85-158-1-SM(1).pdf

11
Artikel Penelitian Abstrak Dalam kurun waktu 35 tahun sejak tahun 1990, jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia meningkat 414% dan akan berada pada peringkat kelima ne- gara dengan lansia terbesar pada tahun 2025. Seperti umumnya di negara berkembang, lebih dari dua per tiga lansia hidup di wilayah perdesaan ter- pencil. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan membahas berbagai masalah gangguan kesehatan, sosial budaya, pelayanan, dan program-program kesehatan lansia di Kepulauan Tanimbar Provinsi Maluku. Penelitian dengan metode kualitatif melalui observasi, partisipasi, dan wawancara terhadap 30 lansia di dua wilayah semiurban dan 6 wilayah perdesaan terpencil di kepulauan Tanimbar Provinsi Maluku pada bulan April-Juni 2010. Pengumpulan data, diskusi, dan wawancara dilakukan ter- hadap pemegang program lansia di dinas kesehatan dan puskesmas. Gangguan kesehatan yang banyak dialami lansia adalah artralgia genu, gastritis kronis, nyeri pinggang bawah, katarak, hipertensi, dan diabetes melitus. Masalah sosial budaya akibat urbanisasi membuat para lansia ting- gal sendiri tanpa perawatan anak atau cucu. Pelayanan kesehatan terlihat belum optimal, sarana/prasarana terbatas, aspek promosi kesehatan ter- abaikan, serta tenaga kesehatan yang memperhatikan kesehatan lansia masih kurang. Pos pelayanan terpadu (posyandu) lansia belum efektif, in- formasi minimal, kader belum optimal menunjang kebutuhan lansia. Ke de- pan, perlu memperkuat sistem pelayanan kesehatan lansia; peningkatan perhatian dan kemitraan dengan lembaga eksekutif dan legislatif; serta melakukan inovasi strategi pendidikan, pelayanan, dan penelitian di bidang kesehatan lansia di daerah terpencil dan perdesaan Indonesia. Kata kunci: Kesehatan, lanjut usia, perdesaan Abstract Indonesia is a country with the highest increase numbers of elderly in the world. In the range 35 years since 1990, the increase number of the elder- ly will be 414% that will set Indonesia in the fifth rank of the highest elderly in the world by the year of 2025. In most developing countries on the world, Permasalahan Lanjut Usia di Daerah Perdesaan Terpencil Problems of The Elderly in Remote Rural Area Laurentius Aswin Pramono* Cornelles Fanumbi** 201 more than two third elderly live in remote and rural area. The aim of this study is to descript and discuss statistic data, health, health services, and programs for elderly in remote and rural Indonesia represented by Tanimbar Islands Maluku Province. The study use qualitative method by observation, participation, and interview with 30 elderly from 2 semiurban and 6 rural area in remote, rural, new developing administration district, and outer is- lands of Republic Indonesia, Tanimbar Islands, Maluku Province in April to June 2010. We also interview and discuss elderly problems with elderly sec- tion program in health department West-Southeast Maluku region and el- derly program personnel in public health center. From the study, we found major health problems of the elderly in Tanimbar are genus artralgia, chro- nic gastritis, lower back pain, cataract, hypertension, and diabetes mellitus. Social and culture problems are urbanization which make elderly living alone. Integrated service section for elderly aren’t effective, minimal infor- mation, and the human resources aren’t optimal enough to support elderly needs. In the future, we must strengthen our health services system for el- derly; expands the concern and networking with executive and legislative board; do education, service, and research innovations and strategies in the field of elderly health in remote rural Indonesia. Key words: Health, elderly, rural areas Pendahuluan Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, kemajuan diagnosis, serta terapi di bidang kedokteran maka angka harapan hidup penduduk Indonesia memperlihatkan ter- jadi peningkatan. 1 Hal tersebut berdampak pada pening- katan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia yang berusia di atas 60 tahun. Perserikatan Bangsa Alamat Korespondensi: Laurentius Aswin Pramono, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia, Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta Pusat 10430, Hp. 08129249234, e-mail: [email protected] *Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, **Subbagian Lanjut Usia Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara Barat

Transcript of 85-158-1-SM(1).pdf

Page 1: 85-158-1-SM(1).pdf

Artikel Penelitian

Abstrak Dalam kurun waktu 35 tahun sejak tahun 1990, jumlah lanjut usia (lansia)di Indonesia meningkat 414% dan akan berada pada peringkat kelima ne-gara dengan lansia terbesar pada tahun 2025. Seperti umumnya di negaraberkembang, lebih dari dua per tiga lansia hidup di wilayah perdesaan ter-pencil. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan membahasberbagai masalah gangguan kesehatan, sosial budaya, pelayanan, danprogram-program kesehatan lansia di Kepulauan Tanimbar ProvinsiMaluku. Penelitian dengan metode kualitatif melalui observasi, partisipasi,dan wawancara terhadap 30 lansia di dua wilayah semiurban dan 6 wilayahperdesaan terpencil di kepulauan Tanimbar Provinsi Maluku pada bulanApril-Juni 2010. Pengumpulan data, diskusi, dan wawancara dilakukan ter-hadap pemegang program lansia di dinas kesehatan dan puskesmas.Gangguan kesehatan yang banyak dialami lansia adalah artralgia genu,gastritis kronis, nyeri pinggang bawah, katarak, hipertensi, dan diabetesmelitus. Masalah sosial budaya akibat urbanisasi membuat para lansia ting-gal sendiri tanpa perawatan anak atau cucu. Pelayanan kesehatan terlihatbelum optimal, sarana/prasarana terbatas, aspek promosi kesehatan ter-abaikan, serta tenaga kesehatan yang memperhatikan kesehatan lansiamasih kurang. Pos pelayanan terpadu (posyandu) lansia belum efektif, in-formasi minimal, kader belum optimal menunjang kebutuhan lansia. Ke de-pan, perlu memperkuat sistem pelayanan kesehatan lansia; peningkatanperhatian dan kemitraan dengan lembaga eksekutif dan legislatif; sertamelakukan inovasi strategi pendidikan, pelayanan, dan penelitian di bidangkesehatan lansia di daerah terpencil dan perdesaan Indonesia.Kata kunci: Kesehatan, lanjut usia, perdesaan

AbstractIndonesia is a country with the highest increase numbers of elderly in theworld. In the range 35 years since 1990, the increase number of the elder-ly will be 414% that will set Indonesia in the fifth rank of the highest elderlyin the world by the year of 2025. In most developing countries on the world,

Permasalahan Lanjut Usia di Daerah Perdesaan Terpencil

Problems of The Elderly in Remote Rural Area

Laurentius Aswin Pramono* Cornelles Fanumbi**

201

more than two third elderly live in remote and rural area. The aim of thisstudy is to descript and discuss statistic data, health, health services, andprograms for elderly in remote and rural Indonesia represented by TanimbarIslands Maluku Province. The study use qualitative method by observation,participation, and interview with 30 elderly from 2 semiurban and 6 ruralarea in remote, rural, new developing administration district, and outer is-lands of Republic Indonesia, Tanimbar Islands, Maluku Province in April toJune 2010. We also interview and discuss elderly problems with elderly sec-tion program in health department West-Southeast Maluku region and el-derly program personnel in public health center. From the study, we foundmajor health problems of the elderly in Tanimbar are genus artralgia, chro-nic gastritis, lower back pain, cataract, hypertension, and diabetes mellitus.Social and culture problems are urbanization which make elderly livingalone. Integrated service section for elderly aren’t effective, minimal infor-mation, and the human resources aren’t optimal enough to support elderlyneeds. In the future, we must strengthen our health services system for el-derly; expands the concern and networking with executive and legislativeboard; do education, service, and research innovations and strategies in thefield of elderly health in remote rural Indonesia.Key words: Health, elderly, rural areas

PendahuluanSejalan dengan pertumbuhan ekonomi, kemajuan

diagnosis, serta terapi di bidang kedokteran maka angkaharapan hidup penduduk Indonesia memperlihatkan ter-jadi peningkatan.1 Hal tersebut berdampak pada pening-katan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesiayang berusia di atas 60 tahun. Perserikatan Bangsa

