7_3

17

Click here to load reader

Transcript of 7_3

Page 1: 7_3

Jurnal Natur Indonesia III (2): 151 – 167 (2001)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMBIUSAN BERTAHAP TERHADAP KETAHANAN HIDUP IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius sutchi F) DALAM

TRANSPORTASI SISTEM KERING

Rahman Karnila*), Edison *) Coresponding Author

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Diterima tanggal : 20 – 2 – 2001 Disetujui tanggal : 27 – 3 – 2001

ABSTRACT

To study application of low temperature anesthesis, the effects of gradual anesthesis time has been observed on jambal siam (Pangasius sutchi F) cooled at various temperature (12, 15, and 18oC), times ( 10, 15, and 20 minutes), and storage temperature (12, 15, and 18oC). The results showed that the survival of jambal siam was affected by anesthesis and storage temperature, but not by time of cooling. The best temperature and time of gradual anesthesis is approximately at 15oC for 15 minutes. While the best storage teperature is 18oC. A gradual anesthesis of jambal siam at 15oC for 15 minutes and storage temperature 18oC enable to prepare the shrimp for 15 hours transportation producing 90% of survival level and increasing time to 21 hours reducing survival down to 55%.

Key words : Pangasius sutchi F., Temperature

PENDAHULUAN Dewasa ini, permintaan konsu-men akan komoditas perikanan dalam bentuk hidup dirasakan semakin besar dan berkembang, terutama untuk jenis-jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti lobster, udang, ikan karang dan beberapa jenis ikan air tawar. Salah satu jenis ikan air tawar yang menjadi andalan komoditas perikanan di Propinsi Riau dan dapat

dimanfaatkan untuk trans-portasi sistem kering ini adalah ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi F). Hal ini disebabkan permintaan kon-sumen akan jenis ikan Jambal Siam ini terutama dalam bentuk hidup semakin besar dan berkembang, baik untuk konsumsi lokal maupun regional, bah-kan mempunyai peluang untuk tujuan ekspor. Hal ini sejalan dengan potensi dan sumberdaya ikan tersebut di Propinsi

Page 2: 7_3

152

Riau yang terus berkembang, baik produksinya maupun area kolam budidayanya.

Produksi ikan Jambal Siam pada tahun 1994 adalah 944,8 ton dengan luas area budidayanya yaitu 882 Ha. Tahun 1995 produksinya meningkat menjadi 1.172 ton dengan luas area budidaya 896 Ha. Untuk tahun 1996 juga terjadi peningkatan produksi menjadi 1.205 ton sedangkan luas area budidaya menjadi 915 Ha (Dinas Perikanan TK I Riau, 1997).

Persaingan perdagangan ikan Jambal Siam ini di pasar lokal mau pun regional dirasakan semakin keras dan ketat, serta diramalkan persa-ingan ini akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Untuk ikut meningkatkan daya saing perdaga-ngan tersebut, berbagai tindakan telah dilakukan, salah satu diantaranya ada-lah perubahan transportasi dan perda-gangan ikan dalam bentuk segar mati menjadi dalam bentuk segar dan hi-dup. Salah satu alasan penting perda-gangan ikan dalam bentuk hidup ini adalah harganya yang dapat mencapai tiga hingga empat kali harga ikan mati (Suparno et al., 1994). Untuk itu diperlukan teknologi yang sesuai dan tepat dengan tuntutan komoditi dan kondisi di

daerah Riau. Sayangnya, teknologi transportasi ikan hidup sejauh ini masih menggu-nakan media pengangkut air yang ku-rang aman, beresiko tinggi, dan ku-rang efisien (Suparno et al., 1994). Penelitian untuk mencari teknologi yang sesuai perlu dilakukan. Salah satu cara transportasi dan perdagangan ikan dalam bentuk hidup dan menjadi pilihan yang tepat apabila kondisi optimalnya diketahui adalah dengan penanganan sistem kering (tanpa media air) yaitu penggunaan suhu rendah yang dapat dilakukan de-ngan penurunan suhu secara bertahap mau pun secara langsung (Wibowo, 1993; Suparno et al., 1994; Nitibas-kara, 1996; dan Setiabudi et al., 1995). Dengan penanganan suhu ren-dah ini, ikan hidup dibuat dalam kon-disi terbius sebelum dikemas dan di-transportasikan (Berka, 1986). Cara ini sangat efisien dan aman meskipun risiko kematiannya lebih besar. Pada prinsipnya, untuk transpor-tasi sistem kering ini ikan dikondi-sikan dalam keadaan metabolisme dan respirasi rendah sehingga daya tahan di luar habitat hidupnya tinggi. Dari penelitian terdahulu telah diperoleh informasi bahwa transportasi ikan da-lam bentuk hidup dapat dilakukan de-

