digilib.its.ac.id · (412 jiwa/ha) dan kecamatan Benowo merupakan...
281
BAB 9 SIMPULAN
Bagian terakhir dari penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu (1)
simpulan penelitian sebagai artikulasi dari pembahasan di atas yang dipandu
oleh sasaran penelitian; (2) sumbangan terhadap ilmu pengetahuan yang
meliputi pengetahuan teoritis dan praksis-metodologis; serta (3) saran dan
rekomendasi
9.1. Simpulan Penelitian Sesuai dengan sasaran penelitian, maka simpulan penelitian ini
merangkum hasil penelitian menjadi empat bagian penting yaitu:
9.1.1. Model teoritis struktur ruang kota berkelanjutan yang berbasis perilaku pergerakan
Model yang dihasilkan (baik model teoritis maupun empiris) pada
penelitian ini berada pada suatu matriks sebagai arena. Arena tersebut
merupakan kisi-kisi kategori variabel. Pada kategori struktur ruang kota
berkelanjutan, klasifikasi variabel meliputi kombinasi antara elemen struktur
ruang (yang meliputi sistem pusat, sistem jaringan dan pemanfaatan lahan)
dengan kriteria struktur ruang kota berkelanjutan (yang meliputi kepadatan,
keragaman, kompaksi dan konektivitas). Sedangkan kategori perilaku
pergerakan berkelanjutan, arena merupakan makriks kombinasi antara elemen
perilaku pergerakan dengan indikator pergerakan (sub bab 4.1)
Berdasarkan telaah pustaka pada konsepsualisasi model teoritis (sub
bab 4.3), terdapat beberapa kriteria struktur ruang kota berkelanjutan, yaitu
kategori kepadatan sistem pusat (meliputi kepadatan penduduk, kepadatan
bangunan, kepadatan tempat bekerja), kategori keragaman sistem pusat (berupa
keragaman fasilitas), keragaman pemanfaatan lahan (berupa keragaman ruang
publik), kompaksi sistem pusat (berupa radius kota), kompaksi pemanfaatan
lahan, (berupa efisiensi penggunaan lahan), serta konektivitas sistem jaringan
(berupa pola jalan terkoneksi). Secara agregat ataupun individual, kriteria
struktur kota berkelanjutan tersebut akan berpengaruh secara positif (+)
terhadap persentase berjalan kaki, penggunaan moda tidak bermotor, serta
282
berpengaruh secara negatif (-) terhadap penggunaan moda kendaraan bermotor,
lama pergerakan, panjang pergerakan.
9.1.2. Tingkat berkelanjutan (tingkat sustainability) struktur ruang kota dan perilaku pergerakan penduduk kota Surabaya
Simpulan terhadap penilaian tingkat berkelanjutan (tingkat
sustainability) terhadap struktur ruang kota maupun perilaku pergerakan
penduduk kota Surabaya mendapat hasil yang baik (lihat sub bab 6.1. dan sub
bab 6.2.1). Secara individual penilaian struktur ruang kota Surabaya dengan
menggunakan indikator kepadatan, keragaman, kompakasi (koefisien Gini dan
Analisis Tetangga Terdekat), serta tingkat konektivitas jaringan, terdapat nilai
yang bervariasi untuk setiap indikator. Hasil artikulasi empiris masing-masing
indikator disimpulkan sebagai berikut:
• Kepadatan penduduk maupun bangunan di kota Surabaya memiliki nilai
yang tinggi yaitu rata-rata 130 jiwa/ha (sub bab 6.1.1). Untuk skala
kecamatan, Simokerto memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi
(412 jiwa/ha) dan kecamatan Benowo merupakan kecamatan dengan
kepadatan penduduk terendah (16 jiwa/ha).
• Indikator keragaman untuk skala kota Surabaya (sub bab 6.1.2) yang
menggunakan nilai indeks entropy fasilitas dan guna lahan
memperlihatkan nilai yang tinggi atau baik (sebesar 0,63 dan 0,61).
