76040387 Laporan Uji Tarik
description
Transcript of 76040387 Laporan Uji Tarik
-
LAPORAN
PENGUJIAN TARIK
Disusun oleh:
Nama : Dimas Adiputra
Ersa Tian Prayoga
Mohamad Hilman
Pandji Wisnu Murti
Raden Suwarto
Ricco Ferdianto
Sudirman
Jurusan : Teknik Mesin
Program Studi : Teknik Mesin
Pembimbing : Vika Rizkia, MT
KERJASAMA POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
DENGAN BALAI BESAR PENGEMBANGAN LATIHAN
KERJA LUAR NEGERI CEVEST BEKASI
-
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kahadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah dan
hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelasaikan laporan ini. Salawat serta
salam semoga tetap dicurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Adapun judul laporan ini adalah Pengujian Tarik yang merupakan salah
satu tugas praktikum yang dilakukan di laboratorium Teknik Mesin Politeknik
Negeri Jakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Vika Rizkia, MT. sebagai dosen pembimbing dalam menyelesaikan
praktikum ini.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,.oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan laporan ini di masa yang akan datang. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Wasalammualaikum Wr. Wb.
-
BAB I PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Uji tarik adalah kegiatan pengujian bersifat destruktif, terhadap suatu bahan
dengan cara memberikan beban tarikan secara terus menerus. Bertambah beban
sampai akhirnya putus. Kemampuan tarik suatu bahan diperlihatkan dalam
suatu perbandingan antara besar beban tarik terhadap luas bidang bahan yang
mengalami tarikan.
1. Prinsip Pengujian Tarik
Sampel bentuk ukuran dan bentuk tertentu (dalam standart SII atau JIS
atau ASTM ) diberikan beban tarik yang continue sampai bahan atau logam
tersebut mengalami perpatahan. Perpatahan beban tarik ini akan
menimbulkan perubahan regangan. Hubungan antara penambahan beban
dengan perubahan regangan dapat digambarkan dalam suatu kurva yang
dikenal dengan kurva stress strain.
2. Ruang Lingkup Pengujian Tarik
Pengujian ini memakai benda uji atau sampel dari bahan logam baik itu
ferrous atau non ferro. Ukuran sampel telah disesuaikan dengan standar SII
(dalam percobaan ini ), atau JIS atau ASTM. Variable variable yang
mempengaruhi adalah besarnya beban tarik dan diameter awal dari sampel.
Sifat sifat mekanis yang diharapkan didapat dari percobaan ini adalah
kekuatan luluh, tegangan maksimum, tegangan patah dan harga modulus
young.
3. Teori literatur Pengujian Tarik
Setelah memahami tujuan yang telah diuraikan oleh pengujian tarik, ada
beberapa sifat yang dapat diketahui dari percobaan ini yaitu,
a. Batas proporsionalitas (Proportionality Limit)
-
Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mem-
punyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap pe-
nambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara
proporsional dalam hubungan linier = E (bandingkan dengan hubungan
y = mx; Dimana y mewakili tegangan x me-wakili regangan dan m
mewakili slope kemiringan dari (modulus kekakuan).
Gambar 1
Titik P pada di atas ini menunjukkan batas proporsionalitas dari
kurva tegangan-regangan.
b. Batas elastis (elastic limit)
Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada
panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas
merupakan bahagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus
diberikan tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastis akan
terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan kembali kepada
ukuran semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis
merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan
menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama kalinya.
Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang hampir
berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.
-
c. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)
Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus
mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan
(stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini
disebut tegangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukkan oleh titik Y
pada Gambar 1 di atas. Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh
logam-logam ulet dengan struktur Kristal BCC dan FCC yang
membentuk interstitial solid solution dari atom- atom carbon, boron,
hidrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut
menyebabkan baja ulet eperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah
(lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).
Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya
tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan
kekuatan luluh material seperti ini maka digunakan suatu metode yang
dikenal sebagai Metode Offset. Dengan metode ini kekuatan luluh (yield
strength) ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan
batas penyimpangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan
regangan . Pada Gambar 1.2 di bawah ini garis offset OX ditarik paralel
dengan OP, sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan
memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX
diambil 0.1 0.2% dari regangan total dimulai dari titik O.
-
Gambar 2
Kurva diatas merupakan kurva tegangan-regangan dari sebuah
benda uji terbuat dari bahan getas.
Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan
yang tidak boleh dilewati dalam penggunaan structural, Harus dilewati
dalam proses manufaktur logam.
d. Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung oleh
material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik
maksimum uts ditentukan dari beban maksium F maks dibagi luas
penampang awal Ao. Pada bahan ulet tegangan maksimum ini
ditunjukkan oleh titik M (Gambar 1) dan selanjutnya bahan akan terus
berdeformasi hingga titik B. Bahan yang bersifat getas memberikan
perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan
perpatahan (titik B pada Gambar 2). Dalam kaitannya dengan
penggunaan structural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan
maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.
e. Kekuatan Putus (breaking strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat
benda uji putus (F breaking) dengan luas penampang awal Ao. Untuk
bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan
bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme
penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang
terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada
kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah
sama dengan kekuatan maksimumnya.
f. Keuletan (ductility)
-
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan
kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan.
Sifat ini, dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin
dibentuk (forming) melalui prosesrolling,bending,stretching, drawing,
hammering, cutting dan sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua
metode pengukuran keuletan bahan yaitu:
Persentase perpanjangan(elongation)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap
panjang awalnya.
Elongasi, (%) = (Lf-Lo)/Lo x 100%
dimana Lf adalah panjang akhir dan Lopanjang awal dari benda uji.
UTS = F maks/Ao
Persentase pengurangan/reduksi penampang (Area Reduction)
Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah
perpatahan terhadap luas penampang awalnya. Reduksi penampang,R
(%) = [(Ao-Af)/Ao] x 100% dimana Af adalah luas penampang akhir
dan Ao luas penampang awal.
g. Modulus elastisitas (E)
Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran
kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka
semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat
pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin
kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan (Gambar 1 dan 2), modulus
kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang
linier, diberikan oleh:
E = / atau E = tan
-
dimana adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-
regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat
antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah
oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Sebagai contoh
diberikan oleh Gambar 3 di bawah ini yang menunjukkan grafik
tegangan-regangan beberapa jenis baja.
Gambar 3
Grafik tegangan- regangan beberapa baja yang memperlihatkan ke-
samaan modulus kekakuan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui sifat sifat mekanik suatu bahan atau logam terhadap
pembebanan tarik. Sehingga Mahasiswa dapat melakukan percobaan ini
karena mengetahui karakteristik benda.
C. Sasaran Praktikum
1. Memahami kurva tegangan-regangan hasil uji tarik dari beberapa jenis
logam (besi tuang, baja, tembaga dan alumunium)
-
2. Mendeskripsikan titik-titik penting (batas proporsionalitas, batas
elastis, titik luluh, daerah necking dan sebagainya) dalam kurva
tegangan-regangan yang menjelaskan perilaku mekanis logam-logam
tersebut.
3. Menerapkan beberapa formulasi dasar dan menganalisis kurva beban-
perpanjangan untuk memperoleh nilai-nilai kekuatan tarik, titik luluh,
persentase elongasi, modulus elastisitas, modulus ketangguhan untuk
beberapa jenis logam.
4. Menjelaskan perbedaan antara kurva tegangan-regangan rekayasa dan
kurva tegangan regangan sesungguhnya.
5. Menerapkan dasar pengamatan kerusakan untuk menganalisis bentuk
perpatahan (fraktografi) hasil uji tarik beberapa jenis logam serta
mengkaitkannya dengan kurva tegangan-regangan yang telah dicapai.
-
BAB II PROSEDUR PENGUJIAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat percobaan
a. Jangka sorong
b. Mesin uji tarik Tarno Crocki
2. Bahan percobaan
a. 2 batang baja
b. 2 batang aluminium
c. 2 batang tembaga
B. Prosedur Pengujian Tarik
1. Sampel uji yang dibentuk sudah standar dilakukan pengukuran
diameter awal (D0 ), panjang ukur awal ( L0 ), panjang proporsional
(Pd).
2. Kemudian batang uji diletakkan pada alat uji tarik.
3. Pengaturan beban: untuk batang baja, beban maksimum yang
diletakkan sebesar 100.000 N.
4. sedangkan untuk alumunium dan tembaga, beban maksimum yang
digunakan sebesar 40.000N.
5. Jarum skala di nolkan terlebih dahulu.
6. Pada waktu dilakukan penarikan diadakan pembacaan:
a. Setiap 100 N untuk baja
b. Setiap 500 N untuk setiap Al dan tembaga
7. Dilakukan penarikan samapai benda uji putus dan pertambahan
panjang dibaca pada jangka sorong sebagai pengganti extensiometer.
8. Dari data dibuat grafik stress strain.
9. Setelah putus batas uji disambung kembali intuk pengukuran panjang
dan diameter akhir.
