8. Tragedi Penangkapan Berlebih
-
Upload
carissa-paresky-arisagy -
Category
Documents
-
view
220 -
download
3
description
Transcript of 8. Tragedi Penangkapan Berlebih
LAPORAN
PRAKTIKUM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
TRAGEDI PENANGKAPAN BERLEBIH (OVERFISHING)
Disusun Oleh :
Carissa Paresky Arisagy
12 / 334991 / PN / 12981
Asisten :
Lukman Hakim
LABORATORIUM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAHMADA
YOGYAKARTA
2015
TRAGEDI PENANGKAPAN BERLEBIH (OVERFISHING)
Carissa Paresky Arisagy
12 / 334991 / PN / 12981
Manajemen Sumberdaya Perikanan
Intisari
Sektor perikanan merupakan sektor strategis dalam perekonomian Indonesia mengingat Indonesia memiliki potensi kelautan dan fishing ground yang sangat luas. Selain itu, keanekaragaman biota di laut Indonesia yang sangat beragam menambah potensi ekonomi tinggi bagi bangsa Indonesia. Namun demikian, sifat industri perikanan tangkap yang open access telah memunculkan adanya isu overfishing. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang kelemahan metode yang digunakan sebagai alat manajemen perikanan tangkap serta memberikan pemahaman tentang tekanan penangkapan yang berlebih. Praktikum acara Tragedi Penangkapan Berlebih dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015 di Laboratorium TPI dan Kolam Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan hasil praktikum, pada perlakuaan tanpa penambahan sumberdaya ikan mengalami overfishing, sedangkan pada perlakuan dengan penambahan 10% sumberdaya ikan belum mengalami overfishing. Kelemahan metode yang digunakan sebagai alat manajemen perikanan tangkap berdasarkan hasil simulasi penangkapan pada praktikum ini adalah belum mampunya upaya restocking tersebut untuk menjamin terjaganya kelestarian sumberdaya ikan di alam. Tekanan terhadap eksploitasi perikanan, yaitu pertumbuhan populasi penduduk dunia dimana ikan adalah sumber protein penting bagi manusia, dan target pembangunan untuk mencapai pendapatan yang tinggi dari sektor perikanan. Kondisi ini diperburuk dengan sifat sumber daya perikanan yang common property, lemahnya pengawasan pada pembatasan kapal ikan dan praktek illegal fishing.
Kata kunci : ikan, nelayan, overfishing, penangkapan, pengelolaan
PENDAHULUAN
Sektor perikanan merupakan sektor strategis dalam perekonomian Indonesia
mengingat Indonesia memiliki potensi kelautan dan fishing ground yang sangat luas. Selain
itu, keanekaragaman biota di laut Indonesia yang sangat beragam menambah potensi ekonomi
tinggi bagi bangsa Indonesia. Namun demikian, sifat industri perikanan tangkap yang open
access telah memunculkan adanya isu overfishing. Kondisi tersebut tentu sangat
mengkhawatirkan karena secara ekonomi dapat menimbulkan inefisiensi. Di sisi lain,
ancaman bagi kelangsungan hidup industri perikanan bukan hanya dari aspek ekonomi tetapi
juga aspek ekologi berupa deplesi sumber daya ikan. Review terakhir FAO mengenai kondisi
sumber daya perikanan global memperkirakan bahwa dari 523 jenis ikan dunia yang
dilakukan stock assessment, 52% sumber daya ikan sudah mencapai tingkat eksploitasi penuh
atau fully exploited (FAO, 2005). Ikan diproyeksikan akan punah dari perairan bumi tahun
2048 (Lukito, 2007). Hasil penelitian dari Balai Riset Perikanan Laut Indonesia tentang
pendugaan status perikanan menyatakan bahwa 6 dari 11 WPP (Wilayah Pengelolaan
Perikanan) Indonesia menunjukkan gejala yang jelas telah terjadi penangkapan berlebihan
atau overfishing (WWF, 2008). Mengetahui dan menyadari besarnya dampak yang dapat
ditimbulkan dari kegiatan penangkapan yang berlebihan tersebut, maka dirasa perlu untuk
memahami serta mengkaji lebih dalam mengenai ekploitasi berlebihan dalam usaha
penangkapan ikan beserta upaya pengelolaannya melalui praktikum Manajemen Sumberdaya
Perikanan khususnya pada acara Tragedi Penangkapan Berlebih.
