88 Persen Lulusan SMK Diserap Dunia Kerja.docx

5
88 Persen Lulusan SMK Diserap Dunia Kerja di Posting olehrulam Jul 11, 2013 Baca juga artikel ini: Pikirkan Pelatihan Guru yang Lebih Komprehensif 2012, Rp3,9 Triliun untuk Beasiswa Miskin Rektor UMI Tanam Pohon di Pesantren Darul Mukhlisi Padang Menggenjot Budaya Baca Dinas Pendidikan Jawa Tengah tingkat serapan lulusan sekolah menengah kejuruan di wilayah tersebut ke dunia kerja rata-rata mencapai 88-89 persen setiap tahun. “Setiap tahun, setidaknya dihasilkan 178 ribu lulusan SMK di wilayah Jateng. Kebanyakan dari mereka biasanya sudah dipesan oleh kalangan industri,” kata Sekretaris Disdik Jateng Kartono di Semarang, Kamis (11/7/2013). Menurut dia, pihaknya turut memfasilitasi para lulusan SMK ke dunia kerja, salah satunya melalui bursa kerja khusus yang cukup besar menjaring para lulusan kejuruan untuk bekerja ke berbagai industri. Ia mencontohkan bursa kerja khusus SMK tahun ini yang digelar di SMK Negeri 7 Semarang pada pertengahan Juni 2013 menjaring setidaknya 9.038 lulusan SMK untuk mendaftar sebagai calon tenaga kerja. “Dari 9.038 lulusan itu, 2.673 orang di antaranya diterima langsung sebagai tenaga kerja, 1.741 orang sudah masuk tahap psikotes dan wawancara, sementara peserta lainnya masih dalam proses seleksi,” katanya. Namun, kata dia, sebelum pelaksanaan bursa kerja yang diikuti oleh sebanyak 75 perusahaan bertaraf regional dan itu sebenarnya sudah ada 30 persen lulusan SMK yang terserap sebagai tenaga kerja. Dibandingkan bursa kerja sama 2012, kata dia, memang ada penurunan, sebab ketika itu ada 22.949 siswa yang mendaftar sebagai tenaga kerja pada 92 perusahaan yang mengikuti “job fair” tersebut.