Alamat Korespondensi: Laurentius Aswin Pramono, Departemen IlmuPenyakit Dalam FK Universitas Indonesia, Jl. Diponegoro No. 71 JakartaPusat 10430, Hp. 08129249234, e-mail: [email protected]

*Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, **Subbagian Lanjut Usia Dinas Kesehatan KabupatenMaluku Tenggara Barat

Page 2: 85-158-1-SM(1).pdf

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 5, April 2012

Bangsa (PBB) memperkirakan Indonesia merupakansalah satu negara dengan ledakan jumlah lansia tertinggidi seluruh dunia yaitu sekitar 414% dalam kurun waktu35 tahun pada periode tahun 1990 _ 2025.2,3 Pada tahun2025, diperkirakan Indonesia menjadi negara denganjumlah penduduk lansia terbanyak kelima di seluruhdunia setelah China, India, Amerika Serikat, danJepang.4 Saat ini, proporsi penduduk lansia di Indonesiadiperkirakan sekitar 8,0%.2 Apabila diasumsikan jumlahpenduduk Indonesia adalah 250 juta jiwa maka jumlahpenduduk lansia sekitar 20 juta jiwa. Proporsi tersebutmerupakan hasil kumulatif peningkatan setiap dekade,pada tahun 1990 dan 2000 masing-masing adalah 5,8%dan 7,4%.2,3 Pada tahun 2020, diperkirakan 11,4% pen-duduk Indonesia (29,2 juta jiwa) berusia di atas 60 tahundan pada tahun 2040 jumlah ini akan meningkat menja-di 19,7% (55,5 juta jiwa). Dalam waktu tiga dekademendatang, proporsi lansia akan lebih besar dibanding-kan proporsi anak di bawah usia 14 tahun.1,5

Di satu sisi, peningkatan angka harapan hidup mem-bawa kebaikan bagi salah satu indikator kesehatanbangsa. Namun di sisi lain, hal tersebut mengarah padatransisi epidemiologi, ditandai dengan pergeseran polapenyakit dari penyakit infeksi menjadi penyakit degene-ratif yang berhubungan dengan proses penuaan. Berbagaipenyakit tersebut antara lain diabetes melitus, hiperten-si, demensia, pembesaran prostat jinak, katarak, dan be-ragam masalah kejiwaan pada lansia seperti depresi, an-sietas, dan gangguan tidur. Kondisi tersebut akanberdampak pada peningkatan kesakitan dan kematian,penurunan kualitas hidup, peningkatan biaya kesehatan,serta kemunculan beragam masalah sosial kemasyarakat-an. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih meng-hadapi banyak tantangan dalam meningkatkan kesehatandan kesejahteraan hidup lansia. Pada tahun 2004,Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mem-perkirakan sekitar 18,7% lansia di Indonesia hidupdengan uang kurang dari US $ 1 (sekitar Rp. 9.100,00)dalam sehari.1 Data ini mengindikasikan bahwa sampaisaat ini, kesejahteraan lansia di Indonesia masih belumtercapai secara optimal. Dibutuhkan perhatian yangserius dari pemerintah, tenaga kesehatan, dan penelitiuntuk mendorong berbagai program peningkatan kese-hatan dan kesejahteraan lansia di Indonesia.

Di daerah perdesaan dan terpencil, misalnya di kepu-lauan, perbatasan, kabupaten hasil pemekaran, danwilayah geografis yang sulit dijangkau, kondisi pelayananlansia tersebut diperkirakan semakin sulit. Kemiskinan,tingkat pendidikan yang rendah, lapangan pekerjaanyang terbatas, sarana/prasarana publik yang buruk, per-hatian pemerintah daerah yang kurang, pergeseran nilai-nilai sosial budaya, serta kualitas sumber daya manusiayang rendah menjadi penyebab masalah kesehatan lansiadi Indonesia. Beragam permasalahan tersebut harus men-

dapat solusi demi perbaikan kesejahteraan lansia.Penelitian ini membahas beragam permasalahan lan-

sia di salah satu daerah terpencil perdesaan Indonesiayaitu di Kepulauan Tanimbar Kabupaten MalukuTenggara Barat Provinsi Maluku. Tujuan dari penelitianini adalah memberikan gambaran lansia di KepulauanTanimbar; memberikan gambaran tentang persepsi lansiatentang kehidupan sehari-hari dan pelayanan kesehatandi wilayahnya masing-masing; memaparkan secara men-dalam tentang berbagai masalah lansia; dan memberikansolusi terhadap permasalahan lansia di KepulauanTanimbar. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi ma-sukan bagi petugas kesehatan dan pemerintah daerahagar lebih memperhatikan kesehatan dan kesejahteraanlansia di wilayah terpencil perdesaan Indonesia.

MetodePenelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif me-

lalui observasi, partisipasi, dan wawancara terhadap 30lansia yang berasal dari 2 wilayah semiurban (Saumlakidan Larat) serta 6 wilayah perdesaan (Amdasa, Arui Bab,Alusi Bugjalim, Alusi Thamrian, Meyano Bab, dan Arma)selama program skrining katarak dan pengobatan lansiadi Kepulauan Tanimbar Kabupaten Maluku TenggaraBarat pada bulan April sampai dengan Juni 2010.Kunjungan dilakukan dalam rangka dinas rutin sebagaidokter pegawai tidak tetap (PTT) ke desa dan kecamatandi Kepulauan Tanimbar. Selain itu, dilakukan pengambi-lan data, wawancara, dan diskusi bersama petugas kese-hatan dan pengurus program lansia di Dinas KesehatanKabupaten Maluku Tenggara Barat. Hasil partisipasi, ob-servasi, dan wawancara dirangkum secara deskriptif ber-dasarkan persepsi lansia tentang berbagai masalah yangdialami, selanjutnya dianalisis dan dibahas menggunakanberbagai referensi terkait.

HasilProfil Lansia

Di Kepulauan Tanimbar Kabupaten Maluku Utara,jumlah penduduk lansia berusia di atas 60 tahunsebanyak 8.762 orang, jumlah pos pelayanan terpadu(posyandu) lansia sebanyak 13 buah, cakupan programposyandu lansia sebesar 18,8%, dan jumlah lansia yangaktif di posyandu sebanyak 1.271 orang (Tabel 1).Proporsi cakupan program posyandu lansia pada seluruhpenduduk lansia di Kepulauan Tanimbar adalah 14,5%(Gambar 1).

Persepsi Lanjut Usia Untuk memperoleh gambaran persepsi lansia tentang

kehidupan dan pelayanan kesehatan dilakukan wawan-cara terhadap lansia yang terdapat di 8 wilayah diKepulauan Tanimbar. Wawancara acak dilakukan terha-dap 7 lansia dari Saumlaki, 5 lansia dari Larat, dan

202

Page 3: 85-158-1-SM(1).pdf

Pramono & Fanumbi, Permasalahan Lanjut Usia di Daerah Perdesaan Terpencil

masing-masing 3 lansia dari setiap desa. Wawancara dila-kukan pada saat berlangsung program skrining katarakdan pengobatan massal lansia. Total seluruh lansia ada-lah 30 orang.