Overfishing atau “tangkap lebih” menurut Israel & Cesar (1997) dapat diartikan
sebagai jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk
mempertahankan stok ikan lestari dalam suatu wilayah laut tertentu. Salah satu penyebabnya
adalah adanya tekanan terhadap eksploitasi perikanan laut (fishing pressure). Fauzi (2005)
juga menjelaskan bahwa, overfishing dapat diartikan sebagai penangkapan ikan secara
berlebihan sehingga populasi ikan semaikin lama semakin berkurang dan akhirnya tidak ada
lagi yang dapat ditangkap.
Widodo dan Suadi (2008) menerangkan bahwa ada beberapa jenis overfishing, yakni
growth overfishing, recruitment overfishing, biological overfishing, economic overfishing,
ecosystem overfishing, dan Malthusian Overfishing. Growth overfishing terjadi ketika Ikan
ditangkap sebelum mereka sempat tumbuh mencapai ukuran dimana peningkatan lebih lanjut
dari pertumbuhan akan mampu membuat seimbang dengan penyusutan stok yang diakibatkan
oleh mortalitas alami. Recruitment overfishing merupakan pengurangan melalui penangkapan
terhadap suatu stok sehingga jumlah stok induk tidak cukup banyak untuk memproduksi telur.
Biological overfishing merupakan kombinasi dari growth overfishing dan recruitment
overfishing, yang terjadi manakala tingkat upaya penangkapan dalam suatu perikanan tertentu
melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan MSY. Economic overfishing terjadi
bila tingkat upaya penangkapan dalam suatu perikanan melampaui tingkat yang diperlukan
untuk menghadilkan MEY. Ecosystem overfishing terjadi akibat perubahan komposisi jenis
dari suatu stok sebagai akibat dari upaya penangkapan yang berlebihan, dimana spesies target
menghilang dan tidak digantikan secara penuh oleh jenis “pengganti”. Biasanya ecosystem
overfishing mengakibatkan timbulnya suatu transisi dari ikan bernilai ekonomi tinggi
berukuran besar kepada ikan kurang bernilai ekonomi berukuran kecil. Malthusian
overfishing merupakan suatu istilah untuk mengungkapkan masuknya tenaga kerja yang
tergusur dari berbagai aktifitas berbasis darat (land-based activities) kedalam perikanan,
pantai dalam jumlah yang berlebihan yang berkompetisi dengan nelayan tradisional yang
telah ada dan yang cenderung menggunakan cara-cara penangkapan yang bersifat merusak,
seperti dinamit untuk ikan ikan pelagis, sianida untuk ikan-ikan di terumbu karang dan/atau
insektisida dibeberapa perikanan laguna dan estuari.
Pengelolaan perikanan di suatu perairan dimaksudkan untuk meningkatkan produksi
ikan dan mempertahankannya pada tingkat hasil yang stabil mendekati produksi optimumnya
(Sudradjat, 2006). Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi pengelolaan yang didasarkan
kepada data dan informasi ilmiah. Informasi penting untuk keperluan tersebut meliputi aspek
biologi, sosial ekonomi dan kelembagaan. Informasi mengenai aspek biologi, yang terpenting
adalah dinamika stok ikan/dinamika populasi ikan. Menurut Tyler dan Galucci (1980) istilah
populasi pada umumnnya digunakan dalam kaitan dengan aspek-aspek biologi, sedangkan
stok dihubungkan dengan manajemen perikanan. Seringkali, stok dapat terdiri dari satu
populasi atau lebih, Templeman (1983) menjelaskan pengertian populasi dan stok secara
terpisah. Populasi adalah kelompok ikan yang hidup di daerah tertentu pada waktu tertentu,
sedangkan stok adalah kelompok ikan yang menempati perairan tertentu dan mempunyai pola
migrasi, serta daerah pemijahan yang terpisah dari stok lainnya. Dinamika stok ikan meliputi
struktur komunitas, biologi reproduksi, pertumbuhan, mortalitas, rekrutmen, dan besaran stok
ikan. Faktor utama yang mempengaruhi peningkatan stok adalah pertumbuhan dan rekrutmen,
sedangkan yang mempengaruhi penurunan stok adalah mortalitas alami dan penangkapan.
Adapun tujuan dilakukannya praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan acara
Tragedi Penangkapan Berlebih ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang kelemahan
metode yang digunakan sebagai alat manajemen perikanan tangkap. Kemudian tujuan lainnya
adalah untuk memberikan pemahaman tentang tekanan penangkapan yang berlebih.
METODOLOGI
Acara praktikum Tragedi Penangkapan Berlebih (Overfishing) dilakukan pada hari
Selasa, tangal 5 Mei 2015, pada pukul 13.30 – 17.00 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Teknik Penangkapan Ikan Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada dan
Kolam Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada. Adapun alat dan bahan yang digunakan
antara lain jaring, ikan dan alat tulis.