Namun jika tingkat keragaman diukur untuk setiap kecamatan, terjadi
disparitas antara kecamatan Rungkut yang memiliki indeks entropy
fasilitas sebesar 0,71 dengan kecamatan Kenjeran dengan indeks entropy
0,26. Penilaian keberlanjutan berdasarkan aspek keragaman pemanfaatan
lahan menunjukan bahwa kecamatan Krembangan memiliki tingkat
sustainability yang paling baik (indeks Entropy = 0,66), sedangkan
kecamatan Tandes memiliki tingkat sustainability yang paling buruk
(indeks Entropy = 0,30).
• Tingkat kompaksi struktur kota menghasilkan nilai yang sedang (sub
bab 6.1.3). Simpulan tersebut ditarik berdasarkan nilai koefisien Gini
283
sebesar 0,29 (pada kisaran nilai indeks 0 – 1,00) serta nilai hasil analisis
tetangga terdekat sebesar 1,49.
• Kepadatan jaringan yang meliputi indikator kepadatan ruas, kepadatan
simpul dan indeks Miu (sub bab 6.1.4) menunjukan nilai yang sedang
untuk kota Surabaya (kepadatan ruas sebesar 6 ruas/ha, kepadatan simpul
sebesar 3 simpul/ha, serta indeks Miu sebesar 19,2). Indikator yang lain
adalah rasio ruas simpul dan rasio simpul terhubung yang mencerminkan
karakteristik konektivitas (keterhubungan). Pada nilai rasio ruas simpul
untuk kota Surabaya dihasilkan nilai 1,7, yang bermakna bahwa pola
jalan utama kota Surabaya berbentuk kurvalinier (kategori sedang
berdasarkan tingkat berkelanjutan). Kategori sedang juga terdapat pada
indikator persentase grid yang memiliki nilai sebesar 0,84. Sedangkan
berdasarkan indikator rasio simpul terhubung, kota Surabaya memiliki
nilai 0,84 atau termasuk kategori baik secara konektivitas. Nilai yang
baik juga terdapat pada indikator indeks Alpha sebesar 0,78 (yang
mencerimnkan tingkat konektivitas yang baik) dan indeks Gamma
sebesar 0,78 (yang mencerminkan 78 % jalan di kota Surabaya
terkoneksi).
Penilaian tingkat mobilitas kota Surabaya dengan menggunakan
model mobilitas (lihat Gambar 6. 16, sub bab 3.3.3) menunjukan bahwa,
sekitar 43,41 % pergerakan penduduk di Surabaya memiliki tingkat mobilitas
pergerakan penduduk yang ideal. Dari 43,41 % mobilitas pergerakan yang
ideal, 6,59 % nya menggunakan angkutan umum, 3.51 % dengan berjalan kaki,
2,23 % menggunakan sepeda, 28,77 % menggunakan moda sepeda motor serta
2,31 % menggunakan kendaraan roda empat.
9.1.3. Model empiris struktur ruang kota berkelanjutan yang berbasis perilaku pergerakan
Secara empirikal, model yang terbentuk merupakan hasil dari analisis
regresi berganda. Model matematis struktur ruang kota yang berbasis perilaku
pergerakan untuk kota Surabaya yang dihasilkan dari analisis regresi (sub bab
7.3) tentang Analisis Regresi adalah
284
“Tingkat mobilitas kawasan = 0,28 + 0,001.(kepadatan fasilitas
pendididkan) + 0,050.(kepadatan simpul) + 0,001.(kepadatan ruas jalan-
indeks Miu) + 0,180.(keragaman pemanfaatan lahan) + 0,100
(pengelompokan penduduk/ perumahan) + 0,100.(rasio ruas simpul)”
Makna dari model empiris tersebut adalah bahwa tingkat mobilitas
penduduk kota Surabaya dipengaruhi secara bersama-sama oleh kepadatan
fasilitas pendidikan, kepadatan simpul, kepadatan jaringan jalan (ditunjukan
dengan indeks Miu), keragaman tata guna lahan, tingkat pengelompokan
penduduk (yang ditunjukan dengan koefisien Gini persebaran penduduk), serta
perbandingan antara ruas dan simpul.