Kegiatan RutinKegiatan sehari-hari lansia laki-laki di desa adalah

berkebun sedangkan lansia perempuan di samping ber-kebun juga menenun kain. Kegiatan berkebun dilakukan

selama 6 hari seminggu dalam waktu 4 _ 5 jam sehari.Aktivitas berkebun meliputi menanam pada musim ta-nam dan mengambil hasil kebun pada waktunya.Beberapa komoditas pertanian antara lain pisang, kelapa,sagu, ubi (patatas), kacang panjang, bayam, dankangkung. Sisa waktu dimanfaatkan untuk berdiam digubuk di kebun, pulang ke rumah untuk beristirahat, ma-kan, tidur, memasak, membersihkan rumah, mencuci,serta berbincang dengan keluarga atau tetangga. Hari

203

Tabel 1. Jumlah Lansia, Posyandu Lansia, dan Cakupannya di Kepulauan Tanimbar Kabupaten Maluku Tenggara Barat

Puskesmas Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Lansia Jumlah Posyandu Jumlah Lansia Cakupan ProgramLansia Aktif di Posyandu

Saumlaki 27.547 2.341 4 268 11,4%Lorulun 10.129 861 1 181 21,0%Alusi Kelaan 6.099 518 1 165 31,9%Adaut 8.309 736 1 179 24,3%Namtabung 4.056 315 1 88 27,9%Seira 10.106 859 4 196 22,8%Waturu 7.340 624 - - -Larat 13.316 1.132 1 194 17,1%Romean 5.556 472 - - -Wunlah 10.630 904 - - -

Total 103.888 8.762 13 1.271 18,8%*

Keterangan :*Proporsi cakupan total hanya mengikutsertakan puskesmas kecamatan yang mempunyai posyandu lansia

Gambar 1. Peta Cakupan Program Posyandu Lansia di Kepulauan Tanimbar Maluku Tenggara Barat

Page 4: 85-158-1-SM(1).pdf

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 5, April 2012

Minggu pergi ke gereja selama 2 jam, setelah itu beristi-rahat seharian di rumah. Umumnya, mereka tidak terli-bat langsung kegiatan gereja. Mereka mengikuti kegiatangereja setiap hari Minggu dan hari raya. Lansia yang ber-asal dari Saumlaki mengisi waktu sehari-hari denganmembersihkan rumah, memasak, dan menjaga cucu.Para pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) meluangkanwaktu membaca buku dan mengisi buku teka-teki silang.Hari Minggu, mereka pergi ke gereja dan berkumpuldengan teman sesama lansia setelah perayaan misa.Lansia di perdesaan dan semiurban tidak mempunyai ho-bi menonton televisi, arisan, dan olahraga. Sebagian be-sar mengisi waktu senggang dengan membersihkan ru-mah dan tidur.

Hubungan dengan Anggota KeluargaSeluruh lansia di desa mengaku satu atau lebih anak

mereka bermukim di luar pulau dan tidak pernah berte-mu dalam 1 tahun terakhir. Sebagian besar mengakutinggal seorang diri, bersama suami/istri atau saudarakandung. Anak dan cucu mereka pergi bersekolah, be-kerja di Pulau Jawa, Ambon, Makassar atau berwi-raswasta di kota yang lebih besar. Hampir seluruhnyamengaku menjalani kehidupan sehari-hari dalam kesepi-an. Seluruh lansia tersebut ingin setiap saat dirawatanak-anak dan bertemu dengan cucu-cucu mereka didesa. Sebagian besar mengatakan tetap ingin bertemudengan anak-anak dan cucu-cucu mereka meskipun adateman dan saudara kandung di desa. Hubungan kekelu-argaan dengan sesama famili cukup erat. Sebagian besarfamili berasal dari desa tertentu misalnya marga Felnditihanya ditemui di Arui Bab, Angwarmase di Amdasa,Titirloloby di Meyano Bab, dan Siletty di Arma. Namamarga yang cukup banyak di Saumlaki adalah Fatlolon,Ratuanak, dan Ratuanik sedangkan nama marga yangdominan di Larat adalah Jadera. Lansia dari semiurban(Saumlaki dan Larat) mengaku tinggal bersamasuami/istri, salah satu anak atau cucu mereka. Lansiayang tinggal di perdesaan dan semiurban memperlihat-kan karakteristik yang berbeda. Lansia di semiurban le-bih suka berkumpul bersama dengan seluruh anggota ke-luarga. Sebagian besar anak-anak mereka bekerja di ko-ta yang sama sebagai PNS, wiraswasta, dan petugas kea-manan. Meskipun beberapa anak mereka pergi ke luarpulau untuk sekolah atau bekerja, mereka tidak merasa-kan kesepian karena mengikuti kegiatan di gereja danmasih bertemu dengan anak-anak dan cucu-cucu yangbermukim di wilayah yang sama.

Gangguan KesehatanSeluruh lansia di perdesaan dan semiurban mempu-

nyai keluhan nyeri sendi lutut yang mengakibatkangangguan gerak dan rasa tidak nyaman yang menetap.Mereka menamakan keluhan tersebut sebagai asam urat

dan biasanya mendapat obat parasetamol atau asam me-fenamat dari puskesmas kecamatan atau puskesmas pem-bantu. Beberapa lansia mendapatkan allopurinol tanpamenjalani pemeriksaan kadar asam urat. Sebagian besarlansia mengeluh gangguan penglihatan dan nyeri pung-gung bawah. Di ibu kota kecamatan, semua lansia yangdiwawancarai mengidap hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg), sementara di Larat, 4 dari 5 lansiamengidap hipertensi. Lansia yang bermukim di wilayahpedesaan hanya berjumlah 2 dari 18 lansia yang mengi-dap hipertensi.

Seluruh lansia dari pedesaan dan sebagian besar dariurban dan semiurban menderita katarak imatur dan ma-tur di satu atau kedua mata mereka. Program skriningberhasil menjaring mereka untuk menjalani operasi diSaumlaki oleh dokter spesialis mata dari Ambon. Tujuhdari 12 lansia Saumlaki dan Larat menderita penyakitdiabetes melitus, sementara lansia dari pedesaaan tidakada yang merasa menderita penyakit tersebut. Masalahkesehatan lain yang cukup menonjol adalah gastritis kro-nis yang dianggap penyakit jantung. Keluhan yang umumdisampaikan adalah nyeri pada ulu hati. Setelah anam-nesis dan pemeriksaan fisik lebih dalam, keluhan tersebutternyata gejala sindrom dispepsia yang merupakan mani-festasi gastritis kronis.

Gangguan fungsi kognitif dinilai berdasarkan bebera-pa pertanyaan singkat tentang pengetahuan waktu,pengenalan diri, dan perintah tidak dialami oleh sebagi-an besar lansia di perdesaan dan semiurban. Berdasarkanbeberapa pertanyaan singkat tentang perasaan dan kegi-atan sehari-hari, sebagian besar lansia tidak menunjuk-kan gejala gangguan emosional. Sebagian besar lansia ti-dak mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas se-hari-hari dan tidak ada satu pun lansia yang membutuh-kan bantuan orang lain untuk aktivitas sehari-hari.Lansia di perdesaan dan semiurban tidak menunjukkanstatus kognitif, emosional, dan fungsional yang berbeda.

Pelayanan KesehatanSeluruh lansia di semiurban mengatakan pelayanan

kesehatan di wilayah mereka sudah cukup baik, tetapimasih perlu ditingkatkan. Di puskesmas kecamatan sela-lu tersedia dokter umum dan perawat yang menjalankanberbagai program sesuai tugas. Namun, tidak ada pelaya-nan kesehatan khusus untuk lansia seperti skrining statusfungsional, emosional, gizi, dan fungsional. Pelayanan dipuskesmas rawat jalan dan rawat inap tidak membeda-kan pasien lansia dan umum. Sebagian besar lansiamengatakan dokter dan perawat hanya mengobati sakit,tidak meluangkan waktu lebih lama untuk mendengar-kan cerita dan keluhan mereka. Beberapa lansia menga-takan tidak mendapat nasihat yang bermanfaat dan leng-kap terhadap masalah kesehatan mereka. Sebagian besarlansia di perdesaan mengatakan pelayanan kesehatan di

204

Page 5: 85-158-1-SM(1).pdf

wilayah mereka belum berjalan secara optimal. Di pus-kesmas, dokter hanya hadir 2 bulan lalu kosong untukjangka waktu yang lama. Beberapa lansia mengingat na-ma dokter PTT yang bekerja di puskesmas di wilayahnya,tetapi kehadiran mereka hanya dalam waktu yang sangatsingkat (2 _ 3 bulan), kemudian puskesmas kosong danhanya diisi oleh mantri atau perawat yang merangkap ke-pala puskesmas. Sebagian lansia di pedesaan lebih per-caya pada dukun yang disebut sebagai ‘orang pintar’ di-bandingkan perawat atau mantri. Para lansia tersebutmengaku jarang ke puskesmas karena puskesmas tidakada dokter.

Lansia di semiurban dan perdesaan menyatakan sara-na/prasarana kesehatan di wilayah mereka kurang me-madai untuk berobat. Sebagian lansia menyatakan hargaberobat mahal apabila sampai dirawat inap di puskes-mas, tetapi keluhan tidak kunjung membaik. Seluruh lan-sia di Saumlaki dan Larat mengatakan lebih senang biladirujuk ke Ambon untuk berobat di Rumah Sakit UmumDaerah (RSUD) M. Haulussy Ambon karena peralatanyang lengkap, selalu tersedia dokter, dan bila membutuh-kan penanganan spesialis atau pembedahan akan lebihmudah.