Pada prinsipnya praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan, acara Tragedi
Penangkapan Berlebih (Overfishing) ini dilakukan melalui simulasi penangkapan ikan
sebanyak-banyaknya menggunakan alat tangkap jaring dalam 10 kali trip penangkapan.
Praktikan dibagi ke dalam dua kelompok yang melakukan penangkapan ikan di dua kolam
yang berbeda. Penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jaring/jala, dimana
masing-masing kolam terdapat ikan berjumlah 100 ekor. Kegiatan penangkapan dilakukan
selama 10 kali trip, dengan dua perlakuan penangkapan yang berbeda yakni dengan
penambahan 10% dari hasil tangkapan setiap tripnya dan tanpa penambahan stok ikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Overfishing bisa diartikan sebagai penangkapan ikan secara berlebihan sehingga
populasi ikan semakin lama semakin berkurang dan akhirnya tidak ada lagi yang dapat
ditangkap. Fauzi (2005) menjelaskan bahwa overfishing dapat dikategorikan menjadi
beberapa jenis, yaitu recruitment overfishing, Growth over fishing, Economic over fishing,
dan Malthusian over fishing. Widodo dan Suadi (2008) menambahkan bahwa terdapat
kategori dari overfishing yang lainnya yaitu biological overfishing dan ecosystem overfishing.
Pada praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan acara Tragedi Penangkapan
Berlebih ini dilakukan simulasi penangkapan ikan dengan dua perlakuan sebanyak 10 kali trip
penangkapan. Pada kondisi sumberdaya ikan yang open access dan common properties, akan
mendorong para nelayan untuk menangkap ikan sebanyak-banyaknya dan ketika stok ikan
semakin menipis, demi memenuhi kebutuhan hidupnya para nelayan cenderung akan berebut
untuk mendapatkan ikan di laut. Kondisi tersebutlah yang disimulasikan, dimana praktikan
bertindak sebagai nelayan yang melakukan penangkapan sebanyak-banyaknya. Dengan
demikian melalui simulasi penangkapan tersebut dapat dilihat dan dianalisis kondisi mana
yang menyebabkan sumberdaya mengalami tangkapan berlebih (overfishing).
Pada perlakuan pertama dilakukan simulasi penangkapan tanpa penambahan stok ikan.
Kondisi ini merupakan analogi penangkapan ikan yang berlebihan di alam, tanpa adanya
pengelolaan. Proses peningkatan stok ikan secara alami baik melalui rekrutmen maupun
pertumbuhan juga diabaikan. Pada perlakuan yang pertama ini dilakukan simulasi 10 kali trip
penangkapan ikan tanpa ada batasan waktu dan kuota penangkapan. Ikan ditangkap
menggunakan jaring/jala. Berikut hasil tangkapan ikan pada perlakuan pertama, disajikan
pada tabel 1.
Tabel 1. Stok ikan hasil tangkapan tanpa pengembalian
Trip Stok Tertangkap Sisa1 100 0 1002 100 1 993 99 5 944 94 0 94
5 94 2 926 92 3 897 89 6 838 83 12 719 74 7 6410 64 7 57
Berdasarkan hasil praktikum yang disajikan pada tabel 1. tersebut, tampak bahwa
sumberdaya ikan mengalami telah mengalami overfishing, dimana stok ikan dari 10 kali trip
penangkapan hanya tersisa 57% dari stok awalnya. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas
penangkapan yang tidak ada batasan pengelolaan. Stok ikan terus mengalami penurunan
akibat adanya tekanan penangkapan. Kondisi tersebut diperburuk dengan tidak adanya
peningkatan stok baik secara alami melalui pertumbuhan dan rekrutmen maupun secara
buatan melalui kegiatan restocking oleh pelaku usaha penangkapan dan pemangku-pemangku
kepentingan lainnya. Akibat adanya peningkatan tekanan penangkapan tesebut, populasi dari
ikan-ikan berukuran besar menipis dan sebaliknya proporsi dari ikan-ikan berukuran kecil
terus meningkat. Selama kegiatan perikanan terus berkembang tersebut, kematian akibat
penangkapan (fishing mortality) mulai berpengaruh secara signifikan terhadap sumberdaya
ikan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh FAO (1995) bahwa potensi yang dapat
dimanfaatkan (TAC / Total Allowable Catch) adalah sebesar 80% dari MSY (Maximum
Sustainable Yield).