Page 3: 7_3

153

ngan penurunan suhu media hidupnya mau pun menggunakan bahan-bahan pembius (anestesi) baik alami mapun buatan (Berka, 1986; Basyarie, 1990) Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suhu pembiusan, waktu pembiusan, dan su-hu penyimpanan terbaik yang mampu mempertahankan kelangsungan hidup ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi F) di dalam media bukan air selama transportasi. Selanjutnya dilakukan uji transportasi untuk mengetahui efekti-fitas metode yang diperoleh dalam mempertahankan kelulusan hidup ikan Jambal Siam dalam media serbuk gergaji dingin. METODE PENELITIAN Pelaksanaan penelitian berlang-sung di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan Jurusan Pengolahan Hasil Perairan Fakultas Perikanan Universitas Riau. Penelitian dilaksa-nakan dari bulan April 1999 sampai dengan bulan September 1999. Dalam penelitian ini digunakan ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi F) yang diambil dari kolam di daerah Simpang Panam Pekanbaru. Ikan di-ambil dalam keadaan hidup, sehat dan normal dalam arti tidak dalam

kea-daan cacat, dengan ukuran siap panen atau 300-500 gram per ekor. Bahan kemasan terbuat dari kotak styrofoam dengan ukuran 52 x 37 x 31 cm (p x l x t) dengan kete-balan 2,5 cm. Sedangkan media pen-dingin yang digunakan adalah serbuk gergaji yang berasal dari campuran kayu mindi (Melia azedarach), Jeungjing (Albizia falcata), dan Jati (Tectona grandis) yang diperoleh dari pengrajin kayu di daerah Pekanbaru. Serbuk gergaji tersebut dibersihkan dari kotoran besar dan kecil dengan cara pengayakan, direndam dengan air tawar selama 24 jam, dicuci dengan air tawar sebanyak tiga kali (setiap selesai pencucian dilakukan penjemuran hingga kering). Serbuk gergaji yang telah kering dilembabkan dengan air tawar dengan perbandi-ngan 1 : 1,5 dan didinginkan sesuai dengan suhu penyimpanan, untuk selanjutnya serbuk gergaji tersebut siap digunakan sebagai media pen-dingin selama transportasi. Bahan lain yang digunakan adalah es air tawar. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan untuk pengambilan dan pengangkutan ikan, aklimatisasi dan pemeliharaan ikan, pembiusan ikan, serta uji transportasi ikan. Jenis dan

Page 4: 7_3

154

spesifikasi peralatan disebutkan dalam prosedur kerja. Pengambilan dan pengangkutan ikan hidup dari kolam menggunakan bak plastik yang dilengkapi dengan beberapa buah aerator bertenaga ba-tere untuk memberikan cukup oksi-gen selama perjalanan. Bak diisi air kolam 50-60% dari tinggi bak, dan diberi hancuran es dalam kantung plastik tebal untuk mengatur suhu air kolam dalam bak sekitar 25-27oC. Wadah untuk aklimatisasi, pemeliha-raan, dan pembiusan dibuat dari kaca setebal 5 mm berbentuk akuarium de-ngan ukuran 100 x 60 x 40 cm (p x l x t), dilengkapi dengan aerator (AC), dan diisi air tawar. Perlengkapan lain untuk aklimatisasi dan pemeliharaan ini adalah ember plastik, selang, dan timbangan untuk menimbang ikan. Sedangkan peralatan untuk transpor-tasi ikan meliputi ruangan yang bersifat statis dan kulkas sebagai ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan pengatur suhu (thermostat) dan alat pengukur suhu. Di dalam penelitian ini dilakukan empat rangkaian percobaan utama yaitu : 1) pengaruh suhu pembiusan, 2) pengaruh waktu pembiusan, 3) pengaruh suhu penyimpanan, dan 4) uji transportasi. Sebelum keempat percobaan tersebut

dilaksanakan, ter-lebih dahulu dilakukan pengambilan dan persiapan contoh ikan. Pengam-bilan ikan hidup dari kolam dilakukan dengan menggunakan bak berisi air tawar (kolam) dengan aerasi kuat untuk diangkut ke laboratorium, ke-mudian ditampung dalam bak pemeli-haraan untuk penyesuaian dan pemu-lihan kondisi. Selama pemeliharaan dilakukan pergantian air tawar setiap hari serta diberi pakan yang biasa digunakan di kolam sebanyak dua kali sehari. Setelah ikan cukup sehat dan aktif kembali atau setelah penam-pungan 3-4 hari, ikan dipuasakan selama 18-24 jam sebelum digunakan dalam penelitian. Perlakuan yang digunakan pada percobaan pengaruh suhu pembiusan ini meliputi: metode pembiusan bertahap, suhu pembiusan (12,15 dan 18oC), kecepatan penurunan suhu (5oC/jam), waktu pembiusan (15 me-nit), suhu penyimpanan (15oC), dan waktu uji transportasi (10 jam). Perlakuan yang digunakan pada percobaan pengaruh waktu pembiu-san ini meliputi: metode pembiusan bertahap, suhu pembiusan (suhu ter-baik hasil percobaan 1), kecepatan penurunan suhu (5oC/jam), waktu pembiusan (10, 15, dan 20 menit),

Page 5: 7_3

155

suhu penyimpanan (15oC), dan waktu uji transportasi (10 jam).

Perlakuan yang digunakan pada percobaan pengaruh suhu penyimpa-nan ini meliputi: metode pembiusan bertahap, suhu pembiusan (suhu ter-baik hasil percobaan 1), kecepatan penurunan suhu (5oC/jam), waktu pembiusan (waktu terbaik hasil per-cobaan 2), suhu penyimpanan (12, 15, dan 18oC), dan waktu uji transportasi (10 jam). Perlakuan yang digunakan pada uji transportasi meliputi metode pem-biusan bertahap, suhu pembiusan (su-hu terbaik hasil percobaan 1), kece-patan penurunan suhu (5oC/jam), waktu pembiusan (waktu terbaik hasil percobaan 2), suhu penyimpanan (suhu terbaik hasil percobaan 3), dan waktu uji transportasi (15, 18, dan 21 jam). Pada setiap rangkaian percobaan di atas dilakukan proses pembiusan dengan prosedur: ikan ditempatkan pada bak pembiusan, kemudian suhu air diturunkan secara bertahap dengan kecepatan penurunan 5oC/jam sampai tercapai suhu yang diinginkan, dan dipertahankan selama waktu yang telah ditetapkan. Sebelumnya telah disiapkan serbuk gergaji lembab dengan suhu sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan dan