Program KesehatanSeluruh lokasi wawancara merupakan wilayah kerja

puskesmas yang menjalankan program posyandu lansia,kecuali Desa Arma wilayah kerja Puskesmas Waturu.Ketiga lansia di Desa Arma tidak mempermasalahkanprogram lansia. Di lokasi yang lain, seluruh lansiamenyatakan program posyandu lansia tidak berjalanefektif, program kerja tidak diketahui secara jelas, dankurang bermanfaat seperti yang diharapkan. Sebagianbesar lansia juga kurang mengetahui kelanjutan posyan-du lansia di wilayah masing-masing karena sudah lama ti-dak mendapatkan kabar tentang program tersebut.Sebagian besar juga mengatakan kader posyandu lansiatidak selalu berada di tempat, tidak memberikan infor-masi dan jadwal yang jelas untuk program rutin dan bu-kan rutin. Berbagai program lansia seperti ceramah ke-sehatan dan pengobatan lebih sering diadakan oleh gere-ja tempat mereka beribadah. Lansia yang pernah mengi-kuti acara posyandu lansia menganggap program sudahcukup baik, tetapi kurang bervariasi antara lain pengo-batan massal, ceramah kesehatan, dan rekreasi lansia.Para lansia berharap kegiatan yang lebih bervariasi, teta-pi mereka tidak menjelaskan program yang diinginkan.

Para lansia mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan pos-yandu lansia hanya terpusat di puskesmas kecamatan dansekitarnya. Program tersebut kurang menjangkau desa-desa yang hanya terdapat puskesmas pembantu.Sementara puskesmas pembantu banyak yang terbeng-kalai, tidak menjalankan program lansia dan program-program yang lain. Mereka mengharapkan posyandu lan-

sia menjadi tempat berkumpul, pengobatan, ceramah ke-sehatan, bermain, makan-makan, serta tempat membagibingkisan atau hadiah bagi para lansia di wilayah mere-ka.

Harapan Masa DepanSeluruh lansia yang diwawancara mempunyai bebe-

rapa harapan yang sama terhadap pelayanan kesehatandan program lansia. Mereka mengharapkan pelayanankesehatan di wilayah mereka ditingkatkan, petugas kese-hatan lebih rajin dan selalu tersedia di puskesmas, sertaprogram-program berjalan dengan baik. Kepedulian pe-tugas kesehatan terhadap kelompok lansia diharapkanditingkatkan, tetapi tidak ada lansia yang mengeluhkansarana/prasarana publik serta kesejahteraan lansia di wi-layah mereka. Seluruh lansia menerima pekerjaan dankondisi hidup mereka sehari-hari serta tetap ingin tinggaldi wilayah mereka masing-masing.

PembahasanKepulauan Tanimbar

Kepulauan Tanimbar di Kabupaten Maluku TenggaraBarat dapat menjadi representasi yang baik untuk meng-gambarkan daerah terpencil dan perdesaan Indonesiadengan beberapa pertimbangan yaitu: (1) kepulauan iniberjarak jauh dari ibu kota provinsi (Ambon) sehinggamemerlukan transportasi udara dan laut yang mahal danuntuk mencapai desa-desa masih dibutuhkan transporta-si darat dan laut. Kondisi ini menyebabkan berbagaidaerah di Tanimbar termasuk kategori terpencil; (2)desa-desa di Tanimbar belum mempunyai sarana/prasa-rana komunikasi yang baik, belum ada jaringan teleko-munikasi yang lancar antara satu daerah dengan daerahyang lain; (3) Kepulauan Tanimbar sebagian besar terdi-ri dari daerah perdesaan dengan semua ciri khasnya, se-mentara Saumlaki dan Larat merupakan daerah semiur-ban tetapi dengan kondisi yang tidak jauh berbeda; (4)Kepulauan Tanimbar secara geografis merupakan pulau-pulau terluar Republik Indonesia yang membatasi bagi-an tenggara Indonesia dengan Samudera Hindia danAustralia; (5) secara politik, Kabupaten MalukuTenggara Barat merupakan kabupaten yang baru berusia8 tahun hasil pemekaran Kabupaten Maluku Tenggara.

Pemilihan lapangan pengamatan untuk studi epide-miologi dan studi kualitatif sangat penting untuk genera-lisasi hasil penelitian serta nilai informasi yang diberi-kan. Penelitian yang dilakukan pada komunitas lansia diperdesaan India, Chacko,6 memilih populasi studi 3 desadi wilayah Kaniyambadi di Ascot Utara India. Meskipuntidak diutarakan alasan secara eksplisit, tetapi dinyata-kan ketiga desa tersebut mempunyai karakteristik geo-grafi dan sosial sama yang mewakili kondisi perdesaan diIndia secara umum. Mayoritas penduduk lansia di ketigadesa tersebut hidup sebagai petani yang merupakan pro-

205

Pramono & Fanumbi, Permasalahan Lanjut Usia di Daerah Perdesaan Terpencil

Page 6: 85-158-1-SM(1).pdf

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 5, April 2012

206

fesi sebagian besar penduduk lansia di perdesaan India.Penelitian komunitas lansia lain di perdesaan Korea yangdilakukan oleh Ahn,7 juga melakukan pemilihan la-pangan pengamatan secara selektif di kawasan perdesaanKangwon, salah satu provinsi di Korea Selatan. Alasanpemilihan secara geografis dan sosial adalah Kangwonmengintegrasikan daerah perdesaan dan urban dalam sa-tu wilayah sehingga memperlihatkan perbedaan yangkontras. Proporsi lansia di daerah ini dilaporkan sangattinggi dengan rasio ketergantungan lebih tinggi diban-dingkan angka nasional. Hal tersebut memberikan cirikhusus pada populasi lansia di Kangwon berupa hidupkekurangan dan tidak mempunyai kekuatan sosial danpolitik.

Pengamatan di Tanimbar juga bertujuan untuk men-deskripsikan permasalahan lansia golongan sosial eko-nomi menengah ke bawah di daerah terpencil dan per-desaan yang tanpa kekuatan sosial dan politik. MenurutBraithwaite,8 kemiskinan dan kelemahan sosial politikyang disandang lansia mengarahkan mereka pada dis-fungsi sosial, peningkatan mortalitas dan morbiditas, ser-ta akses pelayanan promosi dan pencegahan kesehatanyang rendah. Kondisi tersebut bagaikan mata rantai yangtidak pernah putus. Kemiskinan menimbulkan disfungisosial dan politik yang bermuara pada akses pelayanankesehatan yang rendah dan meningkatkan gangguan ke-sehatan, kesakitan, dan kematian serta menurunkan kua-litas hidup lansia (Gambar 2).

Sebagai salah satu kepulauan di wilayah timurIndonesia, Tanimbar diharapkan mewakili Indonesiayang berbentuk kepulauan dengan jangkauan antar-daerah yang sulit, tingkat pendidikan dan pengetahuanmasyarakat yang rendah, serta sumber daya manusiayang secara kualitas dan kuantitas terbatas. Dinas kese-hatan di wilayah ini mampu merepresentasikan dinas ke-sehatan kabupaten di wilayah lain yang belum mempri-oritaskan masalah lansia. Pemahaman tentang kesehatan

lansia yang rendah umum terjadi di berbagai wilayahperdesaan terpencil Indonesia.