-
BAB III DATA PENGUJIAN
A. Tembaga 1
L0 = 157 mm A0 = 78,5 mm2
L1 = 164 mm A1 = 28,26 mm2
D0 = 10 mm D1 = 6 mm
No F (newton) L (mm) 1 2 1 2
1 1000 1 12.74 12.82 0.006 0.006
2 1500 2 19.11 19.35 0.013 0.013
3 2700 3 34.395 35.052 0.019 0.019
4 5800 4 73.885 75.768 0.025 0.025
5 7500 5 95.541 98.584 0.032 0.031
6 12000 6 152.866 158.708 0.038 0.038
7 19000 7 242.038 252.830 0.045 0.044
8 24500 8 312.102 328.005 0.051 0.050
9 26000 9 331.210 350.197 0.057 0.056
10 26100 10 332.484 353.661 0.064 0.062
11 26100 11 332.484 355.779 0.070 0.068
12 26000 12 331.210 356.526 0.076 0.074
13 24500 13 312.102 337.945 0.083 0.080
14 24000 14 305.732 332.995 0.089 0.085
15 22500 15 286.624 314.009 0.096 0.091
16 19400 16 247.134 272.319 0.102 0.097
17 18000 17 229.299 254.128 0.108 0.103
0
50
100
150
200
250
300
350
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
Tembaga
Tembaga
-
B. Tembaga 2
L0 = 150 mm A0 = 73,86 mm
L1 = 158 mm
D0 = 9,6 mm
No F (newton) L (mm) 1 2 1 2
1 900 1 12.19 12.27 0.007 0.007
2 1300 2 17.60 17.84 0.013 0.013
3 2300 3 31.14 31.76 0.020 0.020
4 6100 4 82.59 84.79 0.027 0.026
5 12300 5 166.53 172.08 0.033 0.033
6 19000 6 257.24 267.53 0.040 0.039
7 23500 7 318.17 333.02 0.047 0.046
8 24500 8 331.71 349.40 0.053 0.052
9 24600 9 333.06 353.05 0.060 0.058
10 24600 10 333.06 355.27 0.067 0.065
11 24600 11 333.06 357.49 0.073 0.071
12 24500 12 331.71 358.25 0.080 0.077
13 22500 13 304.63 331.03 0.087 0.083
14 19500 14 264.01 288.65 0.093 0.089
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1
Tembaga
Tembaga
-
C. Aluminium 1
D0 = 11 mm A0 = 94,98 mm2
L0 = 100 mm
No F (newton) L (mm) 1 2 1 2
1 150 1 1.58 1.60 0.010 0.010
2 300 2 3.16 3.22 0.020 0.020
3 760 3 8.00 8.24 0.030 0.030
4 930 4 9.79 10.18 0.040 0.039
5 1810 5 19.06 20.01 0.050 0.049
6 3200 6 33.69 35.71 0.060 0.058
7 5000 7 52.64 56.33 0.070 0.068
8 8500 8 89.49 96.65 0.080 0.077
9 12390 9 130.45 142.19 0.090 0.086
10 15840 10 166.77 183.45 0.100 0.095
11 16850 11 177.41 196.92 0.110 0.104
12 17850 12 187.93 210.49 0.120 0.113
13 18140 13 190.99 215.82 0.130 0.122
14 18700 14 196.88 224.45 0.140 0.131
15 18980 15 199.83 229.81 0.150 0.140
16 19100 16 201.09 233.27 0.160 0.148
17 19140 17 201.52 235.77 0.170 0.157
18 19270 18 202.88 239.40 0.180 0.166
19 19450 19 204.78 243.69 0.190 0.174
20 19680 20 207.20 248.64 0.200 0.182
21 19720 21 207.62 251.22 0.210 0.191
22 19780 22 208.25 254.07 0.220 0.199
23 19610 23 206.46 253.95 0.230 0.207
0
50
100
150
200
250
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Aluminium
Aluminium
-
D. Aluminium 2
L0 = 90 A0 = 88,2 mm2
D0 = 10,6 mm
No F (newton)
L (mm) 1 2 1 2
1 135 1 1.53 1.55 0.011 0.011
2 295 2 3.34 3.42 0.022 0.022
3 385 3 4.37 4.51 0.033 0.033
4 590 4 6.69 6.99 0.044 0.043
5 880 5 9.98 10.53 0.056 0.054
6 1185 6 13.44 14.33 0.067 0.065
7 1625 7 18.42 19.86 0.078 0.075
8 2925 8 33.16 36.11 0.089 0.085
9 5675 9 64.34 70.78 0.100 0.095
10 8925 10 101.19 112.43 0.111 0.105
11 13525 11 153.34 172.09 0.122 0.115
12 15025 12 170.35 193.07 0.133 0.125
13 16375 13 185.66 212.47 0.144 0.135
14 16875 14 191.33 221.09 0.156 0.145
15 17375 15 197.00 229.83 0.167 0.154
16 17875 16 202.66 238.69 0.178 0.164
17 18270 17 207.14 246.27 0.189 0.173
18 18320 18 207.71 249.25 0.200 0.182
19 18470 19 209.41 253.62 0.211 0.192
20 18570 20 210.54 257.33 0.222 0.201
21 18470 21 209.41 258.27 0.233 0.210