kemasan styrofoam. Ikan yang telah terbius (pingsan) dimasukkan ke dalam kemasan yang telah diberi serbuk gergaji dingin dan ditutup kembali de-ngan serbuk gergaji tersebut, demi-kian terus-menerus hingga kemasan penuh. Setelah dikemas, selanjutnya dilakukan transportasi selama waktu yang telah ditetapkan pada ruang yang suhunya bisa diatur. Setelah transportasi selesai, maka dilakukan pembongkaran dan penyadaran de-ngan memasukkan ikan ke dalam air tawar normal bersuhu 27-28oC de-ngan aerasi tinggi sampai ikan sadar dan normal kembali. Pengamatan pada setiap empat rangkaian percobaan diatas dilakukan terhadap aktivitas ikan selama proses pembiusan, pengemasan, pembong-karan dan penyadaran, jumlah ikan yang hidup dan mati, serta waktu yang diperlukan untuk normal kem-bali. Selain itu diamati pula perubahan suhu dalam kemasan selama trans-portasi. Penentuan suhu dan waktu pem-biusan serta suhu penyimpanan terba-ik dilakukan berdasarkan aktivitas dan kondisi ikan saat pembiusan, pengemasan, pembongkaran, dan penyadaran serta

Page 6: 7_3

156

Tabel 1. Pengaruh Berbagai Suhu Pembiusan terhadap Kondisi Ikan Jambal Siam Setelah Terbius

SUHU PEMBIUSAN

KONDISI IKAN SETELAH TERBIUS

(OC) POSISI PERGERA KAN

FASE PANIK

RESPON WAKTU DIANGKAT

18 TEGAK LEMAH

ADA (SEDIKIT)

BELUM LEMAH MERONTA LEMAH

15 ROBOH TIDAK ADA (TENANG)

SUDAH TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

12 ROBOH TIDAK ADA (TENANG)

SUDAH TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

Tabel 2. Pengaruh Berbagai Suhu Pembiusan terhadap Kondisi Ikan

Jambal Siam Setelah Transportasi (Saat Pembongkaran) dan Saat Penyadaran

SUHU PEMBIUSAN

KONDISI IKAN SETELAH TRANSPORTASI (SAAT PEMBONGKARAN)

KONDISI IKAN SAAT PENYADARAN (MENIT)

(OC) POSISI PERGERA-KAN

RESPON WAKTU DIANGKAT

0* 15** 30** 45***

18 BERUBAH BERGERAK TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

5% 50% 60% 70%

15 BELUM BERUBAH

TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

15% 70% 80% 90%

12 BERUBAH TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

0% 5% 40% 50%

* Langsung tegak lemah dan berenang perlahan-lahan ** Tegak kokoh, aktif, sedikit responsif, dan gesit *** Normal

tingkat kelulusan hidup ikan tertinggi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Pembiusan Untuk mempelajari pengaruh suhu pembiusan terhadap aktivitas dan kelulusan hidup ikan Jambal Siam di luar habitatnya, beberapa variasi suhu pembiusan telah dicobakan se-bagaimana terlihat pada Tabel 1 dan 2 di bawah ini.

Dari Tabel 1 dan 2 terlihat bah-wa pembiusan bertahap sampai suhu 18oC selama 15 menit untuk kondisi ikan setelah terbius belum menye-babkan ikan melewati fase panik, sehingga ikan belum tenang dan masih meronta pelan saat dilakukan pengemasan, sehingga agak menyu-litkan proses pengemasan tersebut. Posisi ikan tegak lemah dan gerakan anggota badan seperti insang dan sirip-sirip masih jelas walaupun lemah dan jarang, serta masih sedikit responsif terhadap ransangan fisik

dari luar meskipun sudah lemah.

Page 7: 7_3

157

Setelah transportasi 10 jam dan dila-kukan pembongkaran sebagian besar ikan telah berubah posisi walaupun respon sudah tidak ada. Sewaktu di-masukkan ke dalam air untuk proses penyadaran, sekitar 5% ikan langsung tegak dengan lemah dan berenang de-ngan perlahan-lahan (menit ke-tujuh), sedangkan sebagian yang lain roboh dengan gerakan insang dan sirip-sirip tidak teratur, namun ada juga yang roboh tampa gerakan sama sekali. Pada menit ke 15 hingga 30 jumlah ikan yang sudah tegak kokoh, aktif, responsif dan gesit sekitar 50 hingga 60%. Secara umum pada menit ke 45 sekitar 70% ikan sudah normal se-perti semula, 10% masih roboh dan tidak bergerak, sedangkan 20% tidak melihatkan adanya tanda-tanda hidup. Untuk pembiusan bertahap sam-pai suhu 15oC selama 15 menit kon-disi ikan setelah terbius sudah mele-wati fase panik (15,5oC) dan tidak meronta saat dilakukan pengemasan, sehingga proses pengemasan sangat mudah dilakukan. Sedangkan posisi ikan sudah roboh dan tenang. Setelah transportasi 10 jam dan dilakukan pembongkaran, ikan masih tenang, respon tidak ada, tidak meronta, dan posisi dalam kemasan masih seperti semula. Pada saat dimasukkan ke