Pada perlakuan kedua dilakukan simulasi penangkapan dengan penambahan stok ikan
sebanyak 10% dari jumlah ikan yang tertangkap dalam setiap tripnya. Kondisi ini merupakan
analogi penangkapan ikan di alam, dengan adanya pengelolaan melalui restocking ikan di
alam oleh nelayan sebanyak 10% dari jumlah tangkapan dalam setiap tripnya. Akan tetapi
proses peningkatan stok ikan secara alami baik melalui rekrutmen maupun pertumbuhan
diabaikan. Pada perlakuan yang pertama ini dilakukan simulasi 10 kali trip penangkapan ikan
tanpa ada batasan waktu dan kuota penangkapan namun dilakukan penambahan stok sebanyak
10% dari jumlah tangkapan setiap tripnya. Ikan ditangkap menggunakan jaring/jala. Berikut
hasil tangkapan ikan pada perlakuan kedua, disajikan pada tabel 2
Tabel 2. Stok ikan hasil tangkapan dengan pengembalian
Trip Stok Tertangkap Sisa1 100 1 992 99 2 97
3 97 0 974 97 4 935 93 1 926 92 8 857 85 1 848 84 7 789 78 5 7410 74 5 70
Berdasarkan hasil praktikum yang disajikan pada tabel 2. tersebut, tampak bahwa
sumberdaya ikan mengalami belum mengalami overfishing, dimana stok ikan dari 10 kali trip
penangkapan masih tersisa 70% dari stok awalnya. Keadaan ini dapat terjadi dikarenakan oleh
adanya upaya pengelolaan sumberdaya ikan melalui kegiatan restocking atau penambahan
ikan ke alam sebanyak 10% dari total hasil tangkapan. Meskipun stok ikan terus mengalami
penurunan akibat adanya tekanan penangkapan, penurunan tersebut tidak berdampak
signifikan terhadap ketersediaan stok ikan di alam karena adanya peningkatan stok melalui
kegiatan restocking oleh pelaku usaha penangkapan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
upaya pengelolaan melalui kegiatan restocking mampu membantu menopang penurunan stok
ikan akibat upaya penangkapan ikan yang berlebihan.
Fauzi (2005) menyatakan ada dua hal yang diakui sebagai tekanan terhadap eksploitasi
perikanan, yaitu pertumbuhan populasi dunia dimana ikan adalah sumber protein penting bagi
manusia, dan target pembangunan untuk mencapai pendapatan yang tinggi dari sektor
perikanan. Kondisi ini diperburuk dengan sifat sumber daya perikanan yang common
property, lemahnya pengawasan pada pembatasan kapal ikan dan praktek illegal fishing.
Permasalahan tersebut muncul karena pengelolaan perikanan yang kurang memperhatikan
prinsip-prinsip pembangunan perikanan yang berkelanjutan sehingga terjadi kerusakan
ekologi pesisir dan laut sebagai habitat ikan, dan penurunan stok ikan karena tangkap lebih
(Nikijuluw, 2001). Kegagalan pengelolaan perikanan ini disebabkan oleh, tragedy of the
common yaitu kondisi ketika peningkatan investasi pada perikanan tangkap justru semakin
memiskinkan nelayan karena jumlah tangkapan tidak bertambah tapi malah semakin
berkurang (Alessi, 2008).
Berbagai upaya meningkatkan pendapatan daerah dari sektor perikanan tangkap
dengan meningkatkan produksi atau jumlah tangkapan juga harus dikaji ulang pada daerah-
daerah yang perikanan lautnya telah berstatus lebih tangkap. Pemerintah atau pengelola
perikanan laut harus lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan yang tepat untuk
mengatasi berbagai ancaman terhadap keberlanjutan industri perikanan ini. Oleh karena itu,
pemerintah dan didukung oleh masyarakat dan para pelaku usaha wajib menerapkan
kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). WCED (1987)
mengartikan pembangunan berkelanjutan secara sederhana sebagai pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang dengan tetap menjamin terpenuhinya kebutuhan
generasi yang akan datang. Industri perikanan yang berkelanjutan dapat diciptakan dengan
penerapan kebijakan yang mengatur tingkat upaya penangkapan. Pada kondisi overexploited,
salah satu kebijakan perikanan yang harus diambil adalah membatasi jumlah tangkapan
dengan menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau TAC (total allowed
catch) agar kelestarian sumberdaya perikanan terjaga dari kepunahan. JTB ini akan
berdampak pada jumlah armada perikanan yang diperlukan untuk mencapai JTB tersebut
sehingga seringkali terjadi pengurangan jumlah armada perikanan. Namun dalam jangka
panjang penetapan JTB akan meningkatkan stok ikan dan pendapatan nelayan.