Gangguan Kesehatan LansiaGangguan kesehatan merupakan salah satu perhatian

utama sebagian besar penelitian lansia di daerah perde-saan. Daftar morbiditas spesifik yang mendapat perhat-ian di kawasan perdesaan India antara lain gangguanpenglihatan, gangguan pendengaran, gangguan mentalemosional, diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit jan-tung koroner. Tidak ada perbedaan prevalensi gangguanpendengaran dan penglihatan antara lansia di perdesaandan urban. Namun secara mencolok, terdapat perbedaanprevalensi diabetes melitus (5,3% dan 16,4%); hiperten-si (11,0% dan 20,8%), dan penyakit jantung koroner(11,7% dan 23,3%) di perdesaan dan urban yang lebihtinggi.9 Penelitian di Tanimbar menggunakan metodekualitatif sehingga tidak memberikan informasi prevalen-si, tetapi hasil wawancara dan pemeriksaan fisik seder-hana memperlihatkan bahwa proporsi hipertensi lebihtinggi pada lansia di semiurban. Hal yang sama dite-mukan pada penyakit diabetes melitus, tetapi informasiini rentan bias karena tidak dilakukan pengukuran kadarglukosa darah. Kemungkinan lain, informasi danpelayanan pemeriksaan kadar glukosa darah lansia diSaumlaki dan Larat lebih banyak dibandingkan di perde-saan sehingga terjadi bias informasi.

Proporsi hipertensi dan diabetes melitus yang lebihtinggi di wilayah semiurban dapat disebabkan oleh be-berapa hal. Pertama, pemeriksaan kadar glukosa darahdan informasi lansia pada semiurban lebih baik. Kedua,pola hidup dan diet yang berbeda. Transisi epidemiologiterjadi akibat perubahan pola makan dan hidup,meningkatkan prevalensi penyakit degeneratif danmetabolik seperti hipertensi, diabetes melitus, danpenyakit jantung koroner. Untuk itu, perlu dilakukan stu-di lebih jauh dengan menggunakan pengukuran kadar

Gambar 2. Skema Mata Rantai Permasalahan Lansia di Daerah Terpencil dan Perdesaan

Page 7: 85-158-1-SM(1).pdf

glukosa darah.Gangguan kesehatan lain yang sering ditemui pada

lansia di Tanimbar adalah katarak, gastritis kronis, artral-gia genu, dan nyeri pinggang bawah. Seluruh lansia di pe-desaan dan sebagian besar lansia dari Saumlaki dan Laratmenderita katarak imatur dan matur pada satu mata ataukedua mata. Temuan ini sama dengan penelitian sebe-lumnya, prevalensi katarak tinggi pada lansia di Kayam-badi (55,3%). Seluruh lansia menderita artralgia genu,yang menurut mereka disebabkan oleh asam urat. Halyang sama ditemukan oleh Chacko,6 di India dengan pre-valensi (30,6%) yang tinggi. Status kognitif yang diten-tukan dengan 5 pertanyaan ringkasan Abreviated MentalTest menemukan sebagian besar lansia mempunyai dayaingat dan berpikir yang baik. Status emosional yang di-peroleh melalui 5 pertanyaan hasil modifikasi dan ring-kasan terhadap Geriatric Depression Scale menunjukkansebagian besar lansia mempunyai status emosional yangbaik dan perasaan yang tenang. Seluruh lansia mempu-nyai status fungsional baik yang dapat melakukan aktivi-tas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

Hasil wawancara dan pengamatan selama bertugas diPuskesmas Saumlaki dan Larat, masalah-masalah lansiayang ditemukan umumnya tidak perlu rujukan ke kota-kota besar, seperti pembedahan, pemeriksaan penunjangcanggih atau prosedur invasif. Kebanyakan obat untukmasalah kesehatan lansia telah tersedia di puskesmas disemiurban dan perdesaan. Namun, para lansia senang di-rujuk ke rumah sakit Ambon karena penanganan lebihkhusus yang diharapkan dapat menyelesaikan masalahkesehatan mereka.

Masalah Sosial Budaya Urbanisasi merupakan salah satu penyebab masalah

sosial budaya lansia di daerah perdesaan terpencil diIndonesia. Urbanisasi meningkatkan jumlah lansia yanghidup sendiri, tanpa anak atau cucu yang merawat mere-ka. Sebagian besar lansia di pedesaan Tanimbar hiduphanya dengan pasangan (suami atau istri) atau saudarakandung yang juga lansia. Seluruh lansia tersebut meng-inginkan dirawat dan tinggal bersama anak atau cucumereka. Mereka mengaku kesepian karena sudah lama ti-dak bertemu dengan anak atau cucu mereka. Para lansiadi perdesaan juga harus berhadapan dengan masalahekonomi, mereka harus mencari nafkah untuk kebutuhanhidup sehari-hari. Kunjungan keluarga yang jarang dantidak teratur mengakibatkan kiriman bantuan biaya un-tuk kebutuhan sehari-hari terhambat diterima. Tekananekonomi tersebut memaksa para lansia tetap bekerjameskipun sudah berusia pensiun. Selain itu, perawatandiri tidak optimal akibat tidak ada keluarga yang mem-bantu merawat mereka. Berbeda halnya dengan negara-negara maju yang mempunyai sistem perawatan lansiayang baik. Di negara maju seperti Amerika Serikat dan

negara-negara Eropa Barat, perawatan kesehatan lansiayang dilaksanakan di rumah mempunyai perangkat dok-ter keluarga, perawat, ahli kaki, psikolog, dietisien, pe-kerja sosial, farmakolog, serta prasarana diagnosis, su-portif, dan pemeriksaan kesehatan yang lengkap.10

Sistem perawatan kesehatan berbasis rumah yang terin-tegrasi bagi para lansia membuat peran keluarga menja-di lebih kecil serta biaya kesehatan dapat ditekan.

Indonesia belum mempunyai sistem yang baik danlengkap seperti di negara-negara maju sehingga peran ke-luarga merawat lansia masih sangat besar. Masalah yangmuncul akibat ketiadaan keluarga adalah keterbengkalai-an kesehatan, peningkatan morbiditas dan mortalitas, pe-nurunan kemampuan mencegah penyakit, serta penuru-nan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia. Kenyataanini diperberat oleh ketiadaan jaminan sosial atau danapensiun serta keharusan bekerja yang menuntut aktivitasfisik seperti berkebun atau menenun. Meskipun Indo-nesia mempunyai nilai-nilai tradisi sosial budaya yang ku-at terutama di daerah perdesaan, tetapi telah terjadi per-geseran nilai yang membuat hubungan kekeluargaan ge-nerasi tua dan muda menjadi renggang. Di daerah per-desaan Tanimbar, perawatan lansia tidak diperhatikan ge-nerasi muda yang mempunyai pekerjaan, sekolah, dankarir di kota-kota besar. Lansia tidak ikut ke kota atau lu-ar pulau karena sudah tua, ingin menghabiskan sisa hi-dup di desa bersama teman-teman dan kerabat, dan tidaktahu pekerjaan di kota besar.

Indonesia perlu belajar tentang perawatan keluargadan masalah sosial budaya dari negara lain seperti Jepangyang mempunyai tradisi perawatan keluarga yang baik.Sebagian besar lansia di perdesaan Jepang dirawat olehanggota keluarga anak atau menantu perempuan.Kondisi ini berhubungan erat dengan tradisi dan budayamasyarakat perdesaan Jepang yang mengharuskan anggo-ta keluarga perempuan berperan besar pada perawatanlansia. Akibat kemajuan dunia kerja dan persaingan diJepang, tradisi ini menimbulkan masalah beban keluargayang sangat besar. Keseimbangan yang akhirnya dicapaiadalah tetap mempertahankan tradisi yang dipadukandengan sistem baru Long Term Care Insurance (LTCI)yang diterapkan sejak tahun 2001. Kebijakan LTCI men-cakup perawatan rumah (home care) dan perawatan diinstitusi kesehatan (institutional care).11 Di dalam kebi-jakan ini, perawatan kesehatan penduduk usia > 40 tahunditanggung asuransi kesehatan yang dikelola pemerintah.Perawatan rumah terdiri dari pelayanan bantuan, kepe-rawatan bantuan, rehabilitasi kesehatan di rumah, pela-yanan harian, perawatan harian, pemeriksaan kesehatan,serta beberapa perawatan lain yang dapat dilaksanakan dirumah. Sementara perawatan institusi mencakup rumahkeperawatan khusus, fasilitas kesehatan umum untuklansia, dan sanatorium lansia.11