dalam air untuk dilakukan penyadaran sekitar 15% ikan langsung berdiri lemah dan berenang perlahan-lahan yaitu pada menit ke-tujuh hingga 13. Namun, sebagian yang lain masih tergeletak tak berdaya dengan posisi roboh di dasar akuarium. Pada menit ke 15 hingga 30 jumlah yang tegak kokoh, aktif, responsif, dan gesit ber-tambah menjadi 70 hingga 80%. Akhirnya saat penyadaran memasuki menit ke 45 jumlah ikan yang normal seperti semula sekitar 85%, 10% masih roboh dan tidak bergerak, dan sekitar 5% tidak memperlihatkan ada-nya tanda-tanda hidup. Untuk pembiusan sampai suhu 12oC kondisi ikan setelah terbius ti-dak meronta, fase panik sudah terle-wati, sehingga ikan sudah tenang dan tidak bergerak lagi dengan respon tidak ada. Posisi ikan sudah roboh dan tidak ada gerakan. Hal ini sangat memudahkan sekali dalam proses pe-ngemasan, terutama saat penyusunan dalam serbuk gergaji dingin. Fase pa-nik tersebut terjadi saat suhu men-capai 16oC. Tubuh agak sedikit keras dan kaku. Setelah dilakukan trans-portasi selama 10 jam dan dilakukan pembongkaran ikan masih tenang, respon tidak ada, tidak meronta dan posisi tidak berubah. Tubuh sudah mulai lunak dan normal. Ketika

Page 8: 7_3

158

dima-sukkan ke dalam air untuk dilakukan penyadaran, sampai menit ke 15 be-lum ada yang memperlihatkan tanda-tanda kehidupan. Sedangkan pada menit ke 30 hingga 45 ikan yang su-dah bergerak dan berenang perlahan-lahan mencapai 50%, 10% masih le-mah dan hanya ada gerakap sirip yang pelan, dan 40% tidak memperlihatkan adanya tanda-tanda hidup. Dari hasil percobaan pengaruh suhu pembiusan ini, tampak bahwa suhu 18oC masih belum mampu mem-buat ikan melewati fase panik. Se-dangkan pembiusan pada suhu 15oC dan 12oC telah berhasil menghantar-kan ikan melewati fase panik. Fase ini dianggap kritis karena ikan dalam keadaan tidak stabil sehingga dikha-watirkan kondisinya tidak cukup baik untuk hidup di luar air habitatnya (Wibowo, 1993; Soekarto dan Wibo-wo, 1993). Dari dasar pertimbangan ini maka suhu 15oC dan 12oC lebih baik dari 18oC untuk digunakan seba-gai suhu pembiusan, tetapi bila diban-dingkan antara suhu 15oC dan suhu 12oC maka suhu 15oC lebih baik karena tubuh ikan masih normal sedangkan suhu 12oC menyebabkan tubuh ikan menjadi keras dan kaku karena

kedinginan sehingga menye-babkan banyak ikan yang menjadi mati. Jika dilihat dari kondisi ikan se-telah transportasi atau saat pembong-karan, pembiusan pada suhu 18oC memperlihatkan posisi ikan sudah berubah, bergerak dan sedikit meron-ta. Sedangkan pembiusan pada suhu 15oC dan 12oC ikan masih pada posisi semula dan tetap tenang. Untuk suhu 12oC ini ikan yang tenang dan tidak bergerak tersebut merupakan ikan yang mati karena tubuhnya keras dan kaku pada saat pembiusan yang menyebabkan ikan tersebut menjadi kedinginan. Oleh karena itu pembius-an pada suhu 15oC lebih baik untuk digunakan sebagai suhu pembiusan dibandingkan suhu 12 dan 18oC. Hal ini disebabkan ikan sudah dalam kea-daan tenang dan mempunyai tingkat metabolisme dan respirasi yang ren-dah, sehingga diharapkan memiliki ketahanan hidup di luar habitatnya lebih tinggi (Berka, 1986; Basyarie, 1990; dan Praseno, 1990). Disamping itu, dengan kondisi ikan yang tenang ini mempermudah pengemasan karena ikan tidak meronta lagi atau bergerak. Perbandingan kelulusan hidup yang dihasilkan setelah transportasi 10 jam oleh ketiga perlakuan suhu pembiusan yang digunakan adalah,

Page 9: 7_3

159

Tabel 3. Pengaruh Berbagai Waktu Pembiusan terhadap Kondisi Ikan Jambal Siam Setelah Terbius

WAKTU PEMBIUSAN

KONDISI IKAN SETELAH TERBIUS

(MENIT) POSISI PERGERAKAN

FASE PANIK

RESPON WAKTU DIANGKAT

10 ROBOH ADA (LEMAH)

SUDAH TIDAK ADA TIDAK MERONTA

15 ROBOH TENANG SUDAH TIDAK ADA TIDAK MERONTA

20 ROBOH TENANG SUDAH TIDAK ADA TIDAK MERONTA

Tabel 4. Pengaruh Berbagai Waktu Pembiusan terhadap Kondisi Ikan Jambal

Siam Setelah Transportasi (Saat Pembongkaran) dan Saat Penyadaran WAKTU

PEMBIUSAN KONDISI IKAN SETELAH TRANSPORTASI (SAAT

PEMBONGKARAN) KONDISI IKAN SAAT

PENYADARAN (MENIT) (MENIT) POSISI PERGERA-

KAN RESPON WAKTU

DIANGKAT 0* 15** 30** 45***

10 BELUM BERUBAH

TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

10% 45% 60% 75%

15 BELUM BERUBAH

TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

10% 60% 75% 85%

20 BELUM BERUBAH

TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

15% 50% 70% 80%

* Langsung tegak lemah dan berenang perlahan-lahan

dimana pembiusan pada suhu 15oC menghasilkan kelulusan hidup paling tinggi yaitu 95%, 75% pada suhu 18oC, dan 60% pada suhu 12oC. Un-tuk perubahan suhu penyimpanan se-lama transportasi adalah berkisar antara 15 hingga 19oC. Pengaruh Waktu Pembiusan Dari percobaan sebelumnya telah diperoleh hasil bahwa suhu

15oC dapat digunakan sebagai suhu pem-biusan bertahap untuk ikan Jambal Siam dengan hasil lebih baik dari suhu lain yag dicoba. Selanjutnya perlu diketahui waktu yang dibutuhkan agar diperoleh hasil yang maksimal. Untuk itu, beberapa variasi waktu pembiusan telah dicoba

dan hasilnya seperti terlihat dalam Tabel 3 dan 4.