Selain itu, nilai konstanta yang terdapat dalam model empiris
memiliki makna sebagai berikiut :
• Jika kepadatan fasilitas pendidikan, kepadatan simpul jalan, kepadatan
jaringan, keragaman tata guna lahan, pengelompokan penduduk dan rasio
ruas simpul memiliki nilai nol (0) atau kategori tidak berkelanjutan, maka
tingkat mobilitas kota Surabaya memiliki nilai 0.28. Nilai 0,28 tersebut
berada dalam skala 0- 1,00 termasuk kategori yang buruk.
• Setiap penambahan sebesar satu (1) fasilitas pendidikan/ Ha (karena
positif) akan meningkatkan nilai mobilitas sebesar 0,001
• Setiap penambahan satu (1) buah simpul (persimpangan) dalam satu Ha
akan meningkatkan nilai mobilitas sebesar 0,05
• Setiap penambahan tingkat kerapatan jalan sebesar satu (1) indeks maka
akan meningkatkan nilai mobilitas sebesar 0,001
• Setiap penambahan tingkat keragaman tata guna lahan sebesar satu (1)
indeks maka akan meningkatkan nilai mobilitas sebesar 0,18
• Setiap penambahan tingkat pengelompokan penduduk atau perumahan/
koefisien Gini sebesar satu (1) indeks maka akan meningkatkan nilai
mobilitas sebesar 0,10
Formulasi model empiris divisualisasikan pula dalam bentuk model
diagramatis maupun geometris seperti yang diuraikan pada Gambar 8.1 di atas.
285
9.1.4. Struktur ruang kota yang mampu mendorong perilaku pergerakan yang berkelanjutan
Penajaman model teoritis berdasarkan model empiris kota Surabaya
menghasilkan model struktur ruang kota berkelanjutan yang lebih kaya dan
detail. Berdasarkan pembahasan pada sub 4.3 tentang konsepsualisasi model
teortis, sub bab 7.4 tentang generalisasi model empiris, serta sub bab 8.2
tentang komparasi dengan penelitian lain, maka konstrak yang terbentuk
sebagai konsep baru adalah:
Struktur Ruang Kota Berkelanjutan adalah suatu kesatuan ruang kota
yang pergerakan penduduknya memiliki aksesibilitas tinggi dan konsumsi
energi yang rendah, melalui pengaturan elemen struktur ruang kota yang
berciri: (a) kepadatan penduduk tinggi, (b) kepadatan bangunan tinggi,
(c) kepadatan tempat bekerja tinggi, (d) kepadatan fasilitas pendidikan
yang tinggi, (e) kepadatan persimpangan yang tinggi, (f) kepadatan ruas
jalan yang tinggi, (g) pemanfaatan lahan yang beragam, (h) fasilitas yang
beragam, (i) ruang publik yang beragam, (j) radius kota yang kecil, (k)
penggunaan lahan yang efisien, (l) pola jalan yang terkoneksi, (m)
persebaran perumahan yang berkelompok.
Penjelasan secara diagramatis yang memperlihatkan teori yang
sekarang (before) dengan teori yang telah dikembangkan (after) melalui
penambahan konsep hasil penelitian ini divisualisasikan pada Gambar 9. 1.
Sedangkan Gambar 9.2, gambar 9.3 serta gambar 8.8 menjelaskan simpulan
utama penelitian ini yaitu struktur ruang kota berkelanjutan berbasis mobilitas.