Transcript of 88 Persen Lulusan SMK Diserap Dunia Kerja.docx

88 Persen Lulusan SMK Diserap Dunia Kerjadi Posting olehrulamJul 11, 2013Baca juga artikel ini: Pikirkan Pelatihan Guru yang Lebih Komprehensif 2012, Rp3,9 Triliun untuk Beasiswa Miskin Rektor UMI Tanam Pohon di Pesantren Darul Mukhlisi Padang Menggenjot Budaya BacaDinas Pendidikan Jawa Tengah tingkat serapan lulusan sekolah menengah kejuruan di wilayah tersebut ke dunia kerja rata-rata mencapai 88-89 persen setiap tahun.Setiap tahun, setidaknya dihasilkan 178 ribu lulusan SMK di wilayah Jateng. Kebanyakan dari mereka biasanya sudah dipesan oleh kalangan industri, kata Sekretaris Disdik Jateng Kartono di Semarang, Kamis (11/7/2013).Menurut dia, pihaknya turut memfasilitasi para lulusan SMK ke dunia kerja, salah satunya melalui bursa kerja khusus yang cukup besar menjaring para lulusan kejuruan untuk bekerja ke berbagai industri.Ia mencontohkan bursa kerja khusus SMK tahun ini yang digelar di SMK Negeri 7 Semarang pada pertengahan Juni 2013 menjaring setidaknya 9.038 lulusan SMK untuk mendaftar sebagai calon tenaga kerja.Dari 9.038 lulusan itu, 2.673 orang di antaranya diterima langsung sebagai tenaga kerja, 1.741 orang sudah masuk tahap psikotes dan wawancara, sementara peserta lainnya masih dalam proses seleksi, katanya.Namun, kata dia, sebelum pelaksanaan bursa kerja yang diikuti oleh sebanyak 75 perusahaan bertaraf regional dan itu sebenarnya sudah ada 30 persen lulusan SMK yang terserap sebagai tenaga kerja.Dibandingkan bursa kerja sama 2012, kata dia, memang ada penurunan, sebab ketika itu ada 22.949 siswa yang mendaftar sebagai tenaga kerja pada 92 perusahaan yang mengikuti job fair tersebut.Dari 22.949 pendaftar itu, sebanyak 4.273 orang langsung diterima kerja, 12.431 orang masuk tahap psikotes, 3.652 orang masuk tahap wawancara, sementara sisanya masih dalam proses seleksi, kata Kartono.Kepala Seksi Pengendalian Mutu Pendidikan Menengah Disdik Kota Semarang Reza Pahlevi menambahkan tingkat keterserapan lulusan SMK pada 2012 lalu mencapai 88,39 persen dari total lulusan sekitar 178 ribu orang.Untuk lulusan SMK tahun ini, belum bisa dihitung keterserapannya. Namun, beberapa sekolah sudah melaporkan sekitar 40-50 persen lulusannya sudah terserap ke dunia kerja. Sudah dipesan industri, katanya.Untuk beberapa sekolah tertentu, ia mengakui keterserapan lulusannya memang relatif besar dan cepat, seperti SMK Negeri 7 Semarang yang sudah 75 persen lulusannya tahun ini yang terserap di dunia kerja.Kami menargetkan tingkat keterserapan lulusan SMK tahun ini ke dunia kerja hingga akhir Desember 2013 mencapai 88-89 persen. Rata-rata memang itu, sisanya melanjutkan, dan ada pula yang wirausaha, kata Reza.http://edukasi.kompas.com/read/2013/07/11/1703395/88.Persen.Lulusan.SMK.Diserap.Dunia.Kerja

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang di dalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia.

Masa Depan Itu SekarangSenin, 17 Juni 2013 | 16:38 WIBTerkait Batalkan S-2 di Luar Negeri demi Mengajar di Pelosok Wamendikbud: Karakter Seseorang Dilihat Melalui Pendidikan Berdayakan Guru dan Siswa Guru di Negeri Nihil Pemimpin

0

OpiniOleh Bambang Hidayat

Tahun 2045, tatkala kita memperingati 100 tahun NKRI, rasanya masih begitu jauh. Namun, dari sudut pembelajaran bangsa, sebenarnya momen itu merupakan tonggak di pengkolan jalan sebelahartinya tidak jauh.

Ancang-ancang pendidikan sudah harus dimulai dari sekarang (H Gunawan, Kompas, 5 Maret 2013) kalau kita ingin Indonesia berperan dalam arus kemajuan dunia. Buchori dkk (BSNP, 2012) menandai pergeseran paradigma pendidikan dengan sidik tekno sains.

Dalam tekno sains, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak berdiri sendiri, tapi berdamping dengan ilmu sosial dan humaniora. Pembangunan watak abad ke-21 harus diumpan dengan kecerdasan dan nalar melalui proses ajar-mengajar yang dialogis.

Penalaran kritis

Maka, Iwan Pranoto (Kompas, 14 Desember 2012) ingin menumbuhkan cinta pada ilmu, sementara Daoed Joesoef (Kompas, 20 Mei 2013) memboboti jiwa keilmuan dengan penalaran kritis dan steril-dogma.

T Gunawan (Universitas Pembangunan Jaya) ingin membangun aspek penalaran dan membidani daya pikir kritis, menyatukan keilmuan eksakta dengan kehidupan. Maka, anak didik perlu dibekali adonan dasar disiplin ilmu yang bertali-temali.