Seperti pada percobaan pe-ngaruh suhu pembiusan, fase panik akan terlewati jika pembiusan dilaku-kan pada suhu 15oC. Fase panik ini terjadi pada kisaran suhu 15, 5 hingga 16oC. Hal ini membuktikan bahwa fase panik tersebut lebih dipengaruhi oleh suhu pembiusan dibandingkan dengan waktu

pembiusan. Pembiusan selama 10 menit me-nyebabkan kondisi ikan setelah ter-bius roboh, tidak ada respon, tidak meronta dan fase panik sudah ter-lewati. Ketika diangkat dari air ikan diam tidak meronta, hanya terlihat sedikit pergerakan yang

Page 10: 7_3

160

sangat pelan dari sirip dan insang. Sewaktu dilaku-kan pengemasan ikan tidak meronta dan tidak mengalami perubahan posisi setelah ditransportasikan selama 10 jam. Pada saat dimasukkan ke dalam air untuk dilakukan penyadaran seki-tar 10% ikan langsung sadar, berge-rak pelan dan berenang perlahan-lahan. Sedangkan pada menit ke 15 hingga 30 sekitar 60% ikan sudah tegak kokoh, aktif, sedikit responsif, dan gesit. Secara umum sekitar 75% ikan mulai normal kembali seperti semula setelah 45 menit penyadaran, 5% masih roboh dan limbung, dan 20% tidak memperlihatkan adanya tanda-tanda hidup. Untuk waktu pembiusan selama 15 menit, kondisi ikan setelah terbius sudah roboh tenang, respon tidak ada, tidak meronta, dan fase panik ikan sudah terlewati. Pada saat dilakukan pengemasan ikan tidak tampak ber-gerak, sehingga memudahkan dalam pengemasannya. Sewaktu dilakukan pembongkaran kondisi ikan tidak berubah, tenang, tidak meronta, dan tidak ada respon. Pada saat dilakukan penyadaran sekitar 10% ikan lang-sung berdiri lemah dan berenang de-ngan perlahan-lahan, sedangkan seba-gian lagi masih limbung dan roboh, tetapi gerakan insang dan sirip sudah

terlihat. Pada menit ke 15 hingga 30 sekitar 60 hingga 75% ikan sudah sadar, tegak kokoh, aktif, sedikit res-ponsif, gesit dan berenang lincah. Secara umum menit ke 45 sekitar 85% ikan sudah normal seperti semu-la dan hanya 5% yang masih roboh, sedangkan 10% tidak ada tanda-tanda hidup. Kondisi akhir pembiusan yang serupa juga terlihat pada waktu pem-biusan 20 menit dimana ikan sudah roboh, tenang, tidak meronta, dan fase panik sudah terlewati. Untuk kondisi setelah transportasi 10 jam juga tidak berbeda dengan waktu pembiusan 10 dan 15 menit, di mana kondisi ikan tenang, tidak meronta, dan posisi tidak berubah seperti se-mula. Sewaktu dimasukkan ke dalam air untuk penyadaran sekitar 15% ikan sudah tegak lemah dan berenang dengan perlahan-lahan. Pada menit ke 15 hingga 30 sekitar 50 hingga 70% ikan sudah tegak kokoh, aktif, sedikit responsif, dan gesit. Pada menit ke 45 sekitar 80% sudah normal seperti se-mula, 10% masih limbung dan roboh, sedangkan sekitar 10% tidak melihat-kan adanya tanda-tanda hidup. Dari hasil percobaan pengaruh waktu pembiusan ini perbedaan hanya terlihat dalam kecepatan ikan sadar kembali, di mana semakin

Page 11: 7_3

161

Tabel 5. Pengaruh Berbagai Suhu Penyimpanan terhadap Kondisi Ikan Jambal Siam Setelah Transportasi (Saat Pembongkaran) dan Saat Penyadaran

SUHU PENYIM

KONDISI IKAN SETELAH TRANSPORTASI (SAAT PEMBONGKARAN)

KONDISI IKAN SAAT PENYADARAN (MENIT)

PANAN (OC)

POSISI PERGERA KAN

RESPON WAKTU DIANGKAT

0* 15** 30** 45***

18 BELUM BERUBAH

TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

15% 50% 70% 85%

15 BELUM BERUBAH

TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

10% 40% 60% 70%

12 BERUBAH TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

0% 0% 10% 20%

* Langsung tegak lemah dan berenang perlahan-lahan ** Tegak kokoh, aktif, sedikit responsif, dan gesit *** Normal

cepat pro-ses pembiusan maka semakin cepat pula ikan sadar kembali dan energi yang dibutuhkan semakin sedikit. Khusus untuk waktu pembiusan 10 menit tingginya angka mortalitas dise-babkan ikan belum sepenuhnya ping-san sewaktu akan dilakukan penge-masan. Berdasarkan hal di atas, maka waktu pembiusan 15 menit lebih baik untuk digunakan. Perbandingan kelulusan hidup yang dihasilkan setelah transportasi 10 jam oleh ketiga perlakuan waktu pembiusan tidak menunjukkan perbe-daan yang nyata dari segi persentase namun cukup besar apabila jumlah yang ditransportasikan besar. Untuk waktu pembiusan 10 menit mengha-silkan kelulusan hidup sebesar 80%, 90% untuk waktu 15 dan 20 menit. Untuk pola perubahan suhu penyim-panan selama transportasi berkisar antara 15oC hingga 19oC. Pengaruh Suhu Penyimpanan