286
KepadatanPenduduk
KepadatanBanguan
KepadatanTmpt Bekerja
KeragamanFasilitas
KeragamanRuang Publik
EfisiensiPengg Lahan
Pola JalanTerkoneksi
Pengg ModaKend
Bermotor
PanjangPerjalanan
ProsentaseBerjalan Kaki
Pengg ModaTidak
Bermotor
PemanfaatanLahan
SistemPusat
SistemJaringan
STRUKTUR RUANG KOTA (Burgess 1925, Hyot 1939,, dll
KEPA
DATA
N (K
enwo
rthy
2006
)KE
RAGA
MAN
(Jaco
bs 20
02)
KONE
KTIV
I-TA
S (H
andy
2005
)KO
MPAK
SI (A
cioly
Jrda
nClau
dio C
. 200
0)
KRIT
ERIA
KOT
A BE
RKEL
ANJU
TAN
(Jaba
reen
2006
)
KRITERIA PERGERAKAN BERKELANJUTAN (Rosa 2007)
Radius Kota
PERILAKU PERGERAKAN(Tamin 1997, Dieleman et al 2002, Rodrigue 2006, Biliung et al 2006 ,
MOBILITAS(Zegras2005)
AKSESIBILITAS (Ewing 1994,dll)
PANJANG PERGERAKAN
Lama Pegerakan
Jacobs 1961, Alberti 2000 dll
Crane & Crepeau 1998,
Newman 1997, ITE 1989
Jacobs 1961
Alberti 2000
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
KORELASI INTERAKTIF
& KAUSALITAS(Handy 1998 dll)
Ruthe
rford
, Mc
Corm
ack &
W
ilkins
on 1
996
Williams, Burton dan
Jenks 2000
KepadatanFas.Pend
KeragamanPemanfaatan
Lahan
Pengelompok-an Perumahn
Rasio Ruas-Simpul
KepadatanRuas Jalan
Mobilitas
KepadatanPersimpang-
anKepadatanFas.Pend
KeragamanPemanfaatan
Lahan
Pengelompok-an Perumahn
Rasio Ruas-Simpul
KepadatanRuas Jalan
Mobilitas
KepadatanPersimpang-
an
Model Teoritis(before)
Penambahan Variabelberdasarkan Model Empiris (after)
Gambar 9. 1. Konsep Baru Struktur Ruang Kota Berkelanjutan berbasis Perilaku Pergerakan
kecilkecil
sedang
besar
sedang
besarkecil
seda
ng
besa
r
SISTEM PUSAT (PERSEBARAN SARANA PRASARANA)
PENGGUNAAN LAHAN
KONE
KTIVI
TAS
kecilkecil
sedang
besar
sedang
besarkecil
seda
ng
besa
r
SISTEM PUSAT (PERSEBARAN SARANA PRASARANA)
PENGGUNAAN LAHAN
KONE
KTIVI
TAS
PENGEMBNEOTRADISI-
ONAL(NEO-
TRADITIONAL DEVEL.)
KOTAKOMPAK
(COMPACT CITY)
PEMBATASANKOTA
(URBAN CONTAINMENT)
STRUKTUR RUANG KOTA
BERBASIS MOBILITAS
KOTA EKOLOGIS(ECO CITY)
Gambar 9. 2. Kedudukan Penelitian dalam Teori Kota dan Struktur Ruang
Berkelanjutan
287
STRUKTUR RUANG KOTA
BERKELAN-JUTAN
FASILITAS PENDIDIKAN
yang mencukupidan tersebar
merataPENGGU-
NAANLAHAN
yang beragamdalam satu
kawasan
JARINGAN JALAN
yang salingterhubung
JARINGAN JALAN
yang mencukupiuntuk menghubung-
kan aktivitasyang ada
AREA TERBANGUN
yang mengelompokdan kompak MOBILITAS
TINGGI(cepat dan efisien)
Kriteria Baru Penggunaan IndikatorMobilitas
Gambar 9.3. Kriteria Baru Struktur Ruang Kota Berkelanjutan dan Indikator Mobilitas
9.2. Kontribusi terhadap Ilmu Pengetahuan Simpulan suatu penelitian akan merupakan masukan bagi proses
penelitian lanjutan, dan juga khasanah ilmu pengetahuan. Selain hasil akhir
penelitian yang berupa konsep struktur ruang kota, temuan selama proses
penelitian dalam bentuk model dan metode juga diharapkan memberi
sumbangan bagi khasanah pengetahuan dalam ilmu kota (urban studies) secara
teoritis dan metodologis maupun dalam bidang perencanaan dan manajemen
kota atau transportasi.