Secara generik pendidikan sains dan teknologi seperti itu berlabel pendidikan sains pemerdekaan (sebagai padanan liberal). Inilah salah satu sarana mengajarkan sains agar lulusan pendidikan tidak cepat merasa tahu dengan hanya satu disiplin ilmu. Tentu saja usaha ini tidak mengerdilkan upaya membentuk spesialis, tetapi bertujuan memijah warga muda menjiwai cara pandang luas, tidak miopik.

Perguruan tinggi memegang peran penting dalam mengonstruksi modal kultural dan modal sosial ke dalam kemajuan sains dan teknologi. Anak didik tidak lagi menjadi obyek, tetapi dirangkul sebagai sosok intelektual berwawasan luas dan terbuka. Kewajiban pendidik adalah membuat sosok intelektual itu jauh dari tipe ahistorikal.

Landas tujuan adalah ke-Indonesia-an karena pendidikan itu untuk manusia Indonesia yang akan membangun Indonesia. Peserta didik membawa bekal multikultural berbobot nilai luhur agama, watak etnik, gelegar bahasa-ibu dan budi bahasa daerah, yang tidak dapat dinafikan. Karena itu, proses pendidikan adalah olahan luhur, perlu kesediaan semua pihak menjiwainya.

Produk pendidikan harus mampu mengetengahkan keunggulan nalar daripada biseps dan terlatih berbahasa sopan dan rasional saat mempertentangkan atau menerima argumen. Jiwa zaman menjadi penting untuk disertakan dalam perhitungan karena masa depan mempunyai nuansa berbeda.

Tantangan

Anak didik tahun 2013 akan menghadapi kenaikan jumlah penduduk dan usia lanjut secara progresif, internasionalisasi yang membutuhkan penguasaan lebih dari satu bahasa internasional, terhapusnya batas geografi dan ranah ekonomi konvensional, kesadaran lingkungan, hak asasi dan kewajiban dasar manusiawi, serta perubahan nilai dan pandangan kemasyarakatan.

Pendidikan sains pemerdekaan tak lupa mengisi kemampuan berbahasa sebagai sarana komunikasi antarmanusia, antarwarga, dan antarbangsa, dengan penekanan pada kemampuan berkomunikasi, bukan sekadar bicara. Kita bersyukur memiliki lingua franca, bahasa Indonesia. Inilah perekat elemen kebangsaan yang mampu menyampaikan pesan kejiwaan dan spiritual.

Dalam perjalanan hidup, penulis menemui ungkapan bijak bahasa Jawa ajining diri mergo ukoro, yang artinya citra dan harga diri kita diukur dari tutur kata yang dikeluarkan. Kalimat bersayap ini kongruen dengan adagium Whitehead, yang menyebutkan bahasa sebagai inkarnasi mental suatu bangsa.

Penguasaan bahasa tulis maupun tutur akan membebaskan masyarakat dari tindak kekerasan fisik provokatif. Menguasai bahasa dengan baik diharapkan dapat menyampaikan buah pikiran, induktif maupun deduktif, untuk beradu pendapat.

Pengajaran bahasa bertujuan menjadikan peserta didik mengenali kebutuhan sosial dan masalah negara secara dewasa, mengasimilasikan atau membandingkan dengan kebutuhan sendiri, ikut mematangkan intelektual, menjadi pisau bedah diagnostik untuk memahami teks dalam konteks.

Skema Pendidikan Nasional sudah dipakukan, yakni Indonesia yang berkultur jamak. Penalaran, berpikir logis, bebas tidak dogmatik, perlu diobori untuk memetakan jalan pembentukan manusia berkarakter mandiri, mampu menanggalkan ke-aku- an dan mentransformasinya menjadi ke-kita-an.

Itikad seperti itu semestinya tecermin dalam falsafah pendidikan dan ter-reka dalam wujud kurikulum yang membentuk penalaran. Pemilahan baik dan jelek bukan oleh kekuasaan, tetapi oleh kepekaan dan kejernihan pikir masyarakat.

Bambang Hidayat Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesiahttp://www.lintas.me/go/edukasi.kompas.com/masa-depan-itu-sekarang