Dari dua percobaan sebelumnya telah diperoleh hasil bahwa suhu 15oC dengan waktu 15 menit dapat diguna-kan sebagai suhu dan waktu

pembi-usan bertahap untuk ikan Jambal Siam dengan hasil lebih baik diban-dingkan suhu dan waktu lain yang telah dicoba. Selanjutnya perlu dike-tahui suhu penyimpanan yang terbaik agar diperoleh yang maksimal. Utuk itu, beberapa variasi suhu ruang kemasan telah dicoba dan hasilnya seperti terlihat pada Tabel 5. ` Transportasi ikan Jambal Siam pada suhu penyimpanan 18oC, setelah dilakukan pembongkaran tidak meng-alami perubahan posisi, tenang dan tidak meronta. Sewaktu dimasukkan ke dalam air untuk dilakuka penya-daran sekitar 15% ikan langsung sadar dan berenang dengan perlahan-lahan, sedangkan yang lainnya masih roboh. Pada menit ke 15 hingga 30 ikan yang

Page 12: 7_3

162

sudah tegak dan berdiri ko-koh, sedikit responsif, aktif bergerak dan berenang lincah menjadi sekitar 50 hingga 70%. Pada menit ke 45 sekitar 85% ikan sudah sadar dan normal kembali seperti semula, sedangkan 5% masih limbung dan roboh dengan gerakan perlahan-lahan dari sirip dan insang, sedangkan sisanya 10% tidak melihatkan adanya tanda-tanda hidup. Untuk transportasi pada suhu penyimpanan 15oC hasilnya tidak jauh berbeda dengan suhu 18oC, dimana pada saat pembongkaran posisi ikan tidak berubah, tenang, dan tidak meronta. Perbedaan hanya terlihat pa-da beberapa ekor ikan yang tubuhnya menjadi keras dan kaku untuk suhu penyimpanan 15oC. Demikian pula halnya pada saat dilakukan penya-daran, sekitar 10% ikan langsung sadar dan berenang dengan perlahan-lahan, sedangkan yang lainnya masih limbung dan roboh di dasar akuarium. Pada menit ke 15 hingga 30 sekitar 40 hingga 60% ikan sudah tegak dan berdiri kokoh, sedikit responsif, aktif bergerak dan berenang lincah. Pada menit ke 45 sekitar 70% ikan sudah sadar dan normal kembali seperti semula, sedangkan 10% masih lim-bung dan roboh dengan gerakan per-

lahan-lahan dari sirip dan insang, se-dangkan sisanya 20% tidak melihat-kan adanya tanda-tanda hidup.

Sedangkan untuk transportasi pada suhu penyimpanan 12oC, pada saat dilakukan pembongkaran seba-gian besar posisi ikan sudah berubah karena ikan meronta selama trans-portasi. Kondisi tubuh ikan sudah mengeras, kaku, bahkan ada yang bengkok karena kedinginan. Pada saat dimasukkan ke dalam air untuk dilakukan penyadaran sampai menit ke 15 belum ada ikan yang sadar, baru pada menit ke 30 sekitar 10% ikan bergerak lemah dan berenang dengan perlahan-lahan, sedangkan si-sanya masih tergeletak roboh di dasar akuarium. Pada menit ke 45 sekitar 20% ikan sudah mulai tegak dengan lemah, sedikit responsif dan sadar serta normal seperti semula, sedang-kan sekitar 10% memperlihatkan ge-rakan perlahan-lahan pada insang dan sirip, sisanya 70% tidak melihatkan adanya tanda-tanda hidup.

Dari hasil tersebut di atas tanpak bahwa suhu penyimpanan 18oC lebih baik dibandingkan suhu penyimpanan 15oC dan 12oC dengan tingkat kelu-lusan hidup 90%, sedangkan pada suhu 15oC kelulusannya 80%, dan pada suhu 12oC kelulusannya hanya 30%.

Page 13: 7_3

163

Sedangkan pola perubahan suhu penyimpanan selama transpor-tasi dapat dipertahankan stabil selama transportasi 10 jam baik untuk suhu penyimpanan 18oC, 15oC, maupun 12oC. Untuk suhu penyimpanan 18oC perubahan suhu anatara 18oC hingga 21oCatau terdapat range sebesar 3oC. Untuk suhu penyimpanan 15oC peru-bahan suhunya antara 15oC hingga 21oC. Uji Transportasi Ikan Jambal Siam Hidup

Dari tiga percobaan terdahulu diperoleh hasil bahwa pembiusan ber-tahap untuk ikan Jambal Siam dapat dilakukan pada suhu 15oC selama 15 menit dengan suhu penyimpanan 18oC. Hasil ini kemudian dicoba untuk transportasi ikan Jambal Siam di dalam media serbuk gergaji dingin. Uji transportasi ini dilakukan selama 15, 18, dan 21 jam, kemudian diamati tingkat kelulusan hidupnya. Hasilnya seperti disajikan di dalam Tabel 6.