9.2.1. Kontribusi Teoritis dan Metodologis
Seperti yang telah diungkapkan pada sub bab 4.3 di atas, sampai saat
ini telah banyak teori (Jacobs 1961, Freeman 1984, Sherlock 1990, Elkin et al
1991) yang mengidentifikasikan kriteria kota maupun struktur kota
berkelanjutan. Namun berdasarkan simpulan penelitian ini, terdapat beberapa
kriteria baru yang menjadi pertimbangan struktur ruang kota yang
berkelanjutan, yaitu kepadatan fasilitas pendidikan, kepadatan ruas jalan,
288
kepadatan persimpangan (simpul jalan), keragaman pemanfaatan lahan,
persebaran perumahan yang berkelompok, serta perbandingan antara ruas jalan
dengan persimpangan yang besar. Kriteria tersebut juga mengungkapkan
keseimbangan kriteria antara pemanfaatan lahan dan sistem jaringan jalan pada
unit analisis dengan skala besar (kota atau bagian kota).
Kontribusi penting lainnya adalah penggunaan tingkat mobilitas
sebagai indikator perilaku pergerakan. Hal ini selain melengkapi indikator
perilaku pergerakan yang selama ini sering digunakan, yaitu panjang
pergerakan dan aksesibilitas (Handy, 1993; McNally & Ryan, 1993; Ewing, et
al, 1994; Cervero & Gorham, 1995; Cervero, 1996 dll), juga telah
mempertimbangkan konsumsi bahan bakar (bbm/ energi) sebagai bagian dari
indikator berkelanjutan. Dapat disimpulkan bahwa mobilitas merupakan
indikator dimensi ketiga dari perilaku pergerakan, setelah panjang pergerakan
(sebagai indikator dimensi pertama) dan aksesibilitas (sebagai indikator
dimensi kedua).
Kontribusi metodologis merupakan pengkayaan terhadap pengetahuan
yang dihasilkan dari pengembangan metode dan analisis untuk menjawab
rumusan masalah penelitian. Selama proses penelitian, beberapa transformasi
data yang digunakan merupakan metode baru, baik bersifat modifikasi,
penggabungan, pendetailan, ataupun pengembangan metode yang telah ada,
yaitu:
(1) metode kuantifikasi struktur ruang kota, yang merupakan penggabungan
beberapa metode secara komprehensif untuk mengkuantifikasikan
elemen struktur ruang kota,
(2) metode penilaian struktur ruang kota berkelanjutan, dalam bentuk kanvas
penilaian, sebagai penggabungan sekaligus pendetailan metode yang ada,
(3) metode penilaian tingkat mobilitas kawasan yang merupakan
pengembangan metode Hasse dan Kornbluh (2004) dan kriteria dari
Zegras (2005) secara diagramatis,
(4) metode penilaian tingkat kompaksi kawasan sebagai pengembangan
metode Hasse dan Kornbluh (2004).
289
9.2.2. Kontribusi terhadap Perencanaan Kota dan Transportasi
Pada aras empiris, pengembangan teori dan metodologi di atas,
memberikan kontribusi pula pada bidang perencanaan kota serta perencanaan
dan transportasi. Hampir sama dengan tahapan penelitian, proses perencanaan
merupakan suatu siklus yang meliputi data-analisis-rencana-pengendalian
(Heidemann, 1992). Tahap “data dan analisis” pada proses perencanaan hampir
sama dengan tahap “data dan analisis” pada proses penelitian. Salah satu tahap
yang membedakan kedua proses tersebut adalah pada analisis preskriptif, yang
melengkapi analisis deskriptif dan evaluatif pada penelitian (Wicaksono, 2001).
Oleh sebab itu, secara prosedural, kontribusi metodologis pada sub bab 9.2.1 di
atas dapat pula menjadi sumbangan bagi dunia praktek perencanaan kota
maupun transportasi, yaitu
• metode kuantifikasi struktur ruang kota,
• metode penilaian struktur ruang kota berkelanjutan,
• metode penilaian tingkat mobilitas kawasan, serta
• metode penilaian tingkat kompaksi kawasan akan memperkaya metode
perencanaan yang telah ada, terutama pada kategori analisis evaluatif.