Penetapan JTB juga akan berpengaruh pada ketersediaan material bagi industri
pengolahan ikan. Industri pengolahan berperan besar menciptakan tekanan terhadap upaya
penangkapan (fishing pressure). Maka, total kapasitas dari industri pengolahan ikan
seharusnya mempertimbangkan kemampuan lokal dalam menyediakan bahan baku produksi.
Sumber bahan baku dari luar wilayah juga diperhitungkan. Ecolabelling yang sedang giat
dipromosikan oleh FAO mensyaratkan bahwa produk perikanan harus berasal dari area
perikanan yang dikelola dengan baik, tidak berasal dari stok ikan yang over exploited dan
telah dipanen pada tingkat tertentu yang menjamin kelestarian perikanan tersebut.
KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil praktikum, pada perlakuaan tanpa penambahan sumberdaya ikan
mengalami overfishing, sedangkan pada perlakuan dengan penambahan 10% sumberdaya
ikan belum mengalami overfishing.
2. Kelemahan metode yang digunakan sebagai alat manajemen perikanan tangkap
berdasarkan hasil simulasi penangkapan pada praktikum ini adalah belum mampunya
upaya restocking tersebut untuk menjamin terjaganya kelestarian sumberdaya ikan di
alam.
3. Tekanan terhadap eksploitasi perikanan, yaitu pertumbuhan populasi penduduk dunia
dimana ikan adalah sumber protein penting bagi manusia, dan target pembangunan untuk
mencapai pendapatan yang tinggi dari sektor perikanan. Kondisi ini diperburuk dengan
sifat sumber daya perikanan yang common property, lemahnya pengawasan pada
pembatasan kapal ikan dan praktek illegal fishing.
SARAN
Untuk menjamin ketersediaan dan kelestarian sumberdaya ikan perlu dilakukan upaya-
upaya pengelolaan yang strategis seperti misalnya pembatasan kuota penangkapan maupun
trip penangkapan, khusunya pada daerah-daerah yang telah berada dalam kondisi over
exploited. Pengelolaan melalui upaya Ecolabelling juga dapat dilakukan, di mana upaya
Ecolabelling tersebut mensyaratkan bahwa produk perikanan harus berasal dari area
perikanan yang dikelola dengan baik, tidak berasal dari stok ikan yang over exploited dan
telah dipanen pada tingkat tertentu yang menjamin kelestarian perikanan tersebut. Selain itu,
juga diperlukan informasi mengenai daerah pemijahan, dan pengasuhan ikan guna
menentukan rencana pengelolaan jika diperlukan penutupan daerah penangkapan untuk
sementara waktu untuk mencegah terjadinya tangkap lebih.
DAFTAR PUSTAKA
Alessi, M. D, 2008, “Measuring the biological sustainability of marine fisheries:property
rights, politics, and science” The electronic journal of Sustainable Development vol 1
(2).
FAO. 1995. CCRF, Code of Condusct for Responsible Fisheries. Fisheries Department of
Food and Agriculture Organization. Rome.
FAO. 2005. Review of the State of World Marine Fisheries Resources. Fisheries Technical
Paper. Fisheries Department of Food and Agriculture Organization. Roma.
Fauzi A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, Sintesis dan Gagasan. PT. Gramedia
Jakarta.
Israel, D. dan Caesar. 1997. Overfishing in the Philippine Commercial Marine Fisheries
Sector. Philippine Institute for Development Studies. Philiphine. 26 hlm.
Lukito, O. 2007. Optimalisasi Subsektor Perikanan Dalam Menopang Pembangunan Nasional
Dan Daerah. Seminar Nasional Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Nikijuluw. V.P.H. 2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi
Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara
Terpadu. Makalah Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sudradjat, A. 2006. Studi Pertumbuhan, Mortalitas, dan Tingkat Eksploitasi Ikan Selar
Kuning di Perairan Pulau Bintan, Riau. Journal of Fisheries Science. Pusat Riset
Perikanan. 8(2):223-228.
Templeman, W. 1983. Stock discrimination in marine fishes. NAFO Sci. Court. Studies. 6(5):
1-62.
Tyler, A.V. dan V.F. Galucci. 1980. Dynamic of fished stocks: Fisheries management.
Blackwell Scientific Publication. Oxford. 111-148.
WCED. 1987. Our Common Future. Report. World Commission on Environment and
Development.
Widodo, J. dan Suadi. 2008. Pengelolaan Perikanan Sumberdaya laut. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
WWF. 2008. Wajah Perikanan dan Kelautan Indonesia Memasuki Strategi Pengelolaan yang
Berkelanjutan. Lembar Informasi. World Wide Fun For Nature. Indonesia.