22 18380 22 208.39 259.33 0.244 0.219
23 18275 23 207.20 260.15 0.256 0.228
24 18120 24 205.44 260.23 0.267 0.236
25 17820 25 202.04 258.16 0.278 0.245
0
50
100
150
200
250
0 0.1 0.2 0.3
Aluminium
Aluminium
-
E. Baja 1
D0 = 10 mm A0 = 78,5 mm2
L0 = 90 mm
No F (newton)
L (mm) 1 2 1 2
1 135 1 1.72 1.74 0.011 0.011
2 295 2 3.76 3.84 0.022 0.022
3 590 3 7.52 7.77 0.033 0.033
4 880 4 11.21 11.71 0.044 0.043
5 1620 5 20.64 21.78 0.056 0.054
6 2800 6 35.67 38.05 0.067 0.065
7 5620 7 71.59 77.16 0.078 0.075
8 8920 8 113.63 123.73 0.089 0.085
9 13500 9 171.97 189.17 0.100 0.095
10 14500 10 184.71 205.24 0.111 0.105
11 15025 11 191.40 214.79 0.122 0.115
12 16075 12 204.78 232.08 0.133 0.125
13 16375 13 208.60 238.73 0.144 0.135
14 16380 14 208.66 241.12 0.156 0.145
15 16400 15 208.92 243.74 0.167 0.154
16 16400 16 208.92 246.06 0.178 0.164
17 16325 17 207.96 247.24 0.189 0.173
18 16225 18 206.69 248.03 0.200 0.182
0
50
100
150
200
250
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Baja
Baja
-
F. Baja 2
L0 = 100 mm A0 = 78,5 mm2
D0 = 10 mm
No F (newton)
L (mm) 1 2 1 2
1 135 1 1.72 1.74 0.010 0.010
2 295 2 3.76 3.83 0.020 0.020
3 590 3 7.52 7.74 0.030 0.030
4 880 4 11.21 11.66 0.040 0.039
5 1620 5 20.64 21.67 0.050 0.049
6 2800 6 35.67 37.81 0.060 0.058
7 5620 7 71.59 76.60 0.070 0.068
8 8920 8 113.63 122.72 0.080 0.077
9 12500 9 159.24 173.57 0.090 0.086
10 13500 10 171.97 189.17 0.100 0.095
11 14025 11 178.66 198.32 0.110 0.104
12 15075 12 192.04 215.08 0.120 0.113
13 15375 13 195.86 221.32 0.130 0.122
14 15580 14 198.47 226.26 0.140 0.131
15 15890 15 202.42 232.78 0.150 0.140
16 16170 16 205.99 238.95 0.160 0.148
17 16205 17 206.43 241.53 0.170 0.157
18 16205 18 206.43 243.59 0.180 0.166
19 16180 19 206.11 245.28 0.190 0.174
20 15970 20 203.44 244.13 0.200 0.182
21 15880 21 202.29 244.77 0.210 0.191
0
50
100
150
200
250
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Baja
Baja
-
BAB IV PENUTUP
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan metalografi ini dengan baik.
Demikianlah laporan ini penulis susun berdasarkan data-data dan
informasi yang penulis dapatkan baik dari dalam maupun dari luar. Penulis
menyadari sebagai manusia yang memiliki keterbatasantentu hasil karya kami
tidak luput dari kesalahan masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan kemampuan penulis dalam menyusun Laporan.
Oleh sebab itu penulis ingin meminta maaf apabila terdapat kekurangan-
kekurangan dan kesalahan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga
buku laporan ini bermanfaat.
A. Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat diambi Aumunium bersifat liat daripada baja
dan tembaga karena memiliki kemampuan ulur tinggi sedang kemampuan
tegangan rendah. Gaya maksimum yang dihasilkan dari alumunium mencapai
16275 N. Alumunium memiliki tegangan sesungguhnya sebesar 259.07
N/mm2 dan regangan sesungguhnya sebesar 0.2231 mm2.
Tembaga bersifat ulet karena tembaga memiliki mampu ulur dan
mampu tegangan tinggi. Gaya maksimum yang dihasilkan dari alumunium
mencapai 23900 N, tegangan sesungguhnya sebesar 353.90 N/mm2 dan
regangan sesungguhnya sebesar 0.17 mm2.
Baja bersifat getas karena baja memiliki kemampuan ulurnya rendah
dan mampu tegangan tinggi.
B. Saran
1. Setiap praktek yang dilakukan harus lebih teliti dalam melihat ukuran.
2. Tidak bercanda saat melakukan percobaan.
3. Lakukan praktek sesuai prosedur praktek.