Secara substantif, kontribusi terhadap praktek perencanaan kota dan
transportasi nantinya dapat diaplikasikan melalui penggunaan model struktur
ruang kota berkelanjutan sebagai:
• preseden dalam perencanaan kota baru,
• alat evaluasi dalam perencanaan kota yang telah terbentuk
(restrukturisasi ruang kota),
• kriteria dalam perencanaan persebaran lokasi fasilitas,
• kriteria dalam perencanaan tata guna lahan,
• kriteria dalam perencanaan sistem jaringan jalan, serta
• kriteria mobilitas dalam konsep perilaku pergerakan.
9.3. Saran dan Rekomendasi Saran dan rekomendasi merupakan alternatif preskripsi indikatif yang
didasarkan atas simpulan serta kelemahan atau kekurangan penelitian ini.
290
Beberapa kelemahan atau kekurangan yang dijumpai selama proses penelitian
antara lain:
• Sifat penelitian ini bersifat kuantitatif, sehingga beberapa informasi
kualitatif yang terkait dengan struktur ruang dan perilaku pergerakan
tidak diakomodasi dan dianalisis dalam penelitian. Beberapa informasi
kualitatif merupakan bagian penting yang dapat mengartikulasikan suatu
fenomena secara utuh, seperti misalnya persepsi terhadap moda
pergerakan, faktor sosial dalam pemilihan rute, kenyamanan dalam
pergerakan, faktor prestise dan nilai sosial dalam pemilihan fasilitas
umum dlsb.
• Secara teoritis, perilaku pergerakan dipengaruhi karakter individu pelaku
pergerakan dan lingkungan permukiman atau kota sebagai arena.
Penelitian ini membatasi faktor pengaruh perilaku pergerakan pada
lingkup struktur ruang kota dan tidak melibatkan karakteristik individu
pelaku pergerakan pada analisis berikutnya.
• Lokus penelitian disertasi untuk mendapatkan model struktur ruang kota
ini adalah wilayah administratif kota Surabaya. Hal tersebut
mempertimbangkan bahwa unit analisis yang digunakan menyesuaikan
dengan pembagian zona dalam studi kota dan transportasi yang telah
dilakukan. Konsekuensi pemilihan unit analisis tersebut adalah tidak
teridentifikasinya area terbangun disekitar kota Surabaya yang
membentuk wilayah kota fungsional.
Selanjutnya, berdasarkan simpulan dan juga kelemahan penelitian,
diajukan beberapa hal yang disarankan dan direkomendasikan sebagai berikut
1. Saran bagi Obyek Penelitian
Tema hubungan struktur ruang kota dan transportasi dan hasil
penelitian ini dapat dipertajam lagi dengan memperluas lokus penelitian
menjadi wilayah fungsional kota serta lokus penelitian pada kota metropolitan
lainnya, atau kota dengan skala besar, sedang ataupun kecil. Adanya
keragaman lokasi penelitian akan meningkatkan kualitas hasil penelitian
2. Saran bagi Metodologi Penelitian
291
Saran metodologi yang dapat menjadi peluang bagi penelitian
berikutnya meliputi: (1) penggabungan metode kualitatif untuk mengartikulasi
informasi persepsional pelaku pergerakan, serta (2) penggunaan karakteristik
individu pelaku pergerakan sebagai faktor penentu pergerakan.
3. Rekomendasi bagi restrukturisasi kota
Secara praksis, beberapa rekomendasi yang langsung dapat digunakan
sebagai dasar dari restrukturisasi ruang kota adalah: (1) deliniasi pembagian
unit pengembangan (UP) kota dengan radius maksimal 3000 m, (2) antar unit
pengembangan kota dihubungkan oleh jalan arteri atau kolektor yang saling
terkoneksi, (3) setiap UP memiliki kepadatan minimal 200 jiwa/ha dengan
pusat UP berupa kumpulan lokasi sarana yang beragam, (4) pola jalan
berbentuk grid atau kurvalinier, (5) perumahan yang berkelompok. Gambar
9.4 memperlihatkan restrukturisasi ruang kota Surabaya berdasarkan kriteria
yang dihasilkan penelitian ini.