Untuk transportasi selama 15 jam, pada saat dilakukan pembong-karan posisi ikan tidak berubah seperti pada saat pengemasan, respon tidak ada, dan tidak bergerak. Gerakan hanya terlihat pada insang meskipun lemah. Sewaktu dimasuk-kan ke dalam air pada menit ke-lima sekitar 20% ikan bergerak dan bere-nang lemah, sedangkan sisanya masih limbung dan roboh. Keadaan ini semakin membaik dan pada menit ke 15 hingga 30 sekitar 45 hingga 70% ikan sudah tegak kokoh, aktif, sedikit resposif dan gesit. Akhirnya menit ke 45 ikan yang sadar dan normal kem-bali seperti semula menjadi sekitar 85% sedangkan 5% masih lemah dan limbung dengan gerakan sirip dan insang yang pelan, dan hanya 10% yang tidak melihatkan adanya tanda-tanda hidup sehingga peluang untuk hidup sangat kecil. Untuk trasportasi 18 jam, pada saat dibongkar posisi ikan tidak

Tabel 6. Pengaruh Lama Transportasi terhadap Kondisi Ikan Jambal Siam Setelah Transportasi (Saat Pembongkaran) dan Saat Penyadaran

WAKTU TRANSPOR

KONDISI IKAN SETELAH TRANSPORTASI (SAAT PEMBONGKARAN)

KONDISI IKAN SAAT PENYADARAN (MENIT)

TASI (JAM) POSISI PERGERA-KAN

RESPON WAKTU DIANGKAT

0* 15** 30** 45***

15 BELUM BERUBAH

TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

20% 45% 70% 85%

18 BELUM BERUBAH

TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

15% 40% 60% 65%

21 BELUM BERUBAH

TIDAK ADA (TENANG)

TIDAK ADA

TIDAK MERONTA

5% 10% 25% 45%

* Langsung tegak lemah dan berenang perlahan-lahan ** Tegak kokoh, aktif, sedikit responsif, dan gesit *** Normal

Page 14: 7_3

164

berubah, tidak bergerak dan tidak ada respon. Pada saat dimasukkan ke da-lam air untuk penyadaran, pada menit ke-tujuh sekitar 15% ikan sudah sadar dan berenang dengan lamban, sedangkan sebagian sisanya masih limbung dengan melayang-layang da-lam air dan roboh di dasar akuarium. Kondisi ini makin membaik dan pada menit ke 15 hingga 30 sekitar 40 hingga 60% ikan sudah tegak kokoh, aktif, sedikit responsif dan gesit. Pada menit ke 45 sekitar 65% ikan sudah sadar dan normal kembali seperti semula, sedangkan 5% masih lemah dan limbung dengan gerakan sirip dan insang yang pelan, dan hanya 30% yang tidak melihatkan adanya tanda-tanda hidup. Pada saat transportasi mencapai 21 jam, sewaktu dilakukan pembong-karan posisi ikan juga tidak meng-alami perubahan, tidak bergerak, ti-dak ada respon, dan dalam keadaan semakin lemah. Pada saat dimasukkan ke dalam air untuk dilakukan penya-daran, sebagian besar ikan terlebih dahulu roboh tapi sirip dan insang bergerak pelan untuk beberapa saat. Pada menit ke 8 sekitar 5% ikan langsung aktif dan berenang dengan perlahan-lahan, sedangkan sisanya masih roboh di dasar akuarium. Kondisi ini semakin

membaik dan pada menit ke 15 hingga 30 sekitar 10 hingga 25% ikan sudah normal, tegak kokoh, dan gesit. Akhirnya menit ke 45 ikan yang sadar dan normal kem-bali seperti semula menjadi sekitar 45%, sedangkan 10% masih lemah dan limbung dengan gerakan sirip dan insang yang pelan, dan hanya 45% yang tidak melihatkan adanya tanda-tanda hidup sehingga peluang untuk hidup sangat kecil. Dari hasil uji trasnportasi ini tampaknya pembiusan bertahap pada ikan Jambal Siam pada suhu 15oC selama 15 menit dengan suhu penyim-panan 18oC mampu membuat ikan dalam keadaan cukup kuat untuk transpoortasi hingga 15 jam dengan tingkat kelulusan hidup 90% dan 18 jam dengan kelulusan hidup 70% serta 21 jam dengan kelulusan hidup 55%. Dari hasil penelitian ini telah diperoleh indikasi bahwa suhu media dan penyimpanan ikut menentukan ketahanan hidup ikan di dalam media serbuk gergaji dingin. Adanya peru-bahan suhu yang cukup besar mulai dari awal transportasi sampai akhir transportasi juga mempengaruhi ting-kat kelulusan hidup ikan tersebut. Tingginya suhu ini akan menyebabkan ikan sadar dan aktivitasnya tinggi. Makin tinggi

Page 15: 7_3

165

aktivitas ikan, baik akti-vitas fisik maupun metabolisme, ber-arti menuntut ketersediaan oksigen yang siap dikonsumsi. Karena di da-lam media kering ketersediaan oksi-gen terbatas maka ikan akan meng-alami kekurangan oksigen dan ber-akibat kematian.