Dalam praktek sehari-hari, peran perawat kesehatan

207

Pramono & Fanumbi, Permasalahan Lanjut Usia di Daerah Perdesaan Terpencil

Page 8: 85-158-1-SM(1).pdf

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 5, April 2012

masyarakat (public health nurse) menjadi sangat pen-ting. Mereka merupakan salah satu ujung tombak pelak-sana program LTCI di lapangan. Beberapa fungsi yang di-jalankan perawat kesehatan masyarakat dalam pelaksa-naan LTCI antara lain agen promosi kesehatan dan pen-cegahan penyakit, menetapkan standar dan memonitorkebutuhan pelayanan, identifikasi lansia terisolasi beser-ta keluarganya, perencana pelayanan kesehatan berbasiskomunitas, manajer program-program yang tercakup didalam LTCI, serta mengembangkan program LTCI.Secara umum, keterjangkauan program luas dan mem-berikan kepuasan bagi lansia di perdesaan Jepang. LTCIdinilai membawa beberapa perubahan yang positif bagikehidupan lansia di kawasan perdesaan Jepang.11

Urgensi Pelayanan Kesehatan LansiaDaerah perdesaan terpencil di berbagai negara, ter-

masuk negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat,dihadapkan pada pola masalah yang serupa yaitu pe-ningkatan populasi lansia, migrasi penduduk usia mudadan dewasa, serta sarana dan prasarana publik yang mi-nim seperti sekolah, bank, pusat belanja, dan rumah sa-kit.12 Permasalahan pelayanan kesehatan yang minimmerupakan kondisi yang umum untuk golongan usia de-wasa, muda, anak-anak, bayi, ibu hamil, terlebih bagilansia. Di Indonesia, permasalahan semakin komplekskarena pengetahuan dan perhatian terhadap masalah ke-sehatan masyarakat lansia sangat terbatas.1 Di seluruhwilayah Tanimbar, tidak ada pelayanan kesehatan khususbagi lansia seperti pemeriksaan status geriatri terpadu,sarana/prasarana khusus seperti ruang rawat tempat re-habilitasi, serta kamar mandi yang didesain untuk lansiaseperti kursi roda atau tongkat berjalan bagi lansia. Tidakada perawat khusus bagi pasien lansia atau kunjungankesehatan aktif ke pasien lansia di wilayah kerja puskes-mas. Persepsi lansia yang juga menonjol adalah biaya ber-obat yang mahal, terutama rawat inap dan penyakit kro-nis. Sebagian besar lansia yang pernah dirawat di pus-kesmas mengaku mengidap penyakit kambuhan. Kepa-tuhan pasien berobat juga rendah, jarang meminum obatdan mengontrol penyakit secara rutin, dan hanya datangke pelayanan kesehatan setelah penyakit gawat atausangat mengganggu. Fokus pelayanan kesehatan lansiabaru sebatas kuratif, belum sampai promotif dan pre-ventif.

Ketersediaan sarana/prasarana kesehatan, sistem pe-layanan kesehatan, kehidupan sosial ekonomi, dan ke-tersediaan sumber daya manusia di daerah perkotaan danpedesaan menimbulkan perbedaan pemanfaatan layanankesehatan di wilayah urban dan perdesaan. Li,13 diProvinsi Yunnan, China, lansia di urban mempunyai be-berapa kelebihan antara lain pendapatan lebih besar, ke-sempatan menabung, mengikuti asuransi kesehatan, ke-nyamanan pelayanan dokter, kunjungan dokter di rumah,

dan frekuensi rawat inap di rumah sakit. Di Tanimbar,hal yang serupa juga terjadi, terutama penyediaan obat-obatan dan perlengkapan medis, yang sangat dominanadalah tenaga kesehatan profesional yang sangat kurangdi kawasan perdesaan. Kondisi ini menurunkan keter-jangkauan layanan kesehatan, meningkatkan mortalitasdan morbiditas, serta menurunkan kualitas hidup lansiadi daerah terpencil dan perdesaan. Selain itu, jarak tem-pat tinggal dan pelayanan kesehatan yang jauh semakinmenurunkan akses dan pemanfaatan layanan kesehatandi perdesaan.14 Kondisi ini akan menurunkan cakupanpelayanan kesehatan dan meningkatkan masalah-masalahkesehatan lansia dan membuat aspek promotif dan pre-ventif terhambat. Pemanfaatan pelayanan kesehatansangat dipengaruhi oleh lokasi tenaga dokter dan perawatserta ruang lingkup aktivitas medis.14 Di Tanimbar, desa-desa yang berjarak jauh dari pusat kecamatan, puskes-mas, serta keberadaan tenaga dokter dan perawat menu-runkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di wilayah per-desaan terpencil.

Daya beli masyarakat juga menjadi faktor keterse-diaan layanan kesehatan yang sangat penting. Pihak pe-milik modal dan pengembang sarana/prasarana keseha-tan tidak memilih daerah terpencil dan perdesaan yangmempunyai daya beli masyarakat yang rendah. DiTanimbar, rumah sakit hanya terdapat di wilayahSaumlaki dan Larat karena daya beli masyarakat di keduawilayah tersebut tinggi. Hal serupa tidak terjadi di nega-ra berkembang dan negara maju seperti Australia. DiAustralia, ketidakmerataan distribusi rumah sakit dan ke-lengkapan pelayanan lansia terlihat di sarana kesehatandi wilayah urban dan perdesaan.15 Kenyataan ini tidakmenunjang fakta demografi jumlah lansia di kawasanperdesaan Australia yang lebih tinggi dibandingkan jum-lah lansia yang tinggal di kawasan urban.16

Jumlah lansia di wilayah semiurban dan perdesaanTanimbar menunjukkan sekitar 60,3% lansia Tanimbartinggal di wilayah perdesaan dengan fasilitas pelayanankesehatan yang lebih buruk, tenaga kesehatan lebih ter-batas, pemanfaatan pelayanan kesehatan rendah, dan ke-tiadaan rumah sakit yang memperbesar kesenjangan an-tara kebutuhan sarana/prasarana, pelayanan, dan tenagakesehatan dengan ketersediaan sumber daya. Fakta diTanimbar dapat menjadi cermin bagi daerah-daerah per-desaan terpencil lain di seluruh Indonesia untuk membe-nahi pelayanan kesehatan lansia. Masalah pelayanan ke-sehatan banyak berhubungan dengan iklim politik yangbersifat lokal spesifik.17 Indonesia yang telah menjalaniotonomi daerah bidang kesehatan sejak tahun 2004,menyerahkan tanggung jawab kesehatan dan kesejahte-raan lansia pada pemerintah kabupaten/kota (dinas ke-sehatan, badan perencanaan pembangunan daerah, dinaspekerjaan umum, dinas sosial, pemberdayaan perem-puan) dan organisasi kemasyarakatan berhubungan

208

Page 9: 85-158-1-SM(1).pdf

dengan lansia.Di Indonesia, pelayanan kesehatan yang “ramah lan-

jut usia” merupakan tuntutan yang harus segera dipenu-hi. Urgensi terhadap pelayanan kesehatan yang ideal didaerah perdesaan disebabkan oleh sekitar dua pertigapenduduk lansia di negara berkembang yang tinggal dipedesaan berada dalam kondisi termarginalisasi.9 DiIndonesia, perhatian pemerintah daerah terhadap pela-yanan kesehatan lansia harus ditingkatkan. Upaya yangperlu dilakukan adalah menambah dan mendisiplinkantenaga kesehatan di wilayah kerja puskesmas kecamatan.Selain itu, pemerintah daerah perlu menerapkan desainbesar pembangunan fisik dan mental pelayanan lansiasecara memadai meliputi sarana/prasarana kesehatanserta keterampilan perawat dan sistem pelayanan kese-hatan yang memprioritaskan lansia. Salah satu sistemyang dapat dicontoh adalah LTCI yang diterapkan diJepang.11,18 Strategi ini terbukti efektif mereduksi bebanperawatan (waktu, tenaga, biaya, emosional) keluarga didaerah perdesaan Jepang. Pemanfaatan tenaga perawatkesehatan masyarakat juga memberikan tambahan la-pangan pekerjaan dan pendapatan ekonomi bagi sebagi-an tenaga kerja. Pasien dan keluarga yang menjalanisistem LTCI menggunakan tenaga kerja profesional yangberintegrasi dengan keluarga untuk mengoptimalkan pe-rawatan, meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga,serta mampu mengatasi masalah sosial budaya di per-desaan Jepang.18 Model tersebut perlu dipikirkan diIndonesia, dengan persiapan pengetahuan, pengalaman,sumber daya manusia, dan dukungan optimal pemerin-tah pusat dan daerah.