Wilayah dan kawasan memilikikepadatan penduduk dan
bangunan yang tinggi, yaituminimal 200 jiwa/ha atau 40
bangunan/ha
Pusat Pelayanan yang memilikifungsi beragam (pelayananpendidikan, sosial budaya,
ekonomi, pemerintahan, dapatdicapai dari rumah maksimal
1500 m
Kota memiliki radius maksimal3.000 meter. Pada kota besar
atau metropolitan, dengan radius lebih dari 3000 meter, kawasankota dibagi menjadi sub bagian
kota dengan radius maksimal sub kawasan 3.000 meter.
Antar sub bagian kotadihubungkan dengan angkutan
umum masal (Mass Rapid Transit)
Perumahan dan area terbangunmenyebar secara berkelompok
Pola jalan berbentuk grid ataukurvalinier dengan dominasipertemuan jalan berbentuk
simpang empat. Kepadatan jalandan perismpangan mendominasi
kawasan.
1.5 Km1.00.50.100.1
SKALA :
U T A R A
Gambar 9. 4. Restrukturisasi Ruang Kota Surabaya.
Walaupun penelitian ini berbasis data kota Surabaya dengan
karakteristik kota Metropolitan yang berbatasan dengan laut, namun kriteria
tersebut secara universal juga berlaku pada kota lain seperti kota besar, sedang
maupun kecil. Gambar 9.5, serta Gambar 9.6 berikut memvisualisasikan
292
restrukturisasi ruang kota Malang (mewakili kota besar) dan kota Probolinggo
(mewakili kota sedang) yang berbasis mobilitas (perilaku pergerakan
berkelanjutan)
1.5 Km1.00.50.100.1
SKALA :
U T A R A
Kota memiliki radius maksimal3.000 meter. Pada kota besar
atau metropolitan, dengan radius lebih dari 3000 meter, kawasankota dibagi menjadi sub bagian
kota dengan radius maksimal sub kawasan 3.000 meter.
Antar sub bagian kotadihubungkan dengan angkutan
umum masal (Mass Rapid Transit)
Wilayah dan kawasan memilikikepadatan penduduk dan
bangunan yang tinggi, yaituminimal 200 jiwa/ha atau 40
bangunan/ha
Pusat Pelayanan yang memilikifungsi beragam (pelayananpendidikan, sosial budaya,
ekonomi, pemerintahan, dapatdicapai dari rumah maksimal
1500 m
Pola jalan berbentuk grid ataukurvalinier dengan dominasipertemuan jalan berbentuk
simpang empat. Kepadatan jalandan perismpangan mendominasi
kawasan. Gambar 9. 5. Restrukturisasi Ruang Kota Malang.
1.5 Km1.00.50.100.1
SKALA :
U T A R A
Kota memiliki radius maksimal 3.000 meter. Pada kota besar atau metropolitan,
dengan radius lebih dari 3000 meter, kawasan kota dibagi menjadi sub bagian
kota dengan radius maksimal sub kawasan 3.000 meter.
Wilayah dan kawasan memiliki kepadatanpenduduk dan bangunan yang tinggi,
yaitu minimal 200 jiwa/ha atau 40 bangunan/ha
Pusat Pelayanan yang memiliki fungsiberagam (pelayanan pendidikan, sosialbudaya, ekonomi, pemerintahan, dapat
dicapai dari rumah maksimal 1500 m
Pola jalan berbentuk grid atau kurvalinierdengan dominasi pertemuan jalan
berbentuk simpang empat. Kepadatanjalan dan perismpangan mendominasi
kawasan. Gambar 9. 6. Restrukturisasi Ruang Kota Probolinggo.