Perubahan suhu yang kecil menyebabkan ikan tetap tenang, tidak banyak bergerak, aktivitas metabolis-me dan respirasi berkurang sehingga diharapkan daya tahan hidup ikan cukup tinggi. Di samping itu, dengan redahnya metabolisme ikan maka ke-butuhan energi untuk aktivitas ikan juga akan rendah. Ini berarti perom-bakan Adenosin Triphosphat (ATP) menjadi Adenosin Diphosphat (ADP), Adenosin Monophosphat (AMP), dan Inosin Monophosphat (IMP) untuk menghasilkan energi juga sangat rendah, sehingga oksigen yang digu-nakan untuk merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat ren-dah. Hal ini menyebabkan kadar oksigen dalam darah ikan tidak turun secara drastis, sehingga ikan mampu hidup lebih lama. Adapun pola peru-bahan suhu penyimpanan setelah transportasi 21 jam yaitu 18oC pada awal transportasi menjadi 22,5oC pada akhir transportasi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Suhu terbaik untuk pembiusan

Ikan Jambal Siam dengan suhu rendah yang dilakukan secara ber-tahap (kecepatan penurunan suhu 5oC per jam) adalah 15oC.

2. Waktu terbaik untuk pembiusan Ikan Jambal Siam dengan suhu rendah yang dilakukan secara bertahap (kecepatan penurunan suhu 5oC per jam) adalah 15 menit.

3. Suhu penyimpanan terbaik untuk transportasi ikan Jambal Siam dengan sistem kering adalah suhu 18oC.

4. Teknik pembiusan dengan penu-runan suhu secara bertahap (ke-cepatan penurunan suhu 5oC per jam) hingga suhu mencapai 15oC dan dipertahankan selama 15 menit dengan suhu penyimpanan 18oC menghasilkan tingkat kelulusan hidup 90% selama 15 jam, 70% selama 18 jam, dan 60% selama 21 jam.

Saran 1. Perlu diperhatikan faktor kese-

garan dan kesehatan ikan Jambal Siam yang akan ditransportasikan dengan sistem kering, karena sa-ngat berpengaruh terhadap ketaha-

Page 16: 7_3

166

nan, kelulusan hidup dan keber-hasilan proses transportasi tersebut

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari suhu pembiusan yang lebih tepat untuk ikan Jambal Siam, dengan cara lebih menspesifika-sikan suhu pembiusan terbaik yang diperoleh dalam penelitian ini.

3. Perlu diperhatikan kestabilan suhu penyimpanan selama transportasi untuk menghasilkan tingkat kelulu-san hidup yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Basyarie, A. 1990. Transportasi ikan

hidup. Training Penangkapan. Aklimatisasi dan Transportasi Ikan Hias Laut. Jakarta, 4-18 Desember 1990.

Berka, R. 1986. The transport of live

fish. EIFAC Tech. Pap., FAO, (48) : 52.

Dinas Perikanan TK I Riau, 1997.

Laporan Tahunan Dinas Perika-nan Dati I Riau. Pekanbaru.

Fry, F.E. and K.S. Norris. 1962. The

transportation of live fish. In: Fish as food Vol III. G. Borg-strom (Ed). Academic Press, New York (595-608).

Geankoplis, C.J. 1987. Transport

Processes and Unit Operations. Allyn and Bacon Inc. London.

Huet, M. 1971. Text Book of Fish

Culture, Breeding and Cultica-tion of Fish. Section IV. Transport of Fish. Phoenix Press Inc. Quezon City, Phillipines.

Muljanah, E. Setiabudi, D. Surya-

ningrum, S. Wibowo. 1994. Pe-manfaatan sumberdaya lobster di kawasan Jawa dan Bali. Jurnal Penelitian Pasca Panern Perikanan, (79) : 1 - 23.

Nitibaskara, R.R. 1996. Teknik Imo-

tilisasi Dengan Penurunan Suhu Bertahap Untuk Transportasi Udang Windu Tambak Hidup (Penaeus monodon Fab.) De-ngan Sistem Kering. Ringkasan Laporan Penelitian. Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Praseno, O. 1990. Cara pengiriman

atau transportasi ikan dalam keadaan hidup. Makalah pada Pertemuan Aplikasi Paket Teknologi (Temu Taga) Badan

Page 17: 7_3

167

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor, 24-31 Okto-ber 1990.

Prasetyo. 1993. Kajian Kemasan Di-

ngin untuk Transportasi Udang Hidup Secara Kering. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setiabudi, E., Y. Sudrajat, M.D.

Erlina, dan S. Wibowo. 1995. Studi penggunaan metoda pem-biusan langsung dengan suhu rendah dalam transportasi sis-tem kering udang windu (Pena-eus monodon). Jurnal Peneli-tian Pasca Panen Perikanan, (84) : 8-21.

Soekarto, S.T. dan S. Wibowo. 1993.

Cara penanganan udang hidup di luar air untuk transportasi tujuan ekspor. Makalah Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB. Bo-gor, 9 Februari 1993.

Sumantadinata, K. 1993.

Pengemasan dan Transportasi Bahan Pangan. Penebar swadaya. Jakarta.

Sunaryo, E.S. 1990. Mengenal Dunia

Plastik Film. Media Teknologi

Pangan. Vol. 2 (1). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Suparno, J. Basmal, I. Muljanah, dan

S. Wibowo. 1994. Pengaruh suhu dan waktu pembiusan dengan pendinginan bertahap terhadap ketahanan hidup udang windu tambak (Penaeus mono-don) dalam transportasi sistem kering. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan, (79) : 73-78.

Tseng, W.Y. 1987. Shrimp Mari-

culture “A Practical Manual”. Department of Papua Neugui-nea. Port Moresty.

Wibowo, S. 1990. Kajian Sifat Mutu

Udang Windu Tambak (Pena-eus monodon Fab.) Pada Umur Panen. MS Thesis. Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

. 1993. Suberdaya dan

transportasi lobster hidup untuk ekspor. Laporan Hasil Peneli-tian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. De-partemen Pertanian Jakarta.