Kebijakan LTCI yang berlaku sejak tahun 2001,mengatur 4 petunjuk yang mengembangkan pelayananinfrastruktur untuk mempromosikan keberlangsunganfasilitas perawatan jangka panjang dan pelatihan tenagakerja profesional. Sebagian besar pelayanan publik beru-bah menjadi pelayanan swasta. Biaya perawatan keseha-tan ditanggung oleh asuransi. Empat petunjuk programLTCI yaitu mempromosikan organisasi nonprofit sebagaipenyedia layanan, memperluas jangkauan kemitraan,mengelola tanah pertanian sebagai lahan pekerjaan lan-sia, serta meningkatkan kesejahteraan para pekerja me-dis, sosial, dan umum di bidang kesejahteraan lansia.19

Melalui jaminan kesejahteraan para pekerja di bidanglansia, etos kerja dan optimalisasi program dapat terca-pai sehingga memberikan kemajuan yang baik.

Posyandu Lansia Program UtamaPosyandu lansia merupakan implementasi salah satu

pelayanan kesehatan lansia dalam sebuah program kerjakonkret yang dapat direncanakan, dijalankan, terukur,dan dievaluasi. Posyandu lansia berperan sebagai unitfungsional dan struktural di puskesmas yang khusus me-nangani masalah-masalah kesehatan lansia dari aspek

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Secaraumum, posyandu lansia bertanggung jawab terhadapkualitas hidup dan kesehatan lansia di wilayah kerjanya.Hampir seluruh puskesmas di Indonesia menempatkanposyandu lansia sebagai program utama seksi lansiadaerah karena terintegrasi berbagai macam aspek.Beberapa kegiatan klasik posyandu lansia meliputi pe-meriksaan kesehatan, pengobatan massal, konsultasi ke-sehatan, promosi kesehatan, konseling, rekreasi bersama,dan rujukan. Posyandu lansia digerakkan oleh tenaga ke-sehatan puskesmas, pemegang program, dan para kader.Namun, cakupan program tersebut masih rendah, diTanimbar sebesar 14,5% _ 18,8% sehingga menimbul-kan beberapa masalah antara lain data demografi lansiayang kurang valid karena data mencakup kurang 20%dari total penduduk; hanya sedikit lansia yang menikma-ti berbagai kelebihan posyandu lansia seperti pemerik-saan kesehatan gratis, penyuluhan maupun pengobatanmassal; kesulitan mendeteksi berbagai permasalahan ke-sehatan yang dialami penduduk lansia di Tanimbar.

Di Tanimbar, faktor yang sangat berperan terhadaprendahnya pemanfaatan posyandu lansia adalah informa-si program yang sangat kurang dan ketiadaan sumberdaya manusia yang membina posyandu lansia secara ru-tin. Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar berha-sil menemukan beberapa keterbatasan yang menurunkancakupan program posyandu lansia di Karanganyar yaituusia yang semakin tua, demensia, kesibukan bekerja ataumencari uang, serta kesulitan transportasi mencapai pos-yandu. Beberapa faktor yang dapat memotivasi peman-faatan posyandu lansia antara lain pengetahuan tentangpengertian, manfaat, serta berbagai program posyandulansia, dukungan keluarga, dan pasangan. Pihak keluar-ga disarankan untuk selalu mengingatkan lansia tentangjadwal pelaksanaan kegiatan posyandu lansia di wilayahmereka. Sementara, petugas kesehatan disarankan untukmengumumkan dan memberi ceramah tentang pengerti-an dan manfaat posyandu lansia.20 Pengumuman kegia-tan posyandu diletakkan di berbagai tempat yang biasadikunjungi lansia misalnya tempat ibadah, seperti yangdilakukan di gereja-gereja Tanimbar yang memberikanhasil yang baik.

Di Tanimbar ditemukan program posyandu lansiayang tidak efektif mencapai tujuan dan menjangkau sa-saran program. Seluruh lansia di semiurban dan per-desaan menyatakan informasi dan jadwal kegiatan pos-yandu lansia tidak jelas sehingga mereka tidak sering ter-libat dalam kegiatan. Kader posyandu lansia tidak hadirsecara rutin, program juga kurang menjangkau puskes-mas pembantu atau desa-desa yang sangat terpencil.Temuan di Tanimbar bertolak belakang dengan temuandi Pekon Pardasuka, Kecamatan Pardasuka, KabupatenTanggamus. Keempat indikator efektivitas pelaksanaanprogram posyandu lansia yang ditetapkan meliputi kean-

209

Pramono & Fanumbi, Permasalahan Lanjut Usia di Daerah Perdesaan Terpencil

Page 10: 85-158-1-SM(1).pdf

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 5, April 2012

dalan, empati, ketanggapan, dan kepastian, diperoleh pe-laksanaan program telah efektif. Selain itu, respondenjuga mengaku puas dan nyaman terhadap pelayanan yangdiberikan para kader posyandu lansia. Lansia yang tidakmampu secara ekonomi juga merasa terbantu dengan pe-meriksaan kesehatan dan pengobatan di posyandu meski-pun pelaksanaannya hanya satu kali setiap bulan.21

Dapat disimpulkan bahwa efektivitas posyandu lansiaberbeda antardaerah perdesaan di Indonesia, tergantungprogram kerja dan pelaksanaannya di masing-masingtempat. Efektivitas program posyandu lansia sejalandengan kepuasan responden terhadap program-programtersebut. Dengan demikian, tingkat kepuasan dapat men-jadi indikator penting keberhasilan posyandu lansia disuatu wilayah kerja. Di Puskesmas Darussalam Medan,diperoleh 100% responden mendapatkan pelayanan se-dang, sementara mayoritas responden (77,6%) tidak pu-as terhadap program dan pelayanan posyandu lansia.Terdapat hubungan yang lemah (r = 0,483) antara pela-yanan kesehatan di posyandu dengan tingkat kepuasanresponden. Fenomena ini menunjukkan bahwa apa pundan bagaimana pun tingkat pelayanan kesehatan di pos-yandu lansia memberikan dampak terhadap tingkat ke-puasan para lansia.

Promosi kesehatan merupakan aspek yang paling pen-ting dalam kegiatan posyandu lansia. Di Finlandia, pe-ningkatan efektivitas promosi kesehatan meningkatkankesehatan dan perilaku sehat penduduk lansia. Status ke-sehatan dan perilaku sehat lansia di daerah perdesaanrendah akibat tingkat promosi kesehatan yang rendah,seperti yang lazim ditemukan pada berbagai studi ke-dokteran pencegahan dan promosi kesehatan ditemukanhubungan yang erat antara promosi kesehatan dan statuskesehatan lansia.24 Pengukuran pencegahan berbasisbukti dan kemitraan dalam komunitas berpengaruh ter-hadap promosi kesehatan lansia. Pada masa yang akandatang, studi-studi pengukuran perilaku dan hubungandengan promosi kesehatan, terutama di daerah per-desaan terpencil di Indonesia perlu ditingkatkan.

Masa Depan Lansia di Daerah Perdesaan Terpencil IndonesiaPada era otonomi daerah dan globalisasi, tantangan

bidang kesehatan lansia di daerah perdesaan terpencilIndonesia akan semakin banyak. Di satu sisi, pemekarandan otonomi daerah akan meningkatkan pembangunandan mempersempit jangkauan kendali daerah-daerah ter-pencil. Hal tersebut akan membawa perubahan positifbagi kesejahteraan lansia di daerah perdesaan terpencilapabila dihadapi dengan persiapan, pengetahuan, visi,dan misi yang baik. Di sisi lain, tantangan dan permasa-lahan akan semakin kompleks. Masa depan lansia didaerah-daerah pelosok akan sangat bergantung pada pe-merintah daerah, sumber daya manusia kesehatan, dandukungan dari lembaga eksekutif dan legislatif.

Berdasarkan aspek akademis, penguatan sistem pendidi-kan lansia terpadu menjadi tuntutan masa depan yangmutlak. Selain pendidikan tingkat konsultan dan spesia-lis, pendidikan dokter umum, dokter gigi, perawat, far-makolog, dan ahli-ahli madya wajib memperoleh modulkesehatan lansia. Para akademisi juga bertanggung jawabmemperjuangkan berbagai program di tingkat pemerin-tah untuk pendanaan studi lansia di daerah perdesaan.Salah satu program yang dapat menjadi contoh adalahThe Rural Consortium for Health Outreach Informationand Screening for Older Adults (Rural CHOIS).25 DiMontana Amerika Serikat, dengan misi menyediakan in-formasi dan pelayanan skrining kesehatan lansia didaerah perdesaan Montana. Program tersebut juga men-didik calon lulusan yang akan bekerja pada kesehatanlansia. Pelatihan lapangan dilaksanakan melalui kun-jungan ke desa-desa untuk berinteraksi dan merawat lan-sia. Program ini dinilai efektif menciptakan tenaga kese-hatan yang paham kesehatan lansia sekaligus mencipta-kan sistem pendidikan dan pelayanan lansia yang baik diMontana.25

Pelayanan kesehatan berbasis perawatan rumah (ho-me care) dapat menjadi alternatif strategi untuk masa de-pan. Sistem ini membutuhkan investasi dana dan sumberdaya manusia yang besar, tetapi kelangsungannya dapatmenunjang sistem kesehatan lansia secara lebih baik.11,18

Sistem ini dapat mengurangi beban keluarga dalam pe-rawatan lansia dan mengoptimalkan segenap sumberdaya teknologi, sarana/prasarana primer, serta sumberdaya manusia untuk meningkatkan aspek promosi kese-hatan, pencegahan, dan pengobatan terhadap masalah-masalah kesehatan lansia. Apabila sistem ini berjalanbaik, Indonesia dapat menjadi negara dengan lansia ber-kualitas tinggi.

KesimpulanMasalah lansia di daerah perdesaan terpencil di

Kepulauan Tanimbar dapat dikelompokkan menjadigangguan kesehatan, sosial budaya, pelayanan kesehatan,dan program-program lansia. Gangguan kesehatan yangditemui meliputi artralgia, katarak, gastritis kronis, nye-ri pinggang bawah, hipertensi, dan diabetes melitus.Sebagian besar lansia mempunyai status kognitif, emo-sional, dan fungsional yang tergolong baik. Masalah sosi-al budaya adalah migrasi golongan usia muda ke kotaatau luar pulau sehingga lansia hidup dalam kesendirian,termarginalisasi, dan mengalami disfungsi sosial ekono-mi. Hal ini berkaitan dengan pelayanan kesehatan yangbelum optimal, tidak ada pelayanan kesehatan khususlansia, kurangnya sarana/prasarana publik, serta ku-rangnya tenaga kesehatan. Posyandu lansia belum ber-fungsi secara efektif, cakupan program sangat kurang,informasi kegiatan minim, serta tenaga kader belum op-timal.

210

Page 11: 85-158-1-SM(1).pdf

SaranPenguatan sistem pelayanan kesehatan lansia di

daerah terpencil dan perdesaan melalui puskesmas danposyandu lansia, peningkatan perhatian pemerintahdaerah, peningkatan pengetahuan dan disiplin sumberdaya manusia kesehatan, dan personel khusus di bidangkesehatan lansia, serta melakukan berbagai studi dan in-ovasi program berbasis komunitas terhadap lansia. Kedepan, berbagai studi epidemiologi dan inovasi strategipelayanan kesehataan lansia di daerah perdesaan terpen-cil di Indonesia perlu dipikirkan dalam rangka me-nyongsong ledakan jumlah lansia yang sebagian besarakan bermukim di daerah perdesaan.

Daftar Pustaka1. Help Age International. Age friendly community health services in Aceh,

Indonesia. Thailand: Help Age International Asia Pasific Regional

Development Centre; 2006.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. Data statistik penduduk Indonesia.

Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia; 2004.

3. Soejono CH. Pengkajian paripurna pada pasien geriatri. Dalam: Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi A, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar il-

mu penyakit dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu

Penyakit Dalam; 2006. hal. 1425-30.

4. United Nations. World population prospect 2001. New York: United

Nations; 2001.

5. United Nations. World population prospect 2004. New York: United

Nations; 2004.

6. Chacko A, Joseph A. Health problems of the elderly in rural south India.

Indian Journal of Community Medicine. 1990; 15 (2): 70-3.

7. Ahn YH, Kim MJ. Health care needs of elderly in a rural community in

Korea. Public Health Nursing. 2004; 21 (2): 153-61.

8. Braithwaite RL, Lythcott N. Community empowerment as a strategy for

health promotion for black and other minority populations. Journal of

American Medical Association. 1989; 261: 281-3.

9. Kumar V, Acanfora M, Hennessy CH, Kalache A. Health status of the

rural elderly. The Journal of Rural Health. 2001; 17 (4): 328-31.

10. Levine SA, Barry PP. Home care. In: Cassel CK, Leipzig RM, Cohen HJ,

Larson EB, Meier DE, editors. Geriatric medicine: an evidence based ap-

proach. 4th ed. New York: Springer Verlag; 2003. p. 121-32.

11. Asahara K, Momose Y, Murashima S. Family care giving of the elderly

and long term care insurance in rural Japan. International Journal of

Nursing Practice. 2002; 8: 167-72.

12. Godden D. Providing health services to rural and remote communities.

The Journal of The Royal College of Physicians of Edinburgh. 2005; 35:

294-5.

13. Li Y, Chi I, Zhang K, Guo P. Comparison of health services use by

Chinnese urban and rural older adults in Yunnan province. Geriatr

Gerontol Int. 2006; 6: 260-9.

14. Nemet GF, Bailey AJ. Distance and health care utilization among the ru-

ral elderly. Social Science and Medicine. 2000; 50: 1197-1208.

15. Giles LC, Halbert JA, Gray LC, Cameron ID, Crotty M. The distribution

of health services for older people in Australia: where does transition

care fit? Australian Health Review. 2009; 33 (4): 572-82.

16. Larson A. Rural health demographic destiny. Rural and Remote Health.

2005; 51 (6): 1-8.

17. Manthorpe J, Iliffe S, Clough R, Cornes M, Bright L, Moriarty J, et al.

Elderly people perspectives on health and well being in rural communi-

ties in England: findings from the evalution of the national service frame-

work for older people. Health and Social Care in Community. 2008; 16

(5): 460-8.

18. Kumamoto K, Arai Y, Zarit SH. Use of home care services effectively re-

duces feelings of burden among family caregivers of disabled elderly in

Japan: preliminary results. International Journal of Geriatric Psychiatry.

2006; 21: 163-70.

19. Ogawa T. Social services for the elderly based on the new rurality: the

Japanese experience. The Journal of Rural Health. 2001; 17 (4): 374-7.

20. Fuadi H. Studi fenomenologi motivasi lansia dalam memanfaatkan

posyandu lansia di Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Matesih

Kabupaten Karanganyar [tesis]. Semarang: Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro; 2009.

21. Zain I. Efektivitas pelaksanaan program posyandu usia lanjut di Pekon

Pardasuka, Kecamatan Pardasuka, Kabupaten Tanggamus [tesis].

Bandar Lampung: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lampung; 2009.

22. Hasibuan W, Ismayadi. Hubungan program pelayanan posyandu lansia

terhadap tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas

Darussalam Medan [tesis]. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara; 2009.

23. Wahyuna AW. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang posyandu lansia

terhadap pengetahuan dan sikap kader dalam pemberian pelayanan di

posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Kauman Ngawi [tesis].

Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta; 2008.

24. Fogelholm M, Valve R, Absetz P, Heinonen H, Uutela A, Patja K, et al.

Rural urban differences in health and health behaviour: a baseline des-

cription of a community health promotion programme for the elderly.

Scandinavian Journal of Public Health. 2006; 34: 632-40.

25. Stratton TP, Cochran GA. A rural geriatric health experience. American

Journal of Pharmaceutical Education. 1998; 62: 151-5.

211

Pramono & Fanumbi, Permasalahan Lanjut Usia di Daerah Perdesaan Terpencil